» » » » » Omnibus Law menurut Pak Presiden Jokowi dan Para Penentangnya

Omnibus Law menurut Pak Presiden Jokowi dan Para Penentangnya

Penulis By on Selasa, 18 Februari 2020 | No comments

Infografik: Wacana Penghapusan IMB (KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Apa Itu Omnibus Law, yang Disinggung Jokowi dalam Pidatonya?", https://www.kompas.com/tren/read/2019/10/22/070600665/apa-itu-omnibus-law-yang-disinggung-jokowi-dalam-pidatonya?page=all.
Penulis : Luthfia Ayu Azanella
Editor : Inggried Dwi Wedhaswary
Penulis Luthfia Ayu Azanella | Editor Inggried Dwi Wedhaswary KOMPAS.com – Presiden Joko Widodo menyinggung akan membuat sebuah konsep hukum perundang-undangan yang disebut Omnibus Law, dalam pidato pertamanya setelah dilantik sebagai Presiden RI 2019-2024, Minggu (20/10/2019). Menurut Jokowi, melalui Omnibus Law, akan dilakukan penyederhanaan kendala regulasi yang saat ini berbelit dan panjang. Rencananya, Jokowi ingin mengajak DPR untuk menggodog 2 UU besar. Pertama, UU Cipta Lapangan Kerja dan kedua, UU Pemberdayaan UMKM. “Masing-masing UU tersebut akan menjadi Omnibus Law, yaitu satu UU yang sekaligus merevisi beberapa UU, bahkan puluhan UU,” kata Jokowi. Lalu, apa sebenarnya Omnibus Law yang dimaksud Presiden? Baca juga: Sekjen Nasdem Ingatkan Omnibus Law Harus Masuk Prolegnas Memahami Omnibus Law Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Savitri menjelaskan, Omnibus Law merupakan sebuah UU yang dibuat untuk menyasar isu besar yang ada di suatu negara. “Omnibus Law itu satu UU yang dibuat untuk menyasar isu besar dan mungkin mencabut atau mengubah beberapa UU,” kata Bivitri saat dihubungi Kompas.com, Senin (21/10/2019) siang. Undang-undang ini dimaksudkan untuk merampingkan regulasi dari segi jumlah. Selain itu, menyederhanakan peraturan agar lebih tepat sasaran. “Idealnya bukan cuma penyederhanaan dari segi jumlah, tapi juga dari segi konsistensi dan kerapihan pengaturan. Jadi bisa prosedur juga lebih bisa sederhana dan tepat sasaran, idealnya ya,” ujar Bivitri. Menurut dia, terobosan ini akan sangat menantang jika dilakukan di Indonesia. Pasalnya Indonesia belum pernah menerapkan Omnibus Law sebelumnya. Baca juga: Anggap Cita-cita Jokowi Sangat Tinggi, Sandiaga Dukung Omnibus Law Ia menilai, Presiden Jokowi mungkin terinspirasi dari negara-negara lain yang sudah pernah mempraktikkannya. “Tidak akan mudah, karena praktik pertama dan banyak isu yang dibahas. Prosesnya tidak mudah secara politik, karena masih asing buat politisi. Mungkin DPR belum punya kemampuan dan dukungan teknis yang dibutuhkan untuk membahas model UU seperti ini karena baru. Ya, lebih challenging,” kata pengamat dari STH Indonesia Jentera ini. Secara proses pembuatan, Bivitri menyebut tidak ada perbedaan dengan proses pembuatan UU pada umumnya. “Prosesnya ya seperti biasa saja bikin UU. Hanya nanti UU-nya isinya tegas mencabut atau mengubah beberapa UU yang terkait. Jadi butuh negosiasi dengan fraksi-fraksi di DPR nantinya,” kata dia.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Apa Itu Omnibus Law, yang Disinggung Jokowi dalam Pidatonya?", https://www.kompas.com/tren/read/2019/10/22/070600665/apa-itu-omnibus-law-yang-disinggung-jokowi-dalam-pidatonya?page=all.
Penulis : Luthfia Ayu Azanella
Editor : Inggried Dwi Wedhaswary

Apa Itu Omnibus Law, yang Disinggung Jokowi dalam Pidatonya? Kompas.com - 22/10/2019, 07:06 WIB
Apa Itu Omnibus Law, yang Disinggung Jokowi dalam Pidatonya? Kompas.com - 22/10/2019, 07:06 WIB

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Apa Itu Omnibus Law, yang Disinggung Jokowi dalam Pidatonya?", https://www.kompas.com/tren/read/2019/10/22/070600665/apa-itu-omnibus-law-yang-disinggung-jokowi-dalam-pidatonya?page=all.
Penulis : Luthfia Ayu Azanella
Editor : Inggried Dwi Wedhaswary

Penulis Luthfia Ayu Azanella | Editor Inggried Dwi Wedhaswary 
KOMPAS.com – Presiden Joko Widodo menyinggung akan membuat sebuah konsep hukum perundang-undangan yang disebut Omnibus Law, dalam pidato pertamanya setelah dilantik sebagai Presiden RI 2019-2024, Minggu (20/10/2019). Menurut Jokowi, melalui Omnibus Law, akan dilakukan penyederhanaan kendala regulasi yang saat ini berbelit dan panjang. Rencananya, Jokowi ingin mengajak DPR untuk menggodog 2 UU besar.
Pertama, UU Cipta Lapangan Kerja dan kedua, UU Pemberdayaan UMKM. “Masing-masing UU tersebut akan menjadi Omnibus Law, yaitu satu UU yang sekaligus merevisi beberapa UU, bahkan puluhan UU,” kata Jokowi.
Lalu, apa sebenarnya Omnibus Law yang dimaksud Presiden?
 Memahami Omnibus Law Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Savitri menjelaskan, Omnibus Law merupakan sebuah UU yang dibuat untuk menyasar isu besar yang ada di suatu negara.
“Omnibus Law itu satu UU yang dibuat untuk menyasar isu besar dan mungkin mencabut atau mengubah beberapa UU,” kata Bivitri saat dihubungi Kompas.com, Senin (21/10/2019) siang. Undang-undang ini dimaksudkan untuk merampingkan regulasi dari segi jumlah. Selain itu, menyederhanakan peraturan agar lebih tepat sasaran. “Idealnya bukan cuma penyederhanaan dari segi jumlah, tapi juga dari segi konsistensi dan kerapihan pengaturan. Jadi bisa prosedur juga lebih bisa sederhana dan tepat sasaran, idealnya ya,” ujar Bivitri. Menurut dia, terobosan ini akan sangat menantang jika dilakukan di Indonesia. Pasalnya Indonesia belum pernah menerapkan Omnibus Law sebelumnya.
Ia menilai, Presiden Jokowi mungkin terinspirasi dari negara-negara lain yang sudah pernah mempraktikkannya. “Tidak akan mudah, karena praktik pertama dan banyak isu yang dibahas. Prosesnya tidak mudah secara politik, karena masih asing buat politisi. Mungkin DPR belum punya kemampuan dan dukungan teknis yang dibutuhkan untuk membahas model UU seperti ini karena baru. Ya, lebih challenging,” kata pengamat dari STH Indonesia Jentera ini. Secara proses pembuatan, Bivitri menyebut tidak ada perbedaan dengan proses pembuatan UU pada umumnya. “Prosesnya ya seperti biasa saja bikin UU. Hanya nanti UU-nya isinya tegas mencabut atau mengubah beberapa UU yang terkait. Jadi butuh negosiasi dengan fraksi-fraksi di DPR nantinya,” kata dia.


Infografik: Wacana Penghapusan IMB (KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo)

Joko Widodo memberikan pidato saat pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Minggu (20/10/2019). Jokowi dan Maruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden masa jabatan 2019-2024. Joko Widodo memberikan pidato saat pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Minggu (20/10/2019). Jokowi dan Maruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden masa jabatan 2019-2024.(KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Apa Itu Omnibus Law, yang Disinggung Jokowi dalam Pidatonya?", https://www.kompas.com/tren/read/2019/10/22/070600665/apa-itu-omnibus-law-yang-disinggung-jokowi-dalam-pidatonya?page=all.
Penulis : Luthfia Ayu Azanella
Editor : Inggried Dwi Wedhaswary
Joko Widodo memberikan pidato saat pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Minggu (20/10/2019). Jokowi dan Maruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden masa jabatan 2019-2024.Joko Widodo memberikan pidato saat pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Minggu (20/10/2019). Jokowi dan Maruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden masa jabatan 2019-2024. Joko Widodo memberikan pidato saat pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Minggu (20/10/2019). Jokowi dan Maruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden masa jabatan 2019-2024.(KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO)
Sumber Berita : https://www.kompas.com/tren/read/2019/10/22/070600665/apa-itu-omnibus-law-yang-disinggung-jokowi-dalam-pidatonya?page=all 

Rumusan Belum Rampung, Omnibus Law Sudah jadi Bahan Gorengan

Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif menyebut Omnibus Law akan menghapus ancaman hukuman bagi tindakan pidana korporasi. Sementara Menkumham, Yasonna Laoly membantahnya. Sebagaimana digagas Presiden Jokowi, Omnibus Law akan dibuat, dengan maksud memangkas hambatan terhadap investasi yang berasal dari berbagai peraturan perundang-undangan, termasuk permen dan perda-perda. "Endak. Enggak ada urusannya itu (omnibus law dengan pidana korporasi). Mereka (KPK) belum baca saja kok. Belum baca saya kira," kata Yasonna di Kantor Wapres, Jakarta, Kamis (19/12/2019).
Yasonna melanjutkan, "Kan kita mengharapkan izin-izin yang sifatnya misalnya tidak ada izin (biasanya) dipidana, kan bukan itu yang dimaksudkan. Jadi sanksi perdata saja. Denda. Bukan kejahatan korporasi," kata Yasonna.
Bukan rahasia, bahwa hampir di setiap daerah memiliki aturan yang beragam terkait tata kelola investasi. Ironisnya aturan itu bukannya memberi kemudahan bagi para investor, bahkan berpotensi menghalangi ketertarikan para investor masuk.
Di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa RUU Omnibus Law akan menggerus potensi daerah mendapatkan keuntungan dari investasi, hal ini disampaikan oleh ekonom Faisal Basri. "Jangan sampai omnibus law ini kesannya untuk memenuhi seluruh permintaan dunia usaha terkait cost tenaga kerja. Bisa jatuh Pak Jokowi," ujar Faisal di Jakarta, Rabu (18/12/2019, sumber : Kompas.com).
Mencermati beberapa kekhawatiran terhadap rencana berlakunya Omnibus Law, di satu sisi akan menggugah kehati-hatian para perumus, misalnya dalam hal melibatkan lebih banyak pihak guna memberi warna berdasarkan pemilik kepentingan. Di sisi lain, peringatan itu sepertinya dikemukakan terlalu dini, karena draft RUU belum lagi disampaikan, mereka sudah beramai-ramai mengeroyoknya, seolah-olah pengritik tahu benar buah pikiran apa yang masih tersirat di benak para perumus.
Seperti pernyataan Komisioner KPK, sinyal tentang dihapuskannya ancaman pidana bagi pelanggar peraturan investasi, telah dijawab dengan membedakan mana pelanggaran administrasi, yang sanksinya hanya berupa denda perdata, dibedakan dengan pelanggaran non administrasi yang masuk koridor tindak pidana korupsi, dan bisa dikenakan ancaman tipikor.
Jika kritikan Laode M Syarif dan Faisal Basri dikombinasikan, ada muatan yang tersirat dari keduanya, bahwa Omnibus Law yang sedang gencar disiapkan, sebenarnya tidak terlalu mendesak diundangkan. Barangkali keduanya memiliki buah pikiran yang sama, yang lebih menginginkan disiapkannya sebuah rumusan matang, yang mampu menampung banyak pemilik kepentingan, dibanding mengejar target agar RUU ini segera dirampungkan.
Persoalan yang dihadapi di tataran praktis, sebagaimana dibaca oleh Presiden, yakni banyaknya hambatan yang dikeluhkan para investor, yang menuntut tindakan radikal. Maka mudah dipahami jika terobosan untuk mengubah hambatan itu menjadi potensi, Omnibus Law menjanjikan harapan baru.
Seberat apapun kekhawatiran yang muncul, mereka perlu berhitung dari dua sisi, yakni keuntungan dan kerugian atas pemberlakuan Omnibus Law. Dilihat dari sisi menguntungkan, pasti kita memahami betapa banyaknya peraturan yang saling bertentangan, karena tidak menyeluruhnya cakupan peraturan yang sudah diterapkan. Karena kita telah memetakan hambatan macam apa yang dihadapi sehingga iklim investasi itu tak kunjung terurai, cara paling memungkinkan adalah membuat penyederhanaan. Dalam rangka itulah Omnibus Law dibuat.
Persoalan yang menjadi dampak ikutannya, adalah betapa beragamnya peraturan yang berpotensi menghambat iklim investasi, sementara tindakan serba cepat untuk menguranginya tak juga bisa ditunda lagi. Beruntung jika kekhawatiran dari para pengritik itu menjadi salah satu pemikiran perumus, namun jangan pula hal itu menjadi penambah hambatan. Barangkali untuk menyederhanakan proses perumusan, perlu membuat rumusan dasar, bahwa Omnibus Law ini kita anggap sebagai baru sama sekali, dan sekaligus tak melihat peraturan sejenis sebelumnya telah berlaku.
Dengan anggapan seperti itu, para perumus tidak terlalu dibebani kekhawatiran bahwa pasal tertentu akan bertabrakan dengan aturan ini dan itu. Sebagaimana tujuan awal dari Omnibus Law sendiri, adalah untuk membuat peraturan lama yang tak lagi mendukung iklim investasi lebih lentur, tidak lagi berlaku.
Maka cukup logis jika ada pendapat Omnibus Law berpotensi meniadakan ancaman pidana korporasi, atau belum mengakomodasi kepentingan buruh, dan bahkan cenderung pro kepada tuntutan para pengusaha, karena konsepnya saja masih dalam tahap perumusan.
Kesimpulannya, beberapa keberatan terhadap disusunnya RUU Omnibus Law, cenderung menjadi isu yang disebut memancing di air keruh. Mereka sengaja mengangkatnya selagi rumusan itu belum rampung, karena kalau sudah terlanjur diajukan menjadi RUU, bisa saja semuanya telah ditampung dengan segala plus dan minusnya.
Rumusan Belum Rampung, Omnibus Law Sudah jadi Bahan Gorengan
Sumber Berita : https://seword.com/ekonomi/rumusan-belum-rampung-omnibus-law-sudah-jadi-fVi6JaYkX7

Dengan Omnibus Law Gubernur Tak Becus Bisa Dipecat, Anies Mingkem. Takut Dipecat?

Anies nampaknya kaget juga mendengar adanya aturan hukum baru yang bisa membuat dirinya sebagai Gubernur dipecat. Apalagi aturan ini bicara soal adanya sinergi Gubernur yang harus mengikuti aturan Pusat yang selama ini jadi kelemahan mendasar Anies.
Jadi dalam draf Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja, Mendagri punya kewenangan untuk memecat gubernur jika tidak melaksanakan program strategis nasional.
Ketika jurnalis dengan iseng menanyakan hal ini, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tak bisa beretorika lagi seperti biasa. Dilansir Detikcom, dia menyerahkan masalah tersebut kepada pemerintah pusat.
"Saya nggak berpendapat. Itu kan wilayah pemerintahan pusat," ucap Anies kepada wartawan di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Selasa (21/1/2020).
Iya pastilah, jadi masih mengakui Pemerintah Pusat juga kan? Soalnya selama ini Pemerintah Pusat itu tak dianggap oleh Anies. Segala masukan dan juga arahan oleh Presiden pun dianggap angin lalu.
Banyak kesalahan fatal yang sudah terekam secara publik bagaimana Anies tak menghiraukan aturan Pemerintah Pusat. Maka harus ada perangkat hukum yang secara tajam dan tepat bisa dipakai untuk menjerat model pemimpin daerah yang terus membangkang secara santun dan tak mau bersinergi dengan Pusat.
Di dalam program omnibus law salah satunya menelurkan RUU Cipta Lapangan Kerja. Dalam RUU ini, ada kewajiban seorang kepala daerah yang tertuang dalam Pasal 519: 1. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; 2. menaati seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan; 3. mengembangkan kehidupan demokrasi; 4. menjaga etika dan norma dalam pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah; 5. menerapkan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik; 6. melaksanakan program strategis nasional; dan
  1. menjalin hubungan kerja dengan seluruh Instansi Vertikal di Daerah dan semua Perangkat Daerah.
Nah, ini dia kabar baiknya sekaligus menjadi kabar buruk buat pemimpin yang tak becus dan terus ngeles, ngeyel serta melawan secara santun.
Jadi kalau kepala daerah tidak melaksanakan program strategis nasional, bisa dikenai sanksi secara bertingkat. Dari yang paling ringan, yaitu sanksi administrasi, nonjob dalam waktu tertentu, hingga sanksi pemecatan.
"Dalam hal kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah telah selesai menjalani pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tetap tidak melaksanakan program strategis nasional, yang bersangkutan diberhentikan sebagai kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah," demikian bunyi pasal 520 ayat 3.
Mampus, sudah ada draft yang bisa menjerat dan memberi pelajaran buat kepala daerah yang songong dan arogan serta tak mau mendukung program strategis nasional.
Masih segar dalam ingatan kita bahwa Meneteri PUPR sampai harus ibaratnya memohon ke Pak Anies untuk mendukung normalisasi. Malah Anies dengan segala retorikanya terus ngeles. Malah menuding normalisasi sungai itu program si pak Menteri Basuki.
Padahal di DKI, normalisasi sungai itu adalah program strategis nasional. Saat itu Pak Teguh Hendrawan ketika menjabat dia sangat teguh mendukung program normalisasi sungai karena menurutnya itu program strategis nasional.
“Jadi normalisasi jalan, tetap dilanjutkan. Ini program strategis nasional kok,” kata Teguh.
Normalisasi merupakan program BBWSCC (Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane ). Pembebasan lahan pun diprioritaskan di tempat yang segera dikerjakan oleh BBWSCC. Hal itu membuat pembebasan lahan yang dilakukan Pemprov DKI menjadi lebih efektif.
Parahnya adalah pembangkangan langsung Anies ke Pak Jokowi sebagai Presiden yang sudah menginstruksikan agar segera menjalankan normalisasi ketika meninjau dua waduk di Bogor. Jadi normalisasi itu diingatkan Pak Jokowi untuk dilanjutkan karena di hulu Pusat sudah ikut mendukung.
Tapi lihat bagaimana reaksi Anies? Dia mengangguk tapi ketika kembali ke Jakarta dia tetap pada pendiriannya.
Maka model Omnibus Law ini cocok untuk diterapkan ke Anies yang sudah dengan lancang malah terus melawan dan membangkang kepada Pusat. Karena Anies tersandera dengan janji politik ditambah tak becus bekerja maka dia harus mendapat peringatan lewat Omnibus Law ini.
Ayo Pak Tito, nanti dipepet terus si Anies serta diberi peringatan serta sanksi mengingat ini preseden buruk serta makin membuat warga DKI jadi korban ketidakbecusan sang pemimpin yang jago menata kata doang. 
Dengan Omnibus Law Gubernur Tak Becus Bisa Dipecat, Anies Mingkem. Takut Dipecat?
Sumber Berita : https://seword.com/umum/dengan-omnibus-law-gubernur-tak-becus-bisa-dipecat-nknnyreDrd

Omnibus Law Peluang Mendagri Pecat Anies

Mantul nggak perlu panjang dan lebar lagi, langsung ke poin saja. Gerah JKT42 selama ini melihat gaya tengil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang nggak ketulungan konyolnya. Miris melihat Jakarta selama jalan 3 tahun, tidak seujung kuku menunjukkan kemajuan. Kini Jakarta terlihat kumuh, kampungan dan norak sekali!
Inilah secercah harapan bahwa ada peluang Mendagri bisa memecat gubernur jika tidak melaksanakan program strategis nasional. Ini semua tertuang didalam draf Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja. Ehhmm…penasaran, apa kata Anies?
"Saya nggak berpendapat. Itu kan wilayah pemerintahan pusat," ucap Anies kepada wartawan di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Selasa (21/1/2020).

Apa itu Omnibus Law?
Omnibus Law dikenal juga dengan sebutan undang-undang (UU) sapu jagat. Nah, omnibus law adalah aturan yang mencakup lebih dari satu aspek yang digabung menjadi satu undang-undang. Manfaat omnibus law untuk menyelesaikan masalah tumpang tindih peraturan perundang-undangan. Adapun Presiden Jokowi menargetkan pembahasan RUU Cipta Lapangan Kerja antara DPR dan pemerintah selesai dalam 100 hari kerja.
Terus hubungannya dengan pemecatan gubernur bagaimana?
Hubungannya, karena program omnibus law salah satunya menelurkan RUU Cipta Lapangan Kerja. Dimana didalam RUU ini, ada kewajiban seorang kepala daerah yang tertuang dalam Pasal 519. Inilah pasal yang mengatur hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda).
Dikutip dari detik.com kewajiban seorang kepala daerah yang tertuang dalam Pasal 519:
  1. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  2. Menaati seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan;
  3. Mengembangkan kehidupan demokrasi;
  4. Menjaga etika dan norma dalam pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah;
  5. Menerapkan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik;
  6. Melaksanakan program strategis nasional; dan
  7. Menjalin hubungan kerja dengan seluruh Instansi Vertikal di Daerah dan semua Perangkat Daerah.
Mengacu kepada UU tersebut inilah maka bila Kepala Daerah tidak melaksanakan program strategis nasional, bisa dikenai sanksi secara bertingkat. Dimulai dari yang paling ringan, yaitu sanksi administrasi, nonjob dalam waktu tertentu, hingga sanksi pemecatan.
"Dalam hal kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah telah selesai menjalani pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tetap tidak melaksanakan program strategis nasional, yang bersangkutan diberhentikan sebagai kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah," demikian bunyi pasal 520 ayat 3. Dikutip dari: detik.com
Sejatinya ini merupakan peluang emas untuk warga Jakarta yang sudah sakit kepala selama ini bersama Anies. Ini bukan soal suka dan tidak suka dengan Anies. Hanya orang mabok yang masih beranggapan Jakarta maju bersama Anies.
Ada banyak catatan “dosa” yang menjadi catatan kelam Jakarta dibawah kepemimpinan Anies, yang bertentangan dengan poin pada pasal 519, yaitu:
Poin 1 Pembiaran kaum monalism berdemo disetiap tanggal togel yang jelas banget tidak menampakan kerukunan, dan memecah keutuhan negara
Poin 2 Terbukti Anies melanggar aturan dalam penggunaan trotoar. Didalam UU No. 22 thn 2009 pasal 45 ayat 1 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) dikatakan trotoar merupakan salah satu fasilitas pendukung penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan di antara fasilitas-fasilitas lainnya seperti: lajur sepeda, tempat penyeberangan pejalan kaki, halte, dan/atau fasilitas khusus bagi penyandang cacat dan manusia usia lanjut. Sementara demi ambisinya peraturan Gubernur (Pergub) yang akan dikeluarkan Anies Gubernur DKI Jakarta untuk mengakomodasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di atas trotoar di beberapa wilayah Jakarta.
Poin 3 Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Setara Institute pada tahun Jakarta disebut salah satu kota dengan Indeks Kota Toleran (IKT) rendah, dengan peringkat 92 dari 94 kota dalam IKT. Bahkan faktanya, keberadaan Anies sendiri adalah hasil dari politik SARA, yang artinya matinya demokrasi.
Poin 4 Membicarakan etika dan norma tentu mengingatkan kita pada kejadian pegawai honorer kategori 2 (K2) di lingkungan DKI Jakarta diperintah masuk ke dalam selokan saat tes perpanjangan kontrak. Mengerikan karena Jakarta kembali ke zaman batu, kehilangan nilai etika dan norma.
Poin 5 Maaf, kenyataan pemerintahan Anies lekat sekali dengan bau busuk. Muncul banyak angka fantastik didalam anggaran yang sama sekali tidak transparasi. Misalnya anggaran Aibon, Pulpen dan yang terbaru pembelian toa hingga miliaran untuk peringatan banjir. Jelas nggak banget ini bisa diterima dengan akal sehat!
Poin 6 Kejadian bencana banjir yang menenggelamkan Jakarta membuktikan Anies sebagai Gubernur DKI Jakarta telah lalai menjaga warga Jakarta. Membatunya Anies tidak menjalankan program normalisasi yang termasuk program strategis nasional telah membawa kerugian materi, nyawa dan bahkan efek ekononi mengingat Jakarta ibu kota negara. Padahal seharusnya sebagai kepala daerah Anies harus tunduk dan patuh terhadap program pusat.
Poin 7 Sebagai kepala daerah Anies terkesan ngesot mengimbangi kepemimpinan kepala daerah lainnya. Bahkan dalam hal banjir di Jakarta pun bukannya intropeksi diri, tetapi Anies justru sudutkan Bogor sebagai kota penyebab banjir di Jakarta. Demikian juga dalam hal perjanjian kerja sama pengelolaan sampah dengan Bekasi. Begitu sulit Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi membicarakan hal dana hibah tahun 2018 yang merupakan perjanjian kerja sama pengelolaan sampah agar segera terselesaikan. Ketika itu pun Wakil Wali Kota Bekasi Tri Adhianto menyatakan, komunikasi dengan gubernur sebelumnya yakni Joko Widodo atau Jokowi dan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, tidak sesulit ketika kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Ironis sangat, karena Jakarta mengalami kemunduran yang masif sejak dipimpin Anies. Fakta sejauh ini Anies hanya pandai berakrobat dengan permainan kata, mencari kambing dan lempar kesalahan. Dengan mata telanjang kita bisa melihat betapa hancurnya Jakarta kini. Secara logika kemunduran atau kehancuran suatu kota tentunya tidak bisa dilepaskan dari gagalnya pemimpinnya.
Sebagai gubernur, Anies hidup dalam fantasinya sendiri dan untuk “massanya” sendiri. Nggak heran jika rakyat yang waras lelah, muak dan jemu melihat semua kegaduhan ini. Berteriak kepada para elite wakil rakyat seperti sedang berteriak dalam ruang kosong karena yang terdengar hanya gaung tapi tidak pernah dieksekusi. Sementara kehancuran Jakarta itu fakta yang tidak bisa dipungkiri dan sama sekali bukan hasil rekayasa.
Jika Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja bisa segera sah, maka tentunya sangat besar harapan sebagian warga Jakarta, terkhusus JKT 42 agar sesegeranya kegaduhan ini dicukupkan saja. Tentunya harapan ini sepenuhnya ada di Mendagri Tito Karnavian sebagai pejabat yang berkompoten.
Artikel mpok lainnya bisa dinikmati di @mpokdesy
Sumber: https://news.detik.com/berita/d-4867293/mendagri-bisa-pecat-gubernur-di-draf-omnibus-law-anies-pilih-pasif https://news.detik.com/berita/d-4867150/omnibus-law-ruu-cipta-lapangan-kerja-gubernur-bisa-dipecat-mendagri
Omnibus Law Peluang Mendagri Pecat Anies
Sumber Berita : https://seword.com/umum/omnibus-law-peluang-mendagri-pecat-anies-eceE045AWn

Liat Video di klik link-link ini :

Faisal Basri: OMNIBUS LAW JANGAN UGAL-UGALAN

https://www.youtube.com/watch?v=XjQpvjycrlU 

Faisal Basri: PAK JOKOWI, MOSOK PAJAK INDONESIA MAU DISAMAIN DENGAN SINGAPURA?

https://www.youtube.com/?v=FhHWpORSlzo

Denny Siregar: ADUH, OMNIBUS CILAKA..

https://www.youtube.com/watch?v=gxGIVsBoMqY

Belajar dari Film American Factory

Jakarta - Baru saja saya menonton film dokumenter berjudul "American Factory".
Film ini berkisah tentang nasib para pegawai General Motors yang nganggur karena pabriknya tutup. Puluhan ribu jumlahnya. GM tutup karena merugi.
Pabrik kemudian dibeli oleh perusahaan pembuat kaca mobil dari China, bernama Fuyao inc. Harapan baru muncul karena ada investasi asing masuk dgn nilai 500 juta dollar. Tenaga kerja di Amerika pun kembali terserap.
Tapi disinilah masalahnya. Ternyata kultur kerja org Amerika dan China sangat berbeda..
China menganggap org Amerika terlalu santai bekerja, tidak memenuhi standar, banyak libur, penuntut dan pengeluh. Dan satu yang membuat China kesal adalah serikat pekerja yang merecoki perusahaan.
CEO Fuyao lalu mengajak beberapa orang eksekutif dari Amerika ke China. Disana dia diperlihatkan bagaimana orang China bekerja.
Disana, satu pekerja China bisa menghandle pekerjaan yang dilakukan dua orang Amerika. Mereka bekerja seperti tentara sedang perang.
Pekerja China sengaja didatangkan dari jauh, tidak dari sekitar pabrik. Itu supaya mereka tidak terganggu masalah keluarga sakit, ada yang nikah, atau orangtua pengen ketemu yang menyebabkan pekerja China harus ambil cuti.
Pekerja China hanya libur seminggu sekali dan pulang kampung setahun sekali. Selebihnya mereka kerja, menjaga perusahaan tidak rugi karena kalau perusahaan bangkrut, mereka dan keluarga mereka tidak makan.
Pekerja Amerika ternyata mirip dengan pekerja Indonesia. Cuti dan liburnya banyak, pengeluh, penuntut, kualitasnya rendah, dan lebih sibuk gabung dgn serikat pekerja yang mempolitisasi mereka.
Inilah yang membuat China agak malas investasi di Indonesia. Belum UMR yang tinggi, yang tidak sesuai dengan tingginya kinerja. Mau tidak mau China harus jadi rujukan investasi, karena mereka sekarang sedang punya uang. Mau masukin pekerja dari China, entar dituduh Chinaisasi.
Karena itulah, untuk menarik investasi asing - khususnya China - disini, pemerintah sedang menyiapkan RUU Omnibus Law khusus lapangan kerja. Dalam RUU itu, pemerintah akan menghapuskan "cuti khusus" yang biasanya mengganggu investor.
Cuti khusus ini biasanya dinikmati pekerja Indonesia, mulai dr izin tak masuk haid hari pertama, menikah, menikahkan anak membaptis anak, istri keguguran, sampe cuti kalo ada keluarga yang meninggal dunia.
Belum kalau ada kegiatan keagamaan..
Kebanyakan cuti khusus, pekerjaan jadi lamban. Dan yang namanya investor tidak mau rugi. Daripada investasi di Indonesia yang sibuk dengan serikat pekerja yang selalu menuntut ini itu, mendingan mereka buka di Vietnam atau Thailand.
Bagaimana seandainya serikat pekerja menolak RUU Omnibus Law khusus pekerja itu?
Film American Factory yang baru saja menang Oscar dan dikerjakan oleh Barrack Obama itu, punya jawaban. China akhirnya mau investasi asal mereka boleh mengganti pekerja dengan robot, yang menurut mereka lebih punya standarisasi lebih jelas dan tidak ribut.
Yang rugi akhirnya para pekerja yang sering nuntut itu. Mereka kembali menganggur dan bertahan hidup dari musim dingin yang ganas. Ya gimana bisa kerja, ga ada perusahaan yang mau rugi karena sibuk memikirkan keinginan pegawainya.
Film American Factory meski lokasinya terjadi di Amerika, bisa jadi adalah wajah Indonesia ke depan kalau kita tidak segera memperbaiki apa yang sudah terjadi.
Seruput kopinya..
Film American Factory
Sumber Opini : https://www.dennysiregar.id/2020/02/belajar-dari-film-american-factory.html


Re-post by MigoBerita / Rabu/19022020/11.42Wita/Bjm

KOMPAS.com – Presiden Joko Widodo menyinggung akan membuat sebuah konsep hukum perundang-undangan yang disebut Omnibus Law, dalam pidato pertamanya setelah dilantik sebagai Presiden RI 2019-2024, Minggu (20/10/2019). Menurut Jokowi, melalui Omnibus Law, akan dilakukan penyederhanaan kendala regulasi yang saat ini berbelit dan panjang. Rencananya, Jokowi ingin mengajak DPR untuk menggodog 2 UU besar. Pertama, UU Cipta Lapangan Kerja dan kedua, UU Pemberdayaan UMKM. “Masing-masing UU tersebut akan menjadi Omnibus Law, yaitu satu UU yang sekaligus merevisi beberapa UU, bahkan puluhan UU,” kata Jokowi. Lalu, apa sebenarnya Omnibus Law yang dimaksud Presiden? Baca juga: Sekjen Nasdem Ingatkan Omnibus Law Harus Masuk Prolegnas Memahami Omnibus Law Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Savitri menjelaskan, Omnibus Law merupakan sebuah UU yang dibuat untuk menyasar isu besar yang ada di suatu negara. “Omnibus Law itu satu UU yang dibuat untuk menyasar isu besar dan mungkin mencabut atau mengubah beberapa UU,” kata Bivitri saat dihubungi Kompas.com, Senin (21/10/2019) siang. Undang-undang ini dimaksudkan untuk merampingkan regulasi dari segi jumlah. Selain itu, menyederhanakan peraturan agar lebih tepat sasaran. “Idealnya bukan cuma penyederhanaan dari segi jumlah, tapi juga dari segi konsistensi dan kerapihan pengaturan. Jadi bisa prosedur juga lebih bisa sederhana dan tepat sasaran, idealnya ya,” ujar Bivitri. Menurut dia, terobosan ini akan sangat menantang jika dilakukan di Indonesia. Pasalnya Indonesia belum pernah menerapkan Omnibus Law sebelumnya. Baca juga: Anggap Cita-cita Jokowi Sangat Tinggi, Sandiaga Dukung Omnibus Law Ia menilai, Presiden Jokowi mungkin terinspirasi dari negara-negara lain yang sudah pernah mempraktikkannya. “Tidak akan mudah, karena praktik pertama dan banyak isu yang dibahas. Prosesnya tidak mudah secara politik, karena masih asing buat politisi. Mungkin DPR belum punya kemampuan dan dukungan teknis yang dibutuhkan untuk membahas model UU seperti ini karena baru. Ya, lebih challenging,” kata pengamat dari STH Indonesia Jentera ini. Secara proses pembuatan, Bivitri menyebut tidak ada perbedaan dengan proses pembuatan UU pada umumnya. “Prosesnya ya seperti biasa saja bikin UU. Hanya nanti UU-nya isinya tegas mencabut atau mengubah beberapa UU yang terkait. Jadi butuh negosiasi dengan fraksi-fraksi di DPR nantinya,” kata dia. Baca juga: Omnibus Law, Perlukah UMKM Deg-degan? Infografik: Wacana Penghapusan IMB (KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Apa Itu Omnibus Law, yang Disinggung Jokowi dalam Pidatonya?", https://www.kompas.com/tren/read/2019/10/22/070600665/apa-itu-omnibus-law-yang-disinggung-jokowi-dalam-pidatonya?page=all.
Penulis : Luthfia Ayu Azanella
Editor : Inggried Dwi Wedhaswary
Baca Juga Artikel Terkait Lainnya