» » » » » WASPADALAH !!! Berjubah Kemanusiaan.. Ternyata Mereka adalah PROVOKATOR "Anti Kemanusiaan"

WASPADALAH !!! Berjubah Kemanusiaan.. Ternyata Mereka adalah PROVOKATOR "Anti Kemanusiaan"

Penulis By on Sabtu, 01 Juni 2019 | No comments

Pernah nonton film The Kingdom?
Ini film tentang peran Wahabi dalam pergerakan terorisme Internasional, tapi lokasinya di pangkalan militer AS di Riyadh, Arab Saudi.
Awal film itu menarik. Awalnya dua orang Saudi militan menembaki para pekerja AS di pangkalan militer itu.
Ketika situasi panik, ada seorang militan lagi berbaju polisi menyuruh para korban untuk mendekat kepadanya supaya aman dan ketika korban sudah mendekat tiba-tiba "Blarrrrr !!" bom bunuh diri dari militan itu meledak menambah korban jiwa.
Dan yang tambah menarik, ketika situasi terasa aman, datanglah banyak orang mendekat ke lokasi bom bunuh diri itu. Tidak berapa lama "Blarrr !!" sebuah ledakan maha dahsyat meledak di pusat lokasi. Korban jiwa bertambah lagi.
Dari mana asal ledakan itu?
Sesudah diselidiki, ternyata titik utama ledakan berasal dari ambulans yang berada di lokasi dan membawa bom bunuh diri berdaya ledak besar.
Ambulans memang kendaraan yang paling aman untuk masuk ke dalam lokasi karena "berbaju kemanusiaan". Meski akhirnya kita paham, bahwa ambulans juga bisa berfungsi sebagai senjata perang.
Dari peristiwa 22 Mei, akhirnya mata kita kembali terbuka bahwa musuh bisa berbentuk apa saja, bisa juga berbaju kemanusiaan.
Belum selesai masalah ambulans yang isinya batu untuk menyerang polisi dari partai Gerindra, muncul video dari CCTV sebuah ambulans berfungsi sebagai pengangkut perusuh sekaligus sebagai kendaraan pembagi honor buat mereka.
Dan baru saja dapat kabar lagi, polisi menyita sebuah ambulans yang didalamnya berisi panah sampai bambu runcing. Ambulans sudah beralih fungsi sekarang, bukan lagi menjadi bagian dari kemanusiaan, tetapi menjadi sebuah senjata perang.
Dari apa yang terjadi di Suriah, kita juga melihat peran sebuah organisasi berbaju kemanusiaan bernama White Helmets, yang ternyata adalah senjata propaganda pihak pemberontak. Mereka dengan mudah masuk ke lokasi perang dan memberitakan banyak hal yang menguntungkan pemberontak dan menyudutkan pemerintah yang sah.
Sejak awal, berdasarkan apa yang terjadi di Suriah, saya sudah mengingatkan untuk hati-hati terhadap organisasi berbaju kemanusiaan yang mendadak ada disekitar lokasi demonstrasi.
Saya mempertanyakan, untuk apa sebuah organisasi kemanusiaan untuk bencana alam berada di lokasi demonstrasi dengan bahasa mitigasi atau persiapan bencana ? Bencana apa dalam sebuah demonstrasi?
Dan akhirnya topeng-topeng pun terbuka...
Dompet dhuafa (Dhuafa berarti orang miskin) yang awalnya bertujuan untuk membantu orang miskin, tiba-tiba ada di lokasi demonstrasi dan melaporkan kerusakan mobil bantuan mereka. Untuk apa organisasi bantuan untuk orang miskin ada di lokasi demonstrasi?
Siapa yang mereka salahkan? Ya, polisi. Mereka sama sekali tidak membahas tentang provokator kerusuhan yang sudah membakar kantor polisi.
Kemudian Mer-C yang dipimpin JoseRizal, tiba-tiba juga membahas proyektil peluru yang katanya ia temukan di lokasi kerusuhan. Urusan apa Mer-C disana selain menjadi mesin propaganda lawan politik Jokowi?
Sejak kasus bantuan dari organisasi yang sama IHR pimpinan Bachtiar Nasir yang ternyata tertangkap basah memasok logistik pada teroris di Aleppo dan propaganda yang dilakukan White Helmets, saya sekali lagi mengingatkan "Hati-hati" dengan organisasi berbaju kemanusiaan swasta atau NGO disekitar kita.
Mereka sangat mungkin menjadi senjata proganda untuk menciptakan kerusuhan yang lebih luas sekaligus menarik donasi lebih besar atas nama kemanusiaan untuk kepentingan politik mereka. Peristiwa-peristiwa yang sudah terjadi seharusnya menjadi alarm keras yang terus mengingatkan kita.
Seharusnya menjadi SOP dalam setiap penanganan demonstrasi apalagi yang berbau politik bahwa organisasi berbaju kemanusiaan dilarang mendekati lokasi. Mereka terindikasi menjadi alat politik bagi yang berkepentingan, alih-alih berbicara kemanusiaan secara netral.
Audit dana-dana mereka dan wajibkan lapor ke publik secara transparan. Meskipun mereka swasta, tapi harus tetap berada dibawah badan pemerintah yang sah untuk mengontrol tindakan mereka.
Yang paling penting dari itu, sesudah kita melihat busuknya topeng politik mereka yang tersembunyi di baju kemanusiaan, adalah jangan lagi menyumbang untuk mereka. Jangan sampai niat memberi bantuan malah menjadi senjata perang yang membunuh diri kita.
Pengalaman seharusnya mengajarkan banyak hal, karena Tuhan memberikan pelajaran pada manusia dengan berbagai bentuk peristiwa.
Seruput kopinya.
Ambulans Ambulans ada Logo Gerindra

SNOUCK HURGRONJE MASA KINI

Saya dapat video ini dalam grup-grup WA..
Nama bule ini adalah Jerry D Gray, mantan tentara Amerika yang mengaku menjadi mualaf di Arab Saudi dan menikah dengan wanita Tasikmalaya. Ia sedang menunggu proses naturalisasi di Indonesia.
Jerry D Gray adalah seorang penulis yang dikatakannya "membongkar bobrok pemerintah Amerika". Tapi dalam pergerakannya di Indonesia, ia dekat pada kelompok-kelompok radikal dan berbicara tentang Islam Liberal dan Syiah yang dibilangnya adalah bagian dari kelompok Freemansory.
Pasca Pilpres ini, Jerry menjadi Propagandis kelompok radikal untuk menyudutkan pemerintah. Dengan status agama barunya Islam, ia dengan mudah masuk ke kelompok radikal dan menjadi pembicara di kalangan mereka.
Keberadaan Jerry D Gray ini mengingatkan saya pada Snouck Hurgronje, mata2 kolonial Belanda yang menguasai ilmu Islam dengan cerdas dengan tugas menyusup dan memata2i pergerakan gerakan perjuangan kemerdekaan di Aceh dan mengadu domba mereka.
Mirip juga dengan cerita agen Inggris yang disusupkan untuk memecah Arab dengan nama beken "Lawrence of Arabia" pada tahun 1918.
Dalam video ini saya berikan petunjuk kedekatan Jerry D Graya dengan Abu Jibril, salah satu pentolan kelompok radikal yang salah satu anaknya tewas di Suriah ketika bergabung dengan ISIS.
Sejarah selalu berulang dengan tokoh dan waktu yang berbeda, tetapi polanya tetap sama. Hati-hati, kawan..
Seruput kopinya.
Jerry D Grey Jerry D Grey

NEGERI INI HAMPIR SAJA TERBAKAR API

Membaca laporan utama Tempo tentang temuan-temuan dilapangan saat demo 22 Mei, sungguh mengerikan..
Tempo dengan detail menjabarkan bagaimana peran eks Danjen Kopassus, Soenarko, merancang kerusuhan dengan metode "bunuh senyap". Sudah ada dua eksekutor yang terdeteksi, dan mereka sekarang sedang dikejar polisi.
Rencana Soenarko dengan memanfaatkan sniper untuk membunuh beberapa orang supaya demo semakin rusuh, rupanya hanya Plan A. Meski Soenarko ditangkap, Plan B tetap berjalan.
Kuncinya, harus ada korban jiwa.
Dan bergelimpanganlah nyawa 8 orang dari pihak pendemo terkena tembakan peluru tajam. Siapa yang melakukan itu, sedangkan Soenarko sudah ditangkap?
Hermawan Sulistyo, Profesor LIPI, menemukan bukti yang mencurigakan dari 8 korban yang meninggal itu. "Semua tembakan single bullet, atau mati dengan satu peluru saja..."
Bayangkan, ketika mereka sedang asik-asik demo, tiba2 dari belakang ada yang menempelkan pistol di leher mereka belakang telinga dan "dor !" satu tembakan langsung ditempat mematikan. Mereka dieksekusi jarak dekat. Bajingan !
Dari jenis pelurunya, diduga pistol yang menembak jenis Glock, pistol yang sering dipakai para Jenderal.
Dan menariknya lagi, kata Hermawan, pihak Rumah Sakit ketika dibawakan korban meninggal asal main terima saja. Tidak bertanya dengan curiga kepada pembawa mayatnya.
Sesudah ada korban mati, Plan C pun dilaksanakan. Ratusan selongsong peluru disebarkan dijalan dan difoto oleh banyak orang dengan narasi di media sosial, "Lihat peluru tajam polisi !"
Anehnya, selongsong itu dibawa dengan kantong kresek plastik. Jelas ada yang ingin melakukan propaganda bahwa polisi memang menggunakan senjata tajam.
Sebelum demo 22 Mei, polisi sendiri sudah membekuk puluhan teroris yang siap meledakkan diri di tengah para pendemo yang dibayar 300 ribu sampai 500 ribuan. Bayangkan jika polisi tidak bertindak cepat, ada berapa ratus korban jiwa di tengah aksi karena ledakan bom bunuh diri dimana-mana?
Aksi 22 Mei ternyata tidak sesederhana situasi yang terlihat di lapangan. Begitu banyak pergerakan berbahaya sebelum hari H yang semua akan berujung pada kepanikan dan kerusuhan.
Apa tujuannya situasi panik dan rusuh itu?
Tentu menjadikan Indonesia seperti tragedi 1998. Korban jiwa ratusan, api menyala dimana-mana, perkosaan terhadap etnis Tionghoa kembali berlangsung dan berdampak pada larinya sebagian orang keluar negeri. Ekonomi kolaps dan Jokowi akan dipaksa mundur dari jabatan.
Jika itu terjadi, diharapkan institusi militer terbelah dan situasi negara dianggap darurat sehingga kekuasaan diambil alih. Dahsyat....
Situasi ini melengkapi teori saya sebelumnya, bahwa ada 4 unsur kekuatan yang sudah lama dibangun untuk membuat rusuh Indonesia.
Yang pertama kekuatan umat, yang dibangun melalui ormas-ormas radikal. Dan kedua kekuatan di dalam militer melalui oknum, sebagai pengambil alih kekuasaan. Ketiga, kekuatan politik sebagai partner melalui partai dan politikus. Dan keempat kekuatan dana, melalui pengusaha hitam yang sedang was-was uang mereka diluar negeri disita negara.
Ulama palsu, oknum militer, politikus busuk dan pengusaha jahat bergabung menjadi satu untuk melakukan kudeta besar.
Para ormas radikal dengan membawa nama "umat" ini dibangun oleh Hizbut Thahrir sebagai bagian dari melegitimasi kekuasaan yang diambil secara tidak sah oleh kekuatan lainnya..
Jadi paham kan, kenapa sebagian dalangnya pada lari ke Saudi sebelum aksi?
Alhamdulillah, Indonesia masih kuat menahan gempuran itu. Kita harus berterimakasih pada kepolisian termasuk Densus 88, aparat militer yang masih cinta NKRI, para intelijen yang memasok informasi dan rekan-rekan silent majority yang siap turun ke lapangan jika situasi menjadi tidak aman.
Dan kita wajib berterimakasih pada Tuhan yang Maha Esa atas berkatNya dalam melindungi negara tercinta..
Seruput kopinya.
Kerusuhan Demo Rusuh

ORANG-ORANG KAYA

Anton panik, motornya hilang di parkiran.. Disaat yang sama driver ojek online ini harus mengantarkan pesanan makanan ke konsumennya.
Yang menarik, reaksinya kemudian tidak disangka. Anton menghubungi temannya sesama driver ojol. Ngapain? Melaporkan ke polisi sesudah itu -ini yang hebat- mengantarkan pesanan makanan ke konsumennya. Anton tidak melupakan tanggung jawabnya.
Kisah ini viral di media sosial sesudah Fitro, konsumen itu, memposting status tentang apa yang dilakukan Anton. Sontak terbangun gerakan untuk mengganti motor Anton dan terkumpul sampai 90 juta rupiah. Luar biasa. Anton mendapat penghargaan dari "people power" yang bahkan jauh lebih besar dari harga motornya yang hilang.
Di berita lain, seorang driver ojol juga bernama Sunandi, membuka tempat berbuka gratis bagi sesama driver. Apa yang dilakukannya di postingnya di facebook supaya bisa tersebar ke driver ojol lain untuk mampir. Kisahnya bahkan dimuat di media online besar.
Sesudah melihat apa yang Anton dan Sunandi lakukan, mendadak saya menjadi miskin semiskin-miskinnya. Saya dengan segudang kepunyaan ternyata tidak lebih kaya dari mereka berdua yang dengan berani memberikan apa yang mereka punya dengan keterbatasan mereka. Ada nilai-nilai tinggi yang mereka bangun jauh dari kekayaan materi.
Anton dan Sunandi seharusnya menampar banyak orang, termasuk para politikus yang berani mengeluarkan ratusan miliar rupiah untuk mendanai demo yang berujung kerusuhan.
Ratusan miliar rupiah keluar sia-sia karena apa yang mereka harapkan tidak tercapai. Hanya mengakibatkan kerugian dan korban jiwa. Jangan tanyakan tentang nilai, karena yang ada disana hanya kerusakan..
Pada saatnya manusia akan ditanya tentang apa yang dilakukannya. Anton dan Sunandi bisa dengan bangga menceritakan, sedangkan banyak dari kita menunduk malu karena tidak punya apapun yang kita banggakan selain kekayaan tanpa nilai.
Saya harus banyak belajar dari Anton dan Sunandi dengan apa yang mereka lakukan. Saya angkat secangkir kopi sebagai pelajaran.
Merekalah sebenar-benarnya guru kehidupan.
Driver Grab Driver Grab

GORIES MERE

"Mas, bapak minta waktunya untuk ketemu bisa?". Sebuah pesan masuk di no WA ku. Aku tidak kenal, tapi penasaran juga. "Siapa ?" Tanyaku. Tidak lama kemudian dari seberang menjawab pesan," Bapak Gories Mere.."
Nama itu sangat akrab buatku. Aku sering membaca sepak terjangnya saat bom Bali tahun 2002 lalu. Pria asal Flores ini juga dikenal sebagai perintis Densus 88.
Tapi benarkah yang mengundangku itu pak Gories ? Jangan-jangan hanya jebakan. Pada masa itu, begitu banyak yang mengincar kepalaku untuk dipenggal gara-gara aku sering menulis bagaimana pola di Suriah sedang diterapkan di Indonesia.
Tapi rasa kagumku padanya membuat kaki ini berani melangkah. "Dimana ?" Tanyaku. Ini pasti asistennya. "Di kafe kecil di sekitar wilayah - sensor.." Ah, nambah penasaran aja. Antara takut sama pengen tahu aku melangkah kesana. Benarkah yang mengundang Gories Mere? Atau ini hanya jebakan?.
Aku kirim pesan ke seorang teman. "Aku ada di kafe ini. Kalau tiba-tiba aku menghilang, kamu tahu aku ketemu sama siapa.."
Malam itu aku duduk di dalam kafe kecil. Tidak banyak orang, hanya satu atau dua saja. Duduk sendirian dan penasaran. Tiba-tiba, ruangan itu sepi. Kemana semua ? Termasuk waiter dan bartender hilang semua. Pikiran akan diculik memenuhi ruang pikiranku. "Mati gua.." Mau lari dari sana tapi kok malu.
Agak lama, sekitar setengah jam, masuklah beberapa orang tegap-tegap. Dan salah satunya wajah yang aku kenal karena sering kulihat di media. Dialah Gories Mere, sang legenda.
Tanpa senyum pak Gories duduk di depanku dan aku diapit banyak pemuda dan beberapa orang senior disana. Dia langsung menginterogasiku, darimana aku tahu semua pola kelompok radikal di Indonesia ? Apakah aku punya informan di dalam kepolisian ?
Dengan polos kuceritakan, aku sering mengamati situasi Suriah. Dan pola pemberontakannya sama dengan yang terjadi di Indonesia. "Jadi kamu sebenarnya tidak tahu situasi sebenarnya??" Dia heran. Aku mengangguk. Aku hanya mengumpulkan keping-keping cerita dan merangkumnya menjadi sebuah analisa. Kebetulan benar semua..
Pak Gories tersenyum. Yang lain juga tersenyum aku lega. Kemudian ia mengeluarkan benda besar dalam saku depannya, semua juga melakukan hal yang sama. Sebuah cerutu. "Karena kita sudah bersahabat, mari kita nyalakan api perjuangan.." Katanya.
Ternyata cerutu itu adalah simbol Densus, yang dibawa oleh Gories Mere dan sudah menjadi budaya saat mereka berhasil menangkap teroris. Aku baca-baca harganya 1,5 juta rupiah per batang. Dari Kuba.
Gories Mere tidak banyak bicara. Ia pendengar yang baik dan mampu menggali informasi dariku dengan keahliannya yang spesifik. Humble. Otak tajamnya terlihat saat ia merangkai semua cerita dan membuat kesimpulan yang tepat. Pantas ia menjadi legenda di detasemen anti teror.
Sudah lama aku tidak bertemu dengannya. Tapi yang mengerikannya, bayang-bayangnya seakan mengikuti diriku kemana-mana. "Jangan takut.. " Katanya. "Kamu aman. Kami ada dimana-mana. Terus menulis untuk mencerahkan.." Dia bergumam.
Dan saat kudengar dari Kapolri bahwa Gories Mere menjadi sasaran pembunuhan, aku tersenyum. Wajar saja. Ia sudah banyak mematahkan gerakan makar dan terorisme di negeri ini. Mereka pasti benci padanya karena tidak mampu meluaskan gerakannya selagi Gories Mere masih ada.
Gories Mere adalah legenda hidup intelijen. Ia belum pensiun. Dan aku bangga pernah duduk dan ngopi bersamanya.
Gories Mere Gories Mere

Organisasi Habib se-Indonesia: Saat ini Telah Terjadi Degradasi Sebutan Habib di Masyarakat

islamindonesia.id – Organisasi Habib se-Indonesia: Saat ini Telah Terjadi Degradasi Sebutan Habib di Masyarakat
Rabithah Alawiyah, sebuah organisasi yang mewadahi Habaib (jamak dari habib) di Indonesia, merespon perkembangan degradasi makna “habib” dalam pandangan masyarakat Indonesia. Terlebih, belum lama ini, beberapa orang yang menyandang titel habib terkena kasus hukum.
“Makna kata habib adalah seseorang yang dicintai dalam masyarakat Indonesia, kata habib disematkan pada seorang yang memiliki ketersambungan silsilah dengan Nabi Muhammad SAW melalui jalur Siti Fatimah Azzahra RA, yang di masyarakat menjadi tokoh yang dituakan, dengan ciri memiliki adab dan sopan santun, serta memiliki dasar keilmuan, serta selalu mengajak ke kebaikan di setiap tempat di mana beliau berada. Karena itu tidak semua yang memiliki ketersambungan silsilah yang dimaksud bisa diberikan sematan habib. Saat ini telah terjadi degradasi sebutan habib di masyarakat,” demikian pernyataan Rabithah Alawiyah pada Rabu (29/5), dilansir dari detik.com.
Untuk itu, DPP Rabithah Alawiyah menyatakan siapapun yang terbukti melakukan kerusuhan atau tindak pidana harus ditindak dengan tegas berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia. “Kami meminta kepolisian RI dan aparat keamanan yang lain menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM), menghindari tindakan represif, dan mengedepankan pendekatan persuasif serta melakukan pembinaan terhadap anggotanya untuk mengayomi masyarakat,” sebutnya.
DPP Rabithah Alawiyah juga prihatin dan menyayangkan jatuhnya korban pada peristiwa 21-22 Mei 2019 serta ikut berbela sungkawa kepada keluarga korban meninggal. Pihaknya meminta masyarakat untuk tidak mudah terprovokasi oleh siapapun yang dapat menimbulkan kekacauan atau kerusuhan, sebagaimana dilansir dari republika.
DPP Rabithah Alawiyah menyerukan masyarakat untuk saling menghormati pilihan politik. Tata cara yang baik dalam menyikapi perbedaan yang ada harus dikedepankan.
“Semoga Allah SWT selalu mencurahkan Rahmat-Nya dan melindungi negara yang kita cintai. Izinkan kami untuk mengajak kita semua, seluruh komponen anak bangsa, untuk menempatkan kemanusiaan di atas segala perbedaan. Keadilan sejati hadir lewat akhlak yang baik. Dan tanpa akhlak yang baik perjuangan mencari keadilan hanya akan menjadi kesia-siaan,” demikian pernyataan Rabithah Alawiyah.
Perkembangan terakhir pasca kerusuhan, polisi sudah menangkap ratusan pelaku yang terlibat di dalamnya. Selain itu, ada beberapa orang yang ditangkap terkait penyelundupan senjata dan rencana pembunuhan para pejabat. Namun aktor utama di balik kerusuhan itu belum terungkap.
Di luar kejadian itu, ada juga peristiwa pembakaran Polsek Tambelangan di Sampang, Madura. Polisi sudah menahan sejumlah tersangka dan memburu 5 oknum habib yang diduga terlibat.
Pembakaran terjadi pada Rabu (22/5) sekitar pukul 22.00 WIB. Pembakaran berawal dari adanya sekelompok massa yang datang secara tiba-tiba ke Mapolsek Tambelangan.
Massa selanjutnya melempari mapolsek dengan menggunakan batu. Polisi berupaya memberikan pengertian dan melarang mereka berbuat anarkis, namun tidak diindahkan.
PH/IslamIndonesia/Foto Fitur: Rabithah Alawiyah

Sumber Berita : https://islamindonesia.id/berita/organisasi-habib-se-indonesia-saat-ini-telah-terjadi-degradasi-sebutan-habib-di-masyarakat.htm

Pengaruh Habib Dalam Politik Elektoral

DIREKTUR LK3 Rafiqah dalam diskusi LK3 mengatakan, Pemilu 2019 benar-benar menjadi pelajaran bagi rakyat Indonesia karena semakin menegaskan kuatnya politik simbol dan identitas. “Simbol yang paling kuat adalah keagamaan. Dan, itu dimanfaatkan oleh para calon,” katanya dihadapan sekitar 80 peserta di aula Tambak Yudha, Jumat (31/5/2019).
AKADEMISI UIN Antasari Humaidy sebagai pemantik diskusi mengatakan, istilah habib secara bahasa berarti orang yang dicintai dan mencintai. Dalam masyarakat Banjar, orang yang memiliki juriat langsung dengan Nabi Muhammad SAW disebut syaid.
“Panggilan habib digunakan kalau seseorang sudah pada taraf alim, arif bijaksana. Namun sekarang, semua yang dianggap memiliki garis keturunan atau juriat dengan Nabi Muhammad SAW semuanya disebut habib walau tidak memiliki pengetahuan agama yang cukup,” katanya.
Banjar, kata Humaidy, sedang mengalami proses Arabisasi yang massal. Bahkan lebih spesifik habibisasi. Ditandai dengan semakin digemarinya busana-busana arab seperti gamis, padahal dulu gamis tidak disukai karena mirip daster perempuan. Juga soal makanan. Berbagai masakan daging kambing, menjadi masakan kegemaran baru orang Banjar, dulu tidak seperti itu.
Diungkapkan Humaidy, tidak ada perlawanan dari orang Banjar atas berbagai gejala arabisasi ini. “Padahal dampaknya besar sekali terhadap perubahan budaya Banjar. Dulu ulama Banjar menggunakan lawung, mereka juga bergelar datu atau tuan guru. Ini sangat lokal dan mampu memberikan perlawanan,” katanya.
Habib sekarang ini seolah maksum, suci, tidak ada cacat cela. Bahkan sampai pada paham bahwa memilih habib dalam Pemilu, masuk surga. “Inilah kemudian yang memberi pengaruh pada elektoral dan itu dimanfaatkan oleh habib yang politisi,” ucapnya.
Menurutnya, ulama-ulama Banjar dahulu, yang bergelar guru, kritis terhadap habib. Kalau habibnya tidak alim, mereka tidak hormat, bahkan berani menasehati. Hanya habib yang alim yang dihormati. “Apalagi habib yang politisi, tidak akan terlalu dipatuhi. Para guru tahu bagaimana sebenarnya seorang politisi, sekalipun dia habib,” katanya.
Agar menormalkan pemahaman yang sebenarnya tentang habib, maka caranya adalah kembali ke akar budaya Banjar. Bahwa orang banjar menghormati orang yang berilmu atau alim, bukan atas dasar simbol gelar namun karena benar-benar memiliki pengetahuan.
Setelah Humaidy menyampaikan paparannya, peserta diskusi yang terdiri dari berbagai latar belakang ketokohan, memberikan tanggapannya. DR Muhammad memberikan tanggapan. Ia menilai tidak ada perubahan dari sisi habib. Tapi yang berubah itu adalah persepsi yang terbangun tentang sosok habib di mata orang Banjar. Persepsi ini terbentuk dari pemahaman keagamaan. Kelompok tradisionalis masih suka dengan simbol, dan lebih mengagungkan habib, sementara itu kelompok modernis, tidak terlalu. “Karena yang modernis tidak mengenal hirarkis. Mereka lebih egaliter, bahwa semua orang pada dasarnya sama saja atau setara,” katanya.
Penanggap lainnya, DR Jalaluddin, juga mengakui perubahan persepsi dari orang Banjar terhadap habib. Kalau sudah habib, tiada cacat cela. Ditambah penghormatan dari para guru kepada habib, sehingga terbangun kemuliaan di mata masyarakat.
Narasumber lainnya Hairansyah yang merupakan Wakil Ketua Komnas HAM RI, mengatakan bahwa sekarang ini menurut sejumlah riset, politik identitas semakin menguat. Juga dalam soal primordialisme, angkanya masih tinggi. Maka dengan kondisi seperti ini, menguntungkan orang-orsng yang suka memainkan simbol.
“Habib memang menjadi strategi pemenangan politik, bahkan orang dengan sengaja menjaja kehabibannya, karena sangat laku sebagai jualan kampanye, selain karena calon lain memang tidak dikenal. Pilihan masyarakat akhirnya ambil mudahnya, yaitu memilih habib,” katanya
Sumber Berita : http://jejakrekam.com/2019/06/01/pengaruh-habib-dalam-politik-elektoral/ 

Empat Kursi Senator Kalsel Bakal Diisi Trio Habib Plus Gusti Farid

PERTARUNGAN empat kursi senator di Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI utusan Kalimantan Selatan telah berakhir. Berdasar hasil Pemilu 2019, trio habib yang masih berkerabat bakal melenggang ke Senayan Jakarta, mewakili Kalsel sebagai senator dan mendampingi Gusti Farid Hasan Aman.
DARI 14 petarung laga senator Kalsel ini, bisa dipastikan 10 nama bakal tersingkir, atau minimal menjadi pengganti antar waktu (PAW). Berdasar DC1 DPD RI Pemilu 2019 di Kalimantan Selatan, nama Habib Abdurrahman Bahasyim alias Habib Banua merebut suara terbanyak dengan mengantongi 394.026 suara.
Raihan suara Habib Banua tersebar di 13 kabupaten dan kota, terbanyak seperti di Kabupaten Tanah Laut dengan 30.020 suara, Kabupaten Banjar 62.183 suara, Banjarmasin dengan 59.741 suara, hingga menjuarai wilayah Hulu Sungai.
Di posisi kedua adalah Gusti Farid Hasan Aman. Mantan anggota DPD RI yang juga mantan calon Wakil Gubernur Kalsel pendamping H Muhidin ini dengan 317.661 suara. Sebaran suara Gusti Farid pun hampir merata di atas para petarung lainnya, seperti di Kabupaten Banjar bisa berebut 39.839 suara, Barito Kuala dengan 25.879 suara, merebut 73.847 suara di Banjarmasin dan Banjarbaru dengan 25.079 suara yang menjadi basis massa pendukungnya.
Menyusul di posisi ketiga adalah Habib Zakaria Bahasyim dengan mengoleksi 249.982 suara. Figur yang lekat dengan Front Pembela Islam (FPI) Kalimantan Selatan ini juga bertengger di posisi terbesar peraih suara di Banjarmasin dengan 30.908 suara, Tabalong dengan 21.949 suara, 34.215 suara masyarakat Kabupaten Banjar, begitupula di daerah lainnya rata-rata di belasan ribu suara.
Peraih kursi keempat atau teakhir adalah calon petahana, Habib Hamid Abdullah bermodal 231.192 suara. Basis massa pendukung sang habib ini juga berasal dari kantong-kantong suara yang padat di Kalsel seperti Banjarmasin dengan 40.874 suara, Banjar dengan 41.838 suara, Kotabaru 19. 249 suara, dan daerah lainnya suaranya berada di antara belasan ribu dan ribuan suara.
Menariknya, di posisi kelima ada nama Agustina Nur Martina Putri. Pendatang baru yang juga politisi milineal bisa merebut posisi bergengsi dengan 163.542 suara. Bahkan, Agustina pun bisa mengalahkan petahana, Antung Fatmawati yang merupakan anggota DPD/MPR RI utusan Kalsel hasil Pemilu 2014.
Agustina pun bisa merebut suara besar di Banjarmasin, Kabupaten Banjar, Banjarbaru dan daerah lainnya dengan di atas belasan hingga puluhan ribu suara. Bandingkan dengan suara Antung Fatmawati hanya 97.208 suara. Jika Pemilu 2014, basis suara Antung Fatmawati berasal dari Kabupaten Banjar dan Kabupaten Tabalong. Di dua daerah ini, Antung Fatmawati hanya mendulang 16.204 suara di Tabalong, dan 15.905 suara di Kabupaten Banjar.
Bahkan, Adhariani yang sempat tertahan dalam Pemilu 2014 lalu melenggang ke Senayan Jakarta, bisa merebut 116.458 suara. Mantan anggota DPRD Kalsel dan DPD RI ini juga bisa merebut basis massa di pesisir seperti Tanah Laut dan Kotabaru serta Tanah Bumbu dengan dulangan 11.017 suara dan 12.813 suara plus 12.198 suara. Termasuk, 14.078 suara Kabupaten Banjar, Barito Kuala (Batola) dengan 9.244 suara, serta Banjarmasin dengan 15.856 suara dan 7.248 suara dari Banjarbaru.
Sedangkan, Hesly Junianto berada di peringkat tujuh dengan 78.716 suara. Mantan pejabat Pemkot Banjarmasin yang juga pengurus Muhammadiyah Kalimantan Selatan ini  merebut suara perkotaan seperti Banjarmasin dengan 18.494 suara, dan Banjarbaru dengan 5.146 suara.
Bagaimana dengan suara HM Sofwat Hadi. Anggota DPD RI yang jadi langganan mengisi kursi senator? Dalam Pemilu 2019, pensiunan perwira menengah Polri ini hanya merebut 75.869 suara berada di posisi ke-9.
Sementara itu, pemenang perebutan kursi senator dari kantong suara Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU),  HM Aunul Hadi Idham Chalid dengan 33.988 suara, namun di 12 kabupaten dan kota hanya merebut ribuan suara, bertotal 65.380 suara tak bisa bertengger di posisi atas.
Untuk posisi juru kunci ditempati Soegeng Soesanto. Mantan anggota DPRD Kalsel asal PAN ini bermodal 20.319 suara hasil Pemilu 2019, meski suaranya cukup mencolok di Banjarbaru dengan 6.027 suara. Dari pertarungan kursi senator ini, sudah dipastikan 10 calon bakal tersingkir, dan mengantarkan empat pemenang.
Habib Abdurrahman Bahasyim kepada jejakrekam.com, mengungkapkan dukungan massanya dalam Pemilu 2019, menjadi bukti kepercayaan mereka atas kinerjanya selama senator Banua di DPD RI hasil pemilu sebelumnya.
Re-Post by MigoBerita / Sabtu/01062019/15.45Wita/Bjm
Baca Juga Artikel Terkait Lainnya