PERANG TERBESAR BANSER NU
Jakarta - “Kapan perangnya, Gus? Cape latihan terus, gatal tangan.." Begitu guyonan seorang kader Banser waktu saya sedang bertamu ke markas mereka. Gus Yaqut Ketum Ansor menanggapi dengan guyonan juga, "Entar kalo perang beneran, kamu lari paling kencang..
Dan kami pun
ketawa keras diiringi dentingan gelas kopi dan kepulan asap didalam ruangan.
Ngobrol dengan teman2 Ansor dan Banser NU itu selalu nyaman, penuh guyonan.
Pertanyaan
"kapan perang.." meski itu dibawakan dengan nada guyonan,
sesungguhnya punya makna yang dalam. Yang dimaksud "perang" itu
adalah kegemasan kader Banser terhadap kelompok kadal gurun seperti di FPI yang
jumlahnya kecil tapi mulutnya besar.
Sudah sejak
lama mereka petantang petenteng di depan anggota Banser NU. Gayanya sok jagoan.
Yang pernah
kita lihat, ketika mereka dengan pongahnya bawa bendera hitam ketika Banser
punya acara di Garut tahun lalu. Untung kader Banser tidak terprovokasi, cuma
membakar bendera mereka saja.
Yang saya
khawatir, gesekan-gesekan seperti ini terjadi ditataran bawah. Situasi pada
waktu itu seperti ilalang kering yang mudah dibakar.
Elit Banser
NU sendiri mengatakan, yang sulit bukan menghantam kelompok kadrun yang
jumlahnya kecil tapi mulutnya besar itu.
Tetapi
menjaga supaya anggota mereka yang jumlahnya jutaan tidak mudah emosi dan
memukul kadrun berjenggot lembar lima itu. Karena sekali ada anggota Banser
yang kena hantam, Banser dari seluruh daerah bisa datang dan pada saat itu
situasi jelas tidak terkontrol.
Ingat
peristiwa tahun 1965, ketika PKI terus menerus memprovokasi kalangan NU bahkan
sampai membunuh kyai-kyai mereka? Marahnya NU ketika itu mengerikan.
Dan jelas NU
menjaga supaya peristiwa kelam itu tidak terjadi lagi. Karena itulah kontrol
emosi yang kuat harus mereka punya. Mereka baru bergerak, kalau kyai-kyai
mereka sudah merestui. Ada sistem tongkat komando di organisasi mereka.
Bagi Banser
NU, menjaga keutuhan NKRI sekarang ini jauh lebih besar dari sekedar rasa
emosi. Mereka sadar, sedikit saja terpancing, maka Indonesia bisa terbakar.
Itulah kenapa
ketika seorang anggota Banser dikatai, "kafir, anjing, monyet.."
mereka terlihat mengontrol emosi. Bukannya takut, tapi menjaga supaya apinya
tidak membesar. Mereka sudah didoktrin untuk tunggu perintah ulama mereka, dan
tidak boleh main tangan sendiri.
Saya harus
angkat kopi untuk teman-teman saya di Banser dan Ansor. Sejak lama saya
berteman dengan mereka ketika sama-sama menggebuk HTI. Saya diudara, mereka
dilapangan. Dan tidak pernah ada rasa jumawa didada mereka, meski jumlah mereka
sangat besar.
Saya jadi
teringat perkataan Imam Ali, bahwa "kesabaran seseorang teruji ketika ia
dalam keadaan marah.."
Dan
teman-teman di Banser NU telah menunjukkan pada kita, bahwa kekuatan terbesar
bukan saat pada kita lemah, tetapi menahan tangan untuk tidak memukul disaat
berkuasa..
Dan itulah
perang terbesar mereka..
Salute..Anggota Banser Dihina
Sumber Opini : https://www.dennysiregar.id/2019/12/perang-terbesar-banser-nu.html
NEGERI PARA KADRUN
Jakarta -
Ternyata saya senang sekali dengan sejarah.. Saya belajar agama dengan membaca
sejarah. Belajar kehidupan dengan mengetahui sejarah. Belajar apapun selalu ada
nilai sejarah.
Terus, kenapa
dulu saya benci sekali pelajaran sejarah di SD, SMP sampe SMA??
Karena saya
dipaksa menghapal. Saya harus hapal tanggal lahir seorang pahlawan yang saya
juga gak kenal dia siapa. Kenal aja ngga, apalagi tanggal lahirnya. Belum
tanggal kapan beliau perang ma Belanda sampe tanggal gugurnya.
Otak dijejali
dengan angka, tanggal-tanggal gak berguna. Sampai nilai dari sejarahnya itu
sendiri hilang gak berbekas.
Padahal
seandainya si guru pandai bercerita, tentu sejarah itu akan membekas. Dan kita
belajar dari sejarah supaya kehidupan lebih baik kedepannya. Sejarah itu punya
nilai pelajaran yang tinggi, mulai dari kehormatan, komitmen sampai kelicikan,
kekuasaan dan ketamakan ada disana.
Tapi bagi
guru dulu, yang penting adalah "Tanggal berapa Wiro Sableng bertemu Sito
Gendeng??" Who cares!!
Entah gurunya
yang malas sehingga dia sendiri tidak paham nilai sejarah, atau memang
kurikulumnya begitu? Semua harus ada angka, karena angka penting untuk
penilaian.
Saya selalu
iri dengan anak-anak di negara maju, yang kalau diwawancarai stasiun televisi
mereka bisa lancar bercerita bahkan kadang bahasanya seperti orang dewasa.
Coba anak
kita diwawancarai, pasti gagap, bingung, takut dan malu-malu. Jangankan
bercerita, tampil aja mikir-mikir dulu. Kecuali anaknya artis yang suka pamer
rumah sama saldo ATM di Bank. Sejak kecil memang sudah dijual ortunya untuk
penghasilan, dipaksa untuk tampil di depan.
Dan ketika
Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan sekaligus bos perusahaan besar GoJek, bilang
bahwa "Maaf, dunia tidak perlu anak-anak yang pandai menghafal.."
langsung pada kebakaran jenggot. Saya setuju sekali.
Sampai
sekarang saya tidak ingat kapan tanggal Indonesia perang dengan Singapura, tapi
saya paham ceritanya, tentang 2 orang marinir yang gugur bernama Usma dan Harun
di Singapura.
Konsep
pendidikan kita harus benar-benar diubah. Kalau tidak, kita punya banyak
penghafal tapi gak kepake di dunia kerja. Kalaupun kerja, cuman jadi robot di
perusahaan besar saja.
Saya sendiri
sudah lama paham, kenapa banyak orang Islam belajar agama jadi KADRUN? Karena
mereka dipaksa belajar dengan menghafal ayat-ayat saja. Dan kalau hafal, dapat
penghargaan sampe gratis masuk sekolah.
Tanyakan pada
mereka makna dan konteks ayat-ayat itu, pasti bengong. Soalnya di otak mereka
cuma hafalan surat sekian ayat sekian. Itulah kenapa masih banyak orang yang
sibuk belajar memanah dan berkuda karena sunnah katanya, tanpa memahami bahwa
perintah itu ada di jaman apa dan kenapa.
Jangan sampe
nanti anak saya kelak ditanya gurunya, "Jokowi lahir tanggal berapa??"
sampe tidak pernah mampu bercerita gambaran besar visinya untuk Indonesia.
So, Nadiem Makarim.. Tolong ubah konsep-konsep jadul
itu, dan tawarkan konsep generasi digital yang out of the box. Karena tidak
akan pernah ada perubahan, kalau kita selalu pakai cara yang sama.. Seruput
kopinya.
Sumber Opini : https://www.dennysiregar.id/2019/12/negeri-para-kadrun.htmlhttps://www.dennysiregar.id/2019/12/negeri-para-kadrun.html
Uighur China, Propaganda Amerika &
Kadrun Indonesia
Jakarta -
Jadi begini... Dari semua penjelasan tentang etnis militan Uighur di China,
saya suka penjelasan dari Novi Basuki yang sedang studi doktoral di Universitas
Sun Yat Sen, China. Ia juga alumnus pondok pesantren Nurul Jadid, Probolinggo.
Tulisan dia
dimuat di media online Kumparan tahun 2018, mengupas dengan jelas apa yang
sedang terjadi di China. Benarkah pemerintah China melakukan intimidasi
terhadap muslim disana? Benarkah pemerintah China membuat kamp untuk menyiksa
muslim Uighur?
Etnis Uighur
awalnya beragama Budha. Sesudah invasi pada abad ke 10 Masehi oleh kerajaan
berbasis Islam di Xinjian Selatan, pelan-pelan terjadi konversi agama disana,
meski masih ada juga etnis Uighur yang beragama Budha.
Nah, sebagian
etnis Uighur yang beragama muslim ini, sejak lama ingin memisahkan diri dari
China. Mereka adalah kaum separatis, yang semakin lama semakin radikal dan
militan.
Pemerintah
China sendiri, sesuai konstitusi, membebaskan warganya mau beragama apapun.
Yang dilarang adalah mensweeping pemeluk agama lain, mengkafirkan, membenturkan
negara dengan agama sampai merusak ketertiban sosial.
Kalau sudah
begini, pemerintah China akan bersikap keras. Kerasnya pemerintah China
terhadap kelompok separatis, yang kemudian membawa nama agama inilah yang
sering dipropagandakan bahwa China kejam terhadap muslim disana.
Padahal ada
30 juta orang muslim disana. Mereka bebas beribadah, bahkan ada 35 ribu masjid
dibangun diseluruh China. Masjid terbesar malah ada di Xinjian, tempat etnis
muslim Uighur. Namanya masjid Id Kah.
Nah, suku
Uighur beda. Mereka mirip kadrun disini. Keras kepala, gampang diprovokasi,
bodoh dan cenderung barbar. Banyak dari mereka yang menjadi pelaku bom bunuh
diri. Bahkan sebagian diantara mereka sempat bergabung dengan teroris ISIS di
Indonesia, pimpinan Santoso, di Poso.
Mereka
melakukan jihad (shengzan) untuk orang yang mereka anggap kafir (yijiaoutu).
Siapa yang mereka anggap kafir ? Bukan saja agama lain, tapi juga muslim yang
membela pemerintahan China.
Singkatnya, etnis
muslim Uighur ini adalah kelompok separatis, yang bercampur dengan radikalisme
agama. Begitulah, sodara-sodara..
Nah supaya
mereka tidak makin radikal, pemerintah China membuat konsep deradikalisasi,
dengan program reedukasi dan vokasi.
Program ini kemudian
dipropagandakan oleh kelompok HAM dan media Amerika dengan nama "Kamp
Konsentrasi".
Propaganda
kekerasan China terhadap etnis muslim Uighur ini, sampe ke Indonesia. Dan
kadrun-kadrun seperti ketemu oksigen ketika mendengar berita ini, berteriak-teriak
kesetanan supaya pemerintah Indonesia bertindak keras terhadap China.
Lucu juga si
kadrun. Mereka teriak anti Amerika, tapi percaya propaganda dari Amerika.
Mungkin kebanyakan minum kencing onta, jadi otaknya split..
China sendiri
sampe mengundang ormas Islam terbesar dari Indonesia, seperti Muhammadiyah dan
NU datang melihat program deradikalisasi mereka.
Undangan
pemerintah China ini kemudian diplintir oleh Amerika lewat koran besar mereka,
Wall Street Journal, bahwa NU dan Muhammadiyah dibayar oleh China supaya diam
masalah Uighur. Tentu saja NU dan Muhammadiyah membantah, wong mereka ke China
karena ingin tabayyun..
Kenapa
penting bagi Amerika melakukan propaganda bahwa China menyiksa muslim disana ?
Ini ada hubungannya dengan perang dagang kedua negara. Amerika sedang membangun
sentimen anti China, dan dianggapnya propaganda membawa agama akan berhasil
menekan China.
Jadi, jangan
termakan oleh propaganda Amerika seperti yang mereka lakukan di Libya, Iran,
Irak, Suriah, Yaman dan banyak negara Timteng lainnya. Urusan Amerika apalagi
kalau bukan konflik yang diharapkan akan menjadi ajang penjualan senjata
mereka, ditukar dengan hasil SDA disebuah negara.
Kecuali
kadrun.
Mereka selalu
sibuk dengan konsep anti-antian tanpa tahu masalah sebenarnya. Anti China, anti
Amerika, anti maksiat, anti kebhinnekaan.
"Kalau
Anies Baswedan memberikan penghargaan kepada diskotek Colloseum, apakah mereka
akan anti juga ?'
Oh, tidak..
Itu diskotek bersyariah, halal thoyyiban. Karena didalam diskotek hanya menjual
air zamzam, juga wanita dan lelaki joget terpisah..
Mau seruput kok ada tokeknya.Begini Cara Memecat Anies!
Kalau
ada kepala daerah yang akhirnya diberhentikan karena melakukan tindakan
pidana korupsi, ini sudah biasa ya. Maksudnya sudah beberapa kali
terjadi, dan yang dilakukan memang tindakan yang melanggar hukum, hingga
wajar kalau diberhentikan. Misalnya Zumi Zola, mantan gubernur Jambi.
Namun, dalam sejarah Indonesia, hanya ada satu gubernur yang bakal
mencetak sejarah baru dalam urusan pecat-pecatan. Mohon koreksi jika
saya salah ya, para pembaca. Ini sepanjang pengetahuan saya, sepanjang
sejarah Indonesia nih, tidak pernah ada gubernur yang diberhentikan
karena kinerjanya dinilai buruk. Artinya, jika sekarang banyak usulan
terhadap pemecatan maupun disuruh mundur, terhadap Gubernur Anies, maka
warga DKI Jakarta musti bangga dong. Pertama lho dalam sejarah. Apalagi
kalau sampai kejadian, beuhhh… Anies akan mencetak sejarah!
Sebenarnya
sudah sejak tahun lalu ada wacana dari DPRD DKI Jakarta untuk
menjalankan hak interpelasi. Waktu itu pasca 100 hari kepemimpinan Anies
– Sandiaga. Yang punya wacana waktu itu adalah Fraksi PDIP. Sedangkan
yang disasar untuk diinterpelasi adalah berbagai kebijakan Pemprov DKI
Jakarta di bawah Anies yang dinilai makin berantakan. Mulai dari
kebijakan membuka pagar pembatas rumput di kawasan Monumen Nasional
(Monas) yang menyebabkan rumput tersebut mati terinjak-injak para
pengunjung, hingga pemberian izin Pedagang Kaki Lima (PKL) membuka lapak
di jalanan kawasan Tanah Abang yang menyebabkan wilayah tersebut jadi
semrawut. Anies - Sandi juga dinilai tidak menepati janjinya untuk
menyelenggarakan pemerintahan daerah yang transparan. Hal tersebut
terlihat dalam perekrutan personel Tim Gubernur Untuk Percepatan
Pembangunan (TGUPP) yang jumlahnya sangat banyak dan fungsinya
berpotensi akan tumpang tindih dengan fungsi Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD).
Namun,
wacana tinggal wacana. Interpelasi itu tidak kunjung dilakukan. Banyak
kemungkinan alasannya saya kira. Mungkin karena baru 100 hari jadi masih
“dimaafkan”? Atau mungkin ada alasan politis? Mungkin ada lobi-lobi?
Entahlah. Banyak pihak saya kira yang kecewa dengan tidak jadinya
interpelasi terhadap Anies – Sandiaga waktu itu.
Kita
juga masih ingat dengan adanya petisi online pencopotan Anies. Petisi
ini sudah dimulai sejak sekitar setahun lalu. Hingga kini sudah
ditandatangani oleh 176 ribu netizen. Namun, model petisi online ini
kurang efektif dalam menghadapi rezim Anies dan antek-anteknya. Betul?
Kita apresiasi si pembuat petisi maupun yang tanda tangan, tapi 176 ribu
itu nampaknya belum cukup kuat untuk melengserkan Anies. Petisinya bisa
dilihat di sini.
Kemudian
beberapa hari lalu, pasca kisruh penghargaan buat diskotik Colosseum,
para netizen +62 pun sukses menaikkan tagar #KartuMerahUntuk4nies. Para
pembaca bisa melihat perkembangan dan isi tagar tersebut di link berikut
:
Tagar
ya tetap lah jadi tagar jika tidak diikuti dengan prosedur sesuai
aturan perundang-undangan yang berlaku. Jadi siapa sih yang bisa memecat
Anies? Ada 2 pihak, yang saling bertautan. Tentu secara logis, para wakil rakyat di DPRD punya suara untuk mencopot gubernur yang tidak becus kerjanya. Ini dimungkinkan dengan adanya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 tahun 2018.
Di mana di dalamnya ada pasal yang memberikan kewenangan pada DPRD
untuk memberhentikan kepala daerah. Pasal 23, bagian (e) menyebut
kewenangan DPRD untuk “mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian
gubernur dan wakil gubernur kepada Presiden melalui Menteri…”. Sedangkan
di Pasal 25 ayat (1) disebutkan mekanismenya, “Pimpinan DPRD provinsi
menyampaikan usulan pengesahan pengangkatan dan pemberhentian Gubernur
dan Wakil Gubernur kepada Presiden melalui Menteri”. Sumber
Nah, di lain pihak, ada Presiden RI.
Bukan gubernur rasa presiden ya, tapi Presiden Jokowi yang telah
dipilih mayoritas rakyat untuk memimpin negara ini. Pertanyaannya,
apakah Presiden Jokowi tergantung pada usulan dari DPRD jika hendak
mencopot seorang gubernur? Tentu tidak! Hehehe… Ketentuan yang bisa
dipakai oleh Presiden Jokowi untuk memecat gubernur, dengan ataupun tanpa rekomendasi DPRD, itu ada di dalam Undang Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang disahkan pada tanggal 30 September 2014.
UU
Nomor 23 Tahun 2014 merupakan revisi dari UU nomor 32 Tahun 2004. UU
ini merupakan jawaban atas keluhan yang pernah disampaikan oleh Presiden
SBY waktu itu. Tentang tidak adanya wewenang presiden menindak kepala
daerah yang tidak bisa kerja. "Kami sering mendengar di media massa,
sejumlah kepala daerah memiliki kinerja yang buruk, memiliki disiplin,
dan perilaku tidak baik. Nah, belum ada aturan yang tegas dan jelas
untuk mengatasi permasalahan itu," ujar SBY. "Akan tetapi, jika ada yang
berkinerja buruk, kewenangan presiden tidak ada. Saya bisa
memberhentikan gubernur, walikota, jika ditetapkan sebagai terdakwa,
lalu diberhentikan, tetapi apa harus menunggu (gubernur atau wali kota)
menjadi terdakwa kalau saya harus memberhentikannya? Padahal kinerjanya
buruk, pembangunan tidak ada," ucap SBY Sumber.
Nah,
di dalam UU Nomor 23 Tahun 2014, sudah disediakan mekanismenya. Dari
teguran tertulis hingga pemecatan, dimulai dari Pasal 78 dengan
sub-judul “Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah”. Di
dalamnya dipaparkan alasan pemberhentian Kepala Daerah, misalnya tidak
melaksanakan kewajibannya sebagaimana dipaparkan di pasal sebelumnya
(Pasal 67).
Atau
apabila melanggar larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah
seperti yang dipaparkan di pasal sebelumnya (Pasal 76).
Berikut ini bunyi pasal 78 tentang alasan pemberhentian secara lengkap :
Dalam
pasal selanjutnya, Pasal 79 diatur bahwa pemberhentian kepala daerah
ini diumumkan oleh Pimpinan DPRD dan diusulkan oleh Pimpinan DPRD kepada
Presiden melalui Menteri untuk gubernur. Ayat (2) mengatur, jika
pimpinan DPRD tidak mengusulkan pemberhentian kepala daerah, maka
Presiden memberhentikan gubernur atas usul Menteri. Sedangkan di dalam
Pasal 80 diberikan jangka waktu proses pemeriksaan dan pengambilan
keputusan atas usulan pemberhentian kepala daerah oleh DPRD, yang
dilakukan oleh pihak Mahkamah Agung (MA). Jika pihak MA sudah memutuskan
bahwa terjadi pelanggaran dengan hukuman pemberhentian, maka DPRD punya
kewajiban untuk menyampaikan usul pemberhentian gubernur kepada
Presiden dalam waktu 14 hari. Lebih dari itu, Presiden sudah bisa
memecat gubernur, karena juga sudah ada keputusan MA yang mendasarinya.
Versi lengkap UU tentang Pemda ini bisa dilihat di sini.
Bagaimana
para pembaca? Rasanya kita tidak perlu jadi ahli hukum untuk memahami
isi pasal-pasal di atas, karena sudah sangat jelas paparannya. Presiden
SBY yang mengeluhkan dan memberikan sarananya. Tinggal apakah cara ini
akan dipakai oleh DPRD DKI Jakarta ketika sudah banyak sekali keluhan
dari warga DKI? Apa mesti Presiden Jokowi yang mengambil alih dan
memecat Anies untuk kedua kalinya? Demikian kura-kura…
(Sekian)
Sumber Opini : https://seword.com/umum/begini-cara-memecat-anies-bEftzGXnPT
Re-post by MigoBerita /Sabtu/21122019/17.54Wita/Bjm