Menyorot Model Penataan Trotoar Kota Banjarmasin (1)
Oleh : Subhan SyariefERA Ibnu Sina, sang walikota termuda sepanjang sejarah kepemimpinan Kota Banjarmasin adalah era gemerlap atau semaraknya kota. Kota Banjarmasin dipoles dengan berbagai kebijakan penataan yang membuat kota ini tampil semarak dan bahkan berkesan glamor. Kota terlihat menjadi berseri, bercahaya dan dibuat ceria melalui gebrakan sosialisasi di media sosial alias dunia maya.
BERBAGAI gebrakan kerja kota walaupun hanya sekadar menjamu tamu, selalu dikemas tampilan semarak di media sosial. Era ini adalah zaman now, era di mana dunia maya menjadi pilihan utama dalam menyampaikan dan menyosialisasikan pesan dan peran walikota agar masyarakat atau publik menjadi terkesan.
Era revolusi sistem informasi atau revolusi 4.0 ini telah menjadi konsumsi utama bagi pegiat dan pengguna medsos dalam aktivitas kehidupan sosialnya sehari-hari.
Di dunia maya, berbagai program dari Kota Banjarmasin memang paling banyak informasi yang disampaikan, terkesan selalu dikemas penuh dengan keindahan , tepat sasaran dan bahkan juga selalu dikatakan telah berhasil.
BACA : Dana 12 M Dikucurkan, Lanjutan Proyek Penataan Trotoar A Yani Tunggu Pemenang Lelang
Semisal saja bagaimana penataan trotoar sepanjang Jalan Achmad Yani menjadi salah satu kebanggaan atau keberhasilan kota ini. Utamanya, memberi kemudahan dan kenyamanan bagi masyarakat kota , termasuk penyandang disabilitas saat melakukan aktivitas berjalan di trotoar tersebut.
Padahal, bukan begitu fakta di lapangan. Coba saja untuk dicermati, maka gambaran keberhasilan yang diungkapkan tersebut tidak lagi terlihat jelas , bahkan condong menjadi sumir.
Dengan biaya hampir Rp 10 miliar , di pertengahan tahun 2018 mulai trotoar kawasan Jalan Achma Yani dibenahi. Hanya saja, pembenahan tidak selancar seperti yang diangankan. Bahkan, jauh beda dari model yang direncanakan. Kesulitan di tahap pelaksanaan dipastikan menjadi penyebab utama mengapa cita-cita untuk membuat trotoar jalan yang asri, ramah bagi pejalan kaki terutama penyandang disabilitas, terkesan tak sesuai harapan.
BACA JUGA : Demi Trotoar A Yani, Pohon Palem Ditebang, Sungai Dijamin Tak Dikorbankan
Bayangkan saja dengan hanya lebar satu meter, mesti dilalui para penyandang disabiltas misalnya tunanetra ataupun mungkin yang mengunakan kursi roda. Bagaimana cara mereka berjalan, bila ternyata ada yang saling berpapasan. Bukankah ini tidak memberikan jaminan kenyamanan serta keamanan?
BACA JUGA : Kaum Difabel Tak Dilibatkan, Trotoar di Banjarmasin Harus Dievaluasi Ulang
Apalagi, bila di samping kiri kanan trotoar ada sungai dan jalan yang lalu lintas kendaraan bermotor lewat. Tentu dengan kondisi ini bisa membahayakan para penyandang disabilitas dan juga pejalan kaki.
Dalam kondisi ini, tidak bisa kita salahkan yang melaksanakan pekerjaan tersebut. Kesalahan adalah terletak pada ketidakakuratan dalam proses perencanaan, terutama dari para pengambil kebijakan awal untuk melaksanakan kegiatan tersebut.
BACA LAGI : Trotoar Sepanjang 2 Kilometer di Jalan Achmad Yani Ditata, Ini Rencananya!
Jelas sekali, mereka tidak melakukan identifikasi atau survei yang teliti terhadap kondisi eksisting lokasi trotoar yang akan dibenahi. Semua seolah dibuat tipikal atau sama. Ujungnya dengan kondisi ketidakmatangan dalam membuat rencana ini, berdampak memunculkan kerugian bagi pelaksana pekerjaan.
Bisa jadi, optimalisasi pengunaan manfaat dari kegiatan tersebut tidak tercapai dengan baik . Bandingkan dana yang dikeluarkan sudah puluhan miliar, bisa saja menjadi mubazir karena target yang diinginkan tidak maksimal tercapai.
Penulis adalah Ketua LPJK Provinsi Kalsel
Arsitek di Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Provinsi Kalsel
Sumber Berita : http://jejakrekam.com/2019/02/01/menyorot-model-penataan-trotoar-kota-banjarmasin-1/
Menyorot Model Penataan Trotoar Kota Banjarmasin (2-Habis)
Oleh : Subhan SyariefJIKA dicermati lebih mendalam sebenarnya mudah didapat apa yang menjadi penyebab tidak berhasilnya model penataan trotoar di sepanjang jalan protokol, Achmad Yani, Banjarmasin. Ada beberapa aspek penting yang justru terabaikan, bahkan tidak diperhatikan sebagai komponen akses pejalan kaki itu ramah.
ADAPUN aspek yang terlupakan adalah sebagai berikut. Yakni, aspek pertama berupa tahap perencanaan survei identifikasi terhadap kondisi eksisting tidak dilakukan secara tepat. Ini terlihat dengan adanya kesulitan saat pelaksanaan pekerjaan. Banyak zona trotoar yang akan dipasang, ternyata berbenturan dengan area parkir atau area masuk pemilik bangunan untuk menuju ke halaman gedungnya.
Belum lagi, tidak meratanya lebar trotoar di sepanjang jalan tersebut dengan tinggi permukaan yang juga berbeda. Ada lebar trotoar yang lebih dari satu meter dan ada juga yang berada di bawah satu meter.
BACA : Menyorot Model Penataan Trotoar Kota Banjarmasin (1)
Semestinya berbagai kondisi eksisting ini, saat proses studi kelayakan atau tahap perencanaan sudah bisa teridentifikasi dan ada konsep jalan keluarnya. Jadi, tidak mempengaruhi proses kelancaran saat pelaksanaan pembangunan trotoar tersebut.
Kemudian, aspek kedua adalah semestinya untuk penataan trotoar yang langsung bersentuhan dengan berbagai kepentingan masyarakat. Terutama, bagi penghuni bangunan di sekitar lokasi dan juga pengguna trotoar, seharusnya sebelum tahap perencanaan sudah mulai dilakukan sosialiasi tentang rencana tersebut. Puncaknya saat pelaksanaan kegiatan pembangunan.
BACA JUGA : Dana 12 M Dikucurkan, Lanjutan Proyek Penataan Trotoar A Yani Tunggu Pemenang Lelang
Apalagi juga menampung kepentingan penyandang disabilitas. Hal seperti ini terkesan tidak diperhatikan. Terbukti, dari tidak adanya pengunaan standar lebar area untuk mereka para penyandang disabilitas agar nyaman dan aman.
Selanjutnya, aspek ketiga menyangkut model desain trotoar yang dibuat terlihat juga kurang memperhatikan kondisi lingkungan sekitar. Bahkan ternyata dampaknya cukup banyak mengorbankan aset lingkungan seperti pohon pohon yang ditebang.
Ini belum lagi ditambah dengan konstruksi jalan di bagian bahu yang mengunakan cor beton padat, sehingga sulit untuk menyerap air limpahan hujan untuk meneruskannya ke sungai di tepi jalan.
Bisa dibayangkan, bila suatu saat hujan lebat berjam- jam menerpa kawasan tersebut, maka bisa dipastikan air akan tergenang dan lambat untuk mengalir ke sungai. Alhasil, bisa saja jalan akan tengelam oleh air hujan dan baru bisa mengering setelah berjam-jam kemudian.
Dengan melihat ketiga aspek ini, bila dikaitkan dengan kenyamanan dan keamanan akibat dari pembangunan trotoar tersebut, tentu jawabannya sangat jelas yakni pembangunan trotoar ini belum memberikan kenyamanan dan keamanan bagi pemakai. Baik bagi kaum disabilitas ataupun pengguna lainnya.
Yang didapat baru niat untuk mempercantik tampilan permukaan trotoar tersebut. Meminjam istilah sekarang adalah hanya sekadar tampilan chasing saja yang dibuat menarik, tapi dari sisi makna mewujudkan kenyamanan dan keamanan pengguna trotoar tersebut masih belum jelas.
Bagaimana bisa nyaman dan aman, kalau kondisi trotoar tersebut ada yang lebarnya kurang dari satu meter . Padahal, hanya satu meter pun ternyata harus menampung aktivitas para pejalan kaki serta para penyandang disabilitas.
Coba saja bayangkan, ketika yang pengguna memakai kursi roda melalui trotoar yang hanya lebar satu meter dan kemudian berpapasan dengan pengguna lainnya, apakah nyaman dan amankah. Belum lagi, keramik yang digunakan ternyata licin usai diguyur hujan, bisa mengancam para pejalan kaki yang ingin memakai haknya. Inilah yang patut dievaluasi para pengambil kebijakan notabene ‘empunya’ kota.
Penulis adalah Ketua LPJK Provinsi Kalsel
Arsitek di Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Kalsel
Sumber Berita : http://jejakrekam.com/2019/02/03/menyorot-model-penataan-trotoar-kota-banjarmasin-2-habis/
Re-post by MigoBerita / Senin/04022019/10.43Wita/Bjm