» » » » » » Kronologis Perang Saudara di Suriah : Film Dokumenter Mengenai Syekh Buthy Ulama Sunni Terkenal di Timur Tengah khususnya SURIAH

Kronologis Perang Saudara di Suriah : Film Dokumenter Mengenai Syekh Buthy Ulama Sunni Terkenal di Timur Tengah khususnya SURIAH

Penulis By on Rabu, 28 Maret 2018 | No comments

Film Dokumenter Ini Ungkap Banyak Hal Terkait Konflik Suriah

islamindonesia.id – Film Dokumenter Ini Ungkap Banyak Hal Terkait Konflik Suriah
Ada sebuah film dokumenter mengenai konflik Suriah. Dalam film ini dijelaskan bagaimana kronologi konflik Suriah dengan memperhatikan pernyataan atau khotbah-khotbah Al ‘Allamah Al Buthy sejak 2011 hingga menjelang kesyahidan beliau.
Di dalamnya terjawab apa yang sebenarnya terjadi di awal konflik, bagaimana sejak awal Syekh Buthi sudah menyampaikan peringatan kepada publik apa akibat dari aksi-aksi demonstrasi yang terjadi pada April 2011, bagaimana pemikiran beliau mengenai tuntutan reformasi (yang berubah menjadi kudeta), apa jawaban beliau terhadap berbagai fitnah, dan lain-lain.


Apa yang diungkapkan dalam film ini penting diketahui para pemerhati Timteng, para dai yang sering angkat bicara soal Suriah, serta rakyat Indonesia pada umumnya. Perkataan Syekh Buthy mengandung pelajaran abadi untuk umat manusia, terutama warga negara berkembang dan negara dengan penduduk mayoritas Muslim.
Selengkapnya, silakan tonton film dokumenter tersebut di link berikut: https://www.youtube.com/watch?v=6CCfQoIZyPQ
Sementara untuk melengkapi video di atas, berikut ini sekilas informasi terkait siapa sebenarnya Syekh Al Buthy.
Al-syaikh al-alim al-allamah Dr. Muhammad Said Ramadhan Al-Buthi adalah figur ulama yang mengabdikan hidupnya sebagai seorang pembimbing dan dai sembari terus menampilkan sikap zuhud di dunia yang fana. Orang yang berprinsip tegas jika memang benar itu adalah benar, tanpa peduli tindakannya nanti akan dicerca orang ataupun sebaliknya.
Beliau juga merupakan seorang pemikir Islam moderat sekaligus penulis yang sangat produktif. Karyanya mencapai bilangan tujuh puluh lima buku.
Karya-karyanya juga banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Misalnya, al-Hub fil Qur’an (Al-Qur’an Kitab Cinta), La ya’thil Bathil (Takkan Datang Kebathilan terhadap Al-Qur’an), Fiqh al-Sirah al-Nabawiyah (Sirah Nabawiyah: Analisis Ilmiah Manhajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasul Saw) dan masih banyak yang lainnya. Dalam konteks kepesantrenan, terutama pesantren salaf, bukunya yang berjudul Dhowabitul Maslahah merupakan referensi primer dalam kajian Bahtsul Masail (BM).
Tokoh yang paling berpengaruh di Timur Tengah ini juga termasuk barisan ulama yang getol membendung radikalisme Islam. Paham radikal adalah suatu paham yang anti dengan tradisi bermazhab, menyerukan pentingnya ijtihad, intoleran, cenderung eksklusif dan menganggap kebenaran hanya ada pada kelompok mereka. Kegigihannya dalam membendung paham radikal ini terekam dalam bukunya yang berjudul As-Salafiyyah; Marhalah Zamaniyyah Mubarokah la Mazhab Islamiyun dan al-La Mazhabiyyah: Akhtoru Bid’atin Tuhaddidus Syariah Islamiyyah.
Selain itu, beliau juga salah satu ulama yang menjadi rujukan kalangan Ahlussunnah Waljamaah dalam bidang akidah. Bahkan ada menyebut beliau sebagai ghazaliyu-l-ashr atau Imam Ghazali masa kini.
Namun sayang, Dunia Islam lagi-lagi harus kehilangan sosok pemikir Islam moderat ini.  Beliau wafat Kamis malam (21/3/2013) silam akibat serangan bom bunuh diri yang dilakukan oleh teroris-ekstrem ketika sedang memberikan pengajian mingguan di Masjid Jami’ Al-Iman, Mazraa, Damaskus.
Dalam kejadian yang menelan banyak korban itu, cucu Dr. Buthi—demikian beliau akrab disapa—yang bernama Ahmad juga ikut menjadi korban pengeboman.
Perihal kepergian Dr. Buthi ini, kurang lebih sekitar dua minggu sebelum kejadian tersebut, Habib Ali Al-Jufri ketika menelpon Dr. Buthi seakan sudah mendapat isyarat akan kwafatannya. Di akhir pembicaraan itu, Dr. Buthi berkata kepada Habib Ali, “Tidak akan tersisa umurku kecuali hanya beberapa hari lagi. Sungguh aku telah mencium bau surga di belakangnya. Maka jangan lupa untuk mendoakanku”.
Semoga Allah SWT merahmati beliau dan menempatkannya di tempat terbaik di sisi-Nya.
EH / Islam Indonesia
Film Dokumenter Ini Ungkap Banyak Hal Terkait Konflik Suriah
Sumber Berita : https://islamindonesia.id/multimedia/film-dokumenter-ini-ungkap-banyak-hal-terkait-konflik-suriah.htm

Pengamat Timur Tengah: Peran Vital Syeikh Al-Buthy dalam Konflik Suriah

SALAFYNEWS.COM, JAKARTA – Pengamat Timur Tengah, Dina Sulaeman dalam akun fanpage facebooknya menulis tentang peran Syeikh Al-Buthi dalam konflik di Suriah, berikut ulasannya:
Almarhum Syekh Buthy, ulama besar Dunia Islam yang berasal dari Suriah, pernah berkata, “Adakah orang yang berakal, yang meruntuhkan rumahnya sendiri demi berdamai dengan musuhnya? Adakah orang yang berakal, yang mengorbankan saudaranya sendiri demi keamanan musuhnya?”.
Baca: Video Wawancara Ekslusif Ulama Syam dengan Kompas TV Terkait Fakta Perang Suriah
Apa yang dimaksud beliau? Siapa yang dimaksud musuh Suriah? Tak lain, Amerika Serikat dan Israel.
Upaya AS (sekutu utama Israel) untuk melakukan perubahan rezim di Suriah sudah berlangsung sejak lama (bahkan sebelum Suriah dipimpin Bashar Assad). Pada April 1957, misalnya, agen CIA bernama Rocky Stone datang ke Damaskus dengan 3 juta dollar untuk misi menggulingkan rezim sekuler yang terpilih di masa al-Quwatli. Dengan dana itu, Stone mempersenjatai militan Islam dan menyuap perwira militer dan politisi Suriah. Hal ini diungkap dalam buku Safe for Democracy: The Secret Wars of the CIA karya John Prados.
Baca: Denny Siregar: Keberanian Bangsa Suriah
Stone bekerja sama dengan Ikhwanul Muslimin untuk membunuh Kepala Dinas Intelijen Suriah, Kepala Staf Umum dan Kepala Partai Komunis, serta berbagai provokasi bersenjata di Irak, Lebanon, dan Yordania untuk kemudian mengkambinghitamkan Partai Ba’ath Suriah. Dalam buku Legacy of Ashes, Tim Weiner menjelaskan bagaimana rencana CIA dalam menggoyahkan pemerintah Suriah dan menciptakan dalih untuk invasi Irak dan Yordania yang pemerintahannya sudah di bawah kendali CIA. Kim Roosevelt meramalkan bahwa pemerintah baru yang dilantik CIA akan “mengandalkan pada tindakan represif dan kekuasaan yang sewenang-wenang,” menurut dokumen CIA yang dilaporkan di koran The Guardian.
RAND Corporation, sebuah lembaga think tank yang dibiayai militer AS, pada 2008 menulis laporan bahwa ekonomi negara-negara industri sangat bergantung kepada minyak di Timur Tengah. “Area yang terbukti menyimpan minyak merupakan basis kekuatan jaringan jihad-Salafi. …Karenanya, kawasan itu harus menjadi prioritas strategis dan prioritas ini akan terkait kuat dengan pelaksanaan perang yang panjang.”
Dengan kata lain: RAND merekomendasikan bahwa supaya AS bisa menguasai minyak di Timur Tengah, perlu terjadi perang yang panjang. RAND juga merekomendasikan caranya, yaitu: pecah-belah di antara sesama kelompok jihad-Salafi sehingga mereka kehabisan energi karena konflik internasional.
Usulan RAND lainnya, yang persis tengah terjadi di Suriah, “Pemimpin AS juga bisa memilih untuk memanfaatkan ‘konflik abadi Syiah-Sunni’ dengan berpihak pada rezim Sunni konservatif melawan gerakan pemberdayaan Syiah di dunia Muslim… mungkin mendukung pemerintahan Sunni yang otoritatif melawan Iran yang selalu bermusuhan.”
Pada bulan Maret 2016, Wikileaks mempublikasikan email Hillary Clinton. Tertulis di dalam email itu, “Hubungan strategis antara Iran dan rezim Bashar Assad membahayakan keamanan Israel… Berakhirnya rezim Assad akan mengakhiri aliansi berbahaya ini… Menteri Pertahanan Israel Ehud Barak mengatakan bahwa ‘penggulingan Assad akan menjadi serangan besar kepada Iran… ini akan amat melemahkan Hizbullah di Lebanon, Hamas dan Jihad Islam di Gaza.”
Baca: Jawaban Telak Sekjen Alsyami Kepada Ustadz Abdul Somad Terkait Suriah dan Assad
SIMAK SELENGKAPNYA, bagaimana petuah Syekh Al Buthy mengenai musuh Suriah (AS dan Israel). Beliau seolah sedang berceramah agama semata (karena penuh dengan kutipan Al Quran dan hadis), tapi buat yang paham geopolitik akan bisa menangkap bahwa Syekh Al Buthy memiliki pemahaman geopolitik yang luas, sehingga beliau mampu mengindentifikasi masalah dengan sangat tajam, dan bahkan mampu memprediksi kondisi dengan sangat tepat (dan kemudian terbukti benar). Jauh… sekali levelnya dengan para ustadz/zah Indonesia pro-jihadis yang jadi pengamat geopolitik dadakan dengan mencocok-cocokkan ayat dan hadis. (SFA)

Mengapa Barat Keroyok Rusia?

SALAFYNEWS.COM, MOSKOW – Selama lebih dari satu dekade AS, Inggris dan Uni Eropa telah melakukan kampanye untuk melemahkan dan menggulingkan pemerintah Rusia, khususnya melenyapkan Putin. Masalah mendasar dipertaruhkan termasuk kemungkinan nyata perang nuklir.
Kampanye propaganda barat terbaru dan salah satu yang paling mematikan adalah tuduhan yang diluncurkan oleh Perdana Menteri Inggris Theresa May. Inggris telah mengklaim bahwa agen rahasia Rusia berkomplot untuk meracuni mantan agen ganda Rusia dan putrinya di Inggris, mengancam kedaulatan dan keselamatan rakyat Inggris. Namun, tidak ada bukti yang pernah disajikan atas klaim tersebut. Sebaliknya, Inggris mengusir diplomat Rusia dan menuntut sanksi lebih keras, untuk meningkatkan ketegangan. Inggris dan para konconya AS dan UE bergerak menekan Rusia.
Baca: Perang Diplomatik Antara Rusia dan Amerika
Sejumlah pertanyaan mendasar muncul mengenai asal-usul dan intensitas yang berkembang dari animus anti-Rusia ini.
Mengapa rezim Barat sekarang merasa Rusia adalah ancaman yang lebih besar daripada di masa lalu? Apakah mereka percaya Rusia lebih rentan terhadap ancaman atau serangan Barat? Mengapa para pemimpin militer Barat berusaha untuk melemahkan pertahanan Rusia? Apakah para elit ekonomi AS percaya bahwa mungkin untuk memprovokasi krisis ekonomi dan kematian pemerintahan Putin? Apa tujuan strategis para pembuat kebijakan Barat? Mengapa rezim Inggris memimpin dalam perang salib anti-Rusia melalui tuduhan-tuduhan racun palsu pada saat ini?

Konteks Historis Agresi Barat
Beberapa faktor sejarah mendasar yang berasal dari tahun 1990-an menjelaskan lonjakan permusuhan Barat atas Rusia.
Baca: Rusia Pertahankan Keputusan Putin Mengusir Ratusan Diplomat AS
Pertama dan terutama, selama tahun 1990-an AS merendahkan Rusia, mengurangi ke negara bawahan, dan memaksakan diri sebagai negara unipolar.
Kedua, elit Barat menjarah ekonomi Rusia, merebut dan mencuci ratusan miliar dolar. Bank-bank Wall Street dan City of London serta pajak luar negeri adalah penerima manfaat utama
Ketiga, AS menyita dan mengambil kendali atas proses pemilihan Rusia, dan mengamankan “pemilihan” curang dari Yeltsin.
Keempat, Barat meruntuhkan institusi militer dan ilmiah Rusia serta memajukan angkatan bersenjata mereka ke perbatasan Rusia.
Kelima, Barat mengasuransikan bahwa Rusia tidak dapat mendukung sekutu dan pemerintah independennya di seluruh Eropa, Asia, Afrika dan Amerika Latin. Rusia tidak dapat membantu sekutunya di Ukraina, Kuba, Korea Utara, Libya dll.
Dengan runtuhnya rezim Yeltsin dan terpilihnya Presiden Putin, Rusia mendapatkan kembali kedaulatannya, ekonominya pulih, angkatan bersenjatanya dan institut ilmiahnya dibangun kembali dan diperkuat. Kemiskinan berkurang tajam dan kapitalis gangster yang didukung Barat terkendala, dipenjarakan atau melarikan diri ke Inggris dan Amerika Serikat.
Pemulihan bersejarah Rusia di bawah Presiden Putin dan pengaruh internasionalnya yang bertahap menghancurkan kepura-puraan AS untuk menguasai dunia unipolar. Pemulihan dan penguasaan sumber daya ekonomi Rusia mengurangi dominasi AS, terutama ladang minyak dan gasnya.
Baca: Rusia Usir Dua Diplomat AS Karena Melakukan Kegiatan Spionase
Ketika Rusia mengonsolidasikan kedaulatannya dan maju secara ekonomi, sosial, politik dan militer, Barat meningkatkan permusuhannya dalam upaya untuk mengembalikan Rusia ke Zaman Kegelapan tahun 1990-an.
AS meluncurkan banyak kudeta dan intervensi militer dan pemilihan curang untuk mengepung dan mengisolasi Rusia. Ukraina, Irak, Suriah, Libya, Yaman dan Rusia sekutu di Asia Tengah menjadi sasaran. Pangkalan militer NATO menjamur.
Ekonomi Rusia menjadi sasaran: sanksi diarahkan pada impor dan ekspornya. Presiden Putin menjadi sasaran kampanye propaganda media Barat yang ganas. Partai dan politisi oposisi yang didanai LSM AS.
Ukraina terfragmentasi – sekutu Rusia menguasai Timur; Krimea memilih unifikasi dengan Rusia. Suriah bergabung dengan Rusia untuk mengalahkan tentara AS. Rusia beralih ke jaringan perdagangan, transportasi dan keuangan multi-lateral China.
Karena seluruh fantasi unipolar AS memancing kemarahan, permusuhan, dan serangan balik sistematis. Perang AS yang mahal dan gagal dalam teror menjadi gladi resik untuk perang ekonomi dan ideologis melawan Kremlin. Pemulihan sejarah dan kekalahan Rusia dari kemunduran Barat memperkuat perang ideologi dan ekonomi.
Plot beracun Inggris dikarang untuk meningkatkan ketegangan ekonomi dan mempersiapkan masyarakat barat untuk konfrontasi militer yang meningkat. Rusia bukan ancaman bagi Barat. Presiden Putin bukan “agresor” tetapi ia menolak untuk mengizinkan Rusia kembali ke Vasal.
Baca: Kematian Mantan Agen Kremlin, Senjata Inggris dan Barat Serang Rusia
Presiden Putin sangat populer di Rusia dan dibenci oleh AS, justru karena ia adalah kebalikan dari Yeltsin- ia telah menciptakan ekonomi yang berkembang; dia menolak sanksi dan membela perbatasan dan sekutu Rusia;
1) Rezim Barat mengakui bahwa Rusia adalah ancaman terhadap dominasi global mereka; mereka tahu bahwa Rusia bukanlah ancaman bagi Uni Eropa, Amerika Utara atau pengikut mereka.
2) Rezim Barat percaya mereka dapat menggulingkan Rusia melalui perang ekonomi termasuk sanksi. Bahkan Rusia telah menjadi lebih mandiri dan telah melakukan diversifikasi mitra dagangnya, terutama Cina, termasuk Arab Saudi dan sekutu Barat lainnya.
Kampanye propaganda Barat telah gagal mengubah pemilih Rusia melawan Putin. Pada 19 Maret 2018, partisipasi pemilih presidensial meningkat menjadi 67%. Vladimir Putin meraih rekor 77% mayoritas. Presiden Putin secara politik lebih kuat dari sebelumnya.
Tampilan Rusia akan nuklir canggih dan persenjataan canggih lainnya memiliki efek jera besar terutama di kalangan para pemimpin militer AS, membuatnya jelas bahwa Rusia tidak rentan untuk diserang.
Inggris telah berusaha untuk menyatukan dan mendapatkan kepentingan dengan Uni Eropa dan AS melalui peluncuran konspirasi beracun anti-Rusia. Perdana Menteri May gagal. Brexit akan memaksa Inggris memutuskan hubungan dengan Uni Eropa.
Presiden Trump tidak akan menggantikan Uni Eropa sebagai mitra dagang pengganti. Sementara Uni Eropa dan Washington dapat mendukung perang salib Inggris melawan Rusia, mereka akan melanjutkan agenda perdagangan mereka sendiri; yang tidak termasuk Inggris.
Singkatnya, Inggris, Uni Eropa dan AS bersekongkol dengan Rusia, karena alasan historis dan kontemporer yang beragam. Eksploitasi Inggris dari konspirasi anti-Rusia adalah cara sementara untuk bergabung dengan geng tetapi tidak akan mengubah penurunan global yang tak terhindarkan dan pecahnya Inggris.
Rusia akan tetap menjadi kekuatan global. Ini akan terus di bawah kepemimpinan Presiden Putin. Kekuatan Barat akan membagi dan mengganggu tetangga mereka – dan memutuskan itu adalah penilaian mereka yang lebih baik untuk menerima dan bekerja dalam dunia multi-kutub. (SFA/SOTT)
Rusia

Re-Post by http://migoberita.blogspot.co.id/ Kamis/29032018/10.49Wita/Bjm 
Baca Juga Artikel Terkait Lainnya