Sepenggal Cerita Covid
Migo Berita - Banjarmasin - Fokus Penanganan Covid atau Ladeni "Mahasiswa" !!??!! Kita semua harus bersatu untuk keluar dari pandemi ini, minimal bisa hidup berdampingan dengan selalu menerapkan protokol kesehatan yang baik dan benar sesuai yang dianjurkan pemerintah dan otoritas kesehatan. Saatnya membuka wawasan berfikir dengan mempergunakan akal sehat dengan membaca hingga tuntas berbagai artikel yang disajikan.
Pandemi Covid masih menjadi pembicaraan yang hangat mengarah ke panas belakangan ini. Sangat bisa dimengerti banyak dari kita sudah lelah menanti kapan pandemi berakhir. Penderitaan tak berujung, karena yang terjadi kini justru lonjakan angka Covid yang menggila. DKI Jakarta dan Jawa Barat terlihat “bersaing” memalukan. Sementara sebagian orang mulai gerah, dan membandingkan negara ini dengan kondisi di negara orang yang sudah mulai longgar beraktivitas.
Kebebasan beropini asyik-asyik saja terselip diantara lelahnya pemberitaan Covid. Penulis juga setuju akan selalu ada orang yang memanfaatkan situasi pandemi ini. Tetapi janganlah ini serta merta menjadikan kita berkesimpulan seolah kondisi yang ada ini adalah karangan atau untuk menakuti.
Berbagi pengalaman yang penulis alami sendiri dalam 2 minggu belakangan ini. Dikarenakan suatu kondisi, penulis harus ke rumah sakit. Jujur, jika bisa memilih maka penulis memilih di rumah. Ketimbang berada di luar di saat seperti ini. Sebab, tanpa keluar rumah pun setiap hari sirene ambulanse minimal 2 terdengar nyaring seperti alarm yang rutin absent melewati rumah penulis.
Pengalaman di minggu pertama, betapa kaget penulis ketika menginjakkan kaki di rumah sakit. Disambut 2 orang Satpam yang kini berpakaian mirip Kepolisian. Seorang diantaranya dengan sigap mengukur suhu penulis. “Wow..suhu ibu 35 derajat,” agak kaget bapak ini. Heheh…bukan kali pertama komentar seperti ini penulis dengar.
Dilengkapi sanitizer dan memakai dua lapis masker, medis di dalam dan KN95 di luar. Penulis mencoba menuntaskan sesegeranya urusan di rumah sakit hari itu. Tetapi mata dan telinga ini sangat terusik oleh fakta bercerita di depan mata.
Di halaman parkir berdiri bangunan semi permanen, dan tampaknya diperuntukkan untuk tambahan IGD (Instalasi Gawat Darurat) pasien Covid. Tidak jauh darinya berbaris rapi tabung oksigen. Di sampingnya persis berdiri tenda berwarna hijau tentara dengan tulisan UNICEF. Penulis coba melintas mencari tahu isinya, dan ternyata kurang lebihnya seperti bangunan semi permanen sebelumnya.
Sementara, suara sirene ambulans silih berganti datang dan pergi. Sesekali ada juga mobil pribadi yang membawa anggota keluarga dengan kondisi butuh pertolongan. Tidak boleh parkir, hanya boleh menurunkan pasien saja.
Pengalaman minggu kedua atau Senin, 28 Juni pun tidak jauh berbeda. Kembali penulis memasuki lobi rumah sakit dengan pemeriksaan suhu, dan tetap 35 derajat dong. Menariknya kali ini, selain 1 bangunan semi permanen dan tenda UNICEF minggu lalu, ternyata telah berdiri satu lagi tenda di halaman parkir. Artinya kini telah ada 3 tambahan tempat untuk menolong pasien Covid.
Mungkin di luar ada suara “tidak percaya” seolah kondisi rumah sakit penuh adalah dongeng. Percayalah, ini bukan dongeng karena penulis melihatnya sendiri. Pasien yang berdatangan baik yang dibawa oleh ambulans ataupun dianter keluarganya adalah mereka yang butuh bantuan. Mereka nyata ada diantara pasien lain yang datang dengan tujuan berbeda, misalnya melahirkan ataupun berobat karena sakit lainnya. Demikian juga para dokter, petugas medis, mereka yang berseragam APD terlihat hilir mudik bukanlah cerita mulut ke mulut. Letih lelah mereka itu juga nyata.
Pandemi Covid juga telah membawa penulis kepada kondisi “dianggap” paham. Beberapa teman kerap menanyakan hal terkait plasma kepada penulis. Mencoba menerangkan semampunya dengan bahasa sederhana. Bahkan beberapa kali penulis dimintai tolong mencari plasma, dan sebisanya penulis coba lewat bantuan sesama rekan penulis.
Sepenggal cerita Covid ketika penulis menemani keluarga pasien hingga subuh. Hanya menemaninya curhat via WA. Bukan seorang, tetapi beberapa orang, dan mereka bukanlah orang-orang yang penulis kenal. Mereka adalah kenalan teman dari temannya penulis. Kebayang khan berapa rantai itu tingkatannya.
Penulis ikut bahagia ketika mereka berhasil sembuh. Penulis menangis, bahkan menghadiri virtual pemakamannya untuk mereka yang pergi. Padahal sekali lagi, penulis tidak mengenal mereka secara pribadi. Hanya bagian dari mata rantai pertemanan teman.
Pandemi Covid memang menguras energi dengan cerita yang berbeda respon. Seperti halnya wacana tatap muka yang “seolah” mudah bagi sebagian orang. Mudah karena mengandalkan prokes, demikian menurutnya.
Faktanya, di sekolah tempat putri penulis belajar telah terjadi beberapa kasus berujung kedukaan selama ini. Duka yang ditutupi karena Covid dianggap aib, dan penulis “mencoba” memakluminya. Hanya saja terpikir, betapa mengerikan jika anak-anak tidak jujur ternyata di rumahnya ada yang OTG atau mungkin dirinya sendiri adalah OTG. Sebab menurut Richard Watkins, M.D, Covid tidak selalu disertai demam.
“Demam adalah salah satu gejala paling umum dengan covid-19, tetapi banyak orang tidak pernah mengalaminya,” kata Richard Watkins, M.D., seorang dokter penyakit menular dan seorang profesor penyakit dalam di Northeast Ohio Medical University. Dikutip dari: kompas.com
Itulah sebabnya penulis termasuk yang meminta agar wacana tatap muka sekolah terkhusus DKI Jakarta dikaji ulang. Mempertimbangan lonjakan kasus, menunggu hingga vaksin merata, bahkan memastikan anak-anak pun bisa diberikan vaksin terlebih dahulu.
Puji Tuhan hal ini terwujud ketika lonjakan kasus di Jakarta horor. Berharap DKI Jakarta berhati-hati dengan wacana tatap muka nantinya. Sebab tidak semua peserta didik Jakarta adalah warga Jakarta. Diantara mereka cukup banyak warga Cikarang, Jawa Barat dan Tanggerang, Banten. Anak-anak ini datang dengan kereta api hanya untuk 2 jam tatap muka, bukankah ini ngeri sedap? Berharap ini bisa menjadi pertimbangan para pengambil kebijakan.
Kita sepakat, kita semua ingin sesegeranya beraktivitas tanpa embel-embel Covid. Tetapi faktanya pandemi ini masih membutuhkan perhatian serius. Sehingga alangkah baiknya jika kita tidak bersikap apatis. Sebab, salah satu “penyakit” masyarakat kita adalah gegabah dan sotoy. Disiplin dan kesadaran diri sangatlah kurang dibandingkan negara lain.
Sehingga alangkah baiknya jika kita juga bercermin. Apakah masyarakat kita memiliki kesadaran dan disiplin seperti negara lain yang kini berlahan longgar?
Pengalaman dua minggu mengunjungi rumah sakit “menjawab” ternyata masyarakat kita masih ngeyel. Tidak heran jumlah pasien melonjak, sebab untuk memakai masker dan di area rumah sakit sekalipun masih ada yang teledor. Jika mereka tidak mau dikatakan menantang atau (maaf) bebal.
Ada yang masih menggunakan satu lapis, ada yang dagunya dimasker, dan bahkan ada yang menantang tanpa masker. Diantara lelah dengan pemberitaan atau kurang edukasi. Tetapi, jika diri sendiri tidak menjaga nyawanya. Lalu bagaimana pemerintah bisa menjaga seluruh nyawa rakyatnya.
Penulis hanya mencoba berbagi cerita. Semoga kita semua bisa saling mengingatkan. Mulailah dari hal sederhana tapi berarti, memakai masker. Sebab, cerita yang terjadi pada rumah sakit di Jakarta adalah nyata. Kita tentunya tidak harus membuktikan untuk bisa percaya khan?
Sumber Utama : https://seword.com/umum/sepenggal-cerita-covid-iCd1Qd0Rr7
The King of Lips Service? Ndhasmu Peyang Dedek Gemesh!
Tak henti-hentinya saya menyoal tentang cuitan BEM UI ini. Saya tak butuh baca risalah politik kelas wahid untuk menjadikan poin keberatan saya atas demokrasi yang adik-adik sok keminter itu pahami. Oh ya, saya juga tidak butuh pengakuan dari pihak manapun atas benarnya pendapatku. Kita berdemokrasi, right? Namun, jika demokrasi adalah seperti yang dipraktekkan dedek-dedek gemesh itu, yakin deh, saya mesti kembali ke bangku kuliah. Belajar menjadi inkonsisten seperti mereka. Kenapa?
Sebab jika yangmereka lakukan itu atas nama demokrasi, lantas mengapa mereka nyinyir yang protes cuitan mereka sebagai jagoan medsos doang?
1}. Dia atau mereka (BEM UI) sendiri nulis itu di medsos. Mengapa kayak cacing ketimpa bara panas kelojotan ga jelas saat cuitannya diprotes netijen lainnya?
2). Jika itu demi demokrasi, ya terima dong sanggahan dan bantahan serta protes dari netijen lain.
3}. Jika demi demokrasi, bebas berpendapat itu tak lantas menjadi bodoh sedungu orang yang tidak kenal bangku sekolah.
Tapi skip itu semua! Mari kita langsung ke inti persoalan yang mereka suarakan yakni Jokowi adalah The King of Lips Service. Mereka lalu sebutkan Penguatan UU KPK dan Revisi UU ITE yang membelum sebagai dasar tolaknya.
Ayo, sini Dek, ndeprok depan abang, kita bedah secara fair ujaran kalian itu.
Hai dede gemesh.... Mengelola negara sekelas presiden itu pada konteks berdemokrasi di Indonesia tidaklah semudah yang kalian bayangkan. INI KITA HARUS ADA PADA LEVEL PERSEPSI YANG SAMA INI DULU YA. Tanpa persepsi yang sama, akan ada debat kusir tanpa akhir di antara kita nanti. Sekarang bila persepsi kita sama, mari kita lanjut menguji ujaran kalian sebagai kritikan atau malah sebuah nyinyiran.
Anggap saja persepsi kita udah sama, maka harus terima bahwa demokrasi yang kita pakai adalah demokrasi Pancasila dengan sistem pemerintahan yang presidensial. Uniknya, sekalipun presidensial, tiap ngapain pun, Presiden tidak mudah untuk mengegolkan sebuah kebijakan tanpa restu DPR. Eksekutif itu ranahnya perancang sebuah program, namun tak bisa seketika jadi pelaksana jika Legislatif tak menyetujui. Inilah mengapa proses politik terhadap sebuah kebijakan jadi alot, tak bisa serta-merta dieksekusi begitu saja. Itu alam demokrasi kita. Terima itu sebagai fakta tak terbantah. Tidak ideal? Ah itu soal lain. Kita haruis terima realita dulu demi bedah pikir yang sedang kita lakukan di sini sekarang ini.
Masih tak terima realita? Itu kemarin pas Revisi UU KPK kalian ke mana sampe tidak melihat bagaimana alotnya proses politik demi goalnya rancangan itu dari pemerintah (baca: Presiden)? Jangan amnesia mendadak ya dedek gemesh. Sekelas bikin PERPPU pun Presiden tidak bisa seketika seenak udel menerbitkan. JIka ini pun kalian sangkal, udahlah copot itu identitas mahasiswa yang tengah kalian sandang!
Ini Bukan Zaman Harto Seenak Udel Terbitkan Inpres
Lo kira ini zaman Mbah Harto berkuasa yang mana Inpresnya bisa sakti mandraguna ngalah-ngalahin UUnya DPR? Ini zaman di mana kekuasaan presiden terpantau transparan dan terkawal terus oleh DPR.
Jika sudah paham konteksnya seperti itu, ada dasarnyakah kini kalian membenarkan yang kalian sebut kritikan itu julukan The King of Lips Service kepada Presiden? Tak usah menjadi Joko Widodo, siapapun presiden jika konteks demokrasi yang kita hayati itu seperti ini kondisinya, seorang presiden bisa saja tidak menunaikan satupun janji kampanyenya. Sebab, bisa jadi itu akan mentok di proses restu DPR. Sampai sini paham, Dedek?
Sekarang, Jokowi sendiri gimana? Saya tak melihat beliau ingkar akan janji kampanyenya. Kalau pun kalian maksa masih ada, oke... Itu kenapa? Sudah pernah kalian coba gali penyebabnya? Jika kalian ingin disebut melontarkan kritik, harusnya jangan lepas dari konteks dong, Dek. Duh...!
Atau, pernahkah kalian tahu bahwa dunia sekarang sedang dilanda pandemi? Di situasi dunia seperti ini, tunjukkan mana presiden di atas dunia ini yang sudah tuntas menunaikan janji2 kampanyenya. Ada?
Artinya gini! Kepekaan sosial kalian itu jangan tumpul saat mengatasnamakan rakyat untuk bersuara. Jangan macam pakai kaca mata kuda, lurus aja ke depan, lupa tengok kiri kanan! Ah kalian sedang dimanja negara sih jadinya asal tau berkuliah aja, lupa asah nurani dalam berekspresi. Supaya kalian tahu, sekarang ini situasi sulit. Fokus kepala negara saat ini adalah bagaimana supaya sebatang nyawa pada tubuh gemesh kalian itu bisa tetap survive sampai wabah ini berakhir.
Jokowi mengalihkan sejenak orientasi membangun negeri dari janji kampanye ke misi penyelamatan nyawa rakyat dari badai Covid19 apakah tak boleh? Ataukah itu tak terpantau oleh kalian sampe sekeji itu kalian juluki presiden, pemimpin konstitusional satu negeri ini dalam diri Jokowi itu dengan gelar The King of Lips Service?
Ya kali, ayah kalian masing-masing di rumah yang pernah janjikan ini itu ke kamu selaku anak, semuanya terpenuhi, ga pernah ada kejadian ayah mangkir dari janji akibat satu dan lain hal.
Janji kampanye itu GOODWILL. Janji ayah kalian nikahin kamu ama Tsamarra itu juga GOODWILL. Jika akhirnya kmu nikahnya ama Markonah, itu tak berarti ayahmu gagal. Artinya gini, tidaklah semua GOODWILL itu harus terpenuhi untuk luput dari gelar The King of Lips Service. Durhaka kalian sebagai anak jika karena satu atau dua alasan, janji ayahmu lantas tak terpenuhi, lalu kalian beri gelar AYAH GAGAL ke orang yang sehari-harinya memberimu nafkah.
Jadi, tidaklah semua janji itu harus terpenuhi untuk luput dari gelar The King of Lips Service. GOODWILL toh tidak mesti ditunaikan tuntas. Sampai sini, udah paham juga, kan?
Bukan! Saya bukan pemuja buta Jokowi. Saya punya beberapa hal yang bisa saya jadikan sebagai kritikan untuk kepemimpinannya. Tapi saya urung melontarkan akibat saya tahu, kita sekarang sedang ngapain satu negeri ini. Tepatnya, kita sedang fokus menghadapi apa? Saya tidak akan tega merecoki pemimpin yang lagi butuh keheningan dan wangsit dari langit untuk berhasil selamatkan negeri ini dari wabah yang lagi berkecamuk.
Jadi, meski basis argumentasi saya kurasa kuat, saya tahan-tahan diri dulu untuk mengeritik. Ini bentuk kepedulian, kepekaan. Lagipula, beliau belum di tahun terakhir masa kepemimpinannya kan? Doakan sajalah, wabah segera berakhir lalu tuntut presiden menuntaskan janji-janjinya. Bukan malah nyinyir di waktu yang ga tepat. Udah situasinya sulit, kalian recoki pula. Udah ngrecoki, basis argumentasinya payah pula. Malu-maluin citra akademis yang kalian sandang tuh, Gemesh....
Boleh dong jika kini kubilang bahwa yang kalian lakuin itu bukanlah kritik tapi tepatnya adalah nyinyir. Jika kemudian ada ancaman UU ITE terhadap itu ya wajar. Mesti terima ya dedek ya biar ada sisa respek di sini untuk perjuangan kalian. Itu pun jika benar merupakan perjuangan demi rakyat. Gimana?
Sumber Utama : https://seword.com/umum/the-king-of-lips-service-ndhasmu-peyang-dedek-6bzMXAwzf5
Sadis! Ade Armando Bongkar Delpedro! Ternyata Pernah di-DO! Malu-maluin Tetangga Gue!
Delpedro Marhaen memang kurang ajar. Orang bukan UI tapi mau bilang dia mewakili BEM UI. Hahaha. Orang Universitas Tarumanegara, mau coba berdebat dengan Ade Armando. Sebagai tetangga lo, gua malu banget sumpah. Mending kalau pandir, nggak usah debat deh. Mau debat pake kisi-kisi dulu.
Sungguh, Delpedro ini bikin malu banyak orang. Mau coba-coba mewakili BEM UI, malah dipermalukan habis-habisan.
Gerakan mahasiswa di Indonesia ini ada didukung oleh partai-partai. Kondisi kaum aktivis mahasiswa saat ini, menurut Ade Armando sangatlah mengkhawatirkan. BEM UI mengatakan Jokowi ini ingkar janji. BEM UI menuduh di semua kasus itu, Joko Widodo berkhianat.
Dalam meme itu, ada foto Jokowi yang diedit dan membuat narasi “Anda membual, kami mual.” Referensi-referensi yang diambil pun bikin ngakak karena hanya dari media online. Kritiknya sangat dangkal. Meme itu dibuat orang bodoh.
Ade Armando pun langsung diserang habis oleh para kadal gurun. Ade Armando pun langsung diundang oleh berbagai media banyak. Aktivitas mahasiswa UI ini langsung bikin heboh sedunia. Leon pengecut, karena dia sedang berada di safe house.
Safehouse adalah istilah yang digunakan oleh Leon untuk memprovokasi. Tapi akhirnya, ketika Leon dicecar oleh media dan diancam, dia ngaku takut sama Ade Armando. Hahaha. Pengecutnya luar biasa. Redaksi kedua, TV One pun juga mengatakan hal yang sama.
Ade Armando pun akhirnya geli dengan sikap Leon. Redaksi TV One akhirnya tetap mengundang Ade Armando sendiri. Ade bingung, apa masalah Ade Armando dengan Leon? Buat Ade Armando, penjelasan paling masuk akal adalah Leon nggak punya dasar yang kuat.
Banyak yang mengatakan bahwa Ade Armando ini terlalu keras kepada mahasiswa. Ade Armando justru diingatkan bahwa Leon itu banyak mentornya. Justru dari sini, Ade Armando mencurigai bahwa Leon adalah boneka. Delpedro Marhaen pun diundang dan dipertemukan dengan Ade Armando.
Pedro mengaku sebagai sahabat Leon yang berbagi tugas dalam kasus BEM UI. Leon akan konsentrasi menghadapi Rektor, sedangkan Pedro berhadapan dengan Ade Armando. Siapakah Pedro? Ketika di Kompas TV, dia adalah mahasiswa psikologi Untar. Tapi pada 2017, dia adalah mahasiswa Universitas Pasundan, dan kena Drop Out.
Kemudian dia masuk jadi mahasiswa hukum di 2019. Kok dia sebut dirinya mahasiswa fakultas psikologi? Nah loh. Terbongkar habis deh. Ketika dalam diskusi bersama Pedro, Pedro mengaku kalau penjelasan Ade Armando terlalu panjang. Dia mengatakan pemanggilan mahasiswa pada hari minggu adalah bukti pembungkaman.
Pedro mengatakan bahwa Ade Armando diundang ke UI untuk membuat Ade Armando paling terkenal. Pedro mengatakan juga dengan jelas bahwa Presiden Jokowi harus berhenti sebelum 2 periode berakhir. Berbahaya banget ya.
BEM UI tidak bertindak sendiri. Mereka punya mentor. Twitter BEM UI adalah propaganda untuk melawan Jokowi. Twit tersebut dibuat oleh Divisi Brigade 2021 dan Divisi Propaganda. Propaganda harus gampang ditelan, tidak multi sisi.
Mereka sengaja memprovokasi. Begitu rangkaian twit keluar, mereka berharap universitas dan pemerintah bereaksi. Dan ketika ada reaksi, maka mereka bisa bikin gaduh. Pedro dan kawan-kawan memang sengaja dikirim. Mereka tidak pintar, tapi mereka berani malu.
Untungnya, rencana mereka gagal. Pemerintah diam saja. Rektorat UI juga diam-diam saja. Yang ribut adalah Ade Armando, dan para rakyat Indonesia yang memang luar biasa berakal sehat. Masih banyak orang Indonesia yang masih punya akal sehat.
Joko Widodo disebut raja pembual, tapi tidak ada yang bisa memberikan bukti bahwa Joko Widodo adalah raja pembual. Bukti-buktinya hanya dari media yang seperti Tempo dan KontraS. Joko Widodo justru akhirnya mendapatkan simpati dari masyarakat.
Kritik yang dilakukan oleh BEM UI mengenai UU ITE, TWK, sangatlah subjektif, dangkal dan cacat logika. Dari ribuan pegawai KPK, masak yang difokuskan hanya 51 yang tak lolos dan tak bisa dibina lagi, bukannya berikan apresiasi kepada ribuan pekerja lainnya?
Pasca 51 orang dibuang, justru KPK semakin gencar mau menyenggol Anies Baswedan. Memang bikin malu banget ini si BEM UI dungu.
Tanpa akal sehat, negara ini tidak selamat.
Begitulah akal sehat.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/sadis-ade-armando-bongkar-delpedro-ternyata-MGRCjivPOA
Tingkat Kepuasan Kinerja Jokowi 81,2%, BEM UI Buta Mata Buta Hati Didikan Oposisi
Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia tiba-tiba membuat ulah di akun sosial medianya. Barangkali apa yang dicuitkan anak-anak mahasiswa ini sudah kita diketahui bersama. Mereka konon mengkritik akan tetapi sayang tidak cantik. Jauh dari karakter cara akademisi pada umumnya yang elegan.
Dan cukup menarik presiden Jokowi sendiri sampai memberi pernyataan khusus buat mereka. Tentu ini dipandang penting oleh istana. Ada aroma oposisi menunganggi anak-anak ini.
Sebelumnya pro dan kontra terjadi. Atas julukan yang disematkan anak-anak yang ketika saya atau Anda alami terkena peluru karet atau gas airmata tahun 1998 saat runtuhnya rezim orba, mereka mungkin masih dalam proses produksi bapak ibunya atau malah belum jelas bakal di rahim siapa.
Ini tulisan saya yang kedua terkait BEM UI. Sejujurnya rasanya belum puas juga atas apa yang telah mereka perbuat. Bukan berarti anti kritik justru sebaliknya setuju atas kritik selama itu dapat mematik semangat memperbaharui yqng kurang becik.
Kami para penulis atau author seword juga tak sedikit yang acap mengkritik pemerintahan Jokowi. Sah-sah saja di alam demokrasi Indonesia yang melimpah ini. Di negeri ini saking bebasnya para tokoh oposisi kadang sampai lupa diri.
Bicara asal mangap saja, dengan dalih kritik padahal nyinyir, caci maki bahkan tak segan lempar hoax. Jika keliru tingga hapus cuitan dan minta maaf.
Tokoh oposisi kelas teri inilah biang keladi yang memberi jalan pada rakyat awam. Sehingga cacian dan hinaan oleh mereka dipahami sebagai kritikan. Akhirnya sosial media menjadi bising untuk hal-hal yang tiada guna.
Beruntung masih banyak pribadi yang peduli dan cinta dengan negeri ini. Maka narasi busuk yang sengaja dilempar oleh para barisan sakit hati ditangkal oleh mereka yang cinta pada negara. Tapi sayang dipersepsikan oleh meteka sebagai buzzerRp.
Kembali ke BEM UI, sebutan 'the king of lips service' yang ditujukan pada presiden Jokowi. BEM UI menilai Jokowi kerap mengobral janji manis. Namun, menurutnya, janji Jokowi seringkali tak selaras dengan kenyataan.
"Jokowi kerap kali mengobral janji manisnya, tetapi realitanya sering kali juga tak selaras. Katanya begini, faktanya begitu. Mulai dari rindu didemo, revisi UU ITE, penguatan KPK, dan rentetan janji lainnya."
Jika membaca pernyataan anak-anak BEM UI ini menarik. Tidak ada hujan tak ada angin tiba-tiba berupaya mencari perhatian dan celah dari presiden Jokowi. Dan faktanya sukses, presiden pun bereaksi menjawab cuitan mereka.
Padahal revisi UU ITE sendiri sudah sejak awal bulan Juni 2021 ini. Bahkan Mahfud Md menyebut revisi 4 Pasal UU ITE segera masuk legislasi di DPR. Apakah anak-anak itu menunggu arahan yang mendidik?
Begitu pula terkait KPK, rindu demo dan janji manis lainnya. Janji manis seperti apa tidak dijelaskan. Ada aura titipan jika dikaji lebih dalam. Anak didik oposisi benar nampaknya.
Apa yang disampaikan oleh BEM UI rasanya bagi masyarakat berbanding terbalik dengan fakta. Mungkin saya akan ambil satu sampel hasil survei *Tingkat Kepuasan Terhadap Kinerja Jokowi dari indEX.
Temuan survei Indonesia Elections and Strategic (IndEX) Research menunjukkan tingkat kepuasan publik terhadap Pemerintahan Jokowi pada periode kedua mencapai 81,2 persen.
Hasil survei yang dilakukan pada tanggal 21-30 Mei 2021 meningkat dari survei sebelumnya pada bulan Maret 2021 sebesar 70,9 persen.
"Tingkat kepuasan publik terhadap Jokowi mencapai angka tertinggi dalam satu setengah tahun, yakni mencapai lebih dari 80 persen," kata peneliti IndEX Research Hendri Kurniawan dalam siaran persnya, di Jakarta.
Jadi melihat fakta di atas tentu sebagai masyarakat awam akan membandingkan dengan pernyataan BEM UI. Tingkat kepuasan kinerja sampai angka 81,2% tentu tinggi jika dibandingkan presiden sebelum Jokowi.
Pada intinya masyarakat puas itu poinnya. Jadi janji manis seperti apa yang diharapkan oleh anak-anak mahasiswa ini. Sementara anak-anak mahasiswa di Jawa Tengah menunggu diijinkan oleh pihak terkait agar dapat dilibatkan dalam penanganan covid-19, kalian yang di DKI Jakarta malah sibuk berpolitik.
Jika tidak agenda khusus para aktor di belakang layar rasanya tidak mungkin kalian berani membuat meme dan nampak topik yang terpilih.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/tingkat-kepuasan-kinerja-jokowi-812-bem-ui-buta-k2FZOJ6s0D
Modyar! Sok-sokan Malu dengan Sikap BEM UI, Andi Arief Malah Kena Sleding Tekel Netizen
Memang kalau mau terkenal di negeri ini cukup gampang. Tanpa perlu punya prestasi atau apa, tapi cukup rendahkan atau hina Presiden Jokowi.
Sudah banyak kok orang-orang yang populer hanya karena menghina Presiden.
Contohnya saja si tukang tusuk sate Muhammad Arsyad yang kala itu mengunggah foto tidak senonoh Presiden Jokowi hasil editan.
Si Arsyad ini wajahnya sempat menghiasi layar kaca kala itu. Bahkan namanya sudah ada di Wikipedia karena begitu terkenalnya dia.
https://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Arsyad_Assegaf
Tidak hanya itu, meskipun jelas-jelas terbukti bersalah, ia juga mendapatkan pembelaan dari Fadli Zon.
Keren kan?
Karena tidak banyak orang yang berkesempatan mendapat pembelaan dari anggota DPR-RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu.
Tapi sungguh sayang pembelaannya itu hanya sekali. Ketika Arsyad diamankan lagi oleh polisi lantaran menculik anak dibawah umur dan hendak mencabulinya, Fadli Zon lepas tangan.
Termasuk juga Hermawan Susanto yang kala itu hendak memenggal kepala Jokowi.
Tidak menunggu waktu lama, ia langsung menjadi pembicaraan hangat netizen.
Yang perbuatannya itu tidak hanya membuatnya menjadi terkenal tapi ia juga dijebloskan ke penjara.
Karena jangankan mencancam presiden yang notabene orang nomor satu di negeri ini, mengancam tetangga lewat SMS saja bisa dicyduk polisi.
Presiden itu dijaga Paspamres ferguso. Yang para pengawalnya itu menguasai enam jenis bela diri, serta dibekali senjata lengkap dan canggih.
Jadi, kalau cuma modal jadi Kadrun dan bacot doang, gak usah deh mikir sampai mau menggal kepala Presiden segala.
Teranyar, yang turut cari tenar lewat jalan merendahkan Presiden itu adalah Ketua BEM UI, Leon Alvinda Putra.
Tidak ada angin tidak ada hujan, BEM UI tiba-tiba mengunggah foto Jokowi yang telah diedit (meme) yang dibumbui oleh kata-kata Jokowi: King of Lip Service di Instagram.
Hingga meme tersebut viral di Medsos.
Pihak Rektorat UI pun terpaksa turun tangan akibat ulah BEM mereka tersebut. Tentunya demi untuk menjaga marwah UI sebagai salah satu kampus terbaik di Indonesia.
Masa sekelas UI, BEM-nya cuma bisa buat meme yang merendahkan Presiden doang. Kan bikin malu itu namanya.
Dan kalau seandainya pihak kampus tidak turun tangan, dampaknya juga bisa buruk bagi UI. UI akan dicap sebagai kampus yang membiarkan mahasiswanya menghina Presiden.
Karena bagaimanapun juga Jokowi itu dipilih oleh sebagian besar rakyat Indonesia. Saat ini pendukungnya masih sangat banyak. Dan berdasarkan hasil survei masyarakat puas terhadap hasil kinerjanya.
Langkah pihak rektorat yang turun tangan memanggil beberapa anggota BEM UI inilah yang kemudian menuai pro dan kontra.
Hingga menjadi gorengan para politisi seberang istana.
Diantaranya yang turut menggoreng isu ini adalah politisi Partai Demokrat, Andi Arief.
Namun Ia tidak secara spesifik mengkritik seperti yang lain, tapi memprovokasi.
Melalui akun Twitternya @Andiarief__, Ketua Bappilu Partai Demokrat itu mengatakan, "Sebagai alumni UGM saya malu dengan keberanian bersikap mahasiswa UI".
Yang inti dari pernyataannya tersebut, Wooyyy mahasiswa UGM, jangan diam saja. Ikutin tuh jejak BEM UI yang bikin meme merendahkan Jokowi.
Pada dasarnya cuitan Andi Arief itu mengajak BEM UGM untuk turut menyerang Jokowi.
Itu saja.
Kita tahu-lah isi otak anak buah AHY itu seperti apa.
Tapi, lantas apa tanggapan netizen?
Ternyata eh ternyata tidak seperti yang diharapkan ferguso. Andi Arief malah kena sleding tekel rame-rame oleh warganet.
Berikut diantaranya :
"UGM malu punya alumni tertangkap Nyabu dan koleksi kondom bergerigi", cuit pemilik akun Twitter @Frans_Priyo. Hahaha
"Nggak percaya ente alumni UGM. Masa alumni UGM pecandu Narkoba sama perek jalanan? Malu-maluin almamater saja," ujar pemilik akun @Amidz77. Kwkwkwk
"Sebagai alumni UGM saya malu melihat Andi Arief yang suka Nyabu dan pakai Kondom bergerigi," lanjut pemilik akun @Sherly0ctaviani.
Memang kelakuan warga plus 62 sungguh luar biasa. Hahaha
Belajar dari si Andi Arief ini, bahwa kalau mau jadi politisi, kepala daerah, anggota DPR, ketua partai, dll. Atau bahkan mungkin pengen Presiden. Jagalah sikap, tingkah laku dan tutur kata sebaik mungkin.
Jangan sampai melanggar norma kesusilaan, sopan santun, apalagi hukum.
Karena suatu saat nanti, rekam jejak kita inilah yang bisa menjadi ganjalan atau turut menjadi penentu kesuksesan kita di masa yang akan datang.
Sumber Utama : https://seword.com/umum/modyar-sok-sokan-malu-dengan-sikap-bem-ui-andi-j3adU7VjKz
Gebrak Pakai Senyum, Jokowi Rontokkan Kubu BEM UI-Demokrat-PKS-HMI-SBY-FPI-KPK Pro-Novel!
Yang lagi rame, naik panggung, meme yang diposting oleh akun medsos BEM UI. Pentolannya pun langsung terkenal, Ketua BEM UI Leon Alvinda Putra. Mengingatkan kita pada peristiwa tahun 2018, ketika Ketua BEM UI kala itu Zaadit Taqwa mengacungkan kartu kuning kepada Presiden Jokowi di Kampus UI, Depok. Salah satu yang dipermasalahkan oleh Zaadit adalah isu gizi buruk di Asmat, Papua. Lucunya, Zaadit ini malah nggak ikut ke Papua mendatangi Asmat ketika dikasih kesempatan ke sana. Kita pun ngakak. Ada orang nyari panggung, tapi ternyata tidak punya nyali membuktikan omongannya hahaha… Saat itu kan lagi menjelang Pilpres 2019. Paham lah kita jika insiden itu dilihat dari sudut pandang politik.
Sekarang kejadian lagi. Sebenarnya momen yang perlu dicermati itu bukan saat BEM UI mengunggah meme yang mengkritik Presiden Jokowi. Melainkan kejadian-kejadian sesudahnya. Siapa saja pihak-pihak yang nebeng alias menunggangi peristiwa ini.
Yang pasti adalah Partai Demokrat. Pasca dipanggilnya para pengurus BEM UI oleh pihak Rektorat UI, Demokrat pun bersuara. Kepala Badan Komunikasi Strategis Herzaky Mahendra Putra menyatakan harapannya agar “tidak ada mahasiswa yang diberi sanksi akademis atas sikap dan kritikannya”dan agar pihak Rektorat tidak memaksakan kesepakatan dalam pertemuan itu Sumber.
Wakil Sekjen Demokrat, Irwan juga menyentil agar otoritas kampus “tidak boleh jadi alat Istana untuk membungkam kemerdekaan mahasiswa berpendapat” Sumber.
Narasi yang dimainkan seakan Presiden Jokowi lewat Rektorat UI berusaha untuk membungkam para mahasiswa. Hal ini sudah dimentahkan oleh Ade Armando, yang juga seorang dosen di UI. “…Ternyata BEM diundang untuk ngobrol2 doang. Tidak ada ancaman sanksi dan perintah menghapus tweet,” tulis Ade di Twitter link twitter.
Kemudian, ketika digembar-gemborkan terjadi peretasan terhadap akun WA dan medsos pengurus BEM UI, Demokrat bersuara lagi. Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Partai Demokrat, Rachland Nashidik meminta DPR memakai hak interpelasi untuk menanyakannya pada pemerintah Sumber. Dan kemarin (29/6), Demokrat minta pihak kampus UI memfasilitasi BEM UI untuk bertemu dengan Presiden Jokowi Sumber. Padahal kan kata Presiden Jokowi, mengkritik itu boleh-boleh saja. Kita lanjut dulu ke PKS ya.
Tentu saja PKS mendukung BEM UI. Menyebut mereka mahasiswa yang jujur Sumber. Terkait pemanggilan oleh Rektorat UI, PKS menyebutnya sebagai cerminan kondisi demokrasi negeri ini yang cacat Sumber. Terkait peretasan akun WA dan medsos, PKS menyebutnya sebagai pertanda “rezim ini sudah sempoyongan seperti orang mabuk yang sedang jalan” Sumber.
Salah satu kubu Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), yakni HMI MPO menyatakan mendukung kritik BEM UI terhadap Jokowi. Affandi Ismail, Ketum PB HMI MPO bahkan menyerukan revolusi dan meminta Jokowi turun dari jabatan presiden Sumber Sumber.
(sumber: makassar.terkini.id)
Dari netizen, dibongkar pula kedekatan antara Ketua BEM UI dengan SJW dan para pegawai KPK yang tidak lolos TWK. Juga kedekatannya dengan SBY Sumber. Ya dari cuitan-cuitan Leon sendiri.
Selain itu, banyak lah fakta blunder yang turut dibongkar oleh para netizen. Antara lain adanya protes dari BEM UI ketika pada bulan April 2020 kampus UI belum memberikan subsidi pulsa untuk pelaksanaan pembelajaran online Sumber Sumber. Ini fakta yang menohok. Artinya BEM UI juga ngarep subsidi dari orang yang mereka kritik habis-habisan hehehe… Malu dehh!
Fakta kedua adalah ketika protesnya BEM UI pada bulan Januari 2021 lalu. Terkait pembubaran FPI oleh pemerintah Sumber. BEM UI bahkan mendesak pemerintah untuk mencabut SKB pembubaran FPI itu. Owww… jadi mereka ini semacam “buzzernya” atau “kacungnya” FPI? Fakta ketiga diwakili oleh meme di bawah ini link twitter. Juga fakta keempat, diwakili oleh gambar kumpulan berita tentang SBY di bawah ini, yang diunggah oleh Dedek Prayudi, eks jubir PSI link twitter
Kita absen lagi, siapa-siapa yang ada di dekat BEM UI? Partai Demokrat, PKS, SBY, HMI MPO, FPI, dan KPK kubu Novel Baswedan. Jelas ya. Tapi ya masih ngarep subsidi pulsa dari pemerintah hehehe…
Dari sudut pandang strategi politik, tindakan pembuatan dan penyebaran meme kritik Jokowi oleh BEM UI bisa disebut sebagai provokasi. Melihat kedekatannya dan siapa-siapa yang membonceng isu ini, makin terang benderang adanya agenda politik di balik itu semua. Terlebih jika melihat seruan revolusi dari HMI yang minta Jokowi mundur. Seakan BEM UI ini adalah anggota gerakan KAMI yang dideklarasikan tahun lalu. MAsih ingat kan KAMI yang turut digerakkan oleh Gatot Nurmantyo. Yang ujung-ujungnya juga minta Jokowi mundur. Tiap ada demo juga tuntutannya sama, entah demo PA 212 atau pun demo para “mahasiswa”. Sama dengan tuntuan Rizieq Shihab kan? Padahal Jokowi adalah presiden terpilih oleh mayoritas rakyat dengan angka kepuasan kinerja yang tinggi, di atas 50 persen, bahkan mencapai 80-an persen. Adakah rakyat biasa yang ikutan demo? Adakah rakyat biasa yang memprotes pembubaran FPI? Banyak kah rakyat yang mendukung kritik BEM UI?
Nah, tiba saatnya Presiden Jokowi menggebrak. Provokasi di atas itu memang dijalankan dengan harapan agar pemerintah khususnya Presiden Jokowi terpancing, lalu memberikan reaksi keras bahkan represif. Nyatanya? Jokowi tetap kalem, bahkan sambil tersenyum lebar. Kita saja paham kok, apalagi seorang Jokowi yang ahlinya “rebus kodok” eh main catur itu, hehehe…
Dilansir cnnindonesia.com, Presiden Jokowi dengan santai menyebut sudah terbiasa dikritik. Dia menilai bahwa BEM UI sedang belajar menyampaikan pendapat dan tidak ingin menanggapi kritik itu secara berlebihan. “… kritik ini ya boleh-boleh saja… Universitas tidak perlu menghalangi mahasiswa untuk berekspresi…,” antara lain kata Presiden Jokowi Sumber. Lengkapnya di video di akhir tulisan ini. Santai lah.
Lha wong mayoritas rakyat pun tidak mendukung kritik dan kehebohannya itu. Rakyat malah marah melihat bagaimana BEM UI dan pihak-pihak yang membonceng itu berusaha memojokkan Presiden Jokowi. Sekarang presiden sedang bekerja keras memulihkan ekonomi rakyat yang terdampak pandemi. Dari sektor pariwisata dan ekonomi kreatif saja ada 30 juta lebih warga masyarakat yang perlu dibantu untuk pulih ekonominya. Presiden Jokowi sedang bekerja keras, dari urusan vaksinasi hingga menggerakkan roda ekonomi. Lah situ cuma di kampus aja sambil main medsos, bisanya hanya lempar meme, gambar dan kata-kata. Sudah bisa cari nafkah belum? Sudah merasakan pahitnya kehilangan pekerjaan gara-gara pandemi? Kalau SPP, uang kost dan makan sehari-hari masih diongkosi orang tua, apa layak kalian menilai kinerja seorang presiden? Kalau nggak diongkosi orang tua, patut dicek itu yang ongkosi siapa, kan? Presiden Jokowi lagi ditantang main catur sama anak kecil hehehe, ya diketawain lah. Digebrak dikit, eh semuanya kena sampai ke SBY. Ternyata Presiden Jokowi santuy aja kok, beda lah sama SBY.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/gebrak-pakai-senyum-jokowi-rontokkan-kubu-bem-ui-bxsWpEQfYh
BEM UI, Kasian Deh Lu, Respon Jokowi Santai Banget, Gak Terpancing
Mau tahu apa yang paling saya kagumi dari Pak Jokowi? Ketenangan dan tidak reaktif. Sabar meski dihina seperti apa pun.
Kalian pasti tahu, para barisan sakit hati sering menghujat Jokowi. Salah satunya adalah pak tua tukang nyinyir yang seringkali menghina Jokowi. Salah satunya adalah dengan sebutan bebek lumpuh. Ingat gak? Kalau gak ingat, itu lho yang anaknya katanya dokter gigi, sok hebat tapi tak bisa bedakan nenek-nenek yang wajahnya bonyok dianiaya dengan wajah hasil operasi. Sudah tahu kan siapa?
Apalagi kadrun. Kelakuan mereka lebih parah. Jokowi dihina dengan kata-kata kasar, kayak preman sok jago tapi terkencing-kencing ketika terciduk. Mereka memfitnah dengan hoax yang sangat hitam pekat.
Tapi Jokowi santai saja. Tidak marah. Lanjut kerja. Memang begitulah harusnya seorang pemimpin. Tidak baperan dan merengek di sosial media. Semua itu harusnya dianggap seperti angin kentut yang hanya numpang lewat sebentar.
Ketenangan dan tidak reaktif inilah yang membuat Jokowi tidak gampang masuk perangkap yang dibuat kelompok sebelah. Ibarat mereka memberi umpan terbaik agar Jokowi memakannya. Tapi Jokowi tidak pernah memakannya. Yang ada, mereka malah gondok dan ngamuk sendiri karena tidak bisa menggiring Jokowi ke jurang. Malah mereka yang terpeleset ke jurang dan berserak di jalanan.
Jokowi barusan memberi respon terkait posting BEM UI terkait julukan The King of Lip Service. Dia menilai ini sebagai bentuk ekspresi kritik dari mahasiswa. Jokowi juga meminta pihak universitas tidak menghalangi mahasiswanya untuk berekspresi.
"Iya itu kan sudah sejak lama ya, dulu ada yang bilang saya ini klemar klemer, ada yang bilang juga saya itu plonga plongo, kemudian ganti lagi ada yang bilang saya ini otoriter, kemudian ada juga yang ngomong saya ini bebek lumpuh dan baru-baru ini ada yang ngomong saya ini bapak bipang, dan terakhir ada yang sampaikan the king of lip service," kata Jokowi.
"Saya kira ini bentuk ekspresi mahasiswa, ini negara demokrasi, jadi kritik itu boleh-boleh saja, dan universitas tidak perlu menghalangi mahasiswa untuk berekspresi. Tapi juga ingat, kita ini memiliki budaya tata krama, memiliki budaya kesopansantunan, ya saya kira biasa saja, mungkin mereka sedang belajar mengekspresikan pendapat," katanya lagi.
Terkait Jokowi yang mengingatkan soal budaya tata krama dan kesopansantunan, saya rasa ini menyentil meme yang dibuat oleh BEM UI di mana Jokowi memakai mahkota raja. Memang sih, kurang ajar. Kepala negara dibuat meme seperti itu.
Seringkali dikatakan, bebas berekspresi di negara ini bukan berarti menghina, apalagi bikin hoax. Kalau kadrun terkenal suka bikin hoax dan menggunakan kata kasar. BEM UI ini menggunakan meme untuk kepala negara. Apakah etis?
Apalagi ini sekelas UI, yang katanya salah satu universitas terbaik di Indonesia, masa BEM UI bikin meme murahan seperti itu? Itu sebenarnya bikinan mahasiswa atau anak kecil? Apakah tidak ada cara yang lebih cerdas, atau memang mereka isinya orang yang tak cerdas alias [isi sendiri]?
Tapi seperti yang saya katakan di artikel sebelumnya, saya tidak khawatir soal isu ini karena Jokowi bakal santai dan tidak terpancing.
Terjawab dari responnya. Jokowi tidak mempermasalahkan. Tidak ada gebrak meja. Tidak ada lempar HP. Tidak ada ancam pakai neraka. Tidak ancam jenazah disuruh mandi dan kuburkan diri sendiri.
Selesai, kan?
Tapi saya yakin mereka pasti tidak puas, mungkin mengharapkan Jokowi terpancing dan situasi bisa diperkeruh.
Pada akhirnya, tukang nyinyir tak berkutik. Tak bisa menyerang balik karena yang diserang santai saja.
Kasihan deh lu, BEM UI.
Kalau mau main-main, silakan main-main dengan orang yang baperan dan temperamen tinggi. Itu baru seru. Itu pun kalau mereka berani, karena sekali orang ini tersinggung, mereka pasti terbirit-birit.
Minimal coba nyinyirin si imam jumbo deh. Siap-siap aja didoakan seret rezeki, gak lulus kuliah, lulus pun susah cari kerja, dapat kerja pun yang berat-berat, pergi pagi pulang petang pantat pegal pinggang patah penghasilan pas-pasan, pulang diomeli istri karena uang belanja kurang. Berani gak?
Baru selevel mahasiswa, gak usah sok hebat. Udah jadi orang sukses, baru boleh koar-koar.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/bem-ui-kasian-deh-lu-respon-jokowi-santai-banget-fpZpocCSLG
Upaya Makar Ketum PB HMI MPO Affandi Ismail, TNI Harus Turun Tangan
Affandi Ismail, sebelas dua belas dengan Leon, yang adalah mahasiswa bodoh yang membangun narasi-narasi busuk soal Presiden Joko Widodo. Affandi Ismail membawa-bawa nama rakyat untuk melakukan revolusi Indonesia di tahun 2021.
Bahkan dengan berani-beraninya, dia mengeluarkan tagar ganti Presiden sebelum 2024. Artinya ini sudah jelas-jelas ada upaya makar. Orang-orang PKS kelihatannya sangat menikmati buah yang mereka tabur selama ini. Kita tahu himpunan mahasiswa banyak yang terindikasi radikal dan HTI.
HTI ini sangat kencang soal perekrutan mahasiswa dan bergerak di bidang pendidikan. Mereka adalah orang yang bukan lagi apolitis, melainkan anti dengan politik. Bahkan mereka dengan berani-beraninya mengeluarkan tagar-tagar yang berbau makar.
Sekarang kita melihat kader-kader kampus yang dianggap penting, menjadi motor terdepan sejak Rizieq dipenjara. Mereka seolah nggak rela dengan Rizieq yang dipenjara dan dimasukkan ke dalam proses hukum berlapis-lapis. Saya melihat apa yang menjadi kebahayaan mereka ini adalah makar.
Presiden Joko Widodo adalah presiden yang dipilih dua kali oleh rakyat. Mayoritas rakyat mendukung Joko Widodo dan memilihnya sebagai presiden Republik Indonesia dua kali. Ini adalah fakta demokrasi yang tidak terbantahkan. Fakta yang tidak bisa dibuang begitu saja.
Tapi ada orang-orang yang sakit hati dan mungkin para pendukung Prabowo seperti Affandi Ismail dan Leon, yang tidak rela satu per satu junjungannya kena karma Ahok. Jonru dipenjara, Ratna Sarumpaet ketahuan ngibul disebarkan oleh Prabowo, kemudian yang terakhir Bahar dan Rizieq dipenjara.
Dan pada akhirnya, mereka ini kelihatan mau makar. Mau makar terhadap konstitusi yang sudah ada. Presiden sudah terpilih dengan cara demokratis. Lalu yang berbeda pendapat dengan mereka, dicap buzzer dan kafir. Ini tipe cara main dari FPI dan HTI sekali bukan?
Tagar ganti presiden sebelum 2024 yang ada di postingan Affandi Ismail ini harus ditanggapi dengan sangat serius. Kalau ada tagar seperti itu dikeluarkan oleh himpunan mahasiswa Islam, artinya ada dugaan provokasi berujung makar seperti yang dikerjakan oleh para pendukung Prabowo dulu.
Kalau sudah begini, Polisi dan TNI sudah harus waspada. BIN juga sudah harus fokus untuk menelisik siapa orang-orang di belakang mereka. Mereka ini kelihatannya hanyalah boneka. Boneka PKS, FPI dan HTI untuk merongrong NKRI. Mungkin bisa diangkut itu mahasiswa abadi, untuk dimintai keterangan.
Mereka ini adalah orang-orang yang berbahaya bagi demokrasi. Kenapa saya katakan berbahaya? Karena mereka menggunakan demokrasi, untuk merusak demokrasi. Ciri khas dari HTI dan Felix Siauw adalah memang seperti itu. Mereka koar-koar demi demokrasi, tapi mereka justru mau merongrong.
Inilah kebahayaan yang sejati. Bahaya karena mereka bersembunyi di balik pilar NKRI, tapi ujung-ujungnya tanam bom untuk menghancurkan salah satu pilar tersebut, yakni pilar demokrasi. Pilar demokrasi yang dibangun oleh bangsa ini lewat sejarah panjang, mau dihancurkan.
Ada upaya-upaya yang dikerjakan sepertinya dengan terstruktur, sistematis dan masif oleh pendukung Prabowo yang nggak rela Prabowo kalah dan dipecundangi oleh mantan pengusaha mebel saja. Di tengah pandemi ini, bukannya bersatu, malah mau makar.
Orang-orang seperti ini bahaya, dan kebahayaannya ini cukup laten dan tidak bisa dianggap remeh. Mereka ini membawa-bawa nama besar seperti mahasiswa Islam, mahasiswa universitas Indonesia dan kampus-kampus besar. Merek aini berbahaya.
Apalagi di belakang mereka ada orang-orang PKS yang selalu memberikan informasi ngaco kepada mereka sehingga narasi kebencianlah yang terbentuk. Ini adalah hal yang serius untuk disikapi. Jadi saya nggak setuju kalau Presiden Joko Widodo memberikan ruang kepada mereka untuk berekspresi.
Mereka menangkap bahwa ekspresi mereka untuk makar adalah hal yang benar. Mereka harus diselidiki. Mereka harus dicari satu per satu. Organisasi dan orang-orang di belakang yang mendukung mereka, perlu diberantas.
Karena upaya makar ini sudah banyak makan korban. Rakyat Indonesia menjadi korban makar dari apa yang dikerjakan oleh pendukung-pendukung Rizieq. Akhir kata, kalau Affandi Ismail mau difoto, ya yang bener dong appearancenya.
Masak pakai jas biru, daleman baju koko abu-abu, celananya juga nggak matching, kemudian peci hijau putih. Haduh... Nggak keren. Pantes mikirnya nggak suka sama Jokowi.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/upaya-makar-ketum-pb-hmi-affandi-ismail-tni-harus-V6hqIACoqm
Tempo Bisa Kena Karma Karena Menfitnah Orang Tua (Hendropriyono)
Ini memang berita lama. Tapi masih menarik untuk ditilik kembali.
Ada media, yang bertingkah seperti emak-emak. Setiap dia melihat satu kejadian, yang dikedepankan adalah ke-iri-an. Saya tidak tahu siapa sosok yang "memesan" tulisan di media Tempo untuk menyoroti kunjungan yang dilakukan oleh Bapak dan Ibu Hendropriyono ke Istana Negara pada tanggal 7 Mei 2021 lalu, untuk menemui Presiden Indonesia. Yang pasti, berita yang diterbitkan oleh Tempo menyebutkan bahwa kunjungan tersebut dilakukan dalam rangka "merayu" Presiden Jokowi untuk menjadikan menantunya, KASAD Andika Perkasa, sebagai Panglima TNI, menggantikan Marsekal Hadi Tjahyanto. Katanya lagi, "rayuan" itu disampaikan setelah menyampaikan kondisi politik terbaru kepada Presidan Jokowi. Cerita yang dilansir Tempo, tentu saja ditaburi bumbu-bumbu penyedap. Tempo menuliskan pada beritanya bahwa sumber yang menyampaikan tentang pertemuan mertua KASAD Andika Perkasa dan Presiden Jokowi adalah 3 purnawirawan Jenderal, tanpa merinci siapa nama ketiga purnawirawan Jenderal tersebut. Untuk menampilkan berita seolah-olah berimbang, Tempo juga menambahkan bahwa mereka sudah berusaha menghubungi Hendropriyono, namun telponnya tak direspon.
"berusaha menghubungi" artinya Tempo telah menghubungi berkali-kali. Masa iya satupun tak ada yang direspon? Lalu karena tak ada respon ini, Tempo merasa punya hak untuk menerbitkan berita dari satu pihak saja? Disinilah fitnah itu lahir.
Benarkah Tempo telah "berusaha" menghubungi Bapak Hendropriyono via telpon? Terangkat atau tidak terangkat, jika informasi yang Tempo terima dari 3 purnawirawan Jenderal itu benar, minimal, Tempo tak perlu ragu untuk menyebutkan nama-nama mereka. Jujur saja, saya meragukan keterangan Tempo yang menyatakan telah berusaha menghubungi Pak Hendropriyono. Mengapa? Karena, saya yang bukan siapa-siapa saja, kalau mengirimkan pesan pada Bapak Hendropriyono, selalu mendapat jawaban. Pun saat saya membaca berita Tempo tentang kunjungan beliau ke Istana Negara. Saya mengirimkan pesan pendek pada beliau, "Selamat pagi Bapak, saya Erika dari Seword. Mohon sedikit tanggapan untuk berita yang dilansir oleh Tempo, Bapak. Terima kasih..."
Prof Jenderal (Purn) AM Hendropriyono menjawabnya singkat, "Itu fitnah. Tanyakan pada Tempo siapa nama 3 purnawirawan Jenderal yang telah memberi false information seperti itu...". Pertanyaan saya lanjutkan, "Jika itu fitnah, apakah Bapak tidak berniat untuk menariknya ke ranah hukum positif?". Lagi-lagi Hendropriyono menjawabnya singkat, "Biarkan hukuman sosial menimpa mereka. Kalau Tempo terus menerus menulis berita fitnah, lama-lama Tempo akan ditinggalkan pembacanya!".
Wah... pesan yang disampaikan orangtua yang sedang didzolimi biasanya diijabah Tuhan! Ini bisa jadi karma buat Tempo!!
Di sisi lain, kalau kita merujuk kembali pada kalimat saya di paragraf pertama, bahwa tulisan Tempo yang dinyatakan "fitnah" oleh Hendropriyono, adalah tulisan atau berita "pesanan". Ini karena kita bisa dengan mudah menarik kesimpulan bahwa pihak si pemesan berita itu adalah.... ya 3 orang purnawirawan jenderal yang oleh Tempo ditempatkan sebagai narasumber.
Sebagai sama-sama jenderal purnawirawan, ke 3 orang Jenderal itu seperti iri melihat kedekatan Bapak Hendropriyono dengan Presiden Jokowi. Mereka seperti ketakutan kalau menantu Guru Besar Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN) itu, akhirnya benar-benar akan menjadi Panglima TNI. Atau bisa juga mereka berniat menggiring opini masyarakat untuk memandang pengangkatan KASAD Andika Perkasa menjadi Panglima TNI satu hari nanti, itu tak lepas dari dorongan yang dilakukan oleh sang mertua.
Picik sekali pemikiran seperti itu. Rakyat Indonesia melihat dan menjadi saksi hidup atas prestasi-prestasi KASAD Andika Perkasa. Tanpa bantuan sang mertua atau siapapun, Andika Perkasa memang pantas dan patut untuk dipilih menjadi Panglima TNI.
Saya memahami mengapa seorang Hendropriyono tak mau ribet untuk memperkarakan fitnahan Tempo atas dirinya ke ranah pidana. Ya buat apa juga? Dalam usia sepuhnya, jika saya jadi anaknya Hendropriyono, saya pun tak akan mengijinkan beliau untuk berperkara hukum. Lagi pula, dinyatakan sendiri oleh Hendropriyono bahwa sahabat-sahabatnya masih ada yang bekerja giat di Tempo. Hendropriyono hanya mendo'akan mereka dan mengingatkan bahwa menebar fitnah adalah tindak pidana terhadap hukum positif dan masalah ini diatur dalam Undang-undang ITE. Sebagai media, Tempo telah memilih untuk menjadi alat politik dan meninggalkan kaidah-kaidah jurnalistik.
Semoga Bapak Hendropriyono selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa dan selalu diberi kesehatan dan umur panjang.... Amin.
Sumber Utama : https://seword.com/umum/tempo-bisa-kena-karma-karena-menfitnah-orang-tua-XiIYqk8tSy
Hujat Jokowi di Medsos, BEM UI Ditelanjangi Habis Oleh Netizen!
Akhir-akhir ini netizen dihebohkan dengan isu hujatan pada kepala negara yang dibalut seolah berupa kritikan oleh adek kita BEM UI. Sebelumnya ketua BEM mereka Zadit Taqwa juga membuat gempar dengan mengkartu kuning Jokowi. Mirisnya netizen menemukan bukti bahwa ia adalah anak didik PKS yang notabene partai opisisi. Selain itu ada juga konten-konten pro khilafah di akun mereka. Ditambah lagi pernyataan eks anggota BEM yang membeberkan bahwa agenda yang dibawa mereka harus mendapat persetujuan dari PKS. Tentunya ini miris sekali.
Sebenarnya Jokowi terbuka untuk kritikan atau masukan yang membangun. Tapi bukan dengan membawa agenda parpol oposisi yang tentunya kontra semua kebijakan. Apalagi dari parpol yang jelas-jelas membela kelompok ekstrimisme. Harusnya pemerintah mengevaluasi pembubaran PKS pasca HTI dan FPI. Karena dampak yang dibawa parpol justru lebih besar. Apalagi mereka dikabarkan telah melakukan pengkaderan dan pembenihan paham-paham yang mengarah pada pro khilafah.
Maka jangan tanya di mana datanya atau menyuruh oknum-oknum BEM UI mengkritik secara akademik. Karena ideologi yang mereka bawa bisa jadi bertentangan dengan pancasila. Artinya kebencian pada kepala negara apalagi yang jelas-jelas tak menyukai gerakan ekstrimis seperti Jokowi menjadi wajib hukumnya. Mau pakai data atau mengolok secara brutal menjadi jalan aspirasi (jihad) mereka.
Berikut beberapa cuitan netizen yang mengungkap hubungan BEM UI dan PKS.
"Ketua n anggota2 BEM UI dulu pernah ada video lgi di tatar oleh kader PKS 😁🤣 Lihat aja TL @BEMUI_Official penuh dgn Retweet 0rg2 pro khilafah taliban dan kadrun yg selalu merecoki pemerintahan pa @jokowi. Ini bukan soal anak muda ikut politik tpi ini soal regenerasi khilafah" tulis @EmillyLuwita46
Adalagi mantan BEM UI (@Ipul_Ramdani) yang mengungkap hubungan mesra organisasi ini dengan PKS pasca kartu kuning tahun 2018 silam.
"Jadi gini ceritanya. Di lingkup UI itu ada kader2 PKS yg terstruktur, terbina, dan terkonsep dengan rapi utk menguasai kekuasaan di lingkungan kampus. Mungkin juga udah banyak yang tau."
"Mereka menyebut diri mereka sebagai Aktivis Dakwah Kampus (ADK)."
"ADK ini bukan hanya ada di mahasiswa, tapi ada juga di kalangan dosen & birokrat dekanat & rektorat."
"Mereka ada udah dari lama, gue gak pernah neliti juga sik dari kapan pastinya mereka2 ini bangun sistem hingga bisa settled sampe sekarang."
"Obsesi mereka itu yha cuma mau menguasai seluruh posisi strategis di kampus. Jadi petinggi2 kampus, yha jadi Ketua BEM, Manajer Kemahasiswaan, Dekan, Wakil Rekor, Rektor, sampe Ketua/Pengurus ILUNI."
"Tujuannya satu, bisa menyelaraskan perjuangan partai (PKS) di level politik praktis ke dalam setiap kebijakan yang diambil di kampus."
"Jadi jangan kaget kalo ada penyikapan2 isu yang diambil atas nama civitas UI yang sama dengan sikap PKS."
"Gue cerita yang gue tau aja ya, di lingkup mahasiswa."
"Jadi di lingkup mahasiswa, kader2 PKS ini berhimpun dalam satu komando terstruktur. Pimpinan tertinggi mereka namanya Majelis Syuro (MS)."
"Ada MS tingkat UI maupun fakultas. Nah MS tingkat UI ini yang langsung berkordinasi dengan anggota PKS yang ditugasin buat jagain kampus, sebut saja petugas partai."
"Setiap isu yang diturunin ke bawah itu pasti bersumber dari sana."
"Gue inget banget waktu gue jadi Kadep Kastrat BEM FIB UI 2012, BEM FIB UI saat itu diminta oleh MS buat maenin isu pemenangan HNW-Didik J Rachbini di Pilkada Jakarta 2012. Karena gue milih Jokowi dari 2012, yha gue antepin aja itu perintah :P Hahaha.."
"Nah MS inilah yang berperan besar dalam setiap distribusi isu dari pusat (PKS) ke anak-anak BEM di UI."
"Jadi jangan kaget kalo Ketua BEM UI yang tadi ngasih kartu kuning ke Jokowi itu adalah kader PKS."
"Walaupun setiap awal tahunnya BEM Se-UI ini bikin semacem Rembuk buat nentuin isu-isu apa aja yang mau dibawa selama setahun, gue bisa ngomong kalo setiap isu-isu yang ditawarkan BEM UI itu udah dapet acc dari PKS."
"Jadi buat Ketua2 BEM Se-UI yang bukan PKS, jangan polos2 amat kalo BEM UI ngusulin isu. Kritisin itu dengan baik. Karena mereka akan merasionalisasikan kepentingan mereka biar terkesan jadi kepentingan bersama. Dah segitu aja dulu."
Tentunya pengakuan ini sangat menyayat nurani kita. Betapa jahatnya mereka yang merusak generasi bangsa, menyusupkan ideologi khilafah hingga menabur bibit kebencian pada pemerintah dan negara. Dan tentunya masalah ini tak hanya menimpa UI, tapi juga kampus-kampus ternama seperti UGM, IPB, ITB, UNAIR, ITS, UNIBRAW dan lainnya. Bisa jadi UI menjadi tempat bercokol pertama kalinya mereka. Artinya bagi kampus lain hanya menunggu bom waktu saja untuk menjadi boneka kelompok tertentu untuk menentang pemerintah yang sah.
Untuk itu, kita berharap tak hanya ormas-ormas di luar partai politik saja yang dievaluasi, tapi yang sudha menjadi partai politik yang sah juga harus dievaluasi. Termasuk parpol pendukung mereka yang sok nasionalis seperti Demokrat versi AHY. Sudah capek negara ini berjuang melawan wabah dan ketimpangan ekonomi. Jangan lagi ada hasutan dari dalam yang emrobek persatuan kita. Apalagi dari kelompok yang mengaku-ngaku paling agamis.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/hujat-jokowi-di-medsos-bem-ui-ditelanjangi-habis-uR4k2CfcKK
Tim Reskrim Polsek Mlati Patut Dianugrahi Penghargaan Pin Emas Kapolri. Ini Penjelasannya!
Sepajang sejarah pendidikan dan hukum di Indonesia, kasus pidana yang terjadi di dunia pendidikan, tak pernah jauh dari permasalahan ijazah palsu atau sekolah bodong, yang pengungkapannya hampir tak pernah mendapatkan perlawanan. Proses hukumnya bisa diselesaikan secepat kilat. Pelaku ditangkap dan dijebloskan ke dalam tahanan, semudah kita menjentikkan jari tangan.
Tapi kasus pidana menempatkan keterangan palsu pada akta otentik yang dilakukan oleh lembaga pendidikan dengan dasar Pasal 266 ayat (1) KUHP, yang berhasil diungkap oleh kepolisian hingga mencapai P21A, kasus sekolah YIS dengan laporan polisi No.LP/64/VIII/2018/DIY/RES SLM/Sek Mlati, adalah YANG PERTAMA KALI terjadi di sepanjang sejarah pendidikan dan hukum Indonesia.
Ini adalah TITIK PRESTASI RESKRIM POLSEK MLATI YANG WAJIB DIAPRESIASI OLEH RAKYAT INDONESIA!!! Hasil putusan pengadilan atas kasus Pasal 266 ayat (1) yang dilakukan oleh Lembaga Pendidikan akan menjadi yurisprudensi pertama yang dilahirkan oleh LembagaYudikatif kita.
Perjuangan para Penyidik Polsek Mlati untuk menemukan titik terang atas kasus yang sarat akan penggalian dan pemahaman atas peraturan dan perundangan Sistem Pendidikan Nasional, adalah sebuah perjuangan yang luar biasa. Bagaimana tidak, dari sejak awal pelaporan, banyak pihak MERAGUKAN dan MENYANGSIKAN kemampuan polisi kecamatan. Terlebih pihak yang dilaporkan memberikan kuasa hukumnya pada Kantor Pengacara yang memiliki tim yang solid, berpengalaman, handal, mumpuni, cerdas, ulet, licin dan teliti. Hampir semua orang bilang, “YIS itu ibarat "ikan hiu". Polisi Kecamatan akan mudah dikunyah oleh mereka!”.
Tapi siapa sangka, setelah 3 tahun kurang 1 bulan, pada hari Senin, tanggal 28 Juni 2021, Tim Reskrim Polsek Mlati berhasil melakukan pelimpahan berkas Tahan II pada Kejaksaan Negeri Sleman. Sampai di sini, tugas kepolisian mengusut kasus pidana, yang saya laporkan sejak tanggal 1 Agustus 2018, dengan Laporan Polisi No. LP/64/VIII/2018/DIY/RES SLM/Sek Mlati, dengan nama Terlapor Sekolah Dasar Yogyakarta Independent School (YIS) atas pelanggaran Pasal 266 ayat (1) KUHP, telah purna dan sempurna.
Saya berseteru hukum dengan sekolah dan Yayasan YIS, dalam 5 perkara : 2 Perkara perdata dan 3 perkara pidana. 3 perkara pidana, pelaporannya saya sebar di 3 kantor kepolisian, yaitu :
-
Polda DIY atas kasus Pasal 372 dan 378 KUHP. Yayasan YIS menjadi Terlapor, dilaporkan pada tanggal 26 Januari 2018, dan di SP3 kan pada tanggal 19 Mei 2019, dengan alasan bukan merupakan tindak pidana. Kejanggalan dari SP3 ini adalah penyidik menyetujui untuk menerima hasil audit keuangan yayasan yang dilakukan oleh akuntan internal yayasan.
-
Polres Sleman atas kasus Pasal 76A UU Perlindungan Anak. Yayasan YIS menjadi Terlapor, Dilaporkan pada tanggal 31 Agustus 2018, di SP3 kan tanggal 26 April 2021, dengan alasan bukan merupakan tindak pidana. Kejanggalannya adalah SP3 dilakukan ketika kasus di tengah proses pemberkasan tahap I pada Kejaksaan. Bagi mereka yang paham, pasti akan terheran-heran dengan peng-SP3-an kasus ini. Apalagi Ahli Hukum yang digunakan oleh Polres adalah Prof Eddy Hairej.
- Polsek Mlati atas kasus 266 ayat (1) KUHP, sekolah YIS menjadi Terlapor. terseok-seok di 2 tahun pertama. Akselerasi penyidikan terjadi ketika pejabat baru Kanit Reskrim datang, di akhir tahun 2019. Namanya IPTU Noor Dwi Cahyanto, yang memutuskan untuk dilakukan rekonstruksi hukum ulang, dan mengulang seluruh pemeriksaan saksi-saksi. Kendati semua Tim Penyidik terpapar positif covid dan harus melakukan isoman, tetapi Penyidik berhasil melakukan 2 hal besar dalam waktu bersamaan, yaitu menghadapi gugatan pra peradilan dari pihak Tersangka dan melakukan pemberkasan yang sempat di P19 kan. Dan dua-duanya berhasil dirampungkan dengan sempurna. Pra peradilan menang, dan tahap II Pemberkasan selesai tepat sebelum habis masa tahanan Tersangka 60 hari.
Padahal logikanya, jika kasus yang sudah dalam tahap pemberkasan saja bisa di-SP3-kan, mengapa tidak sekalian saja kasus Polsek Mlati pun ikut di-SP3-kan? Apa yang susah untuk lawan, yang selama 3 tahun berseteru hukum dalam 5 perkara, 4 sudah dimenangkan mereka? Jawabannya adalah karena INTEGRITAS DAN KREDIBILITAS dari Kanit IPTU Noor Dwi Cahyanto, IPDA Mukhamad Saefudin, Bripka Agustinus Tri Kadarwanto dan Brikpa Eko Wahyu Nugroho, tak bisa diajak kompromi dengan "dalih" apapun yang disodorkan lawan. Para polisi ini meyakini apa yang mereka lakukan adalah demi kepentingan umum, dan bukan lagi kepentingan saya pribadi.
Sebagai Pelapor, korban, masyarakat peduli pendidikan, pegiat pendidikan, insan media dan orangtua siswa, saya memohon kepada Bapak Kapolri Listyo Sigit Prabowo, untuk kiranya menganugrahkan penghargaan PIN EMAS KAPOLRI sebagai apresiasi atas prestasi yang telah ditorehkan Tim Reskrim Polsek Mlati.
Kapolsek Mlati, patut berbangga atas keberhasilan jajaran Reskrimnya dalam pengusutan kasus pidana yang terjadi di dunia Pendidikan Indonesia. Atas keberhasilan Tim Reskrim Polsek Mlati ini, seorang Guru Besar Universitas Gajah Mada, yang pernah menjabat sebagai Wakil Menteri Pendidikan di era Susiso Bambang Yudhoyono, yang selama ini mengikuti perjalanan kasus ini, bahkan mengirimkan pesan pada Bapak Kanit IPTU Noor Dwi Cahyanto dan seluruh tim Reskrim yang dipimpinnya, dengan ucapan :
“Selamat… Selamat!! Turut bangga atas kerja cerdas dan berhati Nurani, Pak Noor. Senang bahwa kebenaran masih ada yang memperjuangkan di negeri ini…” (Prof Windu Nuryanti).
Akhir kata, kepada seluruh Pembaca Seword yang saya cintai, bantulah saya menyampaikan pesan ini pada Bapak Kapolri Listyo Sigit Prabowo, agar tak segan dan tak ragu untuk menganugrahkan penghargaan PIN EMAS KAPOLRI kepada para Polisi Reskrim Polsek Mlati atas prestasi, integritas dan kredibilitas, serta sikap profesional yang telah diperlihatkan. Semoga prestasi mereka dapat menjadi motivasi bagi polisi-polisi lain di Yogyakarta dan Indonesia pada umumnya.
Semoga kabar baik dapat segera menyapa mereka.... Amin Ya Robal alamin
Sumber Utama : https://seword.com/umum/tim-reskrim-polsek-mlati-patut-dianugrahi-aG3bglDTWz
Tak Hanya BEM UI, BEM Lainnya Juga Terpapar Ekstrimisme, Saatnya Gebuk Mereka!
Langkah senyap Jokowi diperiode kedua ini begitu menakjubkan. Setelah membubarkan HTI diperiode pertama, giliran FPI yang digebuk beserta simpatisannya di KPK. Ibarat sekali pukul, beberapa musuh negara langsung keok. Tapi, bukan berarti PR pemerintah selesai. Karena selain maraknya ustadz mualaf yang menyebarkan ujian kebencian, adek-adek kita di berbagai perguruan tinggi negeri masih belum lepas dari cengkraman mereka. Sudah sejak lama ada temuan mengenai jejak ikhwanul muslimin di berbagai perguruan tinggi negeri. Kini saatnya kita bongkar kembali tujuan jahat mereka!
Sebelumnya jagat media sosial digemparkan oleh pemberitaan mengenai pemanggilan ketua BEM UI oleh rektorat seperti dari detik.com. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia mengkritik Presiden Jokowi dengan poster 'The King of Lip Service'. BEM UI kini dipanggil pihak rektorat UI untuk bertemu.
Sebelumnya, kritikan terhadap Presiden Jokowi itu disampaikan BEM UI lewat akun Twitternya, @BEMUI_Official pada Sabtu (26/6/2021).
"JOKOWI: THE KING OF LIP SERVICE," tulis BEM UI dalam caption unggah tersebut.
"Jokowi kerap kali mengobral janji manisnya, tetapi realitanya sering kali juga tak selaras. Katanya begini, faktanya begitu. Mulai dari rindu didemo, revisi UU ITE, penguatan KPK, dan rentetan janji lainnya," ungkapnya.
Tak hanya sekali ini BEM UI berbuat kurang ajar. Pada awal Januari, mereka menentang keras sikap pemerintah yang membubarkan FPI. Lucunya justru perlawanan ini muncul dari Fakultas hukum yang notabene harus paham akan hukum dan aturan yang berlaku. Jauh hari BEM UI juga terlibat aksi demo UU KPK dan lainnya.
Ditambha lagi BEM lainnya seperti BEM UGM yang juga dengan kurang ajar menulis ucapan ultah ke Jokowi disertai narasi busuk. Dalam laman instagran mereka ucapan ulang tahun diplesetkan semoga panjang periodenya dan sehat selalu anak mantunya. Begitu juga dengan BEM lain seperti ITS dan IPB yang menyoroti tes wawasan kebangsaan hingga menuntut Firli Bahuri dipecat. Sedang organisasi ITB sendiri juga diketahui pernah bermasalah dengan rektorat karena dituduh mendukung HTI.
Pertanyaannya, kenapa adek-adek mahasiswa kita sudah begitu keblabasan dalam menunjukkan kebencian terhadap pemerintah. Kalau dibanding era Soeharto, jelas era reformasi sangat mengedepankan konstitusi dan transparansi. Kalau dilihat lebih dekat, ternyata ada hubungannya dengan gerakan ekstrimisme di kampus. Temuan ini sudah lama diteliti Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (LPPM UNUSIA).
Penelitian LPPM UNUSIA mengungkap tumbuh suburnya sejumlah gerakan Islam eksklusif - yang juga disebut sebagai Islam transnasional - di sejumlah kampus negeri yang menjadi objek penelitian mereka di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
"Satu tarbiyah, kemudian yang kedua hizbut tahrir, (sementara) salafi itu minoritas," papar peneliti LPPM UNUSIA, Naeni Amanulloh, dalam pemaparan hasil penelitian timnya, Selasa (26/06).
Menurutnya, penyebarluasan gerakan itu dilakukan melalui pengkaderan di sejumlah lembaga keagamaan kampus.
"Lewat LDK (Lembaga Dakwah Kampus). Kegiatannya ada AAI, asistensi agama Islam," lanjut Naeni.
Islam eksklusif sendiri dimaknai peneliti sebagai gerakan Islam di kampus yang berkiblat ke organisasi atau paradigma Islam di Timur Tengah. Sebaliknya, gerakan yang merujuk kepada paradigma Islam di Indonesia, dianggap sebagai Islam nasional atau inklusif.
enelitian yang dilakukan sejak Desember 2018 hingga Januari 2019 itu menganalisis aktivitas gerakan tersebut di delapan kampus yang tersebar di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, salah satunya Universitas Gadjah Mada (UGM).
Terdapat sejumlah poin yang jadi pokok temuan LPPM UNUSIA dalam penelitian kualitatif yang mereka lakukan. Pertama yaitu dominasi gerakan tarbiyah di kampus-kampus objek penelitian.
Gerakan tarbiyah yang berkiblat pada Ikhwanul Muslimin di Mesir diyakini bermanisfestasi - salah satunya - dalam bentuk organisasi KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia). Peneliti mengidentifikasi gerakan tersebut mengidealkan penerapan syariat Islam dan berdirinya negara Islam.
"KAMMI itu secara otomatis tarbiyah, tapi tarbiyah itu tidak selalu KAMMI. Jadi cover massa ideologisnya itu lebih besar tarbiyah," tutur Naeni Amanulloh, peneliti LPPM UNUSIA.
Kedua, gerakan Hizbut Tahrir yang diklaim masih menggeliat dalam diam setelah dibubarkan pemerintah tahun 2018 lalu. Gerakan ini disebut-sebut berada dalam DNA organisasi kemahasiswaan bernama Gema Pembebasan (GP).
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sendiri dinyatakan sebagai ormas terlarang karena terbukti berkeinginan mengubah negara Pancasila menjadi khilafah.
Ketiga, adanya gerakan aliran salafi di sekitar kampus. Meski tidak sepolitis tarbiyah dan hizbut tahrir yang kadernya aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan, aliran ini aktif menggelar kegiatan-kegiatan di masjid sekitar kampus, dengan tujuan untuk memurnikan atau purifikasi ajaran Islam.
Jadi dalam penelitian ini jelas diuraikan titik temu antara gerakan ekstrimis dan ideologi anti pemerintah yang mereka tanamkan. Maka jangan heran kalau sekarang jaman Jokowi memanen hasil pembibitan lama tersebut. Dan seperti biasa kalau pemerintah mau tegas, akan dibenturkan lagi dengan soal anti agama atau anti demokrasi. Kalau begitu sudah bagus UU ITE tetap dipertahankan. Karena jelas ideologi mereka suatu saat bisa mengancam kebhinekaan kita.
Salah satu contohnya adalah perusakan makam non muslim di Solo oleh anak sekolah usia dini. Bukan tidak mungkin nanti setelah dewasa mereka bersiap jadi calon terorisme di gereja-gereja termasuk kantor kepolisian. Untuk itu sebelum terlambat sebaiknya cepat menggebuk gerakan bibit ekstrimis di seluruh kampus Indonesia. Pemerintah harus mempercepat sertifikasi ulama, menyaring kajian-kajian di kampus hingga kalau perlu memasukkan kurikulum bela negara di tiap semester. Kalau masa Jokowi tidak digunakan untuk membendung akar intoleransi ini, lantas bagaimana nasib generasi kita kelak?
Sumber Utama : https://seword.com/politik/tak-hanya-bem-ui-bem-lainnya-juga-terpapar-v16dYuusaV
Re-post by MigoBerita / Rabu/30062021/16.31Wita/Bjm