» » » » » » » » Edisi "Terjang" Jokowi atau "Bantu" Jokowi ...!!!

Edisi "Terjang" Jokowi atau "Bantu" Jokowi ...!!!

Penulis By on Senin, 03 Agustus 2020 | No comments



Migo Berita - Banjarmasin - Edisi "Terjang" Jokowi atau "Bantu" Jokowi ...!!!
Sekali lagi, biar paham, bahwa didaerah itu ada yang "memenangkan" Pak Jokowi ketika PILPRES dan ada juga yang "Mengalahkan" Jokowi. Artinya ada daerah yang mayoritas Pak Jokowi Menang dan ada Mayoritas Pak Jokowi Kalah.
Perlu di ingat, kita atau Indonesia masih menganut sistem "Otonomi Daerah" artinya mayoritas kebijakan adalah berasal dari Peraturan Daerah. Jadi kalau suatu daerah memang layak dan memang lebih baik dalam mengurus wilayahnya karena Otonomi Daerah ini maka otomatis mereka akan memperjuangkan supaya masyarakat didaerahnya sejahtera , tidak peduli yang menang  Pak Jokowi atau tidak didaerah tersebut.
Dan seharusnya, ketika mayoritas memenangkan PILPRES bukan Pak Jokowi disuatu daerah, maka seharusnya daerah tersebut BISA membuktikan lebih baik dalam mengelola daerah dari Pak Jokowi, sehingga masyarakat setempat lebih sejahtera... seharusnya... tetapi mengapa suatu daerah yang mayoritas Pak Jokowi Kalah, padahal sudah Otonomi Daerah, namun Rakyat masih "Begitu-begitu Aja" bahkan mungkin kurang baik dari daerah lain... Untuk itu sebaiknya Kita semua Berfikir .. ada apa ini ??
Untuk kumpulan artikel, silahkan baca hingga tuntas di Migo Berita kali ini.

Sari Sri Mulyati Siap Jadi Istri Menhan Prabowo!

Selamat datang bulan Agustus! Ini tulisan saya pertama di bulan ini. Saya memutuskan untuk tidak menulis tentang politik di tulisan pertama ini. Pingin menulis yang ringan-ringan saja. Walaupun subyek tulisan ini adalah Prabowo Subianto, Menteri Pertahanan kita, saya jamin tulisan ini ringan, bahkan agak retjeh hehehe….

Menhan Prabowo pada bulan Oktober tahun ini akan berusia 69 tahun. Walaupun sudah berumur, Menhan Prabowo menurut saya adalah sosok yang penampilannya modis, stylish. Walaupun dengan perawakan yang tergolong agak berisi hehe, namun Menhan Prabowo terlihat gagah layaknya seorang mantan jenderal. Beberapa fotonya pasca diangkat jadi Menhan memperlihatkan gaya Prabowo yang keren seperti macam bos gangster Hong Kong kayak di film-film itu.

Article

(okezone.com)

Article

(Instagram)

Dalam beberapa kesempatan, Menhan Prabowo juga terlihat memakai topi yang menambah modis penampilannya. Pakai peci ok, pakai topi fedora ok, pakai topi jenis flat cap atau baret juga ok banget. Wajar lah kalau ada yang sampai naksir berat sama Menhan Prabowo. Ya boleh-boleh saja dong. Status Menhan Prabowo memang seorang duda kan. Artinya yang naksir beliau adalah seorang wanita normal bukan pelakor, kita hargai dong perasaannya.

Siapa kah dia? Dia adalah seorang wanita cantik bernama Sari Sri Mulyati. Usianya tahun ini 37 tahun. Seorang janda dengan 3 orang anak. Publik lebih mengenalnya dengan nama Bebizie. Profesinya adalah seorang penyanyi. Yang mau lihat foto-fotonya bisa kepoin akun instagramnya: https://www.instagram.com/bebizie/?hl=en.

Masih ingat nggak dengan berita pernikahan seorang perwira polisi di Hotel Mulia, Jakarta pada bulan Maret lalu? Yang menggelar resepsi pernikahan mewah ini adalah (mantan) Kapolsek Kembangan, Kompol Fahrul Sudiana. Yang menikah dengan seorang selebgram, Rica Andriani. Resepsi pernikahan ini melanggar imbauan pemerintah dan Maklumat Kapolri terkait pelarangan kerumunan massa untuk mencegah penyebaran virus Covid-19. Akhirnya Kompol Fahrul dicopot dari jabatannya sebagai Kapolsek Kembangan Sumber Sumber. Ya memang salah kan.

Nah, pasca berita pernikahan dan pencopotan Kapolsek Kembangan, muncul berita lain. Yakni pengakuan Bebizie, bahwa dia merupakan mantan pacar Kompol Fahrul selama hampir 3 tahun. Mereka putus hubungan hanya 2 minggu sebelum pernikahan Fahrul dengan Rica. "Aku pacaran sejak 2017 awal sama Fachrul, terus berjalan sampai di akhir 2019 sempat ada masalah, cuma memang masih ada komunikasi karena ada pekerjaan bareng dan tiba-tiba tahunya sudah dekat dengan si selebgram ini dan sudah lamaran. Saya sendiri kaget," kata Bebizie. "Jadi saya merasa nggak dianggap. apa ya, pacaran selama tiga tahun, nggak pernah di publish dengan alasan pekerjaan tiba-tiba dia cuma pacaran selama dua minggu sama selebgram? ini terus nikah," lanjut Bebizie, dilansir KapanLagi.com Sumber. Banyak media yang memuat berita ini, tanpa ada sanggahan dari Kompol Fahrul.

Jadi itu ya latar belakang kehidupan asmara Bebizie. Lalu gimana ceritanya kok dia menyatakan siap jadi istri Menhan Prabowo? Dilansir fame.grid.id, pengakuan ini diungkap Bebizie dalam sebuah acara talkshow di televisi, I-Talk pada 20 Juli 2020 lalu. Bebizie mengungkapkan secara blak-blakan bahwa ada satu keinginan terbesarnya, yakni menjadi pendamping hidup Prabowo Subianto. "Pertama dia single, kedua dia gagah, dia sendirian enggak ada yang mengurus," kata Bebizie. "Naluri aku sebagai ibu timbul. Aku pengin jadi istrinya saja," tambahnya. Bahkan Bebizie tetap menyebut nama Prabowo ketika diminta memilih siapa laki-laki yang akan menjadi suaminya nanti. "Kalau disuruh pilih ya, Pak Prabowo lah. Aku pengin jadi istrinya saja," ujar Bebizie Sumber. Wow, ada yang tergila-gila sama Pak Prabowo nih :)

Bebizie sendiri sebagai seorang penyanyi, bukan kaleng-kaleng lho ya. Dia berada di bawah perusahaan rekaman besar, Nagaswara. Ada beberapa video musiknya di Youtube, dengan jutaan views. Saya dengar suaranya pun lumayan lah. Bukan macam orang nggak bisa nyanyi tapi dipaksain nyanyi hanya karena penampilan saja. Selain bernyanyi, Bebizie kabarnya memiliki banyak bisnis, dari percetakan hingga showroom mobil Sumber. Sudah cantik, kaya pulak. Kurang apa coba, buat Menhan Prabowo?

Apakah saya mendukung aspirasi Bebizie untuk menjadi istri Menhan Prabowo? Iya dong, why not? Tidak ada hukum di negara ini yang melarang kan, selama status masing-masing memang memungkinkan. Kebayang kan, kalau Menhan Prabowo punya istri secantik Bebizie. Dan dibawa ke mana-mana dalam berbagai kunjungan kerja beliau. Ya bikin seneng yang melihatnya dong. Kalau bisa menyenangkan hati banyak orang ya, kenapa tidak? Mungkin Menhan Prabowo berkenan untuk mempertimbangkan aspirasi Bebizie ini? Kalau ada yang nggak setuju, itu mah paling iri doang ahh… Bagaimana, apakah para pembaca setuju?
Sari Sri Mulyati Siap Jadi Istri Menhan Prabowo!
Sumber Utama : https://seword.com/urusan-hati/sari-sri-mulyati-siap-jadi-istri-menhan-prabowo-oPJtyXoZ0M

Jelang HUT RI ke-75, Ayo Bersama Merdekakan SDM Negeri Ini dari Kebodohan ...!

Terus terang saya mengalami perasaan campur aduk membaca hasil survei dari Programme for International Student Assessment (PISA) mengenai kualitas pendidikan di Indonesia, tepatnya pada akhir 2019 lalu.

Indonesia disebut menempati peringkat ke-72 dari 77 negara yang disurvei, dengan posisi negara tetangga seperti Malaysia, Brunei Darussalam, dan SIngapura yang berada jauh di atas Indonesia dalam daftar peringkat hasil survei tersebut.

Malaysia ada di peringkat ke-56, sedangkan Singapura menempati posisi runner-up dalam survei PISA yang menyempitkan penilaian hanya pada tiga aspek, yakni kemampuan membaca, matematika, dan sains. Kok cuma tiga aspek tersebut ya? Entahlah. Mungkin bagi pihak PISA, keunggulan dalam tiga aspek tersebut dapat menjadikan SDM suatu negara (khususnya para pelajar) bisa dibilang cerdas atau pandai.

Budi Trikorayanto selaku pengamat pendidikan saat itu mengatakan setidaknya ada tiga faktor yang “mendukung” hasil survei tersebut, mulai dari kualitas pengajar, sistem pendidikan lama yang dianggap membelenggu, termasuk pentingnya pembenahan dalam lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia.

Saya cukupkan sampai di sini untuk hasil survei tersebut. Intinya, sekali lagi saya cukup terprovokasi membaca berita tersebut, sejak pertama kali dirilis beritanya ... sampai hari ini ... dengan kerap kali bertanya:

“Apakah benar kualitas SDM di Indonesia sangat menyedihkan dan begitu tertinggal dari puluhan negara yang ada dalam daftar tersebut?”

Atau kita bisa bertanya dengan lebih lugas dan tanpa basa-basi:

”Apakah generasi penerus di negeri ini sebegitu bodohnya?”

Maaf jika harus mengeluarkan pertanyaan semacam ini. Namun, saya pribadi kurang setuju dengan PISA yang hanya menonjolkan tiga kriteria di atas, karena yang membuat kualitas SDM suatu negara unggul masih ditentukan pula oleh aspek-aspek lain, melengkapi ketiga poin tadi. Bagi sebagian orang lain, bahkan kemampuan matematika dan sains tidak terlalu menentukan kecerdasan yang mereka miliki.

Misalnya, seorang yang sejak remaja tertarik dengan bidang penjualan ... tentu kemampuan menghitung tingkat dasar diperlukan ... tapi hanya sebatas untuk keperluan transaksi. Ia tidak memerlukan kemampuan memahami bidang sains supaya bisa menjadi tenaga penjual yang sukses, bahkan kelak menjadi seorang pengusaha.

Namun, dalam hal kemampuan membaca, yang di dalamnya ada unsur memahami bacaan, mampu berpikir logis terkait materi yang dibaca, termasuk menyimpulkan sesuatu dari hasil bacaan ... faktor ini terbilang menentukan dalam menilai tingkat kecerdasan seseorang.

Misalkan ada remaja (bahkan pemuda atau orang dewasa) masih susah memahami perbedaan antara “makan dengan sendok” atau “makan sendok” ... mungkin jika orang ini disurvei dan dibuat daftar peringkatnya, dia layak untuk menempati peringkat bawah. Kalau bahasa sepak bolanya, ada di zona bawah dan siap untuk mengalami degradasi. Betul ya?


Nah, mengawali Agustus yang identik dengan “bulan kemerdekaan” karena Indonesia akan berulang tahun ke-75, usia yang sudah lebih dari cukup untuk bangsa ini memiliki kualitas SDM yang unggul dan berdaya saing secara global.

Namun mirisnya, kita tahu bagaimana “kebodohan” masih membelenggu negeri ini, dengan tanda-tanda yang terlihat dengan cukup jelas. Remaja yang merampok untuk membeli HP, seperti saya ceritakan pada artikel https://seword.com/politik/ada-remaja-ingin-beli-hp-untuk-belajar-online-dari-GoOPiOWlk0 menurut saya adalah bagian dari tanda kebodohan di kalangan generasi muda.

Ada pula upaya tertentu untuk membiarkan penduduk negeri ini untuk tetap ada dalam kebodohan. Dalam politik, misalnya untuk kontestasi Pilkada, Pileg, hingga Pilpres ... berapa banyak upaya untuk mencerdaskan masyarakat dalam berdemokrasi, misalnya memilih berdasarkan program dari calon yang hendak dipilih, tetapi hal-hal yang terkait politik identitas terkait suku, agama, hingga dinasti dari keluarga tertentu ... yang faktanya masih cukup berhasil dalam membawa calon tertentu untuk berkuasa dan menjadi pemimpin daerah?

Belum lagi kita berbicara mengenai ajaran tertentu dari para pemuka agama, termasuk di kalangan Kristen (keyakinan yang saya anut), yang terkadang juga tidak membawa umat mengalami “pencerahan yang sebenarnya” tetapi hanya mengikuti keinginan dari si pemuka agama? Jika tidak begitu, niscaya berita-berita terkait intoleransi tidak mendominasi berbagai laman berita online maupun berita cetak di negeri kita. Betul?


Jadi, apa yang bisa kita lakukan? Mari lihat potensi atau kemampuan yang kita miliki, lalu mulailah lakukan sesuatu untuk menolong bangsa ini terlepas dari belenggu kebodohan. Bisa itu dengan cara menulis artikel, menulis opini di media cetak atau daring, menulis buku, membuat perpustakaan keliling atau perpustakaan online, mengajar di sekolah hingga perguruan tinggi, maupun ... bagi yang berminat tentunya ... dengan ikut menulis di laman SEWORD ini.

Mungkin perjuangan dipastikan kita tidak akan berjalan mudah, karena kita akan berhadapan dengan saudara sebangsa kita juga yang (herannya) justru terlihat ingin menjadikan bangsa ini tetap nyaman dan terbelenggu dalam kebodohan dan ketidaktahuan ... untuk memuluskan niat dan upaya mereka untuk berkuasa, hingga membuat rusuh di negeri ini.

Jelang HUT RI ke-75, Ayo Bersama Merdekakan SDM Negeri Ini dari Kebodohan ...!

Sumber Utama : https://seword.com/umum/jelang-hut-ri-ke-75-ayo-bersama-merdekakan-sdm-ma4QWGcWTs

KAMI: Kelompok Aksi Mendemo Intelektual

KAMI, Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia, melakukan deklarasi pada tanggal 2 Agustus 2020 di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan. Sejumlah intelektual hadir dalam aksi tersebut, dengan menyebutkan pemikiran yang cukup beragam, namun dapat diwakili oleh beberapa pendapat berikut ini:

‘Kiblat bangsa ini telah melenceng bahwa cita-cita nasional telah jauh dari arah yang benar. Karena itu menyelamatkan Indonesia adalah meluruskan kiblat bangsa kembali jalannya sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945, sebagaimana yang telah disepakati para pendiri bangsa... KAMI adalah sebuah gerakan moral seluruh elemen-elemen dan komponen bangsa... Saya yakin ormas-ormas Islam juga bersepakat, belum ada yang mewakili, mungkin saya sebagai ketua Wantim MUI begitu pula ormas atau majelis agama lain semuanya tadi pagi menghubungi.' (Din Syamsuddin)

'Saya hanya berharap para birokrat profesional teman-teman di BUMN terpanggil untuk menyelamatkan Indonesia karena Anda tanggung jawabnya sangat besar. Berhentilah menjadi manusia-manusia pembenar tapi jadilah manusia penegak kebenaran di tempat kerja masing-masing. Saya tahu teman-teman saya di birokrat dan BUMN mereka juga merasa sudah capai terlalu beloknya arah pembangunan negara ini dari cita-cita sebenarnya.' (Muhammad Said Didu)

'Negara abai melaksanakan tugasnya karena kalau kita sudah terlindungi kita sudah cerdas kita sudah sejahtera maka tidak perlu lagi orang turun ke jalan. Tidak perlu lagi orang buat KAMI lagi dan sebagainya. Tetapi karena pemerintah atau penguasa belum mampu atau tidak mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya maka kemudian jangan salahkan kalau komponen masyarakat memenuhi hasrat dan keinginannya sendiri tentu dengan jalan yang konstitusional juga.' (Refly Harun)

'Presiden di ruang terbuka, di Istana transaksi kemaksiatan politik. Jadi standar moral kita diuji hari ini dan enggak ada satu pun menteri yang memberi semacam sense of injustice terhadap peristiwa itu.' (Rocky Gerung)

Sejumlah tokoh yang sering tampil di forum-forum diskusi yang diselenggarakan oleh berbagai media televisi, dengan contoh kutipan-kutipan di atas menggaris-bawahi bahwa krisis yang dialami NKRI di tengah pandemi Covid-19 bersifat multi-dimensi. Sebenarnya tidak ada yang baru.

Din Syamsudin membawa gerbong kekuatan agama Islam berkehendak untuk menegakkan moral bangsa. Hal ini sudah berulang-ulang dikemukakannya, termasuk yang terakhir beliau menyatakan bahwa yang bersalah dengan POP-nya Mendikbud Nadiem Makarim adalah Presiden Jokowi yang memilih Nadiem. Rasanya merupakan klaim moral yang kredibilitasnya agak berkurang setelah ia mengundurkan diri dari Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerjasama Antaragama dan Peradaban.

Moh. Said Didu seperti menumpangi badai yang dimulai oleh Adian Napitupulu yang memperkirakan sekitar 6.000-7.200 komisaris dan direksi dari seluruh BUMN dan anak-cucu perusahaannya adalah orang-orang titipan. Bahkan sebagian disusupkan di BUMN, tanpa disertai kejelasan asal-usulnya. Sepertinya, Said Didu masih terbawa oleh nostalgia bahwa BUMN semakin menyimpang. Kita juga tidak tahu, kapan BUMN pernah benar-benar tegak-lurus, meskipun di masa lalu Said Didu pernah menempati jabatan tinggi di BUMN.

Refly Harun, seperti biasa, secara cerdas memaparkan potret hukum yang tidak berdaya membantu Indonesia berkembang sesuai amanah Undang-Undang. Hanya tidak jelas, apakah sumber permasalahannya di produk hukum (legislatif) ataukah penegakan hukum (yudikatif). Yang paling mudah disalahkan, dan dipersalahkan, sekaligus dipermasalahkan adalah pelaksana pemerintahan sesuai perundang-undangan (eksekutif).

Padahal, mungkin akar masalahnya karena lembaga-lembaga rumpun kekuasaan legislatif sudah mengalami inflasi sarjana hukum karena begitu banyaknya anggota-anggota yang bergelar SH. Mungkin perlu dibuat peraturan untuk membatasi jumlah SH-SH yang justru menghasilkan legislasi yang seringkali cacat produk. Mungkin juga lembaga-lembaga di rumpun kekuasaan yudikatif sudah kesulitan mengatur anggota-anggota yang terbiasa berjejaring dalam mafia jasa hukum.

Rocky Gerung juga menyuarakan pemikiran dan nada ungkapan yang tidak berbeda dari pola kebiasaan yang sudah sangat kita kenal bersama. Kecuali di zaman SBY dan harapan yang pernah ditiupkan di masa kampanye Prabowo-Sandi, penulis tidak pernah tahu kapan Rocky pernah mengatakan hal yang sedikit agak berwarna “abu-abu”, campuran hitam dan putih. Yang ada pada pemerintahan Jokowi hanyalah gambaran hitam-pekat dan serba gelap-gulita.

Sekali lagi, tidak ada yang baru. Termasuk, untuk menyalahkan rumpun kekuasaan eksekutif dan pimpinan tertingginya (presiden).

Dengan kata lain, setelah Orde Lama dan disusul Orde Baru, sekarang Orde Reformasi gagal dikawal oleh semua pihak sehingga menghasilkan rezim yang, menurut KAMI, dinilai “Out of Order”.

Benar-benar kacau, kacau, kacau...

Marilah kita melakukan analisis terhadap klaim bahwa KAMI adalah gerakan moral.

Dilihat dari kutipan-kutipan tadi, tidak ada isu yang baru, terkecuali bahwa rumusan yang sudah bagus di UUD 1945 tidak berhasil diturunkan menjadi pedoman dan praktik hidup keseharian. Artinya semua rezim pemerintahan telah gagal total. Benarkah demikian? Pasti pendapat pembaca bisa berbeda-beda skala persetujuannya.

Artinya, jika dipahami sebagai tuduhan hukum, pernyataan tersebut gagal melewati ambang batas “beyond reasonable doubt”. Kalau pertanyaan tersebut diajukan kepada publik, akan menghasilkan pembelahan dan pemihakan pro-kontra. Sama seperti perkara hukum untuk berbagai kasus penistaan/penodaan agama.

Karena tidak dapat diuji kebenarannya secara legal, logis, dan empiris, maka klaim sebagai gerakan moral sama saja nilainya dengan pernyataan politis atau sikap politik.

Sebagai gerakan moral, cara yang dapat dipilih adalah gerakan yang bersifat progresif-evolusif, seperti melalui pendidikan dengan berbagai jalurnya (formal, informal, nonformal). Memang cara ini memerlukan waktu yang lebih panjang, namun merupakan pilihan cara yang lebih alamiah.

Apakah rezim-rezim terdahulu telah gagal? Apakah hal itu tambah diperparah oleh Pemerintah sekarang? Pada hemat penulis, sudah dijalankan, hanya belum memperoleh dukungan sepenuh hati. Masih ada pihak-pihak yang merongrong, dan menunggangi agenda politik di tengah pandemi Covid-19.

Cara lain adalah reformasi atau revolusi, yaitu melakukan perubahan secara drastis, bahkan radikal. Karena reformasi yang terjadi di tahun 1998 diwarnai insiden dan pengorbanan berdarah-darah, tidak berbeda dengan skala revolusi, maka reformasi dan revolusi di Indonesia lebih baik dijadikan satu kelompok cara perubahan. Di dalam pencermatan penulis, reformasi yang terjadi di tahun 1998 semacam perang sipil lokal, yang terjadi di Jawa, terutama di kota-kota besar. Ternyata Reformasi pun tidak membawa ke mana-mana.

Siapkah kita untuk menempuh cara reformasi atau revolusi? Amit-amit... Tidak ada jaminan akan berhasil. Korban yang terjadi di masa lalu juga sudah terlalu banyak, sehingga negara yang sudah terguncang oleh pandemi Covid-19, akan menjadi makin terpuruk jika tidak dijaga secara ekstra hati-hati. Jika terjadi reformasi atau revolusi lagi, hampir pasti negara akan terjerumus ke arah kebangkrutan.

Dilihat dari segi cara, sama saja. Pernyataan sebagai gerakan moral tidak dapat dibenarkan sebagai pernyataan ilmiah maupun pernyataan faktual. Sekali lagi, merupakan klaim sikap politik.

Benarkah KAMI merupakan gerakan moral? Isinya merupakan isu lama, tidak ada hal yang baru. Cara-cara yang dipilih benar-benar mengkhawatirkan.

Pihak-pihak yang berencana melakukan mobilisasi belum menunjukkan kontribusi yang jelas dan layak dibanggakan. Beberapa di antaranya bahkan merupakan praktisi politik yang sepertinya agak terlempar ke pinggiran. Perlukah dipertanyakan ketulusan niatnya?

Karena itu, mari kita tinggalkan berbagai macam tindakan provokasi yang tambah meresahkan dan tidak membawa NKRI ke mana-mana.

Bagi penulis subjektif, KAMI lebih tepat disingkat Koalisi Aksi Mendemo Intelektual. Bukan intelektual yang didemo, tetapi intelektual yang melakukan aksi demo. Bedanya hanya dilakukan di tempat yang lebih sejuk, bukan di jalanan.

Tampak bahwa panen demo masih berlanjut, bahkan sekarang terkesan sudah menjangkiti agen intelektual. Tidak bisakah dipilih cara-cara yang lebih mendidik dan konstruktif, di tempat yang sejuk supaya kepala dan hati lebih dingin?

Sudah saatnya, Pemerintah juga lebih tegas.

Perubahan politik anggaran perlu dilakukan di tengah pandemi Covid-19, bukan sekedar reposisi alokasi anggaran yang kurang jelas prioritas peruntukannya. Politik anggaran dapat dikomunikasikan secara transparan sehingga jelas bahwa agenda ekonomi dan kesehatan merupakan prioritas utama. Sektor-sektor yang lain sekedar berfungsi menunjang, dan dijaga sampai menjadi alokasi biaya untuk mempertahankan operasional rutin belaka.

Tindakan tegas tidak hanya menyangkut anggaran, namun juga menjaga tertib sosial dari potensi-potensi yang tambah mengeruhkan dan meningkatkan kecemasan/kepanikan publik.

Seluruh pihak juga perlu menahan diri, apakah tidak dapat bersabar hanya dalam waktu 4 tahun lagi? Mungkin sudah tidak sampai 4 tahun, karena sebentar lagi akan ada sejumlah pilkada serentak yang belum tentu akan lancar-lancar saja.

Kekuatan agama perlu dikembalikan pada fitrahnya sebagai pendamai dunia dan pencari/penemu solusi dan resolusi untuk mempertemukan berbagai kepentingan secara tenang dan teduh.

Kaum intelektual juga perlu kembali pada panggilan profesinya untuk memberikan pencerahan. Bukan mengembalikan kondisi ke zaman kegelapan.

Agenda kekuatan moral?

Mohon maaf, bagi penulis pribadi, KAMI hanyalah demo intelektual pada tingkat kecanggihan yang tampak lebih tampan dan elitis, namun sama saja. Hanya menambah kepanikan di tengah pandemi Covid-19 yang belum benar-benar dapat dikendalikan.

KAMI? Bukan! Ini persoalan KITA, bukan kami yang mengatas-namakan kelompok-kelompok tertentu dengan agenda politik tersembunyi (hidden agenda) dari barisan sakit hati.

Kalaupun ada yang berbeda, kita diharapkan oleh Pemerintah bersikap waspada, ibaratnya berjalan "setengah tiarap" karena harus selalu menjaga diri dari serangan virus. Kita mematuhinya.

Sedangkan, KAMI adalah mereka yang ingin berjalan gagah dan melangkah dengan tegak berdiri. Perbedaan lainnya, sama saja dengan aksi demo, namun dilakukan oleh kaum intelektual di tempat yang lebih sejuk. Hanya itu bedanya.

Bagaimana menurut Anda?

Artikel Antok Prihanto lainnya dapat disimak di:

https://seword.com/author/antok.prihanto17

Sumber Referensi:

Sumber Foto: www.youtube.com, www.indozone.id

KAMI: Kelompok Aksi Mendemo IntelektualSumber Utama : https://seword.com/umum/kami-kelompok-aksi-mendemo-intelektual-WPe6xawwTc

Mari Kita Terawang Siapa Yang Pantas Dipecat Atau Direshufle. Ini Dia Orangnya!

Mari sejenak menerawang ke depan. Bagaimana nanti nasib bangsa ini. Apakah baik-baik saja, atau malah makin ancur?

Tentu saja sebagai manusia normal, saya ingin negara ini menjadi negara hebat. Tapi…bagaimana bisa hebat, kalau pondasi syarat menjadi hebat saat ini begitu rapuh.

Dan saya rasa sih kerapuhan itu terjadi, bukan perilaku rakyat jelata. Rakyat jelata itu kan hampir mirip domba-domba yang bisa digiring-giring. Kalau digiring ke jurang, akan ikut dan mampus. Kalau digiring ke tanah lapang yang rumputnya banyak, akan kenyang. Dan itu akan menguntungkan si pemilik domba.
Tetapi orang-orang yang rakus, akan membantai para domba-domba itu. Melakukan perbuatan yang sangat mubazir.

Duh kasihan jadi rakyat jelata.

Sudah tahu kan apa itu mubazzir? Itu adalah sifat iblis atau setan. Kebutuhan makan hanya sepiring, tapi diembat lebih dari satu piring. Setelah menguasai lebih dari satu piring, dia hanya makan satu piring. Dan sisanya dibuang-buang begitu saja, dibiarkan masuk ke tong sampah. Padahal sisanya itu bisa buat orang lain.

Begitulah sifat iblis.

Kekayaan negara dikuasai segelintir orang dengan cara politis dan licik. Tentu dengan harapan, akan merasakan aman dan nyaman serta tak bisa diganggu gugat. Akan tetapi, semua itu akan melawan hukum sunnatullah. Dan pasti akan terus terjadi perlawanan. Maka janganlah mengaku berpancasila kalau ternyata tidak mau melaksanakan amalannya.

Musibah pandemi belum juga reda. Hari-hari kita telah dihiasi hoax dan sensasi-sensasi dungu. Tak banyak yang mau menyadari arti kemanusiaan di masa pandemi ini. Malah kita mencium adanya aroma yang sangat menyengat soal anggaran. Rakyat kalang kabut bingung ngak karu-karuan.

Orang cerdas pasti tahu soal hambatan ekonomi karena corona. Orang cerdas paham betul apa yang seharusnya dilakukan di masa pandemi ini. Namun ternyata kecerdasan sebagai manusia itu bukan hanya kecerdasan yang sifatnya keterampilan saja. Seperti keterampilan meracik obat atau merakit pesawat. Akan tetapi, kecerdasan itu melibatkan kesadaran diri yang maksimal sebagai manusia. Manusia makhluk Tuhan yang penuh kasih sayang. Bukan makhluk yang horor dan memangsa sesamanya.

Apakah ada tokoh elit pejabat yang kecerdasannya komprehensif itu?

Saya sepertinya belum menemukan tokoh elit yang dimaksud. Tapi justru, aroma bau busuk menyengat sudah mulai tercium. Berkat corona, semua bisa terlihat dengan jelas. Meski ditutupi dengan sangat rapi, aroma keburukan itu malah makin tampak.

Bisakah engkau menerawang dengan sangat jeli siapa saja mereka itu? Mmhh…mmhh… Baiklah, kita coba merangkainya dengan sangat hati-hati agar tidak terjadi fitnah.

Pertama, kita lihat anggaran yang sudah digulirkan pemerintah untuk menangani corona. Kedua, bagaimana kondisi di lapangan penanganan corona. Apakah ini berjalan lancar? Kalau tidak, siapa yang harus bertanggungjawab? Kalau tidak bisa bertanggungjawab, berarti sudah tak mampu memimpin kan? Kalau tidak bisa bekerja dan memimpin dengan baik penanganan corona, bukankah dicukupkan saja?

Mari kita telaah kembali kinerja Kementrian Kesehatan. Corona memang pandemi yang berat dan baru pertama kali terjadi. Apakah ini sudah cukup menjadi alasan bahwa pihak terkait tak mampu bekerja? Dan alasan itu diterima dan dimaklumi begitu saja? Apakah jumlah orang-orang ahli di negeri ini sangat langka? Dan sampai kapan mau terperangkap dengan kebodohan model ini?

Anggaran sudah ada dan melimpah. Tapi ternyata tidak terserap dengan baik. Hal ini sudah jelas ada yang tidak beres. Kenapa masih berlama-lama dengan kemelut seperti ini. Saya kira para elit pejabat ini tidaklah bodoh-bodoh amat merangkai alur permasalahan. Sehingga menemukan titik masalah yang menghambat selama ini. Dan hambatan itu bisa diselesaikan. Sebagai manusia yang dianugerahi akal, pasti bisa menggunakan akalnya untuk menyelesaikan masalah-masalah.

Kementrian Kesehatan beserta para menterinya pasti tahu titik-titik masalah itu. Domain kesehatan termasuk mengenai virus ini sebenarnya sudah jelas. Vaksin dan obat-obatan sudah jelas bagaimana posisinya. Vaksin butuh waktu lama dan kabarnya sampai akhir tahun belum kelar. Obat-obatan tidak boleh sembarangan dikombinasikan. Bahkan tidak boleh dengan begitu mudah mengklaim sebuah kalung sebagai ramuan ajaib pembasmi virus corona. Apalagi uji klinis belum dilakukan.

Kalau kondisi seperti ini terus berulang-ulang dan anggaran makin terkuras, bisa rapuh negara kan?
Apakah ada oknum yang menginginkan negara ini mengalami resesi yang berkepanjangan? Apakah ada oknum yang sangat ingin rakyat Indonesia mengalami penderitaan yang berkepanjangan? Apakah kita semua mau bunuh diri massal karena tidak becus dan ikhlas, menangani pandemi corona ini? Apakah semua ini karena ego yang paling dominan bermain, daripada nilai-nilai kemanusiaan?

Fiuhhh….vangke-lah. Kalau Pak Dhe masih Indonesia, pecatlah mereka yang tidak becus bekerja. Harus melakukan reshufle segera mungkin. Ini sudah darurat. Pecatlah mereka yang sudah jelas kinerjanya sangat buruk demi rakyat Indonesia.

Mari Kita Terawang Siapa Yang Pantas Dipecat Atau Direshufle. Ini Dia Orangnya!

Sumber Utama : https://seword.com/politik/mari-kita-terawang-siapa-yang-pantas-dipecat-atau-HNzzb0kQPq

Joker Diuber Dan Ditangkap Eh Si Lapindo Mangkir, Jiwasraya Nyangkut, Kapan Disikat?

Habis sudah pelariannya Joko 'Joker' Tjandra. Tamat sudah kiprahnya yang ujungnya ikut menguak aib dan menyeret para petinggi Polri.

Di satu sisi kita harus berterima kasih kepada Joker. Berkat dialah maka ada reformasi dadakan di Kepolisian RI saat ini. Ya akhirnya petinggi Polri ikut tersandung dan bukan hanya satu. Tak ada lagi kabar proses penyelidikan ke pejabat Polri lainnya.

Bihak Bareskrim memberikan pernyataan bahwa perintah penangkapan Joker itu adalah datang langsung dari Presiden. Wow, berarti ada perhatian yang sangat serius untuk hal ini dari kepala negara kita.

Terima kasih untuk Polri dan BIN dengan kolaborasi mereka untuk memburu dan meringkus Joker. Tapi mari juga buka mata lebar-lebar. Adalah Polisi Diraja Malaysia yang menangkap Joker. Logikanya tak mungkin kepolisian kita bisa mengintervensi di negeri asing. Atau sebaliiknya kita juga nggak akan mau kan ada aparat negara lain yang main tangkap di Indonesia. Harus ada Kerjasama dengan pihak keamanan setempat. Bravo dan thank you Polisi Diraja Malaysia.

Jadi memang berkat info dari BIN dan Polri. Tapi jelas mereka tak bisa leluasa dan punya kewenangan menciduk Joker. Mereka harus meminta tolong atau lebih enak, mereka bekerjasama dengan Kepolisian Diraja Malaysia.

Setelah Polisi Diraja Malaysia menyerahkan ke pihak Indonesia maka tugas Polri makin gampang alias enteng. Karena Joker alias Djoko Tjandra tinggal dijemput oleh Bareskrim di Banda Udara Sokekarnmo-Hatta. Jadi paham dulu alur ceritanya.

Urusan Joker sudah beres dan tinggal diproses di pengadilan. Tapi di satu sisi masih ada yang mengganjal.

Perkara perampok dan penggarong di negeri ini malah tetap enak-enak ongkang kaki dan berkiprah terus sembari mempermainkan Pemerintah. Sudah menggarong dan menjarah banyak tapi masih tetap saja tak tersentuh.

Inilah dilematika dan problematika yang bak benang baja kusut di depan mata.

Utang Lapindo sudah ditagih berulang-ulang oleh Kemenkeu. Catat, dari tahun lalu sudha jatuh tempo. Tapi seperti biasa, Group Bakrie hanya mem-PHP. Kemenkeu katanya mau kerjasama dengan Kejaksaan Agung. Tapi Kejagung selalu limbung kalau ketemu Bakrie. Terbaru, Lapindo mau bayar dengan asetnya tapi aset berlumpur.

Helaw…memang nggak punya akhlak kok. Jangan mau ditipu dengan aset berlumpur.

Kerugian negara sudah tak bisa dihitung. Jebol dan garong di Lapindo berlanjut ke kerugian keuangan negara dari penempatan saham Group Bakrie dalam portofolio Asuransi Jiwasraya sebesar Rp 1,77 triliun.

BPK sudah menegaskan bahwa Jiwasraya adalah tanggung jawab Pemerintah. Karena itu siapapun pihak yang sudah terlibat menggarong dan menggerogoti Jiwasraya patut diusut tuntas sampai ke akar-akarnya.

Sinyal Presiden untuk meminta penuntasan kasus Jiwasraya seharusnya membuat Kejagung ikut garang untuk menyisir dan mengusut tuntas pihak yang sudha disebut-sebut di pengadilan. Group Bakrie adalah salah satunya.

Grup Bakrie ini memang hanya menjadikan negara sebagai sapi perahan. Rakyat jadi semut yang diinjak-injak. Bayangkan negara sudah mengeluarkan anggaran bejibun untuk menanggulangi lumpur Lapindo, masih dikerjain juga dan malah ditagih balik duit yaitu utang dari Pemerintah!

Tahun lalu Direktur Bakrie Group Anindya Novyan Bakrie menjelaskan pihaknya berkomitmen untuk membayarkan seluruh ganti rugi kepada masyarakat korban lumpur Lapindo sesuai tenggat waktu. Di media ditambahkan lagi "Group Bakrie berjanji lunasi utang....".

Semuanya prank, tipu-tipu. Janji besar berkomitmen untuk melunasi tapi...BOONG BESAR! Si Direktur Bakrie Group Anindya Novyan Bakrie kini tak ada bunyinya lagi.

Bu Sri Mulyani sudah lelah menagih. Upaya Presiden yang menyerukan agar kasus Jiwasraya dituntaskan hanya jadi angin lalu. Memang Kejagung bergerak tapi tak tuntas. Masih belum menyentuh kepada biang kerok yang ikut bermain dalam menggembosi Jiwasraya.

Jurus tipuan dan upaya licik menghindar dari tanggung jawab itu terus dilakukan grup Bakrie. Itu adalah watak dan karakter dalam nadi berbisnin mereka. Kalau bisa mengeruk keunttungan sebanyak-banyaknya, mengapa tidak? Walaupun rakyat dan negara jadi korban.

Pemerintah jangan hanya bersemangat untuk kasus Joker. Di depan mata tuh malah dibiarkan dan nggak diproses lebih lanjut. Mau sampai kapan? Ini bom waktu!

Joker Diuber Dan Ditangkap Eh Si Lapindo Mangkir, Jiwasraya Nyangkut, Kapan Disikat?

Sumber Utama : https://seword.com/politik/joker-diuber-dan-ditangkap-eh-si-lapindo-mangkir-LKzNbd2Q2O

Akhirnya, Edo Putra Youtuber Prank Sampah Daging Kurban Diciduk!

Masih teringat dalam benak kita bagaimana seorang Youtuber Ferdian Paleka yang memberikan bingkisan sampah kepada kaum transpuan di Bandung, Jawa Barat beberapa waktu yang lalu.

Tidak banyak yang mengetahui jika asus ini sudah disorot oleh media asing (Inggirs) yang bernama Mirror.

Tak hanya itu, Mirror juga mencatat tentang video permintaan maaf tetapi bohong yang sempat diunggah Ferdian di akun Instagram saat dalam masa pelariannya. Ferdian mengatakan:

"Saya pribadi akan minta maaf atas apa yang sudah saya lakukan..., tapi bohong."

Tak lupa, mereka juga menyoroti tentang penangkapan terhadap Paleka yang sudah empat hari dalam pelarian.

Dan mirisnya, prank sampah kembali terjadi di Indonesia beberapa hari yang lalu.

Seorang Youtuber bernama Edo Putra membuat video prank tentang daging kurban yang isinya adalah sampah di Palembang, Sumatera Selatan dengan judul: "PRANK BAGI BAGI DAGING KE EMAK-EMAK ISINYA SAMPAH".

Hal itu terlihat dari video berdurasi 11 menit 56 detik yang diunggah di chanel YouTubenya Edo Putra Official.

Awalnya, Edo yang mengenakan kaus kuning bersama seorang temannya berkemeja abu-abu mengisi kantong plastik dengan sampah. Keduanya lalu mengendarai sepeda motor mencari target. Edo berhenti dan mendatangi seorang ibu yang sedang menyapu. Dengan dalih bingkisan, Edo memberikan bungkusan plastik tersebut. Namun, Edo meminta agar bingkisan dibuka setelah dia pergi.

Tampak kedua wanita tersebut gembira dan berterima kasih terhadap bingkisan yang diberikan.

"Senanglah dapat rezeki," ujar salah satu korban.

Namun, Edo meminta agar bingkisan dibuka setelah dia pergi.

Setelah beberapa saat Edo meninggalkan korban, tampak korban membuka bingkisan dan terkejut bahwa yang didapat bukan daging melainkan sampah.

Edo kemudian kembali mendatangi dua korbannya dan meminta maaf. YouTuber tersebut kemudian memberikan uang Rp 500.000 untuk masing-masing korbannya.

"Maaf ya, Bu, cuma prank. Ini uang Rp 500.000 untuk beli daging ya, Bu," ujar Edo.

Di akhir video, Edo dan temannya meminta masyarakat untuk tidak menghujat sekaligus meminta untuk mendukung chanel YouTubenya. "Halo guys, prank kita berhasil guys. Kami bagi-bagi daging sampah, sesudahnya kami kasih duitnya. Jangan menghujat guys, kami adalah orang-orang baik, kalian orang-orang jahat guys...," ujar Edo dan temannya sambil tertawa.

Terlepas dia lalu memberikan sejumlah uang kepada korban, itu urusan lain, karena bagi penulis apa yang dilakukan olehnya tidak etis apalagi di tengah situasi pandemik Corona saat ini dan bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha.

Bisa dibayangkan jika kita adalah korban dari prank tersebut?

Kita pasti sangat bahagia ketika menerima paket yang katanya daging kurban yang harganya termasuk mahal, lalu kita membayangkan mau memasak apa untuk untuk keluarga tercinta, tetapi ketika kita membuka isinya ternyata sampah, bisa dibayangkan bagaimana hancurnya perasaan para ibu yang menjadi korban prank tersebut???

Itu yang penulis lihat di wajah para ibu-ibu yang menjadi korban prank youtuber tersebut. Mereka yang sebelumnya sumringah berubah menjadi kesal, marah dan benci karena merasa dilecehkan dengan paket berisi sampah.

Mungkin niat Youtuber tersebut bagus ingin berbagi tetapi caranya salah!

Bukan begini caranya, karena itu secara tidak langsung sudah memberikan harapan palsu dan mempermainkan orang tua. Apalagi dalam video tersebut, rekannya mengatakan jika yang mereka lakukan demi viewers!

Hanya demi mendapatkan viewers dan Subcriber, mereka tega melakukan prank sampah daging kurban?

Dimana akal mereka?

Maaf, penulis tidak tega membagikan video prank tersebut dalam tulisan ini, karena itu sungguh menjijikkan!

Alhamdulillah, setelah viral di media sosial Twitter dan Facebook, akhirnya Edo Putra dan rekannya yang melakukan prank sampah daging kurban tersebut sudah diciduk hari Minggu.

"Sudah diamankan," kata Kapolrestabes Palembang Kombes Pol Anom Setiyadji melalui pesan singkat, Minggu 2 Agustus 2020.

Berikut adalah penampakan setelah dia diciduk oleh pihak Kepolisian setempat.

Article

Miris ya, ada orang-orang seperti ini yang tega melakukan prank sampah demi mendapatkan viewers dan subscriber. Orang-orang seperti ini memang harus ditangkap dan diberikan hukuman yang setimpal agar tidak muncul lagi Ferdian Paleka atau Edo Putra lainnya di masa depan.

Ini adalah salah satu contoh nyata Youtuber Sampah yang banyak bermunculan di masa sekarang. Masih banyak Youtuber sampah lainnya di luar sana yang mengemis viewers dan subscriber demi memperkaya diri dan keluarganya dengan konten yang tidak bermanfaat!

Wassalam,

Nafys

Akhirnya, Edo Putra Youtuber Prank Sampah Daging Kurban Diciduk!

Sumber Utama : https://seword.com/umum/akhirnya-edo-putra-youtuber-prank-sampah-daging-F7EPIfq6Cp

Makjleb! Tuntut BPIP Dibubarkan, Kadrun 212 Malah Diskakmat oleh Wakil Ketua MPR

Kadrun memang otaknya terbalik.

Sehingga semuanya dibuat serba terbalik.

Pelaku chat mesum diangkat jadi Imam Besar. Gubernur yang gak pandai bekerja, hanya sibuk menggelar konferensi pers, disanjung-sanjung dengan sebutan good bener-lah dan gubernur Indonesia.

HTI yang hendak membubarkan Indonesia ini dan ingin menggantikannya dengan sistem khilafah disebut santun. Sementara PDIP, yang terbukti nyata berideologi Pancasila, disebut radikal oleh Ketua Media Center PA 212, Novel Bamukmin.

Termasuk juga ngomongnya bela agama dan ulama, tapi yang dibela justru Hary Tanoe, Anies Baswedan dan Prabowo. Sementara ulama yang sebenarnya, yang pernah menjabat sebagi Ketua MUI, Ma’ruf Amin mereka bully pasca menjadi Cawapres Jokowi.

Nah, sekarang ini isu yang mereka mainkan adalah Pancasila lho. Kadrun terlihat beberapa kali menggelar demo yang katanya selamatkan Pancasila dan tolak RUU HIP itu.

Tapi lucunya, di demo bela Pancasila tersebut juga terdapat bendera HTI yang jelas-jelas kelompok ini mengharamkan Pancasila.

Begitupun dengan tuntutan mereka di demo tersebut. Gak nyambung banget, alias salah sasaran.

Demonya tolak RUU HIP, tapi tuntutannya lengserkan Jokowi dan bubarkan PDIP.

Piye iki jal?

Padahal sebelumnya, yang setuju pembahasan RUU HIP itu nyaris semua partai yang ada di DPR lho.

Termasuk juga PKS, awalnya sempat setuju dengan RUU HIP ini. Tapi ketika mendapat penolakan dari bani Kadrun, partai dakwah yang pernah memecat Fahri Hamzah itu pun ikut-ikutan menolak RUU HIP.

Pertanyaannya, kenapa PKS mendadak menolak RUU HIP itu?

Karena basis masanya terbesar adalah laskar Kadrun itu-lah.

Sehingga, kalau mereka ketahuan PKS setuju dengan RUU HIP, siap-siap saja ditinggal oleh pendukungnya sendiri.


Nah, koplaknya, oleh Kadrun 212 ini hanya PDIP doang yang diserang, di antara sekian banyak partai yang setuju RUU HIP itu.

Ketahuan banget kalau mereka sebenarnya hanya memanfaatkan isu RUU HIP itu untuk menjatuhkan Presiden Jokowi dan partai pememang Pemilu tersebut.

Hanya saja, amat disayangkan, orang yang pada gak percaya sama Kadrun yang suka mikirnya terbalik itu berterbaran di mana-mana.

Terbukti, berdasarkan hasil survey Charta Politika pada Juli 2020 lalu, elektabilitas PDIP masih yang tertinggi.

Sementara PKS, yang mendadak menolak RUU HIP itu, jangankan mau menjadi partai pemenang, masuk 3 besar saja kagak. Hanya berada di posisi ke-5 di bawah PKB.

Jadi, ulah Kadrun yang demo di musim Covid-19 itu, bisa dibilang unfaedah alias sia-sia belaka.

Rugi si bohir yang telah mendanai dan menyediakan nasi bungkus. Karena hingga saat ini Jokowi masih tetap jadi presiden. Sementara partainya, PDIP masih menduduki tingkat pertama sebagai Parpol dengan pendukung terbanyak di negeri ini.

Nah, hal unik lainnya dari PA 212 ini rekomendasi Munas-nya itu lho.

Jadi, beberapa waktu lalu, PA 212 ini menggelar Musyawarah Nasional (Munas). Yang mana, gak ada angin gak ada hujan, salah satu amanatnya adalah bubarkan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).

Mereka saja gak jelas.

Di AD/ART-nya gak ada Pancasila. Imam Besar-nya kabur ke Arab Saudi dan harus bayar denda overstay yang jumlahnya tidak sedikit. Eh tetiba minta BPIP dibubarkan.

Padahal BPIP inilah merupakan lembaga yang punya tanggung jawab untuk mensosialisaikan atau membumikan nilai-nilai Pancasila lho.

-o0o-

Rencana PA 212 yang hendak membubarkan BPIP inilah yang kemudian membuat Wakil Ketua MPR, Asrul Sani turut bersuara.

Tanpa segan-segan, Asrul pun langsung menskakmat PA 212 yang gak tahu diri banget tersebut.

Tanpa tedeng aleng-aleng, ia mengatakan bahwa pembubaran BPIP belum diperlukan saat ini. Karena lembaga yang dipimpin oleh Yudian Wahyudi itu masih menjalankan fungsi dan tugasnya dalam pembinaan ideologi Pancasila dengan baik.

"Sepanjang kerja-kerja pembinaannya tidak menimbulkan tafsir-tafsir atau pemahaman Pancasila yang kontroversial, seperti Ekasila dan Trisila, saya kira enggak masalah," ujar Arsul Sani, (20/7).

Asrul pun tanpa segan mengatakan, meskipun BPIP itu ditolak oleh PA 212 tapi masyarakat yang masih menginginkannya tetap banyak. Bahkan, jumlahnya tidak kalah banyak dari pasukan Kadrun 212 itu.

Di antaranya, yang turut mendukung keberadaan BPIP ini adalah PBNU.

"Kita hormati saja. Itu kan bukan satu-satunya pendapat di tengah masyarakat," lanjut Asrul lagi.

Yang pada inti dari pernyataannya itu adalah BPIP tidak akan dibubarkan. Titik.

Itu saja. Hahaha

-o0o-

Bersyukur juga sih BPIP gak dibubarkan kayak HTI.

Karena kalau dibubarkan, inilah yang sebenarnya diinginkan oleh para pendukung khalifer.

Bagi mereka, dengan adanya pembinaan Pancasila justru menjadi batu sandungan untuk menanamkan ideologi khilafah di negeri ini.

Oleh sebab itu-lah, hal-hal berbau-bau Pancasila seperti BPIP ini mereka gak demen.

Sumber :

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200720163514-20-526774/mpr-tolak-tuntutan-pa-212-bubarkan-bpip

Image : kumparan.com

Makjleb! Tuntut BPIP Dibubarkan, Kadrun 212 Malah Diskakmat oleh Wakil Ketua MPR

Sumber Utama : https://seword.com/umum/makjleb-tuntut-bpip-dibubarkan-kadrun-212-malah-FwUghTF38O

Jokowi Sedang Menguji 2 Panglimanya

Kita semua pasti sudah tahu siapa Erick Thohir dan Adian Napitupulu. Keduanya adalah panglima Jokowi yang ikut berjuang bersama sampai memastikan kemenangan Jokowi menjadi Presiden RI 2 periode. Tak hanya itu, kedua panglima hebat ini bahkan masih terus setia mengawal perjuangan Jokowi sampai sekarang dalam tugasnya menahkodai sebuah kapal besar bernama NKRI.

Erick sebagai Menteri BUMN, dan Adian sebagai anggota DPR RI. Salut dan hormat saya untuk Bang Adian dan Pak Erick. Perjuangan mereka dalam mendukung Jokowi sudah banyak menginspirasi tulisan-tulisan saya selama ini.

Tapi, tak disangka tak diduga, kedua panglima ini akhirnya terlibat dalam sebuah perang sengit yang masih berlangsung sampai sekarang. Awalnya saya sangat menyayangkan perang terbuka ini. Tapi hari ini saya berubah pikiran.

Siang tadi, Minggu 2 Agustus 2020, saya hadir dalam sebuah acara bertajuk “Ngopi Kritis Bersama Jurnalis” yang mengangkat hot issu “Rekrutmen 7200 Direksi dan Komisaris BUMN antara Transparansi dan Kewenangan” dengan 4 narasumber keren yakni Niluh Djelantik selaku pengusaha, praktisi sosial dan relawan Jokowi. Ada juga Adian Napitupulu (Sekjend PENA’98), Nyoman Gede Antaguna (Ketua DPD KNPI Bali) dan Dr. I. B Rarendara Suastama, S.H., M.H. (Akademisi dan praktisi hukum).

Article

Article

Article

Dalam diskusi ini dibahas tentang betapa pentingnya BUMN bagi negara kita. Untuk kita ketahui bersama, BUMN itu terlibat dalam 2/3 perputaran ekonomi nasional. Jadi, sudah bisa dipastikan BUMN adalah kekuatan besar bagi Indonesia.

Article

Article

Dengan kekuatan yang besar seperti ini, tak berlebihan jadinya jika kita mengharapkan BUMN bisa jadi lokomotif dahsyat yang bisa menyelamatkan negara dari krisis bahkan embargo negara-negara lain sekalipun.

Penunjukkan Erick Thohir sebagai Menteri BUMN juga disambut gembira. Intinya, kita ikut bangga saat melihat ada banyak anak-anak muda yang dipercaya Jokowi dalam kabinetnya, seperti Erick Thohir dan Nadiem Makarim. Harus diakui pencapaian mereka selama ini di bidangnya masing-masing sudah menjadi cermin inspirasi bagi anak-anak muda di Indonesia bahkan dunia.

Sayangnya, dalam perjalanannya sekarang, BUMN dalam hal ini tentang sistem perekrutannya dinilai sudah tidak sesuai dengan aturan dan prosedur yang ada. Sementara kita sudah tahu bersama jika aturan dan prosedur itu dibuat untuk ditaati, bukan untuk dilanggar semau sendiri.

Silakan berinovasi selama tidak keluar dari peraturan yang sudah ada, dalam hal ini Perpres No 177 Tahun 2014 Tentang Tim Penilai Akhir Pengangkatan, Pemindahan, Dan Pemberhentian Dalam Dan Dari Jabatan Pimpinan Tinggi Utama Dan Pimpinan Tinggi Madya.

Berikut ini isi selengkapnya dari Perpres 177.

file:///C:/Users/Zyrex/Downloads/Perpres%20Nomor%20177%20Tahun%202014.pdf

Dalam kenyataannya, saat ini di BUMN justru ditemukan adanya rangkap jabatan dan orang-orang pensiunan yang tidak sesuai dengan aturan. Bahkan dijumpai juga masuknya orang-orang di luar Jokowi dalam BUMN. Padahal sudah seharusnya pengangkatan orang-orang dalam BUMN tersebut lewat prosedur yang benar sesuai aturan yang sudah ada.

Hal inilah yang akhirnya membuat Adian Napitupulu dalam kapasitasnya sebagai wakil rakyat merasa perlu memberikan masukan, evaluasi bahkan kritikan pada Erick selaku Menteri BUMN. Dari sinilah perang terbuka itu dimulai tak dapat dihindarkan lagi.

Sampai di titik ini saya bisa mengerti maksud Bang Adian. Kritikan yang Adian lakukan murni untuk menjaga pemerintahan. Adian juga berani memberikan pernyataan terbuka di depan para jurnalis dari berbagai media tentang fakta jika dirinya tidak pernah titip nama-nama pada Erick Thohir. Adian menjelaskan jika nama-nama itu diberikan Adian karena Jokowi sendiri yang minta pada Adian.

Saya pun tak tahu kebenarannya seperti apa. Tanggapan saya singkat saja di bagian ini.

Cuma orang jujur menceritakan apa adanya yang berani bercerita secara terbuka di hadapan banyak jurnalis dari berbagai media yang pasti menulis semua pernyataan dan kejadian di lokasi acara tadi.

Cuma orang jujur menceritakan apa adanya yang berani mencatut nama Presiden dan membukanya di depan umum. Di depan para jurnalis pula.

Sementara selama ini kita sudah tahu bersama jika Adian bukan relawan dan politikus kemarin sore. Adian jelas tahu resiko dan konsekuensinya jika dia sampai salah bicara apalagi berbohong membawa nama Presiden di depan publik.

Tapi…. Ada tapinya nih.

Sekalipun saya menilai Adian tak mungkin berbohong soal Presiden meminta nama-nama pada Adian, saya tetap punya kritikan untuk Bang Adian.

Saya menyayangkan cara Adian mengkritik Erick. Seharusnya Bang Adian memanfaatkan jalur DPR untuk menanyakan segala sesuatu yang dirasa janggal pada Erick selaku Menteri BUMN dalam rapat kerja DPR, dalam hal ini adalah Komisi VI DPR yang merupakan mitra kerja Menteri BUMN.

Taruhlahpun Adian yang saat ini tercatat sebagai anggota Komisi VII DPR yang memiliki ruang lingkup tugas di bidang energi, riset dan teknologi, serta lingkungan hidup tidak bersinggungan langsung dengan Menteri BUMN, Adian sangat bisa mengandalkan kolega-koleganya yang ada di Komisi VI untuk menyampaikan semua pertanyaan dan uneg-uneg Adian.

Dengan demikian, sekalipun Erick dianggap salah melanggar prosedur, Erick tetap punya hak untuk memberi jawaban sekaligus penjelasan mengenai alasannya mengambil langkah-langkah seperti itu. Komunikasi dua arah seperti ini sangat perlu untuk bisa tahu duduk perkara yang sebenarnya, sekaligus untuk mengetahui masalah dan kesulitan teknis apa yang sedang dihadapi Erick di lapangan. Komunikasi duduk bersama dalam raker seperti ini yang tidak saya lihat dilakukan oleh Bang Adian. Adian langsung mengkritik Erick secara terbuka di media. Tak heran jika jadi perang sengit seperti ini.

Saya tidak sedang membela Adian maupun Erick. Saya sadar sepenuhnya mereka berdua punya kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Dalam penilaian saya, Adian lupa jika Erick itu pengusaha elite, bukan aktivis yang terbiasa bicara ngablak to the point apa adanya. Erick juga lupa jika Adian itu aktivis yang terbiasa turun langsung di jalanan. Semoga bahasa saya yang sangat terbatas dalam menjelaskan ini bisa dimengerti oleh kita semua.

Dari sinilah saya akhirnya jadi menikmati perang terbuka di antara mereka. Karena pada dasarnya saya tahu mereka berdua berjuang bersama Jokowi untuk Indonesia yang lebih baik lagi ke depannya. Saya sama sekali tidak meragukan itu. Jika perang terbuka ini justru bisa menjadi sarana cek dan ricek sekaligus koreksi bagi BUMN agar bisa lebih baik lagi ke depannya ya silakan dilanjutkan. Selama tidak merembet ke masalah personal ya monggo.

Akhirnya saya bisa mengambil kesimpulan. Perang terbuka antara Erick dan Adian ini justru bagus karena akan membuka kotak Pandora yang sekian lama tertutup. Dengan demikian, ular-ular beludak yang sebelumnya bersembunyi dalam semak belukar yang akhirnya tersibak gara-gara pertarungan dua panglima ini akan keluar dengan sendirinya.

Sebab jika sampai saat ini Jokowi belum turun tangan menghentikan perang terbuka antara Adian dan Erick, itu berarti Jokowi sedang menguji kedua panglimanya. Menguji daya juangnya, menguji kedisiplinannya, menguji ketenangannya, menguji kepatuhannya, menguji kebijakannya, sampai menguji pengorbanannya.
Jokowi Sedang Menguji 2 Panglimanya

Sudah Saatnya! Ganti Menag Fachrul Razi Dengan Yenny Wahid!

Ketika Presiden Jokowi mengumumkan bahwa Jenderal (Purn) TNI Fachrul Razi yang ditunjuk menjadi Menteri Agama (Menag) pada bulan Oktober tahun lalu, saya sempat senang. Karena saya berharap dengan adanya seorang jenderal, jadi relevan dengan tujuan Presiden Jokowi memberantas radikalisme yang sudah menjalar ke mana-mana. Penetrasi paham kekhilafahan yang sudah masif perlu langkah tegas untuk membendungnya, hingga membasminya. Rasanya pas lah jika ada seorang jenderal yang jadi ujung tombak pemerintahan Presiden Jokowi. Termasuk untuk mengurusi berbagai kasus intoleransi di berbagai daerah. Saya kira waktu itu penunjukan Fachrul Razi merupakan langkah yang sangat tepat dan telak. Eeh, ternyata saya keliru.

Memang tidak semua tindakan Menag Fachrul Razi salah. Ada juga yang menurut saya sudah benar. Di antaranya gagasan sertifikasi penceramah untuk merespons gerakan radikalisme yang sudah masuk ke mimbar-mimbar masjid. Lalu penerbitan aturan yang mengharuskan pendaftaran Majelis Taklim di kantor Kementrian Agama untuk dapat Surat Keterangan Terdaftar. Kemudian perombakan 155 buku pelajaran agama Islam karena mencantumkan konten khilafah. Ini juga disertai dengan revisi konten-konten ajaran terkait khilafah dan jihad dalam pelajaran agama Islam di madrasah Sumber. Kebijakan ini menurut saya sudah tepat, sudah di jalan yang benar. Memang bukan asli dari Menag Fachrul Razi, karena kebijakan itu sudah dirumuskan sejak masa Menteri Agama sebelumnya.

Sayangnya, kebijakan yang muncul belakangan, yang asalnya benar-benar dari Menag Fachrul Razi sungguh mengecewakan. Katanya memerangi radikalisme, tapi ternyata Menag Fachrul Razi sendiri yang memberikan rekomendasi untuk perpanjangan surat keterangan terdaftar (SKT) ormas paling radikal di negeri ini, FPI. Katanya karena FPI sudah menandatangani surat pernyataan mengakui Pancasila dan NKRI, jadi Menag Fachrul Razi memberikan rekomendasi tersebut kepada Mendagri. Waduhh, di mana komitmennya? Ternyata Menag Fachrul Razi memang akrab dengan FPI. Bahkan Menag Fachrul Razi berani memastikan bahwa soal khilafah yang ada dalam AD/ART FPI berbeda dengan HTI Sumber. Padahal namanya khilafah ya tetap saja khilafah. Sekali dicantumkan, konsepnya bisa ditarik ulur oleh yang berkepentingan. Mau dihias dengan berbagai kata, visi dan misi, tetap saja khilafah. Masak seorang Menag tidak paham?

Blunder yang paling epic, adalah ketika di berbagai media terkutip pernyataan Menag Fachrul Razi soal pemulangan 600 pengikut ISIS eks WNI. Seakan menegaskan bahwa ini lah langkah pemerintah Presiden Jokowi, yakni membuka pintu seluas-luasnya buat 600 eks WNI itu untuk pulang ke Indonesia. Kutipan pernyataan Menag ini langsung jadi kontroversi. Apalagi dikutipnya bukan hanya di satu momen saja, bahkan berkali-kali. Belakangan diketahui bahwa Menag Fachrul Razi sebenarnya mengutip pernyataan salah seorang Deputi BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) di sebuah seminar. “Kesalahan fatal yang dilakukan oleh Fachrul Razi adalah mengamplifikasi pernyataan Deputi BNPT tersebut berulang-ulang di setiap kesempatan tanpa penjelasan yang memadai. Terakhir disampaikan Fahrul Razi pada saat deklarasi Ormas Pejuang Bravo Lima (PBL) di Ancol Sabtu (01/02/2020),” tutur Rudi S Kamri, seorang pengamat politik Sumber. Polemik soal kepulangan 600 anggota ISIS eks WNI ini berputar-putar tidak karuan, hingga akhirnya dihentikan sendiri oleh Presiden Jokowi. Memalukan memang.

Ini seakan jadi konfirmasi bahwa sudah saatnya Presiden Jokowi me-review kinerja Menag Fachrul Razi. Tentu saja, pandemi Covid-19 mengubah segala rencana. Saya berusaha memahami itu. Pada awal-awal pandemi masuk ke Indonesia, sangat sulit untuk melakukan hal lain. Pemerintah fokus pada pandemi Covid-19. Baru pada akhir Juni, isu reshuffle kembali muncul dengan dirilisnya video kegeraman Presiden Jokowi atas kinerja menteri-menterinya yang minus. Kita pun berharap, reshuffle bukan sekedar isu, namun pasti akan dilakukan dalam waktu dekat ini.

Seandainya reshuffle ini dilakukan, tentunya saya mengusulkan untuk menuntaskan urusan Menag Fachrul Razi. Yakni mengganti dengan yang lebih capable. Yang lebih berkomitmen terhadap pemberantasan radikalisme. Pilihan saya adalah Yenny Wahid. Sejak selesainya hari pencoblosan Pilpres 2019 dan dirilisnya berbagai hasil quick count yang menunjukkan kemenangan pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin, nama Yenny Wahid sudah disebut-sebut sebagai calon menteri. Saya pun mengira ada posisi menteri yang akan diamanatkan pada Yenny Wahid.

Banyak pihak yang mengakui kemampuan Yenny Wahid di bidang sosial, pendidikan dan keagamaan. Namun, Yenny Wahid sendiri tidak mau memikirkan soal jabatan menteri. “Misi perjuangan saya adalah membantu mengantarkan Pak Jokowi jadi presiden yang kedua kalinya dan alhamdulillah hampir berhasil," tegas Yenny pada bulan Mei 2019 Sumber. Bahkan Yenny sempat mengingatkan para petinggi NU untuk tidak terjebak pada retorika seolah-olah dianggap menuntut kursi menteri Sumber.

Yaa kalau yang diajukan adalah orang yang memang punya kapabilitas, kenapa tidak? Kita paham juga bahwa ada kursi menteri yang diberikan karena ada kompromi di baliknya. Tentunya dengan ada penegasan soal komitmen terhadap pekerjaan. Jangan malah bikin blunder atau kerja asal-asalan. Sesuatu yang saya kira tidak akan dilakukan oleh seorang Yenny Wahid. Semoga pergantian ini tidak akan lama lagi.
Sudah Saatnya! Ganti Menag Fachrul Razi Dengan Yenny Wahid!

TPK Bukan Euforia Seword, Percayalah!

TPK atau Terapi Plasma Konvalesen masih berjuang untuk dapat diterima di negeri ini. Miris, padahal yang dibicarakan di sini adalah nyawa manusia. “Satu nyawa itu berharga,” begitu ucapan Dokter Theresia Monica Rahardjo anak bangsa yang menjadi inisiator TPK.

Menyedihkannya negeri ini terlihat lebih memilih melihat nyawa berjatuhan ketimbang menerima TPK sebagai keberhasilan menangani Covid untuk pasien kritis. Lebih tragisnya lagi, fakta di lapangan sikap mendiskreditkan justru ditemui dikalangan tenaga medisnya sendiri. Kebayang dong, jika tenaga medis saja keberatan dengan TPK, lalu bagaimana dengan masyarakat awam diharapkan bisa mengerti. Belum lagi menyebutkan fakta-fakta di lapangan pasien positif kesulitan meminta plasma darah secara otonom, dengan alasan penelitian. Kocak, kenapa semuanya dibikin ngebulet? Ada apa dengan negeri ini?

Sebagai penulis Seword, sedikit banyak kami mengikuti perjalanan TPK, dan kerinduan kami negeri ini menjadi trendsetter menang atas Covid dengan TPK. Sayang kerinduan itu tidak terwujud. Sementara saat ini beberapa negara sudah menjalankan TPK! Lihat saja India, Iran, dan Australia yang sudah menjadikan TPK sebagai kunci menekan kematian akibat Covid.

Sedangkan kita justru sibuk berkutat atau mungkin adu kepentingan diatas pertaruhan nyawa pasien positif yang ingin hidup? Ngeselinnya lagi seolah TPK ini hanya ramai di Seword karena buktinya belum diterima secara nasional, dan belum ada fakta pasien sembuh berkat TPK? Begitulah suara fals di masyarakat yang sayup tapi bikin kesel penulis.

Pendapat seperti ini mirip orang hidup tapi jiwanya mati. Harusnya, justru pertanyaannya kenapa hanya kami yang memperjuangkan TPK, sementara nyawa-nyawa itu pun kami tidak kenal. Ingat yah, fakta mereka memiliki kesempatan hidup lewat TPK itu adalah hak mereka! Lalu dimana salah dan masalahnya sehingga begitu sulit menerima TPK, hingga terkesan euforia ini hanya ramai di Seword?

Sekalipun begitu kondisinya, beberapa rekan penulis sudah menuliskan kesaksian seorang pasien yang sembuh berkat TPK. Pasien tersebut pada tanggal 27 Juli diberikan ventilator, lalu selama 3 hari mendapatkan 2 kantong plasma 200 cc dari donor yang sudah sembuh. Kemudian tanggal 30 Juli ventilator dilepas, dan pasien dinyatakan sembuh lewat hasil konversi dari positif menjadi negatif Covid.

Hal lain, di artikel ini penulis juga mengangkat cerita seorang kerabat yang mengomentari kematian seorang dokter yang merupakan tenaga medis di sebuah rumah sakit di Medan. Jujur saat pertama mengetahui kejadian tersebut lewat video yang beredar, hati penulis terenyuh. Mendadak hambar ketika mengetahui bahwa rumah sakit tersebut adalah satu dari sekian rumah sakit yang menolak TPK. Lebih (maaf) kehilangan respek lagi, menurut kerabat penulis konon kabarnya bahwa mati syahid menjadi pilihan dokter bersangkutan.

Sebagai orang awam, penulis tidak mengerti bagaimana mungkin di saat TPK bisa memberikan harapan kesembuhan, masih ada tenaga medis yang lebih memilih mati syahid? Menghormati keputusannya (jika itu benar), tetapi bukankah nyawa itu harus diperjuangkan, walau penentu akhirnya adalah Sang Khalik. Jadi kenapa harus menyerah? “Cerita” apa semua ini sehingga nyawa harus berjatuhan demi kepentingan yang entah milik siapa.

Inilah yang terjadi pada akhirnya di masyarakat saat penulis mencoba berbagi video kesaksian orang yang menang atas Covid. Beberapa pertanyaan datang, termasuk juga komentar konyol yang sempat mempertanyakan keyakinan Dok Mo. Dubrakkk…apakah ini menjadi penting dan jadi pertimbangan nomor 1 ketimbang memperjuangkan nyawa dari orang-orang terkasih kita?

Inilah fakta-fakta menyedihkan akibat TPK “dianaktirikan” di negeri ini dengan segala bumbu dalam kemasan aneka rasa. Entah itu masih diteliti, belum ada bukti dan terkonyol yang bikin penulis mules adalah kalah pamor dengan kalung minyak kayu putih hasil penelitian Kementrian Pertanian.

Ini kebangetan sekali, mau sampai kapan kita tutup mata sementara nyawa terus berjatuhan. Jika mati menjadi pilihan konyol beberapa kelompok. Setidaknya biarkan juga hidup menjadi pilihan mereka yang mencoba lewat jalur otonom, atau mereka yang berjuang untuk hidup. Jangan korbankan nyawa siapapun karena ulah arogansi para tenaga medis yang mungkin terusik kepentingan atau kenyamanannya. Masyarakat harus dicerdaskan, dan diberikan hak hidup!

Aneh, seaneh-anehnya sejauh ini hanya segelintir dokter dan tenaga medis yang lantang bersuara dan pasang badan untuk terapi plasma. Padahal terapi ini ratusan tahun lalu pun sudah dilakukan, karena terbukti hasilnya dan murah dari segi biaya. Inilah juga yang digagas kembali oleh Dok Mo. Tetapi kemana yang lain, ada apa dengan mereka? Miris!

Menyerah tidak untuk Indonesia. Seperti dikatakan oleh Dok Mo, “Jangan pernah lelah terhadap sesama, karena Tuhan tidak pernah lelah terhadap kita.” Setidaknya itulah nilai yang diyakininya bersama mereka para dokter yang berani bersuara lantang memperjuangkan TPK demi nyawa agar tidak terhilang.

Percayalah, memperjuangkan TPK dengan terus bersuara dan mensosialisasikannya bagi Seword murni atas dasar kemanusiaan. Tidak ada yang lebih indah melihat mereka terbebas dari maut, dan melihat Indonesia menerima TPK sebagai harapan untuk menekan kematian akibat Covid-19. Terpujilah Tuhan.

TPK Bukan Euforia Seword, Percayalah!

Sumber Utama : https://seword.com/umum/tpk-bukan-euforia-seword-percayalah-7dNj8hPnhH

Re-post by MigoBerita / Senin/03082020/12.04Wita/Bjm

Baca Juga Artikel Terkait Lainnya