» » » » » » » Musta'ribeen Agen Mata-mata Israel yang jadi penyusup jadi warga Palestina

Musta'ribeen Agen Mata-mata Israel yang jadi penyusup jadi warga Palestina

Penulis By on Selasa, 19 Desember 2017 | No comments

Kisah Musta'ribeen, Intel Penyusup Demonstran Palestina

Mereka berpakaian layaknya orang Palestina. Wajah tertutup keffiyeh kotak-kotak atau balaclava, sumpah serapah dalam Bahasa Arab terhadap tentara Israel kerap terlontar dari mulut mereka, dan sesekali melemparkan batu.
Ada kalanya mereka memprovokasi kelompok demonstran untuk mendekat ke barisan tentara Israel. Tapi begitu pasukan Israel mendekat merekalah yang lebih mengeluarkan pistol dari balik baju dan menembakkan ke udara. Sementara tangan satunya meraih demonstran terdekat dan melumpuhkannya ke tanah.
Serombongan tentara langsung menahan si demonstran yang ditangkap. Sisa kerumunan massa bubar sambil berteriak memperingatkan yang lain, Musta'ribeen.
Musta'ribeen atau mista'arvim dalam bahasa Ibrani, adalah pasukan khusus Israel yang menyamar menjadi orang Arab dalam aksi warga Palestina. Pasukan ini direkrut melalui pelatihan ketat dan dibekali kemampuan menirukan orang Palestina.


Menurut pengamat masalah Israel, Antoine Shahat, misi utama musta'ribeen adalah melakukan aksi intelijen, menangkapi orang Palestina, dan aksi kontra terorisme. Unit ini pertama kali dibentuk pada 1942 sebelum negara Israel terbentuk.
"Unit Ini berada di bawah komando Palmach, divisi elit milisi Haganah yang menjadi inti tentara Israel," kata Shahat seperti dilaporkan Al Jazeera, 18 Desember 2017.
Agen musta'ribeen menjalani pelatihan selama empat hingga enam bulan untuk menguasai kebiasaan dan ibadah, seperti puasa dan salat. Total keseluruhan pelatihan mencapai 15 bulan bergantung dengan tugas lapangan yang diemban.
Dalam aksinya agen musta'ribeen memakai perias muka dan rambut palsu untuk menyamar. Mereka benar-benar harus tampil sebagai orang-orang lokal Arab.
"Agen ini harus bicara dengan bahasa arab dengan lidah mereka," terang Shahat. "Mereka harus menjalani pelatihan untuk menguasai dialek palestina dan aksen Arab, tergantung negara arab mana mereka akan beroperasi."
Sepak terjang agen musta'ribeen tak banyak diketahui. Tentara Israel langsung membubarkan unit ini begitu tugas selesai. Unit baru akan dibentuk setelah mendapat penugasan baru.
Salah satu unit yang terkenal adalah Rimon yang dibentuk pada 1978 dan aktif hingga 2005. Wilayah tugas mereka dikonsentrasikan di Jalur Gaza. Ada unit musta'rabeen lain yang ditugaskan disana yakni Shimshon pada 80-an dan 90-an.
Pada 1980-an, Perdana Menteri Israel Ehud Barak membentuk unit musta'ribeen dengan nama Duvdevan 217. Unit ini beroperasi di Tepi Barat dengan tugas yang paling aktif dan tertutup.
Kini Musta'ribeen kembali beroperasi usai klaim sepihak AS atas Yerusalem sebagai ibuktoa Israel. Aksi demonstrasi di Tepi Barat dan Jalur Gaza telah menelan korban jiwa 10 orang Palestina dan ratusan orang ditangkap polisi Israel.
Rabu pekan lalu (13/12/2017) keberadaan Musta'ribeen terlihat dalam aksi di utara Ramallah, dekat pintu illegal pemukiman Bet Il. Rasha Harallah, jurnalis Wafa News Agency, menyaksikan sekelompok musta'rabeen menyusup ke rombongan demonstran.
Mereka berpenampilan seperti demonstran lain bergabung selama 10 menit, dan sempat melemparkan granat suara ke kerumunan polisi.
"Jumlah mereka ada lima orang, mengeluarkan pistol, dan menembakkan ke udara. Pasukan Israel tiba-tiba mendekat dalam jumlah besar. Dan mereka menembakkan peluru aktif ke demonstran maupun jurnalis," ucap Rasha.
Musta'ribeen yang berada di dekat Rasha memakai kaos merah dan wajahnya tertutup keffiyeh. Sebelumnya, agen itu berada di depan kerumunan dan melemparkan abut ke arah pasukan Israel.
"Ketika pasukan mendekat, lelaki yang memakai kaos merah sudah berada diatas seorang demonstran Palestina. Ia mengacungkan senjata kepada fotografer dan menyuruh agar tak mendekat," jelasnya.
Keberadaan musta'ribeen di tengah demonstran sebenarnya bisa dirasakan. Rasha menyebutkan jika demonsran mulai melemparkan batu, biasanya pasukan Israel mulai membalas dengan granat suara, gas airmata, dan peluru karet. Namun jika pasukan Israel hanya diam saja maka bisa dipastikan keberadaan Musta'ribeen berada di tengah demonstran.
Pada 2015 lalu aksi intifada tak hanya dilakukan dengan lemparan batu. Beberapa demonstran membawa pisau dan menyasar pasukan Israel. Aksi ini dikenal dengan 'intifada of the knives'. Musta'ribeen-pun bereaksi keras.
Rasha menyebutkan seorang Musta'ribeen menembakkan pistol dua kali kepada dua demonstran, satu menyasar kaki dan satu lagi kepala. Demonstran yang tertembak di kepala diseret oleh pasukan Israel. Ia teridentifikasi bernama Mohammed Ziyadeh dan mengalami kelumpuhan di sebagain tubuh.
"Saya kira dia mati karena saya melihat serpihan daging demonstran itu di jalan," kenang Rasha.
Ziyadeh yang ditemui oleh Al Jazeera mengaku ia mendapat penanganan medis hingga menjalani dua kali operasi. Namun begitu sembuh, ia langsung diinterogasi dan disiksa tentara Israel. Seorang pengacara berhasil membebaskannya setelah satu kakinya berhasil disembuhkan dari kelumpuhan.
"Ketika saya keluar mereka mulai menginterogasi saya. Saya bilang ke mereka tidak ingat. Mereka membawa saya ke rumah sakit dan memukuli saya kembali," terang Ziyadeh.
Kehadiran musta'ribeen di tengah aksi demonstrasi membuat orang-orang Palestina kian waspada. Demonstran kini memasukkan kaos ke dalam ikat pinggang agar senjata yang terselip di balik baju bisa terlihat. Mereka juga berhati-hati jika ada kelompok yang mengajak demonstran mendekat ke pasukan Israel. 
Kisah Mustaribeen, Intel Penyusup Demonstran Palestina Musta'ribeen berkafiyah dan berpistol menangkap seorang pengunjuk rasa. (Mohamad Torokman/Reuters)
Sumber Berita : https://news.detik.com/internasional/d-3777503/kisah-mustaribeen-intel-penyusup-demonstran-palestina

Nasib Palestina dan Kecaman Basa-basi Saudi

"Kerajaan mengutuk dan menyesalkan atas keputusan AS mengenai Yerusalem, karena pelepasan hak-hak bersejarah rakyat Palestina di Yerusalem." Kecaman tersebut meluncur dari Raja Arab Saudi, Salman Bin Abdul Azis al Saud sehari setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyampaikan rencana pemindahan Kedutaan AS di Israel ke Yerusalem.
Tapi sejumlah analis politik dan politisi di kawasan Timur Tengah diam-diam mencibir sikap Saudi tersebut. Bagi mereka, kecaman terhadap Trump itu tak lebih dari basa-basi belaka. Para pejabat Arab diam-diam menyebutkan Arab Saudi berada dalam satu bahtera dengan Trump untuk menggarap proses perdamaian Israel-Palestina. Konsep perdamaian ala Trump ini baru dimulai.
Empat pejabat Palestina yang tak mau disebutkan namanya menyebutkan Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi, Mohammed bin Salman dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas telah mendiskusikan tawaran yang diajukan oleh menantu sekaligus penasehat Presiden Trump, Jared Kushner.
Salah seorang pejabat itu menyatakan Pangeran Mohammad meminta Presiden Abbas untuk mendukung langkah perdamaian AS ketika bertemu di Riyadh, November 2017. Tawaran ini baru akan diungkap pada paruh pertama 2018.
"Sabar, kamu akan mendapat berita baik. Proses perdamaian ini akan melangkah maju," ucap pejabat Palestina lainnya menirukan Pangeran Mohammed.
Hubungan AS-Arab Saudi belakangan kian intim. Mereka memiliki kepentingan sama untuk menghadapi Iran. Selain itu Kushner menjalin hubungan personal dengan Pangeran Mohammed.
Pejabat Palestina khawatir, penutupan Yerusalem Timur sebagai ibu kota masa depan Palestina akan memisahkan kawasan negara Palestina dari Tepi Barat tanpa pengembalian hak pengungsi yang terusir pada perang 1948 dan 1967. Proposal perdamaian yang ditawarkan Kushner persis dengan kekhawatiran ini.
Proposal tersebut memasukkan entitas Palestina di Gaza serta administrasi Tepi barat A, B, dan 10 persen di area C. Area tersebut, kata salah satu pejabat Palestina, berisi pemukiman Yahudi.
"Pemukiman Yahudi di Tepi Barat akan tetap dipertahankan, takkan ada hak untuk kembali (bagi warga Palestina), dan Israel akan tetap mempertahankan kuasanya di perbatasan," jelasnya.
Usulan tersebut sedikit berbeda dengan pengaturan yang ada di Tepi Barat. Kontrol Palestina semakin luas namun jauh dari tuntutan minimum wilayah nasional yang mereka inginkan.
"Ini ditolak warga Palestina. Abu Mazen (nama sapaan Presiden Abbas) menjelaskan posisi tersebut dan bahayanya terhadap kepentingan Palestina, dan Arab Saudi memahami hal itu," kata pejabat tersebut.
Trump berusaha mengurangi tekanan pengumuman terkait Yerusalem dengan menelpon Presiden Abbas sehari sebelumnya. Ia menyatakan, kata pejabat Palestina itu, penduduk Palestina akan memperoleh keuntungan dari rencana yang dibuat oleh Kushner dan utusan Timur Tengah, A. Jason Greenblatt.
"Presiden Trump dalam sebuah panggilan telepon mengatakan kepada Abu Mazen: 'Saya akan memiliki beberapa proposal yang Anda inginkan'. Ketika Abu Mazen menekankan rinciannya, Trump tidak memberikannya," lanjut pejabat Palestina itu.
Sumber Arab Saudi meyakini pemahaman perdamaian Israel - Palestina akan muncul dalam beberapa pekan mendatang. Selaku pebisnis, Trump tak boleh diremehkan. Ia selalu menyebutkan kesepakatan akhir.
"Saya tidak berpikir pemerintah kita akan menerima kecuali jika ada janji manis dalam pipa yang bisa dijual Raja ke Arab - bahwa Palestina akan memiliki negara mereka sendiri," ujar sumber dari Arab itu.
Pihak Kerajaan Arab Saudi tak memberikan respons yang diajukan Reuters. Sedangkan pejabat berwenang Gedung Putih menyatakan Kushner tidak meminta Putra Mahkota Arab Saudi untuk berbicara dengan Abbas mengenai rencana perdamaian mereka. Si pejabat juga membantah bahwa Kushner mengkomunikasikan rincian tersebut kepada Pangeran Mohammed. "Ini tidak secara akurat mencerminkan bagian dari percakapan itu."
Kebijakan Trump ini memiliki reaksi seragam dari negara-negara Arab. Yordania merupakan salah satu negara yang memiliki peran kunci keberhasilan tersebut. Namun mereka tak mau menandatangani kesepakatan tanpa Yerusalem.
Analis Politik Oraib Rantawi mengaku telah bertemu dengan Raja Abdullah setelah pertemuan pihak kerajaan dengan AS. Ia menyatakan Amman, ibukota Yordania, khawatir Arab Saudi telah melewatkan mereka.
"Ada hubungan langsung dan keinginan untuk menyampaikan kesepakatan yang tidak adil kepada orang-orang Palestina sebagai imbalan untuk mengamankan dukungan AS dan membuka jalan bagi kerja sama Teluk-Israel untuk menghadapi Iran," jelasnya. 
Nasib Palestina dan Kecaman Basa-basi Saudi Andhika Akbarayansyah
Sumber Berita : https://news.detik.com/internasional/d-3776015/nasib-palestina-dan-kecaman-basa-basi-saudi

Kupas Tuntas Deklarasi Yerusalem Al-Quds Sebagai Ibukota Israel (Bagian 1)

ARRAHMAHNEWS.COM, YERUSALEM – Dalam setiap kebijakan luar negerinya, para zionis selalu menyertakan tiga motif. Selain ekspansi wilayah mengikuti ‘semangat’ Israel Raya yang bercita-cita membangun negara Israel dengan wilayah dari Mesir hingga Irak, para zionis selalu mempertimbangkan faktor ‘pengorbanan darah’. Ini adalah manifestasi dari kepercayaan kuno penyembah setan ‘Kaballa’.
Inilah mengapa dunia, terutama sejak berkuasanya para zionis neo-konservatif dan neo-liberalis di Amerika hingga turunannya regim Salmanis di Saudi, terus-menerus dilanda konflik-konflik berdarah dengan ummat Islam sebagai korban terbesarnya. Jutaan warga sipil tak berdosa di negara-negara Timur Tengah tewas sejak Amerika menyerang Irak tahun 1990 hingga konflik Suriah dan Yaman saat ini.
Dan terakhir adalah motif ekonomi. Analis politik dan wartawan senior Wayne Madsen dan tulisannya di situs Strategic Culture, 11 Desember lalu secara detil mengungkapkan motif motif di balik Amerika atas Jerussalem sebagai ibukota Israel.
Menurut Madsen, keputusan itu berdasar pada ‘politik religius’ yang dijalankan oleh Penasihat Presiden sekaligus menantu Donald Trump, Jared Kushner. Kushner yang dikenal dekat dengan PM Israel Binyamin Netanyahu dan pengusaha zionis Sheldon Adelson itu telah membentuk tim penyusun kebijakan Timur Tengah yang benar-benar pro-Israel, yaitu Dubes AS untuk Israel David Friedman dan ‘Utusan Khusus untuk Perundingan Internsional’ Jason Greenblatt.
Friedman adalah mantan pengacara di kantor pengacara pembela Donald Trump, Kasowitz, Benson, Torres & Friedman. Sementara Greenblatt adalah ‘chief legal officer’ untuk organisasi bisnis Donald Trump.
“Kushner, seorang yahudi orthodok, bersama dengan Friedman dan Greenblatt, mewakili para kabal zionis garis keras yang menolak adanya negara Palestina dan mendukung solusi satu negara sekuler Israel dimana warga Palestina hanya menjadi warga negara kelas dua. Berkaitan dengan Netanyahu dan Adelson, ada motif-motif rahasia lainnya di balik pengakuan Jerusalem sebagai ibukota Israel,” tulis Madsen.
Pada 2009 para penyidik federal (FBI) menangkap sekelompok rabi Yahudi-Suriah di New Jersey dan New York yang menggelar aksi-aksi pengalangan dana bagi partai Binyamin Netanyahu, partai ultra-Orthodox Shas. Hubungan antara para rabbi yahudi di Amerika dengan regim korup Netanyahu menjadi dasar dari kebijakan ekspansi pemukiman yahudi di Jerussalem Timur, wilayah milik Palestina yang diduduki Israel. PBB tidak pernah mengakui Jerussalem Timur sebagai wilayah Israel dan Palestina menganggapnya sebagai ibukotanya yang syah.
Penyandang dana utama pembangunan pemukiman illegal yahudi di Jerussalem Timur adalah bandar judi Irving Moskowitz. Pendukung kuat neo-conservatifme Amerika, Moskowitz turut mendanai organisasi-organisasi pro-Israel seperti Hudson Institute, Jewish Institute for National Security Affairs (JINSA), American Enterprise Institute, dan Center for Security Policy (CSP). Frank Gaffney, seorang pengidap Islamophobe dan mantan penasihat kampanye Donald Trump, adalah pemimpin CSP.
Moskowitz telah membeli tanah-tanah milik warga Arabs, kebanyakan di Jerusalem Timur dengan cara ancaman dan intimidasi, dan mengubahnya menjadi kota eksklusif bagi warga Yahudi. Namun yang lebih mengkhawatirkan proses perdamaian Palestina-Israel adalah bahwa Moskowitz juga mendanai gerakan Ateret Cohanim yang bercita-cita merobohkan Masjidil Haram dan menggantinya dengan Kuil Yahudi.
Di antara langkah kontroversial Moskowitz adalah pembelian Hotel Shepherd, yang berada di atas tempat bersejarah Mount Scopus. Secara legal hotel ini adalah milik dinasti Hashemite penguasa Yordania. Namun sejak tahun 1967 dirampas Israel setelah Perang 6 Hari yang memalukan bangsa-bangsa Arab. Hotel ini menjadi pertikaian sengit antara pemerintahan Barack Obama yang menentang rencana Netanyahu untuk mengubahnya menjadi apartemen bagi warga yahudi.
Pada tanggal 27 Juli lalu, editorial Jerusalem Post menyatakan: “Faktanya adalah sementara yahudi Amerika seperti Irving Moskowitz bisa membeli tanah di Jerussalem Timur, warga Palestina sendiri tidak bisa membeli tanah di Jerussalem Barat, karena Israel Lands Administration (BPN Israel), hanya akan menyetujui kontrak jual-beli dengan warga negara Israel saja.” Bersambung.. [ARN]

Kupas Tuntas Deklarasi Yerusalem Al-Quds Sebagai Ibukota Israel (Bagian 2)

ARRAHMAHNEWS.COM, YERUSALEM – Dengan koalisi pendukung-pendukung Netanyahu seperti rabbi-rabbi yahudi di New Jersey dan New York serta Jared Kushner, pengaruh para pendukung garis keras Israel di pemerintahan Donald Trump sangatlah jelas.
FBI berhasil mengidentifikasi sejumlah rabbi yahudi New Jersey dan New York yang memanfaatkan sinagog-sinagog dan yeshivas yahudi sebagai alat pencucian uang penjualan barang-barang ilegal dari souvenir KW hingga organ manusia. Saksi yang digunakan dalam penyidikan bernama Solomon Dwek, adalah seorang pengembang (developer) besar dan pemilik kapal judi. Ia ditangkap tahun 2006 saat berusaha mencairkan chek palsu senilai $25 juta di PNC Bank.
Dwek juga tokoh penting di kelompok gang rabbi kriminal dan berpengaruh di New Jersey dan New York, yang sering disebut-sebut sebagai ‘SY Empire’ dan ‘Dwek Clan’. Kelompok ini diketahui juga berkaitan dengan Kushner Companies, perusahaan real estate milik Jared Kushner yang berbasis di New Jersey dan New York.
Saat ini Jared Kushner dan Trump Organization tengah dalam penyidikan yang dilakukan oleh Jaksa Khusus Robert Mueller terkait dengan dugaan kegiatan ‘money laundering’ yang dilakukan oleh keluarga Trump dan Kushner. Dugaan praktik kotor ini dilaporkan mencakup praktik pencucian uang melalui pembelian sejumlah real estate, termasuk kondominium milik Trump dan Kushner di Manhattan-New York dan New Jersey.
Kasus ini kini menjadi kasus utama setelah Mueller menjadi Direktur FBI. Berikut adalah cuplikan dari hasil penyidikan FBI atas praktik pencucian uang yang dilakukan orang-orang Shas di Amerika. Dalam satu tuduhan terhadap Rabbi Eliahu “Eli” Ben Haim dari Ohel Yaacob Congregation di Deal, New Jersey, seorang saksi warga Israel yang menjadi penyandang dana bagi Ben Haim, menyebutkan bahwa praktik pencucian uang tersebut melibatkan sejumlah besar negara.
“Dari seluruh dunia. Dari seluruh dunia. Dari Australia hingga New Zealand, Uganda. Maksud saya, seluruh negara yang bisa dibayangkan. Turki, anda tidak akan percaya. Swiss, Perancis, Spanyol… China, Jepang,” kata CW, saksi dalam kasus tersebut.
Hal itu menunjukkan bahwa praktik pencucian uang bagi pembangunan pemukiman ilegal yahudi di Palestina melibatkan banyak negara. Pada bulan Juli 2009 koran Israel Yedioth Ahronoth melaporkan bahwa Rabbi David Yosef, putra dari pemimpin spiritual Shas dan mantan Rabbi Besar Israel Ovadia Yosef, meninggalkan rumah Ben-Haim di Long Branch, New Jersey, hanya beberapa jam sebelum FBI menyerbu rumah itu dan menangkap Ben-Haim.
Pada bulan Mei 2009, pemimpin Shas Aryeh Deri melakukan kunjungan penggalangan dana ke komunitas Yahudi-Suriah di New York dan New Jersey. Penggantinya, Eliyahu “Eli” Yishai, kemudian menjadi Menteri Dalam Negeri dan Deputi Perdana Menteri kabinet Netanyahu. Yishai memblokir upaya penyidik untuk menyelidiki propertinya di Jerusalem dan Tepi Barat.
Ovadia Yosef juga mengecam Presiden Obama yang terus mendesak Israel untuk menghentikan pembangunan pemukiman ilegal di Palestina. Tidak hanya itu, Yosef menyerukan pembanguna kembali Kuil Besar Yahudi di lokasi Masjidil Aqsa di Jerusalem. Ia bersikukuh bahwa ‘tidak ada orang Arab’ di tempat ini.
Dalam lingkungan zionis seperti inilah, Trump akhirnya membalikkan kebijakan luar negeri Amerika di Timur Tengah, dari penengah yang ‘netral’ menjadi pendukung garis keras Israel dengan mengakui Jerussalem sebagai ibukota Israel. [ARN]

Re-Post by http://migoberita.blogspot.co.id/ Rabu/20122017/10.01Wita/Bjm 
Baca Juga Artikel Terkait Lainnya