» » » » » » » » 2024 akan jadi Ajang Perebutan Kekuasaan para Pengusung Agama / Khilafah

2024 akan jadi Ajang Perebutan Kekuasaan para Pengusung Agama / Khilafah

Penulis By on Selasa, 21 Juli 2020 | No comments


Migo Berita - Banjarmasin - 2024 akan jadi Ajang Perebutan Kekuasaan para Pengusung Agama / Khilafah.
Pemilu atau Pilpres 2024 memang masih lama, namun para Pembenci Pak Presiden yang Sah Pak Jokowi dan masuknya Pak Prabowo ke kabinet membuat para Pengusung Agama dan Khilafah di Indonesia menginginkan tahun 2024 yang merupakan masa terakhir masa jabatan Pak Jokowi menjadi Pertempuran atau Perebutan Kekuasaan bagi mereka yang Haus akan Agama dan Khilafah versi golongan mereka sendiri. Jadi pahamilah pola pemikiran semacam ini sedari awal.
Namun, kalau ternyata ada Niat dari orang-orang yang "Mengaku" Wakil Rakyat baik itu dipusat maupun di daerah yang menghendaki ada Undang-undang Khusus Pak Jokowi bisa lagi menjadi kandidat calon presiden di tahun 2024 dan Pak Jokowi juga bersedia serta masyarakat Indonesia lebih dari 50 persen menghendakinya. Maka sangat Mungkin para pengusung Khilafah dan Agama versi mereka tersebut menjadi "ketar-ketir" kembali.
Mengapa dan Bagaimana para Pembaca Migo Berita bisa saja memberikan komentar ya ^_^

Miliaran Dolar dari Saudi Biayai Kaum Radikal Indonesia
Hati-hati, miliaran dolar dari Arab Saudi biayai kaum radikal di Indonesia. Ini bukan permainan sekali pukul Tulisan opini Eko Kuntadhi.
Oleh: Eko Kuntadhi*
Seorang calon pemimpin butuh citra, agar kelak ketika ia memegang tampuk pimpinan kekuasaanya bisa kokoh. Di Saudi yang berbentuk kerajaan, kekhawatiran paling serius dari calon raja adalah tikaman dari lingkungan keluarganya sendiri.
Ketika Muhammed bin Salman (MBS) diangkat sebagai putra mahkota, ia membangun pencitraan seolah dirinya adalah reformis. Dengan alasan memberantas korupsi, ia menangkapi pangeran-pangeran kaya yang bakal membahayakan kekuasaannya nanti.
MBS meminta para pangeran itu menyerahkan sejumlah kekayaanya. Penyerahan kekayaan itu adalah cara memotong jalur logistik jika saja para pangeran itu mau bersekongkol untuk mendongkel dirinya.
Bukan hanya alasan korupsi. MBS juga menangkapi para agamawan berpandangan radikal. Ini dilakukan untuk mendapatkan pencitraan dari dunia internasional bahwa dirinya membawa perubahan pada negeri gurun itu. Para ulama radikal yang juga disokong oleh dana besar para pangeran ketakutan. Sebagian mereka, kabarnya kabur, mencari lokasi baru untuk menyebarkan pahamnya.
Bukan hanya kabur membawa dirinya sendiri. Tetapi mereka membawa duit jutaan dolar. Asyiknya lokasi yang dituju adalah Indonesia.
Sejak lama memang yayasan-yayasan dari Saudi menanamkan pengaruhnya di Indonesia. Mereka membantu pembangunan masjid, mendorong pendirian pesantren, membangun komunitas-komunitas untuk menyebarkan paham Wahabi yang keras. Kini mereka masuk ke Indonesia, bukan hanya menjadi donatur, tetapi berharap bisa memetik langsung bibit radikal yang sudah ditanam selama ini.
Jangan heran belakangan gerakan kaum radikal ini mulai berani terang-terangan. Mereka sahut-sahutan menguatkan satu sama lain. Agendanya adalah mengubah Indonesia menjadi negara agama. Modalnya adalah duit miliaran dolar yang dibawa dari Saudi.
Ini memang bukan permainan sekali pukul.
Jangan heran Ijtima Ulama IV kemarin, misalnya, mulai terang-terangan meneriakkan khilafah di Indonesia. Atau sebagian pengasong agama mulai menjajakan Indonesia bersyariah. Ini bukan kebetulan. Tapi memang ada grand skenario besar yang mempertemukan para pengasong agama di Indonesia dengan sumber dana yang lari dari Saudi.
Tokoh sekelas Mahfud MD, mencium juga gelagat ini. Baginya gerakan mereka bukan lagi main-main. Dengan sokongan dana besar dan bacot para pengasong agama, bisa dikatakan, masa depan Indonesia mulai terancam.
Perkiraan saya sebentar lagi akan makin sengit kampanye khilafah dan Indoneaia bersyariah diteriakkan. Akan makin banyak kejadian-kejadian ajaib yang merusak persatuan. Akan makin keras gempuran pada NU dan Muhammadiyah. Dan goyangan pada pemerintahan Jokowi juga akan lebih terasa.
Gerombolan ini memanfaatkan kekecewaan pendukung Prabowo kemarin. Justru rekonsiliasi Prabowo-Jokowi dijadikan momentum untuk memutus umat dari rantai komando Prabowo. Mereka langsung mendiskreditkan Prabowo sebagai pengkhianat umat.
Tujuannya agar pengaruh Prabowo ditekan seminimal mungkin. Dan para pendukungnya dibelokkan untuk agenda yang lebih besar lagi.
Ini memang bukan permainan sekali pukul. Hitungannya dengan bermodal 42 persen pendukung Prabosan yang sudah loss contact dengan Prabowo, mereka akan menyiapkan perebutan kekuasaan. Sebagian masih percaya jalan demokrasi. Artinya akan memanfaatkan Pemilu 2024 sebagai ajang pertempuran.
Ketika menang nanti, mereka akan membajak demokrasi untuk menegakkan cita-citanya. Seperti Mursi ketika menguasai Mesir.
Sebagian lagi ogah menunggu permainan itu. Nah, inilah yang berbahaya. Mereka lebih suka mengambil jalan pintas untuk berkuasa. Risikonya pasti berdarah. Rakyat akan diadu.
Jika belakangan suasana provokasi terus meningkat, tidak usah heran. Duit dari Saudi mulai bekerja. Menyebarkan racun ke mana-mana.
Kita sepertinya harus lebih mengeratkan pegangan tangan agar petrodolar tidak membuat negeri indah ini menjadi gurun.
Nauzubillah min zalik.
*Pegiat Media Sosial
Radikalisme
Ilustrasi. (Foto: Wahid Foundation)
Sumber Utama : https://www.tagar.id/miliaran-dolar-dari-saudi-biayai-kaum-radikal-indonesia 

CLM “Senjata” Covid Terbaru Abas Butuh Kejujuran, Emangnya Bisa?

Bukan rahasia lagi lonjakan angka Covid di Jakarta unggul. Satirnya, ini membuktikan sang Gubernur terbukti mengalahkan provinsi lainnya. Toh, selama ini juga Jakarta memang rempong dengan segambreng wacana-wacana yang bikin perut tambah mules melilit. Ujungnya, prett…juga!
Teringatnya, keberhasilan suatu daerah harusnya tergantung bagaimana pemimpinnya. Heheh…begitu nggak sih wajarnya?
Mungkin inilah yang membuat Anies melahirkan ide barunya corona likelihood metric (CLM) di aplikasi JAKI. Walaupun sebenarnya CLM ini sepupuan dengan SIKM (Surat Izin Keluar Masuk) yang sempat digunakan untuk memantau warga keluar masuk Jakarta.
"Kita targetkan bahwa sebutlah 80 persen misalnya, 70 persen penduduk Jakarta download CLM," ujar Anies dalam video rapat evaluasi masa transisi PSBB yang diunggah di YouTube Pemprov DKI, Sabtu (18/7/2020). Dikutip dari: kompas.com
Ehhhmm…apa dan siapa itu CLM?
Begini, CLM ini adalah aplikasi yang digunakan untuk mengecek gejala Covid dengan teknologi berbasis machine learning yang dapat menilai kelayakan seseorang untuk mengikuti tes Covid-19 dengan metode polymerase chain reaction (PCR).
Konon CLM dinilai lebih praktis ketimbang SIKM karena dapat diunduh dengan mengisi formulir CLM di aplikasi JAKI. Sedangkan JAKI ini adalah aplikasi yang diluncurkan Pemprov DKI. Hehe…maaf, ini kira-kira serupa tapi beda banget, atau lebih tepatnya JAKI contekan dari Qlue idenya Ahok.
Tampaknya inilah senjata Anies terbaru untuk mengendalikan lonjakan angka Covid di Jakarta yang kaget-kagetan itu. Bung Anies ini berharap setidaknya 80 persen warga Jakarta mengunduh aplikasi ini sehingga bisa dipantau atau dimonitoring kondisi pandemi di Jakarta.
Persoalannya, apa jaminannya warga akan menjawab jujur setiap pertanyaan pada aplikasi tersebut. Jelas-jelas nantinya yang diharapkan adalah kemandirian dan kejujuran. Akan ada beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh warga dengan jujur untuk mendapat penilaian otomatis terkait indikasi kesehatan warga. Jika hasil skor menunjukkan tidak aman maka sistem akan merekomendasi untuk melakukan pemeriksaan.
Dilansir dari liputan6.com inilah cara pengajuan atau mengisi formulir CLM berdasarkan YouTube Jakarta Smart City:
  1. Unduh aplikasi Jaki melalui play store atau app store
  2. Pilih fitur JakCLM, kemudian perhatikan ketentuan yang tercantum di JakCLM
  3. Salin pernyataan pada box yang telah disediakan
  4. Masukan nama lengkap dan NIK sesuai KTP. Satu NIK hanya dapat digunakan untuk satu kali tes dalam satu Minggu
  5. Masukan alamat sesuai dengan domisili kamu di Jakarta dan lengkapi identitas lainnya
  6. Masukan juga nomor telepon dan email aktif
  7. Isi semua pertanyaan secara benar dan jujur, yang meliputi informasi klinis, kondisi kesehatan, riwayat kontak, dan riwayat bepergian
  8. Setelah selesai bisa cek kembali informasi rangkuman jawaban
  9. Jika sudah sesuai centang pernyataan persetujuan lalu klik tombol lihat hasil tes
  1. Kamu akan mengetahui hasil pemeriksaan sesuai kategori yang ada,
  • orang tanpa gejala (OTG)
  • orang dalam pemantauan (ODP)
  • orang dalam pengawasan (PDP)
  1. Unduh dan simpan hasil tes dengan memindai atau screenshot QR code di halaman hasil
  2. Jika dari hasil tes kalkulator Covid-19 diprioritaskan untuk ikut tes PCR, ikuti langkah berikut,
  • Unduh hasil tes kalkulator Covid-19 atau simpan QR code
  • Konfirmasi kehadiran untuk tes PCR dengan menghubungi nomor telepon Puskesmas yang diberikan
  • Datang ke Puskesmas yang telah ditentukan dengan membawa identitas dan hasil tes kalkulator Covid-19
Maaf, tidak bermaksud mendiskreditkan usaha Anies. Tetapi, mari kita lihat gambaran besarnya saja. Sejauh ini kita sudah 6 bulan dengan kondisi hidup ditengah pandemi. Berbagai upaya juga sudah dilakukan. Bahkan beberapa saat dengan rajin Gugus Depan mengumumkan berbagai angka kenaikan kasus, kesembuhan dan hingga kematian. Pun, kebijakan PSBB transisi juga diberikan demi memberikan kesempatan warga untuk mandiri, dan dewasa hidup parallel dengan Covid. Tetapi, apa faktanya?
Justru angka kasus Covid di Jakarta menggila nggak karuan. Sama gokilnya dengan warga yang cuek dengan segala aturan protokol kesehatan dan gaya hidup sehat.
Jadi, maaf sekali lagi nggak melihat kehebatan dari CLM karena disini jelas yang dituntun adalah kejujuran dan kemandirian. Faktanya saja, selama ini warga Jakarta tidak jujur dengan diri sendiri, kucing-kucingan dengan Covid!
Mari kita ambil lagi satu contoh sederhana yang umum dilakukan orang ketika akan medical check-up. Tidak diketahui kebenaran secara medis, tetapi umum dilakukan orang minum air kelapa muda dan susu beberapa hari sebelum medical check-up. Mereka percaya ini akan membuat paru-paru kinclong dan stamina tubuh mendadak fit 1000 persen mungkin. Artinya, memang doyan tipu-tipu itu sudah jamak.
Bayangin saja jika dengan aplikasi CLM ini nantinya ada yang berimprovisasi misalnya membuka sekolah. Berkeyakinan, khan sudah aman ada aplikasi CLM, jadi bisa cek mandiri. Wkwk…mungkin saja aplikasinya berguna, tetapi bagaimana dengan yang menjawab pertanyaan aplikasi itu adalah hal yang meragukan sangat! Ini akan jadi mimpi buruk karena banyak cerita membuktikan tidak semua kepala otaknya lengkap, ternyata!
Intinya pengendalian Covid di Jakarta bukan karena ada aplikasi atau tidaknya. Bahkan juga bukan semata soal masker dan faceshield, karena semuanya sifatnya membantu. Tetapi, kunci utamanya adalah diri kita sendiri ini! Sejauh mana kita ini menjaga diri sendiri, yang artinya juga kita menjaga orang lain!
Sumber: https://www.liputan6.com/news/read/4310396/kendalikan-penyebaran-corona-anies-harapkan-warga-dki-isi-clm-secara-masif https://megapolitan.kompas.com/read/2020/07/20/15512311/kendalikan-covid-19-anies-ingin-80-persen-warga-jakarta-isi-clm?page=all
Ilustrasi: Imgur
CLM “Senjata” Covid Terbaru Abas Butuh Kejujuran, Emangnya Bisa?
Sumber Utama : https://seword.com/umum/clm-senjata-covid-terbaru-abas-butuh-kejujuran-nsI0trXW5F

Diminta BPIP Dibubarkan, Pemerintah Lebih Tahu Siapa yang Layak bagi Negara

Dalam tatanan negara kita, semua pasti paham, tak ada kedudukan istimewa yang dimiliki sebuah komunitas, kecuali mendapatkan legitimasi sesuai Undang-undang. Dan tak boleh ada pula yang merasa kelompoknya paling berhak menuntut ini dan itu, lebih-lebih tuntutan itu dialamatkan kepada lembaga terhormat.
Ironis ketika kita menyaksikan sebuah komunitas, yang kelahirannya dipaksakan oleh sebuah kecelakaan politik, kini menjelma menjadi kelompok yang merepresentasikan diri menjadi duri dalam tatanan politik. Dengan cara itu, barangkali mereka merasa sejajar dengan partai politik yang diakui negara, dan bahkan lembaga tinggi mereka paksa untuk memenuhi keinginan sepihaknya.
Lihat berita terakhir, ketika Pe’a 212 menuntut pemakzulan Presiden dan pembubaran PDI-P, memangnya mereka itu siapa? Lebih berkuasa kah dibanding DPR atau MPR? Jangankan dengan lembaga setingkat itu, dibanding dengan kelompok lain yang lebih produktif saja, kita tak bakalan melihatnya lebih penting, apa lagi menghormatinya.
Apakah mereka telah diakui berdasarkan Undang-undang? Tidak juga, bandingkan dengan sebuah Koperasi sebagai perumpamaan, yang keberadaannya dijamin oleh Undang-undang tentang koperasi, bahkan yang kita tahu kelompok liar itu cuma eksis ketika mendapat pesanan dari para penentang pemerintah. Jadi perannya sangat jelas, perusak tatanan masyarakat.
Sangat disesalkan kalau mereka seperti diberi ruang dan sempat-sempatnya bebas berkeliaran tanpa khawatir dengan jeratan hukum yang berlaku. Dalam banyak unjuk rasa, mereka kerap menyuarakan isu yang kalau saja aparat hukum sedikit keras, niscaya cukup fair kalau dijerat saja dengan delik makar.
Efek jera seharusnya diterapkan kepada kelompok seperti itu, dan jika dibiarkan mereka bernafas sesuka udel, justru akan menambah keruwetan karena akan diikuti oleh kelompok lain yang berperangai sama buruknya. Kita harus sudah jeli dengan cara kotor yang mereka praktekkan. Ketika dicoba dengan hal kecil dan mendapat pembiaran, maka mereka akan semakin ngelunjak. Kalau sudah terlanjur demikian, kewibawaan pihak keamanan juga yang akan dipertaruhkan.
Persaudaraan Alumni (PA) 212 meminta pembubaran Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Permintaan ini menjadi salah satu amanat Musyawarah Nasional II PA 212, termasuk pemulangan Imam Besar FPI Habib Rizieq Syihab dari Arab Saudi. Berdasarkan keterangan pers dari humas PA 212 yang dikonfirmasi oleh Ketua Umum PA 212 Slamet Maarif, Minggu (19/7/2020), permintaan pembubaran BPIP adalah amanat Munas PA 212 dalam bidang kebangsaan, baca : detik.com.
Kita sejauh ini merasa ragu, keputusan yang ditelurkan itu apakah berlandaskan pada forum legal kah? Jangan-jangan forum itu tak berijin dari pihak berwenang. Jika benar dugaan ini, dan sampai pada tuntutan dibubarkannya sebuah lembaga yang dibentuk berdasarkan legalitas yang kuat, hanya satu penilaian yang bisa kita sampaikan, betapa congkaknya mereka.
Barangkali hanya satu cara bagi mereka untuk bisa dianggap lebih dihargai, jadilah partai politik dan bertarung dalam ruang datar bersama partai lainnya. Kalau benar mereka mendapatkan dukungan dari pemilih, maka tak ada alasan bagi publik untuk menolak suaranya, karena hanya dengan cara demikianlah negara boleh menilai kadar pendapatnya.
Kalau terus bersuara di wilayah abu-abu, yang orang banyak pun tak terlalu pusing dengan keabsahan tuntutannya, maka jangan salahkan kalau bukan saja tak digubris, bahkan dicibir dan diketawai. Adakah mereka sadar, jika media terus mengikuti manuver kelompoknya, semata-mata karena bisa dijual kepada penonton atau pembacanya? Perlu dicatat, yang menarik bagi media belum tentu menarik juga secara kualitatif.
Betapa sia-sianya mereka yang demikian gencar menyuarakan sesuatu yang tak banyak bermanfaat, kecuali hanya mengotori kancah sosial dan keamanan serta kenyamanan masyarakat. Kalau dinilai dari sisi kompatibilitas dengan ajaran agama yang mereka anut pun, rasanya sangat diragukan kesesuaiannya. Ajaran agama mana yang mengijinkan penganutnya melakukan aksi-aksi yang menyerempet keamanan negara? Dan justru cara itulah yang kerap mereka lakukan. Lalu alasan apa yang membuat mereka terus melakukan langkah kontroversial itu, jika bukan untuk memaksakan sebuah ideologi basi yang tak layak jual?
Sudah sangat jelas kita telah memiliki mekanisme baku untuk beradu argumentasi, yakni di ruang terhormat, yang mendapatkan dukungan konstituen. Kalaupun disediakan oleh Undang-undang, bahwa tak dilarang bagi siapa pun untuk menyuarakan pendapatnya, namun bukan berarti dianggap sah menjejali publik untuk memberontak kepada lembaga resmi. Dalam hal ini publik perlu terus menerus disadarkan, jangan sampai terpesona oleh kenekatan sebuah kelompok, yang meskipun tak mendapat dukungan yang cukup, namun mereka tetap memaksakan kehendaknya, karena tak ada pekerjaan lain bagi mereka, selain memenuhi pesanan dari pemakainya.
Diminta BPIP Dibubarkan,  Pemerintah Lebih Tahu Siapa yang Layak bagi Negara
Sumber Utama : https://seword.com/politik/minta-bpip-dibubarkan-pemerintah-lebih-tahu-L5J4KunjVt

Tuhan Adalah Buah Pikiranmu

Tuhanmu adalah sesuatu yang kamu pikirkan tentang Dia. TindakanNya terhadapmu adalah yang kamu sangka tentang tindakanNya terhadapmu. Nasibmu ditentukan oleh dirimu karena itulah buah pikiran dan sangkamu tentang Dia dan dirimu.
Karena tak akan bisa memperoleh bocoran, tak perlu sibuk mengira-ngira ketentuan dan keputusanNya tentang dirimu juga tak perlu memperdebatkannya dengan orang lain yang juga tak punya akses ke pusat dataNya. Toh, berdasarkan logika, Dia tak menentukan semua hidupmu tanpa ikhtiar dan kehendakmu meski Dia mampu melakukan itu. Dia ingin kamu menjadi manusia, bukan robot.
Yang pasti, alam yang kamu huni punya aturan dan dinamika yang tak selalu sesuai kehendakmu. Dengan logika dan pengetahuan yang cukup, kamu dapat mengenali aturan dan proses dinamikanya. Tak ada kebetulan, kejutan dan sesuatu yang mendadak atau tiba-tiba.
Justru yang terpenting dilakukan adalah menyusun pikiran-pikiran runut dan konsisten tentang eksistensi dan realitas secara menyeluruh, lalu diri (subjektif)mu dan realitas selainmu, termasuk Tuhan dan alam yang didalamnya ada diri objektifmu dan lainnya. Bila pikiran-pikiran yang kamu susun berujung pada fatalisme atau determinisme atau bahkan nihilisme atau absurdisme atau agnostisisme dan ateisme, maka itulah pilihan worldview dan paradigmamu. Bila pikiran-pikiran yang kamu susun mengantarkanmu kepada spiritualisme, perennialisme, atau transendentalisme, juga divinitas dan teisme bahkan sebuah agama, maka itulah pilihan pandangan dunia dan ideologi dirimu.
Selanjutnya adalah bertindak dan berinteraksi dalam bingkai pikiran-pikiran itu dengan menerima segala akibat dan konsekuensinya.
Tak perlu repot menakar atau merisaukan benar atau salahnya keyakinan orang lain, karena bila sadar tanggung jawab merumuskan jalan hidup sendiri, kamu takkan punya cukup waktu untuk itu.
Tak perlu bangga mencemooh atau mengolok-olok Tuhan karena itulah buah pikiranmu tentang Dia. Tak perlu pula berlagak lebih religius dari Nabi. Kamulah pelukis Tuhanmu. Dia bisa jadi ilusi bagimu bila berpikir begitu, dan bisa juga Dia lebih nyata dari dirimu bila berpikir begitu. Jadilah ateis atau agnostik yang berkelas dan tak nyinyir atau silakan menjadi teis atau religius yang beradab dan toleran. Jadi religius atau agnostik tak sesulit jadi manusia.

Agama Pseudo

Ada dua kelompok yang memberikan dua sikap berbeda secara ekstrim terhadap agama yang mendominasi pentas sosial. Salah satu kelompok menganggap agama sebagai pengganti sains. Kelompok lain menganggap sains sebagai pengganti agama. Banyak orang, karena menganut agama secara materialistik, menganggap agama sebagai solusi pengganti sain sampai-sampai memperlakukan doa, zikir dan ritus-ritusnya sebagai pengganti obat, pengganti usaha mencari rezeki material dan sistem yang bisa membatalkan hukum fisika serta kausalitas. Sebagian dari mereka, karena pemahaman irrasional ini, menjadi korban manipulasi agama dalam politik yang kini disebut politisasi agama dengan ujaran kebencian dan intoleransi.
Kelompok lain menganggap sains sebagai pengganti agama. Sebagian dari kelompok kedua enggan melepas agama secara total dengan dalih ia dapat digunakan sebagai sarana terapi jiwa atau cara mendekatkan diri kepada Tuhan yang sebenarnya merupakan sesuatu yang dinafikan eksistensinya oleh sains, meski “tak memberikan solusi praktis”.
Alih-alih menyempurnakan pemahaman tentang agama, sebagian orang yang dikenal religius berbalik sikap menentang agama secara umum dan agamanya sendiri secara khusus, akibat trauma menghadapi gelombang intoleransi dan “politisasi agama”, mengumumkan penentangan secara ekstrem, bahkan mendeklarasikan sekularisme sembari mengagungkan sains dan memandang agama dalam pengertian yang sempit.
Sikap ini bisa dipahami sebagai reaksi radikal terhadap sekelompok orang yang mengagungkan agama dan mengkafirkan sains. Faktanya kaum intoleran menganggap toleransi sebagai irrelijiusitas yang meremehkan agama. Sebagian yang toleran juga mengira begitu. Kaum intoleran juga menganggap toleransi sebagai irrelijiusitas yang meremehkan agama. Sebagian yang toleran memang melakukan itu. Sepak terjang agresif kaum intoleran mendorong sebagian pendukung toleransi mengambil reaksi ekstrem dengan mencemooh agama sendiri.
Bila tidak ditafsirkan demikian, maka ia bisa diperlakukan sebagai sikap reduktif yang bersumber dari premis-premis paradoksal.
Sebenarnya sekularisme bukanlah solusi tunggal untuk mengimbangi ekstremisme agama. Orang rasionsl bisa memberikan perlakuan rasional terhadap sains dan agama sebagai dua sarana berbeda dari berbagai tingkat pengetahuan yang dapat digunakan untuk mencapai kesempurnaan.
Sikap negatif terhadap agama ini juga akibat pencampur-adukan makna agama dengan makna “beragama” atau Islam dengan mengklaim Muslim. Tentu, tanpa membedakan ajaran dari perilaku keberagamaan bisa menciptakan kesimpulan dan pandangan yang invalid.
Ekstremisme ini juga menciptakan “islamophobia”. Penolakan terhadap “politisasi agama”, misalnya, menjadi absurd bila predikasi atau pemberian atribut seperti “islami” (Islamic) divonis secara general sebagai usaha menipu. Generalisasi ini dalam logika tertolak dan tak berlaku dalam realitas empiris. Bila diperhatikan secara seksama, pemberian label “Islamic” bisa positif dan bermakna “harapan”, dan bisa pula negatif dan culas serta manipulatif. Parameternya adalah output dari perilaku, bukan atribusi dan penyifatan. Ini berlaku bagi “demokrasi” pada sebuah partai (democratic) dan lainnya. Hanya karena beratribut “Islam” tak niscaya bertujuan menipu. Sekadar bernama partai demokrasi tak berarti benar-benar berperilaku demokratis. ISIS, misalnya, menjadi negatif bukan semata-mata karena mencantumkan atribut “Islamic”.
Apa yang disampaikan oleh beberapa orang yang beratribut “pemikir muslim” seperti Bassam Tibbi tentang Islam dan Islamisme merujuk pada pengalaman traumatik partikular dari manipulasi di balik atribusi Islam.
“Islamic State” dan beberapa contoh negatif yang berlabel Islam tidaklah negatif karena atribusi “islamic” tapi karena pandangan dan perilaku orang-orang yang berada di dalamnya. “Democratic party” dan sejenisnya tak niscaya positif karena tak berlabel Islam (“islamic”) dan tak mesti positif karena memajang atribut demokrasi (“democratic) tapi karena pandangan, sikap dan perilaku orang-orang yang mengklaimnya. Lagi pula, di Jerman yang dikenal sebagai sentra sains dan sekularisme, justru politisasi agama berupa atribusi partai dengan agama juga di negara-negara Barat lainnya tetap terjadi. “Catholic Party” dan semacamnya ada bahkan berkuasa di sana.
Kita tak perlu mengubah rumah sakit sebagai pusat doa karena abstrakisme yang konkret dan tak perlu mengubah masjid menjadi pusat kebugaran karena konkretisasi yang abstrak.Kita juga tak perlu memotong salib karena anti simbol agama atau mencurigai semua atribut Islam karena beberapa fakta orang-orang culas yang mengisi perut dengan pembodohan berkedok agama, dan tak perlu menganggap yang tak memajang atribut Islam sebagai kafir dan sekular.
Kecewa kepada agama pseudo yang disusun para tiran dan feodalis yang berkolaborasi dengan teolog bayaran sepanjang sejarah agama-agama mestinya tak merembet luas menjadi kekecewaan terhadap agama yang berdiri kokoh bersama sains. Keduanya tunduk pada kausalitas dan sistem eksistensi karena mengantarkan manusia menuju kesempurnaan eksistensial.
Tuhan Adalah Buah Pikiranmu
Sumber Utama : https://seword.com/spiritual/tuhan-adalah-buah-pikiranmu-nH8AsUqEyf

Kue Tete, Klepon Jawa dan Memek Aceh Gak Haram Kok, Drun

Kue tete dan Klepon adalah jajanan pasar yang paling dinanti-nantikan oleh orang seangkatan saya untuk menikmatinya pasca pulang sekolah dam kampus. Kue ini memang menyerupai payudara perempuan yang berwarna hijau di tengahnya dengan warna kulit yang teksturnya garing di sampingnya.
Kudapan ini mudah sekali dibuat oleh seorang tukang kue yang membawa gerobaknya ke depan sekolah saya waktu saya kecil. Buku ini memberikan sebuah memori yang begitu indah saat saya juga sedang berkuliah di Jakarta. Abang-abang di depan kampus menawarkan jajanannya dengan berteriak-teriak…
"Kue tete! Kue tete! enak empuk dan manis! Cepat dibeli sebelum kehabisan. Masih hangat saat dikunyah. Anak kampus harus coba tete buatan saya! Ya mau beli berapa de? Satu kurang, 2 gak berasa, 10 pas!"
Tukang jualan kue tete di depan kampus saya pun bukan hanya satu namun beberapa yang memang mengambil bahan baku dari distributor yang sama dan mengolahnya dengan ciri khas masing-masing dan warna yang tidak hanya hijau. Saya pernah menikmati kue ini dalam warnanya yang cukup unik yakni merah sama biru sama kuning sama tergantung dari pewarna yang mereka gunakan.
Dan saya cukup sering menikmatinya mungkin barang seminggu sekali ada. harganya yang murah membuat saya sering menikmatinya sebagai teman makan siang atau pagi. Atau beli saat ngapel ke rumah gebetan. Kebetulan ciri khas Indonesia ini memang namanya unik yaitu kue tete. Memang sih betul, bahwa bentuknya menyerupai payudara yang menggembung di tengah-tengahnya seperti pentil.
Namun saya menikmatinya dengan biasa-biasa saja dan tidak ada pikiran ngeres saat menghisap tengahnya. Ya karena memang semua tergantung dari cara pandang kita terhadap makanan tentunya bukan? Kue tete ini memang legenda di zaman saya waktu saya kecil sampai mungkin saat ini. Jajanan khas Indonesia ini menjadi sebuah hal yang banyak orang bisa nikmati dan bisa dibeli dengan harga yang murah.
Kenapa murah, ya karena bahan bakunya mudah hanya bermodalkan tepung, bahan baku yang tidak banyak dan pewarna. selain kue teteh masih ada lagi kue yang lain yang merupakan ciri khas dari negara serambi Mekah yakni Aceh.
Ada bubur khas dari Aceh yang bernama memek dan rasanya sepertinya menarik juga yakni manis-manis. Makanan ini merupakan bubur ketan yang dibuat secara khusus oleh orang-orang Aceh dan menjadi kudapan yang menemani makan sore mereka.
Namanya yang unik pun membuat saya bertanya-tanya dan ingin mencoba langsung. Tapi saya cari di mana-mana saya tidak menemukan memek yang bisa dimakan itu. Teksturnya kenyal kenyal dan sepertinya dari gambar yang saya lihat, bentuknya pun juga sangat menarik untuk dimakan.
Siapa orang Indonesia mana sih yang tidak suka bubur? Saya melihat bahwa memek ini menjadi makanan yang menarik. Akan tetapi, sampai saat ini saya belum menemukan lokasi tempat di mana saya bisa membeli memek. Atau saya harus terbang ke Aceh untuk menikmatinya?
Tapi menurut dari pengakuan teman-teman saya yang pernah menikmatinya, rasanya yang manis dan kental. Ya mungkin kalau mau dilihat teksturnya seperti bubur pada umumnya namun rasanya yang manis bukan asin membuat makanan ini dikenal. Rasanya yang cukup nikmat membuat saya penasaran.
Dari warnanya mungkin umumnya memek disajikan dengan pewarna alami yang membuat tampilannya seperti warna kulit yang kemerahan. Nah untuk makanan semacam ini saya mungkin tidak banyak berkomentar. Tapi kayaknya sih tidak diharamkan oleh orang-orang radikal. Karena dari Aceh. kita lanjut ke makanan berikutnya yang saat ini sedang menjadi primadona di dalam dunia kuliner makanan khas Indonesia.
Apalagi kalau bukan klepon? Klepon adalah makanan khas Jawa yang merupakan campuran tepung dengan pewarna hijau di luarnya dan di dalamnya diisi gula aren ataupun gula merah yang cukup banyak sehingga rasa manis yang luar biasa bisa dirasakan.
Saya sebenarnya bukan orang Jawa, jadi saya sebetulnya tidak bisa membedakan antara telepon dan putu. Tapi lihat dari internet saya mungkin bisa mulai membedakannya. Kalau klepon itu bentuknya bola, dengan isian gula cair yang dibungkus di dalamnya.
Di luarnya ditaburkan semacam santan kering atau kelapa yang berwarna putih sehingga berbentuk seperti salju di atas gunung yang berwarna hijau. Sedangkan putu Ia adalah makanan yang seperti dadar gulung dengan bahan baku yang sama yaitu gula merah.
Untuk rasa mungkin sama, namun bentuknya berbeda. Dan makanan ini, klepon sangat dinikmati oleh banyak orang apalagi saat merayakan hari-hari besar agama tertentu. Kudapan ini relatif mudah dicari dan murah untuk dibeli.
Jadi bagi tamu-tamu yang datang untuk merayakan hari besar seperti lebaran natal, atau hari-hari lainnya mereka akan diberikan kudapan citarasa Indonesia yang dikenal dengan manis yaitu klepon, Putri salju, lidah kucing atau yang lain-lain. Klepon ini menjadi primadona karena saat ini ia dianggap tidak agamais. Kenapa tidak agamais? Saya tidak mengerti. Tapi saya sudah membahasnya di artikel sebelumnya.
Jadi silakan lihat di sana saja. artikel ini mau memberikan satu pandangan lain bahwa makanan-makanan khas Indonesia itu sebenarnya sangat banyak. Bahkan ada yang namanya aneh aneh dan variatif. Tapi dengan namanya yang aneh nggak tentu makanan-makanan ini haram kan? Atau jangan-jangan yang halal hanyalah kurma dan kencing onta?
Begitulah kencing onta.
Kue Tete, Klepon Jawa dan Memek Aceh Gak Haram Kok, Drun
Sumber Utama : https://seword.com/umum/kue-tete-klepon-jawa-dan-memek-aceh-gak-haram-kok-0TPzr4RxkI

Membongkar Alasan Kenapa PDIP Tidak Mau Berkoalisi dengan PKS & Partai Demokrat di Pilkada

Banyak yang mengatakan bahwa politik itu cair. Hari ini berkoalisi, besok pagi bisa saja jadi rival. Begitupun ada yang mengatakan, tidak ada teman yang abadi dalam politik, yang abadi hanya kepentingan doang.
Pernyataan itu bisa saja benar, tapi tidak sepenuhnya.
Contohnya saja PDIP, sejak dulu hingga sekarang konsisten tidak pernah mau membangun koalisi dengan Partai Demokrat dan PKS.
Begitupun di Pilkada 2020 ini, PDIP sudah memutuskan tidak akan berkoalisi dengan Partai besutan SBY itu dan partai yang pernah memecat Fahri Hamzah tersebut.
"Partai mengambil keputusan atas dasar pertimbangan ideologis bagaimana Pancasila dijalankan dalam seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Aspirasi untuk tidak bekerja sama dengan Partai Demokrat dan PKS banyak saya terima," ujar Kabid Ideologi dan Kaderisasi DPP PDIP, Djarot Saiful Hidayat, (19/7).
Pertanyaannya, kenapa PDIP enggan berkoalisi dengan Partai Demokrat itu?
Berikut alasannya.
Memang sih kala itu, Megawati pernah mengangkat SBY jadi menteri. Namun itu sebelum ia menjadi kader Partai Demokrat. Dan itulah yang menjadi cikal bakal Mega tahu karakter SBY yang sebenarnya. Bahwa mantan tentara itu bukan tipe orang yang suka berterus terang.
Ketika ditanya apakah akan mencalonkan diri di Pilpres 2004 silam, ia selalu mengelak.
Bahkan menurut Permadi (mantan politisi PDIP yang kini jadi kader Gerindra), SBY sempat membawa-bawa nama Tuhan dengan mengatakan, "demi Tuhan saya tidak akan mencalonkan diri sebagai presiden" segala.
Padahal setelah mundur dari kursi Menko Polkam, dua hari kemudian dia langsung berkampanye untuk Partai Demokrat di Banyuwangi, Jawa Timur.
Jelas, kampanye itu tidak mungkin dilakukan secara mendadak. Tapi sudah dipersiapkan jauh hari, saat ia masih menjabat sebagai menteri Megawati.
Hal inilah yang kemudian membuat Mega menganggap SBY tidak gentle.
Kemudian, yang lebih menyakitkan lagi, konfliknya dengan Mega itu dipolitisasi secara lincah oleh EsBeYe. Dipelihara. Kemudian diblow-up pada waktu yang tepat dengan memanfaatkan media massa.
Hal ini jelas tujuannya untuk menarik simpati masyarakat. Yang mana dengan memainkan konflik ini, SBY berhasil menggiring opini publik bahwa dia telah dizalimi oleh Mega. Dan Mega adalah presiden yang bertindak sewenang-wenang terhadap pembantunya sendiri tersebut.
Ujung-ujungnya, buruklah nama Mega.
Padahal SBY ini turut dibesarkan oleh Mega lho. Tanpa diangkat jadi menteri oleh Ketua Umum PDIP itu, ia mungkin tidak akan dengan mudah mendapat panggung untuk berpolitik praktis.
Sehingga, tidak berlebihan kalau ada yang menyebutnya sebagai penghianat yang telah menusuk 'emak banteng' dari belakang.
Jadi kalau Mega gak suka sama SBY, wajar-wajar saja. Karena siapa sih yang mau berteman dengan penghianat.
Saat Jokowi jadi presiden pun, SBY ini sering banget menyerang pemerintah. Tapi di lain kesempatan ia malah menyodorkan anaknya, AHY untuk menjadi Cawapres Jokowi di Pilpres 2019 lalu.
Setelah ditolak, ia pun tanpa segan menawarkan anaknya tersebut kepada Prabowo.
Sudah kayak makelar politik saja nih orang. Padahal mantan presiden.
Wajar bila kemudian permintaannya untuk AHY dijadikan Cawapres itu juga ditolak mentah-mentah oleh Prabowo.
Bahkan, Partai Demokrat pernah diusir dari Koalisi Indonesia Adil dan Makmur kala itu oleh Arief Poyuono. Lantaran partai berlambang bintang Mercy itu berada di koalisi pengusung Prabowo, tapi tidak optimal memenangkan pasangan Capres/Cawapres yang diusungnya tersebut.
Jadi, yang gak suka sama SBY ini sebenarnya ada banyak. Termasuk juga mungkin Presiden Jokowi. Hanya saja tidak diungkapkannya. Cukup di simpan didalam hati.
Pertanyaan selanjutnya, kenapa PDIP tidak mau berkoalisi dengan PKS di Pilkada?
Ada banyak alasan.
Pertama soal track record. Yang mana PKS ini tercatat pernah beberapa kali melakukan penghianatan. Terutama kepada Partai Demokrat.
Tentu kita masih ingat, kalau PKS dulu pernah berkoalisi dengan Partai Demokrat. Tidak tanggung-tanggung, 4 pos menteri diberikan kepada PKS kala itu.
Tapi ternyata, ketika terjadi gejolak ekonomi dunia, dan pemerintahan SBY berniat menaikkan harga BBM, PKS tiba-tiba menolak.
Dengan alasan yang tidak jelas pula.
Dan penolakan itu juga diumumkan ke publik. Bukan lewat forumnya.
Sehingga terkesan banget kalau PKS lagi cari muka kala itu. Dengan menghantam koalisinya sendiri.
Begitupun di Pilkada Jabar. PKS awalnya telah secara resmi mengusung Deddy Mizwar (kader Partai Demokrat). Tapi ternyata, itu hanya PHP belaka. Terbukti PKS malah mengusung pasangan Sudrajat-Syaikhu dan meninggalkan Demiz begitu saja.
Mungkin masuknnya Demiz ke Partai Gelora karena ini juga, yakni ingin balas dendam kepada PKS. Karena sebagaimana kita ketahui bahwa Partai Gelora ini isinya adalah orang-orang yang dulunya merupakan kader PKS, dan kini berseberangan dengan partai dakwah itu.
Belum lagi yang tidak disukai oleh PDIP lainnya dari PKS adalah partai ini sering banget memainkan politisasi SARA untuk menghatam lawan politik. Hal ini bertentangan dengan semangat perjuangan PDIP. Bahwa bagi PDIP semua masyarakat Indonesia itu memiliki hak yang sama dalam politik, tanpa mengenal suku, agama dan ras tertentu.
Begitupun saat PKS tidak dapat koalisi di Pilkada Solo, karena nyaris semua partai mendukung Gibran. Bukannya mengupayakan kadernya bisa bertarung melawan putra Presiden Jokowi itu, tapi yang dilakukan oleh kader PKS Mardani Ali Sera, malah sibuk menyerang Gibran.
Sungguh gak fair partai ini. Padahal ngakunya partai dakwah.
Dan masih ada lagi hal yang tidak memungkinkan PDIP dan PKS menjalin kerjasama. Terutama soal ideologi antara kedua partai itu yang jelas-jelas jauh berbeda.
Jadi, meskipun kadernya berjenggot, panggilannya akhi, ikhwan, ukhti dan akhwat serta tampilannya syar'i. Tapi diantara mereka itu ada juga lho para penghianat.
Bahkan, ada Calegnya yang memperkosa anak kandung sendiri selama 7 tahun berturut-turut, yakni bernama Alhuda. Dan tidak ada kader partai lain yang sebejat Caleg PKS ini.
Dengan demikian, apa yang dilakukan oleh PDIP untuk tidak berkoalisi dangan Partai Demokrat dan PKS ini sudah tepat.
Kura-kura begini yang ingin disampaikan oleh Buk Mega, "jangan mau tertipu oleh penampilan dan oleh politisi yang sering memposisikan diri sebagai orang yang terzalimi".
Sumber :
https://www.beritasatu.com/nasional/38445-wasekjen-demokrat-pks-khianati-koalisi
https://www.liputan6.com/pilkada/read/4309566/alasan-pdip-tidak-koalisi-dengan-pks-dan-demokrat-di-pilkada
Image : https://www.beritasatu.com/
Membongkar Alasan Kenapa PDIP Tidak Mau Berkoalisi dengan PKS & Partai Demokrat di Pilkada
Sumber Utama : https://seword.com/umum/membongkar-alasan-kenapa-pdip-tidak-mau-berkoalisi-oep2b7xHQH
  
Re-post by MigoBerita / Rabu/22072020/10.05Wita/Bjm

Baca Juga Artikel Terkait Lainnya