Yang jelas dengan bergabungnya RIVAL Jokowi dalam PILPRES kemaren Pak Prabowo menjadi MENHAN (Menteri Pertahanan) dalam Kabinet Menteri Pak Presiden Jokowi, ini membuktikan bahwa Bangsa Indonesia itu sebenarnya memang BERSAUDARA dan bagi mereka yang selalu mengumandangkan HOAX, KEBENCIAN dan PERMUSUHAN serta MENGADU DOMBA masyarakat adalah berarti juga MUSUH NKRI dan MUSUH warga negara INDONESIA, yang berarti mereka adalah Penebar bibit RADIKALISME.
Bahkan ada "Cerita Imajinatif" yang dikumdangkan NETIZEN Tanah Air ketika terjadi perbincangan Antara Pak Jokowi dan Pak Prabowo :
Jokowi : Gimana Mas Prabowo, Kita ternyata memang Bersaudara kan ?
Prabowo : Ya iyalah masa ya iya Saudara KADRUN
Jokowi : Gini loh mas Prabowo, 2014 Bapak memang Kalah PILPRES dengan Saya, tapi koq Partai Pembela Bapak malah MAU Jadi MENTERI Saya... (maksudnya Meninggalkan Bapak Prabowo..??? Kemudian ketika menjelang pertarungan PILPRES 2019, eh si Partai Malah MEninggalkan Saya..??? MMmmmm... berarti mereka kan mau Enaknya Sendiri... Gimana menurut Bapak Prabowo ?
Prabowo : Betul Pak Jokowi, mereka memang mau ENAK sendiri, enggak tau perasaan Saya Gimana ...!!?
Jokowi : Nah, kalau kaya gitu Mas Prabowo, Gimana Kalau Bapak diperlukan NKRI untuk menjadi MENHAN, karena ini sesuai omongan Bapak ketika DEBAT PILPRES dengan Saya kemaren, bahwa ada Ancaman terhadap Pertahanan Keamanan kita bangsa Indonesia, Bagaimana Pak Prabowo, ANDA Setuju?!!
Prabowo : DEMI NKRI, Saya Siap mempersembahkan Jiwa dan Raga Saya untuk menjadi MENHAN.
Jokowi : ALHAMDULILLAH
Jokowi dan Prabowo : SEMOGA ALLAH MERIDHOI IKHTIAR Kita bagi NKRI yang RAHMATAN LIL 'ALLAMIN
Selamat Atas Pelantikan Jokowi dan Ma'ruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden
Selamat juga kepada Pak Prabowo yang telah mau mempersembahkan Jiwa dan Raganya untuk NKRI
Semoga NKRI tambah Maju dan Sejahtera serta Ber Keadilan Rakyatnya.. Amin ya rabbal 'allamin.
MIGOBERITA
Gerindra Bisa Jadi Duri Dalam Daging
DennySiregar.id, Jakarta - Kabar yang sudah
bisa dipastikan kebenarannya adalah Gerindra akan mendapat kursi dalam kabinet.
Ini bagian
dari komitmen Jokowi untuk menyatukan semua perbedaan dalam satu lingkup
kekuasaan. Tujuannya supaya sama-sama berfikir untuk kemajuan Indonesia ke
depan.
Pertanyaannya,
apakah Gerindra dengan perolehan suara terbesar ketiga akan menjadi partner
yang baik atau justru menjadi duri dalam daging pemerintahan ?
Mungkin kasus
gabungnya PAN dalam kabinet Jokowi di periode pertama lalu bisa menjadi acuan.
PAN pada Pilpres 2014 adalah lawan politik Jokowi. Tetapi ketika Jokowi menang,
PAN merapat supaya mendapat kursi di kabinet. Jokowi meluluskannya.
Mendekati
Pilpres 2019, PAN berulah. Mereka ternyata tidak bisa menempatkan diri sebagai
bagian dari koalisi. Mereka punya kesetiaan tersendiri sebagai oposisi. Dan
pada akhirnya, mereka menjadi duri dalam daging sampai mereka keluar dan
benar-benar bergabung bersama oposisi.
Situasi yang
sama bisa saja terjadi pada Gerindra.
Mental
oposisi akan sulit hilang dari diri Gerindra. Apalagi mereka punya perasaan
bahwa diri mereka pernah menjadi oposisi terbesar dalam melawan koalisi
pemerintahan. Perasaan ini akan sulit hilang, apalagi model orang2nya sama
dengan mereka yang ada di Pilpres 2019. Nyinyir tanpa solusi.
Bisa
bayangkan ketika orang-orang model Fadli Zon dan Andre Rosadie yang sulit
berfikir positif dan terbuka, duduk bersama dengan mereka yang selalu berfikir
ke depan. Tentu akan ada tumbukan pemikiran.
Kenapa ? Ini
karena konsep pemikiran elit2 politik kita masih terkonsentrasi pada kekuasaan,
bukan pada kerjasama. Jadi yang diributkan nanti hanyalah masalah "siapa
yang berkuasa" bukan "apa yang bisa kita lakukan bersama"?
Jokowi
mungkin punya harapan sempurna supaya semua elemen bisa bekerjasama untuk
kemajuan bersama. Tapi realitas politik akan membuatnya tersadar, bahwa hal itu
akan sulit dilakukan. Yang dia lakukan kemudian adalah kembali mereshuffle
kabinetnya dan itu akan membuat perbedaan kembali meruncing lebih tajam.
Butuh waktu
lama dan generasi baru untuk mewujudkan harapan seorang Jokowi. Sementara ini
kita nikmati saja dulu kekurangan kedewasaan elit2 politik kita.
Ibaratnya,
mengubah Gerindra menjadi koalisi yang sempurna dan bisa bekerja bersama, sama
sulitnya seperti mengubah Rocky Gerung menjadi seorang sufi yang bicara tentang
ilmu kerendahan hati.
Lebih mudah
mengubah Johnny Sins dari seorang dokter menjadi astronot, meski kalau dia buka
baju bentuknya sama aja.
Seruput kopi dulu ahhhh....Prabowo-Sandi
Sumber Opini : https://www.dennysiregar.id/2019/10/gerindra-bisa-jadi-duri-dalam-daging.html
THE LAST SAMURAI
DennySiregar.id, Jakarta - Akhirnya Presiden Joko Widodo sah menjabat untuk kedua kalinya.
Bahkan untuk
menuju proses itu saja, keributan demi keributan harus dilalui. Banyak kelompok
yang tidak suka Jokowi menjabat lagi karena itu berarti ruang mereka untuk
memperkosa negeri ini seperti yang dulu pernah mereka lakukan, semakin sempit.
Sejak Jokowi
diumumkan oleh KPU sebagai pemenang, sama sekali tidak ada jiwa ksatria dari
lawan-lawan politiknya bahkan untuk sekedar mengucapkan selamat saja. Mereka
terus menerus menekan dengan demonstrasi besar yang bahkan menghilangkan banyak
nyawa yang dikorbankan.
Usaha kudeta
dengan percobaan pembunuhan direncanakan. Yang terlibat adalah mantan militer
berpangkat tinggi dengan kemampuan tempur yang hebat. Tetapi usaha itu berhasil
digagalkan dengan pendekatan yang sempurna oleh Kapolri Tito Karnavian.
Dan tidak
selesai sampai disitu. Gelombang kekerasan melalui demo terus dilakukan dengan
niat untuk memperbesar api. Kelompok separatis dan kelompok radikalis menekan
dari dua sisi. Papua dan Jakarta dibakar supaya apinya merambat kemana-mana.
Langkah
Jokowi untuk menuju periode kedua jabatannya, jauh lebih sulit daripada saat
dia ada menjabat pertama kali.
Kenapa?
Karena saat menjabat pertama, banyak yang meremehkan Jokowi dan menganggap dia
bisa diatur sebagai anak bawang. Tapi semakin kesini, ternyata Jokowi bukan
lagi lawan yang bisa dipandang sebelah mata. Ia jauh lebih kuat daripada yang
dikira.
Mata lawan
membuka dua-duanya dan mulut mereka menganga, "Sial. Presiden sekarang ini
bukan tipikal melambai ! Kita bulak balik gagal !!"
Dan mereka
tahu, periode kedua ini Jokowi tidak akan semakin melemah. Justru ini saat
Jokowi bersikap "nothing to lose", tidak ada yang ditakutkan lagi
karena ini periode terakhirnya.
Kalau
sebelumnya Jokowi hanya bertempur dengan granat, senjata semi otomatis sampai
bazoka saja, periode kedua ini pesawat tempur dan tank lapis baja
dikeluarkannya.
Saya selalu
percaya dengan Jokowi. Sejak dia menjabat pertama kali. Permainan politiknya
benar-benar mengajarkan banyak hal tentang pertarungan sesungguhnya. Bagaimana
lawan bisa mati dengan luka dalam, beberapa lama sesudah Jokowi menikamnya.
Tanpa rasa sakit. Tapi mematikan..
Dan sekarang
petarung itu dilantik kembali. Ia sudah menyiapkan pedang katananya. Baju
tempurnya. Ia the Last Samurai. Pejuang terbesar yang terakhir yang pernah ada.
Kita mungkin tidak akan pernah mendapat momen yang seperti ini lagi..
Salam secangkir kopi..Presiden Jokowi 2019-2024
Sumber Opini : https://www.dennysiregar.id/2019/10/the-last-samurai.html
Fachrul Razi, Calon Menteri Agama yang Ahli Militer
DennySiregar.id, Jakarta - Saya sempat kaget
juga melihat berita bahwa Fachrul Razi, senator Aceh, dicalonkan jadi Menteri
Agama.
Si senator
ini yang dulu melaporkan saya ke polisi karena merasa saya menghina rakyat
Aceh. "Wah, kalau orang ini jadi Menteri Agama, kacau.." Pikir saya.
Ya gimana gak kacau, wong doi tidak bisa membedakan antara kritik pada parlemen
Aceh dengan menghina rakyat Aceh. Bisa kacau Departemen Agama dipimpinnya..
Tapi kabar baru datang, katanya bukan Fachrul Razi
yang botak itu. Rambutnya lebat, kata seorang teman. Saya pun teringat seorang
Jenderal TNI Purnawirawan Fachrul Razi, Ketua tim Bravo 5, salah satu organ
terkuat Jokowi saat Pilpres.
Jenderal Fachrul Razi adalah inisiator yang
mengumpulkan para Purnawirawan Jenderal saat kampanye Jokowi. Strategi Fachrul
Razi ini sangat efektif menepis isu kalau Purnawirawan TNI semua ada dibelakang
Prabowo.
Fachrul Razi dulu adalah mantan Wakil Panglima TNI
saat era Gus Dur. Karena jabatan Wakil dihapus, akhirnya Fachrul Razi pun
tersingkir.
Nah, yang menarik, Fachrul Razi ini dikenal sebagai
ahli strategi militer. Dia juga dikenal sebagai salah satu arsitek militer di
kabinet Jokowi.
Pertanyaannya, ada apa seorang ahli strategi militer
dicalonkan jadi Menteri Agama? Apa hubungannya militer dengan agama?
Saya sempat bingung beberapa saat sebelum menyadari
bahwa agenda utama Jokowi dalam pemerintahan keduanya adalah RADIKALISME. Dan
bicara radikalisme di Indonesia, tentu juga harus bicara agama karena agama itu
menjadi bungkusnya.
Ada kemungkinan besar, Jokowi ingin membersihkan unsur-unsur
radikalisme di tubuh departemen agama yang sudah kronis.
Departemen ini memang salah satu sarang tempat
berkembang biaknya virus zombie itu dan untuk membersihkannya harus dengan
penanganan dan strategi khusus, bukan lagi dengan pendekatan persuasif tetapi
harus dengan cara "keras".
Keras yang dimaksud disini tentu bukan untuk memukul,
tetapi bagaimana mengkanalisasi kelompok radikal itu, sehingga ruang mereka
akan menjadi sangat sempit.
"Wah, menarik kalau gini.." Pikir saya. Saya
pasti akan menantikan dan sangat mendukung gebrakan out of the box yang
dicanangkan Jokowi. Penusukan Wiranto ternyata sangat membekas sehingga perlu
ada strategi khusus untuk melawan mereka.
Semoga Jenderal Fachrul Razi menjadi Menteri Agama dan
kita akan melihat perang strategi melawan radikalisme. Perang yang sama yang
dilakukan Jokowi di tubuh Perguruan Tinggi yang sudah dilakukannya sebelumnya. Seruput
kopi dulu, Pakde. Saya jadi semangat kalo gini..
Salam Hormat Untuk Bapak Tito Karnavian
DennySiregar.id, Jakarta - Sejak dilantiknya
Jenderal Tito Karnavian sebagai Kapolri, saya mendadak jadi fans beliau.
Tidak lama
sesudah beliau menjabat, gelombang demo langsung mengujinya. Demo besar yang
ingin menjatuhkan Ahok dengan tudingan "penista" agama pada bulan
November, menjadi ujian pertamanya.
Meski sempat
rusuh, tetapi demo itu berhasil diredam. Dan baru demo kedua dengan nama 212,
yang diklaim umat Monas sebanyak 8 juta orang itu, langsung mandul gondal
gandul. Saya sempat berdiri dan bertepuk tangan panjang untuk beliau.
"Luar
biasa.." Itulah pujian terendah untuk dirinya.
Tito
Karnavian mantan KaDensus 88 itu, mampu menjadi dirijen handal membuktikan
kapabilitas dirinya sebagai penjaga negeri. Pengalaman memburu teroris selama
belasan tahun, menjadikan dirinya sebagai sosok yang sangat ditakuti oleh
kelompok radikal karena ia selalu selangkah di depan mereka.
Bahkan saking
pusingnya, Rizieq Shihab sampe kabur gak pulang-pulang ke rumah. Dia kalah main
"poker" dihadapan Tito. Meski teorisme tetap ada, di tangan Tito
Karnavian dan jajarannya, Indonesia masih tetap terjaga sampai sekarang dan
kita masih bisa menikmati secangkir kopi dengan tenang.
Tito
Karnavian adalah "Guardian Angel" yang ada pada posisi yang tepat dan
waktu yang tepat. Dan tampaknya Jokowi pun sayang padanya karena Tito adalah
rekan yang bisa dipercayainya.
Hari ini
terdengar kabar bahwa Kapolri diberhentikan oleh Jokowi. Saya sedih sekaligus
senang mendengarnya. Prediksi saya, beliau akan menjadi salah satu Menteri
mungkin di Polhukam, karena keahlian beliau masih dibutuhkan negeri ini.
Semoga
Kapolri masih dijabat oleh mereka yang pernah bertugas di Densus 88, karena
fokus kita masih pada terorisme dan radikalisme. Hanya Densus 88 yang punya
penciuman yang tajam dalam mendeteksi mereka.
Untuk pak
Tito Karnavian, terimakasih pak atas semua dedikasinya.
Dengan rasa
hormat setinggi-tingginya, saya ingin memberikan secangkir kopi untuk bapak.
Ini bukan secangkir kopi biasa, tetapi secangkir kopi penuh cinta.
Seruput,
bapak... Kapolri terbaik yang pernah ada. Dari anak bangsa yang mencintai
negeri ini dengan segenap hati.
SUSI PUDJIASTUTI HILANG
DennySiregar.id, Jakarta - Sebenarnya sejak
awal saya sudah menduga bahwa bu Susi Pudjiastuti tidak akan lagi masuk kabinet,
hanya perasaan suka saya padanya yang mencoba menjauhkan bayangan itu.
Kenapa saya
suka? Mungkin lebih karena kepribadian bu Susi yang bebas dan merdeka. Dia
adalah satu-satunya Menteri yang tidak perlu jaim dengan penampilan. Lah,
ngapain harus jaim? Dia pengusaha sukses jauh sebelum jadi Menteri.
Dan bu Susi
yang pertama kali mendobrak dengan menenggelamkan kapal-kapal pencuri ikan
asing. Ia menjadikan penenggelaman itu sebagai show pribadinya.
Bu Susi
memang punya tim PR yang ciamik. Berita itu heboh dan muncul slogan baru,
"Tenggelamkan!".
Ia juga ahli
memainkan twitternya. Dikelolanya sendiri akun pribadinya, sehingga rakyat
semakin dekat padanya.
Tetapi apakah
yang terjadi di perikanan sama cantiknya dengan apa yang dilihat masyarakat
luas?
Suara keluhan
datang dari Kamar Dagang Industri atau Kadin yang mengeluhkan lambatnya ijin
operasi kapal sehingga nelayan tidak bisa maksimal beroperasi. Bagi nelayan itu
kerugian besar, karena mereka lebih sibuk mengurus administrasi daripada
mendapat keuntungan di lautan.
Selain itu,
keluhan datang dari nelayan yang susah menjual ikannya. Disisi berbeda, pabrik
pengolahan perikanan mengeluh kekurangan bahan baku.
Dalam artian
sederhana, secara pembangunan infrastruktur di sektor perikanan, Susi dinilai
gagal sehingga terjadi gap antara satu daerah dengan daerah lainnya. Daerah
yang banyak ikan ga bisa jual ikan, daerah yang kurang ikan makin tidak
sejahtera.
Ketimpangan
itu membuat pendapatan kita dari sektor ikan tidak optimal. Padahal, di sektor
inilah salah satu kekayaan Indonesia.
Selain itu,
bukan rahasia lagi bahwa Susi tidak bisa bekerjasama dengan LBP sebagai Menko.
LBP minta Susi setop penenggelaman kapal dan fokus pada peningkatan
kesejahteraan nelayan, tapi Susi masih tetap asyik disana.
Dan inilah
yang jadi kelemahan Susi, karena lebih suka memainkan PR bagi dirinya daripada
bekerja lebih luas mensejahterakan sektornya.
Dan puncaknya
adalah ketika Susi membatalkan reklamasi teluk Benoa. Kebijakan ini dilakukan
Susi saat masa transisi, dimana Jokowi sudah mengeluarkan larangan untuk
membuat kebijakan apapun. Susi dinilai membangkang dan ini tidak baik bagi
koordinasi yang membutuhkan kerjasama tim.
Intinya, Susi
sukses di fase pertama dalam menangani pencurian, tapi gagal di fase berikutnya
dalam masalah kesejahteraan. Ditambah koordinasi yang kurang karena Susi
terlalu independen, merah di rapor Susi terlalu banyak.
Jadi akhirnya
saya harus bisa memisahkan kesukaan saya pada pribadi Susi dengan catatan hasil
kinerjanya. Susi itu Menteri yang Instagrammable, tapi penilaian hasil kerja
berbeda.
Meskipun
begitu, saya tetap kehilangan pribadinya yang ceria yang menjadi hiburan
ditengah kesibukan. Sudah tidak ada lagi foto Susi ditengah laut sendirian,
ataupun ia dengan sebatang rokok ditangan, ataupun ketika ia sedang nongkrong
dengan tato di kakinya yang kelihatan.
Saya
kehilangan Susi secara pribadi...
Bu Susi, salam cinta dari saya yang mengagumi
kepribadian anda. Seruput kopinya..Jangan Paksa Jokowi!
Jangan paksa Jokowi
untuk memenuhi keinginan kita hanya karena merasa sudah mati-matian
mendukung. Namanya memilih dan mendukung ada konsekuensinya. Pasti ada
yang sesuai dengan harapan, pun sebaliknya ada yang tidak sesuai
harapan.
Tapi bukan berarti ketika ada yang
tidak sesuai harapan, lalu kita marah, menyesal, dan merasa telah
dikadali oleh orang yang kita dukung. Sama halnya jika hendak memilih
pasangan. Pasangan kita pasti punya kekurangan, disamping kelebihan. Apa
iya karena kita hanya mau menerima kelebihannya saja? Apa iya kemudian
kita menyesal telah memilih pasangan hidup hanya karena melihat
kekurangannya?
Tidak
ada orang yang sempurna. Orang yang kita pilih tidak mungkin tak
memiliki kekeringan. Kita masih hidup di dunia Jangan pernah berharap
sosok yang sempurna di dunia. Kita hanya bisa memilih sosok yang
sempurna di surga kelak.
Hanya mau menerima
kelebihan dan kebaikan dari orang yang kita pilih adalah sikap oportunis
dan pragmatis. Itu bukan merupakan sikap yang kesatria. Artinya kita
tidak tulus dalam memilih. Kita masih mempertimbangkan timbal balik,
untung rugi, dan dampak positif dari pilihan kita.
Dalam
politik memang sebaiknya tidak fanatik buta. Baper harus dibuang
jauh-jauh. Politik itu soal kepentingan, bukan soal persahabatan suci.
Menganggap persahabatan dalam politik sama dengan persahabatan manusia
pada umumnya adalah keliru. Ujung-ujungnya hanya dibuat dongkol.
Sebagai
presiden terpilih, Jokowi tidak mungkin bisa memuaskan seluruh
pendukungnya. Keinginan, kepentingan dan harapan mereka berbeda-beda.
Namun yang pasti, beliau punya hak prerogratif dan wewenang mutlak untuk
memilih siapapun yang menjadi menteri di dalam Kabinet Indonesia Maju,
terlepas pendukungnya suka atau tidak.
Selama
Jokowi tidak melakukan kesalahan dan pelanggaran seperti misalnya
korupsi, menyelewengkan wewenang, otoriter, dan menzalimi rakyat, kita
tidak berhak menghakimi kalau beliau telah bersalah dan mengecewakan
pendukungnya. Jika hanya karena memilih menteri yang menurut kaca mata
kita tidak tepat dan menuai kontroversi, saya rasa beliau tetap masih
layak untuk didukung. Kita belum bisa mengklaim kalau keputusan Jokowi
dalam memilih menteri keliru sebelum melihat kinerja mereka bagaimana
nanti.
Yang harus kita pahami, Jokowi punya gaya
berpolitik yang unik, sulit ditebak, dan berbeda dengan politisi lain
pada umumnya. Mungkin hal ini yang membuat beliau menjadi politisi
paling sukses di Indonesia karena berhasil memenangkan pemilu 5x
berturut-turut tanpa pernah kalah. Berikut analisa saya terkait gaya
berpolitik beliau yang saya kira perlu dipahami oleh seluruh
pendukungnya.
Pertama, Jokowi tipe orang yang
merangkul, bukan memukul. Beliau adalah orang yang sangat sportif dalam
bertanding. Setelah pertandingan selesai, beliau tidak segan untuk
meranhkul lawannya. Dalam konteks pemilu, beliau akan sangat terbuka
mengajak lawan-lawannya untuk bekerja sama membangun negeri. Beliau
memberikan kesempatan seluas-luasnya terhadap siapapun yang mau bekerja
sama membangun negeri.
Pada Pilpres 2014, Jokowi
tak segan-segan merangkul PAN. Kalau saat itu Gerindra mau diajak
bergabung, mungkin beliau pun akan menerima dengan tangan terbuka. Pada
Pilpres 2019, giliran Gerindra yang bergabung. Terlepas bergabungnya
Gerindra karena faktor deal-deal politik antara Prabowo dan Megawati,
diterimanya Prabowo oleh Jokowi untuk bergabung dalam kabinet adalah
bukti bahwa beliau memang tipe poltisi yang merangkul.
Kedua,
Jokowi tidak ingin punya musuh. Beliau terlihat sekali tidak ingin
memiliki musuh bebuyutan. Rival-rivalnya di pemilu tetap dianggapnya
teman. Beliau berbeda dengan Megawati yang sulit akur dan rekonsiliasi
dengan SBY hingga tak pernah hadir saat SBY dilantik dua kali menjadi
presiden. Pun sebaliknya dengan SBY yang sulit akur dengan Megawati.
Jokowi masih tetap bisa akur sama siapapun, meskipun dia adalah lawan
politiknya di Pemilu.
Ketiga, Jokowi ingin
menang tanpa 'ngasorake' (merendahkan) lawan. Saya kira siapapun yang
menjadi lawan beliau tidak sekalipun merasa malu, sakit hati, dan
terhina setelah dikalahkan. Beliau mampu membesarkan hati
lawan-lawannya. Beliau tak segan-segan mengajak lawan bergabung, sebagai
bentuk penghormatan dan apresiasi terhadap lawannya.
Keempat,
Jokowi mungkin tipe politisi yang kurang sepakat dengan keberadaan
oposisi dalam sistem negara demokrasi. Beliau terlihat lebih suka
mengajak semua pihak (termasuk lawan politik) dan semuruh elemen
masyarakat untuk bekerja sama dan bersama-sama membangun negeri. Beliau
terlihat lebih suka lawan politiknya bekerja sama membangun negeri dalam
bentuk kerja nyata, bukan berperan sebagai oposisi yang fungsinya hanya
mengontrol kinerja pemerintah. Oleh sebab itu, beliau tak segan-segan
lawan politiknya bergabung dalam pemerintahan.
Kelima,
Jokowi seperti percaya bahwa manusia punya potensi berubah menjadi
lebih baik. Di antara pendukungnya yang menolak Prabowo menjadi Menhan
dalam kabinet Indonesia Maju adalah karena dianggap punya jejak hitam di
masa kelam, terkait dengan penculikan beberapa aktivis 98. Prabowo
dianggap sebagai antek Orba dan terlibat penculikan beberapa aktivis
98. Atas dasar ini sebagian pendukungnya merasa Prabowo tidak layak
menjadi Menhan.
Jika tudingan bahwa Prabowo
terlibat penculikan aktivis 98 itu benar, saya kira mustahil jika
Jokowi tidak tahu. Lalu kenapa tetap memilih Prabowo menjadi Menhan?
Saya
merasa di sinilah bukti bahwa Jokowi benar-benar pemeluk agama yang
baik. Beliau meneladani salah satu asma'ul husna yaitu "Al-Ghoffar"
(Maha Pengampun).
Jokowi percaya bahwa tidak
selamanya orang akan selalu jahat. Setiap orang punya potensi untuk
berubah menjadi baik, sejahat apapun orang itu. Di sini saya melihat
beliau sedang memberikan kesempatan kepada Prabowo untuk berubah menjadi
lebig baik. Beliau terlihat mengampuni dosa-dosa masa lalu Prabowo
(jika memang tudingan bahwa Prabowo terlibat penculikan aktivis itu
benar).
Begitulah apa yang saya pahami. Jika ada
yang tidak sepakat saya meminta maaf. Jika ini bermanfaat dan
mencerahkan, saya mengucap syukur alhamdulillah.
(SA)
Sumber Opini : https://seword.com/umum/jangan-paksa-jokowi-uJzrDo70Kj
Re-post by MigoBerita /Jum'at/10.29Wita/Bjm