Migo Berita - Banjarmasin - Peta politik di Banjarmasin & Banjarbaru serta "Kasus" IDI dan Terawan yang sekarang Menteri Kesehatan RI.
Agar lebih memahami tentang topik tersebut diatas, ada baiknya pembaca Migo Berita segera melahap habis artikel yang kami sajikan. Selamat Berfikir..
Beri ‘Tiket’ Demokrat ke Nadjmi-Jaya, AHY Ingatkan Jadi Pemimpin Amanah dan Adil
KETUA Umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) secara resmi menyerahkan rekomendasi untuk mengusung pasangan calon incumbent, Walikota Nadjmi Adhani-Wakil Walikota Darmawan Jaya Setiawan dalam Pilwali Banjarbaru 2020 mendatang.PENYERAHAN SK DPP Partai Demokrat bernomor 139/SK/DPP.PD/VII/2020 tanggal 22 Juli 2020, langsung dilakukan putra Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono kepada Darmawan Jaya yang didampingi Ketua DPD Partai Demokrat Kalsel, Rusian di Kantor DPP Partai Demokrat, Jalan Proklamasi Nomor 41, Pegangsaan, Menteng, Jakarta Pusat.
“Dalam Pilkada Banjarbaru, Partai Demokrat resmi mengusung pasangan incumbent Walikota Nadjmi Adhani bersama Wakil Walikota Darmawan Jaya Setiawan,” ucap AHY, dalam sambutannya. Darmawan Jaya pun bertolak ke Jakarta untuk mengambil SK DPP Partai Demokrat, mewakili Walikota Nadjmi Adhani.
AHY pun mengingatkan seluruh kader Demokrat yang ada di Banjarbaru untuk mendukung dan berjuang memenangkan pasangan incumbent tersebut.
Direktur Eksekutif The Yudhoyono Institute ini meminta prestasi yang telah diraih Nadjmi-Jaya pada periode pertama pemerintahan tetap dipertahankan, dilanjutkan bahkan ditingkatkan.
“Sedangkan yang belum tuntas. Tetaplah menjadi pemimpin yang amanah dan adil untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Banjarbaru,” pesan AHY.
Meski Demokrat hanya meraih satu kursi di DPRD Banjarbaru, namun AHY tetap mengingatkan agar seluruh kader partai untuk memenangkan duet Nadjmi-Jaya pada periode kedua.
Usai menerima SK DPP Partai Demokrat, Wakil Walikota Darmawan Jaya Setiawan pun mengucapkan terima kasih atas kepercayaan yang telah diberikan.
“Bagi kami, dukungan Partai Demokrat ini merupakan bagian dari spirit kebersamaan guna membangun Banjarbaru yang lebih baik dan semakin baik,” pungkas Jaya.
Untuk saat ini, sedikitnya ada empat parpol pengusung yang telah resmi menyerahkan rekomendasi atau surat dukungan kepada petahana, Nadjmi-Jaya. Yakni, Partai Nasdem dengan empat kursi, PKS dengan dua kursi, Golkar bermodal lima kursi plus satu kursi dari Partai Demokrat.
Totalnya, untuk sementara ada 12 kursi dari 30 kursi yang ada di DPRD Banjarbaru, jauh melebihi syarat parliamentary threshold (PT) atau koalisi gemuk untuk penyokong sang incumbent.
Sumber Berita : https://jejakrekam.com/2020/07/22/beri-tiket-demokrat-ke-nadjmi-jaya-ahy-ingatkan-jadi-pemimpin-amanah-dan-adil/
PKS Beri Sinyal Gabung Demokrat-PKB Usung Petahana Walikota Ibnu Sina
KOALISI besar bakal terbangun untuk mendapuk Walikota Banjarmasin Ibnu Sina maju berlaga dalam perhelatan pemilihan orang nomor satu di Balai Kota Banjarmasin pada suksesi 2020 mendatang.SINYAL makin kuat, setelah Ibnu Sina mengklaim telah mengantongi dukungan dua parpol bermodal 10 kursi di DPRD Kota Banjarmasin hasil Pemilu 2019 lalu. Sekadar diketahui, PKB dan Partai Demokrat sendiri sama-sama meraih lima kursi hasil Pileg lalu.
Ketua DPD Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kota Banjarmasin Hendra pun menegaskan parpolnya sangat kuat untuk mengusung kader terbaiknya, Ibnu Sina yang kini diperkuat PKB dan Partai Demokrat.
“Tentu saja, kami akan mengusung kader PKS. Sampai saat ini, kami masih menunggu surat keputusan (SK) rekomendasi dari DPP PKS,” ucap Hendra kepada jejakrekam.com, Rabu (22/7/2020).
Ia berharap rekomendasi dari Jakarta itu bisa terbit pada akhir Juli 2020 ini, sehingga pengusungan Ibnu Sina pun bisa berjalan lancar.
“Kalau sudah ada rekomendasi akhir Juli ini sudah oke dan clear, tentu mesin partai akan segera bergerak,” cetus Hendra.
Ia mengaku DPP PKS masih mengorek informasi mengenai sepak terjang Walikota Ibnu Sina selaku incumbent dalam kepemimpinannya selama empat tahun belakangan ini di Balai Kota Banjarmasin.
“DPP PKS telah meminta informasi dari DPW dan DPC PKS tentang kinerja Pak Ibnu di Pemkot Banjarmasin. Ya, prestasi apa saja yang telah diraih selama Pak Ibnu Sina menjadi Walikota Banjarmasin,” ucap akademisi FEB Universitas Lambung Mangkurat (ULM) ini.
Hendra menyebut DPD PKS Kota Banjarmasin sudah mengikut prosedur dan aturan tentang mekanisme pencalonan bakal calon Walikota-Wakil Walikota Banjarmasin. Hasil akhir, diserahkan sepenuhnya ke DPP PKS.
Dengan potensi merapatnya Demokrat,PKB dan PKS ke kubu Ibnu Sina, total koalisi yang akan mengusung petahana sebanyak 15 kursi DPRD Kota Banjarmasin. Bahkan, koalisi besar ini melebihi syarat batas ambang 20 persen minimal kursi di DPRD Kota Banjarmasin sebagai parpol pengusung.
Paket pendamping Ibnu Sina pun disebut-sebut adalah Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Banjarmasin Arifin Noor. Terlebih lagi, istri Arifin Noor merupakan elite Partai Demokrat di Kalsel.
Sebelumnya, Arifin Noor pun menegaskan untuk kepastian dirinya apakah mencalon atau tidak, termasuk isu mendampingi sang atasan sebagai calon Wakil Walikota Banjarmasin akan terlihat pada September 2020 nanti, ketika KPU telah resmi membuka pendaftaran calon kontestan pilkada serentak.
Sumber Berita : https://jejakrekam.com/2020/07/22/pks-beri-sinyal-gabung-demokrat-pkb-usung-petahana-walikota-ibnu-sina/
Kasus Corona Kompleks, IDI Sebut Ada 60 Dokter di Kalsel Terpapar Covid-19
KETUA Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kalimantan Selatan dr Mohammad Rudiansyah, M.Kes Sp.PD mengakui dari laporan sementara, sedikitnya ada 60 dokter yang bertugas di rumah sakit, puskesmas, klinik hingga praktik swasta di Kalsel telah terpapar virus Corona (Covid-19).“UNTUK dokter yang bertugas di Kalsel, laporan sementara sudah ada 60 orang yang terpapar Covid-19. Sisanya, tiga orang telah meninggal dunia,” ucap dr Rudiansyah kepada jejakrekam.com, Rabu (22/7/2020).
Ia mengungkapkan hampir seluruh dokter yang bertugas di rumah sakit turut menangani pasien Covid-19, tidak hanya rujukan yang ditunjuk Kementerian Kesehatan maupun Dinas Kesehatan Provinsi Kalsel.
Menurut Rudiansyah, untuk dokter spesialis paru di Kalimantan Selatan memang sangat kurang. Hanya saja, doktor lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta ini menegaskan tak hanya masalah pernapasan pasien yang harus ditangani dokter ahli paru.
“Justru, saat ini, masalah pasien Covid-19 itu juga menyerang ginjal. Terdata sementara ada 79 pasien mengalami kondisi itu, sehingga yang masih cuci darah ada sekitar 23 pasien,” papar dokter spesialis penyakit dalam ini.
Menurut dia, tidak harus ada dokter spesialis paru seperti RSUD Hadji Boejasin Pelaihari yang ditunjuk sebagai rumah sakit rujukan nasional Covid-19, justru tidak memiliki dokter ahli tersebut.
Dr Rudi-sapaan akrabnya menegaskan penanganan pasien Covid-19, bukan tidak siap di RS, namun sejak awal memang Kalsel sangat terbatas dengan dokter spesialis paru.
“Ini mengapa, dokter ahli penyakit dalam pun bisa menangani pasien Covid-19. Apalagi, dalam penanganan kasus Covid-19 ini memang sangat kompleks. Ya, istilahnya bermuka seribu,” papar Rudi.
Dalam beberapa kasus, Rudi mengungkapkan malah ada beberapa pasien yang awalnya mengeluh sakit perut, ternyata positif Covid-19. Begitupula, infeksi virus Corona juga bisa berimplikasi pada kelainan kulit. “Ada juga kasus yang dialami pasien mengalami gagal ginjal ternyata akibat infeksi Covid-19,” urainya.
Mengenai masalah insentif bagi tenaga kesehatan (nakes) khususnya dokter, Rudi mengaku sudah berdialog dengan Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto saat berkunjung ke Kalsel.
“Beliau sendiri mengaku bingung, karena tidak pernah melihat wujudnya. Padahal, dari keterangan Menkes, semua dana insentif bagi nakes itu sudah disalurkan ke Dinas Kesehatan Provinsi Kalsel melalui dana alokasi khusus (DAK),” kata Rudi.
Kemudian, dari Dinkes Provinsi Kalsel akan dibagi ke kabupaten dan kota di Kalsel. Untuk itu, Rudi meminta agar perlu data nakes yang terlibat dalam penanganan pasien Covid-19.
“Untuk besaran insentif, bukan dipatok sekian begitu. Tapi, ada rumusnya tergantung beban kerja dan risiko nakes. Ini bisa berdasar pada Keputusan Menkes Nomor HK.01.07/MENKES/392/2020 tentang Pemberian Insentif dan Santunan Kematian bagi Nakes yang Menangani Covid-19,” tandas Rudi.
Sumber Berita : https://jejakrekam.com/2020/07/22/kasus-corona-kompleks-idi-sebut-ada-60-dokter-di-kalsel-terpapar-covid-19/
Dokter Terawan: Menkes Jokowi yang Ditolak Keras IDI
Jakarta, CNBC Indonesia - Keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) melantik dr Terawan Agus Putranto sebagai menteri kesehatan dalam Kabinet Indonesia Maju masih menuai pro dan kontra. Sebab, dokter yang dikenal dengan terapi 'cuci otak' itu diketahui tersandung kasus pelanggaran kode etik.Dilansir detik.com, beberapa hari lalu beredar surat dari Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia Ikatan Dokter Indonesia. Mereka menolak menolak rekomendasi dr Terawan sebagai menkes. Surat bertanggal 30 September 2019 itu ditujukan untuk Jokowi.
Ketua MKEK IDI dr Broto Wasisto, DTM&H, MPH, mengonfirmasi keaslian surat itu. Kendati demikian, dr Broto belum bersedia memberikan detail lebih jauh terkait hal tersebut.
"Surat itu ada, bukan palsu," kata dr Broto kepada detik.com ketika ditemui di kantor IDI, Jakarta Pusat, Rabu (23/10/2019).
Menurut dia, MKEK IDI masih menunggu kelengkapan pengurus MKEK dan IDI sebelum memberikan tanggapan lebih lengkap. Itu termasuk seputar pengangkatan dr Terawan sebagai pucuk pimpinan tertinggi Kementerian Kesehatan.
Berikut kutipan lengkap surat MKEK IDI yang menolak rekomendasi dr Terawan sebagai menkes:
Dengan hormat, Pertama-tama kami ingin menyampaikan salam hormat kepada Bapak Presiden RI, semoga Bapak senantiasa tetap sehat di bawah lindungan Tuhan Yang Maha Esa.
Kedua, kami ingin melaporkan bahwa pada tanggal 22 September 2019 di surat kabar detikhealth.com telah terbit tentang usulan enam calon Menteri Kesehatan pada kabinet yang akan datang.
Bila diperkenankan kami ingin menyarankan agar dari usulan calon calon tersebut mohon kiranya Bapak Presiden tidak mengangkat Dr Terawan Agus Putranto, Sp.Rad(K) sebagai Menteri Kesehatan. Adapun alasan yang mengiringi saran kami adalah karena Dr. Terawan Agus Putranto, Sp.Rad(K) sedang dikenakan sanksi akibat melakukan pelanggaran etik kedokteran. Sanksi tersebut tertera dalam Keputusan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran PB IDI No.009320/PB/MKEK-Keputusan/02/2018 tanggal 12 Februari 2018.
Saran ini disampaikan dengan tetap menghargai dan menghormati keputusan Bapak Presiden RI sesuai dengan kewenangan yang berlaku. Semoga saran ini dapat dipertimbangkan sebaik-baiknya.
Ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin, dr Terawan enggan berkomentar banyak perihal kasus pelanggaran kode etik.
Saat ditanya apakah sudah berkomunikasi dengan IDI, Ia mengaku sudah mencoba. Namun dr Terawan menyebut banyak prioritas pekerjaan yang lebih harus dikedepankan.
"Mengingat masalah kesehatan harus kita bergerak cepat untuk mengeksekusinya sehingga kesejahteraan masyarakat bisa segera tercapai," katanya.
Selain menjadi menkes, Ia pun mendapat kenaikan pangkat dari mayor jenderal menjadi letnan jenderal. Kenaikan pangkat itu didapat sebelum pelantikan oleh Jokowi.
"Sebelum dilantik saya memang naik pangkat dan RSPAD itu naik pangkatnya (jadi) bintang tiga. Sudah ada Perpres Nomor 66 yang sudah diundangkan," ujar dr Terawan.
Ia pun mengaku senang dan bahagia atas kenaikan pangkat tersebut. Dr Terawan pun mengaku sudah mengakhiri masa dinas aktif sebagai seorang tentara. Hal itu tertuang dalam Keppres Nomor 94/TNI/2019.
"Pensiun tertanggal sejak dilantik menjadi menkes," katanya.
Perihal dr Terawan, Jokowi memberikan penjelasan mengapa memilih purnawirawan TNI tersebut. Menurut dia, menteri kesehatan harus memiliki kemampuan manajemen hingga pengelolaan yang apik sehingga masyarakat bisa memperoleh manfaat.
"Menterinya harus memiliki pengalaman manajemen yang baik. Saya melihat dokter Terawan dalam mengelola RSPAD memiliki kemampuan itu," ujar Jokowi kepada wartawan di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (24/10/2019).
Sumber Berita : https://www.cnbcindonesia.com/news/20191025045200-4-109978/dokter-terawan-menkes-jokowi-yang-ditolak-keras-idi
IDI: Pemecatan Prof Marsis Tidak Ada Hubungan dengan Menkes Terawan
Jakarta - Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng M Faqih menegaskan pemecatan mantan Ketua IDI Ilham Oetama Marsis dari Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) tidak ada hubungan dengan pengangkatan dr Terawan Agus Putranto sebagai Menteri Kesehatan. Dia menyebut bahwa isu tersebut hanyalah upaya untuk mengadu domba antara pemerintah dengan IDI."Itu isu yang saya tidak tahu siapa yang menyampaikan, nggak ada hubungan dokter Terawan sebagai menteri," kata dia di kantor PB IDI Jakarta, sebagaimana dilansir Antara, Rabu (30/10/2019).
Daeng menyampaikan hal tersebut terkait dengna isu di media sosial yang menyebutkan pemberhentian secara hormat Ilham Oetama Marsis dari Konsil Kedokteran Indonesia oleh Presiden Joko Widodo berkaitan dengan pengangkatan Terawan sebagai Menteri Kesehatan.
"Saya menyampaikan rasa prihatin dengan apa yang terjadi di media sosial belakangan Ini yang mencoba mengadu domba IDI dengan Presiden terkait pengangkatan Menteri Kesehatan yang baru. Narasi-narasi yang disebarkan bahkan bisa berakibat memecah belah IDI dan dokter," kata dia.
Menurut dia, pembangunan kesehatan merupakan partisipasi bersama semua lapisan dan elemen masyarakat di mana dokter Indonesia merupakan pemangku kepentingan dalam melakukan usaha promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Oleh karena itu Daeng menyebut segala usaha untuk memecah belah IDI adalah usaha memecah belah pembangunan kesehatan yang ujungnya akan merugikan masyarakat.
Presiden Joko Widodo tahun lalu mengeluarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 2018 tentang Pemberhentian Anggota Konsil Kedokteran Indonesia yang didalamnya memberhentikan secara hormat Ilham Oetama Marsis dari anggota Konsil Kedokteran Indonesia jabatan 2014-2019.
Marsis mengajukan gugatan terhadap Keppres tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara yang hasil akhirnya pada putusan MA dengan keputusan memenangkan Presiden Jokowi dan mengesahkan Keppres 8/2018.
Sumber Berita : https://news.detik.com/berita/d-4765351/idi-pemecatan-prof-marsis-tidak-ada-hubungan-dengan-menkes-terawan
Baru Sebulan Saling Jabat Tangan, Kini Menkes Terawan dan IDI Kembali Berselisih Paham. Perkaranya Justru Bermula Dari Pernyataan Ini
Fotokita.net - Mantan Kepala RSPAD Gatot Subroto dokter Terawan Agus Putranto memang sudah resmi diumumkan sebagai menteri kesehatan dalam Kabinet Indonesa Maju periode 2019 - 2024. Presiden Joko Widodo alias Jokowi telah melantik dokter Terawan pada Rabu (23/10/2019).
Menurut Jokowi, sosok Terawan memenuhi kriteria sebagai menteri kesehatan, yaitu berpengalaman dalam manajemen anggaran dan personalia di sebuah lembaga.
"Saya lihat dokter Terawan dalam mengelola RSPAD memiliki kemampuan itu. Beliau juga ketua dokter militer dunia. Artinya pengalaman track record tidak diragukan," kata Jokowi dalam dialog bersama awak media di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (24/10/2019).
Terawan pernah berkonflik dengan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) terkait metode penyembuhannya yang tak biasa.
Ia memiliki metode "cuci otak" untuk mengobati penyakit. Beberapa tokoh nasional yang sudah merasakan metode tersebut dan memberikan testimoni yang baik.
Namun, IDI menganggap metode digital subtraction angiography (DSA) itu belum teruji secara klinis. Saat itu, Terawan dikenakan sanksi pemecatan sementara. Namun, kemudian IDI mengkaji ulang sanksi itu.
Dokter Terawan sendiri sebelumnya sudah terkenal karena sering menangani para pesohor negeri, termasuk yang terbaru saat dirinya menangani mendiang BJ Habibie.
Pria kelahiran Yogyakarta, 5 Agustus 1964 ini sendiri sempat menjadi sorotan karena terapi cuci otak alias brain wash dirinya dianggap kontroversial.
Bahkan, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sampai mencopot keanggotan dokter Terawan dari organisasi itu.
IDI juga menolak pemilihan dokter Terawan sebagai Menteri Kesehatan.
Kontroversi terapi Digital Substraction Angogram (DSA) atau cuci otak untuk pengobatan stroke berujung pada pemecatan sementara Terawan dari Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK).
Ketua MKEK, dr Prijo Pratomo, Sp. Rad, mengatakan, MKEK tidak mempermasalahkan teknik terapi pengobatan DSA yang dijalankan Terawan untuk mengobati stroke. Namun yang dipermasalahkan adalah kode etik yang dilanggar.
"Kami tidak mempersoalkan DSA, tapi sumpah dokter dan kode etik yang dilanggar," ujarnya saat dihubungi Kompas.com pada Rabu (4/4/2018).
Menteri Kesehatan Republik Indonesia DR. dr. Terawan Agus Putranto melaksanakan kunjungan ke Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pada Rabu (30/10/2019).
Dalam siaran pers yang dikeluarkan oleh IDI terkait kunjungan ini, Ketua IDI dr. Daeng M. Faqih, SH, MH. menyampaikan bahwa rasa prihatin terhadap kabar di media sosial yang "mencoba mengadu domba IDI dengan Presiden terkait pengangkatan Menteri Kesehatan yang baru".
Untuk diketahui, usai pengangkatan dokter Terawan sebagai Menteri Kesehatan Republik Indonesia, beredar surat permohonan yang tampak seperti dari Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Pusat Ikatan Dokter Indonesia terhadap Presiden Joko Widodo untuk tidak mengangkat dokter Terawan sebagai Menteri Kesehatan.
Dokter Daeng menyampaikan bahwa IDI berharap dan mendukung Kementerian Kesehatan RI yang baru ini untuk segera menyelesaikan masalah pembangunan kesehatan yang belum terpenuhi selama 74 tahun Indonesia merdeka.
Dalam kunjungan pada Rabu (30/10/2019), dr Daeng juga menyampaikan beberapa harapan IDI kepada dr Terawan, yaitu:
1. Sarana dan Prasarana kesehatan di pelosok-pelosok Indonesia yang belum terpenuhi, sehingga penggunaan kartu dirasa tidak berguna apabila tidak dapat diakses.
2. Distribusi dokter dan tenaga kesehatan yang merata dengan fasilitas yang mumpuni untuk kinerja mereka.
3. Sistem kesehatan yang baik untuk para dokter dan tenaga kesehatan.
4. Komitmen terhadap usaha promotif dan preventif tidak sebatas kata-kata tetapi dengan usaha yang konkrit. Salah satunya dengan anggaran yang cukup dan pengarusutamaan fungsi puskesmas yang masih belum merata.
5. Perbaikan peralatan kesehatan yang canggih seperti Malaysia agar tetap bisa bersaing.
6. Pengembangan dunia Kedokteran Indonesia juga perlu dilihat
sebagai proses yang utuh dari hulu ke hilir, dari mulai masa pendidikan
dokter hingga setelah para dokter bertugas.
Contohnya dengan memberikan penghargaan atau insentif dan perlindungan hukum bagi dokter spesialis di wilayah geografis tertentu.
7. IDI mendorong realisasi penerapan upah dasar bagi dokter umum dengan besaran yang mencerminkan apresiasi terhadap proses pendidikan dan pelatihan yang telah dijalani untuk mencapai lisensi dokter, beban dan resiko pekerjaan yang dihadapi oleh para dokter umum.
Seperti yang kita ketahui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan kini mengalami tunggakan yang begitu besar.
Bahkan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menyebutkan kalau hal tersebut salah satu penyebabnya adalah karena tindakan dari dokter.
Kini Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pun mulai angkat bicara karena mendapatkan tudingan tersebut.
Menurut Ketua Biro Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota IDI Dr HN Nazar, prosedur penanganan medis yang dilakukan dokter telah diatur di dalam sebuah mekanisme yang sangat ketat.
Mulai dari clinical pathway (CP) di tingkat dokter, Pedoman Pelayanan Kesehatan (PPK) di level profesi, hingga Pedoman Nasional Pelaksanaan Praktek Kesehatan (PNPPK) di tingkat nasional.
"Nah, semuanya itu harus masuk di situ.
"Kalau ada selisihnya, bukan hanya di rumah sakit, dari pembayar yaitu asuransi dan BPJS, tapi dari etika pasti akan kena sanksi berupa sanksi etika dan sanksi profesi," kata Nazar dalam sebuah diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (1/12/2019).
Ia mencontohkan, di dalam penanganan kanker yang membutuhkan tindakan kemoterapi, maka ada sejumlah prosedur berlapis yang harus dilalui.
Jika prosedur tersebut tidak dijalankan, maka BPJS juga tidak akan menanggung biaya yang dikeluarkan rumah sakit.
Oleh karena itu, ia menambahkan, seluruh tindakan yang dilakukan dokter harus melalui prosedur dan pengawasan yang ketat.
"Begitu satu item obat tidak cocok dengan kasusnya, itu tidak akan dibayar dan tidak akan diizinkan.
"Kemo ini ketat sekali.
"Bahwa obat ini racun, kita tahu, tapi dengan tataran tertentu dia akan jadi obat," kata dia.
Nazar menilai, sistem BPJS Kesehatan yang diterapkan pemerintah Indonesia sangat luar biasa.
Pasalnya, hampir semua jenis penyakit yang diderita masyarakat dapat ditanggung penanganannya oleh BPJS ini.
Kondisi ini berbeda dengan negara lain, di mana pemerintahnya hanya menanggung jenis penyakit tertentu.
Menurut dia, dengan terbukanya kesempatan untuk berobat yang lebih lebar, masyarakat pun akan semakin banyak untuk memanfaatkannya.
Konsekuensinya, biaya yang harus ditanggung pemerintah pun akan semakin besar.
"Ada contoh begini, masyarakat kita terutama yang berada di dekat negara tetangga, berbobat di negara tetangga.
"Karena dengan era BPJS ini, tentu biaya kemonya mahal, dia pulang.
"Berobatnya di sini.
"Itu ada, itu pembengkakakan di situ," pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Terawan menyatakan akan berkoordinasi dengan BPJS Kesehatan terkait banyaknya pelayanan kesehatan yang tidak sesuai dengan literatur.
Menurut dia, apabila prosedur tersebut diperbaiki, maka biaya yang harus dikeluarkan negara untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dapat ditekan.
Sebagai contoh, pelayanan untuk penyakit jantung yang disebut Terawan tembus hingga mencapai angka Rp 10,5 triliun.
Menurut dia, ada sejumlah pembahasan dari berbagai jurnal yang menyebutkan bahwa pengobatan dengan menggunakan obat pencegah, tidak lebih efisien dibandingkan dengan metode stent atau tabung logam yang dimasukkan ke dalam arteri untuk membuat pembuluh darah jantung tetap terbuka, hingga operasi. (Kompas.com)
Sumber Berita : https://fotokita.grid.id/read/111939557/baru-sebulan-saling-jabat-tangan-kini-menkes-terawan-dan-idi-kembali-berselisih-paham-perkaranya-justru-bermula-dari-pernyataan-ini?page=all
Re-post by MigoBerita / Kamis/23072020/11.48Wita/Bjm
Menurut Jokowi, sosok Terawan memenuhi kriteria sebagai menteri kesehatan, yaitu berpengalaman dalam manajemen anggaran dan personalia di sebuah lembaga.
"Saya lihat dokter Terawan dalam mengelola RSPAD memiliki kemampuan itu. Beliau juga ketua dokter militer dunia. Artinya pengalaman track record tidak diragukan," kata Jokowi dalam dialog bersama awak media di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (24/10/2019).
Terawan pernah berkonflik dengan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) terkait metode penyembuhannya yang tak biasa.
Ia memiliki metode "cuci otak" untuk mengobati penyakit. Beberapa tokoh nasional yang sudah merasakan metode tersebut dan memberikan testimoni yang baik.
Namun, IDI menganggap metode digital subtraction angiography (DSA) itu belum teruji secara klinis. Saat itu, Terawan dikenakan sanksi pemecatan sementara. Namun, kemudian IDI mengkaji ulang sanksi itu.
Dokter Terawan sendiri sebelumnya sudah terkenal karena sering menangani para pesohor negeri, termasuk yang terbaru saat dirinya menangani mendiang BJ Habibie.
Bahkan, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sampai mencopot keanggotan dokter Terawan dari organisasi itu.
IDI juga menolak pemilihan dokter Terawan sebagai Menteri Kesehatan.
Kontroversi terapi Digital Substraction Angogram (DSA) atau cuci otak untuk pengobatan stroke berujung pada pemecatan sementara Terawan dari Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK).
Ketua MKEK, dr Prijo Pratomo, Sp. Rad, mengatakan, MKEK tidak mempermasalahkan teknik terapi pengobatan DSA yang dijalankan Terawan untuk mengobati stroke. Namun yang dipermasalahkan adalah kode etik yang dilanggar.
"Kami tidak mempersoalkan DSA, tapi sumpah dokter dan kode etik yang dilanggar," ujarnya saat dihubungi Kompas.com pada Rabu (4/4/2018).
Menteri Kesehatan Republik Indonesia DR. dr. Terawan Agus Putranto melaksanakan kunjungan ke Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pada Rabu (30/10/2019).
Dalam siaran pers yang dikeluarkan oleh IDI terkait kunjungan ini, Ketua IDI dr. Daeng M. Faqih, SH, MH. menyampaikan bahwa rasa prihatin terhadap kabar di media sosial yang "mencoba mengadu domba IDI dengan Presiden terkait pengangkatan Menteri Kesehatan yang baru".
Untuk diketahui, usai pengangkatan dokter Terawan sebagai Menteri Kesehatan Republik Indonesia, beredar surat permohonan yang tampak seperti dari Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Pusat Ikatan Dokter Indonesia terhadap Presiden Joko Widodo untuk tidak mengangkat dokter Terawan sebagai Menteri Kesehatan.
Dokter Daeng menyampaikan bahwa IDI berharap dan mendukung Kementerian Kesehatan RI yang baru ini untuk segera menyelesaikan masalah pembangunan kesehatan yang belum terpenuhi selama 74 tahun Indonesia merdeka.
1. Sarana dan Prasarana kesehatan di pelosok-pelosok Indonesia yang belum terpenuhi, sehingga penggunaan kartu dirasa tidak berguna apabila tidak dapat diakses.
2. Distribusi dokter dan tenaga kesehatan yang merata dengan fasilitas yang mumpuni untuk kinerja mereka.
3. Sistem kesehatan yang baik untuk para dokter dan tenaga kesehatan.
4. Komitmen terhadap usaha promotif dan preventif tidak sebatas kata-kata tetapi dengan usaha yang konkrit. Salah satunya dengan anggaran yang cukup dan pengarusutamaan fungsi puskesmas yang masih belum merata.
5. Perbaikan peralatan kesehatan yang canggih seperti Malaysia agar tetap bisa bersaing.
Contohnya dengan memberikan penghargaan atau insentif dan perlindungan hukum bagi dokter spesialis di wilayah geografis tertentu.
7. IDI mendorong realisasi penerapan upah dasar bagi dokter umum dengan besaran yang mencerminkan apresiasi terhadap proses pendidikan dan pelatihan yang telah dijalani untuk mencapai lisensi dokter, beban dan resiko pekerjaan yang dihadapi oleh para dokter umum.
Seperti yang kita ketahui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan kini mengalami tunggakan yang begitu besar.
Bahkan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menyebutkan kalau hal tersebut salah satu penyebabnya adalah karena tindakan dari dokter.
Kini Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pun mulai angkat bicara karena mendapatkan tudingan tersebut.
Menurut Ketua Biro Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota IDI Dr HN Nazar, prosedur penanganan medis yang dilakukan dokter telah diatur di dalam sebuah mekanisme yang sangat ketat.
Mulai dari clinical pathway (CP) di tingkat dokter, Pedoman Pelayanan Kesehatan (PPK) di level profesi, hingga Pedoman Nasional Pelaksanaan Praktek Kesehatan (PNPPK) di tingkat nasional.
"Nah, semuanya itu harus masuk di situ.
"Kalau ada selisihnya, bukan hanya di rumah sakit, dari pembayar yaitu asuransi dan BPJS, tapi dari etika pasti akan kena sanksi berupa sanksi etika dan sanksi profesi," kata Nazar dalam sebuah diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (1/12/2019).
Ia mencontohkan, di dalam penanganan kanker yang membutuhkan tindakan kemoterapi, maka ada sejumlah prosedur berlapis yang harus dilalui.
Jika prosedur tersebut tidak dijalankan, maka BPJS juga tidak akan menanggung biaya yang dikeluarkan rumah sakit.
Oleh karena itu, ia menambahkan, seluruh tindakan yang dilakukan dokter harus melalui prosedur dan pengawasan yang ketat.
"Begitu satu item obat tidak cocok dengan kasusnya, itu tidak akan dibayar dan tidak akan diizinkan.
"Kemo ini ketat sekali.
"Bahwa obat ini racun, kita tahu, tapi dengan tataran tertentu dia akan jadi obat," kata dia.
Nazar menilai, sistem BPJS Kesehatan yang diterapkan pemerintah Indonesia sangat luar biasa.
Pasalnya, hampir semua jenis penyakit yang diderita masyarakat dapat ditanggung penanganannya oleh BPJS ini.
Kondisi ini berbeda dengan negara lain, di mana pemerintahnya hanya menanggung jenis penyakit tertentu.
Menurut dia, dengan terbukanya kesempatan untuk berobat yang lebih lebar, masyarakat pun akan semakin banyak untuk memanfaatkannya.
Konsekuensinya, biaya yang harus ditanggung pemerintah pun akan semakin besar.
"Ada contoh begini, masyarakat kita terutama yang berada di dekat negara tetangga, berbobat di negara tetangga.
"Karena dengan era BPJS ini, tentu biaya kemonya mahal, dia pulang.
"Berobatnya di sini.
"Itu ada, itu pembengkakakan di situ," pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Terawan menyatakan akan berkoordinasi dengan BPJS Kesehatan terkait banyaknya pelayanan kesehatan yang tidak sesuai dengan literatur.
Menurut dia, apabila prosedur tersebut diperbaiki, maka biaya yang harus dikeluarkan negara untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dapat ditekan.
Sebagai contoh, pelayanan untuk penyakit jantung yang disebut Terawan tembus hingga mencapai angka Rp 10,5 triliun.
Menurut dia, ada sejumlah pembahasan dari berbagai jurnal yang menyebutkan bahwa pengobatan dengan menggunakan obat pencegah, tidak lebih efisien dibandingkan dengan metode stent atau tabung logam yang dimasukkan ke dalam arteri untuk membuat pembuluh darah jantung tetap terbuka, hingga operasi. (Kompas.com)
Re-post by MigoBerita / Kamis/23072020/11.48Wita/Bjm