Ustad Dasad Latif Jelaskan Kronologi Penutupan 2 Resto Tak Halal di Mal Kota Makassar
MAKASSAR, TRIBUN -- Empat hari
pasca-viralnya video penutupan dua restoran kuliner tak halal di sebuah
mal pantai barat Kota Makassar, Ketua Umum Ikatan Dai Muda Makassar, Dr M
Das'ad Latif MA PhD, (46), Sabtu (3/8/2019) merasa perlu memberi
penjelasan.Penjelasan aktivis Aliansi Penjaga Moral Moral Makassar ini dia paparkan ke Tribun, saat klip video yang diunggah di akun instagramnya, @dasadlatif1212, sudah ditonton 153.5 K dan dikomentari 14.047 netizen per pukul 14.45 WITA, Sabtu (3/8/2019) atau 4 hari pasca-dia memposting video "penutupan" gerai di Mal PiPO Tanjung Bunga, Makassar, Selasa (29/7/2019) lalu.
"Yang pertama saya jelaskan dulu, yang menutup restoran tak halal itu, bukan organisasi penjaga moral, resto itu sudah ditutup oleh manajemen Mal Phinisi Point (PIPO) sehari sebelumnya, saya datang ke sana dengan teman-teman, atas permintaan Pak Willy (Willanto Tanta, pemilik Mal Pipo dan The Rinra Hotel)," ujar Das’ad kepada Tribun.
Dasad menjelaskan penutupan restoran kuliner babi itu adalah inisiatif manajemen PIPO.
"Itu yang kami apresiasi, kami diminta datang untuk mengabarkan ke publik," ujar Dasad.
Dijelaskan, Dasad mampir di depan Restoran Chris, yang khusus menyajikan aneka kuliner dari bahan dari Pork (babi) itu, karena diajak oleh si pemilik.
Dasad yang juga Dosen Ilmu Komunikasi di Fakultas Isipol Unhas, Makassar ini, menjelaskan, sejatinya yang mereka akan tinjau adalah cafe dan resto yang secara terbuka menjual alkohol.
Lokasi kafe itu berada sekitar 70 meter di resto Chris, juga dilantai II Mal Pipo.
"Sebelumnya awal Juli lalu, kita (APMM) sudah menyurati mal Pipo untuk tidak menjual terbuka minuman beralkohol, namun mereka (manajemen) baru merespon akhir Juli, Pak Willy akhirnya menelpon dan mengundang kami datang, sekaligus memviralkan upaya toleransi mereka di Makassar," ujar Dasad.
Perihal surat protes dari AMPP itu, juga merujuk masukan dari komunitas pemuda hijrah Makassar, yang jumlahnya sekitar 500-an orang.
"Saya mengajak AMPP itu ke mal Pipo, untuk menghindari fitnah bahwa saya negosiasi dengan Pak Willy," katanya.
Komunitas pemuda hijrah ini, jelas Dasad, mengadu ke AMPP, karena mereka bercerita betapa terbukanya resto itu menjual minuman beralkohol.
Dijelaskan, Dasad mampir di depan Restoran Chris, yang khusus menyajikan aneka kuliner dari bahan dari Pork (babi) itu, karena diajak oleh si pemilik.
Dasad yang juga Dosen Ilmu Komunikasi di Fakultas Isipol Unhas, Makassar ini, menjelaskan, sejatinya yang mereka akan tinjau adalah cafe dan resto yang secara terbuka menjual alkohol.
Lokasi kafe itu berada sekitar 70 meter di resto Chris, juga dilantai II Mal Pipo.
"Sebelumnya awal Juli lalu, kita (APMM) sudah menyurati mal Pipo untuk tidak menjual terbuka minuman beralkohol, namun mereka (manajemen) baru merespon akhir Juli, Pak Willy akhirnya menelpon dan mengundang kami datang, sekaligus memviralkan upaya toleransi mereka di Makassar," ujar Dasad.
Perihal surat protes dari AMPP itu, juga merujuk masukan dari komunitas pemuda hijrah Makassar, yang jumlahnya sekitar 500-an orang.
"Saya mengajak AMPP itu ke mal Pipo, untuk menghindari fitnah bahwa saya negosiasi dengan Pak Willy," katanya.
Komunitas pemuda hijrah ini, jelas Dasad, mengadu ke AMPP, karena mereka bercerita betapa terbukanya resto itu menjual minuman beralkohol.
"Kami sudah hapus tato, itu sakit sekali.
Kami dulu ditato tak sakit karena diberi minum alkohol, nah kalau ada
cafe terbuka jual alkohol, ini juga akan jadi potensi merusak moral,"
kata Dasad menirukan keluhan anggota komunitas hijrah itu.
Dasad yang pada Pilwali Makassar 2014 lalu maju sebagai calon wakil walikota bersama anggota DPR-RI dari Fraksi PKS, Tamsil Linrung, juga menjelaskan pandanganhya soal toleransi.
Toleransi, jelasnya ibarat ada persoalan dengan konflik berkadar 100 persen.
"Kami mundur 50%, ya Anda juga tarik 50%. Jangan kami yang mayoritas mundur 50%, tapi anda mau ambil yang 50% itu," ujar doktor ilmu syariah dari UIN Alauddin Makassar dan doktor ilmu komunikasi dari Universitas Kebangsaan Malaysia itu.
Secara terpisah, Manajer umum Phinisi Point Mall Anggraini membenarkan, penutupan itu, awal pekan ini.
Menurutnya, dua restoran ini sudah dibuka sejak Januari lalu. Di depan restoran ada peringatan tertulis bahwa menu restoran bukan untuk umum.
Pemasangan itu, atas permintaan pihak manajemen. Pramusaji kuliner ini, juga dilatih untuk menyampaikan ke pelanggan umum, bahwa restoran ini hanya menyajikan makanan tak halal.
Dalam waktu dekat, manajemen akan mencari lolkasi yang tepat untuk dua restoran ini.
Pengunjung melakukan konsultasi di Stand Morula IVF Makassar
yang ada di mall Phinisi Point (Pipo) Makassar, Selasa (18/6). Klinik
Morula IVF dikhususkan untuk membantu pasangan yang mendambakan seorang
anak. Semua layanan yang ada di Morula IVF merupakan program-program
fertilitas yang sesuai dan berdasarkan indikasi yang tepat bagi setiap
calon orangtua. (abdiwan/tribun-timur.com)
Sumber Berita : https://makassar.tribunnews.com/2019/08/03/ustad-dasad-latif-jelaskan-kronologi-penutupan-2-resto-tak-halal-di-mal-kota-makassar?page=all
Dasad yang pada Pilwali Makassar 2014 lalu maju sebagai calon wakil walikota bersama anggota DPR-RI dari Fraksi PKS, Tamsil Linrung, juga menjelaskan pandanganhya soal toleransi.
Toleransi, jelasnya ibarat ada persoalan dengan konflik berkadar 100 persen.
"Kami mundur 50%, ya Anda juga tarik 50%. Jangan kami yang mayoritas mundur 50%, tapi anda mau ambil yang 50% itu," ujar doktor ilmu syariah dari UIN Alauddin Makassar dan doktor ilmu komunikasi dari Universitas Kebangsaan Malaysia itu.
Secara terpisah, Manajer umum Phinisi Point Mall Anggraini membenarkan, penutupan itu, awal pekan ini.
Menurutnya, dua restoran ini sudah dibuka sejak Januari lalu. Di depan restoran ada peringatan tertulis bahwa menu restoran bukan untuk umum.
Pemasangan itu, atas permintaan pihak manajemen. Pramusaji kuliner ini, juga dilatih untuk menyampaikan ke pelanggan umum, bahwa restoran ini hanya menyajikan makanan tak halal.
Dalam waktu dekat, manajemen akan mencari lolkasi yang tepat untuk dua restoran ini.
TAKUT SAMA BABI
DennySiregar.id, Jakarta - Saya tinggal
di Bali selama 2 tahun.. Hampir tiap hari saya lihat teman-teman kantor makan
babi. Mulai dari lawar sampai babi panggang. Bukan hanya tulisan
"babi" doang yang dipajang, bahkan kepala babinya utuh dihidang di
dalam kotak kaca tembus pandang, sehingga kadang-kadang saya suka mengira si
babi sedang senyum-senyum senang.
Apakah saya merasa jijik? Tidak.
Mereka makan, saya ngopi menemani.
Saya memang tidak makan babi. Dari
semua perbuatan haram yang pernah saya lakukan waktu masa jahiliyah dulu, makan
babi tidak masuk dalam hitungan. Bukan makan babi aja sih, makan kodok juga gak
pernah. Mungkin karena doktrin sejak kecil dan saya tidak pernah mau bertanya
kenapa. Ya gak suka gak suka aja.
Sama seperti teman dari Malaysia
yang saya tawarin makan bebek, dia langsung lidahnya keluar seperti mau muntah.
Padahal uenakk. Tapi yang namanya gak suka, masak harus saya paksa?
Waktu membaca tentang penutupan
restoran babi di Makasar, saya jadi ketawa sendiri.
Lha, ngapain sih ? Wong mereka lagi
jualan apa yang orang suka kok dilarang. Masak hanya gara-gara kita tidak suka,
semua orang dilarang suka. Lagian itu kan di Mall. Babinya gak dipajang
sekepala-kepalanya lagi kayak di Bali. Jualannya masih sopan.
Trus salahnya dimana?
Salahnya ternyata ada pada arogansi.
Ketidakmampuan menahan diri ketika merasa mayoritas dan kuat, sehingga semua
harus sesuai kehendak, itulah yang terjadi. Jadi sebenarnya ini bukan masalah
babi, tetapi babi itu simbol yang harus diperangi.
Entar kalau gada babi, ya patung.
Gada patung, ya orang ibadah. Pokoknya apapun yang mereka gak enak di hati,
semua diusili.
Kadang geli sendiri melihat mereka
ini. Katanya imannya kuat, sama babi kok ya kejat-kejat. Kan gak mungkin orang
muslim makan disana. Yang makan disana, ya yang makan babi. Simple, kan?
Banyak mereka yang mengaku muslim
tapi manja. Puasa puasa sendiri, lihat orang makan minta dihormati. Ibadah
ibadah sendiri, lihat orang lain ibadah, sakit hati. Jijik jijik sendiri, usaha
orang dipersekusi.
Kalau di sekeliling kita gada godaan
yang hebat, lha gimana keimanan bisa menguat?
"Makan babi haram !!"
Tapi pas datang orang ngasih amplop
supaya urusan jadi lancar, langsung senyum lebar dengan gigi ompong di depan
sambil berkata, "MasyaAllah, memang rejeki itu yang ngatur Tuhan.."
Mau seruput kopi, kok sudah malam.
Pasti kadal gurun sudah pada
keluar..
Sumber Opini : https://www.dennysiregar.id/2019/08/takut-sama-babi.html
Lalu siapa Gerangan Ustad Dasad Latif :
Sejumlah pihak mendesak agar restoran tersebut ditutup karena dianggap mengganggu kenyamanan mereka yang tidak mengonsumsi babi.
Bahkan akun @uncledhons memberikan klarifikasi terkait alasannya yang meminta restoran tersebut ditutup. Bagi mereka, adanya restoran tersebut bisa membuat restoran lainnya sepi pengunjung.
"Kenapa kami minta tempat ini ditutup karena jualan babi panggang di area tengah mall dan bersebelahan dengan semua penjual makanan yang halal. Saudara-saudara yang jual makanan di sampingnya jadi kehilangan rezeki karena banyak yang tidak mau beli makanan dengan alasan asapnya kemana-mana dan mengandung minyak babi," tulisnya.
Selang beberapa hari setelah viral,
beredar kabar bila restoran tersebut telah ditutup. Hal itu ditunjukkan
dalam video yang dibagikan oleh jejaring sosial @dasadlatif1212, Selasa
(30/7/2019)
Mereka yang mengatasnamakan diri sebagai Aliansi Penjaga Moral Makassar mengadakan pertemuan dengan manajemen restoran dan pihak mal. Hasil pertemuan tersebut, restoran yang sempat viral ditutup.
Kendati demikian, penutupan restoran olahan babi itu mengundang pro kontra dari warganet. Bagi pihak yang mendukung, mereka merasa lega dengan keputusan itu.
"Sata setuju makanan haram bagi daerah yang isinya mayoritas tidak berjualan di muka publik secara terang-terangan. Bukan masalah bakal beli, keciprat ata kecium asapnya. Tapi ini lebih ke masalah mencederai perasaan kaum mayoritas," tulis @nenkpurba.
"Mewaspadai lebih baik. Mantap gurutta," tulis @bi.zaki.
Sementara bagi warganet yang kontra, mereka menganggap penutupan restoran itu menunjukkan sikap intoleransi.
"Jadi kaum minoritas tidak boleh berjualan makanan yg menurut mereka halal di tempat umum ??? Toleransi beragama ??? Sungguh indah," komen @anggatusan.
"Tapi bukankah ini tidak mencerminkan sikap toleransi di Indonesia?" tanya @riezzd_
Sumber Berita : https://www.suara.com/news/2019/07/31/192519/penutupan-restoran-olahan-babi-di-mal-makassar-tuai-pro-kontra
Lalu siapa Gerangan Ustad Dasad Latif :
Sumber Berita : https://daimanagement.wordpress.com/2015/09/01/profil-para-dai/Nama : DR. H. Das’ad Latif, S. Sos. S. Ag. M. Si. Ph.DTempat Tanggal Lahir : Bungi, 21 Desember 1973Riwayat PendidikanTahun 1980 – 1986 : SDN Inpres 169 Kabupaten PinrangTahun 1986 – 1989 : SMPN Bungi Kabupaten PinrangTahun 1989 – 1992 : SMAN 4 UjungpandangTahun 1992 – 2000 : Jurusan Peradilan Agama Fak. Syari’ah IAIN AlauddinTahun 1994 – 1998 : Jurusan Ilmu Komunikasi Fisip UnhasTahun 1999 – 2004 : Magister Ilmu Komunikasi Pascasarjana UnhasTahun 2019 – 2012 : S3 Ilmu Komunikasi Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM)Tahun 2012 – sekarang : Penyelesaian S3 ilmu syari’ah Universitas Islam MakassarRiwayat OrganisasiTahun 1987 – 1989 : Pengurus OSIS SMPN Bungi Kabupaten PinrangTahun 1990 – 1992 : Pengurus OSIS SMAN UjungpandangTahun 1994 – 1996 : Pengurus Ikatan Mahasiswa Muhammadiah Fisip UnhasTahun 1996 – 1999 : Ketua Remaja Masjid Jami’ul Ikhasan PerumnasTahun 2000 – 2002 : Imam Masjid HIKMAH IMakassarTahun 2000 – 2003 : Ketua I Kesatuan Pelajar Mahasiswa PinrangTahun 2000 – Sekarang : Ketua Ikatan Dai Muda Profesional SulselTahun 2000 – 2005 : Pengurus BKPRMI SulselTahun 2000 – 2002 : Pengurus Forum Mahasiswa Pascasarjana UnhasTahun 2005 – Sekarang : Sekjen Gerakan Indonesia Bersatu (GIB) sulselTahun 2005 – Sekarang :Pengurus KPPSI (komite persiapan penegakan syari’at islam SulselTahun 2006 – Sekarang : Pengurus/Pembina Kwarda Pramuka sulselTahun 2006 : Ketua Tim Rohaniawan Sulsel Peduli AcehTahun 2006 : Deklarator Celebes Care CentreTahun 2006 : Ketua I TIKDA ICMI MudaTahun 2004 – Sekarang : Anggota Mubaliq IMMIMMakassarTahun 2005 – Sekarang : Staf Ketua Ikatan Muballiq Masjid M. Yusuf Almarkaz.Tahun 2006 – sekarang : Pengurus MASIKA ICMI Orwil SulselTahun 2007 – sekarang : Pengurus Wilayah Ulama Karya Sulsel.Tahun 2008 – sekarang : Wakil Ketua Forum Kajian Aliaran-aliran sesat SulselRiwayat PekerjaanTahun 1998 – Sekarang : Dosen Ilmu Komunikasi Fisip UnhasTahun 2005 – Sekarang : Direktur PT.Sisi Utama, Biro perjalanan Haji dan UmrahTahun 2000 – 2002 : Dosen STIMIK Dipanegara MakassarTahun 2000 – 2001 : Dosen UNIVERSITAS PANCASAKTIMakassarTahun 2003 – Sekarang : Dosen STIKOM FAJARMakassarTahun 2004 – Sekarang : Dosen STIE AMKOPMakassarTahun 2006 – 2011 : Dosen Universitas Islam MakassarTahun 2006 – 2011 : Dosen STIM NITRO FAJAR MakassarTahun 2009 – Sekarang : Dosen Universitas Indonesia Timur MakassarTahun 2009 – Sekarang : Dosen AKPER Pelamonia MakassarRiwat Da’wah
- Pengisi Acara KULTUM Radio Suara Celebes 90.9 FM Makassar
- Pengisi Acara KULTUM Radio GAMA FM Kabupaten GOWA
- Pengisi Acara KULTUM Radio METRO PRESTASI Kabupaten Pinrang
- Pengisi Acara KULTUM Radio ANCA FM Palopo
- Pengisi Acara KULTUM Radio Paborita Kabupaten Wajo
- Pengasuh Acara KULTUM Televisi Republik Indonesia (TVRI) Makassar
- Pengisi Acara Pengobatan Alternatif Pa’balle TVRI Makassar
- Pengisi Acara Titian Qalbu MakassarTV
- Pengasuh Acara kultum dan asyiknya berislam CelebesTV Makassar
- Penceramah Undangan televise SCTV Jakarta
- Penceramah Undangan TVOne Jakarta
- Penulis Rubrik opini agama di Koran Harian Fajar & Tribun Tumur Makassar
- Pembina 32 Majelis Ta’lim Se KotaMakassar
- Pembina Kajian Tadabbur Al-Qur’an 9 Majelis Kajian Islam Se Makassar
- Pembimbing Ibadah Biro Perjalanan Haji & Umrah SISI TOUR
- Pembina Majelis Ta’lim Ibu-ibu IWABA
- Penceramah rutin kuliah Dhuha Masjid Agung Sunda Kelapa Jakarta
Judul ceramah yang telah diterbitkan
- Wasiat sukses Rasul ( CD dan VCD )
- Rahasia kedamaian Hati ( CD dan VCD )
- Sambut Ramadhan bersama Usd. Jefry Al Bukhary ( DVD )
- Menguak Tabir Isra’ dan Mi’raj ( VCD )
- KULTUM Ramdhan TVRI Makassar ( VCD )
- KULTUM ( CD )
- Dan lain lain. ( keseluruhan sudah 31 Judul terbitan )
- Dan beberapa ceramah yang sudah di publikasikan youtube.
Penutupan Restoran Olahan Babi di Mal Makassar Tuai Pro Kontra
Suara.com - Belum lama ini viral di media sosial tentang munculnya restoran olahan babi di sebuah mal yang ada di Makassar, Sulawesi Selatan.Sejumlah pihak mendesak agar restoran tersebut ditutup karena dianggap mengganggu kenyamanan mereka yang tidak mengonsumsi babi.
Bahkan akun @uncledhons memberikan klarifikasi terkait alasannya yang meminta restoran tersebut ditutup. Bagi mereka, adanya restoran tersebut bisa membuat restoran lainnya sepi pengunjung.
"Kenapa kami minta tempat ini ditutup karena jualan babi panggang di area tengah mall dan bersebelahan dengan semua penjual makanan yang halal. Saudara-saudara yang jual makanan di sampingnya jadi kehilangan rezeki karena banyak yang tidak mau beli makanan dengan alasan asapnya kemana-mana dan mengandung minyak babi," tulisnya.
Mereka yang mengatasnamakan diri sebagai Aliansi Penjaga Moral Makassar mengadakan pertemuan dengan manajemen restoran dan pihak mal. Hasil pertemuan tersebut, restoran yang sempat viral ditutup.
Kendati demikian, penutupan restoran olahan babi itu mengundang pro kontra dari warganet. Bagi pihak yang mendukung, mereka merasa lega dengan keputusan itu.
"Sata setuju makanan haram bagi daerah yang isinya mayoritas tidak berjualan di muka publik secara terang-terangan. Bukan masalah bakal beli, keciprat ata kecium asapnya. Tapi ini lebih ke masalah mencederai perasaan kaum mayoritas," tulis @nenkpurba.
Sementara bagi warganet yang kontra, mereka menganggap penutupan restoran itu menunjukkan sikap intoleransi.
"Jadi kaum minoritas tidak boleh berjualan makanan yg menurut mereka halal di tempat umum ??? Toleransi beragama ??? Sungguh indah," komen @anggatusan.
"Tapi bukankah ini tidak mencerminkan sikap toleransi di Indonesia?" tanya @riezzd_
Sumber Berita : https://www.suara.com/news/2019/07/31/192519/penutupan-restoran-olahan-babi-di-mal-makassar-tuai-pro-kontra
Penutupan Restoran Babi di Makassar dan Bahaya Residu Kebencian
Dampak destruktif dari kasus tersebut tidak hanya soal satu restoran
babi ditutup, tapi residu kebencian dan perasaan dominan bisa
menyilaukan sebagian pihak yang merasa mayoritas.
Kemarin pagi sehabis olahraga, saya mendapati sebuah status Facebook teman saya yang menampilkan potongan foto dari akun instagram seorang pendakwah di Sulawesi. Dalam potongan foto tersebut disebutkan bahwa sang ustaz menyatakan kegembiraannya karena telah berhasil menutup restoran, yang menjual menu makanan yang diharamkan dalam Islam.
Tanggapan beragam pun muncul dalam kolom komentar di akun Facebook teman saya tersebut, dari penolakan hingga hujatan yang dialamatkan pada pemilik restoran. Kejadian ini adalah fakta tentang keberislaman kala beririsan dengan ruang publik, terutama ruang publik digital, cenderung memaksakan ajaran agama kita sebagai narasi dominan.
Dari kejadian di Makassar yang tersebar luas di media sosial, agama Islam tidak dapat dipungkiri sebagai agama paling eksis di media sosial, terutama di Indonesia. Jika ditelisik lebih dalam kejadian di atas, maka ada hal yang harus diperhatikan serius karena isu di atas bisa berdampak negatif jika terus dibiarkan berlangsung.
Kemarin pagi sehabis olahraga, saya mendapati sebuah status Facebook teman saya yang menampilkan potongan foto dari akun instagram seorang pendakwah di Sulawesi. Dalam potongan foto tersebut disebutkan bahwa sang ustaz menyatakan kegembiraannya karena telah berhasil menutup restoran, yang menjual menu makanan yang diharamkan dalam Islam.
Tanggapan beragam pun muncul dalam kolom komentar di akun Facebook teman saya tersebut, dari penolakan hingga hujatan yang dialamatkan pada pemilik restoran. Kejadian ini adalah fakta tentang keberislaman kala beririsan dengan ruang publik, terutama ruang publik digital, cenderung memaksakan ajaran agama kita sebagai narasi dominan.
Dari kejadian di Makassar yang tersebar luas di media sosial, agama Islam tidak dapat dipungkiri sebagai agama paling eksis di media sosial, terutama di Indonesia. Jika ditelisik lebih dalam kejadian di atas, maka ada hal yang harus diperhatikan serius karena isu di atas bisa berdampak negatif jika terus dibiarkan berlangsung.
Selain sisi hukum (baca: fikih),
bau makanan yang dikomplain sang ustaz karena dianggap termasuk sesuatu
yang diharamkan, yang lebih mengkhawatirkan adalah persoalan residu
kebencian. Inilah yang lebih saya khawatirkan dari dampak pemberitaan
dan produksi pengetahuan atas kejadian tersebut, yang malah lebih
destruktif, bahkan melebihi penutupan yang dilakukan oleh ustaz
tersebut. Kenapa hal tersebut bisa terjadi?
Dengan mengajukan atas nama adat dan alasan ajaran agama, sang ustaz memang berhasil mendorong pengelola mall menutup atau menghentikan operasi dari restoran tersebut. Pemberitaan dari kejadian tersebut bisa menghasilkan atau memproduksi pengetahuan akan dominasi yang liar di kalangan muslim dalam keragaman warga negara.
Dominasi liar yang terpendam dalam imajinasi masyarakat muslim kemudian bisa dipelihara dan terus dikembangbiakkan, terkhusus pada mereka yang sudah memiliki pemahaman soal segregasi dan privilege atas warga negara dari pilihan agama yang dipeluknya.
Dengan kemajuan teknologi, ruang publik masyarakat sudah banyak berubah dari model kehidupan masyarakat masa lalu. Interaksi fisik manusia yang mulai tergantikan oleh media sosial dan teknologi internet berdampak pada ruang publik, yang dulunya dihasilkan oleh kemajuan teknologi transportasi. Arkian, ruang publik yang dipahami sebagai bagian dari interaksi antar warga negara tidak lagi dipahami secara kaku karena telah banyak perubahan yang terjadi.
Dalam kondisi perubahan ruang publik itulah produksi pengetahuan atas kelompok yang dominan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara bisa berubah dalam sekejap. Sebab, perasaan dominasi atas warga yang lain telah ditumbuhkan dan dipelihara lewat berbagai pemberitaan yang beraroma pamer kekuasaan atau kekuatan masyarakat muslim sebagai mayoritas di media sosial.
Namun, memang tidak mudah membuktikan asumsi tersebut, seperti dampak dari status Instagram sang ustaz memang tidak bisa dibuktikan secara positivistik, tapi residu kebencian yang ditanamkan dari dominasi, represi dan paksaan bisa dilihat dari sikap setuju dari mayoritas warganet atas apa yang dilakukan oleh sang ustaz.
Jika ditelisik lebih dalam, sebuah restoran yang hadir dengan menu makanan yang dilarang oleh satu agama dengan pemeluk mayoritas di Indonesia, harus memerlukan teknik marketing yang cerdas karena menyasar segmen sangat spesifik.
Kondisi tersebut jelas memaksa sang pemilik atau manajer harus memperhatikan wilayah yang tidak boleh dilanggar, seperti proses produksi yang bisa menimbulkan protes, sebagaimana yang telah terjadi di Makassar. Jadi, protes ustaz di atas bukan hanya soal dominasi di wilayah interaksi antar warga di ruang publik tapi juga menyentuh produksi pengetahuan yang juga mendominasi, merepresi dan memaksa kelompok minoritas untuk mematuhi kehendak mayoritas.
Melihat persoalan yang terjadi di Makassar, umat Islam seharusnya mulai memperhatikan dampak dari residu kebencian yang diproduksi dari kejadian seperti di Makassar. Sebab, tanpa disadari kejadian tersebut akan memupuk persoalan baru yaitu kebencian kepada warga negara lain semakin meningkat. Kebencian ini yang kemudian bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang menginginkan konflik tersebut terjadi.
Absennya negara dalam persoalan di atas jelas perlu dipertanyakan, dalam hal ini MUI sebagai otoritas dan representasi negara yang menghasilkan label halal dalam setiap produk yang dikonsumsi masyarakat, harus bisa menghentikan proses dominasi, represi dan paksaan terhadap minoritas.
Kasus Makassar yang telah terjadi kemarin harusnya tidak boleh terulang lagi. Karena, dampak destruktif dari persoalan itu tidak hanya soal satu restoran ditutup, tapi residu kebencian dan perasaan dominan bisa menyilaukan sebagian pihak yang merasa mayoritas, sehingga bisa dijadikan dalil untuk menyerang, merepresi dan menuntut hak previledge sebagai warga negara.
Dalam konsep negara-bangsa, seharusnya tidak ada warga negara yang terlalu mendominasi representasinya di ranah berbangsa dan bernegara. Namun, sekarang dominasi sebagian kelompok mayoritas juga berevolusi dalam bentuk dominasi narasi di media sosial.
Sikap dominan akhirnya dipupuk dalam bingkai digital yang bisa merambah hingga ranah paling privat dan lebih lentur sehingga lebih sulit diidentifikasi. Oleh sebab itu, pekerjaan rumah bagi seluruh kalangan otoritas keislaman untuk memikirkan untuk menghilangkan residu kebencian yang melekat pada perilaku masyarakat muslim di ranah ruang publik, termasuk ruang publik digital.
Fatahallahu alaihi futuh al-arifin
Sumber Berita : https://islami.co/penutupan-restoran-babi-di-makassar-dan-bahaya-residu-kebencian/
Dengan mengajukan atas nama adat dan alasan ajaran agama, sang ustaz memang berhasil mendorong pengelola mall menutup atau menghentikan operasi dari restoran tersebut. Pemberitaan dari kejadian tersebut bisa menghasilkan atau memproduksi pengetahuan akan dominasi yang liar di kalangan muslim dalam keragaman warga negara.
Dominasi liar yang terpendam dalam imajinasi masyarakat muslim kemudian bisa dipelihara dan terus dikembangbiakkan, terkhusus pada mereka yang sudah memiliki pemahaman soal segregasi dan privilege atas warga negara dari pilihan agama yang dipeluknya.
Dengan kemajuan teknologi, ruang publik masyarakat sudah banyak berubah dari model kehidupan masyarakat masa lalu. Interaksi fisik manusia yang mulai tergantikan oleh media sosial dan teknologi internet berdampak pada ruang publik, yang dulunya dihasilkan oleh kemajuan teknologi transportasi. Arkian, ruang publik yang dipahami sebagai bagian dari interaksi antar warga negara tidak lagi dipahami secara kaku karena telah banyak perubahan yang terjadi.
Dalam kondisi perubahan ruang publik itulah produksi pengetahuan atas kelompok yang dominan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara bisa berubah dalam sekejap. Sebab, perasaan dominasi atas warga yang lain telah ditumbuhkan dan dipelihara lewat berbagai pemberitaan yang beraroma pamer kekuasaan atau kekuatan masyarakat muslim sebagai mayoritas di media sosial.
Namun, memang tidak mudah membuktikan asumsi tersebut, seperti dampak dari status Instagram sang ustaz memang tidak bisa dibuktikan secara positivistik, tapi residu kebencian yang ditanamkan dari dominasi, represi dan paksaan bisa dilihat dari sikap setuju dari mayoritas warganet atas apa yang dilakukan oleh sang ustaz.
Jika ditelisik lebih dalam, sebuah restoran yang hadir dengan menu makanan yang dilarang oleh satu agama dengan pemeluk mayoritas di Indonesia, harus memerlukan teknik marketing yang cerdas karena menyasar segmen sangat spesifik.
Kondisi tersebut jelas memaksa sang pemilik atau manajer harus memperhatikan wilayah yang tidak boleh dilanggar, seperti proses produksi yang bisa menimbulkan protes, sebagaimana yang telah terjadi di Makassar. Jadi, protes ustaz di atas bukan hanya soal dominasi di wilayah interaksi antar warga di ruang publik tapi juga menyentuh produksi pengetahuan yang juga mendominasi, merepresi dan memaksa kelompok minoritas untuk mematuhi kehendak mayoritas.
Melihat persoalan yang terjadi di Makassar, umat Islam seharusnya mulai memperhatikan dampak dari residu kebencian yang diproduksi dari kejadian seperti di Makassar. Sebab, tanpa disadari kejadian tersebut akan memupuk persoalan baru yaitu kebencian kepada warga negara lain semakin meningkat. Kebencian ini yang kemudian bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang menginginkan konflik tersebut terjadi.
Absennya negara dalam persoalan di atas jelas perlu dipertanyakan, dalam hal ini MUI sebagai otoritas dan representasi negara yang menghasilkan label halal dalam setiap produk yang dikonsumsi masyarakat, harus bisa menghentikan proses dominasi, represi dan paksaan terhadap minoritas.
Kasus Makassar yang telah terjadi kemarin harusnya tidak boleh terulang lagi. Karena, dampak destruktif dari persoalan itu tidak hanya soal satu restoran ditutup, tapi residu kebencian dan perasaan dominan bisa menyilaukan sebagian pihak yang merasa mayoritas, sehingga bisa dijadikan dalil untuk menyerang, merepresi dan menuntut hak previledge sebagai warga negara.
Dalam konsep negara-bangsa, seharusnya tidak ada warga negara yang terlalu mendominasi representasinya di ranah berbangsa dan bernegara. Namun, sekarang dominasi sebagian kelompok mayoritas juga berevolusi dalam bentuk dominasi narasi di media sosial.
Sikap dominan akhirnya dipupuk dalam bingkai digital yang bisa merambah hingga ranah paling privat dan lebih lentur sehingga lebih sulit diidentifikasi. Oleh sebab itu, pekerjaan rumah bagi seluruh kalangan otoritas keislaman untuk memikirkan untuk menghilangkan residu kebencian yang melekat pada perilaku masyarakat muslim di ranah ruang publik, termasuk ruang publik digital.
Fatahallahu alaihi futuh al-arifin
Menyikapi Resto Babi Yang Ditutup Di Makassar
Oleh : Otto Rajasa
Silakan Melaksanakan Keyakinanmu
Sebagian umat Islam menutup warung yg jualan menu daging babi untuk non muslim. Sebagian lainnya melarang orang beternak babi. Sebagian lainnya menghambat umat lain mendirikan tempat ibadah : gereja, pure, dll.
Silakan Melaksanakan Keyakinanmu
Sebagian umat Islam menutup warung yg jualan menu daging babi untuk non muslim. Sebagian lainnya melarang orang beternak babi. Sebagian lainnya menghambat umat lain mendirikan tempat ibadah : gereja, pure, dll.
Ayat Al-Quran dan Hadis Sahih yg seolah berlawanan
Ayat yg menarik disimak untuk fenomena ini adalah QS Al Kaafiruun ayat 6 : Bagimu agamamu, bagiku agamaku. Ayat ini jelas sekali memberi batas umat Islam agar tidak mengotak-atik ataupun mengganggu keyakinan agama lain. Orang yg menyembah Tuhan Yesus, Yahwe, Brahma, Visnu, Ahura Mazda, Thor, Odin, dll, seharusnya ya biarkan saja. Tentu saja saling menghargai harus ada. Umat lain juga harus membiarkan dan menghargai umat Islam menyembah Allah.
Implikasi agama seterusnya juga demikian. Jika umat lain meyakini bahwa mereka boleh makan babi, umat Islam tidak boleh melarangnya. Jika umat lain ingin mendirikan gereja, pura, vihara untuk menyembah Tuhan mereka umat Islam juga tidak boleh mengganggu. QS Al Kaafiruun ayat 1-5 menjelaskan dengan gamblang hal ini. Kalian menyembah Tuhan yg tidak aku sembah. Demikian juga aku menyembah Tuhan yg tidak kalian sembah. Jadi umat Islam yg melarang umat lain memelihara babi dan makan babi karena menurut Islam itu haram tentu tidak melaksanakan lakum diinukum waliyadiin (bagimu agamamu, bagiku agamaku) dengan baik. Lalu apa yg membuat sebagian umat Islam resek mengurusi umat lain?
Hadis Sahih Tentang Kemungkaran
Nabi bersabda dalam sahih Muslim : barangsiapa melihat kemungkaran maka ubahlah dg tangannya (diperangi, didorong, dibela, dll), apabila tidak mampu maka ubahlah dengan lisan (ini juga terkandung makna lewat tulisan) dan jika tidak mampu dengan tangan dan lisan maka ubahlah dengan hati (doa). Dan yg terakhir adalah selemah-lemahnya iman.
Ayat yg menarik disimak untuk fenomena ini adalah QS Al Kaafiruun ayat 6 : Bagimu agamamu, bagiku agamaku. Ayat ini jelas sekali memberi batas umat Islam agar tidak mengotak-atik ataupun mengganggu keyakinan agama lain. Orang yg menyembah Tuhan Yesus, Yahwe, Brahma, Visnu, Ahura Mazda, Thor, Odin, dll, seharusnya ya biarkan saja. Tentu saja saling menghargai harus ada. Umat lain juga harus membiarkan dan menghargai umat Islam menyembah Allah.
Implikasi agama seterusnya juga demikian. Jika umat lain meyakini bahwa mereka boleh makan babi, umat Islam tidak boleh melarangnya. Jika umat lain ingin mendirikan gereja, pura, vihara untuk menyembah Tuhan mereka umat Islam juga tidak boleh mengganggu. QS Al Kaafiruun ayat 1-5 menjelaskan dengan gamblang hal ini. Kalian menyembah Tuhan yg tidak aku sembah. Demikian juga aku menyembah Tuhan yg tidak kalian sembah. Jadi umat Islam yg melarang umat lain memelihara babi dan makan babi karena menurut Islam itu haram tentu tidak melaksanakan lakum diinukum waliyadiin (bagimu agamamu, bagiku agamaku) dengan baik. Lalu apa yg membuat sebagian umat Islam resek mengurusi umat lain?
Hadis Sahih Tentang Kemungkaran
Nabi bersabda dalam sahih Muslim : barangsiapa melihat kemungkaran maka ubahlah dg tangannya (diperangi, didorong, dibela, dll), apabila tidak mampu maka ubahlah dengan lisan (ini juga terkandung makna lewat tulisan) dan jika tidak mampu dengan tangan dan lisan maka ubahlah dengan hati (doa). Dan yg terakhir adalah selemah-lemahnya iman.
Definisi
kemungkaran adalah ucapan dan perbuatan yg tidak diridai Allah. Karena
Allah itu sebutan Tuhan umat Islam tentu kemungkaran yg dimaksud disini
adalah yg mengenai umat Islam sendiri bukan umat lain.
Nah orang2 Islam yg resek terhadap umat lain itu tidak memahami ayat dan hadist ini dengan baik. Mereka melihat ternak babi dan warung babi yg dimakan non muslim itu sebagai kemungkaran. Padahal bagi non muslim babi itu halal (kecuali Yahudi dan Advent yg sama dengan umat Islam mengharamkan babi). Mereka melihat pendirian gereja, pure, vihara yg digunakan untuk beribadah umat lain itu sebagai kemungkaran. Ini kekeliruan yg fatal. Sangat tidak sesuai dengan QS Al Kaafiruun ayat 1 hingga 6. Seharusnya yg meyakini babi halal silakan pelihara babi jg makan babi. Umat yg menyembah Tuhan di gereja biarkanlah dengan tenang membangun gereja, dll.
Tetapi mereka berkilah melaksanakan hadis sahih tentang kemungkaran itu. Menurut urutan tata perundangan dalam Islam hukum tertinggi adalah ayat Al-Quran. Nomor dua adalah Al Hadist. Al Hadist adalah penjabaran hukum Alquran. Al Hadist tidak mungkin bertentangan dengan Alquran. Jika nampak bertentangan tentu pemahaman kita saja yg keliru. Dan wajib kembali ke hukum Alquran.
Jika umat Kristen beribadah di gereja tentu itu bukan kemungkaran, jadi tidak layak seorang muslim menghambat pendirian gereja.
Jika umat non muslim makan babi itu juga bukan kemungkaran yg harus dilawan.
Disebut kemungkaran jika umat Islam yg makan babi. Umat Islam beribadah di gereja menyembah Yesus. Juga kemungkaran umum lainnya : korupsi, mencuri, merampok, menganiaya, membunuh, memperkosa, dll. Jika ini terjadi wajib bagi seluruh umat Islam merubahnya dengan hati, lisan maupun tangan secara langsung. Agar kemungkaran itu tidak merusak lebih parah sendi kehidupan!
Jadi mari laksanakan QS Al Kaafiruun secara menyeluruh. Mari saling menghargai keyakinan masing2. Hapuskan segera SKB dua menteri karena itu berlawanan dengan Alquran. Mari hargai setiap warga negara Indonesia untuk melaksanakan keyakinan dan agamanya masing-masing.
Baldatun tayyibatun wa rabbun ghafuur!!!
Sumber : Status Facebook Otto Rajasa
Sumber Berita : https://www.redaksiindonesia.com/read/menyikapi-resto-babi-yang-ditutup-di-makassar.html
Nah orang2 Islam yg resek terhadap umat lain itu tidak memahami ayat dan hadist ini dengan baik. Mereka melihat ternak babi dan warung babi yg dimakan non muslim itu sebagai kemungkaran. Padahal bagi non muslim babi itu halal (kecuali Yahudi dan Advent yg sama dengan umat Islam mengharamkan babi). Mereka melihat pendirian gereja, pure, vihara yg digunakan untuk beribadah umat lain itu sebagai kemungkaran. Ini kekeliruan yg fatal. Sangat tidak sesuai dengan QS Al Kaafiruun ayat 1 hingga 6. Seharusnya yg meyakini babi halal silakan pelihara babi jg makan babi. Umat yg menyembah Tuhan di gereja biarkanlah dengan tenang membangun gereja, dll.
Tetapi mereka berkilah melaksanakan hadis sahih tentang kemungkaran itu. Menurut urutan tata perundangan dalam Islam hukum tertinggi adalah ayat Al-Quran. Nomor dua adalah Al Hadist. Al Hadist adalah penjabaran hukum Alquran. Al Hadist tidak mungkin bertentangan dengan Alquran. Jika nampak bertentangan tentu pemahaman kita saja yg keliru. Dan wajib kembali ke hukum Alquran.
Jika umat Kristen beribadah di gereja tentu itu bukan kemungkaran, jadi tidak layak seorang muslim menghambat pendirian gereja.
Jika umat non muslim makan babi itu juga bukan kemungkaran yg harus dilawan.
Disebut kemungkaran jika umat Islam yg makan babi. Umat Islam beribadah di gereja menyembah Yesus. Juga kemungkaran umum lainnya : korupsi, mencuri, merampok, menganiaya, membunuh, memperkosa, dll. Jika ini terjadi wajib bagi seluruh umat Islam merubahnya dengan hati, lisan maupun tangan secara langsung. Agar kemungkaran itu tidak merusak lebih parah sendi kehidupan!
Jadi mari laksanakan QS Al Kaafiruun secara menyeluruh. Mari saling menghargai keyakinan masing2. Hapuskan segera SKB dua menteri karena itu berlawanan dengan Alquran. Mari hargai setiap warga negara Indonesia untuk melaksanakan keyakinan dan agamanya masing-masing.
Baldatun tayyibatun wa rabbun ghafuur!!!
Sumber : Status Facebook Otto Rajasa
Sumber Berita : https://www.redaksiindonesia.com/read/menyikapi-resto-babi-yang-ditutup-di-makassar.html
Hati Hati Jajan Makanan Haram “Daging Babi” di Mall Phinisi Point Makassar
SULSELBERITA.COM. Makassar-BELUMLAH USAI KONTROVERSI DAN KECAMAN DARI BERBAGAI ORMAS ISLAM TERKAIT OPENING RESTO BERTEMA MAKANAN ITALY & MINUMAN BERALKOHOL, MALL PHINISI POINT KEMBALI MENUAI KECAMAN DARI BRIGADE MUSLIM INDONESIA (BMI) OLEH KETUANYA M.ZULKIFLI MENERANGKAN BAHWA DISINYALIR BEBERAPA TENANT FOOD DI MALL TERSEBUT DENGAN SANGAT TERBUKA MENJUAL PRODUK MAKANAN HARAM BERUPA OLAHAN BABI & MAKANAN HARAM LAINNYA TANPA MENGINDAHKAN SISI ETIKA DAN ASPEK NILAI RELIGI YANG SEHARUSNYA DIJAGA DAN DIHORMATI. HARUSNYA PENGELOLA MALL PIPO MENGHORRMATI KAMI KAUM MUSLIMIN YG MAYORITAS DI MAKASARR INI APALAGI MAKASAR MEMILIKI GELAR SEBAGAI KOTA SERAMBI MEDINDAH. HASIL PENGAMATAN TIM BMI, TENANT MALL PRODUK HARAM TERSEBUT BERJUALAN BERSEBELAHAN DENGAN PRODUK HALAL LAINNYA SEHINGGA BISA MENYEBABKAN MAKANAN HALAL DI SEKELILINGNYA MENJADI HARAM, UNGKAP ZULKIFLI.
Seperti diketahui dalam Syariat Islam, Daging Babi dan Anjing
merupakan diantara hewan yang Haram sekaligus Najis, baik dalam keadaan
hidup maupun saat diolah menjadi makanan. Bahkan dalam Mazhab Syafii,
Asap yang keluar atau minyak yang terpercik dari pembakaran olahan
daging haram ini otomatis berdampak najis pula ( Al Mausu’ah Al Fiqhiyah
Al Kuwaitiyah, Juz : 20 Hal : 240).
Olehnya itu butuh pengawasan extra ketat dan regulasi yang jelas terkait penjualan dan penyajian Daging Babi dan makanan haram lainnya, mengingat Mall ini dikunjungi oleh Masyarakat mayoritas Muslim dari usia dini. Amat disayangkan pula sama sekali tidak ada Papan Pemberitahuan yang jelas terkait Daging yang dijual adalah HARAM dan kami secara tegas menghimbau kepada pihak pengelola untuk menghormati kaum Muslimin yg berkunjung ke Mall Pipo dan jika tenamt jajanan haram tersebut masih berjualan maka kami akan turun ke lokasi,
tegas Zulkifli.
Sumber Berita : https://sulselberita.com/2019/07/30/hati-hati-jajan-makanan-haram-daging-babi-di-mall-phinisi-point-makassar/
Olehnya itu butuh pengawasan extra ketat dan regulasi yang jelas terkait penjualan dan penyajian Daging Babi dan makanan haram lainnya, mengingat Mall ini dikunjungi oleh Masyarakat mayoritas Muslim dari usia dini. Amat disayangkan pula sama sekali tidak ada Papan Pemberitahuan yang jelas terkait Daging yang dijual adalah HARAM dan kami secara tegas menghimbau kepada pihak pengelola untuk menghormati kaum Muslimin yg berkunjung ke Mall Pipo dan jika tenamt jajanan haram tersebut masih berjualan maka kami akan turun ke lokasi,
tegas Zulkifli.
Sumber Berita : https://sulselberita.com/2019/07/30/hati-hati-jajan-makanan-haram-daging-babi-di-mall-phinisi-point-makassar/
Lebih Baik Tutup Mulut Kalian Ketimbang Tutup Restoran Daging Babi!
Apa yang keluar dari mulut bisa lebih najis daripada apa yang dimasukkan ke mulut.
Beberapa
hari kemarin, viral restoran yang menjual daging babi, dengan izin yang
sudah ia miliki, ditutup. Mereka yang menutupnya, datang membawa-bawa
nama Tuhan sambil berfoto bangga berhasil menutup restoran. Di kota ini,
ada orang-orang yang juga ingin menikmati daging babi.
Konsep
haram dan halal memang sudah sangat jelas bagi sebagian besar rakyat
Indonesia. Saya tidak mempermasalahkan orang-orang yang memiliki konsep
halal dan haram dalam makanan.
Tapi yang
menjadi permasalahan adalah orang-orang yang tidak toleran terhadap
keberadaan makanan daging babi. Kalau tidak mau makan, ya jangan menutup
kesempatan berbisnis orang dong. Ini kan bukan untuk mereka yang
mengharamkan daging babi.
Restoran ini justru
dibuka untuk memberikan kesempatan bagi para penikmati makanan daging
babi di sana. Memangnya kenapa? Ada yang salah dengan itu?
Alasan mereka sebenarnya terlalu bodoh untuk menjadi dasar penutupan restoran tersebut. Alasan mereka adalah takut lemah iman.
Memang
harus diakui, bagi banyak orang di kampung saya, daging babi itu enak.
Tapi ada beberapa teman dan saudara saya yang tidak suka makan babi. Dan
ini bukan urusannya dengan agama. Murni urusan dengan lidah.
Mereka Kristen yang tidak suka makan babi. Biasa saja. Dan di Makassar, setahu saya tidak banyak orang yang suka makan babi.
Akan
tetapi kita harus terbuka juga, bahwa ada beberapa orang yang
mencari-cari daging babi di Makassar, untuk dikonsumsi, sebagai sarana
pelepas rindu kampung halaman. Lantas, mengapa restoran ini ditutup?
Memangnya
kita tidak boleh menjual makanan yang mengandung babi? Kenapa bisa
sedemikian intolerannya? Saya jujur saja, ingin sekali melepaskan
peranan agama dalam hal ini. Ini murni selera.
Ini
murni kebebasan berdagang sebagai orang Indonesia. Padahal sudah jelas,
tulisannya pork. Artinya ya bagi sebagian besar orang, kalau tidak mau
makan, ya hindari saja. Kok jadi orang, lemah banget sih imannya?
Justru
setahu saya orang yang beragama tinggi, akan lebih toleran. Toleransi
adalah puncak agama. Tapi di Indonesia masih ada orang-orang beragama
yang merasa diri paling beragama, ketika bisa menutup restoran daging
babi. Dan malah bersyukur pula. Kalian ini siapa?
Merasa
memperjuangkan agama, dengan cara menutup restoran daging babi? Rendah
sekali nilai kemanusiaanmu? Saya doakan agar orang yang dizalimi itu,
sukses dan mempekerjakan kalian di restorannya.
Sebagai
manusia, kita harus sadar bahwa Indonesia ini rumah kita bersama.
Seperti yang Anies Baswedan, junjungan kalian katakan. Jakarta ini rumah
kita bersama.
Indonesia rumah kita bersama. Duh
saya jadi kecepirit menulis paragraf ini. Kata-katanya sih bagus, tapi
orangnya yang gak becus pimpin kota. Tapi kita lupakan Anies. Kita
lanjut saja ke dalam isu penutupan rumah makan yang menjual makanan
babi.
Bagaimana
pun juga, justru sebagai mayoritas, kalian harus melindungi minoritas,
bukan malah menekannya. Sebagai orang yang banyak, seharusnya kalian ini
memperjuangkan hak-hak mereka yang dianggap minoritas.
Untuk kaum minoritas, selama kalian juga membela mayoritas, di sanalah kalian dilindungi. Ini harus dilihat secara berimbang.
Jangan
sampai hal ini menjadi sebuah bentuk intoleransi gaya baru, yang akan
dicontoh di beberapa tempat. Sebagian besar manusia sadar bahwa kita
harus menjadi orang yang baik. Semua orang di dunia ini tentu ingin
harmonisasi.
Maka harmonisasi macam apa yang
akan dibentuk? Harmonisasi antara kaum yang menganggap diri mayoritas
dengan kaum yang dianggap minoritas. Seharusnya solusinya sederhana.
Ketimbang
ditutup seperti itu lalu diviralkan di media sosial, justru seharusnya
pemilik restoran daging babi ini bisa diajak bicara. Jangan ditutup.
Mungkin bisa ngobrol-ngobrol santai.
Malah ada teman saya yang memberikan pandangan mereka dengan sangat tajam.
Seharusnya
di negara mayoritas agama tertentu, yang harus ditempelkan ya label
non-halal! Bukan malah label halal. Kenapa? Karena untuk menempelkan
stempel halal, jauh lebih boros ketimbang menempelkan stempel non halal.
Justru di negara bagian Eropa sana, yang harus
ditempel adalah stiker halal. Kok di Indonesia malah terbalik ya? Aneh.
Di Indonesia terlalu banyak makanan halal, tak perlu stempel halal.
Jadi jangan-jangan ini hanya upaya cetak duit?
Susah bernegara di negara yang masih primordial seperti ini. Tapi mau pindah negara, nanti dianggap ibadah. Hahaha.
Sumber Opini : https://seword.com/umum/lebih-baik-tutup-mulut-kalian-ketimbang-tutup-restoran-daging-babi-57dwYOW9uM
Klarifikasi Penutupan Resto Daging Babi Tidak Sinkron! Ngeles Aja!
Karena
video penutupan resto penjual daging babi di mall Pipo sudah viral dan
memancing reaksi publik, akhirnya Ustadz Das Ad Latif melakukan
klarifikasi.
Intinya, dia mengatakan bahwa bukan
mereka yang menutup resto penjual daging babi tersebut, melainkan
manajemen Pipo sendirilah yang berinisiatif menutup resto tersebut.
Manajemen menutup resto tersebut sebagai bentuk tanggung jawab atas
keresahan masyarakat atas keberadaan resto daging babi di tempat publik.
Keberadaan
Ustadz Das Ad Latif di depan resto tersebut hanya sebagai apresiasi
terhadap manajemen atas kepekaannya. Mereka berada di tempat itu karena
pihak manajemen mengajak mereka ke tempat itu untuk memastikan bahwa
resto tersebut sudah ditutup. Itulah asal mula video tersebut yang
ditujukan sebagai media informasi kepada masyarakat bahwa resto tersebut
sudah ditutup dan tidak perlu resah lagi.
Inkonsistensi Ustadz Das Ad Latif
Dalam
video penutupan resto daging babi yang beredar di media sosial, Ustadz
Das Ad Latif menyatakan bahwa mereka datang bertemu dengan pemilik dan
manajemen karena adanya keresahan di masyarakat. Kemudian pemilik dan
manajemen merespons kedatangan mereka dengan menutup resto tersebut.
Silakan saksikan video berikut untuk memastikan:
Video penutupan:
Lalu di video klarifikasi, dia mengatakan bahwa
resto itu ditutup manajemen atas inisiatif sendiri. Manajemen menutup
karena mereka mendengar keresahan masyarakat. Padahal di video yang
viral itu dia mengatakan dia mendatangi manajemen. Yang benar yang mana
ini? Resto ditutup manajemen sebelum mereka datang atau resto ditutup
setelah mereka mendatangi manajemen.
Kalau
membandingkan video penutupan dengan video klarifikasi, dia tampaknya
ngeles saja untuk menghindari reaksi publik atas penutupan resto daging
babi yang halal bagi non-muslim itu.
Masyarakat Makassar intoleran
Andai
benar bahwa manajemen menutup resto itu karena meresahkan masyarakat
sesuai dengan klarifikasi Ustadz Das Ad Latif, maka ini masalah besar.
Masalah besar karena masyarakat Makassar beragama Islam ternyata tidak
bisa menghargai yang beragama lain yang menghalalkan daging babi untuk
dimanakan. Berarti masyarakat Makassar beragama Islam ternyata
intoleran.
Jadi begini. Daging babi itu haram
bagi Islam. Ya itu kita tahu. Tetapi daging babi halal bagi yang lain.
Sementara itu resto itu berada di tempat publik di mana semua golongan
memiliki hak yang sama. Mall adalah tempat publik di mana yang muslim
dan yang beragama lain punya kesempatan yang sama untuk mendapatkan apa
yang mereka mau, selama itu tidak melanggar hukum.
Maka
resto daging babi tidak bisa dilarang di mall tersebut karena
diperuntukkan bagi mereka yang non-muslim. Tentu resto tersebut harus
secara terang menyatakan bahwa resto tersebut menjual daging babi agar
yang muslim tahu bahwa resto itu bukan tempat mereka untuk menyantap
makanan.
Kalau ternyata di tempat umum, makanan
halal bagi non-muslim tidak bisa diperjual-belikan, lalu
diperjual-belikan di mana? Di tempat tersembunyi di mana muslim tidak
ada? Kenapa tidak suruh ke hutan saja sekalian untuk menikmati makanan
yang bagi non-muslim itu halal. Sekali lagi, ruang publik diperuntukkan
bagi seluruh masyarakat tanpa melihat agamamu apa.
Kalau
bagi Anda daging babi itu haram, ya jangan masuk ke resto di mana
daging itu dijual. Tidak ada paksaan untuk membeli bukan? Kalau ada
paksaan, barulah hak Anda untuk membela diri Anda. Tetapi kalau tidak
ada paksaan lalu Anda merasa resah dan menuntut resto ditutup, Anda
sedang memberangus hak non-muslim untuk memakan makanan yang halal bagi
mereka.
Saling menghargai itu adalah saling
memahami satu dengan yang lain. Non-muslim tidak memaksa Anda makan
babi. Anda juga tidak memaksa kami makan babi di hutan atau di mana Anda
tidak ada atau di tempat tersembunyi di mana muslim tidak
menjangkaunya. Emank kamu pikir kami ini tikus yang harus makan di
tempat tersembunyi dari mayoritas?
Maaf,
saudara. Kami juga punya hak. Anda juga punya hak. Mohon saling
menghargai. Jangan karena merasa diri mayoritas lalu Anda merasa harus
difasilitasi semua yang menyenangkan Anda.
Sumber Opini : https://seword.com/umum/penutupan-resto-daging-babi-antara-video-penutupan-dengan-klarifikasi-tidak-sinkron-ngeles-aja-6NF7LlU835
SAMA BABI TAKUT, SAMA BUKU CEMBERUT
DennySiregar.id, Jakarta - Entah ada apa dengan Makassar. Mendadak ormas-ormas berbaju agama merasa menjadi polisi syariat dengan menyambangi toko-toko yang tidak sesuai dengan pandangan mereka.
Sebelumnya
viral waktu restoran yang menjual daging babi, dipaksa tutup. Yang menutup
adalah mereka yang menamakan diri sebagai Aliansi Penjaga Moral Makassar. Kalau
lihat dari nama ormasnya, tentu mereka beralasan kalau penutupan itu atas nama
"moral". Entah moral siapa dan dari sudut pandang mana..
Setelah
berhasil menutup restoran babi, kembali salah satu ormas dengan judul
"Brigade Muslim" menyisir buku yang mereka anggap terlarang dan
berhaluan marxisme dan komunisme. Gak tanggung-tanggung, mereka menyita buku di
salah satu jaringan toko buku besar Gramedia.
Dan hebatnya,
ormas-ormas ini berhasil melakukan aksinya tanpa perlawanan sedikitpun.
Tanpa
perlawanan? Ya, jelas. Pihak pengelola Mall tempat mereka menutup restoran babi
pasrah, pihak Gramedia Makassar juga pasrah. Ya, daripada ribut, biarin aja
lah..
Inilah yang
mengherankan. Disaat gencar-gencarnya perang terhadap radikalisme, sama sekali
tidak ada perlawanan dari masyarakat untuk sekadar melaporkan tindakan yang
tidak menyenangkan itu ke polisi.
Para pemilik
usaha seperti takut akan kelangsungan bisnisnya kalau nanti jadi rame. Akhirnya
mereka membiarkan tindakan ormas yang semena-mena.
Itulah
permasalahan terbesar kita. Ketika kaum yang menamakan diri mereka silent
majority, bukannya bangkit dan memanfaatkan hukum untuk melawan mereka. Tetapi
malah diam dan pasrah, sehingga kelompok seperti itu malah semakin
menjadi-jadi.
Kenapa tidak
lapor ke polisi ? Apa takut polisi malah berpihak pada mereka?
Ini harus
menjadi PR besar polisi Republik Indonesia bagaimana bisa menjamin keamanan
orang untuk berusaha, atau mereka yang selalu ditindas atas nama agama.
Pengalaman
saya, jika kita takut menghadapi kelompok seperti itu, mereka bukannya
bersimpati tetapi justru semakin ganas dan sewenang-wenang. Kesuksesan satu
akan dijadikan jalan untuk meraih kesuksesan berikutnya. Dan tanpa sadar,
mereka sudah membesar dan memakan semua yang mereka lihat.
Pemberantasan
radikalisme di negeri ini banyak yang masih sekadar retorika. Tapi dalam
kenyataannya, ormas-ormas itu semakin berani karena tidak ada tindakan hukum
pada mereka.
Pemberantasan
radikalisme itu harus dimulai dari kepolisian. Berikan jaminan keamanan kepada
mereka yang merasa ditindas, dengan menyebarkan nomor khusus yang bisa
dihubungi sehingga orang tidak takut melapor lagi.
Dan ketika
ada yang melapor, lindungi mereka, jangan malah kompromi dengan kelompok yang
merasa menjadi polisi kedua di negeri ini.
Disini
kewibawaan aparat dipertaruhkan. Ormas seperti itu, dikasih kaki minta tangan,
dikasi tangan minta kepala. Dan kelak mereka akan minta nyawa.
Kalau kita
tidak melawan sekarang, percayalah, Indonesia kelak hanya akan tinggal nama.
Seruput
kopinya.
Re-post by MigoBerita / Selasa/06082019/10.29Wita/Bjm