Duet Erick Thohir dan Ahok Siap “Obrak-abrik” BUMN
Arrahmahnews.com, Jakarta – Heboh Erick Thohir akan masukkan Ahok dalam Kementerian BUMN, salah satu pegiat medsos Budi Setiawan dalam akun facebooknya
membuat sebuah tulisan yang menarik “AHOK WILL ROCK THE BOAT”. Erick
Thohir dan Ahok akan menjadi duet tepat dalam bersih-bersih BUMN.
Ahok kabarnya didapuk Menteri Eric
Thohir masuk BUMN sekitar November atau Desember. Belum jelas apa
jabatannya. Sebagai CEO ataukah sebagai komisaris. Ini tergantung dari
sejauh mana para oligarkis yang merasa terusik dengan kehadiran tokoh
bersih ini. Bahkan rencana bisa tinggal rencana. Karena penolakan keras
para oligarkis baik di pemerintahan maupun gerombolannya di partai
politik, LSM dan dunia bisnis.
Baca: Jawaban Telak Ahok ke Anies: Sistem e-Budgeting Baik Jika Tak Ada Niat Maling
Sekarang ini mungkin Erick Thohir
teleponnya berdering terus. Isinya mungkin sebagian besar anjuran
setengah memaksa dari mereka yang bakal terganggu kepentingannya jika Ahok masuk BUMN. Atau Jika masuk, bagaimana caranya agar Ahok mingkem mulutnya dan jadi kucing yang duduk manis.
Maklum saja, sekali Ahok masuk
mengendalikan BUMN, dia bakal mengobrak abrik semua sarang tikus
koruptor, pemungut rente dan para manipulator yang menggangsir keuangan
negara.
Baca: Muhammad Zazuli: Kenapa Jokowi dan Ahok Dibenci Kelompok Radikal?
Perlawanan dari dalam dan dari luar kemungkinan tengah berlangsung sekarang ini dan nanti.
Kedepan, jika kita menemukan postingan
aneh soal keburukan Ahok, dipastikan para oligarkis dan cukong nakal
membayar para buzzer untuk menebarkan ranjau bagi Eric Thohir untuk
mengangkat Ahok. Demikian juga ketika Eric keras kepala tetap mengangkat
Ahok. Dua-duanya bakal terus di kutak kutik sampai gerah oleh semburan
postingan aneh di multichannel.
Baca: Taktik ‘Gila’ Jokowi Pimpin Indonesia dan ‘Bajingan’ Ahok Pimpin DKI Jakarta
Tujuannya satu: Ahok harus berada di
luar sistem. Belum tahu apa jargon yang bakal dipakai para buzzer
menjegal langkah Eric Thohir menggamit Ahok masuk gelanggang yang
berlimpah uang.
Yang pasti bukan jargon Taliban atau
rekayasa siraman air keras… Semua berharap, skenario buruk ini tidak
kejadian. Tapi kalau kejadian, sudah jelas siapa yang bermain. (ARN)
Sumber Berita : https://arrahmahnews.com/2019/11/13/duet-erick-thohir-dan-ahok-siap-obrak-abrik-bumn/
Re-post by MigoBerita / Sabtu/16112019/16.05Wita/Bjm
2 Teroris Tewas dalam Baku Tembak dengan Densus 88 di Deli Serdang
Arrahmahnews.com MEDAN – Dua terduga teroris tewas dalam baku tembak dengan densus 88 di Deli Serdang, Sumatera Utara (Sumut).
Menurut informasi yang beredar, baku
tembak antara Densus 88 dan terduga teroris itu terjadi di Desa Paluh
Manan, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang, pada Sabtu
(16/11/2019) pukul 11.30 WIB.
Lebih lanjut Kapolda Sumut menjelaskan pengejaran terduga teroris terus dilakukan hingga ke luar daerah Sumatera Utara.
Baca: Netizen Bongkar Rekam Jejak ‘Khilafah’ Ketua Serikat Pekerja Pertamina yang Tolak Ahok
“Beberapa lokasi sudah dilakukan
penggeledahan untuk memberikan keamanan kepada masyarakat. Yang dari
Aceh juga kami kejar, sudah tiga orang yang kami tangkap di Aceh,” jelas
Irjen Agus Andrianto.
Pengejaran terduga teroris ini merupakan
pengembangan dari aksi bom bunuh diri yang dilakukan Rabial Muslim
Nasution di Polrestabes Medan beberapa waktu yang lalu. (ARN)
Sumber Berita : https://arrahmahnews.com/2019/11/16/2-teroris-tewas-dalam-baku-tembak-dengan-densus-88-di-deli-serdang/
Luhut Angkat Suara Soal Serikat Pekerja Pertamina Tolak Ahok Jadi Bos Pertamina
Arrahmahnews.com, Jakarta – Serikat pekerja Pertamina yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) menolak bila Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjadi bos PT Pertamina (Persero). Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan buka suara menanggapi penolakan itu.
Menurut Luhut pihak yang menolak itu justru patut dipertanyakan.
“Kalau orang baik ada yang
tidak setuju masuk, kan yang tidak setuju masuknya perlu dipertanyakan,”
ujar Luhut di Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi,
Jakarta, Jumat (15/11/2019).
Baca: Netizen Bongkar Rekam Jejak ‘Khilafah’ Ketua Serikat Pekerja Pertamina yang Tolak Ahok
Luhut yakin Ahok adalah orang
baik dan layak menduduki posisi di BUMN, termasuk Pertamina. Dia heran
orang yang baik dan lurus malah ditolak.
“(Ahok) itu orang baik, mau bikin lurus bersih ya, (masa) ndak mau dibersihin,” tambahnya.
Netizen telah membongkar siapa Arie Gumilar Presiden FSPPB begitu ngototnya menolak Ahok jadi bos Pertamina.
Seperti diberitakan detikcom
sebelumnya, Presiden FSPPB Arie Gumilar pada kesempatan terpisah menilai
Ahok merupakan sosok orang yang kerap buat keributan.
Baca: BPIP: Ada Riset Beberapa Lembaga, Banyak ASN yang Tak Suka Pancasila
“Kita tahu perilaku Pak Ahok itu kan kata-katanya kasar, sering bikin keributan,” kata Arie saat dihubungi, Jumat (15/11/2019).
“Pertamina ini perusahaan
strategis, yang menjamin untuk seluruh rakyat dalam supply BBM. Kalau di
dalamnya nanti dibikin gaduh gimana bisa maksimal melayani masyarakat,”
sambung Arie.
Arie melanjutkan, bahwa Ahok
tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah (Permen) tentang syarat BUMN
untuk menjabat di Pertamina, baik tingkat Komisaris maupun Dewan
Direksi.
Baca: Eko Kuntadhi: Sri Mulyani Kibarkan Bendera Perang Lawan ASN Eksklusif
“Salah satunya di situ kan
ada tidak punya masalah keterkaitan dengan masalah hukum, kemudian
berperilaku baik,” tambahnya. (ARN/Detik)
Sumber Berita : https://arrahmahnews.com/2019/11/16/luhut-angkat-suara-soal-serikat-pekerja-pertamina-tolak-ahok-jadi-bos-pertamina/
Netizen Bongkar Rekam Jejak ‘Khilafah’ Ketua Serikat Pekerja Pertamina yang Tolak Ahok
Arrahmahnews.com, Jakarta – Pegiat medsos Narko Sun dalam akun facebooknya membongkar rekam jejak digital ketua Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB). Mereka bertakbir membesarkan asma Allah. Tapi diikuti ancaman pembunuhan atas makhluk ciptaan Allah. Dan yg diancam digantung akan menjadi bosnya. Karma yg mencengangkan sodara2.
Narko Sun juga mengunggah sebuah video dan beberapa foto yang menjelaskan ketua dan beberapa orang membawa bendera ‘khilafah‘ bersama banyak orang.
Baca: Duet Erick Thohir dan Ahok Siap “Obrak-abrik” BUMN
Saat ini Federasi Serikat Pekerja
Pertamina Bersatu (FSPPB) memasang spanduk-spanduk yang menyatakan
penolakan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok untuk mengisi jabatan di PT Pertamina (Persero).
Menurut Intelektual Muda Nahlatul Ulama
(NU) Mohamad Guntur Romli penolakan yang mengatasnamakan FSPPB itu
karena tokoh-tokoh serikat pekerja Pertamina tersebut terpapar virus
radikalisme.
“Tokoh FSPPB yang menolak Ahok diduga
terpapar virus radikalisme seperti ketuanya, Arie Gumilar yang aktif di
gerakan 212 yang aktif menyebarkan isu SARA dalam gerakan politik, saat
ini viral di medsos keterlibatan Arie Gumilar bersama tokoh-tokoh yang
lain,” kata Guntur Romli seperti dilansir Beritasatu, Jumat
(15/11/2019).
Sedangkan soal cacat persyaratan
materiil yang disebutkan oleh FSPPB menurut Guntur Romli hanyalah dalih
yang dibuat-buat untuk menjegal Ahok yang dikenal tokoh antikorupsi.
Baca: Taktik ‘Gila’ Jokowi Pimpin Indonesia dan ‘Bajingan’ Ahok Pimpin DKI Jakarta
“Cacat persyaratan materiil itu hanya
dalih yang dibuat-dibuat, maksud mereka Ahok pernah dipenjarakan, itu
Arie Gumilar malah jadi pemuja Habib Rizieq yang pernah dua kali masuk
penjara. Ini ketakutan akan adanya perbaikan anti korupsi yang dikenal
dari sosok Ahok” kata Guntur Romli.
Bagi Guntur Romli, Ahok cocok diberi
amanat di BUMN untuk membersihkan perusahaan negara dari korupsi dan
meningkat produktivitas.
“Ahok cocok di BUMN,
di bersih, transparan dan profesional, membersihkan BUMN dari korupsi
dan meningkatkan produktivitas” pungkas Guntur Romli. (ARN)
Sumber Berita : https://arrahmahnews.com/2019/11/16/netizen-bongkar-rekam-jejak-khilafah-ketua-serikat-pekerja-pertamina-yang-tolak-ahok/
Fachrul Razi: Saya Bukan Menteri Agama Islam, Saya Menteri Agama RI, Netizen “Coba Buktikan”
Arrahmahnews.com, Jakarta –
Sejumlah nama menteri mengejutkan menempati posisi tertentu di
kementerian. Salah satunya Jendral TNI Purnawiran Fachrul Razi dipercaya
Presiden Joko Widodo mengisi posisi menteri agama di Kabinet Indonesia
Maju.
Banyak pertanyaan yang muncul mengapa
menteri agama yang dipilih Jokowi berlatar belakang militer. Usai
dilantik, Fachrul Razi sempat memberi beberapa pernyataan mengapa ia
yang dipilih Presiden Joko Widodo. Fachrul menambahkan salah satu
perhatian dari Presiden Joko Widodo adalah upaya menangkal radikalisme.
Baca: Hasil Kesepakatan Seminar di Bogor: Usir kelompok Intoleran dan Radikal yang Tak Akui Pancasila
Pegiat medsos Budi Setiawan dalam akun facebooknya
menyatakan bahwa pernyataan Menteri Agama yang baru Jenderal (Purn)
Fachrul Razi bahwa dia bukan menteri agama Islam patut di garis bawahi.
Dia mengatakan jabatannya adalah Menteri Agama Republik Indonesia yang
di dalamnya ada 5 agama.
Pernyataan ini penting untuk memutus
akar intoleransi yang membelit negara ini hampir 50 tahun. Celakanya,
intoleransi ini dibuat oleh negara.
Baca: Komitmen Jokowi Gebuk Teroris Khilafah dan Intoleran yang Bahayakan Pancasila
Akar permasalahan kasus intoleransi dan
juga kekerasan berbau agama serta terorisme yang harus dicabut oleh
Menteri Agama (Menag) yang baru adalah Surat Keputusan Bersama Dua
Menteri no. 8 dan no. 9 tahun 2006 soal pendirian rumah ibadah. Surat
itu diteken bersama oleh Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri.
Kita tahu bahwa menggunakan SKB 2
Menteri itu, ratusan gereja ditutup, dirusak bahkan dibakar. Pelarangan
renovasi gereja juga marak. Larangan pendirian masjid di daerah
mayoritas Kristen juga terjadi. Pelakunya adalah kelompok radikal baik
Islam dan Kristen.
Karena mayoritas, pelaku intoleransi itu
sebagian besar adalah kelompok Muslim garis keras. Yang mendapatkan
doktrin dan pengajaran dari cecunguk Wahabi dan penyebar ajaran
terorisme.
Baca: Wahabi, HTI dan Kelompok Radikal Kompak Hancurkan Pancasila dan NU
Maraknya pelarangan dan perusakan gereja
dan rumah ibadah non-muslim lainnya dikarenakan aparat pemerintah yang
impoten dalam menangani masalah ini. Untuk menyelesaikan masalah itu
mereka akhirnya mengacu pada peraturan yang berlaku yakni SKB 2 Menteri
itu. Jadi tidak mau pusing.
Akibatnya kaum radikal Islam merajalela
karena aksinya selalu berhasil. Apalagi dengan ajaran para ustadz dobol
yang menawarkan ajaran konyol yang memperkosa inti hakiki Islam sebagai
ajaran yang rahmatan alamin. .
Karena sekarang menterinya ganti. Baik
Menteri Agama dan Menteri Dalam Negerinya yang pastinya paham betul soal
situasi terkini soal asal muasal intoleransi, maka kepada mereka kita
berharap.
Baca: BNPT: Tujuan Radikalisme-Terorisme Ingin Ganti Pancasila dan Dirikan Khilafah
Kita berharap menteri Fachrul Razy dan
menteri Tito Karnavian agar mencabut SKB 2 Menteri yang selama ini
menjadi biang keladi kasus intoleransi.
Agar negeri ini bebas dari pahaman yang menjadikan agama sebagai sarana kebencian.
Kita tunggu gebrakan Menteri Agama soal
ini. Dan juga Mendagri. Tidak cukup cuma menggerakkan netizen bilang
kadrun saja. Ingat lo pak, pak Jokowi bilang para menteri tidak boleh
bekerja monoton.
Tinggalkan cara lama. Pakai cara baru.
Jangan sampai nanti dicap cuma omong doang sambil dinyinyirin: Katanya
bukan menteri agama Islam
Tapi menteri 5 agama? Tapi kok loyo
menghadapi kelompok radikal Islam kaleng-kaleng. (ARN)
Sumber Berita : https://arrahmahnews.com/2019/10/24/fachrul-razi-saya-bukan-menteri-agama-islam-saya-menteri-agama-ri-netizen-coba-buktikan/
Angkat Kabinet dari TNI-Polri, Signal Keras Jokowi Perangi Kelompok Radikal
Arrahmahnews.com, Jakarta – Kabinet Indonesia Maju Jokowi sudah terbentuk tampak jelas sekali bahwa Presiden tidak main-main untuk memberantas radikalisme dan toleransi dalam 5 tahun ke depan masa jabatannya. Signal itu terlihat jelas dengan diangkatnya Menko Polhukam dari NU, Mendagri mantan KaDensus 88, Menhan mantan Danjen Kopassus dan Menag mantan Wakil panglima TNI waktu itu, ujar pegiat medsos Muhammad Zazuli dalam akun facebooknya.
Sejak 2014 bangsa ini seolah terpecah
jadi dua antara kelompok konservatif (baca: Kampret) dan liberal (baca:
Cebong). Rivalitas ini sangat tajam yang bahkan bisa merusak hubungan
pertemanan hingga persaudaraan. Bahkan ada yang rela masup penjara
hingga berani mati demi membela junjungannya masing-masing. Bahkan ada
yang bilang siap jalan kaki Jakarta-Jogja hingga potong tit** segala,
meski kemudian ternyata ingkar.
Baca: Dina Sulaeman: Waspadai Bisnis Penggulingan ‘Rezim’
Persaingan politik beberapa tahun
belakangan ini sudah benar-benar merusak sendi dan nilai-nilai
kebangsaan kita secara frontal. Tapi peristiwa yang barusan terjadi
menunjukkan dan membuktikan bahwa politik itu 70% pragmatisme dan 30%
idealisme. Tiada lawan dan kawan abadi, yang ada adalah kepentingan yang
abadi. Politik itu cair, dinamis dan fleksibel – katanya, yang kalo
dibaca artinya adalah “Siapa dapat apa”.
Yang dulu mati-matian bela Prabowo dan
setengah mati benci Jokowi langsung bisu seribu bahasa saat ternyata
terjadi deal politik di antara mereka. Yang di bawah masih cakar-cakaran
sementara yang di atas sudah tertawa bersama dan bagi-bagi kue
kekuasaan. Padahal sudah telanjur ada yang putus pertemanan dan
persaudaraan, babak belur, dipenjara hingga tewas segala. Goblok memang
gratis tapi janganlah diborong semuanya.
Politik itu adalah urusan meraih dan mempertahankan kekuasaan, jangan kaitkan dengan agama dan Tuhan segala. Konyol itu namanya.
Baca: Prof Sumanto Al-Qurtuby: Bisnis Agama Untuk Kekuasaan
Bagaimana mungkin Jokowi yang berlatar
belakang keluarga muslim malah dibilang PKI sedang Prabowo yang berlatar
belakang Kristen malah dibilang titisan Allah SWT? Selama 5-6 tahun
belakangan ini memang bangsa ini sudah setengah gila. Kita tahu siapa
saja yang memainkan narasi gila semacam itu. Dan kini adalah saat yang
tepat untuk menghancurkan mereka sebelum semuanya terlambat seperti
Suriah.
Menko Polhukamnya sekarang orang NU,
Mendagrinya mantan Kepala Densus 88, Menagnya mantan wakil Panglima TNI
dan Menhannya mantan Danjen Kopassus yang masih harus membuktikan
kesetiaannya kepada bangsa ini.
Baca: “FATWA TERORIS” Jokowi dan Makar “SARA” Kelompok Radikal
Pemilihan nama-nama ini adalah sinyal
bahwa perang terhadap radikalisme telah dimulai, terutama pasca
ditusuknya Wiranto, penculikan, penganiayaan hingga ancaman kematian
terhadap seorang jurnalis di sebuah rumah ibadah hingga dosen IPB yang
merancang aksi bom dan pembakaran Jakarta. Bahaya dan ancaman
radikalisme sudah benar-benar ada di depan mata. Lengah sedikit
hancurlah kita semuanya.
Saat ini mungkin mereka sedang tiarap
tapi jangan harap mereka bisa seenaknya lagi menyebar fitnah, hoax,
kebencian, adu domba dan isu SARA. Semua orang tentunya boleh
menjalankan agamanya tapi tidak ada toleransi untuk radikalisme yang
akan merusak dan memecah belah bangsa. Kali ini kita harus tegas.
Orang-orangnya sudah ada dan siap melakukan pembersihan baik di kampus,
tempat ibadah hingga instansi-instansi negara lainnya dari pengaruh dan
infiltrasi radikalisme. Sekali layar terkembang, pantang surut ke
belakang. (ARN)
Sumber Berita : https://arrahmahnews.com/2019/10/23/angkat-kabinet-dari-tni-polri-signal-keras-jokowi-perangi-kelompok-radikal/
Tuduh Pemerintah Aktor Dibalik Bom Medan, Denny Siregar “Semprot” Busyro Muqoddas
Arrahmahnews.com, Jakarta –
Pernyataan yang tak jelas dilontarkan oleh mantan Ketua Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dan juga sebagai Ketua Pimpinan Pusat (PP)
Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM, Busyro Muqoddas, dia khawatir aktor
dibalik bom bunuh diri di Polrestabes Medan adalah negara, persis
seperti zaman orde baru, pernyataan Busyro Muqoddas ini sangat
berbahaya.
Kenapa menyangkal? Jelas-jelas teroris di Medan rajin datang ke pengajian, celananya cingkrang dan istrinya bercadar. Itu sudah simbol di mereka yang menganut agama Islam
Salah satu pegiat medsos Denny Siregar memberikan jawaban tegas terkait masalah ini.
Menurut Denny banyaknya teroris yang
meledakkan dirinya, jelas-jelas mereka menganut agama Islam, terlihat
dari rekam jejak mereka. Tapi banyak yang menyangkal dengan kata,
“Mereka tidak beragama..”
Baca: Busyro Muqoddas Tuduh Pemerintah Aktor Dibalik Bom Medan, Edi Hasibuan: Ini Bahaya
Bahkan seorang Busyro Muqoddas, Ketua PP
Muhammadiyah dan mantan Ketua KPK pengganti Antasari Azhar, dengan
sengit membantah dan tidak mau dikaitkan dengan Islam.
Ia bahkan berhalusinasi bahwa teroris di
Medan itu aktornya negara. Dan ia menyerang pemerintah karena selalu
mengaitkan teroris dengan simbol agama. “Guru ngaji itu simbol agama..”
katanya protes, saat Densus 88 mengkonfirmasi seorang guru ngaji sebagai
otak bom Medan.
Kenapa menyangkal? Jelas-jelas teroris
di Medan rajin datang ke pengajian, celananya cingkrang dan istrinya
bercadar. Itu sudah simbol di mereka yang menganut agama Islam.
Baca: Menyikapi Tren Salafisme “Kelompok Cingkrang” di Muhammadiyah
Seharusnya kita yang beragama Islam
mulai instropeksi, ada yang salah dengan situasi ini. Dan mulai
berbenah, diawali dengan menyisir para penceramah radikal di masjid dan
pengajian, bukannya sibuk cari alasan sana sini.
Akuilah, bahwa banyak teroris disini itu
beragama Islam. Tidak perlu dibilang mereka tidak beragama segala.
Orang juga tahu kok, yang salah bukan agamanya, tetapi oknum yang
menjalankan agama. Kenapa mesti malu?
Anggap itu sebagai pelajaran, supaya
para ulama, para kyai, para habaib di negeri ini mulai mengatur barisan
kembali supaya nama Islam tidak tercoreng disini. Selalu menyangkal,
menunjukkan kita bodoh. Tidak pernah belajar apapun dari situasi yang
terjadi.
Saya sendiri tidak merasa malu. Bahkan
sejak beberapa tahun lalu memerangi oknum yang menyalahgunakan nama
agama yang saya anut. Kalau bukan orang Islam sendiri yang
memperbaikinya, lalu siapa lagi?
Entar kalau yang Kristen, Hindu atau
Budha menyinggungnya, ngambek lagi. Trus demo berjilid-dilid, nuding
penista agama. Kapan dewasanya?
Baca: Dina Sulaeman: Waspadai Bisnis Penggulingan ‘Rezim’
Seperti teman yang bau ketek itu,
akhirnya menjadi bahan omongan disana sini dan ia dijauhi, karena tidak
mau mendengar nasihat orang lain. Padahal nasihat itu biasanya datang
dari orang dekat, kalau orang jauh pasti gak mau negur, cuman meludah
saja.
Ayo dewasa, supaya kita sama-sama bisa
mencari solusinya. Tinggal mengakui, apa susahnya? Jangan usia doang
yang tua, kelakuan kayak ABG yang pertama kali datang bulan.
Akhirnya jadi bahan ejekan dan bahan sindiran oleh agama lain. Lebih malu-maluin kan?
Ya sudah, kalau tetap gak mau, anggap
saja teroris itu tidak beragama. Berarti orang yang tidak beragama, dia
athletis. Karena kalau beragama, dia pasti tesis.. Puas? Seruput
koncinya. (ARN)
Sumber Berita : https://arrahmahnews.com/2019/11/15/tuduh-pemerintah-aktor-dibalik-bom-medan-denny-siregar-semprot-busyro-muqoddas/
Busyro Muqoddas Tuduh Pemerintah Aktor Dibalik Bom Medan, Edi Hasibuan: Ini Bahaya
Arrahmahnews.com, Jakarta –
Pernyataan tak pantas dilontarkan oleh mantan Ketua Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dan juga sebagai Ketua Pimpinan Pusat (PP)
Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM, Busyro Muqoddas, dia khawatir aktor
dibalik bom bunuh diri di Polrestabes Medan adalah negara, persis
seperti zaman orde baru, pernyataan Busyro Muqoddas dianggap berbahaya.
Begitu dikatakan oleh Direktur Eksekutif
Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) Edi Hasibuan
kepada wartawan, Jumat (15/11).
Baca: Maaf Jenderal, PKI Zaman Sekarang Berjubah Khilafah!
“Lemkapi mengecam pernyataan itu,
kecurigaan Pak Busyoro sangat tidak berdasar dan menyesatkan. Pernyataan
tersebut membahayakan,” kata Edi.
Mantan anggota Kompolnas ini
berpendapat, aksi bom bunuh diri yang menyasar Polrestabes Medan
merupakan bagian dari pembalasan pelaku teror yang dendam terhadap
Polri.
“Kami paham, aksi itu adalah pembalasan.
Pelaku teror ini marah karena seluruh sel-sel jaringannya banyak
ditangkap polisi. Kami datang kesini untuk memberi support dan dukungan
kepada Polri. Kami ini datang mewakili para akademisi yang tergabung
dalam Lemkapi,” urai Edi.
Baca: Polisi Diraja Malaysia Sahkan Wahabi Ajaran Terorisme
Edi menambahkan, walaupun aksi teror
terjadi, tapi bukan berarti polisi tidak kerja dan kecolongan. Pasalnya,
Edi menilai selama ini Polri melalui Densus 88 terus bekerja melakukan
upaya-upaya penegakan hukum untuk melindungi masyarakat.
Masyarakat, kata Edi, harus paham bahwa
pelaku teror seringkali muncul ketika melihat kelengahan dan melakukan
aksinya dengan menyamar ketika masyarakat sibuk oleh kegiatannya.
Untuk itu, dia berharap Polri terus
meningkatkan kewaspsdaan dalam memberikan pengamanan baik dalam
markasnya sendiri maupun di tengah masyrakat.
Baca: Wahabisme Lebih Berbahaya dari Komunisme dan PKI
“Kinerja Polri dalam penanganan
terorisme cukup bagus dan bahkan terbaik di dunia saat ini, termasuk
dibandingkan dari Amerika sekalipun,” ujarnya.
Untuk itu, Edi mengajak masyarakat agar
mempercayakan kepada Polri agar terus meningkatkan kinerja, memberikan
support kepada Polri untuk terus bekerja dalam melayani dan melindungi
masyrakat.
“Kita berikan waktu kepada Polri mengungkap kasus ini sampai tuntas,” pungkasnya. (ARN)
Sumber Berita : https://arrahmahnews.com/2019/11/15/busyro-muqoddas-tuduh-pemerintah-aktor-dibalik-bom-medan-edi-hasibuan-ini-bahaya/
Setelah Badai Bertubi, Yakinlah Ahok Sudah Kuat untuk BUMN
Ibarat
bayi yang berulang-ulang mengalami sakit, tanpa kita sadari, sebenarnya
sakit yang dialami bayi itu justru merupakan salah satu proses dari
peningkatan imunitas (sistem kekebalan) tubuhnya. Walau bukan berarti
setiap bayi sakit lalu kita biarkan saja ia meningkatkan imunitasnya
sendiri. Orang disekitarnya perlu membantu memastikan imunitas itu
berhasil ditingkatkan dengan asupan gizi yang cukup, kondisi bayi yang
nyaman, pengobatan yang memadai, dan imunisasi tambahan yang diperlukan.
Jika
itu semua sudah dijalani dengan proses yang baik dan alami, maka satu
saat nanti kita akan mendapati seorang manusia dewasa dengan tubuh kuat
dan jiwa sehat, mampu mencegah kebocoran asset negaranya, bisa
menciptakan daya kerja yang stabil, bahkan mungkin mempengaruhi
perkembangan BUMN secara positif.
Lebih
kurang, saya melihat, sedemikianlah kondisi Ahok dari waktu ke waktu.
Badai bertubi-tubi yang sudah dijalaninya dengan ikhlas selama ini,
sudah membentuk karakternya, jiwanya, menjadi pribadi yang lebih kuat,
tangguh dan bijaksana. Walau memang kata kuncinya adalah, tidak lari
dari masalah, sehingga dia menjadi pribadi berani. Berani di dudukkan
dalam masalah apa saja, yang mungkin sebenarnya bukan masalahnya
sendiri.
Maka,
menjadi maklum bagi kita, ada pribadi yang tidak pernah akan menjadi
dewasa, menua dalam kepengecutan, karena setiap masalah yang datang,
disikapi dengan melarikan diri, atau paling banter sibuk memutarbalikkan kata dan fakta.
Tidak
ada pribadi yang selamanya nyaman, walau sudah diuji sebelumnya.
Begitupun Ahok yang belakangan dijuluki kasar, sering bikin keributan,
oleh FSPBB. Entahlah, makhluk apa FSPBB ini, tadinya saya pikir salah
satu jenis mata pelajaran sejarah tempo dulu, tapi mereka mengaku
sebagai Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu. Hahaha, sudah
federasi, serikat pula.
Tidak cukup sampai disitu FSPBB menyampaikan penolakan atas narasi Ahok akan menempati salah satu poisisi penting di Pertamina.
"Pertamina ini perusahaan strategis, yang menjamin untuk seluruh rakyat dalam supply BBM. Kalau di dalamnya nanti dibikin gaduh gimana bisa maksimal melayani masyarakat," ungkap Presiden FSPPB Arie Gumilar.
Arie
melanjutkan, bahwa Ahok tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah
(Permen) tentang syarat BUMN untuk menjabat di Pertamina, baik tingkat
Komisaris maupun Dewan Direksi.
"Salah satunya di situ kan ada tidak punya masalah keterkaitan dengan masalah hukum, kemudian berperilaku baik," tuturnya. Sumber
Saya
tidak ingin mencari tahu siapa sebenarnya Arie ini, apakah ada
kaitannya dengan jiwa-jiwa yang melarikan diri, atau berkaitan dengan
bobroknya kinerja Pertamina selama ini, saya sama sekali tidak peduli.
Apalagi jabatannya keren pisan, presiden, juga saya tidak merasa perlu cari tahu, di mana negaranya, kapan Pilpresnya dan berapa kertas suara yang sobek.
Yang
saya mau tahu, apakah ada hak Arie ini mengatur-ngatur Pertamina dan
jajarannya? Atau, pantas tidak kita mendengarkan pernyataan-pernyataan,
yang saya khawatir, dia sendiri tidak paham apa yang sudah
dinyatakannya.
Ahok
sering bikin keributan, gaduh? Tidak sesuai dengan Peraturan
Pemerintah, Ahok punya masalah hukum dan perilaku, sehingga tidak boleh
menjabat di Pertamina? Hahaha.
Serius,
saya khawatir sekali orang ini tidak sadar apa yang sedang
dibicarakannya. Karena yang saya tahu, silahkan Arie, atau siapapun yang
ingin mencari tahu, cari sendiri saja literasinya, bahwa penetapan
direksi merupakan kewenangan pemegang saham, dalam hal ini adalah
Kementerian BUMN. Bukan presiden, apalagi presiden federasi sepak bola.
Apakah
cukup dengan itu saja? Entahlah, sepertinya mungkin Arie lebih pintar
dari Erick Thohir, tapi kan minimal Erick sudah menanyakan ke
staf-stafnya sehingga narasi Ahok masuk ke Pertamina bukanlah suatu
pelanggaran.
Tapi,
sudahlah. Biarkan Arie dengan pemikirannya. Yang mau saya sampaikan
sebenarnya ada imunitas tersendiri yang dihadiahkan Tuhan untuk Ahok,
dan pada akhirnya untuk negara ini. Di atas semua kejadian, ada campur
tangan Tuhan yang merestui Indonesia ini tetap berdiri, Ahok tetap bisa
berpartisipasi, sehingga, walau badai yang datang silih berganti namun
Indonesia tetap bisa berdiri sampai sekarang. Malah semakin hari semakin
kuat. Begitupun dengan Ahok.
Tuhan
telah mengijinkan badai dan penyakit-penyakit ini menghampiri untuk
proses penguat imunitas. Lalu Tuhan pula yang telah mendesain
meningkatnya imunitas yang kuat di dalam hidup dan kehidupan.
Jadi,
siapapun kita, apapun yang sedang menimpa, hadapi sajalah dengan
sekuatnya, jangan melarikan diri. Itu yang akan membuat kita menjadi
lebih kuat.
Akhirnya Saya Sadar! Mau Berpolitik Jangan Baper
Politik
itu cair. Tidak ada kawan dan lawan abadi, yang ada hanyalah
kepentingan abadi. Mereka yang berpolitik memang terkadang memiliki
tujuan – tujuan tersendiri. Ada yang memang terpanggil nuraninya demi
bangsa dan negara dan banyak juga yang berpolitik demi kepentingan diri
sendiri maupun golongannya.
Saya
hanyalah rakyat jelata biasa yang kebetulan tertarik dengan dunia
perpolitikan Indonesia. Memang harus diakui bahwa sebelumnya saya tidak
suka dengan yang namanya politik. Namun, ketika muncul dua anak bangsa
dalam dunia perpolitikan Indonesia beberapa tahun silam, saya mulai suka
dan mengikuti seluk beluk politik Indonesia.
Dari
dua anak bangsa tersebut akhirnya saya sadar bahwa politik tidak
selamanya gelap dan kelam. Buktinya mereka berdua berpolitik demi bangsa
dan negara ini. Itulah yang sampai sekarang menjadi pedoman saya dalam
bersikap. Saya pun mencoba menularkan prinsip politik mereka berdua
kepada anak didik saya.
Dinamika
perpolitikan tanah air setelah pilpres 2019 memang sempat membuat saya
gamang dalam menentukan arah pilihan politik saya ke depannya. Bagaimana
tidak, mereka yang kita lawan mati – matian saat pilpres 2019 pada
akhirnya menjadi kawan dalam koalisi. Logika saya sempat berontak pada
saat kedua orang tersebut masuk dalam kabinet Indonesia Maju Jokowi.
Sempat
muncul pikiran untuk berseberangan dengan pemerintahan yang saya bela
pada saat itu. Saya sebenarnya ingin segera menulis keluh kesah saya
dengan masuknya partai lawan kita dalam pilpres 2019. Namun pada
akhirnya saya urungkan karena saya takut tulisan saya nantinya terlalu
terbawa emosi yang tidak stabil kala itu.
Saya
memutuskan untuk mengamati serta menunggu langkah politik Jokowi
selanjutnya. Ternyata apa yang ada dalam pikiran presiden Jokowi
melebihi apa yang kita perkirakan sebelumnya. Segala keputusan beliau
menarik partai lawan menjadi kawan ternyata memiliki makna tersendiri
bagi koalisi beliau sendiri.
Ular
berkepala dua yang berada dalam koalisi akhirnya muncul satu persatu.
Publik pada akhirnya bisa melihat mana yang mendukung secara sukarela
dan mana yang mendukung karena ada maunya. Saya terkesima dengan
pelajaran politik ala Jokowi yang menarik lawan menjadi kawan dan
menyibak kawan yang ternyata merupakan serigala berbulu domba.
Jokowi
tidak membawa emosi dalam berpolitik. Beliau mencoba berpolitik secara
santun namun di lain sisi mampu membuka segala bobrok yang tersimpan
rapi dari publik. Beliau sadar bahwa pada era digital seperti sekarang
ini, banyak rakyat yang sudah bisa menilai dengan akal sehat mana yang
merupakan kawan sebenarnya dan lawan sebenarnya.
Jikalau
Jokowi tidak menarik lawan menjadi kawan mungkin kita tidak akan pernah
tahu belang di balik para pendukung Jokowi. Makna lain dari ditariknya
lawan menjadi kawan juga sebagai ajang pembuktian apakah memang benar
lawan yang selama ini koar – koar lebih hebat dari Jokowi mampu bekerja
maksimal untuk bangsa dan negara ini.
Jokowi
seperti menggunakan sebuah anak panah yang mampu menembak dua burung
sekaligus. Andai saja Jokowi baperan, mungkin saja kerusuhan akan terus
bergejolak serta mereka – mereka yang punya agenda sendiri – sendiri
dalam tubuh koalisi akan tetap bebas menjalankan agenda mereka.
Akhirnya
saya semakin sadar bahwa baperan dalam politik sama sekali tak akan
membawa untung. Lihat saja mereka yang dengan mudahnya terhasut segala
macam fitnahan serta hoaks, pada akhirnya mereka semua mendekam dalam
jeruji besi namun elit yang mereka bela justru mendapat kursi empuk
dalam pemerintahan yang mereka benci.
Bagi
saya pribadi, tidak ada salahnya jika Jokowi membagi kekuasaan kepada
para partai politik yang mendukung beliau. Namun akan menjadi masalah
jika partai politik tersebut minta jatah sekian menteri ataupun meminta
pos kementerian tertentu. Jokowi wajib mengakomodir semua pendukungnya
namun pilihan siapa dan di mana tetap menjadi hak beliau.
Bagi
teman – teman yang mendukung Jokowi secara sukarela, ingat tujuan kita
adalah memberikan amanah kepada pemimpin terbaik. Kita tak berharap
imbalan apapun karena pada dasarnya kita berjuang demi kebaikan serta
kemajuan bangsa dan negara ini. Inilah prinsip yang akan selalu saya
pegang dalam memutuskan keputusan politik saya.
Kita
telah memilih Jokowi untuk lima tahun kedepan dan sudah sepatutnya kita
percaya dengan segala keputusan beliau. Jangan baper karena baper hanya
akan menghambat kita menuju Indonesia Raya Jaya Maju. Merdeka.
Rizal Ramli Protes Ahok Masuk BUMN, Mungkin Ia Pikir Kenapa Tidak Dirinya
Ahok
sungguh fenomenal. Banyak orang takut kepada dirinya. Apalagi kelompok
PA 212 mendengar nama Ahok saja mereka sudah seperti tikus yang
ketakutan melihat seekor kucing yang siap menerkam.
Lihat
saja, baru saja isu Ahok ingin dijadikan menteri. Mereka sudah protes.
Dengar Ahok ingin dijadikan Dewan Pengawas KPK, mereka sudah teriak.
Setiap kali Ahok diisukan ingin menempati sebuah posisi di pemerintahan,
mereka yang teriak paling kencang.
Mereka
selalu mencari-cari alasan yang terkesan masuk akal untuk menjegal Ahok
untuk mengabdi pada negeri ini. Isu penista agama masih saja
dibawa-bawa sampai sekarang, meskipun Ahok sudah menjalani hukumannya.
Ahok dicap sebagai tukang gaduh. Padahal dari kelompok mereka tak
sedikit yang menjadi tukang gaduh juga.
Dan
sekarang ketika Ahok disinyalir akan menduduki kursi terhormat di BUMN
sektor energi (kita masih belum tahu di BUMN energi mana Ahok akan
ditempatkan) gelombang protes sudah bermunculan sejak beberapa hari yang
lalu.
PA
212 sudah mengancam akan menerjunkan massa lebih banyak lagi kalau Ahok
benar-benar diangkat menjadi boss di BUMN. Bahkan ada statement dari PA
212 yang saya anggap lucu. Apakah tidak ada lagi orang yang lebih sopan
selain Ahok?, Apakah PA 212 tidak bercermin bahwa mereka justru yang
paling tidak sopan.
Selain
PA 212, gelombang protes juga dilancarkan oleh Serikat Pekerja
Pertamina. Mereka membuat spanduk-spanduk bernada protes atas penunjukan
Ahok menjadi petinggi di BUMN.
Ahok
memang sudah selayaknya ditempatkan di BUMN seperti Pertamina ini.
Selain banyak mafia migas yang bermain di sana, juga banyak prosedur
yang membuat boros anggaran belanja di Pertamina tersebut. Hal-hal
tersebutlah yang di kemudian hari harus ditertibkan. Agar Pertamina
lebih sehat sebagai sebuah perusahaan pelayanan publik di tanah air ini.
Gelombang
protes dari Serikat Pekerja Pertamina ini sudah menunjukkan bahwa di
Pertamina memang ada masalah besar. Masalah yang harus diselesaikan oleh
Ahok. Jadi, tidak salah jika nanti Menteri BUMN Erick Thohir
menempatkan Ahok sebagai direksi di Pertamina. Karena hanya Ahok yang
tegas yang sanggup menghadapi tekanan baik dari serikat pekerja atau pun
mafia migas yang merajalela di BUMN sektor energi ini.
Memang
mengherankan jika Serikat Pekerja Pertamina sudah melayangkan protes
kepada pemerintah yang akan menunjuk Ahok sebagai petinggi BUMN sektor
energi, karena sampai saat ini kita belum tahu di BUMN mana Ahok akan
ditempatkan dan diposisi apa yang akan diduduki Ahok. Tapi mereka sudah
melayangkan protes keras. Ini menandakan bahwa Serikat Pekerja Pertamina
memang sangat takut Ahok menjadi boss mereka. Kalau tidak apa-apa
kenapa harus takut?
Layangan
protes juga datang dari mantan Menko Kemaritiman Rizal Ramli. Rizal
Ramli yang terkenal dengan rajawali ngepretnya itu tidak mengerti
mengapa Jokowi menunjuk Ahok sebagai petinggi di BUMN sektor energi.
Bagi Rizal Ramli penempatan Ahok tersebut akan menjadi masalah di
kemudian hari buat Jokowi.
Protes
dari Rizal Ramli ini membuat kita pun bertanya-tanya. Apa masalahnya
Ahok ditunjuk sebagai boss di BUMN sektor energi? Apakah Ahok tidak
kapabel untuk menjadi seorang petinggi di BUMN?
Mungkin
Rizal Ramli berpikir bahwa dirinya lebih mampu menjadi petinggi di BUMN
daripada Ahok. Dan menganggap dirinya lebih layak dipilih dari pada
Ahok yang menurutnya pembuat masalah itu.
Tapi
apakah Rizal Ramli sadar bahwa yang selama ini menentang Ahok orangnya
hanya itu-itu saja? Apalagi sekarang Ahok diisukan menjadi petinggi di
Pertamina, makin membuat mafia migas kebakaran jenggot. Ketegasan Ahok
membuat mereka semakin ketakutan. Dan akhirnya mereka memanfaatkan
ormas-ormas yang selama ini dikenal sebagai pembenci Ahok untuk
melakukan perlawanan.
Seharusnya
Rizal Ramli sadar bahwa Ahok diprotes bukan karena kapabilitasnya yang
diragukan. Tetapi Ahok diprotes karena memang Ahok dibenci oleh
sekelompok orang yang tidak senang kepada dirinya.
Jika
Ahok dipilih oleh Jokowi untuk membantunya di BUMN, tentu Jokowi sudah
paham dan mengerti siapa Ahok tersebut. Sehingga Jokowi tidak ragu untuk
menempatkan Ahok di BUMN sektor energi tersebut.
Jikalau
Rizal Ramli tidak dipanggil untuk memimpin BUMN, seharusnya Rizal Ramli
sadar bahwa dirinya tidak sepintar yang dia kira. Dipecat menjadi
menteri sudah dapat dijadikan contoh bahwa Rizal Ramli yang jago
koar-koar tapi tidak mampu melakukan tugasnya sebagai menteri.
Jadi
jangan lagi Rizal Ramli merecoki Jokowi dengan mengatakan Ahok akan
menjadi masalah nantinya. Dan jangan pula menganggap dirinya paling
pintar se-Indonesia, padahal jadi menteri saja dipecat oleh Jokowi.
Tolak Ahok? Jangan Biarkan Kadrun Bertingkah
Kaum
kadal gurun selalu bertingkah jika sesuatu itu tidak sesuai dengan
syahwat mereka. Yang berbeda dengan mereka pasti dikatakan kafir
laknatullah. Kalah dalam kompetisi semacam pilpres, dengan mudah
menuding bahwa KPU dan semua pihak yang tidak sejalan mereka curang.
Pokonya hanya mereka yang benar dalam segala hal.
Ketika bom bunuh diri meledak di Medan, menewaskan pelaku, the kadruns
dengan enteng mengatakan bahwa pelaku tidak memiliki agama; tidak
berjenggot; tidak bercingkrang, dan lain sebagainya. Sementara
keterangan para saksi yang sehari-hari kerap berinteraksi dengan pelaku,
yang bersangkutan itu rajin dan taat beribadah, sehari-hari mengenakan
celana "setengah tiang"--salah satu ciri khas bangsa kadrun. Bahkan
bininya pun menutupi wajah dengan burqa. Komplit dah.
Dewasa ini kadrun sedang punya gawean
baru, yakni memprotes kemungkinan masuknya Ahok atau Basuki Tjahaja
Purnama (BTP) ke jajaran pejabat BUMN. Dua instansi BUMN yang terkemuka:
Pertamina dan PLN disebut-sebut sebagai bakal tempat pengabdian Ahok
untuk bangsa dan negara yang dia cintai ini. Hal ini menyusul pertemuan
antara Menteri BUMN Erick Thohir dengan Ahok di Kementerian BUMN, belum
lama ini.
Belum
jelas benar sih juntrungan pertemuan itu, namun di media-media sudah
ramai berita bahwa mantan bupati Belitung Timur itu akan menempati kursi
pejabat Pertamina, mungkin sebagai dirut? Atau sebagai orang nomor
satu di PLN, yang sedang "kosong" pimpinan defintif gara-gara Sofyan
Basir, mantan dirut, berhalangan karena sibuk dengan kasusnya di KPK.
Berita
terbaru, doi dibebaskan pengadilan dari segala tuduhan korupsi yang
disangkakan oleh KPK. Apapun itu, mungkin Basyir tidak lagi etis kalau
dikembalikan ke kursinya, maka perlu digantikan oleh figur lain. Si
Ahok-kah itu? Masih jauh panggang dari api, tetapi netizen yang selalu
heboh, pandai membuat status-status yang menjadi guyonan. Misalnya,
pejabat dan karyawan PLN mendoakan supaya Pertamina sukses di bawah
Ahok. Sebaliknya pihak Pertamina mendoakan Ahok ditugaskan memimpin PLN,
supaya perusahaan negara penyedia strum ini maju pesat. Ya, kedua
lembaga ini tampaknya "alergi" dengan Ahok.
Tapi
Pertamina sepertinya lebih nyata bergejolak dengan isu hadirnya Ahok di
sana. Di medsos viral spanduk penolakan yang nadanya ditujukan pada
Ahok. "Kami menolak perusuh", demikian antara lain kalimat penolakan
itu. Tapi yakinlah, suara-suara penolakan itu dikomandoi oleh bangsa
kadrun. Bahkan ada berita bahwa jutaan kadrun akan kembali ke jalan,
untuk menolak Ahok come back ke pemerintahan. Stigma sebagai
"penista agama" yang mereka jual. Padahal, kalau dihitung-hitung, jumlah
penista agama jauh lebih banyak bercokol di grup kadrun.
Apapun
ancaman kadrun, tidak perlu direspons oleh pemerintah. Anjing
menggonggong kafilah berlalu. Biarkan seja mereka berdemo dan
berteriak-teriak selama mereka ingin, namun pemerintah harus tetap
berjalan di jalur yang benar, membenahi BUMN dengan menempatkan pejabat
yang tepat di sana, termasuk Ahok tentu saja. Kinerja doi toh sudah
terbukti selama menjadi gubernur DKI Jakarta. Ahok membangun DKI tanpa
menyedot APBD. Bandingkan dengan Gabener yang malah membangunkan para
koruptor dan maling anggaran untuk berpesta pora bermalam-malam suntuk
sambil mengendus-endus kaleng Aibon.
Membenahi
BUMN supaya lebih sehat, lebih maju, dan bersih dari kasus-kasus
korupsi, adlaah jauh lebih penting ketimbang mendengarkan suara-suara
frustrasi dari kaum kadrun. Mereka minta pemerintah menjaga perasaan
umat dengan tidak menempatkan Ahok menjadi pejabat di BUMN. Umat yang
mana? Sementara sebanyak 270 juta jiwa rakyat Indonesia mendambakan
supaya korupsi dienyahkan dari negeri ini. Korupsi itu biang
kesengsaraan yang menimpa rakyat. Sementara banyak pelaku korupsi
bercokol di badan-badan usaha milik pemerintah. Dan ini yang perlu dan
mendesak untuk dituntaskan. Maka menempatkan seorang Ahok yang sudah
terbukti galak dan garang terhadap hal-hal yang beginian, merupakan
suatu keputusan yang sangat tepat.
Pemerintah
tak usah mendengarkan curhat kadrun yang menyoal perilaku kasar dan
arogan Ahok sehingga tidak pantas menjadi pejabat publik.
Sekasar-kasarnya Ahok, rasa-rasanya dia tidak pernah menuding dan
memaki-maki orang lain dengan sebutan "si kutil babi".
Searogan-arogannya Ahok, dia tidak pernah menghina Pancasila dengan
plesetan "pantat cina" atau "panca gila". Segendeng-gendengnya Ahok,
dia tidak pernah merendahkan sapaan khas suku bangsa orang dengan
plesetan: campur racun, dll. Sementara, Ahok, paling parah hanya ketika
menulis kalimat: Pemahaman nenek lu! di draf RAPBD DKI 2016, karena
banyak anggaran siluman yang jumlahnya belasaan triliun rupiah.
Jadi,
tiada guna mendengarkan protes atau ancaman dari kawanan yang
nyata-nyata memiliki agenda tersendiri di negeri ini. Mereka hanya ingin
mengubah negeri ini sebagaimana mereka inginkan, tanpa peduli perasaan
banyak orang yang tidak sepaham dengan mereka. Gokilnya, mereka justru
minta pemerintah menjaga perasaan mereka dengan tidak mengangkat Ahok
sebagai pejabat di BUMN.
Dan yang perlu diperhatikan adalah bahwa sekali kemauan kaum ini dituruti, mereka akan terus ngelunjak.
Sebab merasa bahwa tuntutan dan protes mereka dikabulkan, maka ke depan
mereka akan semakin menjadi-jadi. Semua hal yang tidak sesuai dengan
kemauan mereka akan diprotes. Jika misalnya dalam pilkada terpilih
gubernur, bupati, walikota, yang bukan mereka kehendaki, maka dengan
mudah mereka akan menuntut atau memprotesnya supaya diganti, atau
pilkada diulang. Presiden Jokowi yang sudah jelas memenangi Pilpres 2019
saja dikatakan sebagai presiden ilegal. So what ? Gitu loh.
Lawakan Lulung, Pemerintah Diminta Rekonsiliasi Nasional Soal Pencekalan Rizieq
Haji Lulung ternyata masih belum kehilangan kemampuannya untuk membuat lawakan yang bikin kita tertawa lepas.
Bagi yang tidak tahu, Lulung sekarang sudah menjadi kader PAN dan anggota DPR fraksi partai tersebut.
Sebelumnya,
Haji Lulung menganggap upaya untuk memulangkan Rizieq dari Arab Saudi
ke tanah air bukan merupakan perkara yang berat bagi pemerintah.
Bukan
perkara berat? Iya bukan perkara berat kalau Indonesia sekuat dan
se-powerful Amerika Serikat. Lulung harus sadar, Indonesia tidak akan
bisa mendikte atau mengatur-atur kebijakan Arab Saudi apalagi untuk
orang seperti Rizieq yang katanya hidup aman dan nyaman di sana. Kalau
hidup nyaman di sana, ngapain lagi pulang ke sini? Publik juga tidak
merindukan dia, kok.
Terkait
dengan pengakuan Rizieq bahwa dirinya mengalami pencekalan, Lulung
menilai pemerintah harus menjadi bagian terdepan dalam upaya
rekonsiliasi nasional. "Jadi dimulainya dari pemerintah rekonsiliasi
nasional. Ya sudah, ajak tokoh dan elite, juga tokoh yang di seberang
sana dan sini, semua jadi satu. Kan ini bukan masalah besar
mengembalikan Habib Rizieq itu," kata Lulung.
Kepala
Staf Kepresidenan Moeldoko dengan tegas mengaku tidak setuju dengan
usulan Politisi PAN Abraham Lunggana alias Haji Lulung soal Rizieq
Shihab. Eks politikus PPP itu sebelumnya meminta pemerintah melakukan
rekonsiliasi nasional terkait pencekalan terhadap pimpinan Front Pembela
Islam (FPI) itu.
Moeldoko
merasa aneh dan mempertanyakan maksud adanya usulan dari rekonsiliasi
nasional. Menurut Moeldoko, pemerintah tidak pernah memiliki masalah
dengan Rizieq. "Apanya yang direkonsiliasikan?, wong enggak ada apa-apa
kok direkonsiliasi. Enggak ada masalah," kata Moeldoko.
Pemerintah
Indonesia tidak pernah mencekal Rizieq untuk kembali ke Indonesia.
Hanya Rizieq lah yang entah sedang berhalusinasi atau memang suka
menuding, yang mengatakan pencekalan terhadap dirinya adalah permintaan
dari pemerintah Indonesia. Lagipula pengacara Rizieq sudah menyebut
kalau surat pencekalan tersebut bukan dikeluarkan oleh pemerintah
Indonesia. Dirjen Imigrasi dan juga Menko Pulhukam juga sudah
menjelaskan dan membantah.
Apakah
Rizieq ini terlalu hebat dan dihormati sehingga pemerintah harus
melakukan rekonsiliasi nasional? Rizieq dicekal, bukan sedang dalam masa
kritis, dan lagipula masalahnya tidak jelas, hanya Rizieq yang bisa
menyelesaikan masalahnya dengan pemerintah Arab Saudi. Seolah Rizieq ini
adalah orang paling berpengaruh di dunia versi Forbes. Padahal
kenyataannya dia ini orang yang dihebat-hebatkan karena narasi palsu
yang dipercaya bulat-bulat oleh pendukungnya yang jenius dan cerdas.
Isitilahnya, hebat karena terlalu dipaksakan dengan cara yang sangat
bodoh dan konyol.
Lulung
juga ingin agar tidak ada lagi imbauan agar Rizieq pulang sendiri ke
Indonesia. "Jangan ada lagi kata, ‘pulanglah, itu kata tokoh, emang ada
urusan apa? Dulu dia juga pergi sendiri’. Enggak usah ada kata seperti
itu. Pemerintah yang sekarang harus lebih dahulu melakukan rekonsiliasi
nasional," kata Lulung. Menurut dia, perbedaan yang sempat terjadi
semasa Pilpres lalu telah usai dan sekarang merupakan waktunya untuk
rekonsiliasi nasional yang inisiasinya harus diawali oleh pemerintah.
"Toh,
saya secara pribadi barangkali, mengajak juga, ini kan putra bangsa
terbaik, Habib Rizieq. Kan, politik sudah jelas, kontroversi jelas.
Sekarang kan sudah selesai, sudah dong, apalagi. Nah, mengenai misalnya
pencekalan, pemerintah harus lebih dahulu. Pemerintah harus lebih dulu
membuat rekonsiliasi nasional," katanya.
Waduh,
Rizieq dia anggap sebagai putra terbaik bangsa? Apakah pembaca di sini
ada yang setuju atau kepala mulai pusing-pusing :D?
Dengar
ya, Rizieq dan pendukungnya yang cari masalah duluan. Mereka yang
menantang duluan seolah sudah sangat hebat. Katanya tidak butuh bantuan
pemerintah, ngapain pula sekarang sibuk minta perhatian pemerintah?
Apalagi gerombolan tiga angka yang super stres itu, yang terang-terangan
tidak mau mengakui pemerintahan Jokowi karena hasil pemilu curang.
Lagipula
mereka juga lah yang menutup pintu rekonsiliasi dengan pemerintah meski
pun kita tahu pemerintah juga tidak pernah tawarkan rekonsiliasi. Belum
diajak sudah merasa bakal diajak dan duluan menolak. Mereka ke-GeeR-an
dan tidak pernah ngaca.
Coba
renungkan, orang-orang seperti mereka ini apakah pantas dibantu?
Lihatlah kerusakan apa saja yang telah terjadi gara-gara mereka? Kalau
memang Lulung mau, silakan dia yang bantu sendiri. Kalau mau berbaik
hati bantu keuangan juga tidak ada yang protes.
Jangan
malah minta pemerintah rekonsiliasi. Pemerintah punya banyak urusan
yang jauh lebih penting untuk diurusi ketimbang Rizieq ini.
Bagaimana menurut Anda?
Pemboman Di Medan, Mematikan Pembelaan Atas Tuduhan Terhadap Umat Islam
Dulu,
pernah saya mendengar ada pihak yang keberatan ketika para pelaku
terror atau teroris yang melakukan pemboman, diindentikan dengan Umat
Islam. Tapi sorry sorry to say yah… hingga kejadian tragedi pemboman
yang terjadi di Medan, si pelaku adalah orang yang beragama Islam. Entah
itu Islam garis keras, Islam radikal, atau Islam normal.
Umat
Islam yang memperlihatkan kekaffahan diri mereka dalam hal berkeyakinan
atas agama Islam yang dianutnya dengan memakai celana cingkrang bagi
laki-laki, dan bercadar bagi perempuan, diakui atau tidak, sudah
memunculkan aura yang tidak nyaman pada lingkungan sekitar.
Padahal
banyak diantara mereka yang mengenakan pakaian seperti itu, memiliki
sikap yang wajar. Dalam artian, mereka mampu membedakan mana yang
menjadi ranah privasi mereka dan mana yang menjadi ranah umum. Dan
banyak diantara mereka yang berpakaian dengan atribut keimanannya, tidak
selalu dan melulu membicarakan agama atau berkhotbah di tengah-tengah
percakapan. Walaupun tetap saja, cara pakai mereka, yang lain dari cara
pakai muslim Indonesia, menjadi pemisah antara mereka dan umat Islam
Indonesia lainnya.
Ketika
Menteri Agama mengeluarkan larangan cara berpakaian yang bukan budaya
Indonesia di jajaran ASN dan PNS, mereka protes dan menuntut kebebasan.
Lucunya, di waktu yang sama, mereka lupa, bahwa ketika mereka menuntut
kebebasan, mereka pun wajib memberikan kebebasan itu pada orang lain
untuk mengartikan, berpikir, memandang dan berpendapat tentang cara
pakai mereka.
Saya
justru melihat bahwa larangan yang dikeluarkan oleh Menteri Agama
Republik Indonesia adalah untuk melindungi dan menjaga mereka dari
anggapan-anggapan negatif rakyat Indonesia. Bagi saya pribadi, selalu
ada pertanyaan, “Tidakkah mereka merasa ‘riya’ dalam beriman dan
beribadah dengan berpakaian yang begitu membedakan mereka dari cara
pakai masyarakat sekitarnya? Bukankah ada hadist Rosulullah yang
menyerukan umat Islam untuk berpakaian mengikuti cara pakai masyarakat
setempat dimana mereka tinggal?”.
Ketika
bertemu dengan seorang teman berpakaian kebaya komplit dengan
sanggulnya, pertanyaan pertama yang muncul di kepala dan ditanyakan
adalah, “Pakai kebaya mau kemana?” atau, seorang perempuan mengenakan
mukena berjalan di tengah pasar, orang juga pasti bertanya, “Mau ke
masjid bu?” kalau jawabannya, “Tidak, saya mau belanja!”, orang akan
berpikir dia sudah tidak waras, karena mengenakan alat sholat untuk
berbelanja. Seorang perempuan mengenakan kerudung berwarna senada
dengan bajunya, tapi ukuran kerudung itu lebih besar dari mukena, apa
yang orang lain pikirkan? Pasti jawabannya, “Ah dia sudah ‘hijrah’”. Dan
beberapa kejadian pemboman dilakukan oleh mereka yang berjanggut,
bercelana cingkrang, bercadar, apa yang kemudian orang pikirkan? Pasti
jawabannya, “Si pelaku adalah kelompok Islam radikal!”
“Kelompok
Islam radikal!” sebuat kalimat yang lahir karena berbagai kejadian atau
tindakan yang merenggut nyawa orang dilakukan oleh orang-orang yang
memakai atribut yang sama, yaitu atribut umat Islam.
Sekali
lagi, kejadian pemboman di Medan yang dilakukan oleh orang yang
bercelaka cingkrang, yang menurut berita melakukan pemboman karena
dipengaruhi oleh istrinya yang bercadar, membuat saya, sebagai sesama
muslim, sesama umat Islam, tidak bisa lagi melakukan pembelaan atas
tuduhan bahwa teroris yang tumbuh di Indonesia saat ini adalah kelompok
umat Islam (radikal). Bahkan jujur harus saya akui, saya pribadi merasa
ketakutan jika saya berdekatan dengan mereka yang bercadar atau yang
bercelana cingkrang. Alert detektor saya akan langsung naik. Pertama
melihat, lalu memperhatikan, setelah itu saya menjauh dan menghindari
mereka.
Salahkah
saya? Picikkah saya? Jawabannya tentu TIDAK! Karena jika menyangkut
keamanan, maka kehati-hatian hukumnya wajib untuk dilakukan dan ini
adalah HAK ASASI yang mutlak dimiliki setiap orang. Namun, yang lebih
saya sayangkan adalah cara berpakaian mereka lebih berfungsi sebagai
jurang pemisah antar sesame umat Islam di Indoensia.
Lalu
kalimat-kalimat penentangan pun bermunculan bahwa pelaku pemboman bisa
siapa saja. Tapi fakta lapangan sampai hari ini mencatat bahwa semua
pelaku pemboman atau teroris adalah mereka yang seagama dan seiman
dengan saya.
Warna
rambut kita bisa melihatnya, tapi hati dan pikiran seseorang hanya dia
dan Allah yang mengetahuinya. Tidak semua orang yang bercelana
cingkrang dan bercadar itu berbahaya. Dan saya bilang, para pelaku
pemboman juga tidak memperlihatkan gambaran sebagai orang yang
berbahaya. Bahkan hampir semua pelaku, dikenal baik, soleh nan dermawan
di lingkungan mereka.
Meskipun Ada Iming-iming Gaji 3 M, Ahok Bukanlah Sosok yang Mudah Digoda Uang.
Menahan
diri dan berkaca alias introspeksi, menjadi kata kunci dalam menyikapi
isu-isu liar belakangan ini. Kalimat itu mungkin paling tepat disarankan
kepada mereka yang suka melontarkan komentar miring, misalnya terkait
rencana Menteri BUMN memberi jabatan pimpinan BUMN kepada Basuki Tjahaja
Purnama.
Ada
andil cukup mengganggu dari para pewarta, sehingga penentangan kepada
Ahok sedemikian kuatnya, andil dimaksud kita contohkan ketika
diberitakan Ahok akan menerima pemasukan hingga 3,2 M per bulan jika
menerima jabatan sebagai bos Pertamina.
Di luar kenyataan bahwa pendapatan seorang eksekutif puncak, masih
banyak yang mendapatkan lebih dari nilai itu, namun ketika diberitakan
secara berlebihan, maka potensi mengundang reaksi keras pun bisa
memperburuk situasi.
Maka
untuk membuat publik tidak bersikap apriori, sehingga mereka menganggap
hal-hal tak sepantasnya kepada sosok Ahok, pada saat dia menerima
tanggung jawab dari pemerintah. Yang kita yakini, Ahok bukanlah tipe
seperti itu, artinya bukan karena peluang mendapatkan pendapatan sangat
besar sebagai alasannya menerima tugas berat itu.
Fakta
itu terkonfirmasi sejak dirinya menjabat Gubernur DKI, yang mana dana
operasional Gubernur yang seharusnya menjadi hak pribadi, justru dia
kembalikan ke kas Pemprov setiap ada kelebihan. Dan biaya operasional
itu mayoritas digunakan untuk urusan yang berkaitan dengan hibah kepada
kalangan bawah diantara warganya sendiri.
Dalam
konteks mengkritisi seorang pejabat, kita seharusnya tidak melakukannya
secara prematur. Kenapa kita tidak memberinya kesempatan, agar dia
menunjukkan kinerjanya sebelum kita mengkritisi pencapaiannya. Jika
belum-belum dia sudah diserang habis-habisan, ada kesan tidak fair
sehingga dirinya dihakimi meskipun belum pada tempatnya diberi label
minus.
Ironisnya,
banyak diantara pembenci Ahok, mengaitkan hal yang tidak ada
korelasinya dengan jabatan yang akan disandangnya. Sebagaimana
diungkapkan oleh Menkopolhukam, Mahfud MD, status Ahok yang pernah
terkena kasus hukum, tak boleh dikaitkan dengan penugasannya kali ini.
Bisa jadi yang dimaksudkan Mahfud, seandainya Ahok mengalami kasus hukum
yang terkait penyalahgunaan wewenang sebagai pejabat, di sanalah kita
patut menolak pemberian jabatan sebagai petinggi, jangankan di BUMN,
untuk jabatan yang jauh lebih rendah pun masyarakat harus melawannya.
Beda
kasusnya jika yang menjadi persoalan para pembenci adalah kasus yang
sejatinya masih dalam perdebatan para ahli, terutama ahli agama. Kenapa
kita perlu membahas isu ini lebih seksama, karena persoalan yang mendera
Ahok, sangat kental dengan muatan politik. Setiap kasus yang aroma
politisnya sangat kuat, kita tidak bisa menganggapnya sama dengan kasua
yang murni sebagai fakta hukum.
Sejarah
para pejuang kemanusiaan, atau para pejuang kemerdekaan misalnya,
rasanya kita akan memperlakukan mereka secara tidak adil, jika di masa
lalu mereka diperkarakan oleh rezim tertentu, padahal menurut pandangan
masyarakat luas, mereka tidak boleh mendapatkan ketidakadilan
sebagaimana telah ditimpakan.
Anggapan
seperti itulah masyarakat melihat kasus Ahok yang membuatnya mendekam
di penjara. Hanya untuk menjaga kaum intoleran yang membenci Ahok
dipuaskan, majelis hakim seolah “bersekongkol” dengan penuntut dan
penyidik. Cukup menyesakkan jika kita mengenang berjalannya penanganan
kasus Ahok tersebut. Namun mau dikatakan apa lagi, jika faktanya memang
sudah terlanjur basah.
Yang
bisa dilakukan pada saat ini barangkali, kita harus kembali memberi
Ahok kesempatan kedua. Potensi yang sudah dibuktikannya di saat lalu
menjadi bekal untuk kita, bahwa kita kembali mendapat kesempatan
menyaksikan bagaimana dia membenahi BUMN sesuai kapabilitasnya.
Pasti
akan banyak pihak yang merasa penasaran, sejauh mana kemampuan Ahok
menata kembali instansi yang selalu dinilai negatif oleh publik,
terlebih pada BUMN yang menguasai hajat hidup orang banyak. Seperti
dimuat dalam konstitusi kita, bahwa kekayaan negara yang melingkupi
hajat hidup orang banyak, harus dikelola untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat. Dalam rangka inilah BUMN diberi tanggung jawab. Sayangnya tugas
ini masih jauh dari memuaskan, maka diharapkan mlalui Ahok kita akan
berkesempatan mencapai tujuan ideal sesuai konstitusi.
Jika
Ahok sudah mendapatkan serangan sekejam seperti sekarang, padahal
menduduki jabatan pun dia belum sempat, lalu kapan kita mendapatkan
kesempatan seperti gambaran tadi? Untuk itulah kita perlu memberi Ahok
ruang yang cukup. Jika setelah mendapatkan waktu tertentu, maka boleh
kita menyikapinya secara fair, sejauh mana dia mencurahkan kemampuannya.
Membuka Tabir Siapa “Di Belakang” SD Islam Terpadu (SDIT) di Indonesia
Untuk mengetahui siapa “di belakang” SDIT, kita harus mengetahui sekilas sejarah tentang lahirnya SDIT tersebut.
Pada
pertengahan dekade 2000-an, Profesor Abdul Munir Mulkan yang merupakan
seorang Guru Besar UIN SuKa yang sekarang menjadi Pengurus Majelis
Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan (Diktilitbang) PP
Muhammadiyah mudik ke kampung halamannya di Desa Sendang Ayu, Lampung.
Di kampungnya tersebut, beliau mendapati Mesjid Muhammadiyah yang
dulunya damai menjadi ribut gara-gara Mesjid tersebut dimasuki oleh
kader PKS yang membawa isu-isu politik ke dalam Mesjid, dan juga
mengkritik fiqih serta amaliyah warga Muhammadiyah.
Kegusaran
Profesor Mulkan dituangkan dalam sebuah artikel di Suara Muhammadiyah
yang kemudian menjadi bahan diskusi serius kader persyarikatan mengenai massive-nya infiltrasi gerakan garis keras di lingkungan Muhammadiyah.
Kekhawatiran
Profesor Mulkan ternyata bukan isapan jempol semata karena di lapangan
terlihat realita betapa infiltrasi gerakan garis ini sudah seperti
kanker di tubuh Muhammadiyah, hingga Mesjid-Mesjid Muhammadiyah di
sekitar kantor pusat pun (Yogyakarta dan Jakarta) tidak kuasa membendung
gerakan ini dan justru malah dikuasai oleh kelompok ini.
Tidak
menunggu lama, di tahun 2006, PP Muhammadiyah mengeluarkan maklumat
berupa Surat Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Kebijakan mengenai
Konsolidasi Organisasi Dan Amal Usaha Muhammadiyah. Di dalamnya langsung
menyebut bawa PKS adalah memang sebuah partai politik, dimana partai
politik tujuannya tidak lain dan tidak bukan adalah meraih kekuasaan.
Dalam SK itu warga Muhammadiyah diharuskan membebaskan diri dan tidak
menghimpitkan diri dengan misi, kepentingan, kegiatan, dan tujuan partai
politik itu.
SK
itu kemudian menjadi semacam komando bagi para kader militan
Muhammadiyah untuk bebersih, tahap pertama yang dilakukan adalah
bebersih pengurus dari PP hingga ranting dilanjutkan bersih-bersih di
AUM (Amal Usaha Muhammadiyah) dan pengurus masjid milik Muhammadiyah.
Kawan saya pernah bercerita betapa berat tugasnya waktu itu dalam
membersihkan masjid milik Muhammadiyah dari kader partai ini.
Setelah
"dibersihkan" dari Muhammadiyah, kader PKS yang mendirikan yayasan
pendidikan, label sekolahnya adalah Sekolah Dasar Islam Terpadu yang kini tersebar luas di berbagai wilayah di Indonesia seperti yang dimuat dalam situs http://www.muslimedianews.com/2018/07/muhammadiyah-dan-pks-soal-sd-islam.html#ixzz65MYDiYY2
Seorang
Kiai NU yang sekarang menjadi Dosen tetap di Australia yang bernama
Nadirsyah Hosen secara tegas mengatakan bahwa sekolah Islam Terpadu itu
dibuat oleh kader PKS dalam cuitannya di https://twitter.com/na_dirs/status/1019022038155980801
Dari
semua informasi di atas, kita sudah paham, ternyata PKS adalah pihak
yang berada “di belakang” SDIT yang ada di Indonesia saat ini.
Mungkin ada yang akan ngeles bahwa itu fitnah, atau mengatakan situs Muslimedia News tidak kredibel dan alasan lainnya.
Silahkan saja pihak PKS membantahnya, tapi itu semua tidak mengubah fakta bahwa PKS garis keras itu ada di masyarakat!
Seorang peneliti dalam bukunya yang berjudul Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia menyebutkan bahwa PKS garis keras itu didapat dari fakta di lapangan.
Hal
itu diungkapkan oleh Ketua Tim Peneliti Yogya buku itu Abdul Munir
Mulkhan kepada media nasional INILAH COM di Jakarta.
Menurutnya, berdasarkan hasil penelitian timnya di lapangan, menemukan
fakta bahwa PKS itu memang merupakan bagian dari gerakan Islam garis
keras.
"Kalau
saya itu kan menemukan fakta di lapangan. Kalau tidak diakui PKS ya
biasa saja. Karena kan dilapangan belum tentu juga diketahui oleh
pimpinan pusatnya. Boleh jadi itu sebagai sebuah strategi besar dari
PKS," kata Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini.
Dalam
buku tersebut juga memuat informasi tentang Mesjid Muhammadiyah yang
dulunya damai dan tenang menjadi ribut karena dimasuki PKS yang membawa
isu-isu politik ke dalam masjid. Mereka gemar mengkafirkan orang lain
dan menghujat kelompok lain termasuk Muhammadiyah. Selain itu juga
menyebutkan bahwa warga Muhammadiyah merasa prihatin dengan keberadaan
PKS sebagai kelompok garis keras yang akan menggunakan institusi,
fasilitas, anggota dan sumber-sumber daya Muhammadiyah untuk kepentingan
politiknya.
"Karena
partai di Indonesia tidak pernah menang kalau tidak ada dukungan dari
NU dan Muhammadiyah. Untuk itu mereka gunakan Muhammadiyah untuk
kepentingan politiknya," ungkapnya.
Buku
tersebut diterbitkan atas kerjasama Gerakan Bhineka Tunggal Ika, the
Wahid Institute dan Maarif Institute. Buku itu merupakan hasil
penelitian yang berlangsung lebih dari dua tahun dan dilakukan oleh LibForAll Foundation.
Yang
menjadi editor dalam buku itu adalah Gus Dur dan yang menjadi
penyelaras bahasanya adalah Mohamad Guntur Romli. Bagian prolog
diberikan oleh mantan Ketua PP Muhammadiyah, Prof A Syafii Maarif.
Sedangkan bagian epilog disajikan pemimpin pondok pesantren Raudlatuth
Thalibin Rembang, Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) seperti yang dimuat
dalam media nasional https://m.inilah.com/news/detail/97157/peneliti-buku-pks-garis-keras-itu-fakta
Jadi situs media nasional INILAH COM di atas memperkuat informasi yang disampaikan dalam situs Muslimedia News bahwa benar ada
Mesjid Muhammadiyah yang dulunya damai dan tenang menjadi ribut karena
dimasuki PKS yang membawa isu-isu politik ke dalam Mesjid. Mereka gemar
mengkafirkan orang lain dan menghujat kelompok lain termasuk
Muhammadiyah.
Masih
kurang yakin bahwa ada orang PKS yang masuk ke Mesjid Muhammadiyah dan
suka mengkafirkan orang lain dan orang Muhammadiyah itu sendiri???
Penulis
akan membagikan informasi yang sama bahwa PKS masuk ke Mesjid
Muhammadiyah dengan membawa isu-isu politik ke dalam Mesjid, gemar
mengkafirkan orang lain, dan menghujat kelompok lain, termasuk
Muhammadiyah sendiri seperti yang dilansir dalam situs resmi milik NU
Tulunggung yang bisa diakses di http://www.lakpesdamtulungagung.or.id/infiltrasi-islam-garis-keras-ke-muhammadiyah/
Jadi, dari semua informasi di atas, baik dari situs Muslimedia News, Inilah com dan situs resmi NU Tulungagung semua MEMBENARKAN bahwa PKS garis keras itu nyata di masyarakat!
Ayo ngaku, siapa yang pernah “dikafirkan” oleh orang PKS???
Ada yang masih ingat seorang kader PKS bernama Dwi Estiningsih yang mengatakan Pahlawan kafir?!
Ada yang ingat Ketua Umum DPD PKS di Sumatera Utara yang Ulama NU dengan kata cecunguk dan angkat telor ke Israel?
Itu adalah sebagian contoh kecil bagaimana orang-orang PKS begitu mudahnya "mengkafirkan" orang lain dan menghina Ulama NU…!
Itu yang sudah ketahuan, yang belum???
Makanya
tidak heran jika salah satu petinggi NU secara tegas meminta warga NU
untuk berhati-hati dengan orang PKS seperti yang dimuat dalam situs
resmi NU yang bisa dilihat di https://www.nu.or.id/post/read/43530/warga-nu-diminta-hati-hati-manuver-politik-pks
Bahkan,
seorang pengamat politik internasional yang bernama KH Hasyim Wahid
(Gus Iim), dan merupakan adik kandung KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
menyatakan bahwa Partai Keadilan Sejahtera (PKS) hanyalah mainan baru
Amerika Serikat yang juga dimuat dalam situs resmi NU yang beralamat di http://www.nu.or.id/post/read/15198/gus-iim-pks-jadi-mainan-baru-amerika
Setelah
mengetahui bahwa Sekolah Islam Dasar Terpadu (SDIT) dibuat oleh orang
PKS, makanya kita tidak heran jika ada kasus seorang guru yang bernama
Robiatul Adawiyah dipecat dari SDIT Darul Maza Kota Bekasi karena
memilih pasaangan Ridwan Kamil-UU Ruzhanul Ulum, bukan pasangan yang
diusung PKS seperti “arahan” pihak SDIT dalam Pilkada Jawa Baat lalu. Sumber
Tidak
heran jika ada anak SDIT Bunayya, Pekanbaru yang berseragam pramuka
malah mengibarkan bendera HTI di sekolah SDIT milik orang PKS seperti
yang sudah penulis bahas lengkap dalam tulisan https://seword.com/politik/siswa-sd-berseragam-pramuka-kibarkan-bendera-hti-di-sekolah-milik-orang-pks-ulah-adhyaksa-dault-SJ08ZFj8G
Hmmmm…
Ketua
Pramuka saat itu adalah Adhyaksa Dault yang merupakan orang PKS dan
anak SD berseragam pramuka yang mengibarkan bendera HTI tersebut sekolah
di SDIT milik orang PKS!
Apakah ini sebuah kebetulan???
Ada yang masih ingat dengan pernyataan salah satu orang tua siswa yang “trauma” karena anaknya terpapar paham radikal di SDIT???
Silahkan
Anda membacanya sendiri pengalaman “pahit” orang tua siswa tersebut
terkait anaknya yang terpapar paham radikal saat sekolad di SDIT yang
dimuat dalam halaman facebook Generasi Muda NU yang beralamat di https://web.facebook.com/GenerasiMudaNu/posts/teman-teman-yg-masih-punya-anak-kecil-kalau-mau-masukkan-anaknya-di-sdit-hendakn/1359711134182575
Sssssstt, jangan lupakan bahwa PKS adalah partai “berkedok” dakwah yang MENOLAK Pancasila sebagai asas utama ormas seperti yang diberitakan dalam situs:
Kesimpulan…
Mungkin ada yang mengatakan bahwa tidak boleh “menyamaratakan” semua SDIT seperti itu.
Anda benar!
Penulis hanya memberikan secuil informasi bahwa orang PKS adalah “pemilik” SDIT yang sekarang ada di Indonesia…
Dan
masyarakat pasti masih ingat dengan kasus seorang Guru dipecat dari
SDIT karena beda pilihan dalam Pilkada Jawa Barat, ada anak SDIT yang
pernah mengibarkan bendera HTI, ada pengalaman “pahit” orang tua yang
anaknya terpapar paham radikal ketika sekolah di SDIT.
Jadi
biarlah orang tua siswa sendiri yang akan menilai, apakah mereka akan
memasukkan anaknya ke SDIT atau tidak setelah membaca tulisan ini…
Wassalam,
Nafys
Hanya Perlu Dua Langkah, Gejolak Pertamina Sudah "CheckMate"!!!
Kalau
melihat beberapa kejadian di Indonesia, ibarat kita sedang melihat
seorang Anatoly Karpov melawan beberapa pecatur muda. Karpov adalah
Pecatur dunia yang memiliki pemahaman posisional yang luar biasa. Karpov
bemain tanpa banyak kesalahan di setiap permainan dan tidak mengambil
risiko, Karpov mengalahkan lawan-lawannya dengan memanfaatkan
ketidaktelitian mereka.
Saya
sengaja memilih Anatoly Karpov dan bukan Garry Kasparov sebagai si
maestro yang melawan sederatan pemain catur muda. Ini karena Anatoly
Karpov lebih pas dengan strategi yang dimiliki Jokowi, ketibang Garry
Kasparov yang dikenal sebagai pecatur yang paling agresif yang pernah di
miliki Rusia.
Para
pecatur muda itu duduk berjajar menunggu giliran untuk dikalahkan oleh
sang maestro catur dunia. Dari sekian banyak Pecatur muda itu, tentu
semuanya berharap dan mengkhayal bisa mengalahkan Karpov. Namun namanya
juga harapan dan khayalan, satu-satu para pemain muda itu dikalahkan
karena ketidak telitian mereka.
Dalam
kurun waktu 7 tahun ke belakang ini, berapa permainan catur politik
yang sudah kita lihat? Dan Jokowi adalah si Anatoly Karpov, sementara
para penyerangnya adalah para pemain catur muda. Satu-satu, Jokowi
berhasil menumbangkan lawan-lawannya. Satu kejadian yang baru saja
selesai dimenangkan oleh Jokowi adalah ketika KPK mulai memainkan
bidak-bidak hitam mereka.
Lalu
Rizieq Shihab yang sudah beberapa kali bermain catur dan selalu
dikalahkan, juga mencoba bermain lagi dengan menggunakan isu surat
cekal, dan itupun dengan sangat mudah dipatahkan oleh Pemerintahan
Jokowi.
Pemerintahan
Jokowi yang sah secara konstituti memainkan bidak-bidak berwarna putih,
sementara semua penantangnya yang menentang keberadaan Pemerintahan
Jokowi dengan segala caranya memainkan bidak-bidak hitam.
Sekarang,
permainan catur yang sedang kita saksikan adalah antara Pertamina yang
mulai memperlihatkan perlawanannya terhadap apa yang akan dilakukan oleh
Pemerintah. Penunjukan Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok untuk menjadi
pejabat di dalam tubuh Pertamina, ibarat memajukan bidak pion putih ke
depan. Tak perlu pakai lama, Pertamina pun langsung menggerakkan
beberapa pion hitam untuk menghadang.
Dari
langkah yang dilakukan oleh Pertamina, itu mengingatkan kita pada
langkah yang dilakukan oleh KPK. Modusnya sama! Sama-sama menggerakkan
serikat pekerjanya. Dan lucunya, antara pentolan-pentolan yang ada di
serikat pekerja Pertamina dengan pentolan-pentolan wadah pegawai KPK,
juga memiliki kesamaan. Mereka sama-sama pendukung 212. Yang membedakan
mereka adalah isu yang dijadikan alasan dari pergerakan. Kalau KPK
menggunakan UU KPK yang dipandang akan melibas kerajaan kecil yang ada
di KPK sebagai alasan gerakan, kalau Pertamina menggunakan latar
belakang dan kepribadian Ahok yang tegas, professional dan transparan,
yang akan melibas kerajaan kecil yang ada di Pertamina. Sementara baik
UU KPK maupun kinerja, integritas dan kridibilitas Ahok, keduanya
memiliki fungsi yang sama. Yaitu Pembawa perubahan.
Coba
kalian lihat spanduk-spanduk yang dipasang oleh Serikat Pekerja
Pertamina! Tak ada satupun yang mempertanyakan kemampuan Ahok dalam
bekerja. Hanya sederet kalimat lebay yang memperlihatkan kekerdilan dan
kehitaman bidak-bidak mereka.
Serikat
Pekerja Pertamina seharusnya belajar dari kegagalan Wadah Pegawai KPK
saat menentang UU KPK. Seorang pentolan sesenior Novel Baswedan saja
akhirnya angkat tangan dan menyerah mengancam dirinya sendiri untuk
mundur dari KPK. Padahal, dukungan masyarakat terhadap KPK jauh lebih
bagus ketibang dukungan terhadap Pertamina.
Prestasi
KPK yang panen OTT, tidak menggemingkan si ‘Anatoly Karpov’ dalam
menempakan bidak putihnya. Sementara Pertamina hanya dikenal memiliki
bidak-bidak hitam yang sudah terlalu hitam karena sebagai sebuah BUMN
sudah sangat merugikan Negara dan berpuluh-puluh tahun tak mampu
memberikan BBM satu harga pada seluruh rakyat Indonesia. Itu pun belum
termasuk kerugian miliaran setiap harinya karena kebocoran yang terjadi
di dalam tubuh Pertamina.
Kalau
saya boleh memberi saran pada Pemerintah, menghadapi reaksi penolakan
atas keputusan masuknya Ahok di dalam tubuh Pertamina, saya akan
memasang meja di depan kantor Serikat Pekerja Pertamina. Di atas meja
itu saya akan siapkan surat pernyataan pengunduran diri bagi mereka yang
tidak setuju dengan penunjukan Ahok. Dan surat pakta integritas bagi
mereka yang tak mau mengundurkan diri.
Saya
tidak melihat adanya masalah besar atas gejolak Serikat Pekerja
Pertamina ini. Gejolak itu hanya reaksi wajar dari orang-orang belang.
Secara politispun gejolak mereka tidak akan mempengaruhi dinamika
perpolitikan Indonesia secara umum.
KPK
yang didukung oleh mahasiswa saja akhirnya menyerah, apalagi Pertaminan
yang tidak mendapat dukungan sedikitpun dari pihak manapun. Mereka
hanya mengharapkan dukungan dari kelompok 212 dengan memasang spanduk
bertuliskan kalimat-kalimat milik kelompok 212, seperti “Pertamina Tetap
Wajib Utuh, Tolak Siapapun Yang Suka Bikin Rusuh!” atau kalimat lebay
lainnya seperti “figure tukang gaduh”, “biang kekacauan”, “Pemberang”
dan kalimat “bukan tempat orang tak terpuji dan mulut kotor”.
Para
Serikat Pekerja Pertamina lupa kalau di Jakarta saat ini sedang
merindukan kalimat viral “pemahaman nenek lu!” milik Ahok, tertera di
setiap lembar RAPBD DKI Jakarta. Dan hanya kelompok 212 yang sampai saat
ini masih terus berusaha menjaga apa yang mereka bangun atas diri Ahok,
dan itupun sudah mulai runtuh.
Yang
pasti, saya meyakini, semakin Serikat Pekerja Pertamina bergejolak,
semakin rakyat menolak mendukung mereka. Pertamina bukan KPK. Dan
melamar menjadi pegawai Pertamina jauh lebih mudah ketibang melamar
menjadi pegawai KPK. So.... ibarat bermain catur, Karpov memajukan SATU
pion putihnya, Pertamina memajukan 6 pion hitamnya, tapi hanya dengan
dua langkah saja, Pertaminan dipastikan dalam posisi "Checkmate".
Re-post by MigoBerita / Sabtu/16112019/16.05Wita/Bjm