Migo Berita - Banjarmasin - VIRAL : Syiah antara FAKTA dan FITNAH !!! Bicara Islam Sunni tidak akan mungkin tidak akan berbicara tentang Islam Syi'ah hingga Islam Wahabi. Dalam konteks Indonesia mungkin kita hanya mengenal Islam NU dan Islam Muhammadiyah, namun itu hanya nama organisasi Islam Terbesar di Indonesia saat ini (Tahun 2022). Untuk konteks Dunia, maka kita seharusnya mengetahui bahwa Islam Terbesar adalah Islam yang dianut oleh mayoritas penduduk dan pemerintah Republik Indonesia yaitu Islam Sunni Syafe'i ala Indonesia, sedangkan untuk Islam Syi'ah Terbesar didunia diwakili oleh Republik Islam Iran yang mayoritas penduduk dan pemerintahnya menganut Islam Syi'ah 12 Imam (Istna Asariyah), yang terakhir adalah Islam Wahabi Salafi yaitu yang dianut pemerintah Kerajaan Arab Saudi hingga saat ini (Tahun 2022). Tetapi di Indonesia paham Syiah ternyata berkembang dan merambah hampir keseluruh Indonesia , walaupun hitungannya masih Kecil dan mereka menjadi salah satu bagian dari keberagaman Aliran Agama dalam Islam yang nyata dan ada di Republik Indonesia. Islam pun saat ini mencapai berbagai kemajuan tekhnologi lewat Republik Islam Iran silahkan dibaca disini Agar tidak gagal paham dan tersesat serta menjadi Takfiri (selalu mengkafirkan orang lain dan hanya dirinya dan golongannya saja yang paling BENAR dan orang lain pasti SALAH), bacalah artikel yang telah kita kumpulkan hingga tuntas.
Syiah - Antara Fitnah dan Fakta. Inilah 14 Kontroversi Tentang Islam Syiah
﷽
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ
Syiah -
Antara Fitnah dan Fakta. Inilah 14 Kontroversi Tentang Islam Syiah
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ
وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ
Fitnah
terhadap Syiah sudah berlangsung selama berabad-abad sejak
wafatnya
Rasulullah saww sampai saat ini.
Adalah
sebuah fakta yang tidak dapat dipungkiri bahwa pasca wafat
Rasulullah
saww, umat Islam terpecah dua, yang awalnya bersumber
dari
perbedaan pendapat terkait siapa sesungguhnya yang lebih layak
diikuti sebagai
pemimpin umat Islam sepeninggal Rasulullah saww.
Perbedaan
pendapat ini kemudian dimanfaatkan oleh musuh-musuh Islam
untuk
memecah belah umat Rasulullah saww menjadi benar-benar terpecah,
minimal
dalam 2 golongan yaitu Sunni dan Syiah.
Perpecahan
ini kalau dibiarkan berlarut-larut, sebetulnya akan sangat
merugikan
umat Islam itu sendiri. Padahal seharusnya, umat Islam harus
selalu
bersatu sebagaimana yang juga sedang diupayakan oleh para
ulama-ulama
Islam dari berbagai Mazhab.
Salah satu
resolusi persatuan yang dihasilkan oleh para ulama seluruh
dunia yang
sangat terkenal adalah Risalah Amman, yang mana dalam resolusi
itu
dikatakan bahwa Mazhab Syiah diakui sebagai salah satu dari 8 madzhab
dalam Islam,
sehingga tidak boleh dikafirkan.
Resolusi ini
dikeluarkan di Jordania atas prakarsa Raja Abdullah II,
ditandatangani
oleh kurang lebih 500 ulama terkemuka dari 50 negara
termasuk
Indonesia, dan diadopsi oleh 6 dewan ulama islam internasional
pada sidang
Organisasi Konferensi Islam di Mekah pada bulan Juli 2006.
Adapun ulama
Indonesia yang ikut menandatangani risalah amman tsb adalah
Maftuh
Basyuni (Menag RI pada saat itu), Ketum PB NU Hasyim Muzadi, dan
Ketum
Muhammadiyyah Din Syamsuddin. Silakan baca tentang risalah amman
pada artikelini.
Tulisan
ringkas ini dibuat dengan tujuan untuk mempermudah pemahaman
masyarakat
luas tentang Mazhab Syiah yang sering sekali difitnah sebagai
agama di
luar Islam.
Persepsi ini
timbul karena ketidaktahuan atas hal-hal yang dianggap
kontroversial
dan berbeda dengan keyakinan mayoritas umat Islam.
Untuk Syiah
sendiri, tudingan apapun yang ditujukan sesungguhnya bukan
merupakan
masalah, karena apapun yang ditudingkan sesungguhnya berasal
dari mereka
yang belum memiliki pengetahuan yang sebenarnya tentang
Syiah dan
atau karena mereka sudah terlanjur meyakini informasi tentang
Syiah yang
diketahuinya sebagai sebuah kebenaran ... sesuai latar
belakang dan pengetahuan masing-masing.
Namun
demikian, syiah tetap memiliki kewajiban untuk menyampaikan info
yang
sebenarnya, terlepas dari apakah para pembaca dapat memahami dan
atau
menerimanya sebagai penjelasan yang sebenarnya mengenai Syiah,
sebagaimana
Rasulullah saww yang juga melakukan dakwahnya untuk
menyampaikan
kebenaran.
Tentunya
adalah hak setiap orang untuk menerima atau tidak,
dengan
segala konsekuensinya, yang tentunya akan ia pertanggung
jawabkan
sendiri dihadapan Allah SWT nantinya.
Tulisan
ringkas ini disusun bukan untuk mendakwahkan Syiah,
karena pada
dasarnya setiap manusia memiliki keunikannya masing-masing,
yang secara
ontologis akan menentukan bagaimana dirinya
mencapai
kesempurnaannya
sebagai manusia, dengan menggunakan akal sehatnya,
dalam
menentukan pilihannya.
Sesungguhnya
Allah Maha Adil, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Ada 14
isu-isu yang sering dipertanyakan tentang Syiah yang akan dijelaskan
dalam
ringkasan ini, antara lain:
tentang
Imamah, Ghadir Kum, Abdullah Bin Saba’, Rukun Iman, Rukun Islam,
Syahadat, Al
Qur’an, Hadits, Sahabat, Taqiyyah, Nikah Mut’ah, Asyura,
Melukai diri
sendiri dan tentang Syiah dan NKRI.
Ke 14
pertanyaan tersebut akan dijelaskan secara ringkas saja untuk
mempermudah
pemahaman secara umum. Bagi pembaca yang bermaksud untuk
mengetahui
lebih detilnya dapat mencari lebih mendalam dari berbagai
sumber dalam
kitab-kitab Syiah yang sudah banyak beredar, baik dalam
bentuk buku
maupun video, di toko-toko buku maupun secara on-line.
1. Tentang
Syiah Yang Menghina Istri dan Sahabat Nabi
Memang ada
segelintir kaum syiah takfiri yang suka menghina sahabat dan
istri Nabi.
Salah
satunya yang sangat terkenal dan tersebar di berbagai video-video
adalah dari
syiah takfiri london, yang dipimpin oleh Yasir Al Habib,
yang memang
dipelihara dan dibiayai aktivitasnya oleh musuh-musuh Islam.
Aktivitas syiah
takfiri inilah yang suka dimanfaatkan untuk memfitnah syiah,
seolah semua
kaum syiah seperti itu.
Padahal
semua ulama syiah mengharamkan perbuatan menghina seperti itu.
Sayyid Ali
Khamenei, seorang pemimpin dan marja besar Syiah di Iran dalam
fatwa nya
menyebutkan, "Diharamkan menghina atau mencerca simbol-simbol
(yang
diagungkan) saudara-saudara kaum Sunni, termasuk istri Nabi.
Pengharaman
berlaku untuk seluruh istri para Nabi as, terutama istri
Nabi
Muhammad saww."
Lalu juga
fatwa dari marja besar Syiah di Irak, Sayyid Ali Sistani:
"Perbuatan
mencerca sahabat Nabi Muhammad saww bertentangan dengan
ajaran ahlul
bait".
Lalu
bagaimana sebenarnya pandangan syiah terhadap istri dan
sahabat Nabi
saww?
Memang ada
sedikit perbedaan pandangan antara sunni dengan syiah,
tentang para
sahabat Nabi, yaitu sbb:
Keyakinan
sebagian muslim Sunni terkait para sahabat :
Seluruh
sahabat adalah orang yang baik dan adil. Apapun yang mereka
lakukan
adalah benar, karena Allah sudah meridhoi mereka atas apa
yang telah
mereka lakukan untuk menegakkan Islam.
Apapun yang
pernah terjadi diantara para sahabat
(permusuhan,
pertengkaran, pembunuhan) mka kita umat generasi
setelahnya
harus diam, tidak usah mengkritisinya.
Sedangkan
Keyakinan Syiah Tentang Sahabat:
Menjadi
orang baik adalah perjuangan seumur hidup.
Bertemu
Rasulullah saww, bahkan berjuang bersama beliau bukanlah
jaminan
bahwa seseorang akan tetap baik hingga akhir hayat.
Pada masa
Khalifah Ali bin Abi Thalib as, terjadi beberapa peperangan
yang mana
para sahabat Nabi saling berhadapan. Mereka berperang dan
ribuan
sahabat Nabi terbunuh dalam peperangan itu.
Lantas
berdasarkan fakta itu, apakah bisa dikatakan semua sahabat itu
pasti adil
dan pasti semua benar? Padahal mereka saling memerangi?
Itulah
sebabnya, mengapa muslim syiah bersikap kritis terhadap sahabat.
Sebab tidak
semua sahabat pasti benar dan pasti adil.
Terkait
berbagai pertikaian dan saling bunuh itu,
Syiah
meyakini bahwa sikap kritis harus dipelihara.
Harus
ditetapkah dan dijelaskan, siapa yang benar dan siapa yang salah
di antara
mereka.
lni bukan
masalah menyimpan dendam kesumat,
melainkan
urusan siapa yang boleh dijadikan
teladan bagi
umat dan verifikasi hadis.
Ketika ada
dua hadis saling bertentangan;
yang satu
diriwayatkan oleh Muawiyah dan yang satunya lagi
diriwayatkan
oleh Ali, kaum Syiah hanya akan menerima hadis yang
diriwayatkan
oleh Ali.
Ketika ada
dua cara pandang yang kontradiktif terkait satu masalah,
yang satu
pandangan versi Sahabat X, yang kedua pandangan versi Ali,
orang Syiah
memilih mengambil pandangan Ali.
Nah, apakah
pendirian sikap Syiah yang tetap bersikap kritis atas
peristiwa
sejarah di masa lalu bisa dijadikan sebagai alasan untuk
menyebutnya
sebagai kelompok sesat?
Apakah sikap
Syiah yang lebih memilih riwayat dari Ali ketimbang
Muawiyah
disebut sebagai kesesatan? Bukankah dalam doktrin Sunni pun,
sikap diam
atas apa yang terjadi di antara para sahabat
bukan bagian
dari akidah?
Jadi inilah
yang perlu dipahami oleh masyarakat luas, bahwa bersikap
kritis
(seperti sikap syiah) berbeda dengan mencerna/menghina.
Kaum muslim
syiah bukan mencerca atau menghina sahabat nabi saww.
Sebab dalam
pandangan syiah juga, menghina manusia biasa saja sudah
berdosa,
apalagi menghina sahabat-sahabat Rasulullah saww.
2. Tentang
Fitnah Bahwa Al-Quran Syiah Berbeda dengan Qur'an Sunni
Syiah juga
sering dituding memiliki Al Qur’an yang berbeda.
Tuduhan ini
sebetulnya berlawanan dengan keyakinan umat Islam bahwa
dalam Al
Qur’an, Allah swt telah berjanji akan menjaga kemurnian
AlQuran.Dengan
demikian, apabila umat lslam memang benar meyakini
kebenaran Al
Qur’an, maka seharusnya tudingan tersebut tidaklah patut.
Ada beberapa
fakta yang perlu dijelaskan terkait tudingan ini sehingga
seharusnya
menjadi jelas bahwa tudingan tersebut sebenarnya tidak
beralasan
dan hanya merupakan prasangka buruk saja yang terus
dihembus-hembuskan
musuh-musuh Islam.
Semua Al
Qur’an yang dicetak, beredar dan digunakan di
kawasan
Syiah manapun, sama persis dengan Al Qur’an yang dicetak
dan beredar
di Indonesia, Malaysia, Mesir, Arab Saudi dan dimanapun
di dunia
ini. Tidak ada satupun dan di negara manapun yang
dapat
menunjukkan dimana ada penerbit dan penjual AlQur’an syiah
yang
dikatakan berbeda tersebut.
Ada lebih
dari 120 ulama Syiah yang menulis tafsir Al-Qur’an.
Semua
ayat-ayat yang ditafsirkan adalah sama dengan ayat-ayat yang
ditafsirkan
dalam kitab kitab ulama Sunni.
Juga ada
banyak sekali muslim Syiah yang menghapal seluruh 30 Juz
dalam Al
Qur’an dan ayat-ayat yang dihapal sama persis dengan ayat-ayat
Al Qur’an
dimanapun.
Para
penghapal ini bahkan banyak yang masih berusia sangat muda dan
bahkan
dinyatakan sebagai pemenang dalam MTQ Internasional.
Seperti
misalnya Mahmoud Nouruzi dari Iran, adalah juara pertama untuk
katagori
Hifzhul Quran dalam MTQ Internasional III Indonesia,
yang
dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus – 3 September 2015.
Atau yang
lainnya, Muhammad Husein Tabataba'i (lahir di Qom, Iran),
yang pada
usia 7 tahun telah mendapatkan gelar Doktor (tahun 1998)
dari Hijaz
Collage Islamic University,
Inggris. Dia
tidak hanya mampu menghafal seluruh isi al-Qur’an saja,
tetapi juga
mampu menerjemahkan arti dari setiap ayat ke dalam bahasa
ibunya yaitu
Persia, memahami
makna
ayat-ayat tersebut, dan bisa menggunakan ayat-ayat itu dalam
percakapan
sehari-hari, sehingga ia terkenal sebagai bocah ajaib,
Doktor cilik
hafal dan paham al-Qur’an. Konferensi Persatuan Umat Islam
yang
dilangsungkan di Teheran pada tahun 1998 juga menghadirkan seorang
anak
perempuan yang dengan sangat fasih melantunkan ayat-ayat Al
Quran yang
sama persis dengan ayat-ayat Al Qur’an yang dihapalkan
siapapun di
seluruh dunia.
3. Tentang
Pandangan Syiah Terhadap Kitab-Kitab Hadits
Tidak ada
satupun kitab-kitab hadits atau kitab apapun yang diyakini
Syiah
sebagai kitab yang pasti benar selain AlQur’an.
Sehingga,
syiah tidak memiliki kitab hadits dengan status "shahih"
seperti
halnya Sunni yang meyakini kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim
sebagai 100%
shahih.
Dalam
pandangan syiah, semua kitab-kitab hadits Syiah hanya diyakini
sebagai
KUMPULAN HADITS yang semua harus ditelaah keshahihannya dan semua
layak
dikritisi.
Jadi tidak
ada istilah kitab hadits shahih dalam syiah.
Semua hadits
yang ada dalam
kitab-kitab
hadits harus selalu terlebih dahulu diuji kesahihannya.
Sebagai
contoh, hasil penelitian dari Sayyid Ali Al Milani menyatakan
bahwa lebih
dari setengah hadits pada kitab Al Kulaini adalah hadits
yang dho’if
(lemah).
Dengan
demikian, berbagai fitnah-fitnah keji yang sering dilontarkan
kaum
anti-syiah sebagai ajaran syiah dengan argumen bahwa itu berasal
dari hadits-hadits
shahih syiah ... sama sekali tidak dapat
diterima akal.
4. Tentang
Rukun Iman Syiah
Salah satu
tuduhan berat yang dialamatkan kepada kaum Syiah adalah
kesesatan
akidahnya.
Dikatakan
bahwa Syiah hanya memiliki lima Rukun Iman, yaitu:
1. Tauhid,
2. 'Adalah (keadilan Allah),
3. Kenabian,
4. Imamah,
5. Ma’ad (hari kiamat).
Sebaliknya,
kaum Sunni meyakini rukun iman berjumlah enam:
iman kepada
Allah, kepada malaikat-Nya, kepada kitab-Nya,
kepada
nabi-Nya, kepada qadha dan qadar, serta iman kepada hari akhir.
Lalu, dari
perbedaan itu, dikatakan bahwa orang-orang Syiah dipandang
“bukan
Islam”.
Perlu
diketahui, bahwa Rukun Iman dan Rukun Islam yang dikenal luas
oleh
masyarakat di Indonesia saat ini adalah sebuah formula/rumusan
yang disusun
oleh para ulama teologi Asy'ariyah.
Tetapi tak
dapat dipungkiri, bahwa teologi Asy’ariyah hanyalah salah
satu aliran
dari banyak himpunan aliran lain yang ada dalam mazhab
Ahlus Sunnah
wal Jama’ah.
Misalnya,
ada aliran teologi Maturidiyah. Juga ada aliran Mu’tazilah.
Masing-masing
aliran ini juga memiliki rumusan formula tersendiri
tentang
Rukun Iman dan Rukun Islam nya, yang juga berbeda dengan
rumusan
teologi Asya’riyah.
Ahlul Hadis
dan teologi Salafi yang menganut teologi Ahmad bin Hanbal
juga
memberikan rumusan rinci tentang akidah yang juga berbeda
dengan
Asy’ariyah.
Jadi hal
paling penting untuk digarisbawahi adalah:
jika ada
bagian keimanan yang tidak dimasukkan ke dalam formula atau
rumusan
sebuah rukun iman, bukan berarti bahwa bagian tersebut tidak
diimani oleh
para pengikut aliran tsb. Hanya saja, rumusan formulanya
memang
berbeda.
Contohnya
...
Dalam rukun
iman Sunni tercantum iman kepada kitab-kitab suci,
sedangkan di
dalam rukun Syiah tidak tercantum.
Apakah Syiah
tidak mempercayai kitab suci?
Tentu saja
tidak demikian. Orang-orang Syiah jelas meyakini keberadaan
kitab-kitab
suci dan bahwa kltab-kitab suci tersebut diturunkan oleh
Allah kepada
para Nabi dan Rasulnya.
Hanya saja
Syiah tidak mencantumkannya secara tersendiri,
tapi
memasukkannya ke dalam sub-bagian dari nubuwwah (kenabian),
yaitu
nubuwah para Nabi terdahulu, dan Nabi terakhir
Muhammad SAW.
Hal yang
sama juga berlaku pada keimanan pada malaikat dan qadha/qadar.
Syiah
percaya bahwa malaikat ltu memang ada dan mereka masing-masing
punya
sejumlah tugas.
Syiah juga
percaya bahwa Allah punya ketetapan yang tidak mungkin bisa
dilawan oleh
siapapun. Hanya saja, Syiah memasukkan bahasan tentang
hal ini pada
sub-bagian bab pembahasan pilar yang lainnya.
Ibaratnya,
ada dua penulis yang sama-sama menulis buku tentang
‘sumber daya
alam’.
Penulis A
sangat mungkin membagi pembahasan dalam 15 bab,
sementara
penulis lain menulis 10 bab.
Oleh penulis
A, topik tentang ‘minyak bumi’ dijadikan pembahasan
tersendiri
di bab ke-5, sementara penulis B hanya memasukkan
‘minyak
bumi’dalam salah satu sub-bab di bab 4.
Sunni
membatasi rukun iman hanya kepada enam perkara.
Tentu saja,
ini tidak berarti bahwa Sunni tidak percaya kepada
hal-hal yang
lain.
Ketika Sunni
hanya memasukkan adanya ketetapan Allah sebagai rukun iman,
bukan
berarti mereka menolak sifat-sifat Allah yang lain seperti Mahatahu,
Mahahidup.
dan Mahaabadi.
Sunni juga
tidak memasukkan kepercayaan terhadap alam kubur dan kefanaan
dunia dalam
rukun iman mereka, meskipun jelas sekali bahwa
mereka
meyakininya.Jadi ... sekali lagi ...
sekadar
tidak memasukkan suatu kepercayaan ke dalam rukun iman,
bukan berarti
tidak mempercayainya. Itu point utama yang perlu kita sadari.
5. Tentang
Rukun Islam Syiah
Kasus yang
sama juga berlaku pada rukun lslam-nya orang Syiah.
Isu yang
dihembus-hembuskan adalah,
orang Syiah
punya rukun Islam yang berbeda, yaitu:
1. Shalat,
2. Puasa,
3. Zakat.
4. Haji,
5. Wilayah.
Pertanyaannya,
apakah orang Syiah tidak bersyahadat?
Tentu saja
mereka bersyahadat.
Silakan
telaah buku-buku tuntunan cara beribadah orang-orang Syiah.
Pasti akan
mendapati bahwa pembacaan Syahadatain (dua kalimat syahadat)
merupakan
salah satu kewajiban di dalam salat.
Syahadatain
juga wajib dibaca oleh khatib salat Jumat.
Penelaahan
yang seksama terbadap bab-bab fikih orang Sy‘iah (bukan hanya
bersandarkan
kepada ‘katanya’) akan menuntun kita pada pemahaman bahwa
apa yang
dipercayai oleh orang Sunni sebagai pilar keislaman juga
dipercayai
oleh orang Syiah.
Orang Syiah
juga percaya kepada ajaran amar makruf nahi munkar,
munakahat
(pernikahan), waqaf, jihad, mu’amalah. hukum warisan, thaharah,
mengurus
jenazah, dan lain sebagainya. Semuanya sama.
Seandainyapun
ada perbedaan dalam tata cara, perbedaan tersebut
amat sangat
sedikit.
Tapi,
bukankah di antara mazhab fikih Sunni sendiri
(Syafi’i, Maliki,
Hanbali, dan Hanafi) sendiri ada banyak perbedaan
dalam hal
tata cara beribadah?
6. Tentang
Nikah Mut'ah
Salah satu
fitnah paling besar tentang syiah adalah terkait
isu nikah
mut'ah.
Dalam fitnah
yang sering disebarluaskan, dikatakan bahwa syiah telah
menghalalkan
zina, karena dianggap nikah mut'ah sama dengan zina.
Padahal
mereka yang memfitnah itu juga mengetahui bahwa dalam
keyakinan
semua mazhab,
DULU
Rasulullah saww pernah menghalalkan nikah mut'ah.
Nah, logika
sederhananya, jika dulu nikah mut'ah pernah dihalalkan
apakah
mungkin nikah mut'ah itu sama dengan zina,
apalagi
bahkan zina dengan istri orang lain?
Tanpa
disadari, tudingan itu itu sama saja dengan menuduh Rasulullah saww
pernah
membolehkan zina.
Nauzubillah!
Itu benar-benar sama saja melakukan fitnah yang sangat besar
pada
Rasulullah saww.
Imam Bukhari
dan Muslim meriwayatkan dari Hasan bin Muhammad dari Jabir
bin Abdillah
dan Salamah bin Al-Akwa’ kedua-nya berkata, “Kami bergabung
dalam sebuah
pasukan, lalu datanglah (utusan) Rasulullah Saw, ia berkata,
‘Sesungguhnya
Rasulullah Saw telah mengizinkan kalian untuk menikah
mut’ah, maka
bermut’ahlah kalian.’
(bisa dibaca
dalam Imam Al-Bukhari, hadits 5115-7, kitab Al-Nikah,
bab Nahy
Rasulillah saw 'an Nikah Al-Mut'ah Akhiran;
dan Al-Imam
Muslim bin Al-Hajjaj,
hadits
3302-5, kitab Al-Nikah, bab Nikah Al-Mut'ah)
Itulah fakta
sejarah yang diungkapkan dalam kitab-kitab Sunni,
bahwa pada
masa Nabi saww (hingga masa kekhalifahan Abu bakar),
nikah mut’ah
dilakukan oleh para sahabat nabi.
Pernikahan
mut'ah ini mulai dilarang pada masa kekhalifahan
Umar bin
Khattab, dimana beliau berpidato di hadapan khalayak:
“Hai
sekalian manusia, sesungguhnya Rasulullah Saw adalah utusan Allah,
dan Alquran
adalah Alquran ini.
Dan
sesungguhnya ada dua jenis mut’ah yang berlaku di masa Rasulullah Saw,
tapi aku
melarang keduanya dan memberlakukan sanksi atas keduanya.
Salah
satunya adalah nikah mut’ah, dan saya tidak menemukan
seseorang
yang menikahi wanita dengan jangka tertentu
kecuali saya
lenyapkan dengan bebatuan.
Dan kedua
adalah haji tamattu’,
maka
pisahkan pelaksanaan haji dari umrah kamu karena sesungguhnya itu
lebih
sempurna buat haji dan umrah kamu.”
(baca dalam
Muhammad Fakhr Al-Din Al-Razi,
Tafsir
Al-Fakhr Al-Razi, juz 10, h. 51,
QS. Al-Nisa'
[4]:24, cet. 1,
Dar Al-Fikr,
Beirut, Lebanon, 1981 M, 1401 H)
Mengapa
syiah menghalalkan nikah mut'ah?
Alasannya
karena syiah berpandangan bahwa apa yang sudah ditetapkan oleh
AlQuran maka
hukumnya tidak boleh berubah (diubah) oleh siapapun,
sampai hari
kiamat.
AlQuran
menetapkan dalam surat An-Nisa ayat 24:
Dan
orang-orang yang mencari kenikmatan
(istamta’tum,
dari akar kata yang sama sebagai mut’ah) dengan
menikahi
mereka (perempuan-perempuan), maka berikanlah mahar
mereka
sebagai suatu kewajiban ....
(QS.
Al-Nisâ’ [4]: 24)
AlQuran
adalah sumber hukum tertinggi dan karenanya tidak dapat
dihapuskan
dengan hukum yang lebih rendah
(misalnya
oleh ijtihad sahabat atau fatwa khalifah).
Itulah sikap
syiah terhadap nikah mut'ah.
Argumennya
adalah hukum yang ditetapkan Allah swt dan Rasulullah saww
tidak boleh
diubah oleh manusia (sekalipun oleh fatwa khalifah).
Lalu, juga
perlu disadari, bahwa hukum nikah mut'ah ini hanya “Boleh”.
Bukan
“mustahab (sunnah)” apalagi “wajib”,
seperti yang
sering ditudingkan kepada syiah.
Karenanya
sekalipun syiah menghalalkan nikah mut'ah,
bukan
berarti otomatis semua orang syiah mengamalkannya.
Ini lebih ke
persoalan menegakkan posisi hukum dalam Islam,
karena hukum
harus mampu menjawab berbagai persoalan yang
dihadapi
manusia.
Dan lagi
pula, nikah mut'ah itu tidak boleh dilakukan
secara
asal-asalan.
Ada
syarat-syarat dan ketentuannya seperti halnya dalam
nikah daim
(permanen),
seperti
harus ada izin dari wali (ayah), harus ada akad dan mahar,
ketika
terjadi perceraian ataupun batasan waktu pernikahan
sudah
berakhir, masa iddah nya adalah selama 2 kali siklus haid, dsb.
Lebih
lengkap penjelasan tentang nikah mut'ah ini
bisa baca
pada tulisan berikut ini.
7. Tentang
Abdullah bin Saba Yang Disebut-Sebut Sebagai Pendiri Syiah
Sosok ini
banyak diyakini sebagian umat Islam awam sebagai pendiri Syiah,
yaitu
seorang Yahudi yang bertujuan memecah belah umat Islam.
Padahal
dalam Syiah sendiri, sosok ini tidak pernah disebut-sebut atau
dirujuk atau
diingat-ingat, baik dalam semua kitab Syiah maupun dalam
pembicaraan
para ulama Syiah.
Kalau memang
orang ini ada dan merupakan pendiri, tentunya perkataannya
akan selalu
dirujuk dan dijadikan pedoman oleh Syiah.
Namanya pun
mestilah akan termaktub dalam berbagai riwayat sebagaimana
layaknya
seorang pendiri dalam berbagai aliran atau madzhab semisal
madzhab
Hanafiah, atau Maliki atau Syafi’i ataupun Hambali.
Syiah
terkenal sangat menghormati para Wali dan Imam nya;
dan
mewujudkannya dalam bentuk ziarah-ziarah.
Tentunya,
apabila memang sosok ini ada apalagi sebagai pendiri,
harus lah
jelas dimana makamnya dan bagaimana riwayatnya sehingga layak
untuk
diziarahi dan diingat-ingat, baik ketika lahirnya maupun wafatnya.
Pada
faktanya, sosok ini sangat tidak jelas.
Terlepas
dari fakta yang ada, perlu kiranya disampaikan 3 hal utama
terkait
Abdullah bin Saba sebagai sosok yang patut diragukan keberadaannya:
Kesimpangsiuran
informasi, sehingga tidak jelas siapakah sebenarnya sosok ini.
Menurut Ibn
Hazm dan Syahrastani, sosok ini sebenarnya bernama Ibnu Sauda.
Tetapi Ibn
Thahir Al Bagdadi dalam kitabnya ‘Al-Farqu Bainal Firaq’,
dan Al
Asfaraini dalam kitabnya ‘At-Tabsyirah fid-Diin’ menyebutkan
bahwa Ibnu
Sauda bukanlah Abdullah bin Saba.
Demikian
pula dengan asal muasalnya.
Di kitab
lain dikatakan berasal dari San’a Yaman, sedangkan di kitab lain,
disebut
berasal dari Hira. Kemunculannya di satu kitab dikatakan pada zaman
Ustman bin
Affan, di kitab lain dikatakan pada zaman pemerintahan Ali.
Ajaran-ajarannya
yang termaktub dalam berbagai kitab juga berbeda-beda.
Di satu
kitab dikatakan dia mengajarkan bahwa Muhammad akan hidup kembali.
Di kitab
lain, Ali lah yang akan hidup kembali.
Di kitab
lain, dia mengajarkan bahwa Ali adalah tuhan seutuhnya tetapi
di kitab
lain disebutkan bahwa dia mengatakan
adanya
sebagian sifat Tuhan pada diri Ali.
Dari ajaran
yang serba tidak jelas itu, apalagi menyangkut akidah
maka jelas
menunjukkan bahwa sosok ini,
kalaupun
benar ada, bukanlah orang yang layak diikuti oleh syiah.
Lalu, dari
mana datangnya cerita Abdullah bin Saba ini?
Riwayat
tentang sosok ini berasal dari kitab Tarikh Thabari melalui 2 orang
sebagai narasumbernya
yaitu Saif bin Umar Attamimi dan As-Surri bin Yahya.
Tetapi
ternyata dari berbagai kitab tentang biografi para perawi telah
disebutkan
bahwa Saif bin Umar adalah seorang periwayat palsu,
tidak bisa
dipercaya, zindiq, munkar dan lemah
(Ibnu
Hayyan, Al-Hakim An-Naisaburi, Ibnu Addiy, Ibnu Mu’in,
Abu Dawud,
An-Nasa’I dan As-Suyuthi).
Penilaian
tsb juga berlaku untuk As-Surri bin Yahya yang bahkan disebut
sebagai
Al-Kadzdzab (tukang bohong) oleh para ulama hadits terkenal.
Dari
berbagai fakta itu, jelaslah bahwa tuduhan/fitnah syiah didirikan
oleh
Abdullah bin Saba sama sekali tidak masuk akal dan terbantahkan dengan sangat
mudah.
8. Tentang
Sikap Taqiyyah Yang Dilakukan Syiah
Taqiyyah
adalah menyembunyikan keyakinan yang dianutnya dengan menampakkan
sikap
lahiriah yang berbeda, disebabkan oleh adanya alasan-alasan yang membahayakan
jiwa atau
hartanya, baik dirinya ataupun orang lain.
Hal ini
umumnya terpaksa dilakukan kaum syiah yang berada di wilayah-wilayah yang
"tidak
aman" untuk memperlihatkan keyakinan syiahnya
(terancam
dibunuh, terancam harta dan rezkinya, dlsb).
Beberapa
dalil bolehnya bertaqiyyah, tertulis
dalam al-quran, misalnya:
"Janganlah
orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan
meninggalkan
orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia
dari
pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang
ditakuti
dari mereka....” (Qs Ali Imran [3]: 28)
dan ayat
"Barang
siapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman,
(dia
mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya
tetap
tenang dalam
beriman (dia tidak berdosa). Akan tetapi orang yang melapangkan dadanya
untuk
kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.”
(Qs Al-Nahl
[16]: 106)
Ada beberapa
contoh dalam sejarah yang membuktikan bahwa melakukan taqiyyah merupakan
bagian dari
ajaran Islam. Diantaranya yang terkenal adalah taqiyyah yang dilakukan
oleh Asiyah
(istri Fir'aun) yang menyembunyikan keyakinannya di hadapan Fir'aun.
Selain itu
juga terkenal sekali kisah bagaimana salah satu sahabat Nabi saww bernama
Ammar bin
Yasir yang terpaksa taqiyyah karena terancam terbunuh padahal hatinya
penuh dengan
keimanan.
9. Tentang
Syahadat Syiah
Syiah
meyakini bahwa syahadat merupakan ikrar yang paling penting dalam Islam.
Mengucapkan
dua kalimat syahadat adalah bukti seseorang telah mengucapkan ikrar
yang agung
dan pertanda perubahan keimanannya untuk menjadi seorang muslim.
Syiah tidak
mengakui adanya tambahan lain atas teks syahadat sebagaimana ijmak
kaum
muslimin. Tambahan teks “wa ‘Aliyyan waliyyullâh” sama sekali tidak ditemukan
dalam
buku-buku rujukan Syiah.
Bahkan,
penambahan teks tersebut, sebagaimana yang dituduhkan kepada Syiah
dalam azan,
adalah bid'ah menurut jumhur ulama Syiah.
Sebagian
perilaku awam yang menambahkan kalimat sebagaimana yang dituduhkan sebagai
syahadat
syiah yang beda dengan syahadat sunni ... tidaklah dapat dijadikan sebagai
dasar,
karena
perilaku awam bukanlah sumber hukum atau pun otoritas yang dapat dipegang dalam
menilai
mazhab mana pun.
Bahkan, di
dalam Kitab Wasâil Al-Syi’ah bab 19 tentang azan dan ikamah disebutkan larangan
untuk
menambah teks “wa ‘Aliyyan waliyullâh” dalam azan.
Bahkan, hal
ini dianggap sebagai sesuatu yang dimasukkan dengan tidak sahih dalam
kitab-kitab
Syiah. Hal yang sama disebutkan dalam semua referensi Syiah lain.
Dalam
pandangan syiah juga, siapapun kaum muslimin ahlus sunnah wal jamaah (sunni)
yang memilih
mazhab syiah, maka ia tidak perlu melakukan syahadat lagi.
Sebab dalam
syiah, semua muslimin sunni adalah sudah beragama Islam.
Karena
itulah ia tidak perlu ber syahadat lagi.
10. Tentang
Peringatan Asyura 10 Muharram
Asyura
bukanlah hari raya, melainkan hari duka cita.
Asyura
adalah peristiwa pembantaian keluarga Nabi saww di suatu tempat bernama
Karbala,
Irak
selatan. Peristiwa ini berlangsung pada tanggal 10 Muharram tahun 61 Hijriah,
sekitar 50
tahun setelah wafatnya Nabi.
Peristiwa
asyura disebut sangat tragis karena beberapa hal berikut ini :
Perang
terjadi antara kafilah keluarga Nabi Muhammad SAWW melawan 30.000 pasukan yang
semuanya
adalah orang Islam. Pasukan itu sendiri dipimpin oleh Umar,
putera dari
Sa’ad bin Abi Waqqash, salah seorang sahabat besar Nabi.
Artinya,
saat itu orang-orang Islam melakukan pembantaian terhadap anak-keturunan dari
nabi mereka
sendiri.
Rombongan
keluarga Nabi sempat disiksa rasa haus selama tiga hari sebelum akhirnya
dibunuh.
Pasukan Umar
memblokade sungai Eufrat sehingga keluarga Nabi tidak bisa mengambil air minum.
Jenazah Al
Husayn dan rombongannya dimutilasi. Kepala mereka dipenggal dan ditancapkan
diatas
tombak.
Lalu, kepala-kepala itu diarak ke Kufah dan ke Syam (Suriah) untuk
dipersembahkan kepada
Yazid bin
Muawiyah.
Sisa
rombongan keluarga Nabi yang masih hidup yaitu para wanita dan 2 pria yang
tidak berdaya,
digiring dan
dirantai. Mereka diharuskan mengikuti arak-arakan kepala yang ditancapkan di
atas
tombak,
untuk dipertontonkan kepada umat Islam di kota-kota yang dilewati.
Hal-hal
diatas adalah fakta yang disepakati kebenaran peristiwanya baik oleh
sejarawan
Sunni maupun Syiah.
Nah, para
muslim Syiah memperingati peristiwa Asyuro tsb terutama memperingati syahid nya
Imam Husain
as, sama seperti sebagian umat Islam menyelenggarakan acara HAUL tokoh-tokoh
atau
ulama-ulama dalam rangka mengenang keteladan dari tokoh yang ia peringati.
Apabila umat
Islam sunni sering mengadakan haul setiap tahun untuk berbagai
tokoh
ulama-ulama, lalu mengapa kaum syiah tidak boleh mengadakan haul untuk
memperingati
syahid nya
penghulu para syuhada, Imam Husain as? Itulah yang dimaksud
dengan
peringatan Asyura.
11. Tentang
Melukai Diri Sendiri Dalam Acara Duka
Melukai diri
sendiri? Apakah benar? Bagaimana yang sebenarnya?
Mayoritas
ulama Syiah berfatwa bahwa melukai diri (qameh zani) dalam acara-acara asyuro
maupun
hari-hari duka cita adalah pebuatan haram dan bertentangan dengan agama.
Tak kurang
dari Ayatullah Bagir Shadr, Imam Khomaini, Ayatullah Ali Khamenei,
Ayatulah Ali
Sistani, Ayatullah Jawadi Amuli, Ayatullah Makarim Syirazi,
Ayatullah
Mazaheri Isfahani, Ayatullah Kazim Haeri dll ...
semua
berfatwa mengenai keharaman melukai diri sendiri.
Mengapa fatwa
seperti itu harus dkeluarkan?
Karena
faktanya memang pernah ada sekelompok kecil kaum syiah yang ekstrem melakukan
qameh zani
tsb, misalnya di wilayah Pakistan, yang foto mereka itulah yang
terus
menerus disebarkan hingga sekarang.
Bagi mereka
yang pernah bermukim di Iran, Irak dan Lebanon,
dengan
gambling akan berkata, bahwa mereka tidak menjumpai
tindakan
qameh zani tersebut.
Juga di
banyak Negara termasuk Indonesia.
Dalam acara
duka cita asyuro, paling banter hanya menepuk-nepuk dada sebagai symbol duka
cita.
12. Tentang
Imamah (Kepemimpinan Setelah Nabi saww)
Dalam
Keyakinan Sunni:
Rasulullah
saww tidak dengan jelas menunjuk penggantinya.
Namun
demikian, beberapa peristiwa dimaknai sebagai petunjuk beliau bahwa
penggantinya
adalah Abu
Bakar, yaitu:
- Mengajak
Abu Bakar untuk menemaninya hijrah dari Mekah ke Madinah
- Menikahi
anaknya
- Memintanya
mengimami shalat disaat beliau sedang sakit parah
Sedangkan
dalam Keyakinan Syiah:
Rasulullah
saww telah dengan jelas dan tegas menunjuk penggantinya.
Sebagai
pemimpin yang baik, terutama demi pentingnya menjaga kemurnian ajaran Islam,
maka tidak
mungkin beliau meninggalkan umatnya begitu saja.
Berbagai
riwayat yang juga ada dalam kitab-kitab Sunni telah menunjukkan hal ini
dengan
jelas, bahwa beliau telah menunjuk Ali bin Abi Thalib sebagai penggantinya.
Fakta-fakta
seputar kelayakan Ali bin Abi Thalib menjadi pengganti Rasulullah saww:
Kerabat
terdekat Rasulullah saww, baik sebagai sepupu maupun mantu.
Terdahulu
masuk Islam (as Saabiquunal Awwalun).
Pahlawan
perang, sampai ada pepatah Arab
“Tidak ada
pemuda setangguh Ali, tak ada pedang sesakti Dzulfiqar”
(Dzulfiqar
adalah pedang Ali dalam setiap peperangan).
Paling
berilmu, sehingga mendapat julukan Babul ‘ilm atau Pintu Ilmu sesuai
hadits
beliau SAWW, “Aku adalah Kota Ilmu dan Ali adalah gerbangnya.
Siapa yang
mau memasuki sebuah kota, hendaknya dia masuk lewat pintunya”.
Imam Kaum
Sufi, sehingga dikenal sebagai Divine Wisdom
(imam dalam
Ilmu Hikmah) dan Spiritual Warriorship (Futuwwah).
Hampir semua
tarekat bermuara kepada ajaran Ali dan para pendirinya adalah keturunannya,
antara lain
Syekh Abdu Qadir Jaelani, pendiri tarekat Qadiriah.
Penghormatan
kaum sufi kepada Ali sangat tinggi sehingga beliau mendapat julukan
Karamallahu
Wajhahu (Semoga Allah memuliakan wajahnya).
Orang Arab
terfasih setelah Rasulullah SAWW, sehingga Ibn Abil Hadid
(ulama dan
sastrawan terkenal Mu’tazilah di abad ke-7 menyusun buku berjudul
“Syarah
Nahjul Balaghah” dengan kata pengantar:
”Demi Yang
Maha Benar, perkataan Ali di bawah firman Khaliq dan diatas perkataan makhluk.
Masyarakat
bisa belajar disiplin ilmu retorika dan penulisan dari Ali.”
Keterpesonaan
atas kefasihan Ali ini juga diutarakan oleh Syaikh Muhammad Abduh dalam
buku
Syarahnya atas Nahjul Balaghah: “Tak seorangpun dari suku Arab yang tidak
meyakini
bahwa
setelah Al Qur’an dan sabda Nabi SAW, ucapan Ali adalah yang termulia, terfasih,
paling
berbobot, dan juga paling komprehensif”.
Khalifah
ke-4 yang diangkat umat secara ber ramai-ramai menjadi Khalifah setelah
Utsman bin
Affan. Ketegasan Ali dalam memimpin umat menimbulkan perlawanan yang mendorong
terjadinya 3
peperangan, yaitu perang Jamal, perang Shiffin dan perang Nahrawan.
Makna kata
syiah sebenarnya dalam bahasa Arab berarti ‘pengikut’.
Namun dalam
perjalanan waktu, kata ini kemudian dijadikan label bagi umat Islam yang
meyakini
bahwa pengganti Rasulullah SAWW adalah Ali dan memutuskan untuk memilih Ali
sebagai
pemimpinnya.
Konsekuensi
dari pilihan ini adalah lebih mengutamakan pendapat dan
ajaran
Rasulullah saww yang disampaikan oleh Imam Ali as untuk diikuti
dalam
menjalankan ajaran Islam.
13. Tentang
Peristiwa Ghadir Kum
Peristiwa
ini terjadi pada tanggal 18 Dzulhijjah tahun 10H yang diriwayatkan juga
di berbagai
kitab Sunni sebagai peristiwa yang benar terjadi dalam sejarah Islam
(Ath
Thabari, Al Hamedani dan Al Bahgdadi) dan atas dasar hadits mutawattir
(Ahmad bin
Hanbal, Ibnu Hajar, Jazari Asy Syafi’i, As Sajestani dan An Nasa’i),
dengan
perawi dari kalangan para sahabat yang jumlahnya beragam sampai 110 orang
(catatan
Allamah Amini dari berbagai kitab hadits Sunni).
Perbedaan
yang diyakini atas peristiwa itu terletak pada kata “Maula” yang
diucapkan
Rasulullah SAWW ketika mengangkat tangan Ali dihadapan umatnya di lembah
(Ghadir)
bernama Rabigh atau Khum, sejauh 3 mil dari Juhfah, setelah terlebih dulu
mengumpulkan
umatnya sepulang dari berhaji di Mekah menuju Madinah.
Sebelumnya,
Allah SWT terlebih dulu menurunkan ayat 67 Surah Al Maidah:
“Hai Rasul,
sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu.
Jika tidak
engkau kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) engkau tidak
menyampaikan
Risalah-Nya. Allah memeliharamu dari (gangguan) manusia.
Sesungguhnya
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir”.
Maka saat
itu di siang hari terik memanggang padang sahara, beliau SAWW memanggil
jamaah haji
yang sudah terlanjur berada di depan dan yang di belakang
ditunggu
sampai semua berkumpul.
Kemudian
setelah shalat berjama’ah, beliau SAWW berpidato tentang akidah,
diatas
mimbar yang terdiri dari tumpukan pelana unta. Usai berpidato,
beliau SAWW
menyampaikan: “Aku tinggalkan dua pusaka yang berharga,
yaitu Al
Qur’an dan Ahlul Bait”.
Kemudian
memanggil Ali dan mengangkat tangannya tinggi-tinggi hingga terlihat
bagian putih
dari lengan bawah kedua nya, serta melanjutkan:
“Allah
adalah Pemimpin (Maula) ku dan aku adalah pemimpin (maula) bagi orang-orang
yang
beriman. Aku lebih utama bagi kaum mukminin dibandingkan diri mereka sendiri.
Maka, siapa
saja yang menjadikan aku sebagai pemimpin (maula) nya,
maka inilah
Ali sebagai pemimpinnya juga”.
Usai beliau
membubarkan jemaahnya, turunlah ayat 3 surah Al-Maidah:
“Hari ini,
Aku sempurnakan agama kalian, Kucukupkan nikmat-Ku bagi
kalian dan
Aku rela Islam menjadi agama kalian”.
Hanya
sedikit ulama Sunni yang menyangkal terjadinya peristiwa tersebut.
Hanya saja,
kata Maula yang diucapkan beliau SAWW dimaknai bukan sebagai pemimpin,
tetapi hanya
sebagai “orang yang dicintai”.
Adapun Syiah
meyakini kata Maula tersebut adalah bermakna pemimpin.
Karena itu
peristiwa Ghadir Kum ini juga dirayakan setiap tahun oleh
masyarakat
Syiah sebagai salah satu hari raya,
selain hari
raya Ied Fitri dan Ied Adha.
14. Tentang
Syiah dan NKRI
Kaum Muslim
Syiah bukanlah orang asing atau “pendatang baru” di bumi Indonesia.
Sejak tahun
800an masehi, mazhab Syiah sudah masuk ke Nusantara.
Jejak-jejak
peninggalannya sangat banyak dan kuat, antara lain :
Tarian
Ma’atenu di Maluku tengah yang gerakannya persis sama dengan tarian dalam
tradisi
Syiah untuk memperingati tragedi Karbala.
Upacara
Mahoyak Tabuik (mengiringi keranda) yang dilakukan secara turun temurun
oleh
masyarakat Bengkulu dan Padang Pariaman. Upacara terebut digelar
setiap tgl
10 Muharram untuk memperingati hari duka di Karbala.
Upacara
tradisional “Satu Suro” di jawa tengah.
Suro berasal
dari kata Asyuro, artinya 10 Muharram.
Adanya
semacam larangan tak tertulis dan kebiasaaan masyarakat untuk tidak membuat
acara-acara
gembira pada bulan suro adalah simbol keikutsertaan masyarakat atas
duka cita
pembantaian keluarga Nabi di Karbala.
Syiah tidak
pernah menjadi musuh NKRI. Alih-alih menjadi musuh,
justru jadi
pendukung NKRI yang sangat kuat.
Syiah tidak
mempunyai ideologi mengganti dasar Negara Pancasila,
tidak pernah
menjadi teroris ataupun pengebom bunuh diri.
Syiah
meyakini bahwa Pancasila adalah akad kebangsaan yang harus ditaati
sebagai
komitmen berbangsa dan bernegara.
Faktanya,
justru kelompok-kelompok yang secara terbuka memperlihatkan kebencian
kepada Syiah
adalah kelompok yang menginginkan penggantian ideologi Pancasila,
melakukan
terorisme baik di dalam maupun di luar negeri yang tentunya semua itu
sangat bertentangan dengan ajaran Islam dan komitmen kebangsaan..
Repost by Migo Berita / Rabu/05012022/11.20Wita/Bjm