Migo Berita - Banjarmasin - Partai Klepon Indonesia versi Felix Siauw dan Poster Imam Besar FPI, Ada Apa ?!!
Kita tahu bersama, suka tau tidak suka FPI dan Ormas Terlarang HTI mulai berkolaborasi untuk menjatuhkan Pemerintahan yang SAH, Pak Jokowidodo dengan berbagai cara.
Namun, walau di Kota tercinta kita Banjarmasin FPI bisa tumbuh subur dan eks Orang-orang HTI mulai "Menyusup" di FPI, namun ALLAH SWT tetap membuka pola pikir bangsa Indonesia, apa yang sebenarnya terjadi di daerah kita di Indonesia.
Walau Kalsel sudah 2 (Dua) kali memenangkan Pak Prabowo dan Otonomi Daerah membuat kebijakan Daerah lebih Dominan dari Pusat. Namun Kalsel sepertinya masih belum bisa "Membuktikan" lebih baik dari daerah yang memenangkan Pak Jokowi walau mempunyai Kekuasaan Lebih atau Otonomi Daerah tersebut.
Tanya Kenapa ? Mungkin para Pembaca Migo Berita bisa menyimpulkan sendiri, kalau masih kurang paham bisa berdiskusi di kolom komentar ya ...
Pembakaran Poster Rizieq, Drama Sengkuni Jilid Dua
Ketika beredar video pembakaran poster Rizieq di grup-grup WA relawan, saya langsung meminta teman-teman untuk tidak menyebarkan. Berharap agar video tersebut tidak viral dibicarakan. Karena jelas, efeknya akan panjang. 212 bisa terulang andai ada pendana “lebaran kuda.”
Satu hal yang aneh dan sangat fundamental adalah sikap berlebihan, dari orang-orang yang katanya adalah relawan Jokowi dan anti Rizieq FPI.
Sejauh ini, orang-orang kita tak pernah ada yang gila. Menyerang FPI membabi buta. Karena kita adalah kumpulan orang waras. Selain itu, kita adalah pendukung pemerintah yang sangat-sangat perhitungan. Jarang demo karena banyak kerjaan.
Orang-orang kita itu, jangankan demo, mau diajak nongkrong pun susah. Saking banyaknya kerjaan atau tugas. Kalaupun nongkrong atau ketemu, yang dibahas ya kerjaan lagi.
Keanehan selanjutnya adalah FPI melalui Sobri Lubis mengatakan bahwa FPI siap perang. Felix Siauw pengasong khilafah menyebut mereka yang membakar poster Rizieq adalah Partai Klepon Indonesia.
Kalau soal FPI marah-marah, itu sudah biasa. Jangankan poster Rizieq dibakar, kita tertawa pun mereka bisa marah. Tapi kenapa Felix mengarahkan pada partai?
Tentu bukan sebuah kebetulan kalau beberapa saat selanjutnya, kantor DPC PDI Perjuangan di Megamendung Bogor dilempar bom molotov.
Memang agak tidak masuk akal. Kenapa yang diserang malah kantor PDIP? Sementara yang membakar poster Rizieq bukan kader partai. Hanya orang yang mengaku relawan Jokowi, dan jujur kita tidak tau apa benar begitu? Apa iya mereka relawan? Apa yang mereka lakukan sejauh ini sampai mengaku sebagai relawan?
Rupanya, berdasarkan penelusuran diskusi di grup-grup WA kawan sebelah, bahwa yang bertanggung jawab dan membakar poster Rizieq adalah Boedi Djarot.
Rumah Boedi sudah didatangi massa FPI dan tidak ada orangnya. Kemudian Boedi dikabarkan bersembunyi di kantor DPC PDIP Megamendung Bogor. Isu inilah yang kemudian dijadikan alasan untuk menyerang kantor PDIP.
Jadi sederhananya, kasus pembakaran poster Rizieq dijadikan pemicu untuk membangun konflik antara PDIP dan FPI.
Saya jadi teringat dengan kasus pembakaran bendera PDIP oleh ormas gabungan, termasuk FPI di dalamnya. Kasus tersebut menuai reaksi keras dari kader partai. Beruntung mereka masih taat pada pimpinan dan Sekjen Hasto Kristianto responsif memberikan arahan. Sehingga kasus tersebut ditempuh lewat jalur hukum.
Bisa dibilang, pancingan agar kader PDIP bersikap keras dan arogan gagal total. Lalu sekarang dari pihak FPI yang dipancing dengan pembakaran poster Rizieq.
Melihat respon FPI yang katanya siap perang, dan mengklaim mereka punya hukum adat dan hukum Allah, maka jelas isu ini ada potensi diperpanjang. Entah dengan membuat gerakan terpusat di Monas, atau penyerangan massif di berbagai kota. Tergantung logistiknya. Kalau logistiknya kecil, maka akan ada aksi di Monas.
Kecurigaan dan kesimpulan saya ini kemudian mendapat ‘konfirmasi’ dari berita lama, 2013. Rupanya Boedi Djarot adalah Caleg PAN daerah pemilihan Jogjakarta.
Jejak digital ini sangat berarti karena PAN identik dengan Amien Rais. Aktor berpengaruh dalam kerusuhan 1998. Meskipun katanya sekarang sudah dipecat, tapi majunya Boedi kan di tahun 2013. Saat Amien Rais masih kuat-kuatnya di PAN.
Sehingga pertanyaannya, apakah Boedi Djarot memang sedang berperan untuk menciptakan konflik horizontal? Atas arahan Sengkuni. Lalu puncaknya mengulang kerusuhan 98?
Secara politik, ini adalah upaya untuk mengganggu PDIP. Harapannya, kader atau simpatisan partai bersikap reaktif dan melakukan pembalasan. Agar simpati rakyat berkurang dan dominasi PDIP di pemilu selanjutnya jadi berkurang. Di even terdekat, jelas Pilkada akhir tahun ini.
Karena PDIP sedang dalam perjalanan mencetak rekor sejarah yang akan sangat sulit dicapai oleh partai lain. Kemenangan 3 kali berturut-turut.
PDIP sebagai partai senior nampaknya paham betul dengan pola seperti ini. Sehingga sikap partai yang mempercayakan kasus pembakaran bendera pada mekanisme hukum, rupanya mendapat respon positif dari masyarakat. PDIP yang diserang justru mendapat simpati. Ini dibenarkan lewat survei elektabilitas partai.
Selanjutnya ya kita lihat saja apakah FPI akan merespon dan membuat gerakan massif? Ataukah cukup di pernyataan perang saja? Karena bagaimanapun, sebuah aksi harus ada logistiknya. Kalau tak ada jawaban dari donatur “lebaran kuda” maka tak akan ada aksi.
Terakhir, kita sedang dalam krisis ekonomi dan sosial. Covid yang digoreng media itu kini menjadi momok menakutkan, lebih ngeri dari yang seharusnya. Banyak negara mengalami resesi, Indonesia juga harus hati-hati. Mestinya, kita semua berpikir agar negara ini selamat. Bukan malah memperparah dan memanfaatkan momentum untuk memastikan terjadi krisis atau terjadi lebih cepat.Sumber Utama : https://seword.com/politik/pembakaran-poster-rizieq-drama-sengkuni-jilid-dua-epXmv3eXk1
Benarkah Din Syamsuddin "Pendukung" HTI (Khilafah)?
Siapa sih yang tidak kenal dengan Din Syamsuddin?
Wajahnya juga sudah tidak asing lagi masyarakat Indonesia saat ini, khususnya di kalangan oposisi! Wkwkwkw
Nama aslinya adalah Muhammad Sirajuddin Syamsuddin.
Dia pernah menjabat sebagai Ketua DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) tahun 1985, Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah (1989–1993), Wakil Ketua PP Muhammadiyah (2000–2005), Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) periode tahun 2000–2005, Wakil Ketua Umum MUI Pusat (2005-2010).
Umumnya dia lebih dikenal sebagai "orang" Muhammadiyah, tetapi tidak banyak yang mengetahui jika dia juga pernah menjabat sebagai Ketua Departemen Penelitian dan Pengembangan DPP Golkar (1993-1998), Wakil Sekjen DPP Golkar (1998-2000), Wakil Sekretaris Fraksi Karya Pembangunan MPR-RI (1998) dan Wakil Ketua Fraksi Karya Pembangunan MPR-RI (1999).
Hmmm, ternyata Din Syamsuddin pernah menjadi “bagian” dari partai politik Golkar pada tahun 1993-1998 dan kita semua tahu pada tahun tersebut Golkar masih “dikuasai” oleh Soeharto dan keluarga cendananya.
Jadi, sudah paham ya jika Din Syamsuddin ini ternyata “dekat” dengan Soeharto, yang sekarang dikenang sebagai seorang diktator terkorup sedunia abad ke-20! Sumber
Ada yang tidak percaya dengan informasi tentang Din Syamsuddin yang penulis sampaikan di atas?
Informasi tersebut penulis dapatkan dari situs internal milik Muhammadiyah sendiri yang beralamat di http://www.muhammadiyah.or.id/15-content-56-det-direktori-ketua-umum.html
Jadi ingat ya, bahwa Din Syamsuddin ini pernah menjabat posisi tertentu di dalam partai Golkar pada tahun 1993-1998 saat Soeharto dan keluarga cendanya masih berkuasa di Indonesia. Dan kita sudah paham siapa yang bisa mendapatkan jabatan saat Soeharto berkuasa saat itu.
Makanya tidak heran jika heran jika pada tahun 2008 silam, Din Syamsuddin pernah meminta rakyat untuk mendoakan dan memaafkan Soeharto. Sumber
Dan pada tahun 2016, Din Syamsuddin setuju agar Soeharto diberikan gelar Pahlawan. Sumber
Din Syamsuddin dan HTI (Khilafah)
Apakah Anda pendukung Presiden Jokowi?
Anda pasti akan berusaha hadir dalam acara kampanye Presiden Jokowi tersebut untuk memberikan dukungan kepada beliau, sekaligus untuk memberitahukan bahwa Anda adalah pendukung Jokowi.
Bukankah demikian?
Dan itu wajar karena Anda sebagai pendukung Presiden Jokowi pasti akan hadir dalam acara yang berkaitan dengan kegiatan Presiden Jokowi.
Itulah yang dilakukan oleh Din Syamsuddin beberapa tahun lalu…
Saat Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) mengadakan acara besar-besaran di Jakarta beberapa tahun lalu di masa pemerintahan SBY, Din Syamsuddin hadir dalam acara tersebut seperti yang terlihat dalam cuplikan video berikut ini:
Bahkan dalam video tersebut, terlihat jelas jika Din Syamsuddin melakukan orasi. Din Syamsuddin secara terang-terangan mengatakan selamat kepada HTI yang telah menyatukan kita semua di tempat ini…dst.
Logika sederhana…
Apakah Din Syamsuddin penggemar K-Pop Korea sehingga dia mau menghadiri acara tersebut?
Bukan!
Itu bukan acara K-Pop Korea, itu jelas acara HTI dan Din Syamsuddin “bangga” bisa hadir dan berorasi dalam acara tersebut!
Dan hanya simpatisan, kader atau “antek” HTI yang hadir dalam acara tersebut!
Jadi, rakyat Indonesia khususnya yang cinta NKRI pasti sudah paham apa dan siapa sebenarnya Din Syamsuddin ini dan “kaitannya” dengan HTI pendukung khilafah!
Jika tulisan ini viral, lalu Din Syamsuddin “ngeles” bahwa dia menghadiri acara HTI tersebut sebelum HTI dibubarkan oleh pemerintahan Presiden Jokowi, penulis akan makin ketawa!
Apakah Din Syamsuddin tidak tahu atau pura-pura tidak tahu jika HTI yang merupakan bagian dari Hizbut Tahrir Internasional adalah kelompok yang secara terang-terangan melakukan perebutkan kekuasaan (kudeta) yang sah di beberapa negara?
Pada tahun 1947 di Mesir, kader Hizbut Tahrir di sana yang bernama Sallih Sirriya mengorganisir 100 orang untuk melakukan kudeta yang berujung pada insiden berdarah di tengah panasnya politik Mesir menghadapi permusuhan dengan Israel. Hingga akhirnya Presiden Mesir Anwar Sadat ditembak oleh organisasi radikal Tanzim al-Jihad pada tahun 1981.
Di Irak dan Suriah selama tahun 1962-1963, Hizbut Tahrir berusaha menyusup ke dalam badan militer Suriah dan Irak seiring guncangan politik akibat konflik dengan Israel. Namun kudeta tersebut gagal dan berujung pemidanaan beberapa tokoh Hizbut Tahrir di kedua negara.
Bahkan jejak digital kudeta yang dilakukan oleh Hizbut Tahrir di beberapa negara bisa dibaca lengkap di https://kumparan.com/@kumparannews/deretan-upaya-kudeta-oleh-hizbut-tahrir
Lalu, apakah seorang Profesor sekelas Din Syamsuddin tidak tahu sejarah jejak digital perebutan kekuasaan (kudeta) yang dilakukan oleh Hizbut Tahrir selama ini?
Din Syamsuddin "Membela" HTI
Ada yang ingat jika Din Syamsuddin ini pernah "membela" Felix Siaw yang merupakan salah satu pentolan HTI?
Ketika pihak Ansor NU menolak ceramah Felix Siaw di Mesjid Balaikota (Jakarta), Din Syamsuddin ini malah "membela" Felix Siaw dengan mengatakan itu tidak bagus?! Sumber
“Waduh, enggak bagus. Jangan saling tolak menolaklah. Semua warga punya hak dalam kehidupan masyarakat kita ini," kata Din Syamsuddin.
Bahkan Din Syamsuddin juga “kepanasan” ketika pemerintahan Presiden Jokowi ingin memecat para dosen yang terlibat dengan HTI. Sumber
Din Syamsuddin juga mengatakan tidak bijak jika pemerintah meminta PNS anggota HTI untuk mundur?! Sumber
Itulah beberapa contoh nyata “pembelaan” Din Syamsuddin kepada HTI dan pengikutnya selama ini…
Akhir kata, penulis ingin menyampaikan bahwa penulis bukan seorang simpatisan, kader atau “antek” khilafah jadi penulis TIDAK AKAN pernah menghadiri acara yang dibuat oleh HTI…!
Penulis juga tidak akan pernah membela orang-orang HTI di Indonesia, karena bagi penulis mereka hanya “parasit” yang hidup sesuap nasi di Indonesia tapi malah ingin mendirikan khilafah!
Alhamdulillah, dua ormas Islam terbesar di Indonesia yaitu NU dan Muhammadiyah sepakat tolak khilafah di Indonesia! Sumber
Jadi sudah paham siapa sebenarnya Din Syamsuddin yang “bangga” hadir dan berorasi dalam acara HTI yang merupakan bagian dari Hizbut Tahrir Internasional yang sudah terbukti beberapa kali melakukan perebutan kekuasaan (kudeta) di beberapa negara. Din Syamsuddin juga pernah "membela" HTI dan pengikutnya selama ini!
Wassalam,
Nafys
Sumber Utama : https://seword.com/politik/benarkah-din-syamsuddin-pendukung-hti-khilafah-WtpSPpoNDT
Novel Bamukmin Sebut Gerakan HTI Santun & PDIP Radikal, Ciri Khas Kadrun Mikirnya Terbalik
Sungguh nasib manusia memang tidak ada yang tahu. Dulu siapa sangka si tukang mebel yang tinggal di kota kecil Solo, dan bukan merupakan keturunan ningrat seperti Prabowo, eh sekarang malah jadi presiden.
Dan lucunya lagi, si keturunan ningrat itu yang justru dikalahkan oleh-nya dua kali berturut-turut di Pilpres.
Pasca kalah melulu, sekarang do’i malah jadi pembantu Presiden Jokowi.
Kemudian siapa sangka juga, si pelayan yang dulu pernah bekerja di perusahaan makanan milik Amerika, Pizza Hut, Novel Bamukmin sekarang malah jadi Ketua Media Center PA 212.
Mengenai PA 212 ini mungkin pembaca Seword sudah tahu semua.
Ntuh kelompok Kadrun yang suka mikirnya terbalik.
Ngomongnya bela Islam tapi yang dilakukan malah bela Prabowo dan Anies. Ngomongnya netral dan tidak berpihak ke partai mana pun, tapi sang Imam Besarnya, Rizieq Shihab malah sibuk mengendorse Partai Berkarya dan Titiek Soeharto.
Termasuk juga mereka menyuarakan pembukaan masjid di musim Covid-19 ini, tapi yang dilakukan malah shalat di jalan raya.
Jadi lucu banget. Lebih lucu lagi dari lihat video si Pandji Pragiwaksono yang ngangguk-ngangguk dengar Anies ngebacot soal tolak reklamasi itu.
Belum lagi junjungannya yang diangkat menjadi Imam Besar umat Islam Indonesia itu. Eh malah kabur ke Arab Saudi pasca tersandung kasus chat enak bersama Firza Husein.
Memang gak ada habis-habisnya kalau membahas PA 212 ini.
Nah baru-baru ini, si Novel Kadrun ini kembali menampilkan pola pikirnya yang terbalik itu lho.
Tanpa pikir panjang, ia mengatakan bahwa gerakan HTI yang telah dibubarkan oleh pemerintah itu santun, sementara PDIP radikal. Kwkwkwk
"Kami melihat HTI di Indonesia ini tidak ada unsur daripada berbuat makar, mereka adalah gerakan dakwah, dan sampai saat ini mereka paling santun. Dibandingkan PDIP, waduh luar biasa mereka melakukan tindakan-tindakan radikal," ujar Novel Bamukmin seperti tanpa bersalah saat ia berbincang dalam akun YouTube Tagar TV.
Setelah ngomong ngawur gitu, Novel pun lagi-lagi membela HTI.
Ia mengatakan bahwa HTI itu tidak pernah terlibat anarkis.
Beda dengan PDIP yang menurutnya telah berupaya melakukan tindakan makar karena ikut serta mewacanakan RUU HIP.
Salah satu tokoh FPI itu pun menuding PDIP terlibat dalam aksi pengrusakan bendera Partai Demokrat di Riau pada 2018 silam.
"HTI sampai saat ini tindakan radikal sedikit pun tidak ada. Tapi PDIP hari ini telah berbuat makar dengan RUU HIP, mereka melakukan aksi anarkisme terhadap bendera Demokrat. Justru hal itu tidak ada di HTI," lanjutnya lagi dalam video itu.
Sebenarnya cukup berbahaya apa yang disampaikan Novel ini, yakni dia menuduh PDIP telah merusak bendera Partai Demokrat tanpa bukti.
Jelas ini adalah fitnah.
Nanti kalau dilaporkan Dewi Tanjung ke polisi, baru tahu rasa dia.
Lagian juga kok ngomongnya PDIP hendak makar?
Ini mau menjatuhkan PDIP atau mau melawak?
PDIP itu kan partai penguasa. Kadernya Jokowi jadi presiden. Bagaimana mau makar?
Sedangkan definisi makar itu adalah perbuatan atau usaha menjatuhkan pemerintah yang sah.
Masa mereka yang berkuasa mau menjatuhkan diri sendiri?
Kan Jaka Sembung bawak golok. Alias gak nyambung lu kampret!
Justru yang dilakukan oleh PA 212 saat demo menyuarkan ‘lengserkan Jokowi’ itulah yang disebut makar.
Polisi saja yang belum mau menggarap kalian, karena masih ada pertimbangan lain. Kalau bukan karena itu, Slamet Ma’arif, Bamukmin, Ansufri Idrus Sambo, Haikal Hassan dan lain-lain itu sudah lama sekamar dengan Bahar bin Smith di Nusakambangan.
Dan yang setuju RUU HIP itu dibahas bukan hanya PDIP doang kok, tapi hampir seluruh partai yang ada perwakilan di DPR. Bahkan PKS pun turut setuju awalnya.
Kok hanya PDIP yang diserang?
Ketahuan banget kalau bencinya sama partai berlambang banteng moncong putih itu sudah diubun-ubun. Sehingga ngomongnya pun ngawur. Pakek logika terbalik. Kwkwkw
Kemudian, siapa bilang HTI itu tidak makar?
Mereka sudah mengharamkan demokrasi kok yang dianut Indonesia saat ini. Karena menganggap demokrasi itu dibuat oleh manusia dan sistemnya tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Tidak hanya itu saja, Pancasila juga mereka haramkan.
Logikanya, kalau menolak RUU HIP dengan alasan akan menodai Pancasila, seharusnya mereka juga menolak HTI ini yang jelas-jelas ingin menghapuskan Pancasila di negeri ini.
Tapi begitulah Kadrun. Logikanya kacau balau. Persis seperti makan nasi plastik, sulit untuk dicerna oleh akal sehat.
Lalu, apakah betul Hizbut Tahrir itu santun dan cinta damai seperti anak reggae?
Tidak ferguso. Itu hanya bacot Bamukmin saja.
Silahkan buka di link di bawah ini kalau tidak percaya.
https://id.wikipedia.org/wiki/Hizbut_Tahrir
Organisasi ini terlibat dalam politik kebencian dan intoleransi, memberikan pembenaran terhadap aksi kekerasan dan bom bunuh diri demi tegaknya ideologi khilafah, menuduh negara-negara barat melancarkan perang terhadap umat Islam, serta menyerukan penghancuran terhadap umat Hindu di Kashmir --orang Rusia di Chechnya dan orang Yahudi di Israel, --sampai khilafah Islamiyah menurut versi mereka itu benar-benar terwujud.
Jadi pertanyaannya, kenapa HTI tidak berbuat anarkis di Indonesia?
Karena belum dapat momentumnya saja.
Eh belum sempat berbuat, tapi keburu dibubarkan oleh Presiden Jokowi.
Kadrun Kadrun, ngomongnya cinta NKRI tapi yang dilakukan kok malah membela HTI?
Ternyata ada yang lebih berbahaya lagi dari virus Corona itu, yakni virus congorna Kadrun.
Sumber :
https://www.tagar.id/novel-bamukmin-sebut-gerakan-hti-santun-pdip-radikal
Sumber Utama : https://seword.com/umum/novel-bamukmin-sebut-gerakan-hti-santun-and-pdip-Lb6CO9ZnWD
Nasib Tragis Enggal Pamukty, Penggugat Jokowi Atas Covid-19
Sebuah pelanggaran hanya bisa dikatakan sebagai satu pelanggaran jika dilaporkan, diperiksa, diadili atau disidangkan, kemudian diputuskan oleh Hakim di Pengadilan bahwa tindakan tersebut telah terbukti melanggar sebuah pasal dalam undang-undang dan/atau peraturan, atau telah melanggar sebuah norma kemasyarakatan. Seribu satu macam pelanggaran tidak akan menjadi sebuah pelanggaran, jika tidak ada orang atau pihak yang berani melaporkan ke kepolisian, atau menggugat ke Pengadilan. Lalu lama-lama pelanggaran yang tidak dilaporkan ini berubah menjadi sebuah kebiasaan. Padahal kalau dilaporkan atau digugat, pelanggaran itu akan menjadi sebuah pelanggaran dan menjadi yurisprudensi untuk menjadi dasar pelaporan atau gugatan atas pelanggaran yang serupa.
Contoh nyata, pada masa pandemik corona ini, banyak sekolah yang mengeluarkan siswanya dengan alasan orangtua siswa tidak membayar SPP. Padahal di dalam peraturan dan Undang-Undang Sisdiknas jelas ada larangan bagi sekolah untuk mengeluarkan siswa, kecuali si siswa terbukti melakukan tindak pidana. Kasus penahanan ijazah dan/atau menolak siswa untuk mengikuti ujian karena tidak membayar SPP, sering pula terjadi. Dan lagi-lagi, tindakan penahanan ijazah dan/atau penolakan ujian siswa oleh sekolah, pun dilarang oleh peraturan dan Undang-Undang. Tapi sekarang ini, ketiga hal itu sudah dipandang “biasa” oleh pihak sekolah, bahkan oleh Dinas Pendidikan sekalipun.
Ya itu tadi, karena dari ribuan kasus pengeluaran siswa atau penahanan ijazah, tidak ada pihak yang melaporkan atau menggugat sekolah. Padahal jika orangtua mau menggugat sekolah yang mengeluarkan anaknya, dasar hukumnya sudah jelas ada, yaitu UUD 1945 Pasal 31 butir (a).
Lain lagi dengan yang dilakukan oleh Enggal Pamukty, seorang pedagang eceran yang menggugat class action Presiden Jokowi dengan tuduhan bahwa presiden telah melakukan kelalaian fatal dalam mengantisipasi masuknya virus corona ke Indonesia. Dan Gugatan Class Action ini diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 1 April 2020 dan teregister dengan nomor PN JKT.PST-042020DGB.
Apa yang dilakukan oleh Enggal Pamukty adalah kebalikan dari analogi yang saya uraikan sebelumnya. Belum genap 1 bulan, sejak Presiden Jokowi mengumumkan kasus pertama positif covid-19 di Indonesia, tanggal 2 Maret 2020, Enggal sudah menggugat orang nomor satu di Indonesia. Pada keterangannya, Enggal Pamukty menyalahkan pemerintah karena adanya program mendatangkan turis di masa pandemi covid-19, yang dianggapnya sebagai satu tindakan melecehkan akal sehat dan membahayakan rakyat Indonesia. Padahal menurut Badan Pusat Statistik (BPS), tercatat jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) atau turis menurun drastis hingga hampir 50% pada bulan Maret 2020.
Namun, hingga hari ini, gugatan tersebut masih belum terdengar perkembangannya, sementara kehidupan Enggap Pamukty sudah mulai kembang kempis. Dari cuitan @KafirRadikalis katanya sekarang Enggap Pamukty menjadi penjual kardus. Begitu isi tuitannya :
“… Ekonomi memburuk. Pasca menggugat @jokowi berubah drastis hidup @EnggalPMT jadi makin sulit. But life must go on. Kini Enggal alih profesi jadi penjaul kardus (jendral) bekas. Salut sama Enggal yang menolak tawaran suap dari beberapa oknum pejabat”.
Pertanyaan saya, apa hubungannya antara menggugat Jokowi dan kehidupan Enggal Pamukty sekarang? Yang namanya ekonomi menurun drastis, tak hanya dialami oleh Enggap Pamukty saja. Tapi dialami oleh semua pelaku ekonomi di dunia. Tak hanya di Indonesia, tapi di dunia!! Lagi pula, yang namanya berurusan dengan hukum, Enggal Pamukty dituntut untuk bersikap jeli dalam memenuhi hukum acara formil, kalau mau gugatannya diproses oleh pengadilan.
Kalau si Kafir Radikal mengatakan “Salut sama Enggal yang menolak tawaran suap dari beberapa oknum pejabat”, yang mau menyuap si Enggal ini pejabat yang mana dan untuk apa menyuap dia? Menyuap Enggal untuk mencabut gugatannya? YA ga masuk akal. Sejarah Indonesia mencatat kok, kalau Presiden Jokowi adalah seorang Presiden yang 3 kali kalah dalam persidangan 3 gugatan yang diajukan oleh rakyatnya untuk 3 kasus yang berbeda.
Keterpurukan kehidupan Enggal Pamukty bisa jadi diakibatkan karena ulahnya sendiri. Mungkin dia merasa gengsi untuk memanfaatkan bantuan-bantuan yang dikucurkan pemerintah Jokowi selama pandemi covid-19 ini. Karena dari dana sebanyak Rp 600T, bahkan Rp 800T, alokasi untuk Kementerian Kesehatan hanya kurang dari Rp 90T, selebihnya digunakan untuk UMKM, dan stimulus ekonomi lainnya.
Dalam menyikapi pandemi covid-19 ini, rakyat dituntut untuk percaya bahwa virus itu benar-benar ada, dituntut untuk patuh dan menjaga keamanan kesehatan diri masing-masing, serta dituntut untuk aktif dalam mencari informasi bantuan dari pemerintah atau bantuan masyarakat lainnya. Tidak berdiam diri lalu rejeki jatuh dari langit.
In any case, saya turut prihatin, tak hanya pada kondisi Enggal Pamukty tetapi pada semua pihak yang terdampak covid-19, termasuk diri saya sendiri. Namun sekali lagi, kondisi seperti saat ini tidak hanya dihadapi oleh Indonesia sendiri, tetapi dihadapi oleh 230 negara lain di dunia. Dan semua negara-negara itu pun menghadapi masalah yang sama dengan alur yang berbeda. Kita harus berusaha membantu Negara ini agar segera terlepas dari wabah, sekecil apapun bantuan yang bisa dilakukan. Seperti John F. Keneddy bilang, "Jangan tanya apa yang sudah Negara berikan padamu, tapi tanya apa yang sudah kamu berikan pada Negara".
Sumber Utama : https://seword.com/umum/nasib-tragis-enggal-pamukty-penggugat-jokowi-atas-0lfAqrcmdt
Kocak! Pengamat Ini Sebut Purnomo Di-Covid-kan Agar Gibran Menang Di Solo!
Sebenarnya saya hendak menulis hal lain soal pencalonan Gibran dalam Pilwakot Solo. Hal yang lebih serius. Namun, ketika sedang membaca berbagai artikel berita soal Gibran, saya malah menemukan sesuatu yang koplak, yang lucu. Yakni pernyataan seseorang yang katanya merupakan pengamat politik dan hukum. Saya juga sering mengutip pernyataan berbagai pengamat, namun tidak pernah bertemu dengan pernyataan seaneh ini. Dan terus terang nama pengamat ini juga baru saya tahu. Mungkin saya saja yang kudet ya.
Soal majunya Gibran di Pilwakot Solo memang melahirkan banyak reaksi. Dapat dipastikan bahwa yang anti-Jokowi akan melontarkan tuduhan dinasti politik. Sudah deh itu pasti. Kalau pro-Jokowi, pasti sudah mengenal karakter Presiden Jokowi dan keluarganya. Sangat jauh dari KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme). Kalau Presiden Jokowi sampai mempraktekkan KKN, isu ini sudah “ditembakkan” dari dulu. Sudah habis lah Presiden Jokowi dan keluarga diserang dengan isu KKN. Namun, karena memang tidak ada dan sulit mencari buktinya, maka isu PKI lah yang jadi paling sering “ditembakkan”. Dulu pernah kan Mahfud MD memberi pernyataan bahwa Presiden Jokowi dan anak-anaknya tidak pernah korupsi. Kalau sampai pernah korupsi, bahkan kalau sampai kecipratan sedikit saja, maka sudah pasti bakal jadi sasaran buat “digoreng”. Tapi ya memang nggak ada, apanya yang mau digoreng kan.
Jadi ketika akhirnya Gibran diusung oleh PDIP secara resmi dalam Pilwakot Solo, ini melahirkan kesempatan buat banyak pihak yang anti-Jokowi buat melempar isu dinasti politik. Lha wong sukses tidaknya, terpilih tidaknya Gibran nanti 100% tergantung dari hasil pilihan warga Solo kok. Sementara dari Gibran sendiri maupun Presiden Jokowi tidak ada pemaksaan buat warga Solo buat memilih Gibran kok. Sama saja kan dengan ketika AHY maju di Pilgub DKI Jakarta tahun 2017 silam. Dinasti politik dari Hong Kong?
Ya tuduhan soal dinasti politik itu memang tidak logis. Sama tidak logisnya dengan pemujaan terhadap Anies, seakan-akan Anies ini bekerja nyata buat warga Jakarta. Padahal kita juga tahu gimana nggak becus dan mencla menclenya sang gubernur santun ini. Lho kok merambat ke Anies? Karena sang pengamat yang saya bilang koplak pernyataannya itu ternyata memuja Anies hehehe…. Nah kan ketahuan juga benang merahnya.
Siapa sih pengamat ini. Pernyataannya itu saya temukan di media wartaekonomi.co.id dan law-justice.co, yang mereka kutip dari Rmol Sumber Sumber. Si pengamat ini disebut dari Universitas Nasional, namanya Saiful Anam. Menurut Saiful Anam, status positif Covid-19 yang dialami oleh Wakil Wali Kota Solo, Achmad Purnomo disengaja. Tujuannya untuk memuluskan langkah Gibran agar tidak punya saingan dalam Pilwakot Solo 2020. "Bisa jadi Purnomo sengaja di-covid-kan demi memuluskan langkah Gibran untuk memenangkan Pilkada Solo," katanya, dikutip dari Rmol. "Tapi, apa mau Gibran menang tanpa lawan? Saya kira tidak seru juga lawan kotak kosong atau misalnya lawan tak sebanding," lanjutnya. Menurut dia, lawan yang bisa menandingi kekuatan Gibran di Pilkada Solo adalah Purnomo sendiri. Itu istilah “di-covid-kan” yang bikin saya auto-ngakak hahaha…
Berikut beberapa jejak digital pernyataan Saiful Anam, sebagai tambahan gambaran kecenderungan arah pengamatannya.
“Pakar Politik Saiful Anam Sebut Anies Baswedan Pelopor PSBB” dilansir fajar.co.id
“Pengamat: Ada 3 Kader Demokrat yang Bisa Digaet Jokowi jadi Menteri” dilansir harianterbit.com
Achmad Purnomo menyatakan dirinya positif Covid-19 pada hari Jumat lalu (24/7). Sebelumnya Purnomo menjalani 2 kali tes swab PCR. Pertama pada hari Jumat (17/7) dan hasilnya negatif. Kemudian pada hari Sabtu besoknya (18/7) Purnomo kembali mengikuti tes swab PCR atas arahan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surakarta. Hasilnya positif. Nah, hasil ini lah yang disampaikan oleh Purnomo pada hari Jumat (24/7) itu Sumber. Pernyataan Saiful Anam di atas itu dikeluarkan pada hari Sabtu (25/7).
Nah, yang tidak diketahui oleh Saiful Anam adalah, bahwa pada hari Jumat itu (24/7) Purnomo kembali menjalani tes PCR di rumahnya, yang dilakukan oleh tenaga medis dari RS Kasih Ibu. Hasilnya adalah negatif. "Hasilnya baru dikirim ke rumah saya kemarin malam, sekitar jam tujuh," katanya saat dihubungi melalui telepon oleh cnnindonesia.com pada Selasa (28/7) Sumber. Walaupun hasil tesnya negatif, Purnomo tetap menjalani karantina mandiri di rumahnya hingga tanggal 2 Agustus nanti.
Jadi? Otomatis hasil tes Purnomo yang terakhir ini meruntuhkan pernyataan Saiful Anam di atas. Walaupun tanpa hasil tes tersebut, sudah jelas pernyataan Saiful itu sangatlah absurd. Apa dasarnya? Hasil test PCR kan ada dokumentasinya. Kalau berani menduga (baca : menuduh) bahwa status positif itu adalah disengaja, Saiful Anam harus punya bukti kuat. Menurut saya, seorang pengamat harus bisa mempertanggungjawabkan dugaannya dengan argumen yang kuat. Tidak sekedar ngomong.
Kalau cuma ngomong, apa bedanya Saiful Anam dengan Musni Umar? Rektor Universitas Ibnu Chaldun yang kerap kena batunya gara-gara cuitannya yang sensasional absurdnya. Sehingga Musni Umar mendapatkan predikat “rektor terbodoh” dari para netizen +62. Bahkan cuitannya pernah masuk dalam daftar hoaks yang diumumkan oleh Kominfo Sumber. Memalukan bagi kalangan akademisi maupun dari institusi tempat dia bekerja. Tulisan ini sekedar hiburan sih. Asal kita tahu saja.Sumber Utama : https://seword.com/politik/kocak-pengamat-ini-sebut-purnomo-di-covid-kan-CUrz2s3mAJ
Re-post by Migo Berita / Rabu/29072020/11.40Wita/Bjm