» » » » » » » Para Pahlawan dari Tugu 9 Nopember Banua Anyar Banjarmasin dan Ir. H Pangeran Mohammad Noor

Para Pahlawan dari Tugu 9 Nopember Banua Anyar Banjarmasin dan Ir. H Pangeran Mohammad Noor

Penulis By on Sabtu, 10 November 2018 | No comments

Mengenang Gugurnya Sembilan Syuhada 9 November 1945 di Banua

PROKAL.CO, Abdul Majid, lahir sepuluh tahun setelah penyerangan 9 November 1945. Tiga pamannya gugur dalam penyerangan tersebut. Dia kerap mendengar kisah heroik itu dari kedua orang tuanya.
------------------------
“Ibu saya, Masniah, bersaudara dengan mereka. Kata ibu, kampung ini dulunya sepi. Masih hutan. Mereka berangkat pada hari Jumat. Ditunggu-tunggu, tak pernah lagi pulang ke rumah,” ujarnya kepada Radar Banjarmasin.
Dibandingkan rekan-rekannya, Majid lebih bugar. Ahli waris lain, ada yang tubuhnya lumpuh separo. Tak bisa digerakkan karena diserang stroke.
"Banyak cerita dari para ahli waris. Ada yang ayahnya gugur padahal anaknya baru berusia 40 hari," imbuhnya. 


Kemarin (9/11) pagi, Majid datang bersama sepuluh ahli waris pejuang lainnya. Mengikuti apel di Tugu 9 November, Banua Anyar. Seusai apel, mereka menerima bantuan sembako dari wali kota.
Kondisi tugu itu kini lebih baik. Dulu, tugu itu sering menjadi tempat warga menjemur pakaian. Terkadang ikan asin. Halamannya juga kerap menjadi tempat parkir kendaraan bermotor.
Kini tugu itu sudah dipagar beton. Lengkap dengan relief-relief perjuangan berwarna emas. Di atas marmer hitam, dengan huruf berwarna perak, terukir sembilan nama pejuang yang gugur.
Tiga nama teratas itulah paman Majid. Yakni Badran, Utuh dan Badrun.
“Ketiganya gugur saat berusia remaja. Masih sangat-sangat muda,” ujarnya.
Pada peringatan 9 November, mereka rutin menerima bantuan dari pemko. Berupa sembako, kain sarung, dan sedikit uang. Kondisi mereka jauh mendingan. Bandingkan misalnya dengan kakek dan nenek mereka.
"Bayangkan, anak-anak mereka tewas secara bersamaan. Bagaimana para orang tua ini menjalani hidup setelahnya? Jelas tidak gampang. Dan mereka tak pernah menerima bantuan. Padahal sudah berkali-kali diusulkan," sesalnya.
Terlepas dari itu, lelaki 63 tahun itu mengaku bangga. Lahir dari keluarga pejuang dan tumbuh besar di kampung perjuangan. Kini, Majid tinggal di Sungai Bakung, Kabupaten Banjar. Dia memiliki kehidupan yang baik. Bersama tiga anak dan lima cucu.
Tugu peringatan itu dibangun untuk mengingatkan masyarakat. Bahwa disitulah dulunya para pejuang berunding menyiapkan strategi penyerangan. Menyerbu Pulau Tatas yang menjadi markas kolonial.
Pada lokasi penyerangan, juga dibangun tugu serupa. Tepatnya di Jalan DI Panjaitan, seberang markas Polda Kalsel. Kondisinya memprihatinkan karena tertutupi oleh parkiran mobil dan sepeda motor.
Tak jauh dari tugu pertama, dimakamkan HM Aini.
Pada tahun 1945, Aini adalah pembakal (kepala desa) Pangambangan. Meski tidak mengikuti penyerangan, dia ikut membantu pengumpulan pasukan. Aini meninggal dunia tahun 1983. Dimakamkan berdampingan dengan istrinya, Gusti Masmulia yang wafat pada tahun 1974.
Keponakannya masih hidup dan tinggal di Banua Anyar sampai sekarang. Namanya Safrudin Perwira Negara, 64 tahun. “Paman Aini sempat ditahan Belanda selama dua tahun,” ujarnya.
Di depan makam itu, dulu berdiri rumah bergaya tua yang dihuni Aini. Rumah itu belakangan hangus terbakar dan kembali dibangun.
“Rumah itu ikut menjadi saksi sejarah persiapan penyerangan 9 November,” tambah Safrudin.
Dia berharap, sejarah 9 November takkan dilupakan generasi muda Banjar. Bahwa tak lama setelah proklamasi, pemuda-pemuda Banjarmasin rela mengorbankan nyawanya untuk mengusir penjajah.


Karena Larangan Pawai Merah Putih
Sejarah mencatat, pada Jumat 9 November 1945 silam, terjadi peristiwa heroik di Banjarmasin. Kala itu para pemuda yang tergabung dalam Barisan Pemberontakan Republik Indonesia Kalimantan (BPRIK) bersama masyarakat Banjar, menyerang markas Tangsi Militer NICA Belanda yang bermarkas di Benteng Tatas, sekarang menjadi Masjid Raya Sabilal Muhtadin.
Pertempuran sengit yang tak seimbang selama satu hari tersebut dalam upaya melemahkan kekuatan NICA yang datang ke Kalimantan. Sekaligus mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945.
Sejarawan ULM, Yuslinnor menceritakan, puncak terjadinya perlawanan kepada NICA tersebut didasari atas larangan dari tentara Belanda saat para puluhan ribu rakyat Kalimantan ingin melakukan pawai keliling kota dengan mengibarkan bendera merah putih.
“Ketika itu pada 10 Oktober 1945, rakyat Kalimantan yang sudah mengetahui Indonesia merdeka ingin merayakan, namun ditentang oleh pasukan tentara Belanda,” ujar Yusliannor kemarin.
Setelah itu, para pemuda yang tergabug dalam BPRIK pun bereaksi ingin melakukan perlawanan terhadap penjajah demi mempertahankan kemerdekaan. Dipimpin oleh M Amin Effendy, kala itu disusun rencana penyerangan malam hari yang disusun di kawasan Jalan Banua Anyar.
Pada rencana penyerangan itu, dibagi tujuan tempat penyerangan terhadap tempat-tempat pasukan tentara Belanda, seperti di Kawasan Kelayan Banjarmasin, di kawasan Rumah Sakit Ulin Banjarmasin, dan Benteng Tatas di kawasan Masjid Raya Sabilal Muhtadin.
“Rencana awal terjadi kegagalan, dan setelah itu pasukan pejuang kembali berkumpul untuk melakukan siasat penyerangan kembali pada 9 November 1945,” terang Dosen FKIP ULM itu.
Nah, pada 9 November itu dilakukan penyerangan penuh terhadap tangsi militer yang ada di Banjarmasin. Sebelum melakukan penyerangan ke Benteng Tatas, para pejuang berkumpul terlebih dahulu untuk mengatur strategi di rumah Amin Effendy.
Usai merapatkan barisan, sekitar pukul 15.00 Wita para pejuang pun menyerbu Benteng Tatas dengan gagah berani. Pertempuran yang sangat heroik dilakukan oleh pemuda dan rakyat Kalimantan.
Meski menggunakan senjata yang belum modern, para pejuang tetap memberikan perlawanan sengit terhadap pasukan Belanda yang sudah memakai persenjataan modern. Hingga akhirnya dalam pertempuran itu gugur lah 9 orang kusuma bangsa.
“Peristiwa ini mendahului pertempuran 10 November di Surabaya. Rakyat Kalimantan seperti mempelopori perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan yang sudah diraih,” tutur Yusliannor.
Yusliannor mengungkapkan, meletusnya pertempuran 9 November itu tak hanya terjadi di Banjarmasin. Namun, terjadi pula perlawanan terhadap tentara Belanda di Kabupaten Tapin, Rantau. Ketika itu sebutnya terjadi penghadangan dan perlawanan membabi buta terhadap tentara Belanda yang melintas.
“Ada dua orang pemuda yang gugur kala itu, hingga namanya dipakai sebagai nama jalan disana untung mengenang, yakni jalan Tasan Panyi,” tandasnya. 

Tak Gelar Haul di Rumah Perjuangan
Tahun-tahun sebelumnya, keluarga pejuang 9 November 1945 selalu berkumpul di rumah perjuangan. untuk menggelar haulan. Namun tahun ini agak berbeda, haul dilaksanakan di warung Alimun Hakim, di Jalan Sutoyo S Banjarmasin, usai Jumatan kemarin.
"Sengaja tidak digelar di rumah, agar semakin banyak masyarakat yang mengetahui dan ikut mengenang peristiwa ini,” ujar Alimun.
Tak sekedar haul, keluarga juga mengundang aktivis sejarah dan mahasiswa untuk berdialog dengan mengangkat tema Syuhada Pahlawan 9 November 1945.
“Kami ingin perjuangan para laskar BPRIK tidak hilang ditelan zaman, makanya kami gelar dialog ini,” tandasnya. (fud/mof/bin/ema)

SUDAH LEBIH BAIK: Tugu 9 November kian membaik. Dahulu tugu sejarah banua ini dibiarkan tak terawat, kini sudah diberi pagar dan relief.
Sumber Berita : http://kalsel.prokal.co/read/news/18573-mengenang-gugurnya-sembilan-syuhada-9-november-1945-di-banua.html

Ini Cerita Dibalik Anugerah Pahlawan Nasional Ir. H Pangeran Mohammad Noor
 
PROKAL.CO, Tjilik Riwut dan Hasan Basry adalah dua pahlawan nasional dari Kalimantan. Tapi di masa perjuangan, mereka di bawah komando Ir. H Pangeran Mohammad Noor. Kemarin, sang pemimpin pertama Kalimantan itu akhirnya mendapat gelar yang sejak dulu seharusnya disandangnya.
================
Jalan panjang memperjuangkan gelar Pahlawan Nasional kepada Ir. H Pangeran Mohammad Noor akhirnya berujung bahagia. Kamis (8/11), gubernur pertama Kalimantan ini akhirnya dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Republik Indonesia di Istana Negara, Kamis (8/11) siang. Kisah perjuangannya tersebar di banyak buku dan referensi, tapi kenapa baru saja diangkat menjadi pahlawan nasional? 
Pangeran Mohammad Noor, dianggap berjasa dalam mempertahankan wilayah Kalimantan untuk menjadi wilayah Indonesia.
Selama di Jogja, PM Noor yang menjabat Gubernur Kalimantan mengirim pasukan bersenjata ke kalimantan. Dia juga mencetuskan pasukan payung ke kalimantan untuk membuka blokade laut belanda.
Salah seorang anggota Dewan Harian Daerah Badan Pembudayaan Kepejuangan Angkatan 45 (DHD 45) Kalsel, Wajidi Amberi mengatakan, pada 2014 lalu lembaga ini mempertimbangkan dua tokoh Kalsel yang rencananya akan diusulkan menjadi pahlawan nasional. Mereka adalah Pangeran Hidayatullah dan PM Noor sendiri.
Namun, setelah melakukan pembahasan panjang dengan melibatkan tokoh-tokoh di Banua, nama mengerucut kepada PM Noor.
Dipilihnya PM Noor setelah hasil konsultasi dengan Kementerian Sosial yang ketika itu meminta untuk menghidari sosok nama yang kontroversial.
Ya, sosok Pangeran Hidayatullah sendiri saat ini masih menjadi perdebatan. Ada yang masih mengganjal ketika dia disebutkan menyerah di tangan Belanda.
Meski sebenarnya belum ada bukti otentik untuk itu. “Nah ketika itu kami ambil keputusan mendorong PM Noor sebagai pahlawan nasional dari Kalsel,” terang Wajidi kemarin.
Setelah memutuskan nama PM Noor, pihaknya pun menyiapkan sejumlah persyaratan untuk melengkapi usulan. Pada tahun 2015, yang pertama dilakukan pihaknya adalah menggelar seminar nasional dengan mengundang sejarawan dan tokoh masyarakat. Termasuk dari pakar sejarah dari UPI Bandung, yakni Prof Helius Syamsudin.
“Kami undang pula ketika itu pelaku sejarah dari Kalsel, yakni Prof Lambut hingga akademisi sejarah,” bebernya.
Dia mengungkapkan, pengusulan PM Noor sebagai pahlawan nasional bukan pertama kali tahun 2015 lalu. Namun, digagas awal sejak tahun 1980 an. Ketika DHD 45 Kalsel kala itu dipimpin oleh Brigjen H Hasan Basry, yang saat ini sudah menjadi pahlawan nasional.
Melengkapi syarat, pihaknya juga menyiapkan berkas publikasi sebanyak 7 buku. Diantaranya buku Sejarah Banjar, buku karangan Nila Riwut, dan buku dari Antum Arta yang berjudul Album Pembangunan Kalimantan, bahkan salah satunya buku milik PM Noor sendiri yang berjudul “PM Noor Gawi Kita Belum Tuntung”.
Dari tujuh referensi tersebut, yang paling membuat pihaknya semakin bersemangat adalah dalam buku karangan Nila Riwut tersebut, memuat kalimat pernyataan dari Tjilik Riwut yang menyatakan dia memberi penghargaan sebesar-besarnya kepada PM Noor yang ketika itu sebagai Gubernur Provinsi Kalimantan sudah mengkoordinir dan menyatukan perjuangan melalui laut dan udara di Provinsi Kalimantan.
Logikanya berdasarkan kalimat di buku itu, Tjilik Riwut dan Brigjen H Hasan Basry sebagai anak buah dari PM Noor sudah mendapat gelar pahlawan nasional, sementara PM Noor belum. Padahal dua pahlawan nasional tersebut notabene dipimpin dan dikoordinir oleh PM Noor di masa perjuangan dulu.
“Ini sesuatu yang unik, ketika kedua pahlawan nasional itu sang “bapak” malah belum bergelar pahlawan nasional,” tukasnya.
Berbicara peran PM Noor untuk negeri ini. Wajidi memaparkan, selain pernah menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) juga memiliki gagasan besar pembangunan bangsa dan negara. Peraih gelar insinyur dalam waktu empat tahun di Technische Hoogeschool te Bandoeng (THS) atau yang sekarang dikenal sebagai Institut Teknologi Bandung (ITB) itu adalah yang mencanangkan sejumlah pekerjaan pembuatan waduk, salah satunya Waduk Riam Kanan yang saat ini manfaatnya dinikmati oleh masyarakat Kalsel.
“Yang membuat PM Noor semakin layak dan memang berhak mendapat gelar ini adalah, beliau di era tahun 1945-1949 berhasil mempersatukan pasukan pejuang kemerdekaan di Kalimantan ke dalam basis perjuangan yang diberi nama Divisi IV ALRI Pertahanan Kalimantan di bawah pimpinan Hasan Basry,” papar Wajidi.

Gelar pahlawan nasional yang disematkan kepada PM Noor, menambah jumlah pahlawan nasional asal Banua setelah dilakukan pembaharuan usulan dilakukan pada tahun 2018 ini. Sebelumnya, Kalsel pahlawan nasional kepada Pangeran Antasari, Brigjen TNI (Purn) H Hasan Basry dan Dr KH Idham Chalid.
Gubernur Kalsel, Sahbirin Noor yang mendampingi Gusti Firdauzy Noor, cucu PM Noor menuturkan, penghargaan ini sebagai bukti penghargaan dan perhatian pemerintah terhadap pejuang dan tokoh bangsa. “Ini patut kita syukuri bersama, penantian penganugerahan PM Noor sebagai pahlawan nasional cukup panjang, dan berakhir manis di tahun ini,” ujar Sahbirin.

Selain PM Noor, Presiden Jokowi juga memberikan gelar serupa kepada lima tokoh dari provinsi lain, mereka adalah Abdurahman Baswedan (DI Yogyakarta), Agung Hajjah Andi Depu (Sulawesi Barat), Depati Aimir (Bangka Belitung), Kasman Singodimedjo (Jawa Tengah) dan Tokoh dari Banten, Brigjen KH Syam’un.
Keenam pahlawan baru itu antara lain Depati Amir dari Bangka Belitung, Abdurrahman Baswedan dari Jogyakarta, dan Pangeran Muhammad Noor dari Kalimantan Selatan. Lalu, ada Kasman Singodimedjo dari Jawa Tengah, Brigjen K.H Syam'un dari Banten, serta Agung Hj. Andi Depu dari Sulawesi Barat.
Kepala Biro Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan Laksma Imam Suprayitno mengatakan, keenam nama itu dipilih berdasarkan hasil kajian dan diskusi dengan Dewan Gelar. Di mana syarat yang diatur dalam UU 20 tahun 2009 sebagai landasannya.
Di antaranya pernah memimpin perjuangan dalam merebut atau mempertahankan kemerdekaan, tidak pernah menyerah pada musuh, dan melakukan pengabdian hampir sepanjang hidup. Selain itu, pernah melahirkan gagasan ataupun karya besar yang yang bermanfaat. "Memiliki konsistensi jiwa kebangsaan, dan melakukan perjuangan yang punya jangkauan luas," ujarnya.
Sementara itu, masing-masing tokoh memiliki jasa yang beragam. Abdurrahman Baswedan misalnya, dia dianggap berkontribusi dalam memperjuangkan integrasi keturunan arab dengan bangsa Indonesia. Dia menyampaikan gagasan agar keturunan arab juga memiliki tanggung dalam memperjuangkan kemerdekaan.
Dalam menyampaikan gagasannya, dia menggunakan surat kabar tempat nya bekerja. Yakni Surat kabar Sin Tit Po dan Suara umum. Selain itu, tokoh kelahiran 9 september 1908 tersebut mendirikan Partai Arab Indonesia sebagai saluran politik. PAI aktif membantu kemerdekaan. Ketokohan dia diakui dengan diangkat menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia mewakili golongan Arab.
Lalu Andi Depu, dia dinilai sebagai srikandi Indonesia yang mendeklarasikan KRIS MUDA Mandar yang menjadi wadah perjuangan. Kemudian, mendirikan Fujinkai, wadah gerakan melatih dan menggodok wanita.
Depu diketahui memimpin bergerilya. Dia menyadarkan masyarakat Mandar untuk merebut kemerdekaan. Dengan kekuatannya, Depu berhasil menggerakkan masyarakat untuk menumpas bekas kekuasaan penjajah pasca-perang kemerdekaan.
Sementara Depati Amir memiliki pengaruh besar dalam perjuangan rakyat Bangka. Berbagai perlawanan dilakukan, salah satunya saat monopoli perdagangan timah oleh Belanda yang membuat rakyat Bangka menderita dan sengsara. Kemampuan Amir melancarkan serangan membuat Belanda resah. Meski tidak terlalu masif, namun berhasil menimbulkan konflik di internal belanda.
Takut akan besarnya pengaruh, dia ditangkap dan diasingkan ke Kupang pada tahun 1851. Namun demikian, pejuang yang wafat tahun 1869 itu aktif sebagai penasehat perang bagi raja Timor yang berjuang melawan kolonial.
Selanjutnya Kasman Singodimedjo. Tokoh asal Purworejo itu dinilai berjasa sebagai pemersatu bangsa. Salah satu jasanya yang menonjol adalah mempersatukan golongan nasionalis dan agamis terkait penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta. Dia dipercaya melobi Ki Bagus Hadikusumo yang saat itu paling keras menentang.
Selain itu, Kasman juga salah satu inisiator lahir nya TNI. Saat menjadi KNIP (DPR/MPR), membubarkan TKR dan membantu lahirnya TNI. Pria kelahiran Jawa Tengah 25 Februari 1904 itu adalah seorang perwira sukarela Pembela Tanah Air (PETA). Kasman menduduki posisi sebagai Daindancho.
Terakhir Syam'un. Tokoh ulama asal Banten itu terlibat dalam berbagai perang bersenjata. Bahkan saat Jepang menyerah pada sekutu, dia menjadi komandan Badan Keamanan Rakyat kala mengusir Jepang di banten. Selain itu, tokoh kelahiran 1894 itu sangat berperan dalam mempertahankan negara dari ancaman Gerakan Dewan Rakyat (GDR). GDR banyak melakukan teror yang bertujuan membentuk Banten sebagai wilayah sendiri.
Sementara itu, penganugerahan pahlawan nasional mendapat apresiasi dari sanak keluarganya. Anak bungsu Kasman, Dewi Nurul Mustaqim mengaku bersyukur atas penghargaan yang diberikan negara. Menurutnya, ayahnya bersama Soekarno - Hatta bahu membahu dalam menyusun bantuk negara kesatuan yang bisa menyatukan semua kelompok.
"Namun bapak seolah orang kedua. Yang tampil soekarno hatta. Tapi sebetulnya juga berperan. Pak Karno kerap bertanya bagaimana (setiap ada persoalan)," ujarnya.
Ketokohan ayahnya, dia nilai juga sangat terlihat dari didikannya di rumah. Kepada anak-anaknya, Kasman selalu mengajarkan toleransi dan membantu sesama. "Kalau bekerja untuk semuanya (tidak individual)," imbuhnya. Dewi berharap, jiwa tersebut bisa diikuti oleh generasi muda.
Kebanggaan yang sama juga disampaikan Andi Taufan Parengrenge selaku cucu dari pahlawan Andi Depu. Sejak di dalam kandungan, ibunya ikut dalam perjuangan yang dilakukan Depu. Dan sampai neneknya menutup mata, Taufan mengaku selalu hidup bersamanya.
Lahir dari keluarga bangsawan, dia menilai neneknya tidak lantas lupa dengan sekelilingnya. Melainkan justru aktif dalam perjuangan kemerdekaan untuk membebaskan masyarakat dari penjajahan. "Dia hidupnya sederhana dan terampil," ujarnya.
Nilai itu pula yang neneknya ajarkan ke Taufan. Dalam berbagai nasihatnya, Depu kerap mengingatkan bahwa status bangsawan tidak berarti apa-apa jika tidak mampu melakukan kebaikan. "Walaupun kamu Puang, tapi kelakuan seperti rakyat umum ya kamu bukan puang," tuturnya menirukan pesan neneknya yang wafat saat dia berusia 28 tahun.
Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan selaku cucu pahlawan Abdurrahman Baswedan menuturkan, banyak kenangan yang dilaluinya ketika masih kecil dan tumbuh bersama sang kakek. 
Salah satu kenangan yang selalu diingatnya adalah ketika masih duduk di bangku TK, Anies kerap dijemput oleh kakeknya dan diantar hingga ke rumah. Tak hanya itu, dia juga setiap hari ikut mengantar kakeknya pergi ke kantor pos untuk mengirimkan surat.  ‘’Beliau adalah seorang wartawan, dari mudanya wartawan sampai akhir hayatnya. Kemanapun pergi selalu bawa kamera, kemanapun pergi selalu bawa tape recorder,’’ ujarnya ditemui di Balai Kota DKI, kemarin (8/11). 
Dengan hobi, banyak ratusan koleksi kaset rekaman dari berbagai orang yang sempat menjadi narasumber. Koleksi tersebut hingga kini masih tersimpan rapi di kediamannya. 
Anies menuturkan saat dirinya duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), ia juga menjadi juru ketik bagi kakeknya dalam membuat sebuah surat. AR Baswedan mendiktekan tulisan yang harus diketiknya.
Dari sekian banyak surat, ada satu yang selalu diingatnya.  Pada bagian akhir surat tersebut kakeknya selalu menuliskan sebuah kalimat 'surat ini saya diktekan dan diketik oleh cucu saya Anies'. ‘’Saya bangga sekali ketika disebut-sebut, yang saya tidak sadar dan baru tahu kemudian, itu adalah cara beliau memberi tahu si penerima kalau banyak salah-salah ketik itu bukan diketik oleh dirinya tapi oleh cucunya,’’ tutur mantan Mendikbud itu.
Bagi keluarga besarnya, apa pun yang ditinggalkan sang kakek menjadi saksi sejarah yang berharga. Anies juga mengingat ciri khas sang kakek saat mengetik dengan 10 jari dan melihat ke atas dengan sangat lancar. 
Anies menyadari figur A.R Baswedan hidupnya benar-benar tak pernah jauh dari aktivitas menulis. Dia juga bersyukur dapat menjadi saksi kakeknya menjadi jurnalis andal.
‘’Menjelang kemerdekaan beliau salah satu anggota BPUPKI yang bersidang di Gedung Pancasila dan di jadwal pidato beliau itu ada 3 orang yang berpidato tanggal 1 Juni, yakni A.R Baswedan kemudian 1 saya lupa namanya, lalu Bung Karno,’’ urainya.
Dari sekian banyak pelajaran yang diambil dari sang kakek, ada salah satu pesan berharga yang juga tak akan dilupakan oleh Anies. Sang kakek selalu mengingatkan untuk meluangkan waktu untuk membaca buku dan menulis. ‘’Jadi belajar terus, baca terus, tidak pernah berhenti sampai akhir hayatnya menulis terus,’’ katanya.

Bantu Pembangunan Jembatan dengan Dana Pribadi
Kabar Ir.H Pangeran Mohammad Noor membuat keluarga mengucap rasa syukur. Gusti Rudy Normansyah, cucu ke 22 PM Noor langsung berziarah ke makam Sultan Adam Al-Watsiq Billah di Martapura. Di pemakaman ini, jasad PM Noor beristirahat. "Berkah ini, tidak hanya kepada keluarga tetapi juga warga Banua," ucap Rudy.
Rudy datang ke makam kakeknya sendirian. Tepatnya sekitar pukul 11.00 Wita. Di tengah guyuran hujan, Rudy membersihkan makam kakeknya. Makam PM Noor sendiri bersebelahan dengan istrinya, Gusti Aminah.
Di makam, tertera tulisan nama PM Noor bin Pangeran Ali. Lahir 24 Juni 1901 dan wafat di tan ggal 15 Januari 1979. Sedangkan istrinya, tertera lahir pada 10 November 1906 dan wafat 29 Desember 1978.
Sembari membersihkan makam dan juga menaruh selembar kain kuning dengan bunga, Rudy bercerita soal penganugerahan kakeknya tersebut diketahuinya pada Rabu (7/11) sore. "Saya di sini mendapat info kemarin (Rabu, red) oleh kakak di Jakarta, setelah itu langsung disuruh mempersiapkan di Banjar," ucapnya.
Kabar ini memang tiba-tiba. Saat ditemui, belum ada persiapan berarti di area makam. Sebab kata Rudy, dirinya juga masih menunggu instruksi dari pusat dan juga Pemerintah Provinsi. "Belum ada arahan, Pak Gubernur dan jajaran katanya masih di Istana," kata Rudy siang kemarin.
Rudy begitu bersemangat menceritakan tentang kakeknya. Di keluarga, PM Noor disebut Nini Laki. "Jika orang Banjar memanggil beliau dengan sebutan Abah Pangeran," terangnya.
PM Noor terkenal sangat memikirkan nasib bangsa Indonesia dan masyarakat Kalsel. Rudy mengatakan kakeknya bahkan tidak pernah memikirkan tentang diri sendiri. "Beliau juga sangat berbakti dan mengamalkan ilmunya, untuk membantu taraf hidup masyarakat di Kalsel," serunya.
PM Noor juga tokoh yang mempunyai pandangan ke depan melampaui zaman.Bukti visionernya kakeknya, Rudy menyebut adanya Waduk Riam Kanan. Waduk Riam Kanan adalah salah satu waduk terbesar yang berada di Aranio, Kabupaten Banjar.
Waduk buatan yang dalam pembangunannya memakan waktu lebih dari 10 tahun berada di area seluas 9.730 hektare. Saking raksasanya proyek ini, Kalsel bahkan belum punya proyek raksasa sejak waduk ini rampung pada tahun 1973.
Peran PM Noor bagi pembangunan infrastruktur di Banua ternyata tak hanya itu. Sejarawan Banua, Wajidi Amberi mengungkapkan anak dari Pangeran Pangeran Mohammad Ali ini turut menggelontorkan dana bantuan dengan uang pribadi untuk pembangunan Jemabatan Pasar Lama Banjarmasin, yang membelah Sungai Martapura, Banjarmasin.
Kala itu daerah kesusahan anggaran untuk menyelesaikan proyek jembatan. Tokoh Kalsel, Artum Artha mendatangi PM Noor ke Jakarta untuk memohon bantuan.
PM Noor yang kala itu menjabat sebagai Menteri Pekerjaan Umum membantu pembangunan jembatan dengan dana sendiri.
“Sekitar Rp100 ribu nilai uang kala itu, PM Noor membantu agar jembatan bisa selesai,” tutur Wajidi.

Sementara, sejarawan FKIP ULM, Yusliannor begitu mendengar kabar PM Noor dianugerahi sebagai pahlawan nasional mengaku bangga.
PM Noor sebutnya memiliki peran yang sangat penting melawan penjajah, dimana dia membentuk pasukan MN.1001 untuk melawan Nica pada tahun 1945-1949.
“Beliau adalah pejuang tulen dan tanpa pamrih. Saya bersyukur akhirnya pemerintah memberikan penghargaan dan perhatian kepada beliau,” ujarnya.
Di sisi lain, Kepala Dinas Sosial Kalsel, Adi Santoso sempat terkejut ketika PM Noor salah satu yang menerima anugerah pahlwan nasional tahun ini.
Bahkan, kabar tersebut baru didapatnya Ra 

AKHIRNYA: Ir. H Pangeran Mohammad Noor kemarin mendapat gelar yang sejak dulu seharusnya disandangnya.
Sumber Berita : http://kalsel.prokal.co/read/news/18568-ini-cerita-dibalik-anugerah-pahlawan-nasional-ir-h-pangeran-mohammad-noor.html
  
Re-Post by MigoBerita / Sabtu/10112018/18.25Wita/Bjm
Baca Juga Artikel Terkait Lainnya