» » » » » » Laporan sang rektor ULM (Universitas Lambung Mangkurat), Prof Dr Sutarto Hadi terkait dengan dugaan pencemaran nama baik dengan memasang UU ITE "Berlanjut"

Laporan sang rektor ULM (Universitas Lambung Mangkurat), Prof Dr Sutarto Hadi terkait dengan dugaan pencemaran nama baik dengan memasang UU ITE "Berlanjut"

Penulis By on Rabu, 01 Agustus 2018 | No comments

Diserukan Kisruh Pilrek ULM Berujung Laporan Polisi Dituntaskan Lewat Mediasi

KISRUH pemilihan Rektor Universitas Lambung Mangkurat (ULM) yang bergulir ke ranah hukum dengan dugaan pencemaran nama baik, diupayakan untuk dituntaskan lewat jadi mediasi. Beberapa terlapor dan saksi pun kini telah dikorek tim penyidik Subdit II Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kalsel.
BERMULA dari laporan sang rektor, Prof Dr Sutarto Hadi terkait dengan dugaan pencemaran nama baik dengan memasang UU ITE, sengkarut ini pun terus berlanjut.
“Memang, setiap orang untuk melapor ke polisi. Namun, alangkah baiknya, jika masalah semacam ini diselesaikan secara internal. Ini menyangkut pihak-pihak terlibat juga berasal dari kalangan akademika ULM, baik guru besar, dosen maupun karyawan, termasuk rekan-rekan media yang turut terseret,” ucap penasihat hukum para terlapor, Muhammad Pazri dalam jumpa pers di Rumah Makan Kudus, Jalan Gatot Subroto Banjarmasin, Rabu (1/8/2018).


Didampingi guru besar Fakultas Kedokteran Prof Dr Ruslan Muhyi, dosen muda Fakultas Hukum ULM Daddy Fahmanadie, serta Ketua Forum ULM Bersih Wahyu Firmansyah, kembali lagi Pazri mempertanyakan begitu cepatnya proses penyelidikan dilakukan pihak kepolisian.
“Bayangkan saja, sesuai standar operasional prosedur (SOP), seharusnya masuk dumas (pengaduan masyarakat), namun begitu pelapor mengajukan aduan langsung diproses dalam bentuk laporan polisi (LP) tertanggal 11 Juli 2018,” tutur Pazri.
Ia mengakui masalah yang berbuntut ke ranah hukum ini bermula dari isu dugaan penggunaan dana IDB dalam suksesi rektor. “Kenapa dari dulu tidak diklarifikasi para pihak yang berstatemen. Sedangkan, SH punya hak mengklarifikasi dan hak jawab,” papar Pazri.
Menurut Pazri, jika masalah ini terkait dengan pemberitaan sepatutnya yang digunakan adalah UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. “Silakan Pak SH menjawab baik melalui hak jawab atau hak koreksi sesuai UU Pers,” tegasnya.
Presiden Direktur Borneo Law Firm (BLF) ini mengungkapkan para kliennya sebagai pihak terlapor tetap tunduk terhadap hukum, terbukti memenuhi panggilan klarifikasi ke Ditreskrimsus Polda Kalsel.
“Namun, mengingat ini menyangkut hak hukum, tentu kami pun akan memasukkan permohonan ke Komnas HAM dan surat perlindungan hukum kepada Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian. Kami memohon perlindungan hukum,” ucapnya.
Belajar dari beberapa kasus UU ITE, Pazri mengungkapkan sejak tahun 2016, setiap ada pengaduan atau beberapa kasus menyangkut pencemaran nama baik, ujaran kebencian dan sebagainya terkait UU ITE justru pihak kepolisian tidak langsung memprosesnya hingga berbentuk LP. “Seharusnya dumas. Namun, masalah LP atau tidak memang kewenangan kepolisian. Kami kaget jua, kenapa bisa langsung LP?” cecar Pazri.
Meski begitu, Pazri memastikan pihaknya tetap punya ‘perlawanan hukum’ terhadap laporan sang rektor, dengan mengajukan laporan balik ke polisi. “Kami juga kemungkinan mengajukan gugatan perdata atas perbuatan melawan hukum. Ini meyangkut aparatur sipil negara (ASN) dan para dosen sesuai undang-undang pendidikan tinggi seharusnya dibina terlebih dahulu,” papar Pazri lagi.
Dia mengambil contoh kisruh serupa yang terjadi di Univeritas Indonesia (UI) atau perguruan tinggi negeri lainnya, yang justru bisa diselesaikan secara internal. “Mereka juga kritis terhadap isu yang berkembang. Hal itu wajar dalam dunia akademis. Memang, kehadiran UU ITE menjadi sebuah warning bagi kami agar tidak serta meng-share dan memberikan berita yang tidak benar,” kata alumni Fakultas Hukum ULM.
Advokat muda ini pun mengajak agar 58 anggota Senat ULM untuk bergerak, jangan sampai ini jadi bola liar. “Kalau ada jalan mediasi, kami buka peluang duduk bersama, tapi jika ini naik ke penyidikan, maka kami mengambil upaya melaporkan balik. Sekali lagi, ini bukan ancaman, tapi karena menggunakan hak hukum yang diatur dalam UU,” tegas Pazri lagi.
Sementara, salah satu terlapor, Daddy Fahmadanie menambahkan, jika disebut dirinya menyerang salah satu calon rektor melalui pemberitaan sangat tidak tepat atau pembunuhan karakter.
Sebab, menurut dia, dirinya tidak pernah menyebut siapa nama calon rektor. “Tidak tepat jika kami dibilang merugikan pribadi seseorang, karena dalam pemberitaan tidak ada menyebutkan nama,” ujar master hukum jebolan Universitas Lambung Mangkurat (ULM).
Sementara itu, guru besar Fakultas Kedokteran ULM Prof Dr Ruslan Muhyi pun meminta agar masalah internal ini bisa dituntaskan dalam suasana kekeluargaan. “Saya juga merupakan anggota Senat ULM, dan meminta agar masalah ini diselesaikan secara kekeluargaan,” tandasnya.


Sumber Berita : http://jejakrekam.com/2018/08/01/diserukan-kisruh-pilrek-ulm-berujung-laporan-polisi-dituntaskan-lewat-mediasi/

Ketua IJTI Kalsel : Polisi Harus Bedakan Mana Produk Berita dan Ujaran Kebencian

KETUA Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Kalimantan Selatan Budi Ismanto menyesalkan sengkarut pemilihan Rektor Universitas Lambung Mangkurat (ULM) harus menyeret para insan pers, hingga harus diminta klarifikasi terkait pemberitaan oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kalsel.
“SEBAGAI Ketua IJTI Kalsel, saya menyesalkan kasus semacam ini justru sampai ke polisi. Seharusnya ada tahapan yang perlu dilakukan sebelum kasusnya masuk ke ranah hukum,” ucap Budi Ismanto kepada jejakrekam.com di Banjarmasin, Rabu (1/8/2018).
Pimpinan Redaksi Metro TV Kalsel mengingatkan pentingnya menjaga dan menggunakan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 sebagai payung hukum penyelesaian sengketa pers atau pemberitaan.
“Sesuai UU Pokok Pers, jika ada pihak merasa tidak berkenan dengan sebuah pemberitaan, maka ia berhak melakukan hak jawab di media bersangkutan,” ucap mantan wartawan SKH Dinamika Berita ini.
Secara bertahap, menurut Budi Ismanto, jika haknya merasa terabaikan seperti hak jawab dan hak koreksi, maka jika keberatan dengan pemberitaan bisa mengadu ke Dewan Pers untuk dicarikan solusi yang tepat. “Baru, jika dia merasa belum puas, bisa mengajukan kasus itu ke ranah hukum,” tegas Budi Ismanto.
Menurut Budi, persoalan yang sekarang dihadapi awak media adalah tumpang tindihnya antara UU Pers dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Nomor 18 Tahun 2008 yang telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2016, dan disahkan pada Oktober 2016 justru saling bersinggungan dan tumpang tindih dengan UU Pers.
“Saya berharap agar polisi sebagai penegak hukum bisa membedakan mana produk media informasi atau berita, dan mana ujaran kebencian maupun hoax,” tegas Budi Ismanto.
Nah, Budi berpendapat dalam pusaran kisruh Pilrek ULM yang juga turut menyeret sejumlah media online di Kalimantan Selatan, hingga turut dipanggil  dalam keperluan klarifikasi oleh Ditreskrimsus Polda Kalsel merupakan sebuah produk berita.
“Nah, jika berita yang dipermasalahkan, maka sejatinya digunakan adalah UU Pers, bukan UU ITE. Ini yang harus dipertegas kembali, agar bisa dibedakan mana itu berita dan ujaran kebencian, apalagi hoax,” pungkasnya.

Sumber Berita : http://jejakrekam.com/2018/08/01/ketua-ijti-kalsel-polisi-harus-bedakan-mana-produk-berita-dan-ujaran-kebencian/

Re-Post by MigoBerita / Kamis/02082018/09.03Wita/Bjm
Baca Juga Artikel Terkait Lainnya