Beralasan Full Day School, minta uang lagi dari mereka ???

Penulis By on Minggu, 18 Juni 2017 | No comments

Menteri Baru Kebijakan Baru

BELUM genap setahun menjabat menteri pendidikan dan kebudayaan setelah dilantik pada 27 Juli 2016, Muhadjir Effendy sudah melontarkan sedikitnya empat wacana atau boleh dibilang sebagian sudah dalam tahap kebijakan karena telah dibuatkan peraturan menterinya. Sayang, hampir tiap kali selalu menuai kontroversi.
Sekitar November 2016, Muhadjir bikin pernyataan memutuskan untuk menghapus UN pada 2017 (moratorium). Dia bilang, keputusan ini tinggal menunggu Instruksi Presiden (Inpres).
Namun, wacana ini batal terlaksana. Setelah terjadi pro kontra, ditutup oleh penolakan dari Wakil Presiden Jusuf Kalla yang menyebutkan UN tidak dihapus melainkan bakal dievaluasi.
Wacana kedua yang menimbulkan kontorversi adalah terkait pungutan di sekolah. Pada beberapa kesempatan kunjungan ke daerah, mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini membolehkan penggalangan dana dari orangtua siswa dan alumni untuk memajukan sekolah. Namun pemungutan dilakukan komite sekolah sesuai peraturan menteri (Permen) nomor 75 tahun 2016 tentang komite sekolah.
Dia beralasan, membolehkan komite sekolah mencari dana dari orangtua lantaran pemerintah hanya bisa mendanai sekolah melalui bantuan operasional sekolah (BOS). Padahal, BOS hanya bisa memberikan pelayanan minimum untuk memenuhi standar pelayanan pendidikan.
Lagi-lagi pernyataannya bikin pro dan kontra. Apalagi jika dibenturkan pada kebijakan pemerintah yang tengah getol memberantas pungli dan sejenisnya. Masyarakat juga sudah alergi pada berbagai pungutan di sekolah yang kadang berkedok sumbangan tapi malah diwajibkan.


Berikutnya tentang penerimaan peserta didik baru (PPDB) SMP dan SMA. Tiba-tiba saja Muhadjir mengeluarkan aturan PPDB sistem zona. Siswa harus mendaftar ke sekolah yang terdekat. Tujuannya untuk membongkar klasifikasi sekolah favorit dan sekolah pinggiran.
Faktanya, PPDB sistem zona masih amburadul. Ada sekolah yang kelebihan calon siswa, ada pula yang kekurangan. Sistem zona sendiri baru diterapkan 2017, tanpa ada kajian terdahulu. Hasilnya pun belum optimal.
Keempat, kebijakan sekolah delapan jam sehari, selama lima hari. Di masyarakat umum orang-orang lebih mengenalnya sebagai full day school, walaupun Muhadjir menolak jika kebijakan tersebut disebut demikian.
Kebijakan ini pun menuai pro dan kontra. Bahkan, di institusi keagamaan seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan di Kementerian Agama muncul kehawatiran, sekolah delapan jam bakal menggerus pendidikan keagamaan seperti madrasah diniyah dan taman pendidikan Alquran. Dua lembaga pendidikan ini biasa berlangsung sepulang sekolah. Terkait sekolah delapan jam sehari ini, Presiden Joko Widodo minta Kemendikbud melakukan evaluasi.
Sektor pendidikan memang sangat penting karena masa depan bangsa ada pada generasi yang melek ilmu yang didapat dari belajar dan diajar. Tapi, jika kebijakan pendidikan selalu menimbulkan kontroversi, hendaknya dikaji sebelum dilempar ke khalayak.
Bangsa ini sudah capek gaduh, jangan dibikin gaduh lagi. (*)
Sumber Berita : http://banjarmasin.tribunnews.com/2017/06/16/menteri-baru-kebijakan-baru 

Menteri Baru Kebijakan Baru

Full Day School Anak Meratus

FULL day school atau anak bersekolah mulai pagi sampai sore membuat anak berada di sekolah sekitar delapan jam.
Wacana ini sudah lama bergulir. Tentu, timbul pro dan kontra. Tapi ka­rena hanya wacana, reda. Meski begitu, sudah banyak sekolah yang menerapkan. Bahkan telah meluluskan anak didiknya. Tapi kebanyakan adalah sekolah swasta. Pandangan masyarakat, kalau swasta dengan bayarannya yang lumayan tinggi ketimbang sekolah negeri, anggap wajar saja.
Namun Menteri Pendidikan akhirnya menerapkan kebijakan tersebut. Masyarakat ramai lagi menanggapi di berbagai media sosial. Lalu, bagaimana kesiapan kepala sekolah dan guru-guru di sekolah negeri? Kalau sekolah negeri setingkat SMA, misalkan di Kalsel, mungkin tidak masalah karena anak-anaknya sudah cukup besar. Setidaknya, bisa menyiasati diri bila datang rasa lapar. Itu pun di perkotaan.
Belum ada kejelasan kalau SMA negeri di daerah pelosok di Kalsel dan anak didiknya tinggal di daerah yang lebih terpelosok lagi. Entah pulang malam dengan segala bahaya yang harus dihadapi. Tidak beda dengan gurunya yang juga tinggal sama jauhnya. Jurang, laut, rawa-rawa, pesisir sungai yang teramat sangat sunyi dan segala macam medan lainnya.
Di beberapa kabupaten, di antaranya Banjar, Balangan, Hulu Sungai Selatan atau Hulu Sungai Tengah, tak sedikit yang anak-anaknya tinggal di jejeran Pegunungan Meratus. Berjalan mulai pagi buta. Menempuh jalur berbahaya. Tidak hanya setingkat SMA lho ya, tapi SD dan SMP-nya juga. Belum saat hujan. Setiap hari, selama bertahun-tahun menjalani sekolahnya.
Apakah sekolah-sekolah itu akan mengikuti kebijakan full day school? Bubaran dari sekolah sore, mungkin sampai rumah tengah malam. Siapa yang harus menanggung, andai mereka harus kos dari pada sampai di rumah saat tengah malam?
Jangan jauh-jauh. Kota Banjarmasin. Sebuah sekolah yang hanya bisa dijangkau dengan menggunakan kelotok. Seperti SDN Basirih 10. Ada sih, jalan darat. Tapi jangan membayangkan jalannya beraspal atau paving block atau semen. Tanah rawa. Bila datang air pasang, terendam. Cuaca panas atau hujan, tetaplah berlumpur. Kalau sungainya, satu-satunya jalur ke sekolah itu, sekarang sedang mengalami pendangkalan yang parah. Kelotok sering kandas. Kalau sudah kandas, tidak usah heran kalau mereka batal bersekolah karena motorisnya harus berjuang lama untuk membebaskan kelotoknya dari kekandasan di lumpur sungai.
Apakah pejabat pemerintah atau anggota dewan terhormat pernah merasakan melewatinya? Mungkin, melihat saja belum. Apakah cocok full day school di SD tersebut?
Lalu, Presiden mengeluarkan pernyataan cukup mengejutkan. Dia meminta kebijakan ‘sekolah seharian’ seperti ini dipertimbangkan lagi oleh menterinya. Wapres ikut angkat bicara. Katanya, kebijakan full day school berdampak pada 50 juta anak didik. Karena itu, kebijakan tersebut tidak boleh diputuskan di tingkat menteri. Dibahas dulu di rapat kabinet terbatas.
Kalaupun bisa diterapkan, jangan sampai menambah beban orangtua anak didik. Beralasan full day school, minta uang lagi dari mereka.
Sumber Berita : http://banjarmasin.tribunnews.com/2017/06/17/full-day-school-anak-meratus 

Re-Post by http://migoberita.blogspot.co.id/ Senin/19062017//09.05Wita/Bjm
 
Baca Juga Artikel Terkait Lainnya