Mbah Moen ke Saudi untuk Ibadah Haji, Wafat di Salah Satu RS Mekah
Jakarta - Kiai karismatik KH Maimun Zubair atau Mbah Moen wafat di Mekah. Mbah Moen ke Arab Saudi untuk menunaikan ibadah haji."Betul. Saya juga dapat kabar dari Mekah dan Gus Yasin putra beliau yang Wagub Jateng," kata Sekjen PPP Arsul Sani kepada detikcom, Selasa (6/8/2019).
PPP mendoakan Mbah Moen khusnul khatimah. Ketua Majelis Syariah PPP itu sebelumnya sempat dirawat di salah satu rumah sakit di Mekah.
"Semoga Mbah Moen khusnul khatimah. Aamiin YRA. Almarhum sedang berada di Mekah untuk menunaikan ibadah haji," kata politikus PPP Ade Irfan Pulungan.
Wasekjen PPP Achmad Baidowi menyebut pihaknya tengah menuju rumah sakit di Mekah tempat Mbah Moen wafat.
"Sekarang kami lagi perjalanan ke RS," katanya.
Mbah Moen (Foto: dok. PPP)
Sumber Berita : https://news.detik.com/berita/d-4653803/mbah-moen-ke-saudi-untuk-ibadah-haji-wafat-di-salah-satu-rs-mekahMbah Moen Wafat di Mekah
Jakarta - Kabar duka menyelimuti Tanah Air. Kiai karismatik KH Maimun Zubair atau akrab disapa Mbah Moen wafat."Innalillahi wainnailaihi rajiun. Mbah Maimun Zubair wafat," kata Waketum PPP Arwani Thomafi kepada detikcom, Selasa (6/8/2019).
Ketua Majelis Syariah PPP itu diketahui wafat di Mekah.
"Wafat di Mekah," kata Arwani.
Maimun Zubair atau Mbah Moen wafat pada usia 90 tahun. Mbah Moen merupakan kiai kelahiran 28 Oktober 1928.
KH Maimun Zubair (Didik Dwi H/20detik)
Sumber Berita : https://news.detik.com/berita/4653769/mbah-moen-wafat-di-mekahRahasia Mbah Moen Bisa Naik Haji Tiap Tahun
Ulama kharismatik dan tokoh Nahdlatul Ulama (NU) KH Maimoen Zubair kembali berhaji tahun ini. Tokoh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini juga sempat membeberkan ‘rahasia’ bagaimana ia bisa berhaji tiap tahun.
Mbah Moen, demikian dia biasa disapa, mengaku banyak kenal dengan petugas maupun Duta Besar.
“Jadi haji saya adalah sesudah selesai hajinya para jemaah,” ucapnya melempar canda kepada Media Center Haji.
Kedatangan Mbah Moen ini disambut oleh Ketua Daerah Kerja (Kadaker) Airport Arsyad Hidayat begitu keluar dari gerbang kedatangan terminal haji.
Ia tiba di Bandara Internasional King Abdul Azis, Jeddah, Kamis 17 Agustus 2017 pukul 16.00 WAS menggunakan pesawat Saudi Airlines.
Ketika baru tiba, Arsyad langsung mengajak Mbah Moen mampir ke kantor Daker untuk rehat sejenak sebelum berihram dan berangkat umrah ke Makkah.
Mbah Moen adalah tokoh NU yang hampir tiap tahun beribadah haji ke Tanah Suci. Tokoh sepuh yang disegani semua kalangan ini masih kuat melakukan perjalanan jauh.
Setelah merasa cukup istirahat, Mbah Moen kemudian mandi, berihram dan shalat sunah di mushala yang terletak di plaza Bandara Jeddah.
Menurut Mbah Moen, ibadah haji tahun ini berbeda dengan tahun sebelumnya. Sebab, kuota haji kembali normal. Lebih dari 200 ribu orang. Sementara tahun sebelumnya sekitar 160-170 ribu orang.
“Haji tahun ini lebih kondusif. Dipandang dari segi pelayanan maupun peribadatan dan lainnya. Saya yakin haji itu akan menjadi ukuran kemajuan bangsa Indonesia,” ujar Mbah Moen saat ditemui usai shalat sunah.
Terkait waktu larangan lempar Jumrah bagi jemaah haji Indonesia yang dikeluarkan Pemerintah Saudi, Mbah Moen meminta jemaah haji Indonesia untuk mengikutinya.
Memang, kata dia, ada waktu-waktu afdhaliyah (baik) untuk melempar jumrah sesuai dengan pandangan berbagai mazhab dalam Islam. Namun, hendaknya umat mengikuti anjuran pemerintah sebagai rujukan secara umum. “Jemaah haji hendaknya melaksanakan ibadah secara tulus dan ikhlas,” pesan Mbah Moen.
EH / Islam Indonesia
Sumber Berita : https://islamindonesia.id/berita/rahasia-mbah-moen-bisa-naik-haji-tiap-tahun.htm
Ditanya Tabiat Wahabi, Ini Jawaban KH Maimoen “Mbah Moen” Zubair
IslamIndonesia.id—Ditanya Tabiat Wahabi, Ini Jawaban KH Maimoen “Mbah Moen” ZubairKH. Maimoen Zubair, Pimpinan Pondok Pesantren Al-Anwar, Karangmangu, Sarang, Rembang Jawa Tengah yang biasa dipanggil Mbah Moen adalah sosok ulama kharismatik yang unik, khas dan disegani. Pesan-pesannya dikenal merakyat, bijak dan menyentuh hati. Meskipun terkadang menohok tapi tetap santun dan menyejukkan, semakin menambah rasa kagum siapapun yang mengenal dan menyimak wejangan beliau.
Ada peristiwa menarik yang terjadi di sela-sela acara Seminar Nasional dan Bahtsul Masail Islam Nusantara di Aula Rektorat Universitas Negeri Malang (UM), Malang, Jawa Timur, awal tahun silam. Cerita ini dikisahkan oleh KH Azizi Abdullah dari Kediri, berdasarkan pengalamannya ketika sowan kepada Mbah Moen dalam sebuah kesempatan.
Kiai Azizi saat itu menanyakan tabiat kalangan Wahabi yang sepengetahuannya bisa dicap kafir dan gemar mensyirik-syirikkan orang NU karena amaliahnya. Sontak Mbah Moen meluruskan cara pandang Kiai Azizi ini.
“Hei, Mas, sampeyan mbok jangan ngawur. Tabiat Wahabi itu bukan kafir, Mas, tapi berdosa. Lha, orang berdosa itu: yaghfiru liman yasyaa’ wa yu’addzibu man yasyaa’. Kalau Allah mengampuni, ya masuk surga, kalau tidak diampuni ya masuk neraka,” kata Mustasyar PBNU ini.
“Kalau kafir kan pasti masuk neraka. Sampeyan ini jangan main hukum kafir begitu saja, wong sampeyan saja belum pasti masuk surga. Ngapain ngurusi orang lain,” tambahnya lagi.
Mbah Moen lalu mengimbau kepada warga NU agar tidak ikut-ikutan dengan tabiat buruk kelompok lain, apalagi sampai turut campur menghukumi perkataan dan perbuatan orang lain. Baginya, yang lebih penting adalah menjaga akidah diri sendiri.
Mendengar jawaban Kiai Maimoen tersebut, Kiai Azizi mengaku insaf dari asal menghukumi orang.
“Saya pun akhirnya tobat,” kata Kiai Azizi disambut tawa para hadirin.
Itulah pesan tegas Mbah Moen yang patut direnungkan oleh siapapun yang mudah mengkafirkan orang lain hanya karena tidak sepaham. Beliau mengingatkan pentingnya membangun kesadaran diri untuk tidak main-main dengan menghukumi orang lain dengan “kafir” dan tentang tidak pentingnya sibuk ngurusi orang lain.
Ternyata benar, kita memang tidak pantas merasa paling benar, karena kita belum tentu masuk surga.
Seperti yang disampaikan Mbah Moen, urusan masuk surga atau tidak, memang sangat bergantung pada ridha dan pengampunan Allah SWT.
EH/IslamIndonesia
Sumber Berita : https://islamindonesia.id/kisah-nyata/ditanya-tabiat-wahabi-ini-jawaban-kh-maimoen-mbah-moen-zubair.htm
Pesan Mbah Moen Ke Kiai Muda Zaman Now
islamindonesia.id – Pesan Mbah Moen Ke Kiai Muda Zaman NowMustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Maimun Zubair atau yang akrab disapa Mbah Moen berpesan kepada para kiai muda pengasuh pondok pesantren, agar mengikuti perkembangan zaman. Termasuk menguasai teknologi informasi, sehingga bisa menyampaikan dakwah secara kekinian.
Berbicara di hadapan ratusan kiai muda dalam Tabligh Akbar Maulid Nabi Muhammad SAW di Ponpes Wakaf Literasi Islam Indonesia (Wali), Candirejo, Tuntang, Semarang, Mbah Maimun berkisah saat dirinya belajar bahasa Melayu dan aksara latin, sewaktu muda dulu.
Masa itu, bahasa Melayu belum begitu populer dan masyarakat Jawa, khususnya kaum santri terbiasa menggunakan aksara arap pegon (huruf arab gundul), bukan tulisan latin.
“Saya waktu kecil diminta bapak untuk tidak hanya belajar alif ba ta, namun juga belajar ABCD. Selain itu juga belajar bahasa Melayu. Waktu itu belum ada bahasa Indonesia,” kata Mbah Maimun.
Selain itu, Mbah Maimun muda akrab dengan nilai-nilai kebangsaan melalui bacaan-bacaan dari Penerbitan Balai Pustaka. Ayahnya berpesan agar jangan meninggalkan bacaan-bacaan dari orang-orang yang berpaham nasionalis.
Salah satunya adalah Panjebar Semangat, majalah mingguan berbahasa Jawa yang terbit di Surabaya.
Majalah yang pertama kali terbit 2 September 1933 ini didirikan Dr Soetomo, tokoh pendiri Budi Utomo. Majalan inilah salah satu media yang digunakan Budi Utomo untuk perjuangan kemerdekaan Indonesia.
“Saya harus baca Penyebar Semangat, menyebarkan semangat kebangsaan,” tandasnya.
Terlepas dari itu, Mbah Maimun sangat mendukung dan merestui keberadaan Forum Kyai Muda (FSKM) se-Jawa Tengah ini. Apalagi keberadaan para kiai muda ini akan menggantikannya suatu hari nanti.
Ia mendorong agar para kiai muda melek teknologi, agar pesan dakwahnya sampai kepada umat, khususnya generasi milenial.
“Saya sebagai seorang tua, paling dahulu merestui ada forum kiai muda. Apa maksudnya saya, kiai-kiai yang ada sekarang ini akan diganti oleh kiai muda itu. Harus dibekali bahwa kiai muda mengetahui sekarang ini zaman yang tidak sama,” tuntasnya.
Sementara itu, Pimpinan Pondok Pesantren Wali, KH Anis Maftuhin menjelaskan, dalam kegiatan Multaqo Kebangsaan ini juga digelar Ngaji Jurnalistik dengan tema “Strategi dan Teknik Dakwah di Era Digital untuk Generasi Milenial”.
Menurut Anis, kiai muda harus melek teknologi dan media sosial. Karena keduanya adalah fakta yang tidak bisa dihindari. Sejauh ini, ia melihat, para kiai muda khususnya di Jateng memiliki keterbatasan, sehingga diperlukan diskursus tentang teknologi informasi ini.
“Salah satunya memanfaatkan media sosial untuk berdakwah,” kata Anis.
Salah satu pembicara Ngaji Jurnalistik adalah anggota DPR Muhammad Arwani Thomafi. Dalam paparannya ia mengatakan, media saat ini sangat luas, tidak sebatas media cetak dan penyiaran saja.
Sekarang sudah masuk media online dan media sosial. Sehingga dengan semakin banyaknya media tersebut, seharusnya menjadi peluang dan potensi bagi sarana dakwah itu sendiri.
“Zaman now ini menjadi penting memanfaatkan media sosial sebagai sarana dakwah. Jadi ini sangat positif,” kata Arwani.
EH / Islam Indonesia
Sumber Berita : https://islamindonesia.id/berita/pesan-mbah-moen-ke-kiai-muda-zaman-now.htm
Negara Masih Tutup Mata Terhadap Diskriminasi Agama: SMRC
islamindonesia.id-Negara Masih Tutup Mata Terhadap Diskriminasi Agama: SMRCLembaga survey Saifu Mujani Research Consulting (SMRC) menilai negara masih diam terhadap tindakan diskriminasi yang dialami oleh kelompok agama tertentu. Tidak hanya kelompok agama minoritas, kelompok dalam Islam pun yang mengalami diskriminasi juga didiamkan oleh negara.
“Tak hanya minoritas. Bahkan dalam komunitas Islam sendiri, kalangan Ahmadiyah atau Syiah juga mengalami diskriminasi yang didiamkan negara,” kata Peneliti Utama lembaga survey, Saiful Mujani, di Kantor SMRC, Jakarta Pusat, Minggu, 4 Agustus 2019, seperti dikuitp Medcom.id.
Secara umum, Saiful juga melihat kebebasan beragama di Indonesia masih rendah. Padahal, katanya, menjalankan dan menyatakan keyakinan sudah seharusnya menjadi hak dari setiap warga negara.
Ia pun meminta negara berdiri paling depan dalam melindungi hak warga dalam beragama. Diskriminasi paling besar sejauh ini dirasakan oleh kelompok minoritas.
Sebelumnya, Tokoh sepuh Muhammadiyah Ahmad Syafi’i Ma’arif kembali mengingatkan derita korban pengusiran muslim Syiah dan Ahmadiyah dari kampung halaman masing-masing. Bagi Syafi’i, Pemerintah Daerah bertanggungjawab atas masalah ini.
“Pemerintah Daerah kurang berdaya atau sengaja tidak berdaya,” kata pria yang akrab disapa Buya Syafi’i ini seperti dilansir KBR, 5 Juni. “Pemerintah Pusat harus memanggil dan menegur. Masa sudah bertahun-tahun kejadian semacam ini.”
Bagaimana pun orang menolak pandangan keagamaan mereka, kata Buya, ia tidak berhak melarang mereka hidup di tanah kelahirannya. Apalagi mereka adalah warga negara Indonesia juga.
Ia berharap Pemda dapat segera menyelesaikan masalah ini secara tepat. Bagi Buya, sila kedua Pancasila “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” harus diterapkan pada semua warga negara, apapun agama dan mazhab mereka. []
YS/islamindonesia/Foto: Kompas
Sumber Berita : https://islamindonesia.id/berita/negara-masih-tutup-mata-terhadap-diskriminasi-agama-smrc.htm
Surat Terbuka untuk Zakir Naik dari Negeri Jiran
Warga Kuala Lumpur, Anas Zubedy, melayangkan surat terbuka untuk mubalig berdarah Mumbai, Zakir Naik. Surat Anas diterbitkan pada laman situs berita berbasis Malaysia, The Star, pada 1 Agustus.
Anas meminta pendakwah yang kini dikabarkan berada di Malaysia itu meninggalkan Negeri Jiran dengan sukarela. Baginya, ceramah Zakir tidak sesuai dengan budaya Malaysia dan berpotensi merusak citra Islam serta merusak kerukunan.
“Saya pun sangat yakin, seorang yang mendedikasikan hidupnya untuk dakwah ingin agar non-Muslim mendekati Islam,” kata Anas dalam suratnya. “Sayangnya, kehadiran Anda justru berdampak sebaliknya. Kontraproduktif.”
Menurut aktivis gerakan moderat ini, ceramah dengan metode perbandingan agama dan debat tidak efektif mencapai tujuan dakwah di Malaysia. Tidak heran, kebanyakan ulama Negeri Jiran selama ini mendakwahkan agama dengan menyampaikan keindahan Islam tanpa perlu membandingkan atau merendahkan agama lain.
“Ini telah berlangsung 60 tahun. Kami hidup damai, harmoni dan menjadi contoh bagi dunia saat ini. Dengan segala hormat, kami ingin menjaga jalan ini,” ujarnya.
Lagi pula, debat dengan non-Muslim di negeri mayoritas Muslim seperti di Malaysia tidak meniscayakan membuat Islam terlihat kuat. Justru lebih mencerminkan lemahnya Islam. Ia mengatakan, tidak mungkin umat minoritas di Malaysia melayangkan ‘serangan balik’ ketika agama mereka dipojokkan di atas podium.
“Ini seperti adu gelut, kita dibolehkan memukul lawan tapi tangan lawan dalam keadaan terikat,” katanya sembari membeberkan dalil dari Alquran tetang pentingnya sikap bijak soal keragaman dan bersikap adil seperti dalam Surat Al-Maidah: 48 dan Surat Al-Muthaffifin ayat 1-3.
Hanya saja Anas menekankan bahwa permintaanya tidak bertujuan menolak hak dakwah mubalig 53 tahun itu. “Saya tidak mengatakan Anda harus berhenti berdebat. Silahkan melakukannya, tapi di negeri lain,” katanya.
Mengenai tiadanya sikap tegas dari para elit politik Malaysia tentang kehadiran Zakir Naik, menurut Anas, hal itu wajar. Sebagai tokoh berpengaruh, Zakir Naik tentu menjadi sosok sensitif jika disinggung oleh para politisi.
Jika penguasa secara tegas memintanya pulang ke India, politisi oposisi akan menggunakan momentum itu sebagai senjata menyerang pemerintah. Karena itu, tiada partai politik yang berbasis massa Muslim yang akan melakukannya.
“Jadi tolong tinggalkan Malaysia dengan inisiatif sendiri. Bantulah Tun Dr Mahathir Mohamad dengan memberikannya jalan mudah. Dia telah berbuat baik pada Anda meskipun Anda telah berlaku buruk padanya sebelum pemilu,” katanya.
***
Sehari setelah surat Anas terpublikasi, seorang warga Penang, Mohamed Sirajudin, melayangkan surat di situs yang sama menanggapi pernyataan Anas. Sirajudin menepis argumen yang disampaikan Anas tentang dampak negatif kehadiran Zakir Naik.
Menurut Sirajudin, dialog dan debat dengan pengikut agama lain dapat ditemukan dalam Alquran. Tapi di sisi lain, Alquran memang melarang untuk memaksa umat lain memeluk agama Islam.
Ia juga mempertanyakan dasar argumen Anas terkait dampak kehadiran Zakir Naik terhadap citra Islam. Menurut dia, tak ada data yang menunjukkan berkurangnya non-Muslim menjadi muallaf akibat kehadiran Zakir Naik.
Kehadiran mubalig yang kerap berkopiah putih itu justru berdampak positif bagi Sirajudin. Setidaknya, katanya, umat Islam Malaysia yang terpecah dalam pilihan politik dapat bersatu dengan kehadiran Zakir Naik. []
YS/Islamindonesia
Sumber Berita : https://islamindonesia.id/berita/surat-terbuka-untuk-zakir-naik-dari-negeri-jiran.htm
Haedar Nashir: Umat Perlu Konsolidasi Pemikiran
islamindonesia.id – Haedar Nashir: Umat Perlu Konsolidasi Pemikiran.Saat ini sebagai bangsa juga sebagai Umat Islam, perlu adanya konsolidasi pemikiran, yaitu menghadirkan perspektif baru mengenai beragam hal dan pandai memilah persoalan dengan bijak.
Hal itu disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir saat silaturahim Guru Besar Muhammadiyah di gedung AR Fachrudin A Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Ahad (28/7/2019)
Konsolidasi pemikiran itu, seperti dilansir laman Ormas Muhammadiyah, menyangkut hukum ketatanegaraan, transaksi politik, serta dalam konteks kehidupan keagamaan.
Seperti dalam konteks keagamaan, dewasa ini perlu ada perspektif baru sehingga umat Islam tidak berkutat hanya soal konflik paham mengenai radikal dan kontra radikal semata, seperti yang terjadi saat ini.
“Tetapi agama kita fungsikan sebagai kekuatan pencerah, kekuatan integratif, kekuatan menciptakan damai, dan kekuatan yang membangun masa depan lebih cerah,” katanya.
Untuk itu, Haedar berharap bahwa perkumpulan guru besar Muhammadiyah mampu menjadi media dalam membangun jaringan dan yang lebih penting mampu menyegarkan pemikiran-pemikiran yang multi perspektif menyangkut keumatan, kebangsaan dan kehidupan global.
Menurut tokoh kelahiran Bandung ini, sekarang ini juga banyak reduksi di dalam persoalan umat, bangsa dan dunia. Sehingga, karena reduksi pemikiran itulah orang jadi sering terlibat di dalam konflik kepentingan.
“Untuk itu, Indonesia memerlukan pemahaman yang luas dalam mengolah persoalan ekonomi, keagamaan, politik, dan budaya,” lanjutnya.
Haedar juga berharap para guru besar Muhammadiyah dapat menjadi basis penghasil keilmuan yang kokoh, dengan mengembangkan pemikiran yang maju sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
“Terlebih dalam kondisi semangat masyarakat untuk berislam sangat tinggi saat ini, karenanya kontribusi pemahaman bayani, burhani dan irfani dalam suatu isu menjadi sebuah kebutuhan utama,” tegas Haedar.
Haedar berharap melalui forum para guru besar, Muhammadiyah menunjukkan potensi dan kekuatan dahsyat. Menjadi pusat keunggulan berbagai isu dan bisa berkontribusi dalam banyak bidang.
Semoga ini bisa benar-benar dimanfaatkan dan dirumusan dalam konteks Islam yang berkemajuan, pungkasnya.
MUH/IslamIndonesia/foto fitur: muhammadiyah
Sumber Berita : https://islamindonesia.id/berita/haedar-nashir-umat-perlu-konsolidasi-pemikiran.htm
KH Maimun Zubair Tutup Usia di Makkah
islamindonesia.id-KH Maimun Zubair Tutup Usia di MakkahUlama sepuh Kiai Haji Maimun Zubair alias Mbah Moen dikabarkan wafat saat menunaikan ibadah haji di Makkah, Arab Saudi, Selasa (6/8). Kabar wafatnya Pimpinan Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang, ini disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Helmy Faishal Zaini.
“Info sementara yang saya terima dari Gus Rozin benar,” kata Helmy seperti dilansir CNN Indonesia, Selasa (6/8). Soal kejadiannya, Helmy menyebut itu belum lama. “Baru saja.”
Meski begitu, ia belum memberi penjelasan soal penyebab kematian Mbah Moen, yang juga tokoh senior PPP itu.
Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Saadi mengonfirmasi bahwa Mbah Moen wafat di Makkah.
“Iya mas, baru saja santri yang mendampingi beliau telepon saya,” ungkapnya.
Mbah Moen, yang merupakan kelahiran Rembang 90 tahun lalu, diketahui merupakan Ketua Majelis Syariah PPP.
YS/islamindonesia
Sumber Berita : https://islamindonesia.id/berita/kh-maimun-zubair-tutup-usia-di-makkah.htm
Re-post by MigoBerita / Selasa/06082019/10.49Wita/Bjm