”Jangan terlalu banyak diskusi, jangan cengeng, tetapi terjunkan diri ke
proses nilai tambah secara konsisten, pasti Indonesia akan terkemuka di
Asia Tenggara dan di dunia.” (BJ Habibie, Kompas, 9/3/1986) KOMPAS/
DUDI SUDIBYO Presiden Tanzania Alhaj Ali Hassan Mwunyi didampingi
Menristek B.J. Habibie sangat tertarik pada helikopter…
Oleh Ninok Leksono
·
”Jangan
terlalu banyak diskusi, jangan cengeng, tetapi terjunkan diri ke proses
nilai tambah secara konsisten, pasti Indonesia akan terkemuka di Asia
Tenggara dan di dunia.” (BJ Habibie, Kompas, 9/3/1986)
KOMPAS/ DUDI SUDIBYO
Presiden
Tanzania Alhaj Ali Hassan Mwunyi didampingi Menristek B.J. Habibie
sangat tertarik pada helikopter NBell-412 ini ketika berkunjung ke IPTN
hari Rabu (4/3).
Naik ke jenjang presiden RI menggantikan Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998 tak dapat disangkal merupakan moment of triumph
paripurna bagi Bacharuddin Jusuf Habibie. Namun, sebagai insinyur par
excellence, moment of triumph baginya terjadi pada 10 Agustus 1995,
sepekan sebelum Republik yang dicintainya merayakan Tahun Emas. Itu
adalah saat pesawat N-250 Gatotkaca yang merupakan brain child-nya
terbang perdana dari Pangkalan Udara Husein Sastranegara, Bandung, Jawa
Barat.
Saat itu Habibie menyatakan, pesan terpenting dari
penerbangan N-250 adalah sebagai inspirasi bagi generasi muda Indonesia,
yang banyak di antaranya belum dapat mengenyam pendidikan yang memadai.
Hal yang bertahun kemudian masih jadi soal tatkala Indonesia hidup di
dunia baru—dunia digital—yang di era kejayaan Habibie belum tampak.
Habibie, atau BJH sebagai panggilan akrabnya, adalah insinyur dan teknolog tulen.
KOMPAS/ BAHANA PATRIA GUPTA
Presiden ke-3 RI, BJ Habibie, Desember 2013.
Kepada
wartawan yang menunjukkan minat pada dunia kedirgantaraan, dengan bola
matanya yang berbinar dan gerak tangan gesit menirukan pesawat yang
sedang lepas landas, BJH tak segan berbagi kisah tentang teori
aeronautika, seperti konsep dengan mesin unducted-fan yang semula
direncanakan untuk membuat pesawat propfan kerja sama segitiga antara
IPTN, Boeing Commercial Airplane Co, dan Messerschmitt Bolkow Blohm.
Pesawat
dan mimpi BJH untuk membangun IPTN agar tumbuh berkembang sehingga
menjadi semacam ”Everett dari Timur” kandas ketika Indonesia ikut
dilanda krisis keuangan yang berbuntut pada krisis ekonomi dan juga
krisis sosial-politik (Everett adalah salah satu pabrik Boeing di dekat
Seattle, Amerika Serikat). N-250 Gatotkaca dan saudaranya, seperti
Krincingwesi, lalu jadi onggokan besi tua di hanggarnya.
Namun,
krisis itu pula yang lalu mengantarnya ke posisi orang nomor satu di
negeri ini meski BJH hanya menjabat selama 17 bulan (21 Mei 1998-20
Oktober 1999). BJH yang demokratis legawa tak mencalonkan diri lagi
ketika pidato pertanggungjawabannya ditolak MPR.
DOKUMEN KOMPAS
BJ
Habibie, mengucapkan sumpah sebagai Presiden RI yang baru di Jakarta,
Kamis (21/5/1998), disaksikan presiden sebelumnya, Soeharto.
Di luar kontroversi tentang masa kepresidenannya, BJH banyak menorehkan tonggak bagi perjalanan Indonesia selanjutnya.
Dalam
diskusi saat mengenang HUT ke-82 pada 24 Juni 2018 di Habibie Center
muncul pendapat, karena dia ahli penerbangan, ia menganalogikan
Indonesia sebagai pesawat yang tengah mengalami stall (kehilangan daya
angkat) dan menukik tajam ke bawah.
Habibie saat itu berpikir
lugas bahwa tidak ada alternatif lain bagi pesawat (Indonesia) kecuali
menyelamatkannya dengan menghentikan stall dan mengangkatnya naik
kembali.
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO
Presiden
Joko widodo (membelakangi lensa), Wakil Presiden Jusuf Kalla berbincang
dengan Presiden Ke-3 BJ Habibie, Presiden Ke-5 Megawati Soekarnoputri,
Presiden Ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono, Ibu Ani Yudhoyono usai Upacara
Peringatan Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia di
Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (17/8/2017).
Habibie
setidaknya telah berhasil menghentikan krisis saat itu. Selain memberi
kebebasan pers, ia juga memberi kebebasan kepada rakyat untuk
menyalurkan aspirasi politik, hingga jumlah partai politik menjamur.
Pemilu pun berlangsung jujur dan adil atas tuntutan rakyat.
Lebih
dari itu, kondisi ekonomi pun dibenahi, yaitu dengan menurunkan inflasi
yang 80 persen hingga jadi 2 persen, sementara kurs rupiah terhadap
dollar AS yang pada masa krisis mencapai Rp 16.000 per dollar turun
menjadi di bawah Rp 10.000, satu saat bahkan Rp 6.500, hal yang tak
pernah dicapai lagi di masa sesudahnya hingga kini. Pertumbuhan yang
minus 13 persen pun membaik menjadi 1 persen.
Satu hal yang
banyak disorot pengkritiknya adalah lepasnya Provinsi Timor Timur
melalui referendum sehingga provinsi tersebut lepas dari RI pada 30
Agustus 1999.
KOMPAS/JB SURATNOPresiden
Soeharto hari Senin (31/7) meresmikan beroperasinya Kereta Api Argo
Bromo JS-950 untuk trayek Jakarta -Surabaya dan Argo Gede JB-250 untuk
Jakarta – Bandung, di Stasiun Gambir, Jakarta. Kepala Negara didampingi
Menristek BJ Habibie dan Menhub Haryanto Dhanutirto melepas
keberangkatan KA Argo Gede JB-250 jurusan Jakarta-Bandung dengan waktu
tempuh dua jam.
Namun,
bagi diplomat Indonesia yang sebelumnya merasakan kerepotan menghadapi
tekanan asing, yang oleh mendiang Menteri Luar Negeri Ali Alatas disebut
sebagai mother of fatigue (pangkal kelelahan), isu Timtim akan terus
menjadi kerikil di sepatu jika tak dibereskan (The Pebble in the Shoe,
2006) (Tirto.id).
Bapak Teknologi dan Guru Bangsa
Dewan
Riset Nasional, Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, dan delapan wahana
strategis adalah warisan BJH. Meski dalam banyak kesempatan
lembaga-lembaga itu tak lagi berada di jalur arus utama (mainstream),
sesungguhnya bangsa Indonesia harus kembali menengok peninggalan ide
BJH.
Dengan rentang geografis setara kontinental AS, yakni 5.300
kilometer, atau sejauh Istanbul- London, atau New York-San Francisco,
penerbangan adalah niscaya bagi Indonesia jika ingin maju.
Dengan
delapan wahana transformasi industri, dengan mengusung konsep nilai
tambah, berawal dari akhir dan berakhir di awal, BJH meletakkan doktrin
strategis bagi pembangunan Indonesia, yaitu melalui, antara lain,
penguasaan teknologi penerbangan, perkapalan/maritim, transportasi
darat, pertahanan, mekanisasi pertanian, serta rancang bangun, dan
itulah jalan bagi Indonesia untuk meraih kemajuan.
vincentzo.calviny
Presiden
RI ke-3, BJ Habibie meninggal dunia dalam usia 83 tahun di RSPAD Gatot
Soebroto. Ia meninggal karena sakit yang dideritanya dan dirawat
intensif sejak 1 September 2019.
Sembari
menggeser paradigma dari keunggulan komparatif menjadi keunggulan
kompetitif, BJH juga meyakini bahwa Indonesia juga akan maju jika
berhasil mengganti komoditas migas dan tradisional menjadi nonmigas
nontradisional.
Habibie sebenarnya sangat menghayati wejangan
mentornya, yakni Presiden Soeharto. Pidato Presiden ke-2 RI di Pasar
Klewer, 3 Juli 1971, tentang tinggal landas sangat mengena di
sanubarinya dan itu yang ingin ia wujudkan.
Pak Harto yang sudah
mengenal keluarga BJH saat memimpin Brigade Mataram dari Divisi
Diponegoro menumpas pemberontakan Andi Azis menaruh kepercayaan besar
kepada insinyur genius yang menemukan Teori Propagasi Retakan (pada
sayap pesawat terbang, yang lalu melahirkan julukan ”Mr Crack” pada
BJH).
KOMPAS/JB SURATNO
Presiden
BJ Habibie didampingi Mensesneg Akbar Tandjung dan Menkop Adi Sasono
hari Jumat (12/6) mengadakan inspeksi mendadak ke Pasar Pusat
Perdagangan Beras, Cipinang, dan Pasar Jatinegara. Habibie berjalan di
antara tumpukan-tumpukan beras dalam peninjauan keliling Pusat
Perdagangan Beras Cipinang.
Itu sebabnya,
Pak Harto memanggilnya pulang ke Tanah Air dan BJH diterima di Jalan
Cendana, 28 Januari 1974. Lalu setelah itu kariernya melesat bak meteor,
tak hanya di kancah teknologi industri, tetapi ujungnya juga sampai
politik.
Sebagaimana juga banyak diakui oleh berbagai kalangan,
Pak Habibie yang selama sekitar seperempat abad membawa bendera
teknologi layak disebut sebagai ”Bapak Teknologi”, sebagaimana
disampaikan Presiden Joko Widodo saat melayat di RSPAD Gatot Soebroto,
Rabu (11/9/2019) petang, begitu mendengar pendahulunya wafat.
Kini
Indonesia telah kehilangan satu lagi putra terbaiknya. Habibie yang
berasal dari bidang keinsinyuran meyakini bahwa ”demokrasi tak boleh
berhenti” (lihat The True Life of Habibie-Cerita di Balik Kesuksesan (A
Makmur Makka, 2008).
KOMPAS/ BAHANA PATRIA GUPTA
Presiden ke-3 RI, BJ Habibie, 2013
Pak
Habibie melalui ajarannya tentang cinta ilmu pengetahuan dan teknologi,
tentang pentingnya proses nilai tambah, tentang perlunya kebebasan pers
dan iklim demokrasi, adalah salah satu guru bangsa, bahkan guru bangsa
yang aktual dan relevan tatkala Indonesia masih harus mencari jalan
untuk mencapai kejayaan.
Pak Habibie kini telah menyusul istri
tercinta—Hasri Ainun Habibie—yang telah mendahuluinya 22 Mei 2010 dan
mendampingi BJH selama 48 tahun 10 hari.
Lamat-lamat, terdengar
lagu ”Sepasang Mata Bola” ciptaan Ismail Marzuki yang sering dinyanyikan
Pak Habibie saat studi di Jerman dan bertahun kemudian ia tugaskan
mendiang komposer Yazeed Djamin untuk menggubahnya menjadi satu konserto
piano yang indah bergaya virtuoistik. Selamat jalan, Pak Habibie,
semoga beristirahat di surga abadi.
Sumber Berita : https://bebas.kompas.id/baca/utama/2019/09/12/mr-crack-dan-pesan-untuk-bangsanya/
Kisah Lelaki yang Terbunuh Tragis Pada 10 Muharram
Lelaki itu berusia sekitar 58 tahun. Pada hari kesepuluh bulan
Muharram, di tahun 61 H, selepas menunaikan shalat subuh, dia bergegas
keluar tenda dan menaiki kuda kesayangannya. Pria itu menatap pasukan
yang tengah mengepungnya. Mulailah dia berpidato yang begitu indah dan
menyentuh hati:
“Lihat nasabku. Pandangilah siapa aku ini. Lantas lihatlah siapa diri
kalian. Perhatikan apakah halal bagi kalian untuk membunuhku dan
menciderai kehormatanku.
“Bukankah aku ini putra dari anak perempuan Nabimu? Bukankah aku ini
anak dari washi dan keponakan Nabimu, yang pertama kali beriman kepada
ajaran Nabimu?
“Bukankah Hamzah, pemuka para syuhada, adalah Pamanku? Bukankah
Ja’far, yang akan terbang dengan dua sayap di surga, itu Pamanku?
“Tidakkah kalian mendengar kalimat yang viral di antara kalian bahwa
Rasulullah berkata tentang saudaraku dan aku: “keduanya adalah pemuka
dari pemuda ahli surga”?
“Jika kalian percaya dengan apa yang aku sampaikan, dan sungguh itu
benar karena aku tak pernah berdusta. Tapi jika kalian tidak
mempercayaiku, maka tanyalah Jabir bin Abdullah al-Anshari, Abu Sa’id
al-Khudri, Sahl bin Sa’d, Zaid bin Arqam dan Anas bin Malik, yang akan
memberitahu kalian bahwa mereka pun mendengar apa yang Nabi sampaikan
mengenai kedudukan saudaraku dan aku.
“Tidakkah ini cukup menghalangi kalian untuk menumpahkan darahku?”
Kata-kata yang begitu eloknya itu direkam oleh Tarikh at-Thabari (5/425) dan Al-Bidayah wan Nihayah (8/193).
Namun mereka yang telah terkunci hatinya tidak akan tersadar. Pasukan
yang mengepung atas perintah Ubaidullah bin Ziyad itu memaksa pria yang
bernama Husein bin Ali itu untuk mengakui kekuasaan Khalifah Yazid bin
Mu’awiyah.
Tidakkah ini menjadi pelajaran bagi kita semua bahwa pertarungan di
masa Khilafah dulu itu sampai mengorbankan nyawa seorang Cucu Nabi Saw.
Apa masih mau bilang khilafah itu satu-satunya solusi umat?
Simak pula bagaimana Ibn Katsir dalam al-Bidayah wan Nihayah
bercerita bagaimana Sayidina Husein terbunuh di Karbala pada 10 Muharram
(asyura).
Pasukan memukul kepala Husein dengan pedang hingga berdarah. Husein
membalut luka di kepalanya dengan merobek kain jubahnya. Dan dengan
cepat balutan kain terlihat penuh dengan darah Husein. Ada yang kemudian
melepaskan panah dan mengenai leher Husein. Namun beliau masih hidup
sambil memegangi lehernya menuju ke arah sungai karena kehausan. Shamir
bin Dzil Jawsan memerintahkan pasukannya menyerbu Husein. Mereka
menyerang dari segala penjuru. Mereka tak memberinya kesempatan untuk
minum.
Ibn Katsir menulis: “Yang membunuh Husein dengan tombak adalah Sinan
bin Anas bin Amr Nakhai, dan kemudian dia menggorok leher Husein dan
menyerahkan kepala Husein kepada Khawali bin Yazid.” (Al-Bidayah,
8/204).
Anas melaporkan bahwa ketika kepala Husein yang dipenggal itu dibawa
ke Ubaidullah bin Ziyad, yang kemudian memainkan ujung tongkatnya
menyentuh mulut dan hidung Husein, Anas berkata: “Demi Allah! sungguh
aku pernah melihat Rasulullah mencium tempat engkau memainkan tongkatmu
ke wajah Husein ini.”
Ibn Katsir mencatat 72 orang pengikut Husein yang terbunuh hari itu.
Imam Suyuthi dalam Tarikh al-Khulafa mencata 4 ribu pasukan yang
mengepung Husein, dibawah kendali Umar bin Sa’d bin Abi Waqash.
Pada hari terbunuhnya Husein, Imam Suyuthi mengatakan dunia seakan
berhenti selama tujuh hari. Mentari merapat laksana kain yang menguning.
Terjadi gerhana matahari di hari itu. Langit terlihat memerah selama 6
bulan.
Imam Suyuthi juga mengutip dari Imam Tirmidzi yang meriwayatkan kisah
dari Salma yang menemui Ummu Salamah, istri Nabi Muhammad, yang saat
itu masih hidup (Ummu Salamah wafat pada tahun 64 H, sementara Husein
terbunuh tahun 61 H).
Salma bertanya: “Mengapa engkau menangis?”
Ummu Salamah menjawab: “Semalam saya bermimpi melihat Rasulullah yang
kepala dan jenggot beliau terlihat berdebu. Saya tanya ‘mengapa engkau
wahai Rasul?’
Rasulullah menjawab: “saya baru saja menyaksikan pembunuhan Husein.’”
Begitulah dahsyatnya pertarungan kekuasaan di masa khilafah dulu.
Mereka tidak segan membunuh cucu Nabi demi kursi khalifah. Apa mereka
sangka Rasulullah tidak akan tahu peristiwa ini? Lantas apakah mereka
yang telah membunuh Sayidina Husein kelak masih berharap mendapat
syafaat datuknya Rasulullah di padang mahsyar?
Dalam kisah yang memilukan ini sungguh ada pelajaran untuk kita semua.
Al-Fatihah….
Sumber Berita : https://islami.co/kisah-lelaki-yang-terbunuh-tragis-pada-10-muharram/
Tragedi Karbala
Peristiwa Karbala dikenang sepanjang masa oleh muslim Syi’ah sebagai
sebuah tragedi kemanusiaan terbesar. Sampai hari ini kaum Syi’ah di
seluruh dunia, memperingatinya sebagai hari duka nestapa. Hari besar 10
Muharram ini merupakan ritus keagamaan terpopuler dan paling besar dalam
tradisi kaum Syiah. Jutaan manusia berkumpul di pusat terbunuhnya Imam
al-Husein, Karbala, Irak.
Berbagai acara ritual mengenang kematian al-Husain bin Ali bin Abi
Thalib digelar di seluruh penjuru Irak dan Iran, dengan beragam cara.
Bahkan tidak sedikit di antara mereka yang sengaja memukul-mukul dada
dan melukai tubuh mereka sendiri sampai berdarah-darah, sambil
meraung-raung, berteriak-teriak menyebut nama cucu Nabi itu. Cara ini
dilakukan guna ikut mengalami penderitaan al-Husein itu yang tak
terkirakan.
Para pengikut Ali (Syi’ah Ali) di berbagai negara, memperingati hari
Asyura selama 10 hari, sejak tanggal 1 hingga tanggal 10 Muharram.
Selama itu, bendera hitam setengah tiang dikibarkan. Selain peringatan
tanggal 10 muharram itu, mereka juga menyelenggarakan upacara
perkabungan selama 40 hari.
Di Kairo, Mesir terdapat masjid yang disebut dengan namanya : Husein.
Terletak di kompleks pasar kuno Khan Khalili. Masjid ini tidak jauh
dari Universitas Islam tertua dan masjid (Jami’) Al Azhar yang dibangun
oleh gubernur Jauhar al-Siqly, tahun 970 M pada mada pemerintahan Mu’iz
li Dinillah dari dinasti Fatimiyah.
Sebagian kaum Syi’ah meyakini bahwa sebagian tubuh Husein dikubur di
tempat itu. Sampai hari ini kuburan yang berada di dalam masjid itu
diziarahi banyak orang laki-laki dan perempuan. Tak ada hari tanpa para
peziarah. Di tempat itu mereka berdoa dan menangisi Sayyid Husein. “Waa
Husaynaaah….. Waa Husaynaaah” (Duhai Husein…. Duhai Husein….Oh Husein).
Suara-suara duka itu memang memilukan dan menyayat-nyayat hati. Mereka
mencintai cucu Rasulullah saw, dan menyesali kematiannya yang tragis
itu.
Kaum Sunni juga mencintai cucu Rasulullah ini, demikian pula mencintai
anak-anak, menantu beliau, Ali bin Abi Thalib dan keluarganya yang lain.
Mereka selalu menyanyikan bait-bait yang berisi puji-pujian bagi mereka
dalam banyak keadaan dan situasi. Sebagian orang mengatakan bahwa
membaca syair ini pada orang yang sakit demam diyakini bisa
menyembuhkannya. Pada waktu aku masih kecil, aku diajari ayah dan
kakekku syair itu :
Aku punya Lima orang kekasih
Berkat mereka sakit panasku sembuh
Al Musthafa (Muhammad Saw)
Al Murtadha (Ali bin Abi Thalib)
Dua orang puteranya :
Hasan dan Husein
Dan Fatimah.
Sumber Berita : https://islami.co/tragedi-karbala-2/
IJABI Gelar Haul Imam Husain as di Bandung Tanpa Adanya Gangguan Intoleran
TRIBUNCIREBON.COM - 10
Muharram dalam tarikh umat Islam merupakan hari duka cita bagi kaum
Muslimin yang bermazhab Syiah dan para pecinta Ahlulbait Rasulullah Saw
di seluruh dunia.
Di Indonesia, di beberapa daerah menjelang 10 Muharram diadakan
agenda keagamaan berupa Haul Imam Husain as, cucu Nabi Muhammad Saw,
yang wafat di Karbala, Irak.
Peristiwa tragis ini terjadi pada 10 Muharram 61 Hijriah, Imam Husain
as bersama sekira 70 pengikutnya dibantai oleh sekira 70.000 pasukan
yang dikirim oleh Khalifah Yazid bin Muawiyyah yang menjadi penguasa
Dinasti Umayyah di Damaskus, Syam (Suriah).
Imam
Husain dibunuh karena tidak memberikan baiat pengesahan kekuasaan atas
diri Yazid yang secara perilaku tidak sesuai ajaran Islam. Daripada
melegitimasi kekuasaan yang zalim dan melanggar nilai-nilai Islam, Imam
Husain as menentangnya sampai titik darah penghabisan.
Pascawafat Imam Husain, Ali Zainal Abidin yang merupakan putranya dan
kaum Muslimah dari keluarga Rasulullah saw dirantai dan dibawa ke
Damaskus untuk diserahkan kepada Yazid bersama kepala Imam Husain as.
Dari peristiwa pembantaian sampai penguburan jenazah Imam Husain as
terekam dalam memori keluarga Rasulullah saw.
Peristiwa tragis itu dicatat dalam kitab tarikh yang kemudian dibaca
secara turun temurun. Sampai para ulama dan ahli sejarah pun menulis
ulang tentang peristiwa Asyura yang memilukan dalam sejarah. Setiap 10
Muharram, narasi sejarah tragedi Imam Husain as ini dibaca kembali dan
diambil sebagai ibrah untuk kehidupan kaum Muslimin.
Asyura IJABI
Sebagai upaya mengenang kepahlawanan Imam Husain as di Karbala dan
mengambil teladan dari peristiwa Asyura ini, yang dilakukan komunitas
IJABI (Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia) pada bulan Muharram 1441
Hijriah. Kegiatan Asyura yang diselenggarakan di Bandung ini berjalan
dengan lancar tanpa gangguan dari massa intoleran, yang sebelumnya
beredar informasi akan menggagalkan peringatan Asyura.
“Alhamdulillah, dengan izin Allah Swt. Peringatan Haul Cucu Rasulullah
saw, Asyura Syahadah Imam Husain as bisa terlaksana dengan baik,
lancar, dan penuh berkah,” kata Ketua Umum IJABI Syamsuddin dalam rilis
yang diterima.
Menurut Syamsuddin, majelis asyura ini dihadiri oleh umat Islam
pecinta Ahlulbait Nabi yang memadati tempat acara sejak pagi hingga
siang hari. Jamaah pecinta Ahlulbait disambut dengan shalawatan oleh
santri Madrasah Sajjadiyyah yang dipimpin Habib Hamid Abu Ali Alaydrus.
Dilanjutkan dengan pembacaan ayat suci Al-Quran mengawali majelis,
menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, serta hymne dan mars IJABI.
Dalam acara Asyura ini, Ketua Umum PP IJABI, Syamsuddin Baharuddin
menyampaikan sambutan dan Sekretaris Dewan Syura IJABI Ustadz Miftah
Rakhmat menyampaikan ceramah berupa hikmah dan keteladanan Imam Husain
as. Di antaranya menyatakan agar jamaah IJABI senantiasa bersabar atas
berbagai musibah dan senantiasa menjaga cintanya kepada Ahlulbait
Rasulullah saw.
“Acara yang berlangsung selama 3,5 jam berjalan lancar tanpa
gangguan, meski sebelumnya beredar kabar adanya penolakan pelaksanaan
Asyura dan ancaman pembubaran oleh kelompok intoleran. Hingga acara
berakhir dan jamaah meninggalkan tempat acara, tidak terlihat seorangpun
dari gerombolan massa intoleran,” tulis Syamsuddin.
Peringatan Asyura di Bandung ini tidak hanya digelar oleh komunitas
IJABI, tetapi juga jamaah majelis shalawat di Ciwastra dan warga
Kabuyutan Gegerkalong pada Senin malam (9/9/2019) berjalan lancar dari
awal sampai doa penutup.
Tidak hanya di Bandung, beberapa komunitas Muslim Syiah yang tersebar
di Jawa Barat pun menyelenggarakan Asyura dari rumah ke rumah dan
puncaknya diadakan di Bandung dan Jakarta. (*)
Tragedi Asap dan Dakwah Peduli Lingkungan yang Jarang Dilakukan
Para dai lebih sibuk dakwah politik dengan marah-marah dari pada mengajak untuk menjaga lingkunganTragedi Kabut Asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di
beberapa titik di Indonesia, seperti di Sumatera dan Kalimantan kembali
terjadi. Seperti yang sudah-sudah, bencana ini kemudian hanya
mendapatkan solusi sementara dari pemerintah dan instansi terkait,
seperti pembagian masker dan pemadaman titik api yang seringkali memakan
waktu lama. Meski strategi pengendalian karhutla dan kabut asap sudah
diupayakan, sayangnya, kejadian semacam ini terus berlangsung tiap
tahun, dan bahkan telah mengakibatkan 40% wilayah hutan Indonesia
hilang. Padahal dampak negatif kabut asap sangatlah luas, bukan hanya
dari kesehatan saja tapi juga ekonomi, pendidikan, hingga transportasi.
Dari segi ekonomi, meluasnya tragedi kabut asap di beberapa titik
Indonesia menyebabkan banyak wisatawan dan aktivitis bisnis terganggu,
yang kemudian diperkirakan membuat negara rugi lebih dari Rp 7,3
triliun. Pekatnya asap yang menyelimuti wilayah Sumatera dan Kalimantan
juga menaikkan angka penderita infeksi saluran pernapasan akut, pneumonia,
asma, serta iritasi mata dan kulit. Tentu efek negatif kesehatan
tersebut merambah pula pada kerugian akademik dan transportasi karena
seluruh kegiatan belajar diliburkan dan banyak warga yang tidak dapat
keluar rumah untuk bekerja secara optimal karena gangguan jarang
pandang. Tak pelak, bencana asap tahunan yang terjadi, telah
mengakibatkan mudarat berkepanjangan.
Anehnya, berbeda dengan gempa bumi atau tsunami yang kerap dikaitkan
dengan azab/hukuman Allah karena maksiat dan dosa-dosa umat seperti zina
dan khamr oleh para da’i populer, tragedi asap karena tindak tanduk
manusia yang serakah dan seenaknya membabat hutan demi kepentingan
pribadi justru jauh dari sorotan.
Padahal Al-Quran sendiri sudah sangat jelas menyebutkan bahwa manusia
sebagai khalifah harus memakmurkan bumi. Memakmurkan bumi disini bukan
hanya memanfaatkan hasil alam dan mendayagunakannya, tapi juga
melestarikannya untuk menjaga keseimbangan alam.
Merujuk amanat tersebut, tentunya bisa disimpulkan bahwa tindakan
membakar hutan dan lahan juga termasuk bagian dari perbuatan dosa dan
maksiat. Nah, salah kaprahnya makna maksiat di kalangan umat menjadi
sempit dan hanya diidentikkan dengan pelanggaran asusila.
Padahal arti kata maksiat itu luas, yakni jika kita durhaka pada
Allah dengan melanggar larangan-larangan yang ditetapkan-Nya. Sehingga,
sangatlah jelas bila pembalakan liar dan perusakan ekosistem pun
tergolong maksiat karena menyalahi aturan Allah untuk menjaga
keseimbangan alam.
Bahkan tidak tanggung-tanggung, efek domino kemaksiatan pembakaran
hutan secara membabi buta bisa berlanjut kepada bencana tambahan lainnya
seperti pemanasan global, tanah longsor, dan banjir, karena hutan yang
kita miliki nantinya tidak dapat memaksimalkan fungsi alaminya dengan
baik.
Rentetan bencana yang bertubi-tubi melanda Indonesia tersebut
diperparah dengan pemberian solusi yang tidak menyentuh akar masalah.
Tiap kali tragedi seperti ini terjadi, umat hanya sibuk mengumpulkan
donasi bantuan dan membagikannya bagi para korban.
Mengutuk pembakaran hutan dengan semena-mena dan melabelinya sebagai
perbuatan haram dan melakukan tindakan preventif yang lebih komprehensif
seperti melakukan reboisasi skala masal dan penegakan hukum terhadap
pelaku individu dan oknum korporasi secara tegas, justru terlihat nihil
di lapangan.
Bahkan karena sedikitnya umat Islam yang berkecimpung di bidang
inovasi teknologi lingkungan, hingga saat ini kita hanya mampu bermimpi
bahwa suatu saat nanti akan ada muslim di negeri ini yang mampu
menemukan alat atau zat bubuk yang berfungsi untuk meredam kabut asap
secara efektif dalam waktu singkat.
Kira-kira kapan itu akan terjadi? Entahlah, karena saat ini dakwah di
mimbar-mimbar kita masih terlalu sibuk menebar ketakutan dan
sedikit-sedikit menuding bid’ah. Sedangkan dakwah dan gerakan peduli
lingkungan makin terkucilkan dan kemungkinan besar memang tertutup kabut
asap.
Wallahu a’lam.
Sumber Berita : https://islami.co/tragedi-asap-dan-dakwah-peduli-lingkungan-yang-jarang-dilakukan/
Re-Post by MigoBerita / Senin/16092019/10.53Wita/Bjm