Sempat Ditarik Mundur, Personel Satpol PP dan Dishub Kembali Jaga PSBB
PROKAL.CO, BANJARMASIN - Personel Dinas Perhubungan dan Satpol PP Banjarmasin yang sebelumnya ditarik mundur dari Posko PSBB Jalan Ahmad Yani kilometer 6, tampak kembali bertugas.
Pantauan Radar Banjarmasin kemarin (3/5), posko milik Satpol PP yang sempat dibongkar juga kembali berdiri. Berdampingan dengan pos polantas.
Komandan Regu Unit II Satpol PP Banjarmasin, Fitriansyah menjelaskan, setiap hari akan ada dua regu yang diturunkan. Per regu terdiri dari 10 hingga 11 personel. Sementara Dishub menurunkan tiga personel.
"Selain berjaga di Posko PSBB, khusus personel Satpol PP, juga berpatroli keliling ke dalam kota. Sasarannya, tempat-tempat usaha yang masih buka setelah jam 9 malam," ucapnya.
Dia menambahkan, pada malam hari, tugas jaga di masing-masing Posko PSBB juga bakal diback up oleh personel dari Linmas dan Damkar Banjarmasin.
Hal senada diungkapkan Kepala Bidang Tindak Pidana Umum Satpol PP Banjarmasin, Dani Matera. Dia menegaskan, personel akan terus bertugas hingga PSBB berakhir.
Lantas, apakah kemudian bantuan personel Satpol PP dan Dinas Perhubungan dari Pemprov Kalsel bakal absen dari posko? Kembali pada hasil pantauan wartawan, mereka tetap disiagakan.
Diberitakan sebelumnya. Terjadi miskomunikasi antar petugas jaga di Posko PSBB batas kota. Berujung dengan penarikan petugas jaga dari pemko.
Kepala Dishub yang juga Plt Kasatpol PP Banjarmasin, Ichwan Noor Chalik, membeberkan alasan penarikan tersebut. Dia berdalih, merasa stres dan frustasi, karena sikap bebal yang ditunjukkan warga kota selama PSBB.
Selain menjadi sorotan publik, penarikan itu juga disayangkan Ketua Komisi IV DPRD Banjarmasin, Matnor Ali.
"Sangat disayangkan, Pemko Banjarmasin (yang menerapkan PSBB) sendiri tidak berada di tempat," ujarnya seusai inspeksi mendadak ke posko, Jumat (1/5) malam. (war/fud/ema)
Personel Dinas Perhubungan dan Satpol PP Banjarmasin yang sebelumnya ditarik mundur dari Posko PSBB Jalan Ahmad Yani kilometer 6, tampak kembali bertugas. | Foto: WAHYU RAMADHAN/RADAR BANJARMASIN
Sumber Berita : https://kalsel.prokal.co/read/news/32558-sempat-ditarik-mundur-personel-satpol-pp-dan-dishub-kembali-jaga-psbb.html
PSBB Banjarmasin, Alasan Pol PP-Dishub Tarik Diri dari Batas Kota
apahabar.com, BANJARMASIN – Ketidakhadiran petugas jaga dari Dinas Perhubungan, dan Satuan Polisi Pamong Praja di pos batas Kota Banjarmasin saat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) menuai pertanyaan.
Belakangan, terkuak alasan mengapa mereka absen di pos PSBB khususnya di batas kota, kawasan Jalan Ahmad Yani Kilometer 6.
Alasan itu keluar langsung dari mulut pimpinan kedua instansi itu, yakni Ichwan Noor Chalik.
Ichwan langsung menegaskan pihaknya merasa stres dan frustasi atas ketidaksadaran masyarakat akan imbauan pemerintah tetap di rumah selama pandemi.
Padahal setiap perempatan dan sudut kota sudah pihaknya pasangi pengeras suara yang menggaungkan imbauan.
“Bahkan hampir sebulan ini kami berdiri di tengah jalan membentangkan spanduk mengimbau masyarakat agar di rumah saja,” ujarnya.
Dalam kondisi normal, Ichwan ingin mengedukasi masyarakat agar tidak memandang Satpol sebagai panglima.
Panglima sebenarnya adalah polisi yang telah mengeluarkan maklumat. Artinya siapa saja yang tak patuh bisa dipidana.
Kondisi demikian mendorong Satpol PP dan Dishub menarik diri dari pintu masuk utama kota.
Sebab, lanjut Ichwan, jika anggotanya tetap di situ pasti dipandang sebelah mata oleh masyarakat.
“Dalam sistem pengamanan kota dalam rangka pemberlakuan PSBB, penanggung jawab dan kendali ada di aparat penegak hukum,” pungkasnya.
Makanya Satpol PP tidak bisa menurunkan petugas seperti di India menggunakan rotan selama PSBB.
Satpol PP dan Dishub berada dalam koordinasi kepolisian (BKO) selama PSBB. Tidak bisa berjalan sendiri-sendiri.
Standar pengamanan kota selama PSBB, kepolisian mengedepankan pendekatan preemtif, preventif dan persuasif.
Begitu juga Satpol PP. Tak bisa semena-mena melakukan razia di dalam kota selama pandemi. Harus menggandeng Polisi-TNI.
“Karena bersifat koordinasi, maka unsur terkait tidak ada hubungan struktural, sehingga masing-masing unsur tidak bisa saling memerintah, menyumpahi dan memaki-maki unsur-unsur lainnya,” ucapnya.
Sebelumnya, kelalaian kembali terpantau saat PSBB di Banjarmasin menginjak hari kelima. Wali Kota Ibnu Sina mengklaim terdapat miskomunikasi antarpetugas.
“Kita upayakan akan terus ada penjagaan dari Satpol PP dan Dishub di pos ini. Sampai ini kan di pos lain masih ada penjagaan Satpol PP. Hanya saja memang tadi ada miskomunikasi,” ujarnya saat memantau pos PSBB di Kilometer atau Pal 6, Selasa (28/4) malam.
Ibnu berharap kemelut itu segera teratasi dan tidak berlarut. Sehingga pos PSBB Pal atau Kilometer 6, Jalan Ahmad Yani kembali dijaga Dishub dan Satpol PP.
“Iya, semoga ini cepat teratasi. Tadi juga dari pihak Satpol PP provinsi siap mem-backup menjaga di setiap pos yang ada,” pungkasnya.
Hari kelima penerapan PSBB di Banjarmasin, tak tampak satupun petugas dari Dishub dan Satpol PP Banjarmasin di Pos Km 6 Ahmad Yani. Pantauan apahabar.com, Selasa (28/4) siang, suasana penjagaan di perbatasan Banjarmasin-Banjar itu tampak lengang.
Portal penjagaan biasa dipasangi sebagai check point kepada pengendara melintas hanya disandarkan di samping jalan. Tidak ada lagi terlihat tenda Satpol PP dan petugas Dishub di samping SPBU Km 6. Yang tersisa hanya pos penjagaan milik Polresta Banjarmasin.
Reporter: Bahaudin Qusairi
Editor: Fariz Fadhillah
Sumber Berita : https://apahabar.com/2020/05/psbb-banjarmasin-alasan-pol-pp-dishub-tarik-diri-dari-batas-kota/
Satpol PP Menarik Diri dari Pos PSBB KM 6, Begini Penjelasan Kasatpol PP Banjarmasin
BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Personel Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Banjarmasin sudah beberapa hari tak terlihat di titik pos PSBB Jalan A Yani Kilometer 6 Banjarmasin setidaknya sejak Selasa (28/4/2020).
Pada hari kelima pelaksanaan PSBB di Kota Banjarmasin itu, personel Satpol PP Kota Banjarmasin bahkan sempat terlihat membongkar dan membereskan tendanya di titik tersebut.
Plt Kepala Satpol PP Kota Banjarmasin, Ichwan Noor Chalik akhirnya angkat suara terkait hal tersebut.
Ichwan yang juga merupakan Kepala Dinas Perhubungan Kota Banjarmasin ini mengakui pihaknya memang menarik diri dari titik pos PSBB Jalan A Yani Kilometer 6 Banjarmasin.
Hal ini menurutnya didasari karena merasa seperti diabaikan oleh masyarakat atas upaya imbauan-imbauan yang dilakukan pihaknya agar masyarakat menyadari bahaya virus corona dan tetap berada di rumah.
"Ketidakhadiran Satpol PP dan Dishub di pos KM 6 selama beberapa hari ini, karena kami merasa stres dan frustasi atas ketidaksadaran masyarakat yang tidak mematuhi himbauan pemerintah untuk stay at home," kata Ichwan kepada Banjarmasinpost.co.id, Jumat (1/5/2020).
Padahal menurut Ichwan, pihaknya sudah menggaungkan imbauan dan menempatkan personel di jalan-jalan Kota Banjarmasin selama hampir sebulan belakangan sambil membentangkan spanduk dan juga menggunakan pengeras suara meminta masyarakat agar tetap di rumah.
Dijelaskan Ichwan, dengan langkah menarik personel dari titik tersebut, Ia memberikan sinyal kepada masyarakat bahwa Satpol PP bukanlah pemimpin atau penanggungjawab dalam unsur pengamanan kota selama PSBB melainkan pihak Kepolisian.
"Panglimanya adalah Polisi dan Kapolri telah mengeluarkan maklumat. Artinya bagi yang tidak patuh akan di pidana. Sehingga kami menarik diri di pintu masuk utama kota karena kalau kami tetap berada disitu pasti dipandang sebelah mata oleh masyarakat," kata Ichwan.
Dijelaskannya, dalam menjalankan tugas selama PSBB, Satpol PP termasuk Dinas Perhubungan berada dalam koordinasi Kepolisian sehingga tidak bisa berjalan dan bertindak sendiri contohnya tindakan razia yang tidak bisa dilakukan tanpa melibatkan unsur lainnya dalam sistem pengamanan kota.
"Seperti misalnya Satpol PP tidak bisa menurunkan petugas menggunakan rotan, karena SOP sistem pengamanan kota mengutamakan pendekatan pre-emtif, preventif dan persuasif," kata Ichwan.
Meski demikian, menurut Ichwan hubungan antar instansi dalam unsur-unsur pengamanan kota bersifat koordinasi.
Karena itu menurutnya pelaksanaan kegiatan operasional pengamanan kota di lapangan mengandalkan kebersamaan dan harmonisasi antar unsur yang artinya salah satu unsur tidak bisa saling memberikan perintah satu sama lain.
(Banjarmasinpost.co.id/Achmad Maudhody)
banjarmasinpost.co.id/achmad maudhody
Suasana di sekitar Posko perbatasan PSBB A Yani KM 6
Sumber Berita : https://banjarmasin.tribunnews.com/2020/05/01/satpol-pp-menarik-diri-dari-pos-psbb-km-6-begini-penjelasan-kasatpol-pp-banjarmasin
Annisa Pohan Sebaiknya Diam,
Ketibang O2-nya Makin Kelihatan
Menjadi pendamping Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY memang gampang-gampang susah. Gampangnya, ya mereka sudah mengarungi bahtera rumah tangga cukup lama. Menjadi istri seorang perwira tentara, biasa saja. Sama dengan wanita-wanita lain yang menikahi para anggota TNI, tak ada istimewanya. Tapi menjadi istri seorang ketua partai politik, itu dunianya lain lagi. Kebanyakan dari istri para elit politik Indonesia, lebih memilih diam dan bahkan tak pernah disebutkan namanya. Beberapa elit politik, seperti Budiman Sudjatmiko atau Adian Napitupulu, misalnya, siapa dan bagaimana serta seperti apa rupa istri mereka, tak pernah sampai muncul ke permukaan.
Para lelaki elit politik Indonesia, paham bahwa ketika mereka memutuskan untuk berkecimpung di dunia politik, maka seluruh jiwa dan raga, kehidupan apapun yang mereka miliki, akan digerus tanpa ampun oleh roda perpolitikan. Itu sebabnya, keputusan untuk tidak menampilkan sisi keluarga atau kehidupan pribadi, dilakukan.
Masih ingat kan kita semua pada kejadian dimana anak Fadli Zon tiba-tiba menjadi sasaran serang Netizen +62, hanya gara-gara sang ayah meminta bantuan ringan dari pihak Konsulat atau Perwakilan Tetap Republik Indonesia di New York? Tak ayal, masalah kecil ini mampu memberikan alasan bagi Netizen +62 untuk menguliti kehidupan si anak, yang sebenarnya tak tahu apa-apa.
Nah, sekarang terjadi lagi. Ketika AHY mengunggah “hasil pekerjaan tugas sekolah” sang anak di akun media sosialnya. Sontak, masyarakat menterjemahkan kejadian ini dengan bahasa politik mereka. Terlebih hasil pekerjaan tugas sekolah itu ditulis dalam bahasa inggris yang berbentuk sebuah surat untuk Presiden Indonesia dengan materi atau isi dari surat itu sama persis dengan materi yang selama wabah covid-19 ini selalu digaungkan oleh kakek dan ayahnya, yaitu meminta pemerintah untuk melakukan lockdown!
Annisa Pohan yang menjadi istri dari AHY yang telah mengunggah hasil karya anak, dan ibu dari si anak, tak terima anak tercinta menjadi sasaran bullyan. Tak tanggung-tanggung, dia melaporkan bullyan itu ke Presiden Indonesia. Dengan dalih ini dan itu. Apa yang dilakukan oleh Annisa Pohan pun sontak menjadi lahapan baru Netizen +62.
Apa yang salah? Kesalahan Annisa Pohan adalah selalu memandang suami benar. Padahal secara logika pun, tindakan suami yang mengunggah tugas sekolah anak di akun media sosial, dimana dia biasa mengunggah tulisan-tulisan berbau politik, pun itu sudah salah. Tak salah jika kemudian Denny Siregar mennyimpulkan kalau AHY dengan sengaja menyeret anaknya ke pusaran politik.
Sekarang lengkap sudah atribut yang disematkan kepada keluarga Cikeas ini. Mulai dari kakek, anak, menantu dan cucu, semuanya menceburkan diri ke dalam kubangan politik. Disadari ataupun tidak. Seberapa besar dan banyak apapun pembelaan yang dilakukan atas tindakan yang AHY lakukan, mengunggah tugas sekolah anak, tetap saja, kacamata politik melihatnya, itu adalah bagian dari penyerangan Partai Demokrat terhadap pemerintah. Termasuk pembelaan dan penjelasan yang ditulis oleh Annisa Pohan.
Pada statusnya di akun media sosial, Annisa berusaha menepis semua tuduhan kalau suaminya, AHY, telah mempolitisasi tugas sekolah anaknya. Dia mengatakan bahwa tulisan anaknya itu adalah tugas sekolah yang bertema “membuat masukan kepada Presiden Indonesia” bla bla bla. Dan kalau kira simpulkan dari sederetan tulisannya di akun media sosialnya, semakin banyak dia menuliskan ‘perasaan’, semakin dia terlihat O2 dan kekanak-kanakan!
“Mbak Annisa, coba belajar sama Ibu Iriana. Politik itu kejam dan tak mengenal kata haram!”
Ya jelas kejam, di tulisan saya ini saja, saya bilang kalau Annisa Pohan tidak diam, maka dia akan semakin kelihatan O2 dan kekanak-kanakan. Atau jangan-jangan sikap O2 dan kekanak-kanakan ini pun bagian dari strategi politik Partai Demokrat? See? Tak ada yang bisa lolos dari kacamata politik!
Kenapa saya bilang tulisan-tulisan Annisa Pohan terlihat O2? Ya yang bener saja, lapor kok ke Presiden Jokowi soal tuitan Denny Siregar. Atau ini juga bagian dari strategi? Lalu tulisan-tulisan Annisa yang lain, malah tambah ga karuan, persis tulisan anak-anak, sampai urusan cabe dibawa-bawa.
“Kalau orangtua saya dulu, waktu saya kecil, kalau ngomong ngawur apalagi ga sopan sering diancam “hush ga boleh ngomong begitu, nanti dicabein loh mulutnya”, kayaknya dia harus dicabein tapi sebanyak ini cabenya…”
Tak pelak, karena “orangtua” Annisa yang disebutkan, para netizen langsung mengomentarinya dengan komentar-komentar yang berhubungan dengan si orangtua. Apa itu namanya bukan menggali kubur sendiri?
“Kalau korup dicabein juga ngga Annisa? Cabe sebanyak itu pula” komentar dari ‘Pembuka Kotak Pandora’.
“Bapaknya korup dicabein ngga ya? Ha ha…” komentar dari Niniek Nirina Land.
“Itu cabe hasil panen kebun Hambalang kah?” komentar dari Bagindo
Makin melebar saja permasalahannya, kan?
Di sisi lain, kita memang harus akui kalau kekompakan Keluarga SBY ini memang mengagumkan. Di sentil satu, nyembur seribu. Cuma kalau saya jadi Annisa Pohan, lebih baik diam. Ga usah membuat air semakin keruh. Karena suka atau tidak suka, apa yang dituliskan oleh Denny Siregar ada benarnya.
Marahnya Menantu Mantan Presiden, Harusnya Malu Dengan Tegarnya Ibu Iriana Jokowi
Unggahan teks surat terbuka dari anaknya soal lockdown, ternyata berbuntut kritikan dari sebagian orang. Hingga pada akhirnya, sebut saja menantu mantan presiden ini mengeluarkan uneg-unegnya kepada Denny Siregar atas cuitannya yang dianggap memojokkan putri kesayangannya itu. Menurut info terbaru, sang suami berniat akan melaporkannya.
Saya sudah membaca kronologinya, dan bahkan sudah membaca teks pidato yang bersangkutan. Terlalu bagus kalau dibuat oleh seorang anak yang masih kecil. Bisa paham soal lockdown, betapa kota satelit sekitaran Jakarta berada dalam resiko besar, cara penularan virus corona, bagaimana wabah corona mempengaruhi ekonomi dan pekerjaan banyak orang, hingga menyarankan untuk lockdown dengan mengambil contoh Cina, Singapura dan lainnya yang sebenarnya tidak relevan dengan iklim politik di negara ini.
Tapi kali ini kita takkan bahas soal teks itu karena sudah banyak penulis yang bahas.
Saya lebih tertarik dengan reaksi sang menantu dalam melakukan pembelaan terhadap anaknya dan juga balasan dari Denny Siregar yang membuat saya merenung dan setuju mutlak.
Pertama, sebuah kekonyolan dan reaksi sang menantu yang tidak senang anaknya dijadikan objek sindiran. Lucunya, entah kenapa dalam cuitannya yang emosional itu, dia protes kepada presiden Jokowi atas apa yang dilakukan Denny. Benar-benar sangat tidak tepat sasaran alias tidak nyambung. Memangnya Denny anaknya Pak Jokowi? Harusnya dia protes langsung kepada Denny atau tantang adu debat langsung. Tapi masih mending sih, ketimbang nanti dia protesnya ke petinggi Sunda Empire. Bisa meriah masalahnya, hehehe.
Kedua, sebuah balasan telak dari Denny membuat saya merenung. Dia membandingkan karakter Ibu Iriana Jokowi dengan sang menantu.
Dikatakan olehnya, Ibu Iriana adalah seorang istri yang kuat. Tidak peduli Jokowi mau dituduh dan dihina seperti apa pun, tidak peduli anaknya mau dikritik dan digosipkan seperti apa pun, dia tetap tegar. Tidak pernah, sejauh yang saya tahu, dia baperan, emosional atau bahkan marah-marah kepada orang tersebut. Apalagi ngamuk-ngamuk di media sosial.
Seolah dia memang sadar beginilah risiko terjun ke dunia politik. Selalu saja ada yang bakal mencibir, mengkritik bahkan menghina secara brutal. Jadi, tak perlu ambil pusing dan move on.
Jokowi juga demikian. Tidak ambil pusing dengan semua hinaan atau fitnah jahat yang dialamatkan kepadanya. Tidak pernah dia laporkan para pemfitnah dan penghinanya, kebanyakan dilakukan oleh relawan atau pendukung atau warga yang tidak rela. Kalau kerjanya cuma baperan dan membalaskan dendam terhadap para pengkritiknya, kapan ada waktu urus negara ini?
Dan di balik setiap pria hebat, pasti ada wanita hebat di belakangnya. Jokowi dan istrinya membuktikan itu.
Di sisi lain, sang menantu adalah kebalikannya. Disenggol sedikit saja sudah marah dan baperan. Kalau kata Denny Siregar, bapernya hingga ke seberang lautan. Gak sekalian bapernya ke seberang planet, hehehe?
Reaksi ini mengingatkan kita dengan apa yang biasanya dilakukan mantan presiden itu, yang suka baperan juga, suka emosi, suka prihatin dan diabadikan dengan penciptaan lagu. Istilahnya, like father (in law), like daughter (in law). Peribahasa macam apa itu, hahaha.
Dua reaksi yang berbeda menghasilkan sosok manusia yang karakternya beda pula. Mau terjun ke politik, resikonya adalah dikuliti habis-habisan melalui kritikan, sindiran dan mungkin fitnahan. Dan siapa pun harus siap menghadapi itu. Kalau main emosi dan baperan, lebih baik naik gunung dan jangan terjun ke politik lagi.
Lihat tuh Jokowi, difitnah PKI, antek aseng, orang tua dibilang tak jelas, dan banyak lagi fitnah busuk terutama saat masa pemilu. Pernahkah lihat Jokowi gebrak meja? Lempar HP? Mewek mata berkaca-kaca dan bikin lagu bertema keprihatinan?
Istrinya lebih hebat lagi. Tidak pernah tuh baperan dan mengecam. Apalagi sampai menulis panjang lebar di dunia maya biar jadi isu sensasional. Orangnya santai aja bro.
Tak terbayang apa yang akan dilakukan sang menantu jika suaminya, anaknya atau keluarganya diserang secara politis. Bakal tahan gak ya? Rasanya sih tidak.
Apalagi misalnya jadi ibu negara, waduh. Mungkin tiap hari bakal ngamuk dan melampiaskan balasan.
Dewasa dalam usia ternyata tidak bisa diartikan dengan dewasa dalam berpikir dan menyikapi sesuatu. Hal yang biasa pun diluarbiasakan.
Bagaimana menurut Anda?
Denny Siregar Hendak Diperkarakan,
Atas Dasar Apa?
Cuitan Denny Siregar yang bunyinya: "Bapak udah. Anak udah juga. Sekarang cucu juga dikerahkan. Kalo ada cicit, cicit juga bisa ikutan minta lockdown"-- berbuntut panjang.
Sebab tak lama kemudian, seorang wanita, yang juga seorang ibu dari seorang anak yang baru duduk di bangku kelas 6 SD, dengan nada marah-marah menulis di akun Twitternya (4/5): "Teman-teman ini contoh manusia yang tidak membaca isi materi secara utuh. Jelas di situ adalah mengenai xxxxxxxx yang mendapat tugas dari sekolahnya untuk membuat masukan kepada presiden mengenai memilih tentang lockdown. Dan konten ini adalah tentang hari pendidikan. Anda punya anak ga?"
Terus terang saya jadi bingung dengan perseteruan yang tiba-tiba menjadi panas ini. Pokok masalahnya adalah dua cuitan. Yang pertama dari DS, kemudian dari wanita beranak satu itu. Penulis bahkan tidak paham di mana atau apa hubungan antara kedua cuitan di atas?
Status DS itu kan sifatnya umum, sebab tidak menyebut nama seseorang yang dia maksudkan. Sebutlah tetangga saya yang kebetulan berkarakter kadrun, dari dulu getol meneriakkan supaya pemerintah Jokowi menerapkan lock down di masa pandemi ini. Sikap itu karena dia melihat dan membaca tulisan dari sosok-sosok pujaannya semacam Rocky Gerung, Fadli Zon, Rizal Ramli, dll., sering menyinggung lock down. Maka dia pun ikut-ikutan.
Kemudian anak dari tetangga saya itu pun latah meniru bapaknya, mengusulkan kepada pemerintah supaya laju penyebaran covid-19 ini diatasi oleh pemerintah dengan cara me-lock down seluruh negeri. Sikapnya itu selalu dia gaungkan dengan nada berapi-api ketika sedang ngumpul tanpa jarak dan tidak pakai masker bersama kawan-kawannya di mulut gang.
Nah, anak dari kawan ini, yang adalah cucu dari bapak itu pun, yang masih duduk di bangku kelas 7-- entah paham atau tidak -- saat bermain bersama kawan-kawan seusianya, sesekali meneriakkan kata lock down. "Pemerintah harus melock down negara kita supaya virus corona ini musnah," katanya.
Dan tentu ada banyak contoh orang atau keluarga yang punya sikap seperti ini. Bisa saja cuitan DS itu terinspirasi oleh sikap-sikap gokil dari sebagian elemen masyarakat yang teriak-teriak lock down.
Nah, kenapa ada seorang ibu yang merasa tersinggung dan menulis status yang diduga untuk menanggapi status DS tersebut. Penulis memang hanya menduga-duga, sebab sama dengan status DS yang tidak menyebut nama, status si wanita itu pun tidak menyebut kepada siapa amarahnya itu dia tujukan.
Masyarakatlah yang justru mulai menyebut-nyebut nama orang per orang. Ini juga membingungkan sebab dalam kedua status tersebut tidak ada disebut nama-nama, masyarakat luaslah yang menyeret nama-nama dalam perseteruan yang sebenarnya tidak nyambung itu.
Yang lebih lucu adalah munculnya sosok-sosok yang dikenal bukan orang sembarangan pula, sebab mereka-mereka itu konon petinggi partai politik yang pernah berkuasa di negeri ini. Orang-orang hebat ini, dengan nada ikut-ikutan marah dan tersinggung membela si wanita tadi, dan bahkan mereka mengancam supaya DS mencabut atau menarik statusnya tentang bapak-anak-cucu itu, dan meminta maaf. Kalau tidak, maka DS akan diperkarakan dengan tuduhan pencemaran nama baik.
Makin ruwet nih masalah. Sampai detik ini kita tidak tahu nama siapa yang dicemarkan dalam status DS tersebut? Dan status wanita yang diduga sebagai jawaban atau respons untuk status DS tersebut pun tidak mencantumkan nama seseorang. Tetapi kenapa para politikus kawakan tersebut di atas mengatakan bahwa kasus ini akan dibawa ke ranah hukum, sementara siapa yang dimaksud sebagai pihak yang dicemarkan nama baiknya saja tidak jelas? Apakah mereka mengerti hukum?
Gawat juga nih masa depan hukum di negeri ini, kalau dikit-dikit masalah ingin dibawa-bawa ke pengadilan. Kasus DS dan seorang wanita ini sangat beda dengan Said Didu vs LBP. Sebab dalam videonya yang bikin LPB meradang itu, mantan petinggi BUMN itu dengan jelas menyebut nama seseorang, maka sudah pastilah jika si pemilik nama marah dan menuntutnya minta maaf.
Sementara DS menuliskan status di Twitter entah untuk siapa? Yang jelas di Indonesia ini ada banyak orang yang disebut sebagai "bapak, anak, cucu". Masak sih semuanya harus merasa tersinggung dengan status DS itu?
Wanita yang marah-marah dalam nada statusnya itu pun, tidak jelas sedang marah terhadap siapa, sebab tidak ada ditulis nama orang di sana. Tetapi lucunya kok ada oknum politikus yang menuntut DS meminta maaf? Minta maaf untuk apa, untuk siapa, dan dalam masalah apa harus meminta maaf? Apakah maksud para politikus itu si DS harus meminta maaf kepada seluruh pria di negeri ini yang sudah memiliki anak dan cucu? Sebab yang dia tuliskan adalah bapak anak dan cucu, cicit.
Kacau negara ini jika hal-hal semacam ini dipiara. Hancur republik ini jika setiap hari mengurusi orang-orang atau wanita yang baper. Mosok gara-gara membaca sebuah status di medsos, ada yang merasa tersinggung dan menuduh si penulis status itu menghina dirinya dan keluarganya? Padahal status itu bersifat umum. dan bisa tentang siapa saja. Kalau semua orang bisa mengklaim bahwa status yang ada di medsos diarahkan untuk dirinya, padahal tanpa bukti yang kuat dan terang, mau dibawa ke mana peradaban modern ini?
Kalau punya sifat bawaan baper, sebaiknya tidak usah sok-sokan berambisi menampilkan diri di muka umum. Diam di rumah saja, jangan punya ambisi macam-macamlah. Bisa kacau negara ini hanya untuk mengurusi orang baperan.
Kita seharusnya malu terhadap ibu negara kita, Iriana Jokowi, yang meskipun hampir setiap hari dinista dilecehkan secara terang-terangan di medsos, tidak pernah baper.
Lha, kita ini apa?
Kisah Peradaban Klan Demo-crit
Yang Hampir Punah
Singa memanglah sang raja hutan, tetapi serigala tak pernah bermain sirkus. Singa memanglah sang raja hutan, tapi harimau selalu menang ketika berduel."
Kalimat-kalimat mutiara di atas sepertinya cocok kalau saya tujukan untuk para loyalis klan demo-crit dimanapun kalian berada!
Wahai para loyalis klan demo-crit! Dengarkanlah instruksiku dimanapun kalian berada, baik yang ada di dunia nyata maupun yang ada di neraka.
Melihat dari perkembangan politik yang sangat dinamis belakangan ini di negara kita tercinta, tentulah kita harus selalu berpikiran positif dan selalu berjuang dalam rangka menanggapi dan menghadapinya.
Di tengah pandemi virus corona yang sedang melanda negara kita tercinta ini, kita harus berusaha dan berbuat sebaik mungkin untuk memanfaatkan keadaan. Contohnya adalah mendulang simpati rakyat +62 dengan cara berpura-pura "menjadi yang tersakiti", seperti yang sudah pernah kita lakukan belasan tahun yang lalu hingga kita bisa berhasil membodohi para rakyat +62 selama sepuluh tahun lamanya. Cara itu sepertinya masih ampuh, patut kita coba kembali.
Para petinggi dan pembesar klan demo-crit telah mempersiapkan satu skenario andalan yang bisa kalian digunakan untuk mendulang simpati rakyat +62, skenario itu diberi nama skenario Wiro Sableng 212 dengan tokoh utama adalah bocah bewok.
Sebenarnya saya sangat prihatin. Prihatin kenapa sampai para loyalis klan demo-crit seperti kalian, yang sudah besar-besar, brewokan, jenggotan, tidak bisa mengangkat nama klan demo-crit agar bisa kembali bersinar seperti dulu kala. Kalian itu sepertinya memang ndak ada otak, kerjaan kalian pasti cuma makan, tidur dan beol, sampai saya harus turun tangan lagi untuk bisa membesarkan nama klan demo-crit di depan para warga +62 dengan membawa bocah bewok kemaren sore untuk dijadikan sebagai sarana perjuangan.
Sungguh, saya sangat prihatin. Coba kalian bayangkan, jika saja kita bisa membodohi lagi para rakyat +62 itu, maka kita bisa menghidupkan lagi slogan kebanggaan kita kedepannya, yaitu slogan kebanggaan kita "Katakan Tidak Padahal Korupsi!" Kan nanti kalian juga yang bakalan hidup enak kalau kita bisa berhasil, kalian bisa beli sempak warna merah lagi yang banyak.
Segera singsingkan lengan baju kalian, mari berjuang bersama agar slogan kebanggaan kita bisa hidup kembali, slogan "Katakan Tidak Padahal Korupsi!"
Bocah bewok itu memang sengaja saya jadikan kambing hitam untuk sementara menduduki posisi penting di peradaban kita, peradaban klan demo-crit. Karena saya tahu, bocah bewok itu mentalnya masih labil, psikisnya agak terganggu, dan yang penting adalah mudah disuruh-suruh.
Jika nanti bocah bewok itu sudah menduduki posisi penting di peradaban kita, peradaban klan democrit, maka nanti dia akan ku suruh untuk mengorbankan salah satu keluarganya untuk dijadikan bahan cemoohan di ruang publik, dia pasti mau melakukannya karena bocah bewok itu sama seperti kalian, ndak ada otak! Dengan begitu kita bisa bermain-main lagi "menjadi yang tersakiti" seperti dulu.
Wahai kalian para loyalis klan demo-crit dimanapun kalian berada, berangkatlah kalian semua berjuang ke medan laga untuk membesarkan lagi nama dan peradaban klan demo-crit dengan cara "menjadi yang tersakiti".
Target saya adalah pada tahun 2024 nanti, klan demo-crit kita bisa menjadi bersinar kembali. Kenapa saya sangat ingin pada tahun 2024 nanti kita bisa bersinar lagi, itu karena uang tabungan saya sudah mulai menipis, bahkan jika mau jujur saya sudah defisist, karena semenjak Pitral dibubarkan, saya sudah tidak ada lagi pemasukan. Saya prihatin dengan nasib saya sendiri.
Lalu jika nanti permainan kita "menjadi yang tersakiti" sukses sudah mulai ramai dibicarakan oleh banyak rakyat +62, pasti nanti Bung Denny akan melancarkan komen nylekit di medsosnya.
Maka langkah selanjutnya adalah melaporkan Bung Denny ke polisi dengan tuduhan pencemaran nama baik. Laporan itu pasti tidak akan di respon oleh polisi, karena memang Bung Denny tidak mencemarkan nama baik kita, kita sendirilah yang sudah mencemarkannya.
Tapi kalian harus tetap berterima kasih kepada Bung Denny, karena berkat jasa dialah kita sebagai klan demo-crit bisa bersatu kembali. Kalau misalkan dari kalian ada yang bertemu dengan Bung Denny di jalan, saya instruksikan agar kalian segera cium tangan Bung Denny, dan mintalah berkah darinya.
Sekian instruksi saya kepada kalian para loyalis klan demo-crit, semoga bisa kalian jalankan dengan sebaik mungkin agar kehidupan saya dan keluarga saya bisa sejahtera, sentosa dan berkecukupan.
Sekian.
"Diatas adalah sepenggal cerita dari peradaban klan demo-crit yang hampir punah, jika ada kesamaan nama dan alur cerita mungkin itu hanya perasaan anda semata, jangan baper!"
Annisa Pohan Lapor DS, Kenapa Tak Suruh Almira Belajar Sama Audrey?
Buntut dari kasus surat terbuka Almira Yudhoyono ke Presiden Jokowi rupanya panjang. Tak terima Almira dibully netijen, beberapa tokoh Partai Demokrat angkat bicara. Lebih dari itu, Annisa Pohan selaku ibu yang melahirkan Almira kini diketahui telah melaporkan Deny Siregar ke polisi.
Langkah yang diambil Annisa ini di satu sisi memang patut dimaklumi mengingat sebagai ibu, dia tentu tak terima anaknya jadi bulan-bulanan komentar para netijen yang umumnya memojokkan Almira. Melindungi anak dari tindakan perundungan adalah kewajiban orang tua.
Tapi, langkah yang diambil Anisa ini justru tak mencerminkan sebagai langkah orang tua yang bijak. Orang tua yang bijak adalah orang tua yang memiliki kepekaan sosial terhadap dampak dari apa yang dibuat oleh anak.
Netijen dan apalagi seorang Deny Siregar tentu tak akan mungkin mengulik putri kebangaan hasil perkawinannya dengan AHY apabila tindakan yang dibuat Almira dikondisikan sedemikian rupa olehnya selaku orang tua agar dampaknya tidak sampai menimbulkan resistensi publik. Jadi, idealnya cegah dari dini, bukan reaktif saat mendapat reaksi tak terharap.
Sebagai keluarga politisi dari trah selevel Cikeas, Annisa dan suami harusnya sadar bahwa komentar seremeh apapun yang bersinggungan dengan wilayah politik dari mereka sekeluarga bakal dapat respon entah dari lawan pun dari kawan seperjuangan. Jadi ya, dikira-kira dulu respon seperti apa yang bakal didapat dari publik terhadap perbuatan si anak sebelum setuju anak melakukan sesuatu.
Sekarang ketika mendapat komentar pedas netijen terhadap anaknya, yang kasihan adalah Almira. Anak itu dengan kepolosan yang dia punyai tentu tak menduga bahwa suratnya berbuah bully untuk dia dan keluarganya. Maka, di sinilah peran bijak Annisa dan suami dipertanyakan kemampuan membimbing anak.
Jadi, semestinya dia dan suami cegah dari awal dengan mengondisikan tulisan Almira, bukan baper berlebihan saat mendapat reaksi yang tak didamba. Apalagi, mereka adalah trah Cikeas yang mana di peta perpolitikan nasional saat ini masuk katagori kelompok oposisi.
Tentang oposisi sendiri, dalam sebuah status di akun FB saya, pernah saya unggah sepotong kalimat: "Yang kritik Jokowi umumnya tidak dilandasi motivasi hendak merawat demokrasi dan keadilan tapi lebih karena ingin diberi kue (kekuasaan)". Status itu kemudian saya perjelas dengan menerbitkan status berisi penjelasan lumayan panjang setelahnya bahwa yang dibuat oposisi tak lebih dari praktek mirroring.
Sedikit menyinggung kembali apa yang sudah saya sampaikan pada status panjang tersebut, mirroring adalah langgam politik yang mampunya hanya hendak kepo kebijakan penguasa, lalu kalau ada celah kelemahan di sana, dimanfaatkan sedemikian rupa untuk menyalah-nyalahkan penguasa. Maksud dari upaya ini tentulah hendak mendeligitimasi kepercayaan publik terhadap penguasa, serentak menarik publik untuk bersimpati kepada mereka.
Praktek seperti ini dalam negara yang menganut demokrasi meski dengan varian cita rasa Indonesia sekalipun, boleh-boleh saja. Faktanya, tak ada kita temukan UU yang mengatur atau melarang oposisi untuk lantang berteriak menyalah-nyalahkan penguasa. Artinya? Sah - sah saja kalau oposisi lantang meneriaki penguasa.
Nah, apakah surat terbuka Almira adalah manifestasi lain dari mirroring? Entah, tapi faktanya tulisan itu kini menuai polemik.
Bahkan Panji Pun Tak Bisa Melucu
Baiklah ya....., benar bahwa di dalam sebuah negara demokrasi, antara rezim penguasa dan oposisi bagai pertunjukan laga ketangkasan merebut simpati publik. Meski demikian, apabila oposisi hanya mampu melakukan mirroring, mencari celah kelemahan kebijakan rezim lantas menyalahkan, itu tak lebih dari upaya untuk memenangkan lawan. Mengapa?
Taruhlah perebutan pengaruh antara rezim vs oposisi itu layaknya sebuah laga sepakbola! Kamu di pihak oposisi, jika kamu menyalahkan playmaker rezim yang membuat celah kelemahan bagi timnya, itu sama halnya kamu mendorong lawan untuk nanti tampil sebagai pemenang. Sebaliknya kalau kamu melihat celah kelemahan rezim, manfaatkan itu dengan mengeskploitasinya menjadi jalan menuju lahirnya gol demi gol, maka kamulah yang akan menang.
Oposisi kita saat ini karena mampunya cuma melakukan mirroring, hanya menyalahkan namun tak mampu menawarkan solusi atas kelemahan yang dipertunjukkan oleh kebijakan publik versi penguasa, ya sama persis dengan menyalahkan celah lemah tim lawan saja. Kualitas oposisi seperti ini jelas tak bisa memenuhi ekspektasi publik.
Idealnya, bukan hanya tak perlu menyalah-nyalahkan lawan, oposisi harusnya hadir menawarkan satu kebijakan lain yang sama sekali berbeda dengan versi rezim namun diyakini berdampak positif nyata di level rakyat melalui sejumlah parameter pengukuran. Tunjukkan itu di muka publik maka publik otomotasi mengalihkan simpatinya ke oposisi. Jika mampunya cuma menyalahkan, boro-boro dapat simpati, yang ada malah makin antipati.
Panji Pragiwaksono dan Soleh Solihun adalah senior di panggung stand up commedy Indonesia. Mereka kerap dipercaya sebagai juri untuk lomba stand up commedy. Keduanya amat tajam dalam menilai kontestan. Tapi, semua juga tahu bahwa kalau mereka sendiri yang tampil sebagai komika, isi jokenya garing-garing. Nyaris tak ada lucunya.
Mirroring itu juga seperti itu. Lantang meneriaki penguasa, tapi giliran mereka yang dikasih pos kekuasaan, malah lebih buruk dari yang diteriaki. Said Didu, Rizal Ramli, Anies Baswedan, dll., emang ada prestasi apa saat jadi bagian dari kekuasaan?
Demikianlah, bila oposisi mampunya hanya melakukan mirroring, tak salah bila kubilang mereka tak lebih dari sekadar ingin dapat kue (kekuasaan) saja.
Apa yang dilakukan Almira, terlepas dari itu tugas sekolah, bila dilihat dari sudut grammatikal, itu adalah surat dengan struktur kalimat berkualitas bagus dalam bahasa Ingris. Saya tak yakin kalau surat itu beneran bikinan seorang anak SD meski terbuka kemungkinan bahwa anak orang kaya rata-rata berkemampuan lebih karena kecukupan gizi dan nutrisi untuk otaknya.
Jadi, bisa saja itu beneran bikinan Almira. Hanya saja kalau surat selevel itu kualitasnya ditujukan untuk kepala negara dan anggota DPR, terbuka kemungkinan kalau Almira hanya dipinjemi nama saja mengingat keluarga Almira adalah salah satu keluarga trah politisi yang lumayan berpengaruh di tanah air. Surat itu bisa saja gubahan kakeknya yakni Pak Mantan yang jago menata kalimat, bisa juga ayahnya yang gagal dapat kursi gubernur, gagal pula dirangkul jadi menteri, tapi baperan pengen tetap dianggap, lalu memanfaatkan tugas sekolah Almira demi syahwat berkuasa.
Ah, mau dibuat Almira sendiri atau kakeknya atau ayahnya, itu terserah saja. Yang jelas isi surat itu sungguh mencerminkan dambaan oposisi selama ini terkait Covid19. Dari awal oposisi berteriak minta negeri ini lock down guna menghadang wabah.
Bila masih di awal, saya ikut pro lock down karena relatif sedikit yang terkena dampak serius, negeri bisa cepat pulihnya. Namun sekarang? Sekarang strategi lock down adalah langkah menuju shut down untuk negeri. Ya, lock down untuk periode sekarang jelas bikin negara tamat riwayatntya seketika. Dampak dari PSBB saja sudah kayak begini sekarang kondisinya. Gimana bila benar bikin lock down?
Maka, permintaan Almira untuk lock down itu hanya makin menyengsarakan rakyat. Solusi tak kunjung didapat malah masalah yang makin pelik. Rakyat lagi nanti tentunya yang paling menderita akan dampaknya.
Jadi, Dedek Almira... permintaanmu untuk kondisi sekarang itu kontraproduktif. Daripada meminta lock down, kenapa kamu tak belajar saja sama Dedek Audrey? Lihat, apa yang dia lakukan! Di usianya yang masih TK, ia tak cuma berdoa agar wabah segera berlalu supaya bisa bermain dan sekolah lagi seperti biasanya, dia juga memberi support ke Presiden Jokowi.
Berikut ini linknya kalau mau ditengok aksi polosnya:
Amien Rais Sudah Gak Ada Harganya, Hanafi Raiz Disebut Baper Karena Mundur Dari PAN.
#Dailycontent
Selamat pagi sobat kura-kura, yang terbaru hari ini adalah berita mengenai mundurnya Hanafi Raiz sehari yang lalu.
Hal itu dimuat pada sebuah surat pengunduran diri olehnya yang bisa kalian lihat langsung dibawah ini
Setelah membaca tulisan tersebut, kita bisa menggaris bawahi bahwa Hanafi Rais telah mundur dari PAN dan juga jabatannya sebagai anggota DPR RI sekaligus ketua fraksi PAN, dan dari anggota DPR RI fraksi PAN.
Uniknya, ketika kita melihat alasan beliau mundur adalah karena "Kejadian Kongres Februari lalu" Apakah sobat kura-kura mengingatya? Februari lalu ada adegan baku hantam antar sesama kader partai sendiri. Memalukan, tapi memang itulah yang terjadi di PAN saat itu
Kongres itu menghasilkan satu mufakat. Zulkifli Hasan kembali menang disana sebagai ketua Umum PAN Periode 2020-2025.
Karena Zulhas menang, Amien Rais meradang. Pak Amien sendiri syok karena untuk pertama kalinya mengalami kekalahan. Karena sebagai pendiri utama PAN dia seperti tidak dianggap lagi saat ini oleh anggota partai dan ketua dewan pembinanya.
Nah karena hal tersebut, Amien Rais sudah tidak berharga dimata para kadernya, mungkin secara rasional dia sudah mulai berhitung dan inilah hasilnya, sang anak hengkang keluar dari PAN secara struktural dan utuh sampai kedalam-dalamnya.
Bisa jadi karena ada tekanan kuat di PAN yang mungkin menyindir-nyindir clan Rais tersebut, atau memang Hanafi Rais punya target lain.
Tapi yang jelas Hanafi Raiz Disebut Baper Karena Mundur Dari PAN. Ucapan Baper itu dilontarkan oleh Adik kandung Hanafi, Mumtaz Rais, secara terang-terangan Mumtaz menyoroti sikap politik sang kakak yang dinilai terlalu bawa perasaan alias baper. Sikap baper Hanafi, menurut Mumtaz, tak akan menularinya.
Sikap 'baper politik' yang dipertontonkan oleh Hanafi Rais serta adik-adiknya yakni Hanum Rais dan Tasniem Rais, tidak akan berpengaruh sama sekali kepada saya - Ujar Mumtaz Rais
Padahal saudara kandung, tapi mengapa Mumtaz begitu? Rupanya ada kejadian yang sangat brutal pernah terjadi, yaitu ketika Mumtaz Raiz telah mengambil berbeda sejak insiden Pandean, dirinya terkena kasus pengusiran bahkan penganiayaan pada Februari 2020 (disebabkan karena perbedaan pilihan politik di Kongres PAN). Semua kejadian itu terangkum dalam laman Detikcom berikut.
Menyedihkan memang, dan sedikit tragis. Hanya karena perbedaan pendapat keluarga sendiri terkena kasus pengusiran hingga penganiayaan. Entah apa yang merasuki klan Rais kala itu, kenapa mereka begitu ngotot menguasai kembali PAN?
Memang benar secara silsilah, yang mendirikan PAN adalah Amien Rais, tapi Amien Rais berbeda dengan SBY, Amien Rais belum pernah jadi Presiden, dan hanya terus jadi gelandangan politik sebagaimana yang telah di ucapkan Gusdur dulu.
Artinya apa? Dari kapasitas uang atau permodalan mungkin Amien sendiri tidak banyak mempunyainya, dan memang dibawah kepemimpinan Amien, PAN belum mengalami kemajuan yang signifikan, terlebih saat mengemis ke Pemerintah, sering banget ditolak Presiden Jokowi berkali-kali,
Kemarin sudah sempat diprediksi bahwa pastiPAN tidak akan (pecah), pasti lebih punya jalan untuk melakukan akomodasi. Diharapkan Zulhas akan melunak dan mengakomodasi kebutuhan para pendukung Amien Rais yang salah satunya adalah jabatan. Oleh sebab itu, respons pimpinan partai (Zulhas) nantinya akan berpengaruh pada keadaan partai.
Entah ada angin apa, Hanafi Raiz hengkang dan merelakan sebuah jabatannya ke orang lain, artinya tidak ada mufakat disini. Tidak ada jalan yang dapat menyatukan perpecahan antara 2 kubu yang ada di 1 partai matahari putih itu.
Secara struktural Amien Rais memang sudah tidak lagi menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina PAN. Dengan hengkangnya Hanafi Raiz dari PAN maka sudah tidak ada lagi pemegang jabatan clan Rais di PAN.
Akan kemana kah mereka berlabuh setelah ini? Tercatat netizen Kadrun sudah ramai menjodohkan mereka ke PKS. Tapi konon kabarnya mereka clan Rais ini akan berlabuh di partai baru buatan Din Syamsudin, atau merapat ke Partai Gelora yang diketuai Fahri Hamzah dan Anis Matta.
Mau kemanapun mereka, tetap saja bagi saya karir politik clan Rais sudah tamat. Citranya sudah hancur dan jelek, akan cukup sulit membawa nama Rais dengan sejarahnya. Bagaimana menurut kalian? Tulis di kolom komentar
Kita Dukung Cucu SBY Jadi
Jubir Partai Demokrat
Saya baru saja membaca tweet istrinya AHY Ketum Demokrat, yang ngomel-ngomel ke Denny karena menyindir kelakuan keluarga Demokrat. Karena entah kebetulan atau tidak, dari bapak (SBY), anak (AHY) lalu kini cucu (almira), tuntutannya sama: lockdown.
Seperti emak-emak pada umumnya, Annisa Pohan membela anaknya. Katanya, yang dilakukan Almira adalah tugas sekolah. Yang diminta untuk membuat masukan kepada Presiden.
Tak cukup memberikan pembelaan terhadap anaknya, Annisa juga bertanya pada Denny apa yang sudah dilakukan untuk membantu negara dalam menghadapi covid? Bahkan Annisa mengadu kepada Presiden, protes.
Setelah lapor ke Presiden, Annisa juga lapor kepada ketua umum Partai Demokrat yang juga suaminya sendiri, atau ayah dari Almira, dan AHY bilang tidak kenal dengan Denny Siregar.
Tak ada tweet lanjutan terkait kasus ini. Mungkin Annisa sedang lapor ke wakil ketua Partai, Ibas, yang tak lain merupakan saudara suaminya. Lalu lanjut lapor kepada SBY, yang merupakan dewan penasehat Partai Demokrat yang juga sekaligus kakek dari Almira dan bapak dari suaminya. Menarik kalau laporan berlanjut dan sampai kepada SBY, sebagai Presiden dua periode. Kita tentu berharap ada jawaban yang lebih bagus ketimbang AHY.
Keluarga Partai Demokrat ini memang unik. Padahal kalau Annisa cerdas, seharusnya dia memprotes suaminya, AHY. Karena telah mengunggah tugas sekolah anaknya ke instagram dan menjadi pembicaraan publik. Kalau benar ini hanya sekedar tugas sekolah, maka cukuplah gurunya yang membaca. Bukan malah membiarkan karya anaknya jadi konsumsi publik. Lalu sekarang setelah direspon publik, malah ngomel-ngomel ga karuan. Seharusnya Annisa paham, tak ada asap kalau tak ada api.
Tapi terlepas dari itu semua, saya salut dengan Almira anak AHY atau cucu SBY. Bahasa inggrisnya bagus, pemahaman dan referensinya terkait covid juga sangat luas. Almira paham betul bahwa Jakarta, Bogor, Depok dan Tangerang dalam bahaya. Dalam catatannya, Almira juga membahas rakyat yang kehilangan pekerjaan, sampai bahasan soal asma, diabetes dan serangan jantung.
Untuk anak kelas 6 SD, tulisan Almira bisa dibilang sudah sangat brilian. Bukan sebatas bahasa yang runut, tapi juga luasnya wawasan. Almira mencontohkan China dan Amerika yang telah melakukan lockdown, juga begitu detail menjabarkan bagaimana cara virus ini menular.
Saking bagusnya tulisan Almira, banyak yang mengira bahwa tulisan itu mendapat banyak bantuan dari bapaknya. Karena sekilas memang sekelas surat ketua umum partai. sehingga wajar kalau sebagian orang justru menyindir seperti Denny, yang menganggap SBY mengerahkan cucunya untuk menuntut lockdown.
Tapi di bulan Ramadhan yang suci ini, saya enggan berpikir ke arah negatif. Bisa jadi memang Almira secerdas itu. Bisa jadi, sekolah internasional tempat Almira belajar itu memang memberikan tugas nyerempet politik dalam negeri. Namanya juga bisa jadi.
Kalau saya diminta berpendapat, ya saya dukung saja Almira untuk terus menuliskan catatan kritisnya. Tidak hanya sekali ini saja, tapi ke depan terus menuliskan catatan dari buah pemikirannya yang brilian. Semoga itu dapat menginspirasi anak-anak SD lainnya untuk kritis dan berani berpikir terbuka. Mau memikirkan dan peduli terhadap nasib bangsa.
Besar harapan saya agar Almira mendapat dukungan dari bapaknya yang merupakan ketua umum partai, pamannya sebagai wakil ketua partai dan kakeknya sebagai pendiri partai. Agar kiranya segera memberikan tempat yang layak kepada Almira, misal sebagai jubir partai.
Kebetulan sekali Presiden Jokowi suka berinteraksi dengan anak-anak. jadi mana tau dengan dijadikannya Almira sebagai jubir partai, maka komunikasi antara Demokrat dengan Presiden bisa lebih cair dan lancar.
Selain itu, mempersiapkan Almira sejak masih SD adalah strategi yang cerdas. AHY sebagai bapak dari Almira harus belajar dari kegagalannya saat maju di Pilgub DKI. Tidak cukup waktu pengenalan, dan akhirnya masyarakat tak mau memilihnya.
Kalau disiapkan sejak SD, sejak sekarang, mungkin beberapa tahun ke depan popularitas Almira sudah tak tertandingi, cukup untuk maju dan menang di Pilgub DKI. Ya ini sama saja seperti keluarga artis yang mengorbitkan anak-anaknya. Tak ada salahnya.
Annisa Pohan Menyembunyikan Cuitan Netizen Soal Aulia Pohan Divonis
4 Tahun 6 Bulan Penjara
#Dailycontent
Masih seputar Annisa Pohan, kita tidak perlu membahas Raclan Nasidik yang membawa berita duka diselipin politik, karena itu tidak penting, sudah cukup Anies saja yang seperti itu saat Pilgub dulu
Ada sesuatu yang mengkagetkan saya saat membuka cuitan Annisa Pohan sore hari ini. Semua bermula dari cuitan status berikut
Annisa Pohan
@AnnisaPohan
Baper=bawa perasaan,knp jadi hal yg berkonotasi negatif? Saya memiliki perasaan kasih terhadap anak saya maka jelas saya akan menggunakan (membawa) perasaan saya utk melindunginya.Itu sifat dasar manusia.
Doa saya utk semua yg baca ini, menjadi org tua yg bisa dibanggakan anaknya
9,536
11:04 PM - May 4, 2020
Twitter Ads info and privacy
2,278 people are talking about this
Kalimat terakhir yang tertulis disana adalah :
Doa saya utk semua yg baca ini, menjadi org tua yg bisa dibanggakan anaknya - Annisa Pohan
Betapa mengejutkan, ternyata ada 1 orang netizen yang mereply Annisa namun langsung di hidden olehnya. Hidden itu disembunyikan oleh Annisa.
Cara untuk mengakses gambar diatas adalah lewat teknik berikut
Zleb.. ketika Annisa bicara soal menjadi "orang tua yang bisa dibanggakan anaknya" ada saja netizen usil yang suka membongkar masa lalu. Kita harus ketahui bersama Profil Aulia Pohan lebih dulu agar paham isi substansi opini kali ini.
Aulia Pohan, nama yang sudah tidak asing lagi di telinga kita. Ia dikenal sebagai besan dari Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. Putrinya yang berprofesi sebagai model dan artis, Annisa Pohan, menikah dengan Agus Yudhoyono yang merupakan putra dari SBY. Aulia Pohan merupakan ahli ekonomi, terutama mengenai keuangan.
Aulia Pohan dituntut hukuman empat tahun penjara setelah terbukti melanggar ketentuan dalam pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengenai penyalahgunaan kewenangan yang menyebabkan terjadinya kasus korupsi.
Berita mengenai kejadian itu bisa dilihatpada lampiran orang yang mereply Annisa pada laman kompas berikut ini https://nasional.kompas.com/read/2009/06/17/12480932/aulia.pohan.divonis.4.tahun.6.bulan.penjara
Keterlibatannya dalam kasus korupsi bisa dibilang menggegerkan masyarakat dan kerabat dekatnya saat itu, termasuk anaknya sendiri yang mana sampai sekarang sepertinya masa lalu ayahnya Annisa ini masih jadi momok yang memalukan
Sangking memalukannya sampai Annisa melakukan hidden reply agar tidak banyak netizen yang menggubrisnya, mungkin supaya tidak keluar dari konteks menjadi orang tua yang bisa dibanggakan anaknya karena sebenarnya mungkin Annisa tidak bangga dengan ayahnya yang melakukan tindak pidana korupsi itu.
Katakan tidak pada korupsi adalah iklan yang sering dipromosikan SBY saat zamannya, tapi siapa menyangka, hampir semua yang ada di iklan itu terlibat kasus tipikor. Generasi ke generasi mempunyai sifat yang sama yakni baperan
Kejadian baper itu berawal dari SBY kemudian turun ke istrinya, sekarang ke menantunya, semuanya punya garis keluarga baperan. Walau buah tak akan jauh dari pohonnya, kita berdoa saja semoga untuk kasus korupsi tidak turun ke generasi berikutnya.
Terkahir, perseteruan Denny Siregar dengan Annisa ternyata masih memanas. Setelah cuitan Denny Siregar terakhir yang berkata "Lha, ini @AnnisaPohan anaknya kecolek dikit, bapernya sampai ke sebrang lautan. Katanya pengen jadi ibu negara. ☕"
Annisa meresponnya dengan berkata "Jadi anda ngaku ya sengaja colek. tolong dicatat ya @komnas_anak @KPAI_official"
Apakah kasus anaknya Annisa ini akan diperpanjang? Kalau diperpanjang akan gerget. Kenapa? Karena Denny Siregar terbukti berhasil seorang diri menarik kawanan singa yang bergerombol di markas besarnya. Seluruh elite demokrat turut serta menyerang Denny dengan ragam kalimat fantastis
Artinya Annisa tidak sendirian, dia didukung oleh partai, kisah drama seorang anak yang diorbitkan ke politik oleh AHY bakal mendapat dukungan penuh untuk melawan seorang Denny.
Ya itu kalau dilanjutkan, kalau tidak ya Annisa cuma bakal meradang, soalnya netizen kita ini sangat julid, ribuan komentar menyinyir soal baperan dan tak berhenti sampai disitu, banyak kasus lama diangkat kembali seperti kasus korupsi ayahanda Annisa itu.
Kalau bola panas ini terus dilanjutkan, saya rasa tidak baik untuk Pilkada yang bakal sebentar lagi serentak dilakukan, takutnya nama Demokrat bukannya punya trend positif malah justru sebaliknya. Sekedar saran gratis untuk Demokrat agar lebih punya eksistensi yang variatif biar bisa kembali berkuasa lagi.
Kalau partai SBY menang, semua pasti senang. Biar Andi Arief bisa memakai kondom khusus lagi lebih sering, biar SBY juga gak banyak prihatin, biar Ibas juga gak cuma joget-joget di dalam kotak box semprotan disinfektan lagi, mungkin bisa joget ditempat yang lebih aduhai.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/annisa-pohan-menghidden-cuitan-netizen-soal-aulia-WadbgPcLg5
Benarkah ini Karma!!! SBY Tarik AHY
Saat Masih Mayor, AHY Tarik Anaknya
saat Masih SD
Negeri +62 yang masih berflower ini memang luar biasa, lucu dan menggemaskan, apalagi melihat kelakuan para orang yang bisa dibilang elite politik. Saat pemerintah dibawah kepemimpinan Joko WIdodo tengah bekerja keras mengatasi bencana global pandemik Covid19, para badut politik itu para tokoh elit itu bukannya ikut membantu pemerintah, malah sibuk mencerca pemerintah, para badut itu aktif bermedsos seperti milenial saja, tapi mereka tidak memikirkan dampak buruk medsos. Ucapan nyinyir para elit badut politik di medsos mau tidak mau pasti meracuni para generasi milenial, atau memang itukah tujuan mereka sebenarnya. Merusak pola pikir milenial dan memasukan ideologi politiknya. Partai kandang sapi jangan ditanya lagilah mereka memang berusaha meracuni anak muda agar membenci Pancasila dan menegakan kilafah. Tapi ada juga partai lain yang sekarang dikenal sebagai partai keluarga itu.
Ya partai berlogo mirip merek mobil mewah itu memang tidak seperti namanya lagi, demokrat, kita lihat sendiri, tidak ada demokrasi disana, yang ada politik keluarga alias politik dinasti. Kita lihat saja bagaimana SBY, "menyerahkan" kursi ketua kepada anaknya "secara demokratis" karena terpilih secara aklamasi oleh 600 pemegang suara pada Kongres V Demokrat yang digelar di Jakarta Convention Center, hari Minggu (15/3) bulan Maret lalu. Sementara itu SBY sang ayahanda menjadi Ketua Majelis Tinggi, yap, sip, semua sudah diwariskan , dan jangan lupa pasang cambang dong biar berwibawa dan ditakutin para mantan Jendral. Siap komandan.
AHY dikenal dalam kancah politik bisa dibilang mendadak juga, namanya secara mengejutkan dimunculkan oleh koalisi PD, PPP, PKB dan PAN mengusung duet Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni jadi pasangan cagub DKI. Kisah munculnya nama putra pertama Ketum PD Susilo Bambang Yudhoyono jadi cagub DKI itu sangat menarik. Bahkan saat itu beberapa pengamat menilai bahwa SBY sedang berjudi dengan peruntungan politiknya, "nya" disini adalah SBY melihat bahwa dirinya sudah ditinggalkan oleh para anggota partai Demokrat senior lainnya, dan perolehan partainya di Pemilu sangat memilukan yaitu hanya mendapatkan 10.876.507 suara atau sebesar 7,77 persen. Suara Demokrat bisa dibilang anjlok jika dibandingkan dengan perolehannya pada 2014 yang mencapai 10,9 persen atau 12.728.913 suara. Turunnya perolehan suara ini juga membuat Partai Demokrat terlempar dari posisi lima besar. Mungkin SBY melihat bahwa hanya AHY lah orang yang paling bisa dipercaya dan bisa mendengar dia, untuk itu SBY mempertaruhkan karir politiknya dengan Partai Demokrat ditangan anaknya, saat itu AHY masih perwira aktif di TND AD, dengan pangkat Mayor, karir AHY pasti sangat cemerlang di TNI dan bisa menjadi Jendral dalam waktu 10 tahun kedepan, masalahnya SBY melihat sepuluh tahun kedepan belum tentu perpolitikan masih seperti sekarang.
Yah kita semua tahulah, lalu AHY mundur dari dinas kemiliteran, meninggalkan karir yang cemerlang dan masuk kedunia politik. Dari dunia militer yang penuh kepastian terjun kedunia politik yang penuh ketidak pastian, dalam militer pangkat rendah harus mengikut pangkat yang tinggi, tapi dalam politik tidak demikian, politik itu kotor dan keji, kalau tidak percaya boleh tanya kepada Basuki Tjahaja Purnama, bagaimana dia yang bekerja habis-habisan untuk DKI Jakarta malah akhirnya mendekam di penjara, politik memang kejam bung.
Melihat kisah bagaimana terjunnya AHY kepolitik, kita melhat memang seolah ada pemaksaan disana, walaupun disangkal oleh para petinggi partai terserbut, bahkan oleh AHY dan SBY sendiri, tapi tentu saja, kita sebagai orang awam tahulah, bahwa tanggung jawab besar orang tua, untuk mempertaruhkan masa depan anaknya, jika gagal dalam berpolitik. Terbukti gagalnya AHY dalam PilGub DKI kemarin, memang sudah diprediksi sebelumnya, karena memang tidak ada sesuatu yang baru yang ditawarkan oleh AHY, kita melihat dia hanya perpanjangan tangan ayahandanya saja, tidak ada gebrakan ala milenial yang diusungnya. Tetapi sudahlah yang terjadi sudah terjadi, SBY tentu saja dalam hati kecilnya merasa bersalah, karena sudah memutuskan karir militer anaknya, tetapi jangan salah dengan kekuasaannya di partai, SBY berhasil menjadikan SBY sebagai Jendral, walaupun jendral di partai, ya yang penting jendral kan. Mantap tenan.
Nah yang lucu nih, rupanya AHY tidak mau kalah dengan SBY bapaknya, dia mulai menarik anaknya dalam kancah politk praktis, dibilang politik praktis, karena untuk apa juga dia memosting tugas sekolah anaknya di medsosnya, dalam tugas sekolahnya itu anaknya mempertanyakan kebijakan pemerintan dalam menangani pandemi Covid19, disini masalahnya, anaknya kan masih SD, iya, entah dengan maksud apa AHY memuat yang katanya tugas sekolah anaknya itu ke medos miliknya.Pasti saja, namanya juga tokoh elit, pastilah banyak followernya dong, dan seperti yang sudah diduga, pastilah ada yang komen pro dan kontra, maka ramailah jagad medsos, tokoh medsos DS yang mengkritisi akhirnya diserang oleh bunda anak itu yang tidak terima celotehan DS, lalu KPAI ya itu KPAI yang pernah meributkan masalah pembibitan bulutangkis dan hamil di kolam renang itu lho, akhirny buka suara juga, dan saling serang terjadilah, wkwkwwkkwk. Yah akhirnya terjadi juga like father like son, AHY rupanya tidak tahan untuk tidak menarik anaknya dalam kancah politik praktis, heheheeh....Buat dinasti SBY, jangan baperan dong, wajar rakyat mengkritisi setiap ucapan dan cuitan para tokoh, lihat saja bagaimana Joko Widodo dari anak sampai cucunya dihina dan dinista, tapi untungnya dinasti Joko Widodo sangat tanggu dan tidak baperan, ahhh, masak sih dinasti SBY harus belajar dari dinasti Joko Widodo si rakyat jelata itu.
Lucu ya, ya itulah warga +62 yang selalu ceria, jangan dianggap serius, kita rakyat kecil nikmati sajalah hiburan gratis ini, eh nggak gratis loh, ngabisin paket data juga ini. Kita tunggu saja dagelan-dagelan politik yang lainnya, dari tokoh yang lain dan dari partai yang lain.
Cak Soed
Ada Elit Partai dan Caleg Gagal yang Ingin “Meng-Ahok-kan” Denny Siregar
Menjadikan Denny Siregar sebagai salah satu sasaran tinju sebuah partai yang pernah besar dengan segala kejayaan masa lalunya, adalah tindakan yang paling bodoh sepanjang sejarah kepartaian, setelah PKS dan Gerindra. Partai itu sudah berkarat, lusuh, lapuk dan layu ditelan rawa-rawa Hambalang.
Para elit yang berkumpul di sebuah partai berkarat dengan pemimpin baru, putra kebo itu, ramai-ramai melakukan framing busuk kepada Denny Siregar. Dia difitnah sebagai pembully anak-anak. Kalau kita bicara pembully anak-anak, ya saya sih setuju. Tapi yang dibully anak-anak yang bersembunyi di wajah keriput dan brewok yang baru tumbuh kemarin.
Selama ini kita melihat bagaimana Indonesia menjadi sebuah ladang uji coba dan ibu pertiwi diperkosa dengan kejamnya oleh mereka-mereka ini selama 10 tahun. Partai keluarga Cemara itu selalu bersembunyi di balik bapernya, untuk menutup kebrutalan mereka selama 10 tahun menjadi pemerkosa ibu pertiwi.
Mereka terus menerus bersembunyi di balik air mata yang mereka keluarkan. Dan itu rasanya cocok untuk karakter bangsa ini yang dikit-dikit bawa perasaan. Mereka paham betul bagaimana cara mengobok-obok perasaan rakyat Indonesia.
Ini adalah ciri khas mereka. Bersembunyi di balik tirai bawang. Orang yang mendekat ke mereka, langsung ikutan nangis kecipratan cairan bawang yang begitu tajam pedas dan bikin baper. Tapi ternyata, itu hanya tampilan luar saja.
Tampilan dalamnya, HTI dibiarkan merajalela. Anak pun dijadikan alat politik dan pemuas keinginan mereka. Trah Cemara pun jadi sebuah offspring yang siap dijalankan. 10 tahun tidak cukup untuk membangun sebuah keluarga. Keluarga itu harus dibangun selama-lamanya.
Kalau perlu ganti sistem, sistem pun diganti. Bahkan pernah ada seorang elit dari keluarga Cemara itu mengatakan bahwa mereka siap bekerjasama dengan setan, untuk mengganti Presiden Joko Widodo. Setan diajak kerjasama? Itu keluarga Cemara atau keluarga Conjuring yang tinggal di Rumah Kentang?
Ketika putra mahkota kebo itu diguncang, mereka ramai-ramai memasang bedak bawang yang begitu tebal. Mereka langsung mengatakan bahwa Denny Siregar adalah pembully anak-anak. Dan ternyata, gerakan mereka begitu efektif.
Banyak yang tertipu dengan penggiringan opini busuk yang mengatakan cucu kesayangan itu dibully. KPAI pun turun tangan dengan memberikan perlindungan kepada sang cucu. Padahal kalau mau dikata, KPAI harusnya lebih fokus kepada anak-anak orang kurang mampu.
Saya menduga, pergerakan elit-elit keluarga Cemara ini sudah masuk ke elemen-elemen eksekutif, legislatif dan yudikatif. Mereka siap meng-Ahok-kan Denny Siregar, dengan segala strateginya. Mereka ingin cari muka lagi di tengah tergerusnya suara.
Strategi mereka tidak berubah. Playing victim. Bermain menjadi korban. Demi apa? Demi dilihat oleh masyarakat. Dan mereka berhasil menempatkan Denny Siregar dan memberinya predikat “pembully anak”.
Perlu saya tekankan, yang dibully Denny adalah anak-anak berjenggot di keluarga Cemara itu. Dengan dipolisikanya Denny Siregar, mereka berharp mereka bisa membungkam orang-orang yang mau mengkritik keluarga Cemara bertirai bawang itu.
Saya cukup tahu siapa Denny Siregar. Dia adalah orang yang bebas. Dia tidak berafiliasi sama sekali dengan partai-partai. Dia sempat tertarik dengan NasDem dan PSI, tapi dia memilih untuk berbeda. Dia memilih untuk tetap ada di luar kepartaian. Agar apa? Agar menjaga kewarasan.
Denny Siregar membuktikan bahwa di luar partai, dia tetap waras. Terbukti dari teman-temannya yang masuk partai, jadi seperti orang-orang gak waras. Tapi kelemahannya, Denny Siregar ini tidak memiliki backing kuat dalam politik. Ketika dia menyerang, dia akan menjadi mudah sekali disiksa.
Dia menjadi martir demi kewarasan. Dia hantam apa yang dia pikir salah. Dia tidak akan segan-segan menghantam mereka yang tidak waras. Denny Siregar adalah pejuang kewarasan. Maka kalau bicara tentang Denny Siregar, saya tidak akan segan-segan membela orang ini. Karena apa? Karena dia objektif.
Karena dia adalah orang yang memperjuangkan kewarasan di tengah-tengah politik yang gak waras. Orang ini layak dibela. Gak kayak si bang perjuangan penuh cinta yang gak jelas itu. Dia sudah keracunan politik. Sepertinya Denny Siregar ini sedang di-Ahok-kan. Padahal dulunya, mereka teman baik. Hanya karena masuk partai, dia langsung seperti orang ngawur.
Tenang Bang Denny, kalau abang di-Ahok-kan. Tahan 2 tahun, kali aja nanti waktu pemilihan komisaris BUMN, bisa dapat jabatan Komisaris Utama. Hahaha. Becanda bang. Gua gak yakin Denny Siregar bisa dipenjara, kecuali dengan konspirasi bangke yang dikerjakan oleh Keluarga Cemara dengan terstruktur, sistematis dan masif.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/ada-elit-partai-dan-caleg-gagal-yang-ingin-meng-HIjBbYuOJD
Re-post by MigoBerita / Rabu/06052020/11.20Wita/Bjm