Migo Berita - Banjarmasin - Anies "Minta" Jokowi tinjau Lokasi Formula E (Mobil Listrik). Jangan Bingung, namun inilah Dunia Politik NKRI, semua bisa saja terjadi dan mengalir apa adanya. Namun apakah permainan Kata Cebong, Kampret dan KaDrun masih akan terus melanda hingga ekstalasi Politik Tahun 2024 nanti, Entahlah..Hanya Warga Indonesia yang mencintai Tanah Air dan Mencintai Perbedaan yang dipunyainya yang bisa menjawabnya. Agar tidak gagal paham, baca tuntas berbagai artikel yang telah kita kumpulkan. Selamat Membaca...
Setneg Ungkap Upaya Anies Temui Jokowi Bahas Venue Formula E
Jakarta, KABNews.id – Staf Khusus Menteri Sekretaris
Negara Faldo Maldini mengungkap upaya Gubernur DKI Jakarta Anies
Baswedan meminta bertemu Presiden Joko Widodo untuk membahas lokasi
balapan atau venue Formula E.
Faldo mengatakan permintaan Anies itu
belum akan dikabulkan dalam waktu dekat. Menurutnya, pemerintah
menyerahkan seluruh urusan Formula E ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
“Memang benar, Gubernur DKI Jakarta sudah ajukan waktu untuk
menghadap Presiden, dengan mengajak serta CEO Formula E. Namun,
sebaiknya Pemprov DKI dan panitia penyelenggara memprioritaskan dulu
untuk menuntaskan semua permasalahan yang dihadapi,” kata Faldo dalam
keterangan tertulis, Kamis (25/11/2021), dikutip dari CNNIndonesia.com.
Faldo menyampaikan sejak awal Formula E merupakan inisiatif Pemprov DKI. Ia menyebut sudah sepatutnya segala urusan dan tanggung jawab diselesaikan oleh Anies dan bawahannya.
Politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu meminta DKI melihat
gelaran Superbike World Championship di Mandalika, Nusa Tenggara Barat
(NTB), 19-21 November 2021. Dia menyebut gelaran itu dapat tercapai
tanpa campur tangan langsung Presiden Joko Widodo. “Kan, aneh juga,
apa-apa nanti harus bertemu Presiden terlebih dulu. Kan kita punya
aturan dan prosedur. Itu saja ukurannya kita bernegara,” ujar Faldo.
Sejauh ini belum ada tanggapan dari Pemprov DKI Jakarta tentang pernyataan Faldo ini.
Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta hendak menggunakan kawasan Monumen
Nasional, Jakarta, sebagai lokasi balapan Formula E. Namun, rencana itu
batal karena Setneg tidak memberi izin balapan di lingkaran satu Istana
Kepresidenan.
Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia (IMI) Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengungkap ada lima calon lokasi venue Formula E. Lokasi-lokasi itu adalah Pantai Indah Kapuk, Sudirman, Jakarta International Stadium (JIS), Jiexpo Kemayoran, dan Ancol.
“Mudah mudahan sebelum Natal sudah ada keputusannya. Kita kan mengajukan proposal ke Presiden Indonesia, dan beliaulah yang akan mengambil keputusan,” kata Bamsoet di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (24/11/2021).
Sumber Utama : https://kabnews.id/setneg-ungkap-upaya-anies-temui-jokowi-bahas-venue-formula-e/
Pak Anies Emang Keren! Presiden Jokowi Sebut Sirkuit Formula E Sudah Siap Digunakan, PSI Mana, Nih?
Iin Prasetyo 25 Apr 2022 23:45 WITA
Terkini.id, Jakarta – Presiden Jokowi bersama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meninjau sirkuit Formula E di Ancol pada Senin, 25 April 2022. Presiden mengatakan bahwa sirkuit telah siap digunakan. Presiden Jokowi dan Anies Baswedan melihat langsung lintasan sirkuit Formula E yang sudah rampung itu. “Saya ke Ancol di Jakarta Utara, sore tadi, meninjau perkembangan pembangunan sirkuit Formula E. Saya sempat berkeliling bersama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjajal aspal baru sirkuit,” tutur Presiden Jokowi dikutip Terkini.id melalui Twitternya.
Presiden Jokowi dalam kesempatannya bersama Anies Baswedan langsung melihat kesiapan penyelenggaraan balap mobil listrik itu yang akan dilaksanakan Juni mendatang.
“Alhamdulillah, sirkuit Formula E dengan panjang lintasan 2,4 km sudah siap digunakan,” terang pendahulu Anies Baswedan di Pemprov DKI Jakarta itu.
Sirkuit Ancol alias Jakarta International Eprix Circuit atau JIEC tersebut memiliki panjang 2,4 kilometer dengan 18 tikungan. Anies Baswedan pun mengucapkan terima kasih atas kunjungan Presiden Jokowi ke pembangunan sirkuit yang diprogramkan Pemprov DKI Jakarta itu, “Terima kasih Bapak Presiden Joko Widodo sudah menyempatkan hadir ke Sirkuit Formula-E di Ancol siang tadi,” tutur Anies Baswedan dengan mengutip tweet Presiden Jokowi.
“Insya Allah sirkuit ini bisa selesai sempurna, siap jadi tuan rumah acara internasional, membawa nama baik untuk negara Indonesia dan kota Jakarta,” kata mantan Mendikbud era Presiden Jokowi-JK itu.
Namun, respons warganet dari unggahan Presiden Jokowi mengingatkan publik soal kritikan pedas dan tak berdasar dari Partai Solidaritas Indonesia atau PSI. Terlebih Ketua Umumnya, Haji Giring Ganesha sempat menyidak area sirkuit yang belum lama ini masih kosong blong. “PSI mana niih PSI Kasih tau PSI sirkuit FE sudah jadi gitu,” kata pemilik akun @rakyat_biasa62. Dan ada juga balasan akun lain yang mencari-cari Haji Giring untuk melihat kembali sirkuit tempat dia terperosok di lumpur itu. Terkait ajang Jakarta Eprix 2022 itu, Presiden Jokowi pun berharap agar penyelenggaraannya dilaksanakan sesuai target waktu yang ditentukan. “Saya berharap, bulan Juni nanti, kita sudah bisa menyaksikan balapan mobil listrik di Sirkuit Formula E di Ancol,” pungkas mantan Wali Kota Solo itu.
Sumber Utama : https://makassar.terkini.id/keren-sirkuit-formula-e-sudah-siap-digunakan-psi-mana-nih/
Menerka Hubungan Politik Jokowi dan Anies Baswedan
Masa jabatan Presiden Jokowi tinggal 2 tahunan lagi. Pemilihan Presiden (Pilpres) Insya Allah akan dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2024. Bulan Oktober 2024 Presiden dan Wakil Presiden masa bhakti 2024-2029 akan dilantik. Momen ini menandakan Presiden Jokowi mengakhiri masa jabatannya sebagai Presiden.
Jokowi menjadi Presiden Republik Indonesia hampir selama 2 periode atau 10 tahunan. Sepak terjangnya sebagai Presiden sangat diapresiasi oleh berbagai kalangan terutama masyarakat. Berbagai kebijakannya menyentuh langsung masyarakat bawah. Untuk itu masyarakat sangat mengapresiasi kebijakan Jokowi.
Hal ini terlihat ketika Presiden Jokowi melakukan kunjungan kerja ke berbagai wilayah di Indonesia. Sambutan histeris dan begitu antusias datang dari masyarakat setempat. Tak jarang sepanjang jalan yang dilewati Presiden Jokowi, masyarakat memadatinya. Sehingga terkadang mobil Presiden kesulitan untuk bergerak.
Pengaruh politik Jokowi dinilai masih sangat besar, walaupun masa jabatannya akan segera berakhir. Arah politik Jokowi sangat besar sehingga diperlukan oleh orang-orang yang nantinya akan maju sebagai Capres atau Cawapres 2024.
Banyak komunitas pendukung Jokowi yang menyatakan akan patuh dan taat terhadap perintah Jokowi. Jika Jokowi mendukung Prabowo maka mereka akan patuh mendukung Prabowo. Bila Jokowi memutuskan mendukung Ganjar Pranowo atau Anies Baswedan, maka para pendukung Jokowi pun sepakat menuruti apa kata bosnya.
Oleh karena itu mereka yang akan maju sebagai Capres 2024 sangat sadar terhadap potensi suara politik Jokowi. Untuk itu beberapa kandidat Capres berupaya merapat ke Presiden asli Solo tersebut.
Dalam politik terkadang harus memutuskan hal-hal yang sensitif, termasuk memecat orang. Beberapa kali di era pemerintahannya, Jokowi melakukan reshuffle kabinet. Dengan terpaksa karena satu dan lain hal, Presiden harus memecat, mengganti beberapa menterinya. Salah satu menteri yang dipecat Jokowi adalah Anies Baswedan.
Pada masa kampanye Pilpres 2014, Anies Baswedan merupakan salah satu tokoh bahkan mennjadi tim sukses yang giat mengkampanyekan Presiden Jokowi. Pengaruhnya terhadap kaum akademik, baik dosen maupun mahasiswa sangat menguntungkan untuk raihan suara Jokowi.
Ketika Jokowi sukses jadi Presiden, tepatnya pada 27 Oktober 2014, Anies dilantik sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada Kabinet Kerja pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla. Mantan Rektor Universitas Paramadina ini dipercaya membenahi pendidikan di Indonesia setelah turut memenangkan pasangan Jokowi-JK pada Pemilu Presiden 2014.
Sayangnya, umur jabatan Anies sebagai Mendikbud berlangsung cukup singkat. Anies dicopot oleh Jokowi dalam perombakan kabinet jilid II, 27 Juli 2016. Posisinya digantikan oleh kader Muhammadiyah, Muhadjir Effendy. Tak pernah ada penjelasan dari Jokowi atau pihak Istana terkait alasan pencopotan Anies.
Sejak saat itu publik menilai bahwa hubungan Presiden Jokowi dan Anies Baswedan buruk bahkan menjadi orang yang berlawanan secara politik. Walaupun dugaan ini mereka sanggah dengan cukup seringnya Jokowi bertemu Anies dalam beberapa kegiatan kerja.
Menjelang Pilpres 2024 hubungan Jokowi dan Anies Baswedan kembali diyakini tidak baik. Karena Anies termasuk kandidat Capres dengan elektabilitas tinggi. Sedangkan PDI Perjuangan sebagai partainya Jokowi kemungkinan besar menjadi lawan politik Anies Baswedan. Walaupun sampai saat ini belum ada pernyataan resmi.
Di tengah dugaan dan prasangka publik tersebut, terjadi hal yang mengejutkan Senin kemarin. Presiden Jokowi dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meninjau sirkuit Formula E di Ancol, Jakarta Utara. Jokowi dan Anies mengecek langsung kesiapan sirkuit Formula E yang bakal digelar pada Juni mendatang.
Jokowi dan Anies tiba di area sirkuit Formula E pukul 15.12 WIB, Senin (25/4/2022). Anies terlihat menyopiri Jokowi menggunakan mobil buggy golf saat meninjau sirkuit Formula E.
Kira-kira apa makna dibalik kebersamaan Jokowi dan Anies di Sirkuit Formula E tersebut? Pertama, indikasi kuat jika Formula E dipastikan terlaksana, dan kemunculan Jokowi tentu memberikan dukungan penuh pada gelaran transnasional itu.
Kemesraan Jokowi dan Anies juga menepis rumor yang berkembang. Momen di sirkuit ajang balap mobil listri itu menepis rumor yang menyebut keduanya berseteru secara politik.
Hal ini sangat penting untuk mengurangi ketegangan politik khususnya opini di dunia maya, yang selama ini riuh seolah Anies dan Jokowi sedang berseteru secara politik. Padahal tidak demikian.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/menerka-hubungan-politik-jokowi-dan-anies-baswedan-6zILbUGx1y
Menebak Arti Senyum Jokowi Saat Tinjau Sirkuit Formula E
Presiden Joko Widodo meninjau lokasi sirkuit Formula E di Ancol pada Senin (25/4). Jokowi meninjau ditemani langsung Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Jokowi melihat persiapan sirkuit tersebut menaiki mobil golf yang disopiri Anies Baswedan. Seperti yang saya lihat di kanal YouTube mllik Sekretariat Presiden. Link ada di bagian bawah artikel.
Jokowi yang ditemui awak media usai berkeliling sirkuit Formula E mengatakan dirinya ingin melihat langsung persiapan balap mobil listrik ini.
"Ya saya ingin mellihat persiapan Formula E seperti apa di lapangan untuk trek balapannya sudah siap kemudian yang dikejar tinggal paddock dan grandstand-nya," ujar Jokowi di lokasi sirkuit Formula E, Ancol, Jakarta Utara.
Jokowi mengatakan pemerintah masih memiliki waktu hingga awal Juni untuk menyelesaikan trek balap mobil Formula E itu.
"Masih ada waktu habis lebaran dan kita harapkan di awal Juni kita bisa melihat balapannya," ujarnya sambil senyum-senyum.
Kemudian Jokowi memberikan kesempatan pada Anies Baswedan untuk menjelaskan ke awak media. Anies mengatakan persiapan lintasan Formula E sendiri telah mencapai 100 persen. Nantinya tinggal ditambahkan pagar-pagar beton untuk melindungi area trek selama balapan berlangsung.
"Kalau untuk treknya sudah 100 persen selesai, sekarang yang dalam proses pembangunan adalah paddock, grandstand, kemudian pagar nanti di atas beton-beton ini akan ada pagar yang untuk melindungi, itu semua yang akan dikerjakan, sama persiapan untuk tamu-tamu menggunakan mal di sebelah ini. Tapi secara umum sirkuit sudah 100 persen," ungkap Anies.
Saya mencoba menerka arti senyum Jokowi, usai mengatakan harapannya dapat melihat balapan awal Juni nanti.
Saya bukan ahli bahasa apalagi ahli membaca mimik muka atau semacamnya. Saya hanya mencoba menterjemahkan arti senyuman yang menurut saya menyiratkan banyak makna.
Saya melihatnya kok seperti sebuah ejekan atau kalau orang Jawa bilang "ngece". Sebab, saya yakin betul Jokowi tahu sejauh mana progres balapan Formula E ini. Termasuk masalah penjualan tiket dan sponsorship.
Seperti yang sudah saya tulis di artikel sebelumnya, bahwa sampai detik ini tiket belum juga mulai dijual. Penyelenggara menunggu setelah pembangunan paddock dan tribun yang baru akan dimulai setelah lebaran.
Sementara sponsor sampai detik ini juga belum ada wujudnya, meskipun penyelenggara mengklaim telah mengantongi nama-nama sponsor.
Dengan kata lain, arti senyum Jokowi mengisyaratkan tanda tanya besar pada Anies. "Yakin balapan bisa terselenggara awal Juni nanti?" Hehehe.
Melihat progres pembangunan sirkuit Formula E memang cukup menakjubkan. Dimulai dari tanah kosong tempat pembuangan lumpur, disulap menjadi sirkuit beraspal hanya dalam waktu lebih kurang dia bulan saja.
Jauh dibandingkan dengan pembangunan sirkuit Mandalika yang butuh waktu sampai satu tahun. Tapi memang berbeda dalam hal pengaspalan. Semua sirkuit yang digunakan untuk MotoGP harus mengalami pengaspalan berulang-ulang, apalagi untuk kategori sirkuit baru. Hal ini dilakukan karena akselerasi motor yang memang mengharuskan aspal khusus, agar aspal tidak mengelupas saat dilintasi roda motor dengan kecepatan tinggi.
Sementara untuk sirkuit Formula E, lebih seperti jalan raya pada umumnya yang tidak perlu aspal khusus. Sirkuit Formula E di beberapa negara, bahkan menggunakan jalan raya sebagai lintasannya dan tribun penonton serta paddock yang portabel alias bisa dibongkar pasang.
Kembali ke senyuman Jokowi tadi, bisa saja menyiratkan arti bahwa apa yakin balapan bisa digelar awal Juni? Masalahnya bisa saja terganjal hal-hal non teknis dan berbau politis. Interpelasi misalnya, atau temuan baru dari audit BPK yang ditindak lanjuti KPK atau bahkan Kejaksaan Agung.
Memang seorang Jokowi tidak mungkin akan mengintervensi penegakan hukum, tapi jika dilihat dari segala polemik yang mengikuti penyelenggaraan Formula E, mulai dari pembayaran commitment fee tiga tahun lalu sampai detik ini, saya yakin Jokowi paham masalah ini dan mengikuti perkembangannya hingga sekarang.
Segala kemungkinan bisa saja terjadi, dan arti senyuman Jokowi juga bisa menyiratkan sejuta makna. Tapi setidaknya itulah yang ada di benak saya.
Satir memang, tapi itulah yang saya tangkap dari senyum beliau. Kalau pembaca ada yang tidak sepakat, silahkan tulis di kolom komentar.
Sumber Utama : https://seword.com/umum/menebak-arti-senyum-jokowi-saat-tinjau-sirkuit-OaPiv5dz5i
Melihat Jakarta dari Dekat dan Bertanya: "Apakah Jakarta Benar-Benar Seburuk Itu?"
Belum lama ini, saya terpaksa berkunjung ke Jakarta karena harus menghadiri suatu acara yang sangat penting. Saya sebut terpaksa karena kalau SEWORD-ers masih ingat, sejak Pilgub DKI Jakarta 2017 selesai dengan segala cerita kelamnya seperti yang kita ketahui bersama, saya pernah berjanji kalau tidak akan menginjakkan kaki di Jakarta selama periode kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta yang sekarang … kecuali karena alasan yang sangat penting dan tidak bisa dihindari.
Jadi, bisa dibilang sekalipun terpaksa, kepergian saya ke Jakarta belum lama ini bisa dibilang bukan dalam rangka agenda yang terencana, apalagi disertai niat dan tekad yang bulat. Tidak. Tidak ada cerita seperti itu, meski kepergian saya juga terjadi dalam kondisi sadar, bukan karena paksaan pihak tertentu, juga pastinya tidak dalam pengaruh alkohol. Hahahaha …
Nah, begitu tahu akan pergi ke Jakarta, yang dalam tiga minggu pertama bulan April 2022 ini kita tahu diwarnai demo mahasiswa setidaknya dua kali, sejak awal saya berniat mengajukan pertanyaan penting yang akan saya ajukan kepada teman yang sudah lama tinggal di Jakarta adalah:
”Apakah Jakarta benar-benar seburuk itu, seperti yang banyak diberitakan dan saya lihat di medsos?”
Syukurlah teman saya itu berkata bahwa Jakarta memang benar-benar seburuk itu. Kok syukurlah? Lha iya, berarti perkataan teman saya tadi seperti memberi konfirmasi mengenai keadaan Jakarta di bawah slogan kampanye “Maju Kotanya, Bahagia Warganya” yang sepertinya hanya sekadar omongan tanpa bukti nyata hingga enam bulan terakhir DKI-1 dan DKI-2 mengakhiri masa jabatan mereka.
Cuma, rasanya kan tidak fair kalau hanya mendengar cerita, meskipun cerita itu terdengar valid, karena disampaikan oleh orang yang selama hampir lima tahun terakhir melihat sendiri keadaan Jakarta sejak beralih tongkat kepemimpinan yang semula dipegang oleh Ahok, lalu sempat diteruskan oleh Djarot.
Jadi, izinkan saya menceritakan hasil pengamatan saya di lapangan selama hampir dua hari saya berada di sana, dengan cukup banyak waktu saya habiskan di jalanan umum, dengan rute mulai dari kawasan Pasar Senin, simpang Joglo di Jakarta Barat, juga sempat menjelajah hingga ke Jakarta Pusat di sekitar Gambir, Monas, dan sempat pula melintas di depan masjid Istiqlal.
Kesan pertama langsung kurang baik ketika saya melihat teman saya harus memanggul sendiri tas kopernya, dengan naik-turun tangga yang cukup curam selama beberapa kali, sejak turun dari kereta api menuju pintu keluar stasiun Pasar Senen.
What? What? What?
Saya cuma bisa berkomentar begitu sambil geleng-geleng kepala melihat kondisi semacam ini kok ya dibiarkan. Memang kondisi stasiun berada di bawah kewenangan PT KAI dan berkaitan erat dengan Kemenhub, tapi apa Gubernurnya nggak berusaha membuat perubahan, setelah melakukan sidak dan kalau perlu langsung memanggul tas koper seperti yang kerap dilakukan para porter stasiun itu?
Bukannya beliau saya lihat beberapa kali ke stasiun untuk mencoba MRT hingga pernah menaikkan sepedanya ke dalam gerbong? Apakah ketidaknyamanan para pengguna stasiun tidak bisa mengusik naluri pencitraan, eh maksudnya hati nuraninya untuk setidaknya mengubah kondisi itu dengan (misalnya saja) memaksa pihak stasiun untuk menyediakan eskalator, bahkan menyediakan lift?
Berikutnya, dari hasil pengamatan langsung di jalanan, saya senang karena melihat “aslinya Jakarta” yang memang selama ini dikenal macet, terutama pada hari Jumat, plus … ketika orang pulang kerja dan kali ini ditambah menjelang waktu berbuka puasa. Saya agak kaget saja sih ketika melihat maps di aplikasi, hanya untuk 6 kilometer saja, memerlukan waktu sampai 30 menit untuk sampai ke lokasi.
Akhirnya, karena ingin mempersingkat tulisan, saya melihat “wajah Jakarta” secara umum rasanya benar-benar tidak pantas untuk disebut sebagai Ibu Kota Indonesia. Saya masih melihat kondisi bangunan, kondisi jalan dan kemacetannya, penampilan secara umum di jalanan protokol, perilaku sebagian pengendara di jalan raya, gampang banjirnya, dan masih banyak lagi catatan yang kalau ditulis rasanya bisa sampai 100 nomor … yang memerlukan kerja keras pemerintah daerahnya, dengan durasi waktu hingga puluhan tahun.
Makanya saya tidak heran jika apa yang sudah dibangun begitu rupa sampai era Jokowi-Ahok-Djarot, lalu seperti dibiarkan terbengkalai selama periode Anies-Sandiaga dan Anies-Riza … memang sudah tepat keputusan Presiden Jokowi untuk segera memulai proses pemindahan Ibu Kota Indonesia ke IKN Nusantara, karena membenahi Jakarta memang membutuhkan waktu panjang, itu juga kalau seluruh komponen masyarakat, termasuk partai politik dan para penguasa di belakang layar bisa bersepakat, sehingga tidak terjadi kegaduhan yang tidak penting seperti yang terjadi lima tahun terakhir.
Ah, Jakarta … untung saya hanya sebentar di sana. Itu pun saya agak kerasa karena situasi kamar hotel yang nyaman, dekat mall dengan banyak kuliner enak, plus ada teman-teman komunitas masa muda dahulu yang tinggal di sekitar Jabodetabek. Kalau tidak ada mereka ... tanpa ada acara khusus, bisa-bisa begitu sampai dan turun kereta, saya segera pesan kereta dengan jadwal paling dekat supaya bisa segera pulang. Hahahaha….
Jadi, benar kata teman saya:
"Jakarta memang seburuk itu."
Nah, jadi kesimpulan saya … rasanya sudah tepat saya “memblokir” Jakarta selama beberapa tahun ini, karena begitu dilihat dari dekat, ternyata benar bahwa slogan “Maju Kotanya, Bahagia Warganya” hanyalah sebatas slogan. Maju kotanya dari mana, wong kayak begitu tampilannya? Mau bahagia? Bahagia dari Hong Kong … wong parkir dan drop-off semenit saja kena lima ribu, belum lagi macet di mana-mana, plus sempat melihat banjir sekalipun baru sebentar diguyur hujan. Yakin warganya bahagia? Hahahaha…!
Sumber Utama : https://seword.com/politik/melihat-jakarta-dari-dekat-dan-bertanya-apakah-JGdqImmiGN
Efek Mimpi Tak Kesampaian, Rizal Ramli Curhat Soal Capres Jawa Vs Luar Jawa
Rizal Ramli cerita mengenai latar belakang calon presiden 2024 berdasarkan suku seharusnya bukan menjadi kriteria yang dipersoalkan. Dia menanggapi hasil survei Populi Center terkait peta politik nasional jelang Pemilu 2024.
Dalam survei yang digelar 21-29 Maret 2022, 68,4 persen masyarakat setuju jika capres di Pilpres 2024 berasal dari luar Jawa. Sedangkan mereka yang menolak sebesar 14,6 persen.
"Kok setelah 76 tahun merdeka, soal Capres luar Jawa vs Jawa masih persoalan," kata Rizal Ramli dikutip dari akun Twitternya.
Sebagai negara yang sudah merdeka puluhan tahun, Indonesia harusnya lebih memilih sosok pemimpin yang mampu mengatasi beragam persoalan bangsa, bukan lagi berkutat soal darimana asal capres yang dijagokan. "Harusnya itu bukan kriteria, tapi integritas, visi, dan siapa Capres yang bisa menyelesaikan kriris ekonomi, mengurangi kemiskinan, memperkuat persatuan!" kata Rizal Ramli.
Di satu sisi, saya juga setuju dengan Rizal Ramli. Sampai saat ini rasanya hanya kandidat dari Jawa yang lebih berpeluang. Bahkan ada semacam keyakinan kalau presiden di negara ini haruslah orang Jawa. Dan memang sejarah sudah membuktikan itu. Sejak Indonesia merdeka pada 1945 hingga saat ini, kursi presiden Indonesia hampir selalu dipegang tokoh berdarah Jawa. Soekarno berasal dari Blitar, Soeharto dari Bantul, Gus Dur dari Jombang, Megawati kelahiran Yogyakarta, SBY dari Pacitan, dan Jokowi asal Solo.
Satu pengecualian adalah BJ Habibie kelahiran Parepare, Sulawesi Selatan. Itu pun sebenarnya tidak bisa dihitung karena dia menjadi presiden menggantikan Soeharto yang lengser, bukan menjadi presiden karena dipilih.
Tapi saya pribadi tidak terlalu mempedulikan soal ini, asalkan kerjanya becus saja. Kalau semua presiden seperti Jokowi, mau selamanya presiden dari Jawa juga tidak masalah. Lagipula tidak heran kalau orang ada yang memilih berdasarkan suku dan agama. Persentase pemilih dari Jawa adalah yang tertinggi. Jadi ada kesimpulan kalau bisa memenangkan pemilu di Jawa maka bisa dipastikan menang pemilu se-Indonesia.
Untuk mengubah paradigma ini, butuh waktu yang sangat lama. Tapi ini bisa saja terjadi. Contohnya Barrack Obama berhasil jadi presiden AS selama dua periode. Presiden pertama yang berkulit hitam di AS. Cepat atau lambat, Indonesia mungkin suatu hari dipimpin tokoh dari luar Jawa. Who knows.
Mari kita fokus kembali ke ucapan Rizal Ramli. Sekilas ucapannya tidak salah. Tapi apakah ucapan dia itu demo demokrasi yang lebih baik atau malah jangan-jangan demi kepentingannya sendiri? Semua sudah tahu Rizal Ramli kebelet jadi presiden dan bukan dari Jawa (kalau saya tak salah). Niatnya terlihat sejak pemilu 2019 tapi gagal. Sekarang dia masih berusaha menggapai mimpi muluk itu.
Atau Rizal Ramli mengatakan ini demi seorang Anies? Anies diketahui juga mau nyapres dan berasal dari luar Jawa.
Kalau begitu, maka kita harus tanyakan ini kepada Rizal Ramli. Bagaimana kalau misalnya Ahok yang calonkan diri sebagai calon presiden? Apakah dia akan ngomong sama atau malah terbalik lagi?
Orang seperti Rizal Ramli lebih terlihat bicara demi memuluskan keinginan politiknya. Dia juga pernah ribut soal presidential threshold 20 persen. Tapi kita merasa protes tersebut lebih kepada dirinya yang tidak bisa nyapres karena terhalang oleh ambang batas tersebut.
Begitu juga dengan persoalan capres dari Jawa dan non Jawa. Kita melihatnya lebih sebagai ungkapan kekecewaannya karena menghalangi ambisi politiknya. Kalau saja Ahok nyapres, Rizal Ramli pasti protes lagi yang artinya omongannya bakal kontradiktif.
Sudahlah, sudahi saja mimpi jadi presiden. Dilihat dari segi dan sisi mana pun, Rizal Ramli tidak punya potongan sebagai presiden. Kemampuannya juga biasa saja. Kebanyakan bicara sedikit kerja. Bahkan overdosis banggakan diri. Terlalu ngotot nanti malah sakit hati dan menjadi sebelas dua belas dengan Amien Rais yang kerjanya mengomel melulu.
Dari 270 juta rakyat Indonesia, hanya ada 1 presiden. Artinya peluang jadi presiden adalah 1:270.000.000. Kecil sekali. Peluang menang undian malah lebih besar ketimbang jadi presiden. Model kayak Rizal Ramli mau jadi presiden, harusnya tahu diri lah.
Bagaimana menurut Anda?
Sumber Utama : https://seword.com/politik/efek-mimpi-tak-kesampaian-rizal-ramli-curhat-soal-FmsjouKWiy
Misteri Politik Jokowi di Bulan April, Bertemu 3 Kandidat Terkuat Capres 2024
Jokowi memang tidak bisa lagi maju sebagai Calon Presiden tahun 2024 nanti. Pemilu Insya Allah akan dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2024. Dua tahun menjelang masa jabatan Presiden Jokowi, para kandidat Capres semakin rajin melakukan berbagai manuver. Yang pasti manuver mereka demi memuluskan niatnya menuju RI 1.
Jokowi dinilai masih mempunyai kekuatan politik yang besar, karena kecintaan masyarakat terhadapnya. Berbagai komunitas pendukung Jokowi menyatakan akan patuh dan taat kepada Jokowi mengenai arah politik Pilpres 2024 nanti.
Kondisi ini tentu saja sangat diketahui oleh para kandidat Capres. Sehingga mereka berusaha mendekati Presiden Jokowi demi kebagian “berkah” politik. Namanya usaha boleh-boleh saja.
Jokowi pun tentu tahu akan hal tersebut. Nah spesial bulan April ini Presiden Jokowi telah bertemu dengan 3 besar kandidat Capres. Lalu apa makna dibalik semua itu?
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan terekam selalu berada di tiga besar elektabilitas bakal calon presiden di Pilpres 2024 berdasarkan survei.
Presiden Jokowi ternyata sempat bertemu masing-masing tokoh dengan elektabilitas tertinggi itu di waktu yang berbeda. Jokowi sempat bertemu dengan Ganjar saat kunjungan kerja di Jawa Tengah.
Kemudian Jokowi juga bersama-sama melakukan kunjungan kerja dengan Prabowo di Sumenep, Madura, Jawa Timur. Hingga yang terbaru, Jokowi juga bertemu dengan Anies Baswedan saat mengecek kesiapan Formula E di Ancol.
Bertemu dengan Ganjar Pertemuan dengan Ganjar ini terjadi saat Jokowi melakukan kunjungan kerja di wilayah Jawa Tengah. Ada momen menarik saat pertemuan ini lantaran Jokowi sempat semobil dengan Ganjar.
Ganjar sempat mengungkap apa yang keduanya bicarakan selama di mobil. Menurutnya, Jokowi membicarakan persoalan minyak goreng hingga persiapan Lebaran. Itu sih perbincangan normatif, terlalu normal. Siapa tahu Jokowi membicarakan terkait Capres dengan Ganjar Pranowo.
Sekarang ini posisi Ganjar tidak menguntungkan. Elektabilitas dan popularitas tinggi, tapi dibiarkan begitu saja oleh PDI Perjuangan. Malah Megawati seolah ingin memaksakan putrinya yaitu Puan Maharani sebagai Capres 2024.
Mungkin saja Jokowi negosiasi dengan Ganjar. Misalnya jika Ganjar mau meneruskan visi misinya sebagai Presiden, Jokowi akan berusaha meyakinkan Megawati untuk mengajak Ganjar di Pilpres nanti. Mungkin saja kan, politik itu kan unik.
Kemesraan dengan Prabowo Menjelang beberapa hari kemudian, tepatnya pada 20 April 2022, Jokowi juga melakukan kunjungan kerja dengan Prabowo. Terekam momen menarik keduanya saat kompak memakai blangkon khas Madura bernama 'Udeng'.
Dalam kesempatan ini, sebetulnya Jokowi sedang didampingi Prabowo dan para menteri lainnya untuk meresmikan Bandara Sumenep di Madura. Meski begitu, momen menarik sempat terjadi antara Jokowi dan Prabowo lantaran keduanya ternyata membeli bersamaan blangkon tersebut.
Tak hanya itu, saat proses membeli tersebut, Jokowi juga sempat bertanya kepada masyarakat terkait sosok Prabowo. Dia bertanya apakah masyarakat mengenal Prabowo.
Sepertinya Jokowi dan Prabowo sudah klop. Beberapa waktu lalu ketika Jokowi bertanya kepada Prabowo kesiapan menjadi Capres, Prabowo bilang “Jika Bapak mengijinkan”. Arti mengijinkan tentu saja bukan ijin biasa. Karena tanpa ijin Jokowi Prabowo mudah saja maju jadi Capres.
Ijin disini bisa saja diartikan sebagai dukungan. Jika Jokowi mendukung Prabowo menjadi Capres secara politik, maka kemenengan Prabowo menuju RI 1 semakin lancar. Karena Jokowi mempunyai simpatisan militan yang setia dengan jumlah yang cukup besar.
Mereka adalah rakyat yang mengapresiasi kinerja Jokowi selama ini. Jumlah masyarakat yang mengagumi sangat banyak. Walaupun hanya rakyat biasa, tetapi dalam politik satu suara rakyat sama dengan 1 suara jenderal. Begitu kira-kira.
Jokowi Disopiri Anies Saat Cek Sirkuit Formula E Presiden Jokowi juga sempat bertemu dengan Anies. Momen tersebut terjadi saat Jokowi tengah meninjau sirkuit Formula E.
Menariknya, saat kunjungan tersebut, Anies menyopiri Jokowi. Jokowi dan Anies pun mengecek langsung sirkuit Formula E yang sudah selesai diaspal. Jokowi mengaku memang hendak melihat progres pembangunan Sirkuit Formula E. Dia menyebut sirkuit tersebut sudah siap digunakan.
Pertemuan Jokowi dan Anies seolah penjajagan keduanya dalam proses menuju Pilpres 2024. Apakah Jokowi mendukung Anies dan apakah Anies meminta dukungan Jokowi. Hal ini masih menjadi penjajagan kedua belah pihak.
Lalu kira-kira siapa dari ketiga kandidat kuat Capres di atas yang secara resmi akan didukung Jokowi? Tentu saja belum ada jawaban resmi dari Jokowi. Kita masih harus sabar menunggu.
Politik cukup sulit diduga. Siapa tahu Jokowi terpaksa atau dipaksa untuk mendukung Puan Maharani sebagai Capres 2024. Karena Puan merupakan pilihan PDI Perjuangan dan Jokowi adalah kader PDIP.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/misteri-politik-jokowi-di-bulan-april-bertemu-3-AnFRz6MytS
Re-post by Migo Berita / Selasa/26042022/14.57Wita/Bjm