Dikenal sebagai Pemimpin Sederhana dan Jujur, Ahmadinejad Tiba-tiba Ditangkap Pemerintah Iran
BANJARMASINPOST.CO.ID, TEHERAN - Pemerintah Iran dikabarkan menangkap mantan presdien Mahmoud Ahmadinejad di kota Shiraz karena dianggap memicu kerusuhan dan demonstrasi.Pemerintah menyebut, pernyataan Ahmadinejad yang dia sampaikan di kota Bushehr adalah penyebab merebaknya unjuk rasa di negeri itu.
Harian Al-Quds Al-Arabi, koran berbahasa Arab terbitan London, mengutip sejumlah sumber menyebut, pemerintah berencana menempatkan Ahmadinejad dalam tahanan rumah dengan persetujuan Ayatollah Ali Khamenei.
Saat berkunjung ke kota Bushehr pada akhir Desember lalu, Ahmadinejad mengatakan, Iran menderita akibat "salah urus".
Ahmadinejad menambahkan, pemerintahan Presiden Hassan Rouhani menganggap diri sebagai penguasa dan sama sekali tak memedulikan rakyat.
"Beberapa orang pemimpin saat ini hidup terpisah dari berbagai permasalahan rakyat dan tidak mengetahui kondisi masyarakat yang sesungguhnya," tambah Ahmadinejad seperti dikabarkan harian tersebut.
Pemerintah Iran kemudian menuduh Ahmadinejad memicu lebih banyak unjuk rasa. Tuduhan serupa juga dilontarkan kepada politisi Mehdi Karroubi dan mantan perdana menteri Mir-Hossein Mousavi.
Dalam sebuah pernyataan yang direkam video, Ahmadinejad juga melontarkan kritiknya kepada Amole Larijani, kepala sistem peradilan Iran.
"Saya tak punya anak yang menjadi mata-mata Barat, saya tak punya saudara yang menyelundupkan berbagai barang, dan saya tidak mencuri tanah untuk memelihara ternak," ujar Ahmadinejad.
Aksi unjuk rasa yang saat ini terjadi dianggap sebagai yang terbesar dalam hal menentang pemerntahan Iran sejak Gerakan Hijau pada 2009, setelah Ahmadinejad terpilih kembali menjadi presiden.
Hingga Minggu (7/1/2017), unjuk rasa di Iran sudah memasuki hari kesebelas dan belum menunjukkan tanda-tanda akan berhenti meski sudah mengakibatkan 50 nyawa melayang. (KOMPAS.com)
AP
Mahmoud Ahmadinejad
Saat Ini Rakyat Iran Panik
BANJARMASINPOST.CO.ID - SERANGAN ganda dengan sasaran Parlemen Iran dan makam Ayatollah Khomeini di ibu kota negara Teheran, pada Rabu (7/6), benar-benar membuat terkejut rakyat Iran maupun orang asing di sana.
Hal itu disebabkan selama ini Iran relatif aman dibanding negara-negara di kawasan Timur Tengah.
“Selama ini Iran secara keseluruhan relatif cukup aman dibanding negara-negara Timur Tengah atau sekitarnya. Tentu kejadian ini cukup mengejutkan tidak hanya bagi masyarakat Iran tetapi juga bagi warga asing di Iran,” kata Dedi Yanuarti, Kepala Protokoler dan Konsuler di KBRI Teheran seperti dilaporkan BBC Indonesia, Rabu.
Serangan di gedung parlemen, menurut Wakil Menteri Dalam Negeri Mohammad Hossein Zolfaghari, dilakukan oleh orang-orang bersenjata menyamar dengan memakai baju perempuan dan menerobos ke gedung serta melepaskan tembakan.
Seorang perempuan yang diduga sebagai salah satu penyerang dilaporkan menembak sejumlah orang sebelum meledakkan bom bunuh diri.
Sejauh ini jumlah korban yang tewas dilaporkan mencapai 12 orang dan banyak lainnya cedera. Kelompok yang menyebut diri Negara Islam (ISIS) mengklaim bertanggung jawab atas dua serangan di ibu kota Iran tersebut.
Jika klaim ISIS benar, maka serangan ini menjadi serangan ISIS pertama di wilayah Iran yang mayoritas penduduknya memeluk Islam Syiah. ISIS menganggap Syiah sebagai ajaran yang menyimpang dan harus diperangi.
Seorang warga Teheran, Fatar, menuturkan ia bersama para anggota keluarganya terkejut dan khawatir dengan terjadinya peristiwa terbaru ini.
“Mereka terkejut karena ini pertama kali serangan ISIS terjadi di Iran. Karena itu, mereka terkejut dan panik. Mengapa seperti itu?” ujar Fatar.
Yang membuat warga terkejut, tambah Fatar yang fasih berbahasa Indonesia, adalah selama ini mereka menganggap ISIS tidak beroperasi di negara mereka.
dokumen
BPost edisi Kamis (8/6/2017)
Ada Apa dengan Iran?
(Copas dari Fanpage) Selamat tahun baru, teman-teman. Sebenarnya, tahun baru ini ingin istirahat dulu, tidak banyak menulis di medsos karena sedang banyak kerjaan di ‘dunia nyata’.Tapi melihat ZSM hore-hore mengomentari demo di Iran, saya merasa perlu nulis juga deh. Apalagi banyak yang bertanya-tanya juga, apa yang sebenarnya terjadi? Yang saya tulis ini, infonya dari media-media Iran. Kenapa kok bukan BBC atau CNN? Lha kalau itu kan Anda sudah baca? Biasanya orang membaca tulisan saya karena ingin mendapatkan versi anti-mainstream kan? ^_^
Langsung saja. Begini, setiap tanggal 30 Desember (dalam kalender Iran, ‘9 Dey’) warga Iran di berbagai kota berdemo untuk mengenang peristiwa 30 Desember 2009. Istilahnya, “Demo 9 Dey”.
Pada tanggal itu, pemerintah Iran resmi menyatakan bahwa upaya kudeta yang dilakukan kelompok Mir Mousavi sejak Juni 2009 sudah gagal total. Mir Mousavi adalah kandidat presiden, lawan dari Ahmadinejad. Gaya kampanyenya mirip-mirip kelompok tertentu di Indonesia, “Kalau saya sampai kalah, artinya ada kecurangan!”
Eh, ternyata dia benar-benar kalah. Dengan segera, ia menuduh ada kecurangan. Pemerintah AS pun –anehnya (atau “pantas saja”) langsung bersuara seragam dengan Mousavi, “Kami tidak mengakui hasil pilpres Iran!” Pengakuan atau penolakan AS jelas tidak berefek apapun. Ahmadinejad tetap jadi Presiden Iran untuk periode kedua.
Mir Mousavi lalu menggalang aksi-aksi demo yang anarkis, sampai membakar sebuah TK, masjid, dan akibatnya korban jiwa berjatuhan. Media massa dunia saat itu pun heboh sekali, seperti sekarang ini.
Prof James Petras dari AS menulis, “Media Barat berpegang pada reporternya yang meliput langsung demonstrasi kaum oposan di Iran, namun mereka mengabaikan demosntrasi balasan yang lebih besar lagi, yang dilakukan oleh pendukung Ahmadinejad. Lebih buruk lagi, media Barat mengabaikan komposisi sosial para pelaku demonstrasi. Mereka mengabaikan fakta bahwa Ahmadinejad meraih dukungan dari kaum pekerja miskin, petani, tukang, dan pekerja publik, yang jumlahnya jauh lebih banyak dari kaum oposan yang datang dari kalangan mahasiswa kelas (ekonomi) menengah ke atas, kaum bisnismen, dan kaum professional.”[1]
Tapi akhirnya, gerakan yang meniru-niru “Revolusi Berwarna” ala Balkan (di Iran, mereka menggunakan simbol warna hijau) ini bisa ditaklukkan secara resmi pada 30 Desember 2009.
Nah, tanggal 30 Desember 2017, demo memperingati “kemenangan sistem” kembali digelar. Persiapan dan sosialisasinya sudah berlangsung jauh-jauh hari, sehingga warga memang sudah siap demo.
Tapi, tanggal 28 Desember (Kamis) tiba-tiba muncul demo di kota Mashad (disusul di beberapa kota lain). Sebagian peserta demo adalah orang-orang yang mengira ini rangkaian demo “9 Dey”. Tapi sebagian yang lain memang berdemo untuk memprotes kondisi ekonomi yang semakin sulit.
Perlu diketahui, akibat embargo luar biasa dari AS, Iran kesulitan memajukan perekonomiannya. Selain itu, Presiden Rouhani (dia ini presiden dari kubu ‘reformis’ yang lebih disukai Barat dan memang punya kecenderungan untuk berbaik-baik dengan Barat) memang payah kinerja ekonominya. Harga-harga pangan di Iran semakin naik, berbagai subsidi dikurangi, dan nilai tukar ke dollar juga terus jatuh.
Sama sekali tidak aneh bila warga berdemo memprotes pemerintah, menuntut perbaikan ekonomi. Di negara-negara lain demo seperti ini dianggap biasa kan?
Cuma, yang aneh adalah ketika Trump pada Januari 2017 mengambil kebijakan rasis, melarang orang Iran masuk ke AS; tapi di Desember 2017 tiba-tiba ia berkata, “AS berdiri bersama rakyat Iran.”
Yang aneh adalah ketika ditemukan demonstran bersenjata, serta provokator-provokator yang ternyata berpaspor ganda. Ada sekitar 50 orang ditahan oleh polisi Iran karena kasus ini.
Yang aneh adalah ketika BBC dan CNN mengambil posisi “terdepan mengabarkan” [atau mengaburkan?]. Kedua media ini yang paling masif mengulang-ulang narasi ‘rakyat Iran berdemo menginginkan pergantian rezim’. Meski tetap berusaha sok ‘cover both side’ dengan mencantumkan kalimat “Sebagian besar informasi tentang apa yang sedang terjadi bertebaran di media sosial, sehingga sulit untuk mengkonfirmasinya”, namun kalimat ini tenggelam di tengah banjir disinformasi yang mereka lakukan. [2]
Yang mengikuti konflik Suriah, akan sangat-sangat familiar dengan gaya reportase ala BBC dan CNN ini.
Selain itu, persis seperti Suriah, tweet-tweet yang ‘memberitakan’ sikon di dalam negeri justru lebih banyak berbahasa Inggris, dikirim dari luar negeri.
Dan terakhir, perlu dicatat: tanggal 30 Desember 2017, “Demo 9 Dey” tetap berlangsung, jauh lebih masif, diadakan di 1200 titik di seluruh penjuru Iran. Foto-foto yang dirilis media Iran memperlihatkan lautan manusia membanjiri jalanan. Dan spanduk yang mereka bawa bertuliskan: Marg Bar Amrika, Marg Bar Inggilis, Marg Bar Fitnegar (matilah Amerika, matilah Inggris, matilah para pembuat konspirasi).
Apakah demo masif pro-sistem ini diberitakan dengan proporsional oleh BBC dan CNN (dan kawan-kawannya, termasuk media-media Indonesia yang selama ini memang hanya copas-terjemah dari media Barat?]. Tentu tidak.[]
—
[1] https://dinasulaeman.wordpress.com/2009/06/23/kebohongan-kecurangan-pemilu-oleh-prof-james-petras/
[2] https://www.tempo.co/bbc/629/iran-dilanda-demo-anti-pemerintah-aksi-kekerasan-mulai-terjadi
NB: Karena sistem pemerintahan Iran unik, perlu saya jelaskan: saat saya menulis demo memprotes ‘pemerintah’, maka yang dimaksud adalah ‘eksekutif’, yaitu Presiden dan timnya. Seperti saya bilang, Rouhani memang payah kinerja ekonominya, jauh beda dengan era Ahmadinejad. Tapi, ketika saya sebut ‘demo pro-sistem”, artinya demo mendukung sistem Pemerintahan Islam [tidak peduli siapa presidennya]. Sebaliknya, ketika media Barat menyebut “rakyat Iran menghendaki perubahan rezim”, yang mereka maksud adalah “perubahan sistem” [dari pemerintahan Islam ke pemerintahan liberal].
Untuk memahami struktur pemerintahan Iran, baca tulisan saya: “Sistem Demokrasi Ala Iran” https://dinasulaeman.wordpress.com/2013/11/01/sistem-demokrasi-ala-iran-demokrasi-tangan-tuhan/
==========================
Kenneth Roth dari HRW malah menggunakan foto demo pro-sistem dengan menyebut itu foto demo anti-sistem:
Sumber Berita : https://dinasulaeman.wordpress.com/2018/01/01/ada-apa-dengan-iran/#more-5282
Yahudi Amerika-lah yang Mendorong AS untuk Berperang Lawan Iran
Ada yang bilang: AS itu terlibat di Timteng karena memandang Iran sebagai ancaman keselamatan mereka, karena Iran negara ‘evil’, punya nuklir, dst. Jadi, bukan karena menginginkan minyak. Saya pun teringat pada tulisan dari Philip Giraldi ini.Philip adalah mantan pejabat CIA yang bertugas lebih dari 20 tahun di Eropa dan Timur Tengah di bidang terorisme. Selama 14 tahun, dia menjadi pakar terkemuka di “The American Conservative” (TAC). Tapi setelah menulis artikel yang satu ini (dimuat di unz.com), dia langsung dipecat pihak TAC via telpon.
Saya terjemahkan sebagian ya, soalnya panjang. Tapi segini saja sudah kelihatan kok, ini orang AS sendiri yang nulis, yang menjelaskan bahwa mitos “ancaman Iran” itu dihembus-hembuskan oleh Yahudi Amerika dan merekalah yang selalu mendorong AS untuk berperang melawan Iran.
***
Baru-baru ini saya bicara di sebuah konferensi perang AS dimana
setelah itu seorang pria mendatangi saya dan bertanya, “Mengapa tidak
ada orang yang bicara jujur mengenai gorilla seberat 600 pound di
ruangan ini? Tidak ada yang menyebut Israel dalam konferensi ini dan
kita semua tahu bahwa Yahudi Amerika dengan semua uang dan
kekuasaannya-lah yang mendukung perang di Timur Tengah untuk Netanyahu.
Tidakkah kita harus mulai menyebut mereka dan tidak membiarkan mereka
begitu saja?”Ini adalah pertanyaan dan komentar yang sudah saya dengar berkali-kali sebelumnya dan jawaban saya selalu sama: organisasi apapun yang ingin didengar dalam kajian kebijakan luar negeri tahu bahwa menyentuh Israel dan Yahudi Amerika akan segera mengalami nasib yang tidak jelas. Kelompok-kelompok Yahudi dan para donator kaya tidak hanya mengontrol politisi, mereka memiliki dan menjalankan media dan industri entertainment, yang artinya, pihak yang berani mengganggu mereka tidak akan muncul lagi di media. Mereka amat sensitif pada isu “loyalitas ganda”, terutama karena kenyataannya sangat jelas bahwa sebagian dari mereka hanya punya kesetiaan kepada Israel, bukan AS.
Baru-baru ini, beberapa pakar, termasuk saya, telah memperingatkan akan terjadinya perang dengan Iran. Desakan untuk menyerang Iran berasal dari banyak kalangan, termasuk para jenderal di pemerintahan yang selalu berpikir bahwa langkah pertama menyelesaikan masalah adalah dengan perang, hingga pemerintah Saudi yang ketakutan akan hegemoni Iran, dan, tentu saja, dari Israel.
Tapi yang membuat mesin perang berjalan adalah orang-orang Yahudi Amerika yang telah mengambil alih tugas berat untuk memulai perang dengan sebuah negara yang sebenarnya tidak mengancam Amerika Serikat. Mereka sangat berhasil dalam menciptakan kepalsuan mengenai ancaman Iran, sehingga hampir semua anggota Kongres Republikan dan Demokrat, serta sebagian besar media sedemikian yakin bahwa Iran perlu ditangani dengan tegas, dengan menggunakan serangan militer, dan lebih cepat lebih baik.
Dan ketika mereka melakukannya, poin bahwa hampir semua pembenci Iran adalah Yahudi, hampir terabaikan, seolah-olah fakta ini tidak penting. Tapi, seharusnya ini dianggap penting. Artikel baru di the New Yorker mengenai dihentikannya rencana perang dengan Iran, secara aneh menawarkan bahwa generasi “Iran hawks” (dan menyebut 4 nama, David Frum, Max Boot, Bill Kristol dan Bret Stephens) sebagai kekuatan moderasi dalam penetapan kebijakan mengenai Iran.
Daniel Larison menulis review atas artikel di New Yorker dengan judul “Yes, Iran Hawks Want Conflict with Iran” yang menyebut bahwa keempat ‘elang’ yang disebut itu selama ini membenci perjanjian nuklir dengan Iran dan selalu merekomendasikan serangan militer terhadap Iran. Tidak ada bukti sama sekali bahwa mereka akan menolak opsi serangan militer ke Iran.
Saya akan menambahkan nama-nama lain [orang Yahudi Amerika yang pro perang terhadap Iran], yaitu Mark Dubowitz, Michael Ledeen dan Reuel Marc Gerecht dari “Foundation for Defense of Democracies”; Daniel Pipes dari “Middle East Forum”; John Podhoretz dari majalah “Commentary”; Elliot Abrams dari “Council on Foreign Relations”; Meyrav Wurmser dari “Middle East Media Research Institute”; Kimberly Kagan dari “Institute for the Study of War”; dan Frederick Kagan, Danielle Pletka dan David Wurmser dari “American Enterprise Institute”.
Dan Anda juga bisa memasukkan keseluruhan anggota organisasi seperti The American Israel Public Affairs Committee (AIPAC), the Washington Institute for Near East Policy (WINEP) and the Hudson Institute. Dan yup, mereka semua Yahudi, dan hampir semua dari mereka mendefinisikan diri sebagai kelompok “neo-konservatif”.
Jadi, sangat valid untuk menyatakan bahwa banyak agitasi tentang Iran datang dari Israel dan dari Yahudi-Amerika. Saya berpendapat, hampir semua kemarahan Kongres terhadap Iran berasal dari sumber yang sama, dimana AIPAC mendatangi para pemimpin kita di Potomac dengan “lembaran data” yang menjelaskan bagaimana Iran layak dimusnahkan karena telah berjanji untuk “menghancurkan Israel”.
Ini merupakan kebohongan dan kemustahilan karena Teheran tidak memiliki sumber daya untuk melaksanakan aksi semacam itu. Kebohongan AIPAC kemudian diangkat dan diputar ulang oleh media, di mana hampir setiap “pakar” yang berbicara tentang Timur Tengah di televisi dan radio atau yang diwawancarai koran adalah orang Yahudi.
Silahkan baca selanjutnya di: http://www.unz.com/pgiraldi/americas-jews-are-driving-americas-wars/
—
NB: saya pernah mengupas detil bagaimana pemerintahan Obama didominasi orang Zionis atau yang terkait dg Zionis, di buku “Obama Revealed”. Bukunya sudah sold out. Soft filenya bisa diunduh di sini: http://ic-mes.org/news/unduh-gratis-obama-revealed/
Sumber Berita : https://dinasulaeman.wordpress.com/2017/11/04/yahudi-amerika-lah-yang-mendorong-as-untuk-berperang-lawan-iran/#more-5258
Seruan untuk Rakyat Iran
Oleh: Sami Kleib*Mata Duta Besar Amerika untuk PBB, Niki Haley, nyaris meneteskan air mata saat berbicara tentang kecintaannya kepada rakyat Iran beberapa hari yang lalu.
Dia berkata dengan wajah yang tampak emosional, “Sesungguhnya rakyat (Iran) tengah berjuang dan ingin menentukan nasibnya. Amerika tidak akan diam, dan akan berdiri bersama orang-orang menuntut kemerdekaan.”
Saya teringat pada ucapan yang sama pada tahun 2003 ketika AS dan Inggris menghancurkan Irak dan membunuh satu setengah juta rakyatnya, setengah dari mereka adalah anak kecil. Saat itu AS memberikan dua alasan bohong: menghancurkan senjata penghancur massal dan memerangi Al Qaida. Saya juga teringat ucapan yang sama ketika keputusan diambil AS untuk menghancurkan Suriah, Libya, Yaman, dan sebelum itu, Lebanon.
Agar sejarah kelak tidak menertawakan kita, penting bagi saya untuk menyampaikan beberapa prediksi berikut ini:
1. Beberapa hari ke depan kita akan mendengarkan Donald Trump memutuskan untuk membatalkan kesepakatan nuklir.
2. Setelah itu kita akan mendengarkan diadakannya “muktamar para sahabat rakyat Iran”.
3. Kemudian kita akan menyaksikan di televisi-televisi Barat, Arab, dan Israel, laporan-laporan yang dibuat-buat tentang demo-demo yang sebenarnya tidak ada.
4. Beberapa minggu berikutnya kita akan menyaksikan foto dan video para remaja dan anak-anak kecil mengalami penyiksaan dan kekerasan di Iran, yang kemudian terbukti bahwa laporan-laporan itu dibuat di studio buatan dan rekayasa belaka.
5. Setelah itu, kita akan melihat tingginya tekanan AS terhadap negara-negara Eropa, yang berusaha membuka hubungan ekonomi dengan Iran, dengan tujuan agar mereka menghentikan hubungan itu, dan agar mereka juga meningkatkan sanksi terhadap Teheran dan tokoh-tokoh Iran.
6. Kemudian AS bersama beberapa negara akan meletakkan Pasdaran (Dewan Revolusi Iran) dalam daftar kelompok teroris internasional.
7. Beberapa minggu berikutnya akan diadakan muktamar para oposisi Iran di luar negeri, sebagaimana hal itu pernah dilakukan oleh kelompok oposisi Suriah di luar negeri.
8. Setelah itu akan dituduhkan kepada Iran adanya ledakan di sana dan di sini, atau adanya rudal meledak di sebuah tempat tertentu.
Benar, sebagian rakyat Iran berdemo karena menginginkan perbaikan taraf hidup mereka di tengah kesulitan ekonomi, merosotnya mata uang, serta turunnya daya beli mereka. Benar, sebagian dari mereka berdemo karena ingin memerangi korupsi. Pemerintahan Iran bukanlah pemerintahan yang bersih murni. Para pejabat penting mereka menyadari adanya kekurangan yang cukup besar.
Tapi para pendemo harus ingat bahwa tujuan AS lebih jauh dari sekedar mendukung kebebasan dan demokrasi di Iran. Yang telah diketahui secara luas, Iran telah mengembangkan berbagai bidang ilmu, sains, dan senjata, serta telah berhasil tampil mandiri dalam banyak bidang meskipun ekonominya diboikot selama lebih dari tiga puluh tujuh tahun.
Tujuan Amerika adalah menciptakan kerenggangan sosial di tengah masyarakat Iran dan mengeluarkan Iran secara paksa dari semua urusan luar negeri, khususnya masalah masa depan Palestina. Jika tujuan Amerika adalah menegakkan demokrasi di Iran, banyak negara yang lebih pantas dibantu AS untuk menegakkan demokrasi [yaitu negara-negara monarkhi Arab]. Tapi justru negara-negara itu menjadi sekutu Amerika dan paling dekat dengan Gedung Putih.
Iran terlalu besar untuk dihadapi oleh AS, Israel, dan beberapa negara lainnya. Memerangi Iran secara militer bisa menyebabkan perang besar, sebagaimana disinggung oleh Sayyid Hasan Nasrallah dalam wawancaranya dengan televisi Al Mayadeen. Menekan Iran secara ekonomi juga telah memberikan andil bagi kemandirian mereka dan dalam pengembangan dalam bidang ilmu-saintis, senjata, rudal dan satelit. Pada akhirnya, Iran telah menjadi negara yang sejajar dengan negara-negara besar, dan menjadi negara yang paling mengancam Israel. Upaya untuk mengisolasi Iran melalui Irak, Suriah, dan Lebanon juga mengalami kegagalan.
Karena itu, tidak ada jalan lain untuk menghancurkan Iran kecuali melalui perpecahan di dalam.
Ada yang baru kali ini, yaitu munculnya satu poros yang bergabung bersama Iran, yaitu Rusia, yang memandang bahwa memerangi Iran sama dengan memerangi peranannya di Timur Tengah. Akhir-akhir ini, penasehat utama Trump, Steve Bannon telah mengetuk paku baru di peti mati kekuasaan Trump. Setelah semua ini, apakah AS atau Israel masih berani untuk berhadapan dengan Iran dengan perang milter ?
Seandainya saya berada pada posisi oposisi Iran, saya tidak akan percaya satu huruf pun dari apa yang mereka katakan hari ini, karena besok akan keluar Duta Besar AS, seperti Duta Besar AS terakhir di Suriah, Robert Ford, yang akan menyatakan penyesalannya, “Kami telah melakukan kesalahan, dan kami tidak mengira bahwa Iran sedemikian kuat.”
Wahai rakyat Iran, jagalah negeri kalian. Perbaikilah kekurangan yang ada tanpa bergantung kepada negara-negara yang tidak menyukai kalian, yang membenci pemimpin kalian dan perjuangan kalian. Negara-negara itu hanya menginginkan krisis yang berkepanjangan agar terjadi pertumpahan darah seperti yang terjadi di Suriah.
Sesungguhnya peradaban kalian lebih dulu ribuan tahun dari peradaban negara-negara yang ingin menyebarkan demokrasi palsu. Ada baiknya jika kalian berdamai dengan tetangga-tetangga kalian, bangsa Arab, meski harus mengalah; karena kalian dan tetangga kalian merupakan target para penyerang yang rakus dan perampas kekayaan rakyat. (LiputanIslam.com)
*Sami Kleib adalah wartawan senior televisi Al Mayadeent; diterjemahkan oleh MHA.
Sumber Berita : http://liputanislam.com/analisis/seruan-untuk-rakyat-iran/
Iran Akan Buat Amerika Menyesal Jika Batalkan Kesepakatan Nuklir
ARRAHMAHNEWS.COM, TEHERAN
– Seorang diplomat senior Iran memperingatkan kemungkinan penarikan AS
dari kesepakatan nuklir yang telah dicapai antara Iran dan kelompok
negara P5 +1 pada 2015.
Wakil Menteri Luar Negeri Iran Abbas
Araqchi membuat pernyataan tersebut dalam sebuah pidato pada Konferensi
Keamanan di Tehran, Senin, di tengah spekulasi tentang kemungkinan
penarikan AS dari perjanjian nuklir, yang dikenal sebagai Rencana Aksi
Bersama Komprehensif (Joint Comprehensive Plan of Action / JCPOA).
“Presiden AS telah mengambil banyak
tindakan selama setahun terakhir untuk menghancurkan JCPOA, bahkan
mungkin JCPOA akan dibongkar dalam beberapa hari ke depan melalui
tindakan yang ingin mereka ambil,” kata diplomat Iran tersebut.
Dia juga mendesak dunia dan masyarakat
internasional untuk menerapkan langkah-langkah yang diperlukan dalam
persiapan kemungkinan AS menarik diri dari kesepakatan nuklir.
Presiden AS menyampaikan sebuah pidato
anti-Iran pada tanggal 13 Oktober, di mana dia mengatakan tidak akan
memastikan kepatuhan Iran terhadap persyaratan JCPOA, sebuah pencapaian
kebijakan luar negeri utama dari pendahulunya, Barack Obama, dan
memperingatkan bahwa pada akhirnya dia dapat mengakhiri perjanjian
tersebut.
Batas waktu berikutnya bagi Trump untuk membebaskan sanksi terkait nuklir jatuh pada hari Jumat.
Araqchi lebih lanjut menyatakan kesiapan
Iran untuk skenario apapun untuk menghadapi keputusan AS mengenai
komitmen yang tersisa terhadap JCPOA atau menariknya keluar dari situ.
“Wilayah kita akan paling menderita
akibat penarikan AS dari JCPOA,” katanya, mendesak negara-negara Eropa
untuk melakukan “tindakan spesifik” untuk mendorong perusahaan dan bank
Eropa bekerja sama dengan Iran.
Diplomat senior Iran tersebut menekankan
bahwa JCPOA dapat menjadi model untuk memecahkan masalah melalui
negosiasi dan permainan win-win solution.
“JCPOA harus berubah menjadi pengalaman
sukses di kancah internasional dan AS juga harus memainkan perannya
dalam menjaga JCPOA, karena keruntuhannya tidak akan menciptakan Timur
Tengah yang lebih baik untuk kita,” Araqchi menunjukkan.
Iran dan lima anggota tetap Dewan
Keamanan PBB – Amerika Serikat, Prancis, Inggris, Rusia dan China –
ditambah Jerman menandatangani kesepakatan nuklir pada 14 Juli 2015 dan
mulai menerapkannya pada 16 Januari 2016.
Di bawah JCPOA, Iran melakukan
pembatasan program nuklirnya dengan imbalan penghapusan sanksi terkait
nuklir yang diberlakukan terhadap Teheran.
Sejak Implementasi JCPOA, IAEA telah
memverifikasi dan memantau kepatuhan Iran terhadap komitmen terkait
nuklir berdasarkan kesepakatan nuklir dan secara konsisten memverifikasi
kepatuhan Republik Islam Iran.
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad
Zarif berencana mengadakan pembicaraan dengan kepala kebijakan luar
negeri Uni Eropa, Federica Mogherini, serta rekan-rekannya dari Inggris,
Jerman dan Prancis di Brussels akhir pekan ini.
Mogherini memperingatkan pada bulan
Desember tentang konsekuensi buruk dari kemungkinan tindakan AS menjauh
dari kesepakatan nuklir yang penting, dengan mengatakan bahwa hal itu
akan menjadi kontraproduktif.
“Saya telah menegaskan kembali pandangan
Uni Eropa bahwa kelanjutan pelaksanaan kesepakatan nuklir Iran
merupakan prioritas strategis bagi keamanan Eropa, juga untuk keamanan
regional dan global,” katanya.
Sekretaris Jenderal European External
Action Service (EEAS) Helga Schmid juga mengatakan dalam sebuah
pertemuan dengan menteri luar negeri Iran di Teheran pada bulan November
bahwa semua negara anggota Uni Eropa mendukung implementasi penuh
JCPOA. [ARN]
Sumber Berita : https://arrahmahnews.com/2018/01/09/iran-akan-buat-amerika-menyesal-jika-batalkan-kesepakatan-nuklir/
Uni Eropa Undang Menlu Iran untuk Bahas Protes, HOAX
TEHERAN, ARRAHMAHNEWS.COM –
Teheran menolak laporan media yang menghubungkan sebuah pertemuan
antara pejabat Iran dan Uni Eropa mendatang terkait dengan kerusuhan
baru-baru ini di Iran. Mereka mengatakan perundingan yang direncanakan
segera digelar itu akan fokus pada kesepakatan nuklir multilateral 2015.
Berbicara pada sebuah konferensi pers
pada hari Senin, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran Bahram Qassemi
mengatakan, Menteri Luar Negeri Mohammad Javad Zarif dijadwalkan berada
di Brussels akhir pekan ini untuk melakukan pembicaraan dengan kepala
kebijakan luar negeri Uni Eropa, Federica Mogherini, serta
rekan-rekannya dari Inggris, Jerman dan Prancis.
“Pertemuan ini akan diadakan atas
undangan Mogherini, dan hanya dimaksudkan untuk meninjau kembali proses
penerapan JCPOA,” kata Qassemi sebagaimana dilaporkan Press Tv, Senin
(08/01), menggunakan akronim untuk kesepakatan nuklir yang secara resmi
disebut Rencana Aksi Komprehensif Bersama.
Qassemi menyatakan hal ini untuk
menanggapi propaganda media asing atas undangan Mogherini tersebut.
Outlet media asing dalam propaganda mereka mengklaim bahwa Uni Eropa
merencanakan pertemuan tersebut untuk membahas mengenai kerusuhan di
Iran.
“(Berita) Pertemuan ini telah dikaitkan
dengan urusan dalam negeri Iran untuk niat jahat,” kata Qassemi,
menambahkan bahwa sesi ini mungkin akan berlangsung di kantor Mogherini
pada hari Kamis atau Jumat atau lebih awal.
Sebelumnya pada hari itu, Zarif,
sendiri, mengomentari klaim tersebut dalam laporan media, dengan
mengatakan, “Beberapa media, terutama media Israel, mencoba membuat
berita dalam hal ini. Pembuatan berita semacam itu palsu dan tidak
berdasar. “
Pekan lalu, Iran menyaksikan demonstrasi
damai melawan kenaikan harga baru-baru ini dan situasi ekonomi negara
secara keseluruhan. Namun, sejumlah individu, beberapa di antaranya
bersenjata, berusaha mengubah demonstrasi damai menjadi kerusuhan
jalanan.
Beberapa media asing, sementara itu,
mencoba menggambarkan keseluruhan situasi sebagai sebuah pemberontakan
yang menargetkan pemerintahan Republik Islam Iran.
Individu-individu yang sebagian
merupakan agen asing itu berusaha untuk membajak demonstrasi damai.
Bagaimanapun, para pemrotes asli segera mengindahkan seruan oleh pihak
berwenang untuk meninggalkan jalanan, membuka jalan bagi petugas penegak
hukum untuk menangani para pengacau dan elemen bersenjata. (ARN)
Sumber Berita : https://arrahmahnews.com/2018/01/09/uni-eropa-undang-menlu-iran-untuk-bahas-protes-hoax/
Berita Penangkapan dan Penahanan Ahmadinejad Ternyata Hoax
islamindonesia.id –Berita Penangkapan dan Penahanan Ahmadinejad Ternyata HoaxRamai pemberitaan yang menyebutkan bahwa mantan presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad ditangkap dan ditahan karena diduga menghasut kerusuhan melawan pemerintah Iran, dinyatakan sebagai berita palsu atau hoax oleh sumber yang dekat dengan putra Ahmadinejad.
Seorang jurnalis, Alireza Mataji mengatakan di Twitter pada Sabtu malam dia telah menghubungi putra Ahmadinejad, dan dia menolak laporan yang menyebutkan ayahnya ditahan. “Saya telah berbicara dengan putra mantan presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad. Dia menyangkal ayahnya ditangkap,” kata Mataji di Twitter, dikutip Alaraby, Senin (8/1/2018).
Dia melaporkan Ahmadinejad tetap berkantor seperti biasanya. Sebelumnya, harian Al Quds Al Arabi yang berbasis di London, dengan mengutip “sumber terpercaya”, mengatakan Ahmadinejad mengkritik pemimpin Iran dalam sebuah kunjungan ke kota barat di Bushehr pada 28 Desember. Dia disebut mengkritik pedas pemerintahan Presiden Hassan Rouhani dan mengatakan bahwa masyarakat Iran tidak tahu apa-apa.
Media tersebut juga melaporkan komentar Ahmadinejad tersebut menjadi latar belakang demonstrasi anti-pemerintah selama beberapa hari itu. Dan komentar itu pula yang menyebabkan pihak berwenang menempatkannya sebagai tahanan rumah. Namun, ternyata semua berita itu tidak sesuai fakta.
Mataji menuduh penulis berita tersebut telah memberitakan laporan palsu atau hoax. Penulis berita itu adalah seorang mantan editor di desk Iran dari media penyiaran yang berbasis di Arab Saudi, Al-Arabiya TV.
Mataji juga membantah keaslian komentar anti-pemerintah yang diduga dikeluarkan oleh Ahmadinejad yang dikutip oleh media Arab, yang banyak di antaranya tampaknya berasal dari akun Twitter palsu yang tidak terhubung dengan akun resmi mantan presiden tersebut.
EH / Islam Indonesia
Sumber Berita : https://islamindonesia.id/berita/berita-penangkapan-dan-penahanan-ahmadinejad-ternyata-hoax.htm