» » » » » » » » » » Jangan jelekkan negara sejiran Malaysia, tapi Buktikan kalau kita Indonesia memang bermental JUARA

Jangan jelekkan negara sejiran Malaysia, tapi Buktikan kalau kita Indonesia memang bermental JUARA

Penulis By on Sabtu, 26 Agustus 2017 | No comments

Laporan Dari Kuala Lumpur

Tak Melulu soal Bendera Terbalik, SEA Games 2017 Juga Punya Wajah Berbeda

Kuala Lumpur - SEA Games 2017 Kuala Lumpur sudah memunculkan serial drama di dalam dan luar arena pertandingan. Tapi, Malaysia juga mampu menyuguhkan pelajaran berharga yang bisa jadi Indonesia kalah soal hal-hal lainnya.
Gelaran SEA Games 2017 sudah separuh jalan. Ada cerita-cerita mengharukan dan menyenangkan seperti raihan emas dari atlet-atlet muda Indonesia, ada pula kisah pahit dan getir misalnya bendera terbalik dan dugaan kecurangan di nomor-nomor tak terukur.


Dengan riwayat hubungan kedua negara yang kerap panas mulai dari isu perbatasan, klaim-mengklaim, pada akhirnya sebagian masyarakat Indonesia lebih tersita perhatiannya ke kisah-kisah yang kurang sedap. Kalau sudah begitu, biasanya yang terjadi adalah penggeneralisasian: Malaysia negara curang lah, menghalalkan segala cara untuk jadi juara lah, tuan rumah yang payah lah, dan sebagainya.
Memang mudah berpikir demikian, apalagi kalau tak berada di arena secara langsung. Padahal, di Kuala Lumpur sendiri ya tak terlalu buruk.
Ya memang ada beberapa kejadian tak mengenakkan. Saya menyaksikan dengan mata kepala sendiri ketika ganda putra silat Hendy dan Yolla Primadona Jumpil tampil begitu gemilang, 'dibuat' kalah oleh juri yang memenangkan ganda Malaysia.
Saya merekam sendiri keduanya menangis setelah berada di balik arena dan menyadari dibuat kalah. Saya pikir tangisan itu amat wajar mengingat mereka atlet level dunia yang punya jiwa kompetitif yang tinggi.
Sebelum pertandingan pun, kami, beberapa wartawan Indonesia, dipersulit masuk ke zona media di venue pencak silat itu tanpa alasan yang jelas.
Masih ada banyak hal tak sedap lagi untuk diceritakan, termasuk soal pelayanan terhadap atlet yang dikeluhkan kurang oke. Yang jadi pertanyaan: terus mau ngapain?
Justru isu ini seharusnya menjadi penting untuk Indonesia karena tengah mempersiapkan diri menjadi tuan rumah Asian Games 2018. Apalagi tugas Indonesia sebagai host pada Asian Games 2018 nanti diprediksi bakal lebih berat dengan menggelarnya di dua kota yang berbeda provinsi dan bahkan berada pada pulau yang berbeda.
Catatan-catatan buruk di Kuala Lumpur harus diingat betul, semata-mata agar kita tak sampai melakukan keburukan-keburukan yang sama. Akan sangat memalukan kalau sampai kita koar-koar soal ketidakadilan dan kejelekan di SEA Games 2017, tapi melakukan kesalahan serupa di Asian Games.
Di luar noda-noda penyelenggaraan sendiri, banyak juga kok yang positif di SEA Games kali ini. Tak hanya satu tapi ada beberapa hal.

Transportasi Umum dan Bebas Macet
Akses dan transportasi ke venue-venue terbilang oke. Kuala Lumpur tak semacet Jakarta, bahkan ketika bepergian dengan kendaraan roda empat. Supir-supir transportasi online di sini melongo ketika diberi tahu kalau menjadi sebuah hal yang lumrah antrean kendaraan di jalanan Jakarta 'parkir' selama 2-3 jam karena macet.
Mereka juga memiliki pilihan moda transportasi publik yang lebih beragam. Ada MRT, LRT, monorel, hingga bus. Mereka tak lantas terkejut dengan kedatangan 4.000 atlet dalam waktu bersamaan. Belum ketika jumlah itu digandakan dengan suporter dari masing-masing cabang olahraga yang jumlahnya bisa berkali lipat.
Saat kita masih khawatir terkena macet dan menyiapkan uang ekstra untuk membayar tol dari dan ke bandara Soekarno Hatta, di sini kereta dari bandara tersedia ke dan menuju tengah kota.

Relawan yang Tangkas
Kemudian, relawan-relawan di sini pun sangat sigap membantu. Mulai dari menyambut sejak di bandara, membantu mencari layanan internet terbaik, memberi petunjuk cara paling ideal dan tercepat menuju ke arena pertandingan.
Satu pengalaman paling mengesankan saya dapatkan saat relawan bagian media yang membantu kami, beberapa wartawan Indonesia, menerobos keamanan di arena silat, ketika dipersulit menyaksikan Hendy dan Yolla tampil. Mereka sempat berdebat dengan keamanan yang entah kenapa menghalangi kami masuk ke tempat duduk media.
Peran relawan itu akhirnya berhasil memuluskan langkah kami untuk bisa melihat tangis Hendy dan Yolla.

Relawan Khusus Siaga Sampah
Soal relawan, kami sempat mengobrol santai dengan dua relawan, Ahmad Imran dan Muhammad Dalil Amin Shobri, yang mengantarkan ke masjid untuk salat Jumat. Di tengah antusiame bertanya-tanya soal Indonesia, Imran dan Dalil menjelaskan ada setidaknya dua jenis relawan, yakni umum dan relawan urusan sampah.
Relawan umum mengurusi mulai penyambutan atlet dan ofisial, akreditasi, informasi venue, dan urusan-urusan umum di arena. Sementara relawan urusan sampah mengurusi...ya sampah.
Mereka akan berkeliling membawa alat penjepit dan kantong besar, untuk mengambil sampah-sampah yang terjatuh. Menariknya, relawan jenis kedua ini tak banyak bekerja. Sebab, di berbagai arena nyaris tak ada sampah berserakan.
Soal sampah, ini terkait perilaku juga sebenarnya. Masyarakat Malaysia sepertinya sadar betul akan kebersihan sehingga tak ada yang buang sampah sembarangan. Dan pemerintahnya mendukung hal tersebut dengan banyaknya tempat sampah di berbagai tempat dan dibedakan jenis-jenisnya. Di area stadion Bukit Jalil misalnya, tempat sampah bisa ditemui tiap beberapa langkah saja, kurang lebih per 2-3 meter.
Apapun itu, kinerja relawan sejauh ini bisa dibilang oke. Tapi, benarkah mereka bekerja dengan sukarela tanpa bayaran? Ya jelas tidak dong, hari gini kok ada yang cuma-cuma.
Dari Imran dan Dalil, saya akhirnya tahu relawan dibayar 50 ringgit atau sekitar 150 ribu. Terlihat banyak? Jangan salah, biaya hidup di sini tinggi. Makan di arena pertandingan bisa menguras 8-15 ringgit sekali makan.
Informasi soal bayaran ini sebelumnya amat sulit didapatkan. Beberapa relawan tak mau mengungkapkannya, karena memang dilarang sih. Namun terlepas dari dibayar atau sukarela, yang jelas ukurannya adalah bagaimana mereka bekerja. Satu lagi nilai plus relawan SEA Games 2017: sebagian besar cukup mahir berbahasa Inggris.
Intinya adalah, memang gelaran SEA Games 2017 tak mulus. Tapi yang terpenting adalah Indonesia harus melihat gambar besarnya, karena kita akan menggelar Asian Games tahun depan. Jangan sampai hari ini kita mencemooh tetangga, eh malah lebih kacau saat gantian jadi tuan rumah.
Asian Games 2018 nanti akan jadi cerminan wajah Indonesia sebagai bangsa. Butuh kerja sama dan kerja keras pemerintah dan masyarakat untuk jadi tuan rumah yang baik dan fair. Inilah kesempatannya untuk menunjukkan ke Malaysia: gini lho kalau mau jadi tuan rumah.
Kalau sekarang lihat SEA Games 2017 banyak yang tak beres, cukup bilang saja: Eta terangkanlah!
Tak Melulu soal Bendera Terbalik, SEA Games 2017 Juga Punya Wajah Berbeda  
Suporter Malaysia di SEA Games 2017 Kuala Lumpur. (dok. MASOC)
Upacara pembukaan SEA Games 2017 Kuala Lumpur.
Upacara pembukaan SEA Games 2017 Kuala Lumpur. Foto: dok. MASOC 
Tak Melulu soal Bendera Terbalik, SEA Games 2017 Juga Punya Wajah Berbeda 
Atsmofer di area stadion Bukit Jalil, Kuala Lumpur yang menjadi 
venue pembukaan SEA Games 2017. (dok. MASOC) 

Tak Melulu soal Bendera Terbalik, SEA Games 2017 Juga Punya Wajah Berbeda 
Foto: dok. MASOC

Sumber Berita : https://sport.detik.com/sport-lain/d-3615739/tak-melulu-soal-bendera-terbalik-sea-games-2017-juga-punya-wajah-berbeda

Re-Post by http://migoberita.blogspot.co.id/ Sabtu/26082017/15.36Wita/Bjm 
Baca Juga Artikel Terkait Lainnya