Migo Berita - Banjarmasin - PROTES dengan AKHLAK atau dengan KEKERASAN tak BerAKHLAK .. !!! (SELAMAT TINGGAL TAHUN 2020).
Seluruh Jajaran Migo Berita mengucapkan SELAMAT TINGGAL TAHUN 2020, SELAMAT DATANG TAHUN BARU 2021 , Semoga Langkah kita semakin mengarah kepada AKHLAK yang Mulia.
Membunuh Radikalisme, Menyelamatkan Umat
Hari ini FPI secara resmi dibubarkan pemerintah. Meski tindakan ini sebenarnya amat-sangat terlambat, namun tetaplah harus disyukuri. Better late than never, kata orang Inggris. Lebih baik telat daripada tidak sama sekali. Sebab bila dibiarkan dan tak terkendali, maka dalam waktu yang tidak lama, negeri ini akan menjadi seperti Suriah!
Ormas ini muncul memanfaatkan momentum yang diberikan era reformasi. Begitu Soeharto turun takhta, keran kebebasan di berbagai aspek terbuka lebar. Pemaham agama beraliran fundamental radikal, yang di masa Soeharto tiarap, kini bebas mengajarkan agama sesuai yang mereka pahami.
Sayangnya, kebanyakan ajarannya bukan mengarahkan supaya umatnya semakin menghargai manusia dan kemanusiaan yang beragam dan penuh warna. Namun sebaliknya berusaha menjauhkan pengikutnya dari kehidupan yang bermartabat dan damai sejahtera.
Mereka mendoktrin bahwa hanya ajaran agama versi merekalah yang benar dan diridhoi oleh Allah. Pihak-pihak yang berbeda, dituding sesat, haram, dan layak dimusuhi, dan dimusnahkan. Pemerintah yang menganut sistem demokratis disebut thogut, dan tidak sepantasnya dipatuhi.
Sejauh itu negara tidak ambil peduli, dan bahkan melakukan pembiaran atas apa pun yang mereka lakukan. Situasi ini dimanfaatkan betul oleh mereka dengan berusaha mencari pengikut sebanyak-banyaknya, melebarkan jaringan, termasuk dengan menyusup ke berbagai elemen masyarakat. Penceramah agamanya leluasa mengadakan ceramah-ceramah. Sangat beda dengan di era Soeharto, di mana naskah atau bahan khotbah disensor dulu oleh penguasa.
Maka tidak heran jika di era Soeharto, para ustadz, kiai, ulama atau apapun namanya itu, hampir semua membawakan khotbah yang pro pemerintah dan mengagungkan Soeharto. Yang berani kritis, maka nasib dan keselamatannya tidak terjamin. Sampai-sampai Abubakar Baasyir kabur ke Malaysia, dan kembali setelah Soeharto tumbang.
Di era Orde Baru, karena nyaris semua pemuka agama memuja Soeharto dalam setiap ceramah atau khotbah, tidak heran jika seluruh rakyat pun begitu memuja dan mencintai penguasa yang kini dikenang sebagai otoriter tersebut.
Bandingkan dengan zaman sekarang, di mana penceramah agama radikal itu bebas dan leluasa mengumbar ajarannya. Karena bagi mereka demokrasi, Pancasila, keberagaman itu thogut mereka lalu menuding bahwa pemerintah dan segala perangkatnya itu "musuh" Allah.
Di situlah akar masalahnya mengapa Jokowi begitu dibenci sebagian masyarakat, yang padahal tidak pernah dirugikan oleh pemerintah lewat suatu kebijakan misalnya. Contohnya adalah istri-istri tentara yang mengumbar kebenciannya terhadap pemerintah dan Jokowi lewat medsos. Bagaimana bisa mereka membenci pemerintah sementara mereka sendiri hidup sejahtera dari gaji suami mereka?
Itu karena dalam khotbah-khotbah penceramah radikal itu, Jokowi disebut-sebut sebagai antek asing, anti-agama, pembenci ulama, komunis, dan lain sebagainya. Para pendengar yang berjiwa polos itu seolah terhipnotis oleh suara yang bersemangat dari oknum penceramah yang terdengar fasih mengutip ayat-ayat dalam kitab suci. Orang-orang lugu itu pun teracuni hati jiwa dan pikirannya, sehingga menjadi pembenci pemerintah dan Jokowi.
Tanpa sadar mereka telah menjadi korban dari penceramah agama radikal yang sering mengisi acara-acara di lingkungan mereka. Merajalelanya penceramah agama radikal, karena kebanyakan stasiun televisi memberikan panggung bagi mereka untuk tampil secara rutin. Suara mereka yang menggelegar, tegas, lugas tanpa tedeng aling-aling menyatakan sesuatu, menarik minat dan perhatian.
Alhasil peminat dan pemirsanya pun banyak. Selanjutnya, mereka-mereka inilah yang kerap diundang mengisi acara siraman rohani di organisasi, perusahaan, lembaga swasta, bahkan instansi pemerintah. Contohnya, Tengku Zulkarnain yang sudah bertahun-tahun "mengajar" di KPK. Belum lama terbongkar pula si Haikal Hasan yang menjadi "langganan" JNE dalam urusan ceramah agama.
Ironisnya, penceramah agama yang bersuara lembut, yang senantiasa mengajak damai dan toleransi, mengajarkan umatnya supaya mencintai bangsa dan negara, mematuhi para pemimpin bangsa, justru tidak laku di televisi. Sebaliknya penceramah radikal telah menguasai ruang-ruang publik.
Para anggota masyarakat yang jiwa dan pikirannya sudah teracuni doktrin sesat dari oknum penceramah agama itu, semua pasti bergabung dalam ormas semacam FPI, HTI dan parpol yang sepaham. Sebab ideologi dan sepak terjang ormas ini memang klop dengan pemahaman mereka soal agama versi oknum penceramah beraliran radikal itu.
Sebenarnya sangat mengenaskan menyaksikan banyak anak bangsa yang seolah-olah menjadi zombie karena telah terpapar racun agama. Padahal agama itu sejatinya mengajarkan dan menganjurkan kedamaian dan cinta kasih, toleransi terhadap sesama. Itulah esensi agama.
Seorang beragama harusnya memancarkan kesejukan dan kedamaian. Namun yang diperlihatkan oleh umat yang sudah teracuni doktrin sesat radikalis itu malah sebaliknya. Atas nama agama dan Tuhan, mereka memperlihatkan wajah-wajah beringas saat melakukan aksi demo. Apapun dilabrak apabila tidak sesuai dengan kemauan mereka. Mengerikan!
Contoh nyata adalah Rizieq Shihab sendiri yang adalah pentolan FPI yang paling berpengaruh saat ini. Sosok dan perilaku orang ini sangat jauh dari apa yang dituntut oleh ajaran agama. Dia terbiasa memaki, memfitnah, menghina, menista dan mendoakan hal-hal buruk menimpa orang lain yang tidak dia sukai.
Apakah perilaku semacam itu sesuai dengan tuntunan agama? Sama sekali tidak. Agama mengajarkan orang untuk berlaku sabar ketika mendapatkan ketidakadilan atau dizolimi. Sementara kelompok mereka ini jauh dari sikap itu. Bahkan sebaliknya mereka gemar menjadi hakim dan penghukum siapa saja yang tidak sesuai dengan mereka.
Tindakan mereka jelas sesat dan menyimpang dari ajaran agama! Namun banyak orang yang telanjur kepincut karena pikiran dan jiwa mereka sudah terpapar racun radikalisme itu.
Maka ketika akhirnya pemerintah membubarkan FPI dan melarang segala aktivitasnya -- termasuk menggusur pesantren ilegal di Megamendung itu -- adalah upaya mulia untuk menyelamatkan umat dari kesesatan.
Sumber Utama : https://seword.com/umum/membunuh-radikalisme-menyelamatkan-umat-wS79PIGyvA
Dono; Aktivis, Akademisi, atau Sekadar Komedian?
Drs. H. Wahjoe Sardono, M.S. adalah nama lengkap selengkap-lengkapnya dari seorang yang lebih dikenal sebagai "Dono", anggota dari kelompok lawak Warkop DKI. Pemilik "K" dan "I" dibelakang "D" adalah rekan sekaligus seniornya, "Kasino", dan "Indro", sebagai yang paling junior.
Bergabung dengan Warung Kopi Prambors yang didirikan setahun sebelumnya, pada 1975 Dono bersama Kasino dan Nanu, menjadi penyiar di radio Prambors (Prambanan Mendut Borobudur dan Sekitarnya), dalam acara yang bergaya obrolan di warung kopi.
Acara tersebut berhasil menarik hati pendengar karena obrolan ringan dan humor cerdas yang mereka lontarkan. Terlebih diselipi kritik pada penguasa waktu itu, yang mana sesuai dengan latar belakang mereka sebagai mahasiswa Universitas Indonesia.
Keberadaannya waktu itu, yakni Dono sebagai mahasiswa Sosiologi dan anggota Mapala UI, memang sangat pas bila Dono kemudian menjadi mahasiswa yang kritis. Dono ikut berdemonstrasi dalam aksi-aksi mahasiswa tahun 1970-an. Dono seorang aktivis.
Ketika kuliah di Universitas Indonesia itu, Dono juga bekerja di bagian redaksi surat kabar terutama sebagai karikaturis. Dono juga pernah ikut mendirikan majalah secara independen. Majalah yang tak terikat dengan birokrasi kampus, dan dibiayai secara mandiri.
Bersama majalah independen itu, senat mahasiswa yang biasanya dikuasai HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) atau GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia) yang dianggap tidak bebas. Mereka terkait dengan agama atau ideologi tertentu.
Berhasil. Rezim HMI dan GMNI tumbang dalam suatu pemilihan ketua senat.
Dono terus menggeluti dunia jurnalistik. Kemudian Dono bergabung dengan koran resmi kampus UI bernama Salemba pada 1976. Salemba hadir berkat berbagai upaya pembungkaman pers besar setelah kerusuhan dalam peristiwa Malari (Malapetaka Lima Belas Januari) 1974.
Salemba menjadi media pengontrol kekuasaan waktu itu. Orde Baru yang otoritarian menjadi sasaran kritik dari Dono. Ibu negara dan militer menjadi salah satu sasaran empuk dari kritik seorang Dono.
Akibat sikap kritis Dono itu, rumah orang tuanya di Delanggu sempat disatroni pihak keamanan negara. Ayahnya yang mengetahui sepak terjang Dono malah membela pilihan sikap anaknya itu. “Saya juga polisi, saya dulu juga intel. Dan saya yakin anak saya tidak akan makar. Dia hanya menyuarakan kebenaran,” kata ayah Dono.
Pada tahun kelimanya sebagai mahasiswa, Dono diangkat sebagai asisten dosen Prof. Selo Soemardjan, guru besar sosiologi UI dan Bapak Sosiologi Indonesia. “Ketika itu asisten Prof. Selo cuma dua. Saya duluan, setelah itu Dono masuk. Banggalah kami. Apalagi kami berasal dari daerah,” kata Paulus Wirutomo, yang sekarang menjadi guru besar Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI. Prof Selo tak sembarang memberikan kesempatan mengajar kepada mahasiswanya. “Kalau tidak pintar, nggak mungkin kami diberi kepercayaan mengajar,” jelas Paulus.
Sebagai asisten, mereka bertugas mengajar kuliah kelompok. Namun jika Prof. Selo berhalangan hadir dalam kuliah umum, merekalah yang menggantikan.
Selepas dari kampus, Dono masih aktif menulis. Tulisan kritik dalam bentuk artikel dan kisah romansa dalam novel-novelnya.
Pendapat-pendapat Dono masih memperlihatkan dirinya yang cerdas. Dikutip dari Historia, dalam artikel “Komedian itu Dewa Kecerdasan” di Kompas, 4 April 1994, Dono berpendapat, “Secara sosial mungkin humor masih ditempatkan pada kedudukan bawah, sebab para komedian banyak yang berlatar belakang sosial yang tidak tinggi.”Pendapatnyapun didukung oleh latar belakang pendidikan sosiologinya. Menyikapi adegan lawak tentang pembantu, Dono menulis, “Bagaimanapun pembantu tetap pembantu. Ia tak mampu bermobilisasi ke atas. Tetapi apakah ada yang memahami itu sebagai fenomena sosial? Rasanya hanya terbatas bagaimana terbahak-bahak saja...”
Melihat jenis komedi yang demikian Dono berpendapat, “Status sosial tampaknya menjadi penting dalam kehidupan kita. Siapa yang bicara dan bukan apa yang dibicarakan, masih menjadi gaya hidup kita.”
Sementara untuk novel, yang pertama adalah Balada Paijo, terbit pada 1987. Buku keduanya berjudul Cemara-Cemara Kampus. Pada dekade 90-an novel Dono terbit lagi, Bila Satpam Bercinta (1991) dan Dua Batang Ilalang (1999). Dan terakhir, pada 2009 terbit novel keempatnya, Senggol Kanan Senggol Kiri.
Dari artikel dan novel-novelnya, jelas menunjukkan betapa Dono memang cerdas. Yang seketika citra tersebut menjadi runtuh begitu kita melihat Dono dalam film-filmnya. Dari 34 film Warkop yang dibintanginya, Dono selalu menjadi sosok bloon dan ndeso.
Semua jelas tak lepas dari penampakan diri dan logat medhoknya. Wajahnya sangat unik dan ikonis, sementara logat Jawanya juga turut mengundang senyum. Kemasan Dono memang menjadikannya lebih mudah dalam mengundang tawa.
Kelucuan bahkan seolah sudah menjadi bagian hidup Dono. Salah satunya adalah soal jodohnya. Iya, Dono bahkan menemukan jodohnya atas bantuan permainan jailangkung, saat masih SMP.
Titi Kusumawardhani, yang kemudian menjadi istrinya, baru ditemuinya saat menjadi mahasiswa baru Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Universitas Indonesia, tahun 1974.
**
Dono Warkop yang lahir di Delanggu, Klaten, Jawa Tengah, 30 September 1951, pada 30 Desember 2001 meninggal di Jakarta, tepat 19 tahun yang lalu. Dono meninggal akibat kanker paru-paru.
Kelucuan Dono pada akhirnya memang masih bisa dinikmati hingga saat ini, melalui rekaman lawak kasetnya. Atau melalui film-filmnya bersama Warkop DKI, yang awam lebih dikenal sebagai "film Dono".
https://historia.id/kultur/articles/dono-dan-novel-novelnya-PKlXx
Sumber Utama : https://seword.com/umum/dono-aktivis-akademisi-atau-sekadar-komedian-VxBZP6ZllA
FPI Akhirnya Masuk Tong Sampah!!!
Setelah beberapa waktu lalu Pemimpin Front Pembela Islam ( FPI) Rizieq Shihab dijebloskan masuk ke dalam penjara, hari ini giliran ormas FPI itu sendiri yang masuk tong sampah alias dibubarkan oleh pemerintah.
Keputusan ini disampaikan langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam hari ini Rabu, 30 Desember 2020.
"Pemerintah melarang aktivitas FPI dan akan menghentikan setiap kegiatan yang dilakukan FPI," kata Mahfud MD.
Pestanya bubaaaaaaarrrrr!!!
Dengan adanya keputusan semacam ini, itu artinya FPI adalah organisasi haram yang terlarang di Indonesia. FPI setara dengan PKI.
Saya jadi senyum-senyum sendiri dengan cara Tuhan bekerja. Ormas yang selama ini begitu mudahnya mengharamkan saudara sebangsanya sendiri akhirnya justru jadi organisasi haram di negaranya sendiri.
Tuhan memang Maha Asik.
Jika kita urut ke belakang, dengan jujur kita harus mengakui pembubaran FPI ini berawal dari keberanian seorang perempuan bernama Nikita Mirzani.
Awalnya, Nikita membuat video di Instagram Storiesnya mengeluhkan ramainya orang yang menjemput kepulangan Habib Rizieq. Nikita juga menyebut Habib Rizieq Syihab sebagai tukang obat. Hal ini langsung membuat para pendukung imam besar FPI itu geram dan mengancam melaporkan Nikita ke polisi.
Ngga heran sih. Selama ini FPI memang sudah terbiasa petantang petenteng sok paling jago, paling suci, paling berhak atas Tuhan dan surga. Dengan sombongnya mereka menghina Nikita. Para pendukung FPI ini tak sadar di sinilah awal kehancuran mereka. Mereka pikir Nikita tipe perempuan sinetron ketika digertak langsung mewek nangis berderai-derai ketakutan.
FPI salah perhitungan. Nikita Mirzani ternyata perempuan pemberani yang urat takutnya sudah putus. Dengan gagah Nikita meladeni perang cuitan dengan Ustaz Maaher At-Thuwailibi.
Bukannya sadar sedang masuk dalam jebakan betmen, FPI justru terus makin kalap menghina Nikita. Perang kata antara Nikita dan Maaher ikut dibicarakan Rizieq di atas panggung peringatan Maulid Nabi meski tidak secara spesifik menyebut nama Nikita Mirzani.
Di sinilah rakyat jadi tercelik dan jadi muak semuak-muaknya pada FPI yang sudah menodai kesakralan Hari Maulid Nabi dengan kata lonte yang diucapkan ulang berulang. Rakyat akhirnya tahu siapa penista agama yang sesungguhnya.
Tak cukup hanya menghina Nikita, Rizieq di hadapan para jemaah FPI nya juga menghina aparat hukum negara. Mulut jahatnya bablas blong ngga ada remnya.
Di titik inilah segalanya bergulir tak bisa dibendung lagi.
Kemunculan Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, keberanian Panglima Kodam (Pangdam) Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman, dan ketegasan TNI yang mencopot bahkan merobek-robek baliho Rizieq Shihab langsung menular pada Polri.
Tanpa ragu polisi menembak mati 6 laskar FPI karena melakukan penyerangan kepada polisi, lanjut menjebloskan Rizieq Shihab ke dalam penjara.
TNI Polri solid!!!
Tak cukup sampai di situ. Hari ini pemerintah ingin menutup semua rangkaian kejadian yang membahagiakan rakyat ini dengan status happy ending story.
Dengan kompak, enam pejabat nomor satu dari lembaga dan kementerian negara menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang pembubaran dan penetapan Front Pembela Islam (FPI) sebagai organisasi terlarang. SKB bernomor 220-4780 tahun 2020, Nomor M.HH-14.HH.05.05 tahun 2020, Nomor 690 Tahun 2020, Nomor 264 Tahun 2020, Nomor KB/3/XII/2020, Nomor 320 Tahun 2020 Tentang larangan kegiatan, penggunaan simbol dan atribut serta penghentian kegiatan FPI.
Enam orang tersebut adalah Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Komunikasi dan Informatika Jhony G Plate, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Kapolri Jendral Idham Azis, Jaksa Agung ST Burhanuddin dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Boy Rafly Amar.
SKB inilah yang menjadi dasar resmi bagi pemerintah untuk melakukan pelarangan dan pembubaran setiap kegiatan organisasi yang digawangi Rizieq Shihab. Berkat SKB ini, mulai sekarang masyarakat bisa melapor jika menemukan FPI melakukan kegiatan. Polisi juga berhak membubarkan setiap kegiatan FPI.
TNI Polri sore ini juga langsung gercep mendatangi Markas FPI di Petamburan, Jakarta. Polisi berpakaian lengkap dengan senjata laras panjang berjaga di sekitaran kantor Sekretariat FPI. Baliho besar dan atribut FPI yang terpasang di sekitar markas FPI langsung diturunkan.
Lihatlah cara Tuhan bekerja. Ormas yang sudah terbiasa sombong dan songong sweeping-sweeping seenak udelnya, hari ini kena batunya. FPI sendiri akhirnya harus merasakan kena sweeping ketegasan pemerintah.
Jujur saya sangat bahagia dengan kenyataan yang seperti ini. Dendamkah saya pada FPI??? Sama sekali tidak!!!
Lalu kenapa saya sangat bersukacita dengan pembubaran FPI yang diawali dari umpan lambung seorang Nikita Mirzani???
Just info, hingga hari ini FPI memang belum melengkapi persyaratan yang membuat FPI tidak bisa mengantongi perpanjangan izin. FPI bermasalahan terkait Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) FPI terkait pencantuman istilah khilafah dalam AD/ART.
Tak sulit bagi saya menerangkan di bagian ini. Garuda Pancasila yang sedang mencengkeram pita bertuliskan Bhinneka Tunggal Ika melintas gagah di depan mata saya.
Inilah jawabannya kenapa saya bersukacita dengan pembubaran FPI hari ini. Warga Negara Indonesia sejati takkan pernah rela melihat Pancasila digagahi ideologi lain apapun itu termasuk ideologi khilafah.
Hari ini kesaktian Pancasila kembali terbukti. Pancasila sebagai dasar negara sudah tak bisa ditawar lagi. Siapapun yang berani mempermainkan apalagi mengutak atik Pancasila ingatlah nasib FPI hari ini. Masuk tong sampah!!!
Garuda Pancasila, akulah pendukungmu. Partiot Proklamasi, sedia berkorban untukmu. Saya Indonesia, Saya Pancasila. Merdekaaaaa!!!
Sumber referensi:
Sumber Utama : https://seword.com/umum/fpi-akhirnya-masuk-tong-sampah-nbeExbGZ6w
Bedanya Artis/Pejabat Korea Selatan dan Artis/Pejabat Indonesia Saat Tersandung Kasus
Kasus 'lama' yang kembali menghangat setelah ditetapkannya Gisella Anastasya dan Michale Yukinobu Defretes alias MYD sebagai tersangka atas kasus video seks yang sudah terlanjut tersebar beberapa waktu yang lalu.
Kasus yang menimpa Gisella bukanlah yang pertama, beberapa tahun yang lalu netizen +62 juga sempat dihebohkan dengan kasus serupa, Ariel Noah vs Cut Tari atau Ariel Noah vs Luna Maya.
Disini saya tidak ingin menghakimi perbuatan mereka yang menurut sebagian besar rakyat +62 tidak bermoral, saya sendiri masih banyak dosa, lalu untuk apa mengurusi dosa orang lain.
Kali ini saya ingin membahas tentang "Shock Culture" antara dua negara Korea Selatan dan Indonesia saat publik figurnya baik itu artis ataupun pejabat yang tersandung kasus tindak pidana.
Korea Selatan
Kasus pornografi tidak melulu tentang video seks yang tersebar secara tiba-tiba, kasus terbaru di Korea Selatan sana terjadi pada tahun 2019, tepatnya pada tanggal 26 Februari 2019 lalu K-Popers dihebohkan dengan kasus Burning Sun yang melibatkan 13 orang dan 4 diantaranya adalah artis papas atas Korea, yaitu Seungri (ex Bigbang), Choi Jong Hoon (ex Ft. Island), Yoon Jun Hyung (ex Highlight), dan Lee Jong Hyun (ex CN Blue).
Mari kita bahas satu persatu dari ke empat artis tersebut.
• Seungri Seungri menjadi perbincangan saat muncul kasus pemukulan, pelecehan seksual, dan dugaan pengedaran narkoba di club Burning Sun. Kasus tersebut mencuat ke publik pada 26 Februari 2019, SBS funE merilis percakapan Kakao Talk Seungri, Yoo In Suk eks CEO Yuri Holdings, dan seorang pegawai di tahun 2015 melakukan percakapan yang mengindikasi mereka menyewa prostitusi untuk investor dari luar negeri.
Dan pada 11 Maret 2019 Seungri mengumumkan mundur dari Big Bang dan sekaligus pensiun dari dunia entertainment. Seungri pun ditetapkan sebagai tersangka dan Kepolisian Metropolitan Seoul mengeluarkan larangan pada Seungri agar tidak bisa meninggalkan Korea.
• Choi Jong Hoon 13 Maret 2019, Choi Jong Hoon merupakan nama seleb ketiga yang terungkap terlibat dalam kasus grup yang sama dengan Seungri, Jung Joon Young, dan orang-orang lainnya. Selain membahas soal konten seksual di grup dengan bahasa yang kasar, terungkap juga kalau adanya dugaan Choi Jong Hoon melakukan suap dibantu member grup untuk menutupi kasus mabuk saat berkendara pada tiga tahun silam.
Setelah dipastikan kalau Choi Jong Hoon memang terlibat dalam grup ini dan juga sekaligus dugaan suap, ia resmi keluar dari FT Island sekaligus pensiun dari dunia hiburan pada 14 Maret 2019.
• Yoon Jun Hyung Nama Yong Jun Hyung juga terungkap terlibat dalam kasus Jung Joon Young ini karena terdapat bukti percakapan antara mereka yang membahas soal wanita.
14 Maret 2019, Yong Jun Hyung resmi mengumumkan kalau dia keluar dari HIGHLIGHT. Rapper sekaligus musisi ini mengakui perbuatannya yang memang tahu soal video seks Jung Joon Young dan merasa malu atas tindakannya karena itu ia memutuskan untuk introspeksi diri dan meninggalkan grup.
• Lee Jong Hyun Nama Lee Jong Hyun ikut terseret dalam skandal grup percakapan bernada seksual bersama Seungri, Jung Joon Young, dan Choi Jong Hoon. Jong Hyun diketahui turut merekam video secara diam-diam saat berhubungan badan dengan seorang perempuan dan membagikannya ke grup chat. Nggak hanya itu, Jong Hyun juga mengaku telah tidur dengan beberapa perempuan sekaligus dan memamerkannya ke grup chat tersebut.
Setelah skandalnya menyebar, FNC Entertainment mengumumkan kini Lee Jong Hyun tak lagi menjadi bagian dari CNBLUE. Agensi tersebut juga merilis pernyataan yang dibuat oleh Jong Hyun sendiri. Surat itu berisi permohonan maaf sekaligus mengumumkan pengunduran dirinya dari CNBLUE.
Jong Jyun mengumumkan keluar dari boyband CNBLUE pada Rabu (28/8) malam, menyusul kontroversi terkait pesan vulgar yang ia kirim lewat akun media sosial.
Kasus tersebut juga bukan kasus pertama yang terjadi di Korea Selatan akan tetapi dalam sejarahnya para publik figure baik artis maupun pejabat Korea Selatan yang terjerat kasus apapun baik itu pornograf, suap dan lain sebagainya mereka secara berani mengakui kesalahannya dan meminta maaf pada publik, mengundurkan diri dari agency serta mengumumkan untuk pensiun dari dunia keartisan.
Selain itu artis Korea Selatan yang tersandung kasus tidak pernah mendapatkan wawancana dari media untuk mengklarifikasi ataupun membela diri, media Korea akan menutup akses untuk artis tersebut, tidak ada podcast, tidak ada press conference (kecuali prescon untuk minta maaf dan mengumumkan pengunduran diri dari dunia entertain).
Lalu apa bedanya dengan kasus yang sama saat terjadi pada artis Indonesia?
Indonesia
Contoh kasus terbaru adalah kasus Gisella dan MYD, saya inget bagaimana Gisella menyangkal bahwa wanita dalam video tersebut adalah dirinya, bahkan Gisella juga memuji wanita tersebut dengan mengatakan "Cewek itu mulus banget. Saya kan udah pernah ngelahirin punya anak. Gak semulus itu. Saya mah banyak belang-belangnya. Ngaco, ngaco. Cuma gimana pun saya udah rugi," katanya.
Inilah kenyatan di negara berflower, Saat ada salah satu artis Indonesia yang tersandung kasus pornografi, video mesum dan kawan-kawannya sudah bisa dipastikan 100% mereka akan menyangkal dengan segala drama tangis menangis di media bahwa itu bukan dirinya.
Artis yang berkasus juga akan mendapatkan undangan dari media baik itu televisi, youtube dan kawan-kawannya untuk memberikan klarifikasi, atau lebih tepatnya media memberikan panggung bagi si artis untuk menyangkal perbuatannya.
Di Indonesia Tidak ada permintaan maaf kepada publik dari artis yang tersandung kasus baik itu kasus pornografi, narkoba, suap, korupsi dan sebagainya.
Terakhir saat kasus mereka selesai mereka bisa kembali terjun dalam dunia entertain tanpa harus menutup muka karena malu. Akan ada banyak tawaran bagi artis yang "berkasus", seolah-olah kasus mereka itu hanyalah sebuah prestasi yang wajib diapresiasi dan diberi penghargaan.Sumber Utama : https://seword.com/sosbud/bedanya-artispejabat-korea-selatan-dan-artis-zkrsHSeSSc
FPI Jilid 2 Is Born, Tapi Ga Didaftarkan. Ini Sih Bikin Kelompok Arisan....
Tak pakai menunggu lama, pada hari yang sama, 19 pentolan eks Front Pembela Islam mendeklarasikan kelompok baru yang diberi nama Front Persatuan Islam, beberapa jam setelah Front Pembela Islam dinyatakan sebagai Ormas Terlarang. Sayang... bukannya membentuk sesuatu yang lebih besar, para pentolan eks. Front Pembela Islam, malah seperti sedang membuat kelompok arisan. Pasalnya, mereka bersepakat untuk tidak mendaftarkan diri ke Kementerian Dalam Negeri.
Memang jika mereka mengacu hanya pada Putusan MK No.82/PUU-XI/2013, siapapun Warga Negara Indonesia memiliki hak untuk membentuk sebuah perkumpulan dan masih bisa disebut sebagai sebuah organisasi kemasyarakatan atau ormas, tanpa keharusan untuk didaftarkan ke kementerian terkait. Namun, dalam keputusannya, MK juga menyatakan bahwa Ormas yang tidak mendaftarkan diri pada instansi pemerintah yang berwenang tidak mendapat pelayanan dari pemerintah (negara), tetapi negara tidak dapat menetapkan Ormas tersebut sebagai Ormas terlarang, atau negara juga tidak dapat melarang kegiatan Ormas tersebut sepanjang tidak melakukan kegiatan yang mengganggu keamanan, ketertiban umum, atau melakukan pelanggaran hukum.
Mengacu pada putusan MK di atas, lalu kita menghubungkannya dengan pembentukan perkumpulan Front Persatuan Islam, maka apa yang selama ini menjadi ranah giat Front Pembela Islam, tak bisa lagi dilakukan oleh Front Persatuan Islam, karena kondisi perkumpulan yang tidak didaftarkan pada instansi pemerintah terkait. Sementara kalimat yang saya tebalkan yaitu sepanjang tidak melakukan kegiatan yang mengganggu keamanan, ketertiban umum, atau melakukan pelanggaran hukum, memiliki artian bahwa jika terjadi pelanggaran, maka tindakan yang dilakukan adalah berdasar pada undang-undang yang dilanggar dan diproses hukum sebagaimana prosedur umum proses hukum. Artinya, kelompok atau perkumpula yang tidak terdaftar, tidak bisa dipandang sebagai subjek hukum, karena perkumpula tersebut tak memiliki hak atau legal standing untuk melakukan perbuatan hukum, seperti mengajukan gugatan perdata atau melakukan pelaporan polisi. Semua perbuatan hukum yang dilakukan oleh anggota perkumpulan yang tidak berbadan hukum dan tidak terdaftar akan dipandang sebagai perbuatan person to person. Di samping itu, kalau mau bikin kegiatan itu harus minta ijin keramaian pada kepolisian, lalu Front Persatuan Islam, mau bilang apa untuk minta ijinnya? Pura-pura mau mengadakan acara kendurian atau arisan massal?
Terkait tujuan ormas, pada pendapatnya, MK menyatakan bahwa ormas yang tidak berbadan hukum dan tidak terdaftar bebas untuk menentukan tujuan pendirian ormas, selama tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
Sebuah perkumpulan tanpa badan hukum dan tidak didaftarkan ke instansi pemerintah terkait, dibolehkan untuk melakukan kegiatan yang bersifat nirlaba murni. Jadi jual beli jasa demo tidak lagi bisa dilakukan oleh Front Persatuan Islam. Bagaimana dengan minimarket 212 atau usaha lain di bawah bendera 212?
Selama ini, nama PA 212 tidak pernah lepas disandingkan dengan nama FPI. Pada semua kesempatan, Novel Bamukmin sebagai Wasekjen PA 212 selalu menyatakan "PA 212 bersama anggota FPI akan terus berjuang membela negara dan agama Islam di Indonesia". Sementara jika kita kembali mengacu pada putusan pemerintah terkait status FPI sebagai ormas terlarang, dengan jelas disampaikan bahwa segala aktivitas FPI di Tanah Air menjadi terlarang, dan PA 212 adalah bagian dari FPI.
Lucunya, sejauh ini Front Pembela Islam memandang bahwa keputusan pemerintah menstatuskan FPI sebagai ormas terlarang hanya karena SKT FPI yang tidak diperpanjang. Padahal, kita semua tahu bahwa dasar dari keputusan pemerintah itu adalah hasil evaluasi kegiatan FPI selama FPI berdiri yang ternyata banyak sekali melakukan pelanggaran hukum, tindakan pidana dan yang utama adalah **AD/ART FPI yang dengan gamblang menyatakan bahwa visi dan misi ormas FPI adalah penerapatan syariah Islam secara kaffah di bawah naungan khilafah Islamiah menurut manhaj nubuwwah melalui pelaksanaan dakwah, penegakan hisbah dan pengamalan jihad.**Dan rakyat Indonesia adalah saksi dari implementasi visi dan misi FPI selama ini.
Masih dengan sikap melecehkan negara dan undang-undang yang ada, para pentolan eks FPI berpikir bahwa pendirian Front Persatuan Islam akan membuat mereka mampu "menari" tarian yang sama dengan musik yang sama. Padahal sedianya negara sudah memperhitungan setiap porsi yang diberikan akan diukur dengan pemenuhan dari persyaratan. Apalagi selama ini negara Indonesia sudah kecolongan, ada organisasi kemasyarakatan tapi bertingkah melebihi sebuah partai politik.
Dengan status dan kondisi Front Persatuan Islam yang tidak berbadan hukum dan tidak terdaftar, paling-paling kegiatannya tak akan beda dengan kelompok ibu-ibu arisan atau kelompok bapak-bapak pencinta gowes.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/fpi-jilid-2-is-born-tapi-ga-didaftarkan-ini-sih-v6ATHUWiN3
Jebret! Presiden Jokowi Gulung Rizieq-JK-Anies-FZ, Rakyat Pun Hepi!
Pemerintah Presiden Jokowi jungkir balik mengatur agar roda ekonomi yang melambat karena pandemi masih bisa berputar. Para warga masyarakat pun lebih memikirkan diri, keluarga, dan tetangganya. Ketimbang mengulik pilihan politik maupun soal SARA. Hanya orang-orang tertentu yang masih saja mabuk agama, mabuk SARA dan keras kepala, yang tetap garang dengan pilihannya. Bahkan di Pilkada 2020 yang mestinya mengusik kembali pilihan politik, bentrokan sangat minim. Pilkada dinilai sukses dan aman. Protokol kesehatan pun terjaga.
Nah, kita tahu bahwa selain warga masyarakat yang masih mabuk SARA itu, ada pula para elite politik yang memancing di air keruh. Kira-kira begitu ya peribahasanya. Sementara pemerintah dan rakyat berjuang menghadapi pandemi, mereka ini malah memanfaatkan “kesibukan” itu, untuk mengejar kepentingan pribadi dan kelompoknya. Ada yang memakai alasan sebagai oposisi, ada pula yang memakai alasan kebebasan berpendapat. Mereka menyerang kebijakan Presiden Jokowi. Memaksakan lockdown, berdeklarasi membentuk KAMI (masih ingat KAMI kan?), bikin demo besar di tengah pandemi dan tentu saja memulangkan sang imam besar Rizieq Shihab. Buat apa lagi kalau bukan untuk menciptakan chaos, yang ujung-ujungnya adalah memakzulkan Presiden Jokowi.
Untungnya, kita punya presiden yang cool, nggak baperan, nggak sensi, nggak gampang terintimidasi dan punya kemampuan “main catur” tingkat tinggi, serta keras kepala (tapi buat rakyat lho ini). Presiden Jokowi tidak mau dipaksa untuk lockdown, apalagi terpengaruh sama deklarasi retjeh ala KAMI. Yang receh-receh itu tidak pake lama, gebrak sekali dua kali langsung “koit”. Namun, ada pula yang perlu “treatment” agak lama.
Seperti poros JK-Anies-Rizieq. Kita sudah bicara strategi politik di sini. Apa pun yang dikatakan oleh JK, entah itu soal lockdown, sentimen anti-China, hingga soal Rizieq. Semua tidak pernah ditanggapi dengan balasan kata-kata oleh Presiden Jokowi. Sama saja dengan Anies. Semua tahu bagaimana Anies memainkan narasi lewat konferensi pers dan wawancaranya dengan media asing. Seakan yang kerja hanya Anies, yang benar hanya Anies, dan itu berlawanan dengan pemerintah pusat. Paling hanya anak buah Presiden Jokowi yang menanggapinya. Apalagi soal Rizieq. Mereka ini nggak level untuk ditanggapi langsung oleh seorang Presiden Jokowi, hehehe… Bahkan Fadli Zon, si tukang nyinyir itu, malah dikasih bintang penghargaan sama Presiden Jokowi.
Kita pun sudah paham bahwa strategi politik yang diambil Presiden Jokowi, bukanlah frontal dengan bermain kata-kata. Namun dengan langkah-langkah yang bikin lawan maupun rakyat terkedjoet. Kita sih terkejut hepi dong. Walaupun awalnya gemeeesss gitu ya. Kok bisa Rizieq diterima kembali di tanah air? Kok bisa massa pengikut Rizieq diperbolehkan menyambutnya di bandara? Kok bisa Fadli Zon nyinyir terus padahal Prabowo/Gerindra sudah jadi bagian dalam pemerintahan Jokowi? Kegemesan itu dijawab Presiden Jokowi dengan pertunjukan ciamik di sebuah panggung, di mana rakyat menjadi penonton yang berharap untuk diberi kejutan. Kita pun dikasih kejutan demi kejutan.
Dari pencopotan para pejabat di Polri terkait kerumunan massa Rizieq. Mahfud MD yang kalau bikin konferensi pers suka memberondong lawan, des des des! Gimana rasanya kena “peluru” dari Mahfud MD? Tanya sama Kang Emil ya hehehe… Rakyat lalu disuguhi dengan turut sertanya TNI mencopoti baliho Rizieq. Baliho yang biasanya jadi simbol supremasi Rizieq dan FPI. Sekarang berubah robek, compang camping, ditarik-tarik aparat TNI. Sementara para laskar/pendukung FPI tak mampu berkutik, hanya melihat dari jauh.
Gantian Polri yang maju. Ketika aparat Polri diserang, 6 laskar FPI tewas. Insiden ini memang rawan untuk diolah dan dibelok-belokkan jadi soal HAM. Dibuat narasi playing victim oleh Rizieq dan FPI. Tapi hati rakyat sudah mantap untuk mendukung TNI dan Polri. Yang ada Rizieq lah yang terdesak. Apalagi tiba-tiba saja dirinya malah ditetapkan jadi tersangka terkait kerumunan di Petamburan. Rizieq akhirnya menyerah. Para pengikutnya hanya sanggup bikin demo kecil-kecilan di berbagai daerah, pertanda tidak ada bohir. Penahanan Rizieq ini sekaligus “memukul” JK. Karena sebelumnya JK memuja Rizieq sebagai pemimpin karismatik. Dan ternyata ucapan JK tidak terbukti. Tidak ada gelombang aksi demo massa besar-besaran minta Rizieq dibebaskan. Malah Polri dapat banyak karangan bunga tuh. Makjleb!
Sampailah Presiden Jokowi pada saat yang tepat untuk melakukan reshuffle kabinet. Hal yang memang sudah ditunggu-tunggu sejak berbulan-bulan lalu. Dan saatnya untuk sekalian “memukul” Anies dan Fadli Zon. Pemilihan Gus Yaqut jadi Menteri Agama sangat menohok bagi mereka yang suka memainkan politik identitas. Apalagi buat FPI/Rizieq. Bikin pingsan kali.
Pemilihan Risma jadi Menteri Sosial sangat menohok buat Anies. Baru dipilih, Risma sudah blusukan di Jakarta. Ke tempat-tempat yang tidak pernah dijangkau Anies. Risma langsung disambut hangat dan riuh oleh masyarakat dan para netizen. Sebutan calon gubernur DKI pun terlontar. Anies yang katanya lagi kena Covid, eh tiba-tiba sembuh hehehe…
Sementara pemilihan Sandiaga jadi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sangat menohok buat Fadli Zon. Lihat saja meme bikinan para netizen yang ramai menyerang Fadli Zon. Menertawakan Fadli Zon karena tidak terpilih jadi menteri hehehe… Contohnya di bawah ini ya, saya ambil dari Twitter. Kalau Fadli Zon nggak terima dengan meme ini, silakan saja jelajahi Twitter untuk mencari siapa yang bikin. Saya memakai meme di bawah untuk mendasari analisa saya bahwa banyak rakyat/netizen yang tidak suka sama kelakuan Fadli Zon.
Ternyata kejutan tidak berhenti di sana. Kemarin lahir SKB (Surat Keputusan Bersama) dari 6 pejabat negara yang menetapkan FPI sebagai organisasi terlarang. Seakan jadi kado akhir tahun buat semua rakyat Indonesia. Yang sudah gedheg sama kelakuan ormas ini. Ini menohok sekali buat Rizieq, JK, Anies dan Fadli Zon. Rizieq ternyata jadi imam besar organisasi terlarang. JK, Anies dan Fadli Zon ketahuan membela organisasi terlarang. Memalukan sekaligus mengunci langkah mereka. Walaupun mungkin buat sementara ya. Namun ini sudah bikin rakyat, kita, hepi. Rasanya semangat sekali gitu memasuki tahun baru. Siap dengan suasana baru. Dan yakin bahwa Presiden Jokowi selalu siap pasang badan buat rakyatnya, menghadapi musuh-musuh baru. Selamat Tahun Baru semuanya.Sumber Utama : https://seword.com/politik/jebret-presiden-jokowi-gulung-rizieq-jk-anies-fz-ISYr0TQylW
Eddy Harriej : "FPI Otomatis Bubar Sejak 20 Juni 2019"
Memahami fakta hukum yang dikemukakan Wamenkumham, Eddy Harriej terasa sangat segar, terkait dasar pemikiran kenapa baru kali ini pemerintah berketetapan melarang segala bentuk kegiatan kepada Front Pembela Islam.
Fakta hukum itu diantaranya, sejak tanggal 20 Juni 2019, sebenarnya secara otomatis Front Pembela Islam tidak lagi dianggap sebagai Organisasi massa, melainkan hanya perkumpulan semisal arisan ibu-ibu atau majelis Taklim biasa. Keberadaan mereka tetap dijamin oleh Undang-undang, namun sebagai Organisasi massa yang memiliki nomor daftar di Kemendagri, otomatis gugur karena tidak mampu memenuhi persyaratan yang diajukan pemerintah.
Celakanya, baik Imam besar mereka, kuasa hukum yang terkesan sok pintar-pintar itu, tak sedikit pun menyadarinya. Bahkan seorang legislator tambun yang bernama Fadli Zon, ternyata gagal paham sama sekali tentang keberadaan FPI, hingga keluarnya SKB tanggal 30 Desember kemarin.
Jika dipikir-pikir, Fadli Zon ternyata berkoar-koar di ranah publik adalah sekedar menyuarakan pembelaannya kepada kumpulan yang kelasnya tak lebih tinggi dari kelompok arisan itu tadi. Jadi coba kita renungkan, dengan status dia yang mentereng dan memiliki konstituen bejibun itu, cara pandang politiknya benar-benar jeblok.
Dengan segala bentuk kedangkalan pengetahuan hukumnya, komplotan yang bernama Front Pembela Islam, sekaligus para pemuja dan pembelanya, benar-benar dihempaskan oleh pernyataan Eddy Harriej, yang menganggap pelarangan kali ini semata-mata karena mereka telah terbukti melanggar hukum, ketertiban masyarakat dan dengan pongahnya pula melawan alat negara.
Lebih parah lagi ketika penandatangan SKB itu ada Kepala BNPT, yang mengindikasikan FPI memang memenuhi syarat untuk dikategorikan sebagai organisasi teroris. Lengkaplah sudah, Fadli Zon secara kasat mata telah menghadirkan dirinya sebagai pembela organisasi teroris.
Yang sangat mengherankan, ketika mereka tak lagi memiliki legal standing sebagai Organisasi massa, kok berani-beraninya menyebut tak perlu pengakuan terdaftar dari Kemendagri, katanya status itu hanya jika mereka ingin mendapatkan kucuran APBN, beu... Tegasnya, pemerintah hanya perlu mengeluarkan larangan, tanpa proses pengadilan segala, untuk memerintahkan seluruh alat negara melucuti atribut dan kelengkapan organisasi FPI. Bahkan jika dikaitkan dengan status pengelola pesantren Markaz Syariah di Megamendung, tampaknya kini mereka tak punya kekuatan hukum apapun. Jadi silakan kalau PTPN VIII ingin mengambil alih pesantren itu, misalnya dijadikan perumahan karyawan, yang diyakini akan menambah rasa nyaman pegawai mereka.
Kepergian Rizieq Shihab tiga tahun lalu memang dampaknya sangat jauh, karena baru terasa kini, urusan pengadministrasian bekas ormas ini menjadi amburadul, yang repotnya tidak mereka sadari sedari awal. Anehnya, para pembela mereka seperti masih punya nyali ketika menyatakan akan mengajukan gugatan hukum atas keputusan pemerintah itu.
Kita sih Cuma merasa geli saja, saking ingin mendapatkan honor sebagai kuasa hukum, peluang yang minus pun mereka tawarkan kepada klien yang sedang panik menghadapi nasib buruknya itu. Kalau dipikir secara jernih, untuk urusan apa mereka mengajukan gugatan hukum? Toh status kliennya tak lagi dijamin oleh Undang-undang, mbok tak ditemukan daftarnya sebagai Organisasi, masak harus memaksakan diri bahwa kami adalah Organisasi yang sah secara hukum?
Memang fakta hukum tentang FPI ini menjadi ladang publik menggali ilmu hukum, karena kita seperti dicerahkan oleh pemandangan yang sangat transparan. Cermati saja, mereka yang terlihat mapan dari segi predikat akademisnya saja, ternyata luput dari memahami bahwa gerombolan yang tak lebih mentereng dari majelis taklim itu, hanya perlu sedikit jurus untuk dinyatakan sebagai kumpulan terlarang.
Masa lalu memang sangat memabukkan jika dibarengi rasa congkak dan takabur. Merasa mereka dahulu didukung penuh oleh penguasa, seakan-akan waktu yang beputar kencang itu tak akan berpengaruh apapun kepada masa kejayaan mereka.
Banyak demo-demo yang meminta ketegasan pemerintah untuk membubarkan FPI, namun selalu mental karena dianggap belum cukup alasan meluluskannya, para pemuja Habieb mesum itu pun merasa diri sebagai sakti mandraguna.
Lalu ketika hukum secara objektif membuktikan, bahwa FPI hanyalah kumpulan biasa, yang hanya terlihat kuat ketika sedang bergerombol, kini tampak seperti daun kering yang gugur diterpa angin sepoi-sepoi. O-alah sejuknya... Maka mari kita senandungkan lagu merdu, karena telah terbayang di tahun depan tak bakalan ada lagi gerombolan melakukan sweeping, jika mereka tak khawatir digeruduk massa.
Sumber Utama : https://seword.com/umum/eddy-harriej-fpi-otomatis-bubar-sejak-20-juni-GLQ3xLWEIE
Ending Sempurna: Rizieq Dipenjara Kasus Chat Mesum
Melihat nasib Rizieq dan FPI hari ini, seperti sebuah keajaiban. 6 orang FPI ditembak mati oleh Polisi. Rizieq ditangkap dan ditahan polisi karena kasus kerumunan. Tak lama berselang, pesantrennya di Megamendung mau diambil alih oleh negara, karena ternyata pesantren milik Rizieq itu dibangun di atas tanah milik negara. Lalu hari ini, Pemerintah secara resmi menyatatakan bahwa FPI adalah ormas terlarang.
FPI sebagai ormas sudah dibubarkan. Lalu hari ini semua kegiatan dan simbol FPI dilarang di tanah Indonesia.
Belum selesai sampai di situ, kasus mesum Rizieq juga kembali dilanjutkan. Menariknya, kayaknya kali ini Rizieq juga akan kena. Kita bisa lihat dari kode alam yang cukup jelas dan mengejutkan.
Gisel dan MYD resmi jadi tersangka atas kasus video seks yang sempat viral belakangan ini.
Bahwa video seks tersebut dilakukan saat Gisel masih menjadi istri Gading, itu urusan rumah tangga. Tapi yang menarik dari kasus ini adalah dua pelaku, Gisel dan MYD, jadi tersangka.
Jika dibandingkan dengan kasus Ariel vs Luna Maya dan Cut Tari, ini agak berbeda. Dulu hanya Ariel yang mendekam di penjara.
Alasan hukum perihal perbedaan perlakuan ini pun tidak terlalu penting. Karena ini bukan jamannya Ariel, ini jamannya Rizieq.
Terkait chat mesum, foto telanjang Firza dan rekaman percakapan “hantam-hantaman” dengan Rizieq, yang akan kembali diproses hukum, pada prakteknya harus menetapkan Rizieq dan Firza sebagai tersangka. Sekaligus. Tidak bisa salah satunya. Seperti yang dialami oleh Gisel dan MYD.
Rizieq pernah dipenjara di jaman Megawati. Dipenjara lagi di jaman SBY. Maka kalau Rizieq dipenjara di era Jokowi, sebenarnya itu biasa saja.
Masalahnya, kasus hukum yang menimpa Rizieq masih belum mampu membuka pikiran pengikutnya. Rizieq masih dipuja sebagai orang suci. Masih dianggap sebagai manusia sempurna dibanding mantan narapidana.
Pembelaan dari pengikutnya, Rizieq dianggap dibungkam oleh penguasa. Lalu dianggap ulama yang lurus karenanya.
Tapi kalau sampai Rizieq dipenjara karena kasus chat mesum dengan Firza, maka segala pembelaan yang selama ini dibenarkan oleh ormas terlarang FPI, tidak akan relevan lagi.
Rizieq yang disanjung dan dimuliakan ternyata mesum juga dengan janda. Itu intinya.
Serangkaian kejadian ini terlihat menakjubkan. Mengingat FPI dan Rizieq punya backup dari elite dan oknum aparat.
Penancapan baliho Rizieq di seluruh penjuru negeri jelas orkestrasi oknum aparat. 3.5 tahun Rizieq di Arab tanpa bekerja juga berkat dukungan oknum aparat dan elite politik.
Tapi hari ini, semua backup tersebut runtuh seketika. Penangkapan Rizieq nyaris tanpa pembelaan. Bohir yang biasanya loyal dan cair, kini mendadak bungkam. Sehingga aksi-aksi pembelaan terhadap Rizieq hanya diikuti oleh segelintir orang-orang tersesat.
Baliho Rizieq dirobek dan dihancurkan. TNI Polri solid bergerak. Menteri Agama diisi oleh Ketua GP Ansor.
Jika pada akhirnya pesantren Rizieq dirobohkan dan diratakan dengan tanah, lalu Rizieq dipenjara karena kasus mesum dengan Firza, jelas ini sebuah skenario yang terlalu sempurna dalam politik. Habis sehabis-habisnya.
Namun pertanyaannya, apakah ketegasan dan keberanian ini baru muncul setelah Prabowo Sandiaga dirangkul masuk ke dalam kabinet? menyisakan dua partai gurem, PKS Demokrat yang tak mampu berbuat apa-apa.
Jika memang iya, maka Fadli Zon harus ditertibkan mulutnya. Agar tidak menebar provokasi atas nama kebebasan berpendapat.
Selain itu, Fadli Zon adalah kader Gerindra. Maka sebagai Partai, Gerindra punya tanggung jawab penuh untuk menertibkan kadernya. Prabowo harus menunjukkan kepemimpinannya.
Kalau Fadli Zon dibiarkan terus memprovokasi, dari kasus 6 orang FPI ditembak mati hingga pelarangan FPI, maka ini akan menunjukkan betapa lemahnya Prabowo sebagai ketum Gerindra. Atau, publik akan menilai Gerindra bermain dua kaki sebagai pengkhianat koalisi. Maka jangan heran kalau dalam Pilkada 2020 kemaren hampir semua calonnya kalah.
Tapi jika tidak, jika ketegasan dan penertiban FPI ini tidak ada hubungannya dengan masuknya Prabowo Sandiaga dalam kabinet, ini jadi lebih menarik. Dan kita akan bertanya faktor apa yang membuat seluruh elemen kompak ‘menghabisi’ Rizieq dan FPI?Sumber Utama : https://seword.com/umum/ending-sempurna-rizieq-dipenjara-kasus-chat-mesum-xwcAHC10oJ
Mengapa Ahmadiyah dan Syiah ?
Pada 6 Februari 2011, tiga orang pengikut Ahmadiyah harus meregang nyawa. Tubuh mereka disabet parang, golok, dilempari batu, dan dipukuli dengan brutal. Belum cukup sampai di sana, jasad mereka ditelanjangi. Peristiwa tragis ini hanya berjarak 6 jam dari Ibukota. Tepatnya di Kampung Pasir Peuteuy, Desa Umbulan, Cikeusik, Pandeglang.
Pagi itu, diperkirakan 1500 orang datang menyerang rumah pengikut Ahmadiyah. Hasilnya, 3 orang pengikut Ahmadiyah tewas, lima lainnya luka berat. Dua belas terdakwa yang terlibat kasus penyerangan dan pembunuhan ketiga pengikut Ahmadiyah ini hanya dijatuhi vonis antara tiga sampai enam bulan saja. Sebuah keputusan yang jauh dari rasa keadilan.
Persekusi bahkan menimpa pengikut Ahmadiyah yang sudah dimakamkan. Pada 3 Maret 2011, warga di Cililin Bandung membongkar makam pengikut Ahmadiyah yang dikubur di TPU Cililin, karena jenazah yang di dalam kubur ini merupakan pengikut Ahmadiyah. Jenazah ini kemudian diangkat dan diletakkan di tanah milik Ahmadiyah.
Lantas bagaimana dengan nasib pengikut Syiah ? Setali tiga uang dengan Ahmadiyah, pengikut Syiah mengalami persekusi, penganiayan hingga salah satu pengikutnya menemui ajal di tangan kelompok radikal. Kejadiannya di Sampang, Madura, Agustus 26 Agustus 2012. Sekitar pukul 08.00 WIB, Kontras memperkirakan 500 orang membawa senjata tajam berupa celurit, pedang, dan pentungan serta bom molotov telah berkumpul di Dusun Nangkernang, Karang Gayam. Untuk mengantisipasi terjadinya kekerasan, Iklil Almilal kakak pertama Tajul Muluk (pemimpin Syiah Sampang) menelepon polisi.
Kepolisian menanggapi laporan Iklil dengan mengirim lima orang personil ke lokasi. Pada pukul 11.00 WIB, pelaku yang telah berkumpul mulai mengadang anak-anak warga Syiah yang mau kembali ke pesantren. Para laki-laki dewasa kelompok Syiah berusaha melindungi anak-anak dan istri mereka. Namun pelaku terus menyerang dengan lemparan batu, bom molotov, dan menikam dengan senjata tajam. Akibat penyerangan tersebut, satu orang bernama Muhammad Khosyim alias Hamama tewas, tujuh orang kritis, serta puluhan orang mengalami luka-luka.
Mengapa penulis perlu menceritakan terlebih dahulu kronologis peristiwa yang menimpa kedua kelompok ini ? Penulis menyadari bahwa manusia tempatnya lupa. Oleh karenanya, penulis sengaja mengingatkan, menyegarkan kembali ingatan masyarakat tentang apa yang terjadi kepada Ahmadiyah maupun Syiah di negeri ini.
Apa yang dialami kedua kelompok tersebut, yang penulis paparkan di awal paragraf ini hanyalah sekilas saja. Banyak sudah masjid dibakar, dirubuhkan, harta yang dijarah, belum lagi kalau kita berbicara tentang pengungsi. Puluhan pengikut Ahmadiyah masih menempati barak-barak pengungsian di Asrama Transito, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Hal yang sama dengan pengungsi Syiah di Sampang, mereka terusir dari kampung sendiri dan menjadi pengungsi di negeri sendiri selama belasan tahun hingga tulisan ini dibuat ! Dan tentu saja yang paling tak ternilai adalah korban jiwa yang melayang.
Inilah mungkin alasan mengapa Menteri Agama (Menag) baru, Gus Yaqut Cholil Qoumas menekankan perlindungannya kepada pengikut Ahmadiyah dan Syiah. Tanpa bermaksud meminggirkan kelompok minoritas lain yang termarginalkan, pembelaan Menag baru ini terhadap hak-hak orang-orang Ahmadiyah dan Syiah sudah tepat. Tinggal kita lihat saja, apakah Gus Yaqut konsisten dengan ucapannya atau tidak ?
Gus Yaqut baru saja dilantik dan dalam pelantikannya, Gus Yaqut berpidato sambil mengutip kata-kata Sayiddina Ali bin Abi Thalib, sahabat Nabi Muhammad Saw, "Saya sering mengutip apa yang disampaikan oleh sahabat Nabi, sahabat Ali Karramallahu Wajhah bahwa barang siapa mereka yang tidak saudara dalam iman adalah saudara dalam kemanusiaan, ini saya kira penting untuk menjadi kesadaran bagi seluruh warga bangsa ini," ujar Gus Yaqut.
Nah, mari kita pantau dan cermati, bagaimana realisasi dari ucapannya tersebut. Sesungguhnya kita beruntung hidup di era internet. Track record seseorang, apalagi jika orang tersebut adalah tokoh masyarakat dengan mudah kita telusuri. Apakah perkataan mereka sekadar lipservice? Apakah ucapan mereka berbanding lurus dengan implementasi yang real di tengah-tengah masyarakat ?
Meski terdengar klise, jabatan memang sejatinya adalah ujian. Jabatan bisa menjadi batu sandungan atau justru energi pendorong seseorang untuk naik ke level yang lebih tinggi. Maka kemudian kita disuguhi tontonan yang ironis, seorang tokoh diangkat menjadi menteri, bupati atau gubernur, alih-alih membuktikan atau menonjolkan prestasinya, sebaliknya justru kebobrokannya mencuat ke permukaan. Kasus-kasus pejabat eksekutif maupun legislatif yang dicokok KPK bukan sekali dua kali terjadi.
Tapi tidak melulu soal korupsi. Satunya kata dengan perbuatan juga dibuktikan dengan sebuah jabatan. Jika sebelumnya, di luar pemerintahan begitu aktif, pro aktif dan terdepan dalam suatu isu, namun ketika sudah masuk, malah melempem seperti kerupuk tersiram kuah soto. Penulis teringat Jalaluddin Rumi. Penyair Persia abad ke-13 ini pernah memperingatkan kita tentang fenomena tersebut :
“Tidak semua tiang gantungan terbuat dari kayu : posisi resmi, status sosial yang terhormat, dan keberhasilan duniawi adalah juga tiang gantungan yang sangat tinggi. Ketika Tuhan menginginkan untuk menangkap seseorang, Dia memberinya kedudukan agung atau kerajaan besar di dunia. Seperti misalnya Firaun, Namrud dan yang menyerupainya. Semua itu bagai tiang gantungan yang ditempatkan Tuhan hingga seluruh manusia semestinya bisa menyadarinya” (2001:257)
KH. Yaqut Cholil Qoumas, yang lebih dikenal sebagai Gus Yaqut atau Gus Tutut, lahir di Rembang, pada 4 Januari 1975. Ia adalah putra dari KH. Muhammad Cholil Bisri, salah satu pendiri PKB, dan adik dari KH. Yahya Cholil Staquf, atau yang dikenal dangan Kiai Staquf, yang merupakan tokoh Nahdlatul Ulama.
Gus Yaqut pernah menduduki Ketua Umum Gerakan Pemuda (GP) Ansor, salah satu sayap pemuda Nahdlatul Ulama. Keputusan Jokowi mengangkat Gus Yaqut dipuji Ulil Abshar Abdalla, seorang cendekiawan muslim yang juga berasal dari NU dan pernah membidani lahirnya Jaringan Islam Liberal (JIL). Ulil menulis cuitan di laman twitternya,
"Gus Tutut @Ansor_Satu adalah Ketua Umum GP Ansor yang membawahi sayap yang paling dikenal publik selama ini, yaitu Banser. Selama dua puluh tahun terakhir ini, Ansor dan Banser adalah gerakan Islam yang berani 'pasang badan' untuk membela kaum minoritas," tutur Ulil Abshar.
Ulil Abshar lantas merinci rekam jejak Ansor dan Banser yang selama ini aktif membela kaum minoritas. Salah satunya, tragedi Riyanto, anggota Banser yang meninggal karena bom meledak di sebuah gereja di Mojokerto. Menurutnya, tindakan Riyanto itu adalah tindakan kepahlawanan yang luar biasa.
Ahmadiyah sendiri memiliki tanggapan sendiri tentang Gus Yaqut. Jemaat Muslim Ahmadiyah melalui juru bicaranya Yendra Budiana menyambut baik kehadiran Menteri Agama yang baru, Yaqut Cholil Qoumas dengan optimisme untuk mewujudkan kehidupan beragama yang lebih damai, toleran dan harmoni.
Yendra mengatakan, kehadiran KH Cholil Yaqut Qaumas sebagai Menteri agama yang baru dengan catatan panjang sikapnya yang toleran dan antidiskriminasi membawa harapan pada semua kelompok pegiat kebebasan beragama berkeyakinan serta mereka yang merindukan kehidupan beragama di Indonesia yang lebih damai dan saling menghormati.
Pertanyaan selanjutnya, yang merupakan inti atau maksud tulisan ini dibuat, mengapa sih harus Ahmadiyah dan Syiah ? Mengapa mereka perlu dibela, mengapa mereka perlu dilindungi hak-haknya ? Bagaimana dengan umat Kristiani yang dipersulit ibadahnya. Bagaimana dengan umat-umat lain yang kesulitan mendapatkan izin pendirian rumah ibadah ? Tidak saja dialami umat Kristiani, tapi umat Hindu juga mendapatkan masalah serupa ? Atau penganut kepercayaan yang sulit mendapatkan kartu identitas ? Tidakkah mereka sama-sama menjadi kelompok termarjinalkan selama ini ?
Baiklah satu persatu. Tentu ada skala prioritas. Bukan berarti fokus dan perhatian Menag baru ini hanya pada pengikut Ahmadiyah dan Syiah. Ini hanyalah langkah awal. Jika kasus-kasus persekusi terhadap kedua kelompok ini bisa diselesaikan dan negara hadir membela mereka, maka kasus-kasus lainnya besar harapan akan didapatkan solusinya. Kita menantikan solusi yang sesungguhnya, bukan solusi yang dipaksakan seperti selama ini terjadi, di mana kelompok Syiah terpaksa terusir, begitu pula kelompok Ahmadiyah yang mengungsi selama belasan tahun. Menjadi pengungsi di negeri sendiri adalah “solusi” yang selama ini dipelihara agar tidak terjadi kegaduhan, namun akar penyebab kegaduhan itu sendiri sama sekali tak tersentuh !
Nah, dengan rekam jejak yang lengkap ini, kita harus optimis. Semoga Menag baru pengganti Fahrul Razi ini tidak hanya memiliki rekam jejak yang memukau semasa yang bersangkutan masih di luar pemerintahan. Gus Yaqut pun harus bersinar di dalam pemerintahan. Ia harus membuktikan bahwa Kementrian Agama ke depan akan menjadi kementrian yang dapat melindungi seluruh agama dan kepercayaan yang ada di Indonesia. Kementrian yang tidak pilih kasih, kementerian untuk semua agama, bukan salah satu agama saja !
Referensi :
https://nasional.kompas.com/read/2011/03/04/14014129/setara.ahmadiyah.menuju.genosida
Buku :
Rumi, Jalaluddin.2001. Yang Mengenal Dirinya Mengenal Tuhannya. Pustaka Hidayah : Jakarta
Sumber Utama : https://seword.com/politik/mengapa-ahmadiyah-dan-syiah-yqIXcH23GF
Menggugat Gerindra Terutama Prabowo
Kita semua tahu bahwa Partai Gerindra, terutama ketua umumnya telah diajak Presiden Jokowi untuk bergabung dalam pemerintahannya. Meskipun kita juga tahu bahwa Prabowo maupun Sandiaga Uno sebelumnya adalah rival Jokowi saat Pilpres yang lalu.
Ketika Prabowo dan Sandiaga Uno telah masuk ke dalam pemerintahan, maka seharusnya tugas dari Gerindra adalah memperjuangkan kebijakan yang telah diambil pemerintah. Karena memang itu seharusnya menjadi sebuah koalisi. Sudah ada kesepakatan bahwa apa pun kebijakan yang diambil koalisi, maka semua anggota koalisi harus turut serta mendukung dan menyukseskan kebijakan tersebut.
Tetapi apa yang diperlihatkan oleh Partai Gerindra sebagai koalisi dari pemerintahan Jokowi, bukanlah sebuah sikap dari sebuah partai koalisi. Meskipun ketua umumnya menjadi bagian dari pemerintahan, tetapi kader dari partai tersebut justru sikapnya berseberangan dengan kebijakan dari pemerintahan.
Sebut saja salah politisi Gerindra yang terus nyinyir kepada pemerintah adalah Fadli Zon, meskipun Fadli Zon tahu bahwa ketua umumnya sendiri berada di pemerintahan.
Fadli Zon terus menerus nyinyir kepada pemerintah terkait tindakan yang diambil pemerintah terhadap ormas radikal seperti FPI. Fadli Zon terus menyalahkan pemerintah ketika TNI menurunkan baliho Rizieq Shihab. Terus ketika polisi menembak mati anggota FPI yang menyerang polisi, Fadli Zon juga menyalahkan pemerintah.
Fadli Zon terus menerus membela FPI, yang kita tahu memang berada pada pihak yang salah. Lalu menjadi pertanyaan kita adalah kenapa Fadli Zon terus membela FPI? Apakah Fadli Zon takut partai Gerindra ditinggal para kadrun? Padahal kita tahu bahwa dengan masuknya Prabowo dan Sandiaga Uno ke dalam pemerintahan, partai Gerindra sudah ditinggalkan oleh kadrun. Lalu untuk apa lagi Fadli Zon mengharapkan dukungan dari kadrun?
Yang terakhir adalah pelarangan ormas FPI berkegiatan di Indonesia. Alias FPI menjadi ormas terlarang di Indonesia seperti HTI dan PKI. Fadli Zon tetap bersuara, bahkan bukan saja Fadli Zon tetapi beberapa politisi Gerindra juga bersuara menentang pelarangan FPI ini.
"Sebuah pelarangan organisasi tanpa proses pengadilan adalah praktik otoritarianisme. Ini pembunuhan terhadap demokrasi dan telah menyelewengkan konstitusi," kata Fadli Zon di Twitter-nya, Rabu (30/12/2020).
"Kami mempertanyakan apakah pembubaran FPI ini sudah dilakukan sesuai mekanisme UU Ormas, khususnya Pasal 61, yang harus melalui proses peringatan tertulis, penghentian kegiatan, dan pencabutan status badan hukum," sebut Habiburokhman dalam keterangannya kepada wartawan.
Pernyataan dari politisi Gerindra baik Fadli Zon maupun Habiburokhman di atas membuat kita semua pingin ketawa. Bagaimana tidak, mereka menuntut agar pelarangan FPI dilakukan oleh pengadilan. Padahal kita semua tahu bahwa ormas FPI ini sudah tidak berkekuatan hukum di Indonesia. Karena ijin FPI sudah kadaluwarsa dan tidak diperpanjang lagi. Sehingga keberadaan FPI sudah tidak mempunyai legal standing lagi di Indonesia.
Lalu mengapa pemberantasan sebuah ormas yang tanpa ijin di Indonesia harus melewati pengadilan? Khan lucu, bukan?
Yang membuat kita heran adalah sikap dari Prabowo sebagai bagian dari pemerintahan Jokowi. Kenapa Prabowo sebagai ketua umum tidak mengambil sikap tegas kepada bawahannya? Seharusnya sebagai bagian dari pemerintah, Prabowo harus menegur bawahannya yang berseberangan dengan sikap pemerintah. Kalau perlu memberikan sanksi yang tegas. Tapi mengherankan Prabowo justru seperti membiarkan tingkah Fadli Zon yang terus nyinyir kepada pemerintah.
Dengan sikap diamnya Prabowo, memberikan kesan bahwa apa yang dilakukan oleh Fadli Zon adalah atas perintah dari Prabowo. Karena bagaimana pun juga Fadli Zon adalah bagian dari partai Gerindra, sebuah partai yang sekarang menjadi bagian dari koalisi pemerintah.
Tentu sikap Gerindra ini bukan cerminan dari sebuah partai koalisi. Tetapi sikap dari sebuah partai oposisi. Jika, Gerindra adalah sebuah partai oposisi, seperti PKS maka kita memakluminya. Tetapi, karena Gerindra adalah partai koalisi pemerintah maka sikap Gerindra ini sungguh sangat tidak elok. Seperti ular berkepala dua. Ingin menikmati berada di pemerintahan tetapi sekaligus menjadi musuh dari pemerintah itu sendiri.
Jika partai Gerindra mengambil sikap sebagai sebuah partai yang terus berseberangan dengan pemerintah, maka seharusnya Prabowo maupun Sandiaga Uno harus mengundurkan diri dari menteri Jokowi. Karena sikap yang diambil oleh Gerindra sekarang ini, bukan sebuah sikap partai politik yang sehat.
Karena itu, kita menghendaki jika partai Gerindra ingin tetap berada di pemerintahan. Maka Prabowo harus mengambil sikap tegas terhadap Fadli Zon maupun politisi Gerindra lainnya yang nyinyir kepada pemerintah. Tetapi jika Prabowo tetap membiarkan Fadli Zon nyinyir kepada pemerintah, maka Prabowo harus mengambil sikap mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Menteri Pertahanan.
Itu baru gentleman, kalau tidak maka kita menganggap Prabowo itu banci.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/menggugat-gerindra-terutama-prabowo-k1NX2QirDP
6 Pejabat Setingkat Menteri Putuskan Kelanjutan FPI, Adakah Nama Prabowo?
Pembubaran FPI adalah sebuah keniscayaan untuk Indonesia yang lebih langgeng dan aman. Pelarangan keberadaan FPI yang selama ini sudah tidak memperpanjang izin berdirinya ormas sejak tahun silam, adalah sebuah hal yang bukan sekadar diinisiasi oleh pemerintah.
Mereka sudah kehilangan legal standing, karena ulah yang mereka buat sendiri. Namun dalam putusanya, tentu harus ditandatangani dan diputuskan oleh berbagai elemen pemerintah, agar ada kejelasan. 6 pejabat setingkat menteri pun berembuk. Adakah nama Prabowo?
Dari pemberitaan yang disebutkan, dituliskan bahwa ada 6 pejabat setingkat menteri yang mengesahkan pembubaran dan penghentian aktivitas FPI ini. Siapa saja mereka? Mari kita simak detailnya.
Pertama, Mendagri Tito Karnavian. Mendagri memiliki wewenang dalam mengurus dan menyortir organisasi-organisasi yang dibentuk di dalam negeri. Jenderal Purnawirawan Tito Karnavian memiliki wewenang ini, sehingga dia bisa menentukan ormas-ormas mana saja yang bisa dibentuk.
Tugasnya sederhana, yakni menerima kepengurusan ormas-ormas secara administratif, sesuai dengan UU yang berlaku. Jika ada yang tidak dipenuhi, maka Mendagri punya hak untuk menolak perizinan, baik dari pembuatan, perpanjangan maupun hal-hal lainnya.
Kedua, Menkumham Yasonna Laoly. Menteri hukum dan HAM juga memiliki tugas sepesifik soal kelanjutan sebuah ormas. Jika ormas yang didirikan dianggap menciderai hukum dan kerjaannya tukang demo dan melawan hukum, maka pertimbangan menkumham kepada Mendagri jadi penting.
Selain itu, jika ada HAM yang dilanggar oleh ormas-ormas tertentu seperti FPI dan HTI, maka menkumham bisa memberikan rekomendasi kuat kepada mendagri untuk mencabut izin, bahkan ketika masih aktif. Rekomendasi menkumham juga krusial.
Ketiga, Menkominfo Johnny G Plate. Orang ini meski nggak kelihatan jago kerja, dia punya pertimbangan yang harus diperhitungkan juga. Kenapa? Karena zaman ini, media sosial sangat memberikan pengaruh dalam kehidupan sosial buat bangsa ini. Apalagi dalam kondisi pandemi, orang mencari berita lewat internet. Waktu di depan gadget sangat banyak.
Jika isi medsos adalah provokasi FPI, maka Indonesia terancam. Sebagai menkominfo, tentu dia punya data seberapa banyak hoax dan provokasi FPI dilancarkan lewat media sosial. Maka pertimbangan menkominfo jadi krusial juga.
Keempat, Kapolri Idham Azis. Sebagai penegak hukum Front liner yang mengawal demo, Idham Azis juga harus diperhitungkan. Dia adalah sosok yang paling tahu bagaimana brutalnya FPI saat demo-demo yang dikerjakan. Polisi banyak yang jadi korban huru-hara yang dibuat.
Pendekatan humanis yang diprioritaskan, terpaksa harus dinaikkan levelnya menjadi tindakan tegas dan terukur. Pemberontakan 6 terduga teroris FPI yang menyebabkan polisi dibully oleh SJW biadab, terjadi. Polisi dianggap melanggar HAM oleh SJW dungu itu. Tapi yang paling tahu memang Kapolri. Dia juga harus rekomendasikan.
Kelima, Jaksa Agung ST Burhanuddin. Sebagai gudang penyimpanan kasus-kasus kriminal yang di-filing, Jaksa Agung pasti punya banyak sekali data-data dan rekam jejak busuknya FPI dari tahun ke tahun. Di bawah Rizieq, FPI hancurkan Indonesia. Kasus hukum tidak terhitung bayaknya. ST Burhanuddin yang punya data, membuat pembubaran ini masuk akal.
Keenam, Kepala Badan Nasional Penangulangan Terorisme Boy Rafli Amar. Teroris, FPI dan ISIS adalah tiga elemen yang tidak terpisah. Saat Mahfud MD bikin konferensi pers soal pembubaran FPI kemarin, pemerintah memberikan video bahwa adanya statement Rizieq mendukung ISIS.
ISIS adalah teroris, pendukung teroris adalah anak teroris. Jadi ketua BNPT pun akhirnya harus menandatangani surat rekomendasi ini. Demi apa? Demi Indonesia.
Jadi kalau Fadli Zon ngoceh-ngoceh bahwa pembubaran FPI adalah pembunuhan Demokrasi, hanya ada dua kemungkinan. Dia ini entah pura-pura bodoh atau bodoh beneran.
Keenamnya menuangkan Surat Keputusan Bersama Nomor 220/4780 Tahun 2020, Nomor M.HH/14.HH05.05 Tahun 2020, Nomor 690 Tahun 2020, Nomor 264 Tahun 2020, Nomor KB/3/XII Tahun 2020, dan Nomor 320 Tahun 2020 tentang Larangan Kegiatan Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI.
Keputusan Bersama ini dibicarakan langsung oleh Wamenkumham Eddy Hiariej sambil didampingi banyak orang, termasuk Kapolri dan Panglima di belakangnya. Demi apa? Demi kemaslahatan hidup kelanjutan NKRI.
Pertanyaanya, di mana peranan Prabowo, yang merupakan menteri pertahanan? Seharusnya Menhan ada untuk menyempurnakan keenam orang itu, menjadi 7. Kalau ada 7 orang, tentu akan lebih greget dan menggigit. Sayangnya, Prabowo si menteri-menterian itu kayaknya lagi sibuk main kursi. Gapapa main, asal jangan dilempar saja.
Kita tahu bahwa sampai sekarang, Jokowi masih belum bisa menjawab mengapa si pecundang pilpres oposisi absolut yang membiarkan hoax PKI menyebar, bisa masuk ke kementerian. Jokowi masih bungkam soal si penyebar hoax Ratna Sarumpaet digebukin ini, bisa jadi pemegang anggaran kementerian pertahanan yang sangat besar.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/6-pejabat-setingkat-menteri-putuskan-kelanjutan-JjQBZ1AWin
Kaledioskop 2020 : "Membantai" Sang Imam Besar FPI
Ketegasan atau sikap tegas dari pemerintah Indonesia terhadap FPI tak selalu harus dilakukan dengan satu kali gebrakan. Ketegasan pemerintah terhadap FPI harus kita bayangkan seperti kita mengupas bawang. Satu-satu kulit bawang dilepas, setelah semuanya terkupas, kita kumpulkan di dalam sebuah cobek batu, lalu digerus pelan-pelan hingga halus sempurna.
Padahal tuntutan rakyat pada pemerintah untuk menindak tegas FPI sudah digaungkan sejak bertahun-tahun lalu, bahkan setelah Ketua Umum FPI tak ada di Indonesia pun tuntutan itu terus digaungkan. Pasalnya, dengan atau tanpa keberadaan sang Imam Besar, FPI tetap berhasil mempertahankan eksistensinya di atas panggung perpolitikan Indonesia.
Daya tawar FPI sempat melambung tinggi pasca keberhasilan FPI unjuk kekuatan pengumpulan massa hingga jumlah 7 juta di Jakarta. Ajang promosi FPI ini berhasil membuat banyak bohir menyatakan siap menggelontorkan dana, termasuk dana untuk menanggung seluruh biaya penghidupan Sang Imam Besar beserta keluarga selama masa kaburnya ke Saudi Arabia. Tiga tahun setengah, FPI dikendalikan dari luar Indonesia. Tanpa kehadiran Sang Imam Besar, FPI tetap bisa bergerak di setiap kesempatan, menunggangi berbagai macam isu dan peristiwa. Tak ada satu isu dan peristiwa yang tidak menjadi kepentingan FPI di Indonesia. Termasuk isu UU Cipta Kerja yang sama sekali tak ada urusannya dengan FPI.
Sang Imam Besar adalah seorang dirijen orkestra. He is the Sphere of the group. Sebagai sebuah ormas besar, FPI diisi oleh orang-orang cerdas dan lihai dalam bidangnya masing-masing. Juru nego dan Juru lobi menghadapi para bohir, tim pencari dana, tim perekrut laskar dan anggota, tim pembuat konten hasutan dan provokasi, tim penggerak massa, tim koordinator lapangan, pasukan laskar dan pasukan pembuat huru hara, jajaran tim hukum yang ahli membuat pernyataan, penyangkalan dan pembalikan fakta, dan tentu saja para ulama kondang dengan status "ulama sejuta umat", semuanya penuh sesak mengisi tubuh FPI. Bahkan dibubarkannya HTI, justru menambah kekuatan pendorong FPI, karena eks HTI melebur dengan FPI. Semua itu tak mudah bagi pemerintah untuk menindak tegas FPI dengan satu gebrakan, seperti yang rakyat tuntutkan.
**Keputusan menetapkan status FPI sebagai Ormas Terlarang, bukan sebuah akhir tetapi sebuah awal dari ketegasan pemerintah. "Getaran" dari Status "Terlarang" akan mulai berefek panjang. Status "terlarang" bukan hal yang bisa dianggap gampang, tapi ini adalah sebuah ketegasan yang hakiki dari pemerintah. **
Terhadap keputusan pemerintah ini, tim hukum FPI sudah mengeluarkan pernyataan bahwasanya keputusan status terlarang ormas FPI ini adalah ujung dari kriminalisasi panjang terhadap Sang Imam Besar. Kata "Kriminalisasi" digaungkan dan disesatkan arti dan maknanya. Sugito, si Kuasa Hukum, tak peduli apakah pemakaian kata "kriminalisasi" itu tepat atau tidak, karena sedianya sasaran yang dia tembak dengan pernyataannya itu adalah pegikut FPI sendiri, yang keukeuh meyakini bahwa Sang Imam Besar adalah orang suci yang tak bisa dan tak boleh dikriminaslisasi, sementara mereka juga meyakini bahwa FPI adalah gerakan untuk membela agama Islam.
Sugito sendiri yang berlatar belakang Hukum, memandang eksistensi FPI di Indonesia adalah sebagai Pengontrol pemerintahan. Sugito menyatakan bahwa telah terjadi ketidakadilan dalam praktek penyelenggaraan negara dan penegakan hukum. Perkataan tim hukum FPI itu, tak lebih dari satu kalimat provokasi. Sebuah provokasi yang menyuruh setiap manusia Indonesia percaya bahwa Soeharto dan SBY, telah berhasil menyelenggarakan negara dengan adil dan menegakkan hukum dengan tegak. Dan baru di masa Jokowi penyelenggaraan negara dilakukan dengan ketidak adilan, terutama pada penegakan hukum. Sugito lupa bahwa jargon "hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah" tercipta sejak jaman orba dan bukan di jaman jokowi.
Hari ini FPI sudah berstatus terlarang, tetapi besar kepala eks. FPI tetap meyakini bahwa tak ada orang atau pihak manapun yang mampu menghentikan pergerakan mereka. Menurut eks. FPI, salah jika pemerintah mempersepsikan bahwa Sang Imam Besar tidak lagi memiliki kendaraan yang terorganisir dalam memobilisasi massa. Dengan entengnya, Kuasa Hukum eks. FPI menyatakan bahwa Sang Imam Besar memiliki peluang untuk mengganti nama Front Pembela Islam dengan nama lain dan bukan dalam bentuk ormas tetapi hanya dalam bentuk perkumpulan. Bahkan dari balik jeruji penjara, Sang Imam Besar telah menyerukan tim hukumnya untuk mengajukan gugatan ke PTUN.
Itu baru satu contoh dari perlawanan FPI. Tahun 2021, Tim Hukum eks. FPI harus berjibaku menghadapi setiap sayatan hukum yang menimpa Sang Imam Besar. Terlebih kasus sex chat sekarang telah dibuka kembali, 4 laskar FPI masih tetap dalam pengejaran, pusat latihan dan pompes FPI diujung tanduk, kasus penghasutan, kasus pencemaran nama baik, belum lagi masalah hukum yang mereka timbulkan seperti gugatan-gugatan. Belum lagi jika video Sang Imam Besar yang telah nyata-nyata menyatakan dukungan dan kesetujuan dirinya dan FPI akan ISIS, dikasuskan oleh negara. Saya yakin, tim hukum eks. FPI akan cukup sesak napas mengisi tahun 2021.
Tak ada istilah negara harus kalah. FPI dulu, tak lebih dari sebuah kelompok yang besar pasak dari tiangnya. Ancaman bahwa eks. FPI akan tetap bergerak dengan nama yang berbeda, tak semudah yang mereka bayangkan. Status "legal" adalah kunci bagi eks. FPI untuk bergerak. Karena kelompok liar tak mungkin bisa melakukan pergerakan dengan bebas kecuali bergerilya. Itupun kalau tidak tertangkap. Tanpa Sang Imam Besar di lapangan, daya tawar eks FPI ibarat terjun ke jurang terdalam. Tak hanya itu, Sebagai ketua Ormas Terlarang, Sang Imam Besar juga bisa dihadapkan pada Pelanggara UU Ormas yang memiliki ancaman hukuman seumur hidup, jika sang Imam Besar terbukti telah melanggar larangan yang ditetapkan.
Mereka boleh ke-pede-an bahwa eks. FPI akan tetap bisa eksis walaupun tanpa Sang Imam Besar. Tapi rakyat Indonesia tak akan lelah untuk mengingatkan bahwa Sang Imam Besar sudah terbantai dengan sempurna dan menjadi orang gagal. Tak ada bohir yang mau berurusan dengan kelompok ilegal. Jika kelompok baru Eks. FPI ingin hidup secara legal, persyaratan tunduk pada UUD 1945 dan Pancasila serta patuh pada hukum Indonesia adalah utama. Dan Eks FPI akan hidup di Indonesia seperti NU dan Muhammadiyah yang bergerak di ranah keumatan dan jauh dari perpolitikan.
Good Bye 2020, Good Bye FPI. Welcome 2021, Welcome Indonesia Maju!
Sumber Utama : https://seword.com/politik/kaledioskop-2020-membantai-sang-imam-besar-fpi-Vh302aHmtu
Waspadalah! Ada Yang Lebih Berbahaya Setelah FPI Dibubarkan!
Pelajaran paling berharga dibubarkannya FPI adalah, yang namanya manusia bagaimana pun nasabnya jangan jumawa. Manusia itu makhluk yang lemah meskipun syahwatnya sering menggebu-gebu. Dan yang pasti juga jangan merasa paling benar dan merasa sok bisa mengatur. Apalagi sok pemegang kunci surga.
Dari namanya saja, FPI ini terlalu pede menyebut dirinya pembela Islam. Lalu kini, tak ingin malu, kemudian menggantinya dengan Front Persatuan Islam.
Bagaimana orang-orang dungu bisa mempersatukan Islam? Bagaimana orang-orang yang arogan dan lantang teriak lonte bisa mempersatukan Islam? Bagaimana bisa orang-orang yang suka sweeping warung makan dan natalan serta gemar demo bisa mempersatukan Islam?
Dan bagaimana bisa mewujudkan revolusi akhlak kalau gemar chat porno? Atau gemar becek-becek basah..oh basah....
Sungguh, mereka ini hanya gerombolan yang sedang mencari makan dengan jargon-jargon agama. Agama adalah tema jualannya. Menekan sana-sini memaksakan pemahamannya tapi sesungguhnya mereka adalah pengangguran yang sedang cari job.
Tak ada skill yang bisa mereka kembangkan untuk memajukan negara ini kecuali demo dan demo, atau memang mentalnya mental preman.
Dengan jubah agama, jiwa bajingannya itu bisa ditutupi, agar bisa meraup pengikut yang banyak. Mereka tahu bahwa dengan berjubah agama dan bergelar habib, bisa menyilaukan pikiran para jemaah dan bersedia jadi pengikutnya.
Entahlah, apakah setelah bubarnya FPI ini, masihkah mereka bisa dapat job dan penghasilan untuk menafkahi hidup keluarganya? Apalagi tuntutan ekonomi terus melambung. Meskipun sering berkata “Ada Allah yang selalu memberi rizeki” namun keinginan hidup berlebih dan mewah selalu diimpikan.
Kalau melihat kondisi seperti ini, para Bohir FPI sepertinya sudah mau cuci tangan. Dan apakah Rizieq akan buka mulut tentang siapa saja yang selama ini membackupnya? Sehingga bisa eksis?
Apakah Rizieq akan membeberkan bahwa Rubicon dan segala biaya operasionalnya adalah pemberian dari seseorang? Ada berapa banyak Bohir Rizieq dengan FPI-nya?
Pada Pilkada DKI 2017, sangat jelas apa peran Rizieq dan siapa pengusung Anies-Sandiaga. Permainan politik yang sangat licik dan brutal telah menjadi catatan yang sangat buruk. Kezholiman atas nama agama pun sangat jelas dipertontonkan. Dan kita pun menyaksikan apa yang terjadi setelah Ahok dijatuhkan dengan cara-cara licik itu.
Rizieq yang pernah berdoa dengan doa yang sangat keji kepada para pendukung Ahok, nampaknya kembali kepadanya. Rizieq benar-benar sudah seperti kodok yang tak bisa lagi lari dari panci rebusan. Ia panik dan tak bisa lagi berbuat apa-apa.
Hanya saja, sang Bohir yang terkenal licik itu sepertinya mulai menyusun kekuatan yang sangat berbahaya. Apakah kekuatan lintas negara sekelas taliban akan menjadi kekuatan baru yang sangat lebih berbahaya dari FPI? Bukankah ISIS dan yang seideologi dengan mereka ini adalah para monster yang gemar penggal kepala?
Ataukah si Bohir akan melibatkan CIA atau intelejen negara luar secara intens? Demi bisa menguasai lebih banyak lagi sumber daya alam yang masih sangat melimpah di negeri ini?
Tentu kita ingat bagaimana negara Suriah bisa dibombardir dengan pasukan-pasukan takfiri atau pasukan yang seideologi dengan ISIS. Mereka itu bukan rakyat Suriah, tapi orang-orang yang didatangkan dari luar.
Maka, jika si Bohir itu nekat melakukan hal-hal yang sangat membahayakan keutuhan negara ini, tentu saja TNI dan semua elemen masyarakat harus bersatu.
Pembubaran FPI ini sebenarnya hanya simbol bahwa rakyat Indonesia tak menyukai ideologi yang memaksakan kehendak atas nama agama.
Sebagian besar rakyat Indonesia sangat senang dibubarkannya FPI. Namun, kegembiraan ini tidak boleh berlebihan sampai melupakan sisi lain yang perlu juga diantisipasi. Karena tidak mungkin para Bohir FPI ini diam begitu saja.
Mereka akan terlanjur malu jika membiarkan pembubaran FPI ini berjalan dengan lancar hingga mencapai titik klimaks. Apalagi jumlah dana yang telah dikeluarkan untuk membiayai FPI selama ini sudah sangat banyak, namun hasil yang seharusnya didapatkan lebih banyak lagi, nampaknya tak akan terwujud. Alias tekor.
Mereka tak akan menerima kerugian begitu saja. Mungkin kita akan memasuki babak yang lebih berat lagi. Dan mungkin Jokowi pun sudah menyiapkan langkah-langkah antisipasi. Termasuk bagaimana nanti menghadapi serangan dari luar. Cukup Suriah menjadi pelajaran.
Dan sebagai menteri Pertahanan, semoga pak Prabowo menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya, bukti bahwa Prabowo sangat mencintai negara ini.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/waspadalah-ada-yang-lebih-berbahaya-setelah-fpi-f6rEOqr6Zv
FPI Yang jadi Terlarang, Anies Yang Kena "Hantam"!
Langkah pemerintah tadi siang menetapkan FPI sebagai organisasi terlarang sungguh di luar dugaan. Sebelumnya, yang kelihatan adalah solidnya Polri dan TNI dalam melaksanakan tugas mereka menjaga ketertiban masyarakat terkait sepak terjang Rizieq pasca kepulangannya dari Arab Saudi. Dari pencopotan baliho, penetapan jadi tersangka, hingga ditahannya Rizieq sambil terus memproses kasus hukumnya.
Nahh, Surat Keputusan Bersama (SKB) tadi siang itu merupakan sebuah konsolidasi besar-besaran. Yang menjawab aspirasi rakyat, yang gedheg sama kelakuan Rizieq dan FPI. Sekaligus memberikan pegangan dan pedoman penindakan secara hukum terhadap segala aktivitas FPI. Tidak tanggung-tanggung, SKB ini melibatkan 6 lembaga pemerintah, yakni Mendagri, Menkumham, Menkominfo, Jaksa Agung, Kapolri dan Kepala BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme).
Mereka pun memberikan 6 alasan kuat dilarangnya FPI, seperti dilansir cnnindonesia.com. Pertama, menjaga Pancasila, UUD 1945, keutuhan NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. Kedua, isi AD/ART FPI bertentangan dengan UU Ormas. Ketiga, FPI belum memperpanjang Surat Keterangan Terdaftar (SKT) sebagai ormas, yang berlakunya hanya sampai tanggal 20 Juni 2019. Keempat, bahwa kegiatan ormas tidak boleh bertentangan dengan UU Ormas. Kelima, faktanya, ada 35 orang pengurus dan anggota FPI yang pernah terlibat terorisme dan 29 orang telah dipidana. Selaini itu ada 206 orang yang terlibat pidana umum dan 100 orang telah dipidana. Keenam, pengurus dan anggota FPI kerap melakukan aksi sweeping di masyarakat. Sumber. Sudah sangat jelas dari segi hukum ya.
Di lain sisi, ada seorang gubernur bernama Anies Baswedan. Yang baru saja menyatakan dirinya sembuh dari Covid-19, sesudah hampir sebulan menjalani isolasi mandiri. Sejarah mencatat bagaimana Rizieq dan FPI berhasil menghantarkan Anies meraih kemenangan dalam Pilkada DKI Jakarta pada 2017 silam. Iya, kita semua sudah move on kok. Namun, kemenangan Anies yang jelas-jelas ada campur tangan dari Rizieq dan FPI itu memang sudah menyatu dalam karir politik Anies. Bisa dikatakan bahwa tanpa adanya Rizieq dan FPI, Anies tidak bakal menang, karena dari segi kemampuan, sangat jelas Anies tidak kuat di sana. Apalagi sesudah lebih dari 3 tahun menjabat, makin jelas kemampuan Anies bekerja memang bukan keunggulannya. Keahliannya adalah menata kata, selebihnya adalah predikat “gubernur terbuodoh” versi Google.
Tentu dalam dunia politik, kadang kemampuan bekerja bisa ditutupi dengan keahlian menata kata. Juga dengan kuatnya dukungan dari kelompok tertentu, yang dianggap kuat di masyarakat. Dan karena Anies memang punya ambisi nyapres di 2024, maka dia terus saja memupuk hubungan eratnya dengan FPI. Hanya Anies, pejabat pemerintahan yang sangat rajin menghadiri perayaan milad (ulang tahun) FPI setiap tahunnya, pasca kaburnya Rizieq ke Arab Saudi. Dari 2017, 2018 hingga 2019, setiap bulan Agustus. Yang tahun 2020 waktu itu rencananya di Megamendung, tapi dibatalkan karena ada pandemi Covid. Ini pada bulan Agustus ya, sebelum Rizieq pulang. "FPI ingin menjadi bagian dari problem solver dari masalah pandemi ini. Bukan menjadi trouble maker," ujar Munarman kepada media Sumber. Ehh??? Kok beda sama ketika Rizieq sudah pulang dan malah bikin kerumunan massa di banyak lokasi? Hehehe… Percaya sama FPI?
Anies dengan setia selalu hadir dalam acara milad FPI. Padahal kalau merujuk pada SKB hari ini, FPI sudah dianggap bubar sejak Juni 2019. Namun Anies pada bulan Agustus 2019 tetap saja menghadiri acara miladnya. Dari ikut salat subuh berjamaah hingga memberika kata sambutan. Bahkan Anies menyebut FPI sebagai “perekat persatuan di umat dan bangsa Indonesia”. Juga mendoakan Rizieq agar “diberi kesehatan dan dipanjangkan umurnya dalam masa perjuangan”. Sumber. Seorang gubernur kok nggak tahu kalau FPI sudah bukan ormas lagi ketika tidak memperpanjang SKT?
Itulah Anies dan FPI. Sebuah kesatuan yang mau dipertahankan Anies. Bahkan ketika Rizieq Shihab akhirnya pulang ke Indonesia, tidak pake lama, Anies langsung menemuinya di Petamburan. Bikin foto-foto, sambil senyum lebar dan mengacungkan jempol. Memuja dan meng-endorse Rizieq. Apalagi besoknya Rizieq dengan garang berkoar soal rekonsiliasi dengan pemerintah, dengan syarat pembebasan napi teroris, dan menghentikan semua kasus hukumnya. Anies pun siap menyongsong kemenangan demi kemenangan menuju 2024. Bahkan mungkin Anies masih berharap banyak dari Rizieq dan FPI ketika terjadi insiden tewasnya 6 laskar FPI di Cikampek. Berharap jadi blunder buat pemerintahan Jokowi, dan bikin pamor Rizieq meroket lagi.
Tapi, kenyataannya, Rizieq dipenjara dan FPI akhirnya ditetapkan jadi organisasi terlarang. Padahal kemarin Anies dinyatakan sembuh dari Covid-19. Namun yang menyambut kesembuhannya malah SKB pelarangan FPI. Iya sembuh dari Covid-19, tapi kemudian Anies langsung kena “hantam” telak. Itu lah konsekuensi yang harus dia tanggung. Sejarah akan mencatat bahwa ada seorang gubernur yang lebih memilih setia dengan ormas radikal yang sudah bubar dan jadi terlarang. Ketimbang bekerja sebaik-baiknya mengurus warga wilayahnya. Yang mengacungkan jempol tersenyum lebar menyambut kedatangan imam besar ormas itu. Padahal sang imam terkena kasus hukum dengan ancaman penjara bertahun-tahun, ditambah dengan kasus chat porno yang akan berlanjut. Hanya Anies yang bisa merasakan beratnya “hantaman” itu, ya sudah rasain lah!Sumber Utama : https://seword.com/politik/fpi-yang-jadi-terlarang-anies-yang-kena-hantam-PWocRm4opa
Bubarkan & Larang FPI: Ultimatum Terakhir Jokowi Ke 'Sahabat Taliban'
Banyak pihak ragu, termasuk saya, Jokowi berani membubarkan ormas Front Pembela Islam (FPI) sekaligus melarang aktivitas dan kegiatan serta atributnya. Bukan tanpa alasan ada keraguan itu sebab periode pertama Jokowi, FPI seolah tak tersentuh walau sudah banyak bukti ormas tersebut tidak pantas di Indonesia. Bahkan makin didesak untuk dibubarkan, FPI malah tampak makin garang menantang pemerintah, makin berani mencaci menuduh lembaga-lembaga pemerintah seenak udelnya.
Hari ini FPI resmi dibubarkan dan terlarang. Statusnya sama dengan HTI dan PKI. Jadi bukan hanya dibubarkan saja, melainkan dilarang. Dan langsung TNI-Polri mencopot atribut FPI di Fetamburan, jumpa pers pun tidak diizinkan. Tidak main-main.
Salah satu alasan FPI dibubarkan karena terbukti menyatakan dukungan terhadap teroris di Timur Tengah. Alasan ini sangat penting.
Seperti sudah tersebar di media massa, katanya 'Sahabat Taliban' (SH) sedang menjalankan misi perdamaian ke Afganistan. Enta mewakili siapa, sebab dia buka siapa-siapa lagi di negeri ini. Mau dikatakan mewakili Indonesia, dia bukan pejabat lagi pun bukan salah satu utusan pemerintah. Meski mengaku atas nama pribadi, sangat aneh kalau kemudian dia bawa-bawa Indonesia dan konstitusinya.
Di satu sisi, aksi SH ini sangat mulia: melaksanakan UUD45, ikut serta dalam menjaga perdamaian dunia. Tetapi di sisi lain dia sedang mengangkangi pemerintah yang sah. Bahkan boleh dikatakan dia merasa sebagai penguasa yang berkewajiban melaksanakan amanah UUD45.
Cara SH bagaimana? Mengundang pemerintah Afganistan yang sah dan pemberontak Taliban. Nah loh…. Berarti untuk kedua kalinya SH akan menjamu pemberontak di rumahnya. Ini maksudnya apa membawa teroris aka pemberontak dibawa masuk ke Indonesia?
SH ini seperti menutup mata terhadap realitas bangsanya sendiri. Patentengan mau mendamaikan Afganistan dengan pemberontak, sementara di negerinya sendiri pendukung teroris dia puji. Maksudnya apa coba? Untung saja isu ini tidak mengalihkan fokus pemerintah dari FPI.
Jokowi tidak mau membiarkan SH mengangkangi pemerintah. Jokowi menyampaikan ultimatum keras ke SH: jangankan mengundang teroris ke negara ini, pendukung teroris pun harus dibersihkan dengan membubarkan FPI. Jangan bermain api.
Jokowi sepertinya sudah muak dengan permainan SH. Hampir di setiap kegaduhan negeri ini, SH memiliki peran penting, seolah menyetir pemerintah dengan segala tindak tanduknya. Ini tidak bisa dibiarkan. Harus dihentikan dengan sekali gebukan: bubarkan FPI dan larang setiap aktivitasnya.
Masih ingatkan? SH umroh, imam FPI melenggang pulang. Keren bukan. Entah itu kebetulan, tetaplah jadi pertanyaan besar: kok ya bisa bersamaan?
SH akan kehilangan tangan bayangannya. Daya gedornya sudah hilang. Tinggal menelusuri lebih dalam lagi, maka SH mungkin akan kena batunya. Katakanlah saking lihainya dia bisa menghindar, tetapi untuk langkah berikutnya tidak ada lagi tangan bayangan untuk memukul.
Demi memuluskan perjalanan gubernur seiman ke ibu kota, saban bulan tanpa henti FPI dan iman cabulnya demo gubernur kafir. Setelah tiba waktunya, FPI pula yang dikerahkan untuk mengalahkan gubernur kafir. Demo tiap minggu itu butuh biaya besar.
Jokowi sudah dibidik terlebih dahulu. Sayangnya Jokowi terlalu lihai untuk dihancurkan. Makanya tak ada rotan akar pun jadi, Jokowi tak jatuh kawannya pun jadilah.
Dan semua aksinya dilakukan di belakang layar. Dia hanya muncul sesekali dengan wajah malaikat. Padahal tangan bayangannya sudah menggebuk lawan dengan keras dan mematikan. Konon katanya, SH punya mata dan telinga di mana-mana.
Peluang SH sebenarnya masih ada. Pembubaran dan pelarangan FPI bisa jadi dimanfaatkan untuk menciptakan kegaduhan. Ini opsi paling menggiurkan. Kerahkan saja eks-FPI turun ke jalan. Demo rusuh. Pasti gaduh.
Tapi konsekuensinya besar. Jika memaksakan diri, apalagi imam cabul sedang loyo di penjara, bukan tidak mungkin kedoknya akan terbongkar. Sudahlah daya gedor tidak seberapa, bandar rugi, terbongkar pula kedok. Apes pes pes nanti. Peluang ini jelas tidak menguntungkan.
Saya akui, Jokowi dan jajarannya sangat hebat dan berani menghadapi strategi lawan. Bohir bole lolos, tapi jangan dengan tangan bayangan. Potonglah ekor ular, maka kepala dan badannya akan mati pelan-pelan. Jangan hanya diinjak, kepala akan menerkam lebih ganas. Teruskan Pak Dhe!
Sumber Utama : https://seword.com/politik/bubarkan-laran-fpi-ultimatum-terakhir-jokowi-ke-On7KNz4fyc
Kado Akhir Tahun, FPI Resmi Jadi Organisasi Terlarang
Mendengar kata FPI apa yang ada di benak Anda? Ketika saya ditanya, maka jawaban pertama dan utama adalah organisasi paling sadis di Indonesia ini. Mengapa? Karena organisasi yang dideklarasikan tanggal 17 Agustus 1998 ini berani bertindak brutal dan tidak sesuai dengan nilai-nilai kedamaian di Indonesia. Organisasi ini berani bertindak kasar dan melebihi wewenang dari pihak keamanan di negeri ini.
Selama beberapa dekade, organisasi ini subur dan tumbuh besar karena ada dana dan sokongan dari berbagai pihak, tentunya dengan modal jualan agama dan modal nakut-nakuti ala preman jalanan sehingga harus ada saweran kalau usaha mereka tidak mau disweeping dan segala macamnya. Apalagi ada rumor, dari dulu hingga sebelum Pak Jokowi jadi Presiden di Republik ini, BUMN dan perusahaan-perusahaan besar di negeri ini banyak berafiliasi hingga menjadi donatur atau pendana kegiatan-kegiatan kerohanian maupun menjadi oli berkembangnya FPI hingga menjadi organisasi paling ditakuti di negeri ini.
Belum lagi orang macam FZ yang berani-beraninya menjadi jubir FPI walau FPI dari tahun 2019 tidak mendapatkan perpanjangan izin dan membubarkan sebuah ormas besar seperti FPI tidaklah segampang membalikkan tangan usai apa saja yang telah mereka perbuat di negeri ini. Mari kita simak, FPI adalah dalang berakhirnya karir politik Ahok untuk menjadi orang nomor satu di DKI Jakarta. Karir mentereng Ahok harus berakhir di tangan FPI dan di balik jeruji besi hanya karena tuduhan penistaan agama yang secara gentar dihembuskan oleh FPI hingga munculnya demonstrasi berjilid-jilid yang memaksa para pelaku sidang di negeri ini mengambil keputusan sulit untuk membenarkan keinginan FPI agar Ahok jadi tersangka.
Nah, sekarang terkuak siapa dalang-dalang dan pendana hingga FPI bisa berdemo berjilid-jilid, ternyata kita tau sekarang, Ahok harus dikalahkan oleh FPI agar gaberner sekarang mendapatkan tempat sesuai dengan pesanan oleh mr chaplin. Ngeri bukan?
Dan seiring waktu, semua kebusukan-kebusukan FPI terkuak, diawali dengan chat mesum bersama kak Ema, yang membuat langkah imam besar mereka, imam jumbo rizieq harus lari ke Arab Saudi untuk menghindari seabrek kasus yang sudah menggunung ibarat bola salju yang digelindingkan dari ketinggian. Walau imam besar mereka berada di pelarian, FPI masih bisa melakukan aksi-aksi mereka karena masih berlindung di balik elite-elite beberapa partai politik dan pengusaha besar yang juga menggunakan jasa mereka, mulai dari jasa keamanan, hingga jasa menggoyang pemerintahan yang sah. Ada simbiosis mutualisme yang sudah mengakar dengan janji ada waktu dan kondisi yang tepat, maka goyanglah negara.
Pak Jokowi sebenarnya sudah gerah dan geram, namun harus menunggu waktu yang tepat dan memutar otak untuk memainkan caturnya, belum lagi dia butuh orang-orang yang tepat yang tidak terkontaminasi dengan FPI maupun petingginya, terutama si imam jumbo dalam hal melakukan counter-attack melawan FPI. Benar saja, diawali dengan pergantian Menko Polhukam ke tangan Mahfud MD adalah awal kisah suramnya FPI.
Mahfud MD yang orang sipil dituntut untuk bekerja kerasa dan tegas untuk memberangus FPI dan organisasi sejenis, berani menyebut FPI sudah bubar semenjak 21 Juni 2019 dan larangan itu tertuang dalam surat keputusan bersama (SKB) enam menteri dan lembaga, yakni: Mendagri, MenkumHAM, Menkominfo, Jaksa Agung, Kapolri, serta BNPT.
Dari tanggal tersebut sebenarnya FPI sudah dilarang untuk berkegiatan, menggunakan simbol dan atribut yang berbau FPI. Namun, imam jumbo mereka tidak sadar hingga ketika dia harus pulang karena takut di deportasi, dia melakukan aksi-aksi kerumunan dan merasa dia itu adalah orang paling tidak tersentuh hukum. Setali tiga uang, FPI juga merasa tidak dilarang, maka terus melakukan aksi-aksi brutalnya. Paling parahnya, para relawan FPI ini berani mati demi imam jumbo mereka, hingga banyak dari FPI ini dianggap jadi terorisme.
Singkatnya, ucapan Gus Dur jadi doa dan doa tersebut terwujud sudah. Gus Dur yang pernah berkata FPI itu organisasi bajingan dan pada saatnya akan saya bubarkan terwujud di tangan Pak Jokowi. FPI sebagai organisasi sudah dianggap jadi organisasi terlarang, bukan jadi organisasi ditakuti lagi, tetapi organisasi terlarang setara dengan HTI dan PKI.
Inilah kado akhir tahun menurut saya bagi terwujudnya kedamaian dan perdamaian, jalan awal menuju Indonesia yang Toleran, Indonesia yang menjaga Persatuan dan Kesatuan tanpa memandang atau membeda-bedakan agama. Indonesia yang kembali rukun dan damai dan bebas menjalankan agama dan kepercayaan masing-masing. Kado terintah tentunya....
Salam Damai....
Sumber Utama : https://seword.com/umum/kado-akhir-tahun-fpi-resmi-jadi-organisasi-qWhiXQPrx3
Re-post by MigoBerita /Kamis/31122020/12.46Wita/Bjm