Kronologi Tuti Tursilawati TKI Majalengka Dieskekusi Mati Pemerintah Arab Saudi Tanpa Pemberitahuan
BANJARMASINPOST.CO.ID -
Seorang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Tuti Tursilawati dieksekusi mati
oleh pemerintah Arab Saudi tanpa pemberitahuan kepada pemerintah
Indonesia.
Tuti Tursilawati, wanita asal Majalengka, Jawa Barat itu dieksekusi mati pemerintah Arab Saudi atas tuduhan pembunuhan terhadap majikannya.
Anehnya, pelaksanaan eksekusi mati Tuti Tursilawati tersebut tanpa pemberitahuan kepada Pemerintah Indonesia.
Kabar ini bermula dari akun @wahyususilo yang mengunggah sebuah postingan pada Selasa (30/10/2018).
"Khashoggie dimutilasi, Tuti Tursilawati dieksekusi," tulis @wahyususilo.
Dalam postingan tersebut ia juga mengunggah sebuah foto wanita dalam latar hitam putih.
"R.I.P Tuty Tursilawati Dieksekusi mati 29 Oktober 2018 di Arab
Saudi, tanpa notifikasi kepada Pemerintah Indonesia," isi tulisan dalam
foto tersebut. Kronologis
- Pada tanggal 12 Mei 2010 Tuti Tursilawati ditangkap oleh kepolisian
atas tuduhan membunuh ayah majikannya WN Saudi, atas nama Suud Mulhaq
AI-Utaibi.
- Tuti Tursilawati ditangkap sehari setelah peristiwa kejadian pembunuhan yang terjadi pada tanggal 11 Mei 2010.
- Tuti telah bekerja selama 8 bulan dengan sisa gaji tak dibayar 6 bulan. Setelah
membunuh korban, Tuti Tursilawati kemudian kabur ke Kota Mekkah dengan
membawa perhiasan dan uang SR 31,500 milik majikannya.
- Namun dalam perjalanan kabur ke Kota Mekkah, Tuti diperkosa oleh 9
orang pemuda Arab Saudi dan mereka mengambil semua barang curian
tersebut.
- Sembilan orang pemuda itu ditangkap dan telah dihukum sesuai dengan ketentuan hukum Arab Saudi.
- Sejak ditangkap dan ditahan oleh pihak Kepolisian, KJRI Jeddah
melalui satgasnya di Thaif, Said Barawwas telah memberikan pendampingan
dalam proses investigasi awal di kepolisian dan investigasi lanjutan di
Badan Investigasi.
- Selama proses investigasi, Tuti Tursilawati mengakui telah membunuh
ayah majikan dengan alasan sering mendapatkan pelecehan seksual. Langkah Hukum
- KJRI Jeddah mendampingi proses investigasi di kepolisian dan Badan Investigasi : 3 kali
- Menghadiri persidangan di pengadilan : 10 kali
- KJRI Jeddah menunjuk pengacara Abdurahim M. AI-Hindi (2011),
Khudran AI-Zahrani (2013) dan Mazen AI-Kurdi (2017 hingga sekarang)
- KJRI Jeddah melakukan penelusuran secara langsung ke aparat hukum
terkait lainnya, seperti kepolisian, kejaksaan dan pengadilan: 20 kali
- Penyampaian memori banding: 3 kali. Peninjauan Kembali (PK): 1 kali. (PK sudah diterima namun masih dipelajari majelis hakim)
- Pada tanggal 4 Februari 2018, Pengacara Mazin Kurdi telah
menyerahkan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Jazaiyah di Thaif atas
keputusan hukum Had Ghilah yang dikuatkan oleh Mahkamah Ulya Riyadh. Langkah Diplomatik Pemerintah Indonesia
- Mengirimkan nota diplomatik kepada Kemlu Arab Saudi: 19 kali
- Mengirimkan Surat Pribadi Dubes RI Riyadh dan Konjen RI Jeddah
kepada Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehakiman dan Putra MahkotalWakii
PM Arab Saudi: 4 kali
- Surat Presiden RI kepada Raja Arab Saudi: 1 kali (Presiden SBY (2011)
- Pada 25 Desember 2011, Presiden ke-3 BJ Habibie bertemu dengan
Pangeran Waleed Bin Talal dalam upaya mengusahakan pemaafan dari ahli
waris korban.
Langkah Informal dan Bantuan Sosial
- Melakukan pendekatan dengan keluarga korban melalui Lembaga Pemaafan dan Rekonsiliasi: 5 kali
- Melakukan pendekatan dengan Kantor Gubernur Mekkah dan Kantor Wali
Kota Thaif guna menjajaki kemungkinan bantuan mediasi serta rekomendasi
tokoh terpandang yang kiranya dapat membantu proses mediasi dengan ahli
waris korban: 4 kali
- Guna memberikan dukungan moril, termasuk menyampaikan perkembangan
kasus serta mengatur strategi pembelaan, KJRI Jeddah secara rutin
mengunjungi Tuti Tursilawati di Penjara Thaif:
- Kunjungan oleh staf KJRI Jeddah: 20 kali
- Kunjungan oleh Dubes RI dan Konjen RI: masing-masing 10 kali
- Kunjungan pejabat tinggi pusat : 2 kali
tribuntimur.com
TKI Tuti Tursilawati dieksekusi mati oleh pemerintah Arab Saudi tanpa pemberitahuan
Jakarta, Liputanislam.com– Ketua Umum Pimpinan Pusat
(PP) Muhammadiyah Haedar Nashir dan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj mengecam Pemerintah Arab Saudi yang
melakukan hukuman mati terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Tuti
Tursilwati. Sebab, hukuman mati tersebut dilakukan tanpa pemberitahuan
kepada Pemerintah Indonesia.
“Tadi memang kita sempat diskusikan soal hukuman mati itu dan kami
memang pertama-pertama prihatin, menyesalkan dengan hukuman mati,
eksekusi tanpa pemberitahuan,” ucap Haedar usai bertemu Kiai Said di
Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta Pusat, pada Rabu (31/10)
malam.
Haedar menyayangkan hukuman mati TKI tersebut, dan berharap itu yang
terakhir. “Dan saya yakin Pemerintah Arab yang sama-sama masuk dalam OKI
dan Dunia Islam tentu perlu memahami betul dan menjadikan apresiasi dan
keprihatinan ini sebagai hal yang sangat penting untuk diperhatikan dan
tidak terjadi lagi,” ucapnya.
Hal senada juga disampaikan Kiai Said. Menurutnya, PBNU sudah
mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo untuk menyikapi kasus
hukuman mati TKI tersebut. “Kami tadi sudah menyampaikan surat kepada
presiden tembusannya kepada Menteri Tenaga Kerja dan Kemenlu. Kita
dikagetkan dengan ekseskusi hukuman mati terhadap TKI yang namanya Tuti
Tursilwati dari Majalengka,” ujarnya.
Menurutnya, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi juga sudah menyampaikan
prores keras kepada Pemerintah Arab Saudi karena hukuman pancung itu
sudah melanggar HAM Internasional. Kiai Said juga mengingatkan
pemerintah Indonesia agar serius menangani kasus ini. Sebab, masih ada
13 TKI lagi yang terancam hukuman mati di Arab Saudi.
“Dan masih ada lagi 13 yang terancam akan dieksekusi hukuman mati di Saudi,” katanya. (ar/republika).
LiputanIslam.com –Bayangkan bahwa ada lebih dari
tiga puluh juta (30.000.000) orang berkumpul melakukan ritual yang sama
di saat yang sama. Kira-kira, apakah media-media arus utama
internasional akan memberitakannya? Mungkinkah momen sebesar itu akan
luput dari perhatian media internasional?
Semestinya sih, berdasarkan kepada teori-teori jurnalistik manapun,
jumlah sebesar itu tentulah menciptakan sensasi yang sangat menarik
untuk diberitakan, atau bahkan mestinya mendapatkan liputan yang sangat
besar. Hanya saja, fakta menunjukkan bahwa ada satu momen yang terjadi
di Irak, yang berlangsung secara rutin, tiap tahun, dengan jumlah massa
yang sangat besar, yaitu lebih dari tiga puluh juta orang, ternyata
tidak disentuh sama sekali oleh media internasional. Padahal, Irak
selama beberapa dekade ini menjadi salah satu kawasan yang menjadi pusat
perhatian dan pemberitaan media-media internasional.
Kalau kita merunut kepada empat dekade terakhir saja, Irak selalu
menampilkan sensasi yang sangat menarik untuk diberitakan, terlepas dari
apakah sensasi tersebut bersifat positif ataupun negatif. Pada tahun
1980, Irak terlibat perang saudara dengan tetangganya, Iran, selama
delapan tahun. Kemudian, di tahun 1990, Irak melakukan aneksasi atas
Kuwait dan mengklaim bahwa Kuwait adalah salah satu provinsinya. Atas
alasan ini, AS menggalang pasukan multinasional. Irak bukan hanya diusir
dari Kuwait, melainkan harus merasakan negaranya dibombardir oleh
pasukan koalisi. Sejak saat itu, Irak juga dikenai sanksi ekonomi oleh
AS dan sekutu-sekutunya.
Tahun 2003, Irak kembali harus merasakan penderitaan lainnya. Bush
Junior, Presiden AS, menggalang dukungan internasional dan menyerang
Irak, dengan tuduhan bahwa negara itu memproduksi senjata kimia dan
biologis yang terlarang. Belakangan, tuduhan itu sama sekali tidak
terbukti, dan para pemicu perang mengakui bahwa tuduhan itu memang tak
berdasar. Irak juga diinvasi dengan tuduhan bahwa Saddam bekerja sama
dengan jaringan terorisme internasional, Al-Qaeda. Organisasi ini saat
itu dituduh terlibat dalam peristiwa teror terhadap menara kembar WTC,
di AS.
Irak, pasca invasi tahun 2003 itu menjadi kawasan yang diduduki oleh
pasukan militer internasional di bawah pimpinan AS. Kawasan yang kaya
akan sumberdaya minyak dan gas itu menjadi salah satu negeri termiskin
di dunia.
Pada tahun 2014, di negeri ini, yaitu di kota Mosul, sebuah gerakan
paling mematikan di abad ini dideklarasikan. Salah satu faksi dari
Al-Qaeda mendeklarasikan pendirian sebuah negara bernama Islamic State
of Iraq and Syria (ISIS). Organisasi yang dipimpin oleh seorang bernama
Abu Bakar Al-Baghdadi itu menciptakan kengerian yang luar biasa di dunia
akibat cara-cara mereka dalam bekerja.
Semua peristiwa yang terjadi di Irak tersebut tentu saja diberitakan dan diliput oleh media-media mainstream internasional. Akan tetapi, tidak untuk momen Arbain yang berpusat di Karbala, Irak. Kenapa?
Arbain memang unik dan menarik. Ini adalah peringatan empat puluh hari (arba’in
dalam bahasa Arab bermakna empat puluh) dari peristiwa tragis Asyura.
Kalau Asyura diperingati merujuk peristiwa terbunuhnya Husein bin Ali
(cucu Baginda Nabi SAW), Arbain diperingati merujuk kepada momen
kunjungan pertama (ziarah) dari para pengikut Husein bin Ali kepada
pusara Husein. Di saat itu, para pengikut Husein bin Ali bersumpah untuk
terus mengenang peristiwa kematian Husein, demi menghidupkan apa yang
mereka yakini sebagai cita-cita perjuangan Husein.
Jadi, jika Anda melihat dari dekat peringatan Arbain yang diadakan di
Irak, Anda akan menyaksikan ritual napak tilas rombongan Husein bin
Ali. Puluhan juta orang melakukan long march puluhan kilometer.
Yang paling populer adalah perjalanan dari Najaf (pusara Ali bin Abi
Thalib) dengan jarak tempur sekitar 80 kilometer. Selama dalam
perjalanan hingga tiba di kota Karbala, mereka bukan hanya melantunkan
syair-syair kesedihan mengenang peristiwa tragis terbunuhnya Husein,
melainkan juga meneriakkan yel-yel perjuangan serta perlawanan terhadap
apa yang mereka yakini sebagai “musuh Husein di masa kini”.
Di sepanjang jalan yang menghubungkan kota-kota ke Karbala, Anda akan
menemukan spanduk-spanduk berisikan pernyataan kebencian kepada Amerika
dan Zionis (sesekali ada juga ditampilkan gambar para penguasa monarki
Arab). Gambar-gambar di Suriah, Yaman, dan Palestina yang mereka sebut
sebagai korban kekejaman Amerika dan Zionis, juga mendominasi jalanan
menuju Karbala.
Jadi, kalau momen kolosal Arbain ini sampai tidak diliput secara
proporsional oleh media-media arus utama Dunia, tentu kita dengan mudah
bisa memahami penyebabnya. Sekali fakta ini diungkap, meskipun diliput
dengan nada yang negatif sekalipun, maka satu pintu kotak pandora akan
terbuka.
Begitulah memang cara kerja media arus utama. Kalau mereka menyatakan
bahwa mereka bekerja secara netral, terlalu banyak fakta yang
menunjukkan bahwa itu hanyalah slogan belaka. Moment Arbain menunjukkan
bahwa demi kepentingan para pemodal, mereka tak segan-segan melakukan
distorsi, bahkan sampai tahapan yang paling elementer: penyangkalan
terhadap eksistensi dan fakta. (os/editorial/liputanislam)
Sumber Berita : http://liputanislam.com/dari-redaksi/editorial/arbain-dan-distorsi-media-arus-utama/
Jakarta, Liputanislam.com– Presiden Republik
Indonesia Joko Widodo (Jokowi) memprotes keras tindak otoritas Arab
Saudi yang melakukan eksekusi mati terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
Tuti Tursilawati. Apalagi eksekusi itu dilakukan tanpa ada
pemberitahuan sama sekali kepada Pemerintah maupun perwakilan RI di
negara tersebut.
Hal itu disampaikan Presiden usai membuka Pameran Konstruksi Indonesia 2018 dan Indonesia Infrastructure Week 2018, serta Percepatan Sertifikasi Tenaga Kerja Konstruksi, di Area Outdoor Hall D Konstruksi Indonesia, JI Expo, Kemayoran, Jakarta, Selasa (31/10) siang.
“Kita juga sudah menelepon Menteri Luar Negeri Arab Saudi dan menyampaikan protes mengenai eksekusi itu,” tegasnya.
Menurut Presiden, pemerintah sudah memanggil Duta Besar Indonesia
untuk Arab Saudi untuk menyampaikan kembali protes Pemerintah Indonesia
atas tiadanya notifikasi dalam eksekusi kepada Tuti Tursilawati itu.
Bahkan Menlu Retno Marsudi juga sudah menelepon Menteri Luar Negeri Arab
Saudi Adel bin Ahmed Al-Jubeir dan menyampaikan protes.
“Permintaan (perlindungan, red) itu juga sudah disampaikan setiap
Menlu bertemu dengan Menteri Luar Negeri Arab Saudi,” tegasnya.
Seperti diberitakan, Tuti Tursilawati, asal Cikeusik, Sukahaji,
Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, dieksekusi mati pada 29 Oktober 2018,
tanpa ada notifikasi kepada Pemerintah RI. Tuti divonis mati pada Juni
2011 setelah dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Arab Saudi. Kasus
berawal ketika Tuti melakukan perlawanan terhadap aksi percobaan
perkosaan yang dilakukan majikannya, hingga majikannya meninggal dunia.
(ar/setkab).
Fenomena di Balik TKI-TKI Banua yang Pernah Terancam Hukuman di Arab Saudi
Harga Mahal demi Riyal
PROKAL.CO, Dua
TKI asal Kalimantan Selatan dipulangkan dari Saudi Arabia setelah lolos
dari jerat hukuman mati. Keduanya tiba di Banua, Sabtu malam(14/10)
setelah menyelesaikan hukuman pidana kurungan dan cambuk. Bagaimana TKI Banua lainnya? Dua tahun terakhir, sudah tujuh
orang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Kalsel yang terancam hukuman
mati di Arab Saudi, berhasil dipulangkan ke Banua. Di akhir tahun 2015
lalu, ada lima orang TKI Kalsel yang dituduh membunuh majikan mereka di
Arab Saudi. Kelima orang sebelumnya tersebut
yang terbebas dari hukuman pancung oleh pengadilan Arab Saudi adalah
Saiful Mubarok, Samani bin Muhammad, Muhammad Mursidi, Ahmad Zizi
Hartati, dan Abdul Aziz Supiyani. Mereka berhasil dipulangkan setelah
membayar uang diyat kepada keluarga korban. Uang diyat yang harus dibayarkan
ketika itu sebesar Rp1,2 miliar yang diambil melalui anggaran pendapatan
dan belanja daerah (APBD) Pemprov Kalsel setelah mendapat pemaafan dari
keluarga korban. Upaya membebaskan kelimanya ini ketika itu memakan
waktu yang cukup panjang, yaitu sekitar tujuh tahun atau tepatnya pada
tahun 2009 lalu. Terakhir di tahun 2017 ini, dua
orang TKI asal Kalsel juga berhasil dipulangkan adalah Aminah Binti H.
Budi yang berasal dari Kabupaten Tapin dan Darmawati Binti Tarjani yang
berasal dari Kabupaten Banjar. Muasal tersandungnya kasus terhadap
keduanya ini berawal pada tahun 1998 silam setelah mereka berangkat ke
Arab Saudi dengan menggunakan paspor umrah. Namun, ketika visa mereka
habis, keduanya memutuskan untuk bertahan dan memasuki penampungan
pekerja ilegal. Pada tahun 2002 lalu, mereka
ditangkap polisi dengan tudingan kasus pembunuhan. Setelah menjalani
serangkaian persidangan, akhirnya mereka divonis hukuman mati. Untungnya
pemerintah Indonesia ketika itu langsung memberikan bantuan hukum.
Hingga pada akhirnya pada tahun 2014 pengadilan Arab Saudi memvonis
mereka lebih ringan dengan hukuman tiga tahun penjara dan 300 kali
cambukan. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
(Disnakertrans) Kalsel mencatat TKI resmi asal Kalsel yang ada di Arab
Saudi ada sejumlah 173 orang. Kadisnakertrans Kalsel, Antonius Simbolon
mengatakan TKI asal Kalsel yang bekerja ke luar negeri lebih banyak yang
ke Timur Tengah dibandingkan dengan negara lain seperti ke Malaysia,
Singapura hingga Amerika maupun ke Eropa. Sepengetahuan pihaknya, TKI asal
Kalsel yang bermasalah dengan hukum di pengadilan Arab Saudi sudah tak
ada lagi usai dua orang ini. “Saya tak tahu dan tak berani mengatakan.
Dan kita jangan berbicara yang tak jelas. Yang pasti kita syukuri dua
orang ini sudah dapat dipulangkan dengan keadaan sehat dan terhindar
dari hukum pancung,” kata Anton, kemarin. Menilik kasus dua orang TKI ini
sebutnya, dia menyayangkan visa untuk beribadah malah dimanfaatkan
mereka untuk menetap untuk bekerja sebagai TKI ilegal. Melalui celah
inilah banyaknya TKI ilegal di sana yang tak mengikuti prosedur yang
berlaku. “Sudah ditekankan sebelumnya, ketika
mau berangkat kerja ke luar negeri berangkatlah dengan prosedur yang
benar, jangan memanfaatkan visa ibadah untuk bekerja secara ilegal.
Kalau berangkat untuk umrah, umrah saja lah,” tekannya. Hal demikian sebutnya, didasari pula
daya tarik disana yang mana selain dapat bekerja juga sekaligus ibadah.
“Daya tarik ini lah yang membuat masih adanya masyarakat yang
memanfaatkan celah untuk bertahan meski visa mereka habis,” sebutnya. Terpisah, Kepala Kemenag Kalsel H
Noor Fahmi tak menampik masih ada masyarakat yang tergiur bertahan di
Arab Saudi setelah melakukan ibadah umrah. Namun, Fahmi menegaskan untuk
sekarang hal tersebut tidak semudah dulu. Semua travel umrah dan haji
ditegaskan untuk memulangkan ke daerah asal sesuai jumlah yang
diberangkatkan. Sehingga peluang para jemaah umrah untuk bertahan di
Arab Saudi dapat dicegah. “Semua jumlah jemaah umrah yang berangkat
maupun yang pulang, sekarang harus lapor ke Kemenag dan lebih ketat.
Ketika jumlahnya kurang, travelnya akan diminta bertanggung jawab,” kata
Fahmi. (mof/ay/ran)
SELAMAT: Darmawati kala hendak disuapi Soto Banjar dari ayahnya, Tarjani. Disebelahnya adalah Aminah Sumber Berita : http://kalsel.prokal.co/read/news/11776-fenomena-di-balik-tki-tki-banua-yang-pernah-terancam-hukuman-di-arab-saudi.html
Re-Post by MigoBerita / Jum'at/02112018/09.45Wita/Bjm