» » » » » » » » Karena Zonasi Penerimaan Murid Sekolah, Murid "Tidak Perlu" Nilai alias Pintar tapi Cukup Kartu Keluarga.. Hahhh

Karena Zonasi Penerimaan Murid Sekolah, Murid "Tidak Perlu" Nilai alias Pintar tapi Cukup Kartu Keluarga.. Hahhh

Penulis By on Minggu, 16 Juli 2017 | No comments

Siswi di Nunukan Gugat SMA Negeri yang Menolaknya Gara-gara Kartu Keluarga

BANJARMASINPOST.CO.ID, NUNUKAN - Anggita Arsyikirani, calon siswa yang gagal diterima di SMA Negeri 1 Nunukan melalui kuasa hukumnya dari Firma Hukum Katon and Partner, Rianto Junianto SH akan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Nunukan.
Anggita akan menggugat sejumlah pihak seperti Panitia Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2017 SMA Negeri 1 Nunukan cq Kepala SMA Negeri 1 Nunukan, Cq Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Nunukan, Cq Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan Utara, untuk menuntut haknya mendapatkan pendidikan di SMA Negeri 1 Nunukan.


“Ada diskriminasi, pelanggaran hak asasi manusia karena hak anak atau pendidikan warga negara dijamin undang-undang. Kami akan mengajukan gugatan,” ujar Rianto saat memberikan keterangan pers bersama Mustiqa, ibu Anggita, Jumat (14/7/2017).
Sebagai kuasa hukum, Rianto akan menguji petunjuk teknis serta parameter proses PPDB 2017 di Nunukan.
“Sejauh mana pelaksanaan Permen 17/2017? Seperti apa pemahaman SE Nomor 3 yang keluar atas desakan Komisi X DPR RI? Di mana fokusnya diberlakukan bagi keluarga miskin yang memperoleh jatah lima persen dari sistem zonasi,” ujarnya.
Rianto mengatakan, alasan panitia PPDB SMA Negeri 1 Nunukan menolak Anggita sangat tidak berasalan.
Apalagi semua persyaratan bahkan nilai Anggita mencapai 29, 95.
Pihaknya juga menilai pada pelaksanaan PPDB ini nihil transparansi.
“Kami akan adu di persidangan mengenai kepemilikan SK panitia sampai kerugian yang timbul dan memengaruhi psikologis Anggita,” ujarnya.
Dia mengatakan, dalam gugatan itu nantinya, pihaknya juga akan memasukkan materi berupa aksi protes yang melibatkan Anggita pada aksi di Tugu Dwi Kora, Rabu (5/7/2017).
Dia menilai, ada upaya menjadikan Anggita ikon bagi kelompok minoritas yang menunggangi kasus Anggita.
Karena ternyata belakangan diketahui nilai mayoritas masyarakat yang berdemo di bawah standar.
"Siapa yang harus bertanggung jawab atas ini semua? Anggita down, nggak mau sekolah dan merasa dikucilkan.
Ini kerugian yang fatal karena ia di bawah umur. Ini bisa kena Pasal 76 A huruf (a) UU 23/2002 jo UU 35/2014, selain diskriminatif ini penelantaran, ancaman hukumannya lima tahun penjara," ujarnya.
Mustiqa menegaskan, anaknya bukan memaksakan diri harus masuk sekolah negeri. Anggita hanya memperjuangkan haknya.
"Ketika anak kita belajar keras supaya nilainya bagus, tapi malah disingkirkan. Bagaimana perasaan kita sebagai orang tua? Bukankah itu memberi pelajaran buruk yang membekas dan mengubah pola fikir anak?"katanya.
Dari gugatan ini pula diharapkan kasus serupa tidak terulang kembali.
Dia mengatakan lembaga pendidikan seharusnya memberi teladan dan bersikap layaknya akademisi dengan memikirkan lebih jauh aspek pendidikan yang terbaik.
"Seharusnya Anggita tak dipandang terlalu memaksa sekolah negeri. Bukan begitu. Jika masuk swasta juga dia mampu bayar kok. Tetapi hak dia itu, usaha dia kenapa malah dipatahkan nggak jelas?” ujarnya yang menilai Anggita sebagai pahlawan kecil bagi Nunukan.
Anggita menyebutkan, dia ditolak masuk SMA Negeri 1 Nunukan karena panitia tidak mau menerima kartu keluarga Bandung.
“Panitia meminta harus kartu keluarga di sini yang menunjukkan domisili minimal sudah enam bulan.
Mengurus KK menurut panitia seperti membuat mie instan langsung jadi. Saya sudah berdomisili sekitar dua tahun di sini, tetapi tidak ada kebijakan sama sekali,” katanya berkeluh kesah.
Mustiqa menceritakan, dia memang memiliki dua kartu keluarga.
Satu kartu keluarga yang dikeluarkan di Kota Bandung, Jawa Barat. Kartu keluarga itu memang mencantumkan nama Anggita.
Namun setelah dia bercerai dengan suami dan pindah domisili ke Kabupaten Nunukan, dia membuat kartu keluarga baru yang belum mencantumkan nama Anggita.
“Pihak sekolah meminta surat domisili, setelah saya berikan surat domilisi juga mereka tolak,” ujarnya.
Dia menyayangkan, karena anaknya yang lulusan SMP Negeri 1 Nunukan gagal masuk SMA negeri hanya karena persoalan kartu keluarga.
Rianto Junianto SH bersama Mustiqa, ibunda Anggita Arsyikirani memberikan keterangan pers di Nunukan, Jumat (14/7/2017).
Padahal anaknya memiliki nilai yang semestinya bisa diterima di SMA Negeri 1 Nunukan yang menerima nilai terendah 23,9 pada PPDB SMA tahun ajaran 2017-2018.
“Ini bukan nilai ujian yang dilihat, tetapi kartu keluarga,” ujarnya.
Dari zonasi, Mustiqa yang tinggal di Jalan Yos Sudarso, Kecamatan Nunukan memiliki peluang memasukkan anaknya di SMA Negeri 1 Nunukan maupun SMA Negeri 2 Nunukan.
“Saya masih berharap anak saya bisa diterima di SMA Negeri,” ujarnya.
Siswi di Nunukan Gugat SMA Negeri yang Menolaknya Gara-gara Kartu Keluarga
tribunkaltim.co/niko ruru
Anggita saat berorasi di Tugu Dwi Kora, Kecamatan Nunukan, Rabu (5/7/2017).   tribunkaltim.co/niko ruru
Rianto Junianto SH bersama Mustiqa, ibunda Anggita Arsyikirani memberikan keterangan pers di Nunukan, Jumat (14/7/2017).
Sumber Berita : http://banjarmasin.tribunnews.com/2017/07/17/siswi-di-nunukan-gugat-sma-negeri-yang-menolaknya-gara-gara-kartu-keluarga?page=all

Re-Post by http://migoberita.blogspot.co.id/ Senin/17072017/10.14Wita/Bjm 
Baca Juga Artikel Terkait Lainnya