» » » » » » » Deklarasi Kampanye Damai : Masih Kontroversi !!! Adakah Hubungan "Mahasiswa" yang Merasa atau Tidak Merasa "Tertunggangi" dengan HTI, PKS dan Teroris ISIS

Deklarasi Kampanye Damai : Masih Kontroversi !!! Adakah Hubungan "Mahasiswa" yang Merasa atau Tidak Merasa "Tertunggangi" dengan HTI, PKS dan Teroris ISIS

Penulis By on Minggu, 23 September 2018 | No comments

SBY ‘WalkOut’ Deklarasi Kampanye Damai, KPU: Kami Tak Bisa Atur Diluar Karnaval

JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) buka suara soal insiden Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang walkout dari deklarasi kampanye damai pada pagi ini.
Menurut Ketua KPU Arief Budiman, ia tidak bisa mengatur apa yang terjadi di luar karnaval. “Jadi begini, sebetulnya yang sudah kami atur semua delegasi yang ada di jalur karnaval. Di luar ini, kami tidak bisa mengatur,” ujarnya, Minggu (23/9).
Arief mengaku tidak tahu-menahu dengan kehadiran massa beratribut pasangan calon dan partai politik tertentu. Tapi, ia memastikan hal itu tak terjadi dalam jalur karnaval yang sepenuhnya telah mereka kontrol.
Lagipula, ia menilai apa yang menjadi keluhan SBY sudah terjadi di masa kampanye yang sudah dibuka mulai hari ini.
“Pertama, ini masa kampanye, orang boleh saja kampanye sepanjang regulasinya dipatuhi. Kedua, khusus kegiatan ini sepanjang jalur kami terkontrol siapa saja, berapa banyak kaos kami bagikan, semua atribut, semua diperhatikan,” tutur Arief.
 

Baca: Jokowi, Prabowo Ikrar Kampanye Damai Tanpa Hoaks Tanpa Sara
Komisioner KPU lainnya, Viryan menyayangkan keputusan SBY. Ia berdalih pihaknya sudah berusaha semaksimal mungkin menggelar rangkaian deklarasi kampanye damai di Monas.
Namun, apa yang menjadi keluhan SBY, Viryan menilai itu berada di luar kendali KPU.
“Di area menjadi rute pawai itu clear. Masyarakat semua melihat, tapi begitu keluar area kita ada pendukung kedua kubu, yang di dalam karnaval anggota partai,” imbuh dia.
SBY dan keluarganya hengkang dari acara deklarasi kampanye damai karena melihat banyak atribut partai dan atribut kampanye berseliweran di sekitar Monas yang menjadi lokasi penyelenggaraan acara. Padahal, keberadaan atribut kampanye di acara ini sudah dilarang oleh KPU.
SBY bersama Ani Yudhoyono, Agus Harimurti Yudhoyono, dan Eddy Baskoro Yudhoyono, kemudian meninggalkan lokasi acara. Padahal, kehadiran mereka baru sekitar lima menit.
“Partai Demokrat protes keras. Pak SBY juga turun dari barisan karena melihat banyak sekali aturan main yang tak disepakati,” tutur Hinca.
Dari pantauan di lapangan, atribut kampanye pasangan calon nomor urut 1 Joko Widodo – Ma’ruf Amin terlihat jelas di sekitar area Monas. Atribut itu setidaknya terlihat dibawa oleh dua kelompok relawan, yakni Projo dan Gojo. Mereka menyambut iring-iringan yang mengusung Jokowi-Ma’ruf. (ARN)
Sumber: cnnindonesia.com

Jokowi, Prabowo Ikrar Kampanye Damai Tanpa Hoaks Tanpa Sara

JAKARTA – Pasangan Capres-Cawapres Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno berikrar menjalankan kampanye damai Pemilu serentak 2019. Ikrar tersebut ditandai dengan pembacaan deklarasi kampanye damai yang dipandu oleh Ketua KPU dan Ketua Bawaslu di Monas, Minggu (23/09).
Usai membacakan deklarasi, para pasangan calon kemudian melepas burung merpati sebagai simbol perdamaian.
Masing-masing pasangan calon kemudian menandatangi prasasti sebagai bentuk pakta ikrar yang telah mereka bacakan.
Berikut adalah deklarasi kampanye damai Pemilu 2019 yang dibacakan oleh para peserta Pilpres 2019 di Monas.
Deklarasi Kampanye Damai Pemilu Tahun 2019.
Kami peserta Pemilu Tahun 2019 berjanji:
Satu: mewujudkan Pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil
Dua: Melaksanakan kampanye pemilu yg aman tertub damai berintegritas tanpa hoaks, politisasi SARA, dan politik uang
Tiga: Melaksanakan kampanye berdasarkan peratuan perundang-undangan yang berlaku
Jakarta, 23 september 2018.
Keempat pasangan calon presiden dan wakil presiden lantas memegang merpati putih usai deklarasi tersebut dibacakan, sementara para petinggi Partai di belakangnya memegang merpati berwarna abu-abu.
Merpati-merpati itu kemudian diterbangkan sebagai simbol deklarasi kampanye damai.
Tanpa Hoaks dan SARA
Ketua KPU Arif Budiman meminta para peserta pemilu 2019 melakukan kampanye damai dan tidak memainkan isu suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) serta berita hoaks.
“KPU berharap peserta pemilu dapat memanfaatkan masa kampanye melalui kampanye damai, tertib, tidak melakukan politisasi SARA, tidak menyebar berita hoaks, tidak melakukan politik uang dan tidak saling menghujat,” kata Arif.
“Manfaatkan masa kampanye sebaiknya dengan menawarkan visi, miisi, dan program kampanye,” ujarnya.
Arif mengatakan deklarasi kampanye damai bertujuan agar bisa mengedukasi, memperkenalkan sekaligus sosialisasi peserta pemilu 2019.
“Tema yang diangkat dalam kegiatan ini adalah kampanye damai anti hoaks untuk menjadikan pemilih berdaulat agar negara kuat,” katanya.
Nantinya, kata dia, kampanye diharapkan dapat memberikan pendidikan politik kepada pemilih dan dapat meningkatkan angka partisipasi pemilih.
Arief juga melaporkan KPU telah menetapkan 16 bisa partai politik peserta pemilu, 4 parpol lokal dan juga pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Selain itu KPU telah menetapkan sebanyak 807 calon anggota DPD peserta pemilu, dan menetapkan daftar calon tetap anggota DPR/DPRD Kabupaten/kota.
“Sesuai dengan tahapan pemilu 2019, masa kampanye dimulai hari ini tanggal 23 September sampai 13 April. Selama masa kampanye peserta pemilu dapat melakukan kegiatan kampanye sesuai ketentuan dan perundangan berlaku,” ujarnya. (ARN)
Sumber: CNNIndonesia.com

Yusuf Muhammad: Pilpres 2019 Duet Khilafah-Teroris Vs Pancasila

Baca: Eko Kuntadhi: Hancurkan Nasionalisme Cara ISIS, HTI dan PKS Habisi NKRI
Masih ingatkah dengan aksi kader PKS Mardani Alisera saat bersama jubir eks HTI dalam videonya yang mengatakan, “2019 ganti Presiden, ganti sistem?”
Jika ditarik benang merahnya maka bisa jadi pernyataan Prabowo ada benarnya bahwa pada tahun 2030 Indonesia akan bubar, mengapa? karena negara Indonesia telah diganti dengan negara khilafah.
Bagi saya, terlepas dari siapapun yang akan menjadi Presiden di Republik ini maka apapun alasannya, Pancasila harus tetap tegak. Karena ini menyangkut soal kedaulatan bangsa dan negara, bukan skedar acara pilpres yang diadakan tiap 5 tahunan.
Menurut pengamatan saya, tahun 2019 nanti bukan hanya sebagai ajang pemilihan capres dan cawapres, namun diluar itu ada hal yang lebih penting yaitu, bagaimana cara kita mempertahankan ideologi Pancasila sebagai dasar negara yang mempersatukan perbedaan, bukan menghancurkan perbedaan.
Baca: HTI, PKS, Wahabi Sebarkan Isu Anti Nasionalisme-Toleransi Untuk Hancurkan NKRI
Jadi, bisa dikatakan tahun 2019 nanti adalah pertaruhan hidup mati antara Pancasila menghadapi ISIS dan HTI cs. Pancasila tujuannya jelas mempersatukan perbedaan, sedangkan HTI dan ISIS cs bertujuan ingin menghancurkan perbedaan.
Waspada bahaya doktrin sesat PKS dan HTI!
PKS dan HTI ini bagaikan “hantu,” mereka bergentayangan di berbagai lini untuk “menginjeksi virus” mereka pada mahasiswa dan pelajar di lembaga pendidikan kampus dan sekolahan. Jadi, jangan heran ketika kemaren melihat demo mahasiswa “cap kardus” di Riau yang patut diduga ditunggani oleh PKS dan HTI. Jangan heran juga kemaren waktu 17an ada pawai anak-anak TK bercadar sambil bawa ‘senjata.’
Lihat saja, demo mahasiswa di Riau sarat akan kepentingan politik, mungkin karena BEMnya sudah menerima kardus dari si pemilik jurus Bangau? Entahlah.. Dari sini bisa dilihat peran mahasiswa sebagai “agent of change” telah dibelokkan untuk kepentingan politik praktis yang murahan dan memalukan.
Mahasiswa harusnya bisa berdiri di tengah, bukan melambai ke kiri dan ke kanan layaknya makhluk aneh yang sering mangkal di perempatan jalan waktu tengah malam.
Mahasiswa sekarang dan dulu memang beda jauh.
Dulu mahasiswa dan aktivis 1998 turunkan Soeharto yang berkuasa 32 tahun, kini 2018 “mahasiswa cabe-cabean” menuntut tukang kayu mundur, padahal ia baru berkuasa 4 tahun dan undang-undang memberi jatah berkuasa 5-10 tahun.
Baca: Denny Siregar: Bukan tentang Jokowi, Ini pertarungan NKRI Vs HTI
Dulu mahasiswa dan aktivis 1998 menuntut Soeharto turun karena menjual hak atas kekayaan alam pada perusahaan asing Freeport, Rio Tinto, Caltex, Inco, Newmont, Exxon dll. Kini 2018 mahasiswa dan aktivis lebay menuntut Jokowi turun, sementara Jokowi berhasil mengambil alih Freeport, Blok Mahakam dan Blok Rokan dari negara asing.
Woi…. Mahasiswa, Bercerminlah, ada siapa saja di belakang kalian. Jangan-jangan ada banyak “hantu” bergentayangan. (SFA)
Sumber: Akun Fanpage Yusuf Muhammad
Pancasila Vs Khilafah
Sumber Berita : http://www.salafynews.com/yusuf-muhammad-pilpres-2019-duet-khilafah-teroris-vs-pancasila.html

Eksodus Teroris ke Asia Wujudkan Proyek Khilafah Besar

MOSKOW – Kepala staf gabungan dari Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif Anatoly Sidorov, pada hari Kamis (20/09), memantau pergerakan lebih dari 2.500 tentara ISIS dari Suriah ke wilayah Afghanistan-Pakistan, seperti dilansir Almaalomah (20/09).
Baca: Sidney Jones: Pergerakan ISIS di Indonesia
“Selama setahun terakhir saja, lebih dari 2,500 anggota teroris ISIS telah dipindahkan dari Suriah ke wilayah Afghanistan-Pakistan,” kata Sidorov kepada wartawan.
Baca: Terungkap, JAD Dapat Dana dari ISIS Untuk Beli Senjata
“Bahaya utama disini adalah teroris melihat Afghanistan sebagai basis belakang dengan prospek luas untuk menyebarkan pengaruh organisasi di Asia Tengah dan Selatan sebagai bagian dari pelaksanaan proyek Khilafah Besar.
Baca: Surat Terbuka Netizen Kepada Fans ISIS di Indonesia
“Situasi di Asia Tengah tetap sangat tegang dan sangat mengkhawatirkan,” kata Sidorov, menekankan pada saat yang sama bahwa ancaman utama bagi negara-negara di kawasan itu berasal dari aktivitas organisasi teroris. (SFA)
Eksodus teroris ke Asia

Kubu Prabowo Usul Debat Bahasa Inggris, Kubu Jokowi Tantang Pakai Bahasa Arab

JAKARTA – Kubu Prabowo-Sandiaga menginginkan debat calon presiden dan wakil presiden nantinya dibuat lebih berbeda. Jika biasanya menggunakan bahasa Indonesia, kubu Prabowo menginginkan debat berbahasa Inggris.
Baca: Denny Siregar: Maraknya Kader Partai Oposisi Dukung Jokowi
Alasannya, penggunaan bahasa Inggris penting mengingat seorang pemimpin negara akan bergaul dan berbicara di dunia internasional.
“Karena presiden bergaul di dunia internasional, supaya tidak ada miss komunikasi dan salah tafsir dari lawan bicara, ya memang penting juga calon presiden matang dalam menguasai bahasa luar, dari bahasa Indonesia itu,” ucap Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN), Yandri Susanto.
Baca: CATATAN, Jokowi Manusia ‘Langit’
Usulan kubu Prabowo ternyata sangat didukung kubu Jokowi-Ma’ruf Amin. Namun, mereka juga menawarkan usulan agar ada sesi bahasa Arab saat debat, dan dilakukan tes membaca Alquran.
“Mengingat bahasa Arab juga menjadi salah satu bahasa internasional dan mayoritas rakyat Indonesia beragama Islam maka bisa sejalan,” kata Wasekjen DPP PPP yang juga anggota Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf, Indra Hakim Hasibuan,” seperti dilansir Merdeka, Jumat (14/9).
Baca: Denny Siregar: Erick Thohir Manuver Cerdas Jokowi
Agar fair dan objektif, lanjut Indra, maka panelisnya bisa dari perwakilan ulama terkemuka ataupun syeikh dari Saudi Arabia maupun Mesir.
“Kami juga berharap dalam materi debat juga menyampaikan program yang konkret bukan hanya sekadar wacana. Misalnya, setiap satu persoalan disertai solusi dan contoh penanganan. Sehingga rakyat Indonesia bisa mengetahui detail dan memahami ide besar ataupun gagasan dari para capres,” tegas dia. (SFA)
Pilpres 2019, Jokowi Vs Prabowo

GEGER, Prabowo Kisahkan Zulkifli Hasan Perancang Strategi Turunkan Ahok

JAKARTA – Pernyataan mengejutkan datang dari bakal calon presiden Prabowo Subianto. Ia mengungkapkan bahwa dirinya banyak mencuri ilmu soal strategi berpolitik dari tokoh-tokoh Partai Amanat Nasional (PAN). Salah satunya dari Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan.
Baca: Manipulasi Agama dalam Pilkada DKI Jakarta
Bahkan Prabowo mencontohkan upaya Zulkifli yang merancang strategi menurunkan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok pada Pilkada DKI 2017 lalu. “Banyak ilmu dari beliau (Zulkifli-red). Beliau sampaikan bagaimana merancang strategi menurunkan Ahok,” kata Prabowo pada pembekalan calon legislatif PAN di Grand Paragon, Jakarta, Minggu (16/9/2018).
Ia kembali menyebutkan, strategi mengalahkan Ahok sempat disusun di rumah dinas Zulkifli. Salah satunya adalah dengan menerjunkan tokoh-tokoh hingga tingkat RT dan RW.
Baca: Denny Siregar: Pilkada DKI Tahun Ini Terburuk Sepanjang Sejarah
“Sekarang tidak perlu rapat akbar, tokoh-tokoh turun ke RT. Habis itu kita kembali ke DPP langsung kita turun ke RT. Enggak usah rapat besar karena kita termasuk enggak punya duit waktu itu,” kata Prabowo sembari tertawa.
Dari cerita itu, ia melihat PAN memiliki strategi politik yang kuat. Oleh karena itu, ia meminta seluruh kader PAN untuk tak takut tersaingi dengan partai lain yang memiliki logistik kuat. Ia menegaskan, rakyat yang akan menentukan.
Baca: Isu SARA Jelang Pilkada, Ketum PBNU: Jangan Jual Nama Tuhan dalam Berpolitik
“Mari kita berjuang bersama, partai kalian adalah partai bersejarah, partai kalian adalah partai pelopor, saya juga akan berbuat apa yang saya bisa buat agar PAN kembali besar,” ujarnya, (SFA/Kompas)
Ilustrasi, Ahok

Eko Kuntadhi: Waspada Kebangkitan Begal Sadis DI/TII di NKRI

JAKARTA – Partai Komunis Indonesia (PKI) bangkit lagi, kata orang. Seperti hantu yang bangkit dari kubur. Orang-orang sibuk membicarakan hantu. Yang ada hanya desas-desus. Semuanya bicara katanya. Tapi, saat ditanya mana hantunya, semuanya menjawab tidak jelas, ujar Eko Kuntadhi.
Baca: Fakta Pembantain Sadis DI/TII yang Ingin Tegakkan Negara Ala Mereka
Ok, kita tidak setuju PKI, sama seperti kita tidak setuju komunisme. Dunia juga sudah tahu, komunisme hanya omong kosong belaka. Uni Sovyet ambruk. Tembok Berlin runtuh. RRC saat ini lebih bergaya kapitalis dibanding komunis. Hanya Korea Utara yang memiliki pemimpin dengan rambut cepak ngangkang yang masih setia dengan jargon komunisme. Itu pun dibayar dengan penderitaan rakyatnya.
Di Indonesia, PKI hanya tinggal kisah hantu. Sejak 12 Maret 1966 PKI dan ormas pendukungnya resmi dibubarkan. Sebelumnya ribuan orang yang disangka anggota PKI mati dibunuh. Tokoh-tokohnya ditangkapi dan diasingkan di Pulau Buru.
Baca: Kudeta Tak Berdarah Dibungkus Agama Melanda Indonesia
Bukan hanya itu. Anak cucu orang yang disangkakan PKI atau simpatisannya juga kena imbas. Secara politik mereka dimatikan, secara ekonomi mereka dimiskinkan, secara sosial mereka diasingkan. Jadi, selain secara ideologi komunis sudah bangkrut, daya penopang mereka untuk tumbuh lagi juga tidak ada. Apa belum cukup hampir dua dasawarsa kita memberangus komunisme?
Justru yang kini paling pantas dicurigai adalah DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia). Jika dianggap sama-sama pemberontak dan tidak sesuai dengan falsafah Pancasila, justru kebangkitan DI/TII lebih nyata sekarang dibanding kebangkitan PKI.
Baca: Muhammad Zazuli: Para Pengkhianat Negeri
Dulu mereka melakukan pemberontakan di Jawa Barat, Aceh, Sulawesi Tenggara, dan Kalimantan. Beberapa tokohnya di hukum mati. Tapi tidak seperti keluarga anggota PKI yang dihabisi baik nyawa, kesempatan ekonomi, politik dan sosial. Keluarga pemberontak DI/TII hidup nyaman-nyaman saja. Padahal kelakuannya sama dengan PKI, sama-sama anti-Pancasila. Sama-sama pemberontak. Sama-sama membuat kekacauan. Sama-sama menyusahkan rakyat.
Justru kebangkitan DI/TII jauh lebih terasa dibandingkan dengan kebangkitan PKI. Tokoh pendiri PKS, Hilmi Aminuddin, adalah anak seorang panglima Tentara Islam Indonesia. Justru dia sekarang asyik menjadi tokoh partai. Toh, kita semua santai-santai saja. Meskipun, anehnya, orang-orang PKS yang paling ngotot menyebut kebangkitan PKI, mereka tidak pernah mau menyebutkan kebangkitan DI/TII. Padahal dosa DI/TII terhadap bangsa ini tidak kalah besar dengan dosa PKI.
Bukan hanya itu, kebangkitan DI/TII lebih terasa dengan hadirnya HTI dan kelompok gila khilafah. Saat ini ketika agama dimainkan untuk kepentingan politik, justru itu melegitimasi kebangkitan pemberontak DI/TII. Fenomena diharamkannya upacara bendera, dilarangnya hormat bendera, semaraknya isu agama dalam pemilu, banyaknya kekerasan atas nama agama adalah ciri-ciri kebangkitan ideologi DI/TII.
Justru ini yang jauh lebih berbahaya ketimbang komunisme. Kita tidak perlu takut komunis bangkit, karena dia memang sudah ambruk. Kita perlu kuatir DI/TII muncul lagi, sebab ideologi sejenis kini sedang merasuki dunia. Lihat Taliban, Hizbut Tahrir, Ikhwanul Muslimin, ISIS, Al-Qaidah, Jabhat Nusrah , dan kelompok-kelompok jihadis lainnya yang bermaksud mendirikan negara Islam ideologi dan cara berfikirnya sama dengan DI/TII.
Kebangkitan ideologi DI/TII ini kita rasakan dengan slogan kampanye Jakarta Bersyariah, yang saat pilkada banyak digembar-gemborkan.
Hanya saja, meski sama-sama biadabnya dengan PKI, isu kebangkitan DI/TII ini bisa ditutupi dengan berselimut ayat dan slogan agama. Maklum, rakyat gampang terpukau dengan bungkus agama yang bombastis. Semua urusan politik dibungkus agama. Ini ciri khas DI/TII.
Padahal, kelakuannya sama dengan PKI. Sama-sama suka memberontak terhadap pemerintahan yang sah. Sama-sama suka meneror rakyat. Sama-sama suka membuat kekacauan.
Baca: BIN: Wahabisme dan Takfirisme Sumber Radikalisme
Bedanya, kalau ideologi komunis saat ini sudah mampus, ideologi DI/TII yang justru makin semarak. Orang-orang berideologi DI/TII bebas berkeliaran. Anehnya, merekalah yang kini paling gencar berteriak bangkitnya PKI. Teriakan itu kemungkinan besar untuk menutupi agendanya sendiri. Mereka sedang membangkitkan sebuah “pemberontakan” terhadap Indonesia.
Lalu, kita malah dibuat terlena dengan isu hantu PKI. Padahal orang-orang berideologi DI/TII sedang siap menerkam.
PKI itu sekarang sejenis hantu pocong, yang hanya ada dalam kisah horor. Sementara saat ini kekuatan DI/TII ibarat begal sadis. Keberadaannya nyata. Mestinya kita tahu, harus lebih mewaspadai yang mana?. (SFA)
Sumber: www.EkoKuntadhi.com
Bahaya Khilafah, Gus Nuril
Sumber Berita : http://www.salafynews.com/eko-kuntadhi-waspada-kebangkitan-begal-sadis-di-tii-di-nkri.html

Denny Siregar: PKI Lahir dari Rahim Sarekat Islam

JAKARTA – Menyambung tulisan saya bahwa “HTI adalah PKI masa kini“. Banyak yang salah mengartikan bahwa Komunis itu adalah atheis. “Komunisme” itu adalah ideologi yang tujuan utamanya adalah terciptanya masyarakat dengan aturan kepemilikan bersama. Tidak ada kelas sosial, semua rata.
Baca: Denny Siregar: PKI dan HTI Melawan Banser-Ansor
Sedangkan “Atheisme” adalah pandangan yang tidak mengakui adanya Tuhan.
Lalu kenapa komunis selalu disamakan dengan atheis?
Itu mungkin karena pernyataan Karl Marx, bapak komunisme dunia, yang mengatakan “Agama adalah candu bagi masyarakat”. Jadi stigma bahwa komunis adalah atheis ini berlangsung sejak lama, kemungkinan juga bagian dari propaganda politik.
Banyak juga yang tidak tahu bahwa Partai Komunis Indonesia atau PKI, sebenarnya lahir dari kelompok “Sarekat Islam”. Sarekat Islam adalah organisasi besar pada masanya dimana disana melahirkan tokoh besar pula semisal HOS Tjokroaminoto.
Baca: Eko Kuntadhi: Hancurkan Nasionalisme Cara ISIS, HTI dan PKS Habisi NKRI
Pada tahun 1920 di Yogyakarta, Sarekat Islam mengadakan kongres. Dua kader SI, yaitu Semaoen dan Haji Agus Salim menyusun dasar baru organisasi, yang menyepakati bahwa Kapitalisme harus dilawan.
Semaoen ini adalah ketua umum pertama PKI. Jadi bisa disimpulkan apa agamanya dia.
Semaoen kemudian mendirikan Partai Komunis Indonesia. Jabatan Semaoen sebagai ketua partai ini membuat Abdul Muis, tokoh SI Bandung, marah. Dia meminta Semaoen untuk tidak rangkap jabatan.
Akhirnya pada kongres berikutnya diputuskan bahwa mereka yang tergabung di partai komunis harus keluar dari Sarekat Islam.
Semaoen tidak terima dikeluarkan begitu saja. Ia membentuk Sarekat Islam Merah, dan mempengaruhi kongres SI di Madiun tahun 1923. Kongres digambarkan ribut dan saling serang. Mirip-miriplah dengan pemilihan ketua DPR sekarang.
Baca: Denny Siregar: Ajal HTI Ditangan Jokowi
Akhirnya berpisahlah Sarekat Islam dan PKI. SI sendiri berubah menjadi Partai Sarikat Islam Indonesia (PSII). Dalam buku “Manuskrip Sejarah PKI (1920-1965), Busjarie Latif mengatakan 35 ribu anggota SI gabung ke dalam Partai Komunis Indonesia.
Jika melihat sejarah, anggota Partai Komunis bukan tidak percaya Tuhan. Mereka bahkan sebagian besar beragama Islam karena berasal dari Sarekat Islam. Masuknya mereka ke PKI karena semangat melawan Kapitalisme, bukan karena tidak percaya Tuhan.
Jadi saya senyum-senyum saja ketika ada seorang teman yang saya tahu dia anggota HTI berteriak, bahwa HTI tidak mungkin PKI, karena HTI berTuhan sedangkan PKI tidak. Berarti dia belum pernah baca sejarah terbentuknya PKI.
Lalu kenapa temanku itu tidak mampu memahami bahwa HTI itu sangat mungkin adalah PKI masa kini yang berbaju agama?
Baca: Kupas Tuntas Pemberontakan Hizbut Tahrir di Libya, Suriah dan Indonesia
Karena dia “mur kecil” dalam sebuah organisasi besar seperti Hizbut Tahrir sehingga tidak mampu melihat visi HTI yang sangat mirip dengan PKI dahulu, yang sama-sama ingin mengganti Pancasila.
Mungkin juga temanku yang suka teriak-teriak “khilafah” itu tidak paham, apa sih maksudnya khilafah itu? Buatnya keren aja jika kelihatan revolusioner.
Kalau sudah paham bahwa anggota-amggota PKI juga banyak yang bertauhid, lalu mau ngeles kayak gimana kalau PKI itu sudah pasti tidak berTuhan?. Makanya sering-seringlah ngopi, biar agak cerdas sedikit aja. (SFA)
Sumber: www.DennySiregar.com

Sumber Berita : http://www.salafynews.com/denny-siregar-pki-lahir-dari-rahim-sarekat-islam.html

Denny Siregar: PKI dan HTI Melawan Banser-Ansor

JAKARTA – Banyak yang marah ketika saya menulis bahwa “HTI adalah PKI masa kini“. Mereka kemudian menolak dan memaki-maki sambil tidak lupa mengatakan bahwa saya PKI. Saya lucu aja membacanya, ujar Denny Siregar.
Dalam melihat sesuatu, seharusnya kita memperhatikan sebuah pola. Dan dalam suatu gerakan tentu ada rekam jejak yang tidak bisa dihapuskan.
Baca: Ahmad Zainul Muttaqin Bongkar Kampanye Busuk HTI Dibalik Isu PKI
PKI pada masanya melakukan penyusupan ke segala elemen, mulai pemerintahan, militer sampai dunia pendidikan. Pola gerakan yang sama dengan yang dilakukan HTI sekarang.
PKI juga mempunyai ideologi sendiri yaitu komunis, dan ingin menggantikan ideologi yang sudah ada yaitu Pancasila. Pola yang sama juga dengan HTI yang mempunyai ideologi khilafah.
Ada satu kesamaan lagi yang tidak bisa dilupakan. Musuh bebuyutan PKI dulu adalah Ansor dan Banser NU. Mereka saling bersitegang ketika ketemu, bahkan tidak jarang terjadi bentrokan. Mirip sekali bukan?
Baca: Yusuf Muhammad: PKI dan HTI Pengkhianat NKRI
Jadi ketika orang-orang HTI itu meneriaki bahwa dibelakang Jokowi ada PKI, saya ketawa lebar. Bagaimana mungkin PKI menggandeng NU? KH Ma’ruf Amin adalah Rais Aam NU. Logika itu sangat tidak berdasar.
Yang paling mungkin adalah PKI teriak PKI. Maling teriak maling..
Mereka teriak PKI untuk menyembunyikan jati diri mereka. Mereka paham ideologi komunis sudah tidak laku zaman sekarang, karena dagangan agamis lebih mampu dijual.
Dengan ideologi yang sama-sama ingin menumbangkan Pancasila, apa bedanya PKI dan HTI sekarang? Tidak ada. Mereka sama. Hanya jubahnya saja yang ditukar.
Baca: HTI PEMBERONTAK?
Dan PKI melihat NU seperti melihat macan. Karena itulah mereka tidak akan mungkin berani berada dalam satu barisan. Paling mudah meneriaki kawan NU sebagai PKI, untuk memainkan peranan.
Jadi gak usah marah-marah pada saya kalau melihat fakta-fakta itu. Lebih baik instropeksi diri, benarkah ideologi anda sudah benar? Atau jangan-jangan yang teriak tidak paham bahwa mereka sudah tercuci otak oleh PKI yang bajunya sudah berganti?
Lebih baik minum kopi. Pahitnya menyadarkan bahwa meskipun kalian sekarang berdandan agamis, perilaku kalian tetap tidak bisa disembunyikan dengan berwajah bengis. Seruput dulu, kawan. (SFA)
Sumber: www.DennySiregar.com
Anti HTI Bukan Anti Islam
Sumber Berita : http://www.salafynews.com/denny-siregar-pki-dan-hti-melawan-banser-ansor.html

Re-Post by MigoBerita / Senin/24092018/10.43Wita/Bjm 

Baca Juga Artikel Terkait Lainnya