» » » » » » » » » » Cover Both Side adalah Pemberitaan yang ..... : Benarkah Majalah Obor Rakyat yang Fitnah Jokowi Hadir Lagi..??!! (Video)

Cover Both Side adalah Pemberitaan yang ..... : Benarkah Majalah Obor Rakyat yang Fitnah Jokowi Hadir Lagi..??!! (Video)

Penulis By on Rabu, 16 Januari 2019 | No comments



Pentingnya Cover Both Side bagi Jurnalis
PROKAL.CO, COVER Both Side adalah istilah yang cukup familiar di dunia jurnalistik. Secara sederhana bisa saya artikan, meliput dari dua sudut pandang yang berbeda atau berlawanan dengan menampilkan dua sisi dalam pemberitaan. Ternyata dalam hemat saya, kode etik ini tidak hanya berlaku dalam dunia jurnalisme. Tapi juga dalam setiap pola pandang kita terhadap suatu isu atau permasalahan. Bagi saya yang merasa masih perlu banyak belajar dalam dunia jurnalistik, pola seperti ini sangat mudah dilakukan karena saya sendiri hampir selalu tidak pernah punya sikap terhadap sesuatu hal yang bersifat kontroversial. Yang saya lakukan hanyalah sebagi pengamat yang menelan segala informasi dari berbagai pihak untuk kemudian menjadi referensi pribadi.



Dalam pengamatan saya, segala hal yang bersifat kontradiktif, baik itu ideologi, pemahaman kejadian, dan sebagainya, pada akhirnya akan menciptakan kubu-kubu yang saling bertentangan dengan argumen masing-masing yang kuat. Setiap kubu tidak mungkin akan terpengaruh oleh kubu lainnya, karena segala kepentingan sudah bercampur aduk. Saya memandang positif perbedaan seperti ini, karena itu adalah anugerah dan juga karena perbedaan itu dilatarbelakangi oleh landasan berpikir yang jelas.
Celakanya, pemahaman secara nalar yang kuat hanya dimiliki oleh para petinggi kubu-kubu itu. Pada tingkat grassroot, argumen-argumen mereka sudah didominasi oleh perasaan. Bukan lagi nalar seperti halnya paradigma dari sejumlah petinggi.


Kenapa itu bisa terjadi? Mengapa landasan berpikir antara grassroot berbeda dengan elitenya? Sejauh pemahaman saya hingga sekarang, ini dikarenakan kaum grassroot melupakan proses berpikir atau proses penerjemahan ide-ide itu hingga akhirnya menjadi sebuah sikap atau gerakan. Pelupaan itu bisa dikarenakan kesengajaan para elite atau ketidakmampuan para elite untuk menerjemahkan nilai-nilai yang terkandung pada grassrootnya. Akibatnya, pada tataran teknis hal tersebut bisa merembet ke berbagai hal, sehingga mungkin saja suatu tindakan para grassroot itu yang niat awalnya melaksanakan visi atau nilai-nilai leluhurnya, justru melenceng dari visi atau nilai-nilai yang dibawa leluhurnya tersebut.
Gejala-gejala seperti ini dapat dilihat dengan jelas sekali di masyarakat.
Sebagai contoh kasus, ada dua kejadian yang perlu saya paparkan.


Studi kasus pertama adalah tentang sejarah pembantaian PKI. Tentang hal ini, saya membaginya dalam dua fase yakni, fase pertama adalah sejarah pembantaian PKI sebelum tahun 1965.
Pada fase ini saya yakin hampir semua pembaca tahu detail ceritanya, semuanya terkuak atas jasa orde baru. Pada fase ini pula, memori kita langsung menjadi sangat jelas, tertuju pada kekejaman PKI dalam berbagai pembantaian yang dilakukan dan puncaknya adalah peristiwa G 30 S/PKI. Bahkan untuk lebih mempertajam memori kita, setiap tahun, sebelum reformasi, film ini diputar di TVRI. Semua orang setuju akan kekejaman PKI. Tapi sekali lagi, ini atas jasa orde baru.
Fase kedua adalah sejarah pembantaian PKI setelah tahun 1965.
berapa banyak dari pembaca yang tahu sejarah PKI setelah tahun 1965? Saya yakin sedikit sekali. Yang ini juga atas jasa orde baru.
Saat itu, setelah 1 oktober 1965, perintah dari pusat komando langsung diturunkan.Babat habis PKI sampai ke akar-akarnya”. Terbukti di lapangan, pembantaian pun terjadi. Semua orang yang ada kaitannya dengan PKI dibantai habis. Bahkan para petani, anak kecil, wanita, nelayan yang sebelumnya berhasil dikelabui dan dipropagandai oleh PKI, tidak tahu menahu tentang apa itu ideologi, apa itu pemikiran, dan apa itu landasan negara. Banyak versi tentang jumlah innocent victims ini, ada yang menyebutkan ratusan ribu, bahkan ada pula yang mengatakan satu juta lebih orang yang tidak tahu apa-apa terbunuh. Ini juga atas jasa orde baru.
Dampaknya apa? Bagi saya cukup jelas, sikap inferior atas kedigdayaan PKI atau komunis yang terlalu dibesar-besarkan. Juga sedikit-banyaknya berpengaruh atas pola berpikir kita mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi selanjutnya.

Studi kasus kedua adalah tentang Palestina. Kekejaman Israel terhadap bangsa Palestina telah membangkitkan amarah banyak pihak. Di Indonesia, banyak pihak yang melakukan berbagai gerakan untuk melawan itu. Pada dasarnya saya sangat setuju bahwa kita harus membela Palestina, tapi satu hal yang saya tidak setuju, pola pikir mayoritas orang yang berpikir tentang itu tidak komprehensif. Pergerakan-pergerakan yang terjadi hanya melihat dari sisi fisik. Setiap pihak pasti tahu tentang HAMAS dan segala sepak terjangnya untuk melawan Israel pada satu sisi. Tapi berapa banyak yang mengenal Edward W. Said orang Kristen Palestina, aktivis dan intelektual yang terusir dari negerinya sendiri. Tapi dia memberikan perlawanan yang sesuai dengan cara yang dia yakini? Pasti sedikit sekali yang berpikir seperti itu.
Kegelisahan saya dalam hal ini adalah setiap orang tidak berpikir menyeluruh atas dasar humanis dalam memandang persoalan ini, tetapi kebanyakan atas dasar simbolis. Di Amerika, Edward Said adalah seorang intelektual raksasa yang dikenal oleh para cendekiawan dunia. Seorang aktivis yang juga kolumnis berhasil menyadarkan kaum intelektual Amerika dan dunia untuk berpihak memperjuangkan dan membela Palestina. Tapi di kalangan pembela Palestina-Indonesia, ia nyaris tak dikenal. Cara dia memperjuangkan Palestina-lah yang bisa dimengerti oleh para intelektual dunia. Hingga dia menerbitkan buku tentang bagaimana peran media barat dalam ketidakadilan pemberitaan tentang Islam di sana. Buku yang menggambarkan masa kecilnya di Palestina, serta buku lainnya yang dia tulis seharusnya menjadi salah satu referensi bagi kita dalam memandang persoalan ini. Karena cara-cara standar yang saat ini banyak didengungkan, tidak bisa menyentuh kalangan elite. Sekali lagi, satu-satunya hal yang menjadi kegelisahan bagi saya adalah pemahaman pada tingkat grassroot tidak pernah mencapai titik komprehensif.
Pada akhirnya, saya pikir sangat penting sekali untuk mengembangkan kedewasaan kita dalam melihat dan menyikapi segala sesuatu tidak hanya dari kacamata elite yang kemudian kita telan mentah-mentah. Dan jalan menuju kedewasaan bukanlah jalan singkat dan mulus tapi jalan terjal yang butuh perjuangan dan ketekunan untuk selalu belajar melalui membaca, diskusi baik langsung maupun melalui WhatsApp dengan tidak hanya bereferensi dari satu sisi yang kita dukung dari awalnya, tapi juga dari referensi lawan-lawan kita.
Sekali lagi, Cover Both Side sangat penting dalam melihat dan menyikapi suatu persoalan. Semoga prinsip ini tetap dan selalu dipakai oleh teman-teman jurnalis dalam membuat dan menyajikan berita yang aktual, akurat dan berimbang, bukan menyerang, menghakimi, bahkan menzalimi satu pihak. .(*/asa)  
*) Redaktur Utama Berau Post.
Senin, 20 Juni 2016 00:32

Catatan Oleh: Abdul Azis Sakti
 Sumber Berita : http://berau.prokal.co/read/news/44042-pentingnya-cover-both-side-bagi-jurnalis.html

Obor Rakyat Bakal Terbit Lagi Sebelum Pilpres 17 April 2019

TEMPO.CO, Jakarta - Pimpinan Obor Rakyat Setiyardi mengungkapkan akan menghidupkan kembali tabloid itu. "Insya Allah sebelum 17 April kami sudah launching," kata dia saat dihubungi Tempo, Rabu 9 Januari 2019.
Baca juga: Ditangkap, Ini Kronologi Kasus Pimpinan Tabloid Obor Rakyat
Adapun alasan penerbitan kembali tabloid itu, menurut Setiyardi karena pernah terkenal saat Pilpres 2014 silam. Dia ingin kembalinya Obor Rakyat juga tepat di momentum pemilihan presiden.
Tabloid Obor Rakyat pertama kali terbit pada Mei 2014 dengan judul halaman muka 'Capres Boneka' dengan karikatur Jokowi sedang mencium tangan Megawati Soekarnoputri.
Dalam isinya, Obor Rakyat menyebut Jokowi sebagai keturunan Tionghoa dan kaki tangan asing. Masyarakat kemudian geger akibat tulisan tersebut.
Tim Jokowi kemudian melaporkan Obor Rakyat ke polisi pada 4 Juni 2014. Kasus ini berlanjut ke pengadilan. Pada 22 November 2017 majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diketuai Sinung Hermawan menghukum Setiyardi dan Darmawan Sepriyosa masing-masing 8 bulan penjara.
Namun Mahkamah Agung menjatuhkan vonis 1 tahun penjara. Setiyardi dan Darmawan dinyatakan terbukti bersalah melanggar Pasal 310 ayat (2) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pada 8 Mei 2018, Setiyardi dan Darmawan ditangkap tim Kejaksaan Agung untuk dieksekusi ke LP Cipinang. Keduanya saat ini sedang menjalani masa cuti bersyarat sejak Januari 2019 hingga 8 Mei 2019.
Baca juga: Soal Obor Rakyat, Pakar: La Nyalla Bisa Dituntut Pidana 10 Tahun
Setiyardi yakin Obor Rakyat itu masih diminati banyak pembaca. "Kami memang ditunggu orang, (mereka ingin tahu) sebelum Pilpres bagaimana sikap Obor Rakyat terhadap Pilpres 2019," katanya.
Setiyardi mengatakan dirinya masih mempersiapkan peluncuran Obor Rakyat. Selain infrastruktur seperti kantor, dia juga tengah menggodok sumber daya manusianya. Rencananya, Obor Rakyat akan membuka banyak lowongan kerja.
Dia mengaku menghabiskan uangnya sendiri untuk kembali menerbitkan Obor Rakyat. "Sejauh ini saya masin pakai uang saya sendiri," ujarnya.
'Obor Rakyat' Segera Masuk Pengadilan
"Obor Rakyat" Segera Masuk Pengadilan
Sumber Berita : https://nasional.tempo.co/read/1163275/obor-rakyat-bakal-terbit-lagi-sebelum-pilpres-17-april-2019/full&view=ok

Obor Rakyat Mau Terbit Lagi, Menkumham: Macam-macam, Masuk Lagi

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan dirinya telah mengingatkan pimpinan Obor Rakyat Setiyardi Budiono untuk tidak macam-macam. Yasonna mengatakan, dirinya sudah mengingatkan Setiyardi lewat Direktur keamanan dan ketertiban atau Kamtib dan Kanwil.
Baca juga: Romy PPP Cerita Soal Obor Rakyat dan Fitnah Komunis untuk Jokowi ...
"Direktur Kamtib dan Kanwil sudah saya panggil, karena saya lihat di Facebook-nya (Setiyardi) ada indikasi dia mau melakukan sesuatu," ujar Yasonna saat ditemui Tempo usai acara perayaan hari ulang tahun (PDIP) ke-46 pada hari ini, Kamis, 10 Januari 2019 di Jiexpo Kemayoran, Jakarta.
Lewat anak buahnya, dia mengingatkan, bahwa status Setiyardi masih cuti bersyarat dan bisa ditahan kembali jika macam-macam. "Makanya saya bilang, kalau macam-macam, masuk lagi. Karena dia masih cuti bersyarat. Bisa dicabut. Hak dia kita hargai, tapi kalau melakukan hal tidak benar yaudah, dia mau masuk lagi," ujar Yasonna.
Kepada Tempo, Setiyardi mengaku bahwa dirinya sempat dipanggil beberapa pejabat usai dirinya bebas dari kurungan pada Kamis pekan lalu. "Ya bukan pejabat resmi tapi, banyak orang lah," ujar Setiyardi kepada Tempo, Rabu malam, 9 Januari 2019.
Setiyardi berencana menerbitkan kembali Obor Rakyat menjelang pemilihan presiden 2019. Tabloid Obor Rakyat pertama kali terbit pada Mei 2014 dengan judul halaman muka 'Capres Boneka', ditambah karikatur Jokowi sedang mencium tangan Megawati Soekarnoputri. Dalam isinya, Obor Rakyat menyebut Jokowi sebagai keturunan Tionghoa dan kaki tangan asing. Masyarakat kemudian geger akibat tulisan tersebut.
Tim Jokowi kemudian melaporkan Obor Rakyat ke polisi pada 4 Juni 2014. Kasus ini berlanjut ke pengadilan. Pada 22 November 2017, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diketuai Sinung Hermawan menghukum Setiyardi dan Darmawan Sepriyosa masing-masing 8 bulan penjara.
Baca juga: Soal Obor Rakyat, Timses Jokowi Tak Akan Perkarakan La Nyalla
Namun Mahkamah Agung menjatuhkan vonis 1 tahun penjara. Setiyardi dan Darmawan dinyatakan terbukti bersalah melanggar Pasal 310 ayat (2) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pada 8 Mei 2018, Setiyardi dan Darmawan ditangkap tim Kejaksaan Agung untuk dieksekusi ke LP Cipinang. Keduanya saat ini sedang menjalani masa cuti bersyarat sejak Januari 2019 hingga 8 Mei 2019.
Setiyardi sendiri baru keluar dari tahanan pada Kamis pekan lalu. Usai keluar, dia segera mempersiapkan penerbitan kembali Obor Rakyat. "Sekarang kami sedang mempersiapkan alat-alat keperluan untuk kantor yang akan berlokasi di Jakarta," ujar dia.
Obor Rakyat Bukan Produk Pers
Obor Rakyat Bukan Produk Pers
Sumber Berita :  https://nasional.tempo.co/read/1163536/obor-rakyat-mau-terbit-lagi-menkumham-macam-macam-masuk-lagi/full&view=ok

Tabloid Obor Rakyat Disebut Akan Kembali Terbit dalam Waktu Dekat, Diklaim Banyak Tokoh Mendukung
TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Pimpinan redaksi Tabloid Obor Rakyat, Setiyardi Budiono, mengungkapkan bakal menerbitkan kembali tabloid tersebut dalam waktu dekat.
Hal itu disampaikan Setiyardi usai menghirup udara bebas setelah menjalani hukuman 8 bulan penjara.
"Insya Allah Obor Rakyat akan kembali terbit dalam waktu dekat, saat ini saya bersama dengan rekan saya sedang mempersiapkan terbit kembali Obor Rakyat," kata Setiyardi dikutip Tribun Jabar dari Kompas.com, Kamis (10/1/2019), yang melansir video yang tayang di situs Kompas TV.
Ia mengklaim Obor Rakyat masih ditunggu oleh para pembacanya yang cukup banyak untuk terbit kembali.
Bahkan, ia mengklaim sebagian pembaca sudah bertanya-tanya kapan Obor Rakyat terbit kembali. Ia juga mengklaim banyak tokoh nasional yang ada di dalam dan luar negeri mendukung terbitnya kembali tabloid tersebut.
"Banyak sekali dukungan dari tokoh nasional baik yang ada di Indonesia atau sedang berda di luar negeri mereka mendukung penuh, dan tentu saja berharap Obor Rakyat akan sukses mewarnai pers Indonesia," lanjut dia.
Sebelumnya Tim Intelijen Kejaksaan Agung dan tim Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat telah menangkap dua pimpinan tabloid Obor Rakyat, yaitu Pemimpin Redaksi Obor Rakyat Setyardi Budiono dan Redaktur Pelaksana Obor Rakyat H Darmawan Sepriyosa, Selasa (8/5/2018) silam.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Mohammad Rum mengungkapkan, penangkapan keduanya dilakukan secara terpisah di dua tempat yang berbeda di Jakarta.
Setyardi diamankan di daerah Gambir, sedangkan Darmawan diamankan di daerah Tebet Timur.
“Kami telah mengamankan yang bersangkutan dalam rangka menjalankan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Yang bersangkutan telah melaksanakan haknya dalam melakukan upaya hukum baik melalui Banding dan Kasasi," ujar Rum dalam keterangan resminya, Selasa (8/5/2018) malam.
Rum menjelaskan, sebelumnya kedua orang tersebut telah dijatuhi pidana selama masing-masing 8 bulan berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI No 546 K/Pid.sus/2017 Tanggal 1 Agustus 2017 atas perbuatannya melakukan pelecehan melalui tulisan di tabloid tersebut terhadap Joko Widodo pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 lalu.
"Selanjutnya terpidana dieksekusi di Lapas Cipinang untuk menjalani hukumannya," kata Rum.
Dua terdakwa perkara pencemaran nama baik Joko Widodo melalui tabloid Obor Rakyat, Setiyardi Budiono dan Darmawan Sepriosa saat menjalani sidang pertama di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (17/5/2016).
Menurut dia, pada pertengahan tahun 2014, Setyardi selaku pemimpin redaksi tabloid Obor Rakyat dan redaktur pelaksananya Darmawan, telah dilaporkan dengan tuduhan penghinaan dan fitnah terhadap Jokowi melalui tabloid tersebut.
Tabloid itu disebarkan ke masjid-masjid dan pondok pesantren di sejumlah daerah di Pulau Jawa.\
Dalam tabloid itu termuat paparan bahwa Jokowi merupakan keturunan Tionghoa dan kaki tangan asing.
Keduanya kemudian dihadapkan ke persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan dakwaan melanggar Pasal 310 Ayat (2) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Tabloid Obor Rakyat Disebut Akan Kembali Terbit dalam Waktu Dekat, Diklaim Banyak Tokoh Mendukung
KOMPAS.com/ Ahmad Winarno
Sehari sebelum pemungutan suara, warga Kabupaten Jember, Jawa Timur, mendapat kiriman tabloid Obor Rakyat, Selasa (8/7/2014).
Sumber Berita : http://jabar.tribunnews.com/2019/01/10/tabloid-obor-rakyat-disebut-akan-kembali-terbit-dalam-waktu-dekat-diklaim-banyak-tokoh-mendukung?page=all
Berita serupa di : https://nasional.kompas.com/read/2019/01/10/21493641/obor-rakyat-disebut-akan-kembali-terbit-dalam-waktu-dekat

PKS Terus Dihajar! 1000 Tempat Ibadah Tolak Dipakai Kampanye Hoax, SARA dan Radikalisme!

Bila dilihat dari gelagatnya, sepertinya #2019PKSHabis semakin mendekati kenyataan semakin menuju perealisasian.
Setelah elektabilitasnya jeblok, hartanya diburu serta ancaman sita gedung utama serta aset penting lainnya yang dimiliki PKS oleh kader utamanya sendiri yaitu Fahri Hamzah, masih pula ditambah dengan mobilisasi para petinggi PKS daerah plus segenap kader-kadernya secara bedol desa, untuk hengkang dari PKS serta berpindah haluan menuju ormas –yang lagi-lagi- dibidani oleh kader paling cerlang yang dulu pernah dimiliki oleh PKS, yaitu mantan Ketua DPP PKS Anis Matta.
Tak berhenti sampai di situ, setelah internal PKS tergerogoti dengan amat parah berdarah-darah hingga kurang darah, kali ini langkah PKS yang dijegal!
Bukan oleh Jokowi, tentu saja. Melainkan justru oleh masyarakat oleh rakyat itu sendiri, yang memang telah begitu muak dengan segala tingkah polah PKS dalam memainkan isu-isu agama secara dangkal bareng FPI serta HTI.
Fenomena politisasi tempat ibadah itu sendiri bukannya tanpa gejolak yang mencuat ke permukaan.
Polanya sederhana sekali, salah satu kader PKS disusupkan menjadi salah satu pengurus masjid, yang kemudian dalam waktu yang tidak terlalu lama satu persatu pengurus masjid yang lainnya ditendang, hingga seluruh pengurus masjid mutlak kader PKS. Makanya sejak beberapa tahun berselang telah ada semacam gerakan untuk kembali membersihkan masjid tradisional dari anasir-anasir PKS.
Hal tersebut tentu saja bukanlah hoax semata demi menjatuhkan PKS. Buat apa PKS capai-capai dijatuhkan, karena toh dengan sendirinya PKS telah jatuh sendiri dengan amat terjerembab!
Lagipula, kejadian yang lain kembali menegaskannya. Yaitu saat Amien Rais menghimbau kepada para kader PAN untuk shalat di masjid minimal shubuh dan magrib, semata agar masjid tak dikuasai oleh PKS. Nah lo!
Dilansir dari detik.com, Pemkot Jakarta Barat beserta tokoh agama dan aparat TNI-Polri memasang 1.000 spanduk di tempat ibadah. Spanduk tersebut dipasang di masjid hingga wihara yang ada di Jakbar.
“FKUB menginisiasi launching pemasangan spanduk, jumlahnya cukup banyak, seribu ya, nanti akan dipasang di semua tempat-tempat ibadah, masjid, gereja, pura, wihara, dan lain-lain sebagainya,” kata Wakil Wali Kota Jakarta Barat, Muhammad Zen, di Masjid Raya Al-Amanah, Jl Indra Loka I, Wijaya Kusuma, Grogol Petamburan, Jakarta Barat, Jumat (11/1/2019).
Dia mengatakan kegiatan ini didasari UU 27/2017 tentang Pemilu yang melarang adanya kegiatan kampanye di tempat ibadah dan sekolah. Zen mengatakan, jika aturan itu dilanggar, ada sanksi yang akan dijatuhkan kepada pihak yang melanggar.
“Kemudian ada UU Pemilu Nomor 27 Tahun 2017 memang ada ketentuan tidak boleh berkampanye di tempat-tempat ibadah, di instansi pemerintah dan di sekolah-sekolah, itu tidak boleh. Oleh karena itu, ketentuan dari undang-undang tersebut kita patuhi, kita laksanakan dengan sebaik-baiknya. Kemudian akan ada sanksi, baik dari penyelenggara, peserta, pasti akan diproses,” bebernya.
Di lokasi yang sama, Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Hengki Haryadi mengatakan pemasangan 1.000 spanduk ini diharapkan bisa menjaga kerukunan beragama menjelang Pemilu 2019. Spanduk ini juga dipasang untuk mengingatkan masyarakat untuk tidak terlibat dalam penyebaran berita bohong (hoax), SARA, dan radikalisme.
Dia merinci ada 860 masjid, 237 gereja, dan 85 wihara yang disambangi. Hengki mengingatkan masyarakat atas peristiwa pembunuhan di Madura yang dilatarbelakangi perbedaan pilihan politik. Dia berharap hal itu tak terulang.
“Dalam istilah kepolisian, ini langkah pemahaman hukum dan sosial, dengan membaca ini di tiap tempat ibadah, mungkin ada yang ingin menyampaikan khotbahnya bahwa sudah ada aturannya dalam UU Pemilu, tempat ibadah, sekolah, dan instansi pemerintah tidak boleh (jadi tempat kampanye),” ucap Hengki.
Hengki, mengutip ucapan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, mengatakan masjid boleh jadi tempat belajar politik. Namun bukan sekadar politik praktis.
“Saya mengutip apa yang disampaikan oleh Menteri Agama, boleh saja tempat ibadah dijadikan tempat politik, tapi politik yang sifatnya substantif, artinya berbicara tentang kenegaraan, berbicara tentang bangsa, tidak dalam sasaran politik praktis. Milih A dan milih B,” bebernya.
Sementara itu, Dandim 0503 Jakarta Barat Letkol Andre Masengi, yang juga ada di lokasi, menyatakan mendukung kegiatan ini. Pemasangan spanduk penting untuk mengingatkan agar perbedaan pilihan politik tak membuat masyarakat terpecah.
“Jangan sampai kita berbeda pilihan dalam politik, buntut-buntutnya akan membenturkan kita sesama anak bangsa. Nah ini diharapkan tidak terjadi, bisa berbeda saya memilih calon A, calon B, tetapi kerukunan antarumat beragama, kerukunan antarsesama anak bangsa harus terjaga dengan baik,” tutur Andre.
Poor PKS!
Elektabilitas hancur internal kacau langkah politiknya pun terjegal. Padahal, Gerakan #2019GantiPresiden yang sejak awal diklaim sebagai sebuah gerakan moralpun telah tak bisa lagi dilakukan di masjid-masjid maupun tempat ibadah lainnya, karena semakin kemari kian terbuka topeng busuknya sebagai gerakan politik., yang menjadi kian jelas lagi setelah Rizieq Shihab menggantinya dengan #2019PrabowoPresiden.
Benar bahwa gerakan tolak kampanye hoax, SARA dan radikalisme pada 1000 tempat ibadah tersebut baru berlangsung di lingkup kecil Jakbar, namun tak menutup kemungkinan akan langsung diikuti oleh wilayah-wilayah lainnya di seluruh negeri ini secara serempak hingga PKS serta partai politik dan ormas lain yang gemar mempolitisir agama menjadi kian tersudut.
Tak sabar rasanya menunggu pemilu selesai, yang hasilnya membuat PKS ‘selesai’ pula sebagai partai politik, alias habis tak tersisa sedikitpun lagi.

2019PKSHabis!

Sumber gambar dan link berita:
https://news.detik.com/berita/d-4380793/tolak-ada-kampanye-1000-tempat-ibadah-di-jakbar-dipasangi-spanduk
Ahmad Maulana S
(suaraislam)
Pemasangan 1.000 spanduk di tempat ibadah di Jakarta Barat. (M Guruh Nuary/detikcom)
Sumber Berita : http://www.suaraislam.co/pks-terus-dihajar-1000-tempat-ibadah-tolak-dipakai-kampanye-hoax-sara-dan-radikalisme/

Waspadalah! Beginilah Cara Kerja Pasukan Penyebar Hoaks untuk Pengaruhi Pemilih di Indonesia dan Amerika

Di kartu namanya tertulis, “Orang yang membantu Donald Trump memenangkan Pilpres AS” dan Mirko Ceselkoski sangat ingin membacanya dan mengatakan, “Sangat lucu saya terkenal karena ini.”
Pria 38 tahun ini menyebut dirinya konsultan pemasaran internet yang menemukan tiket emas bukan hanya untuk dirinya, tetapi juga para mahasiswanya di Veles, Makedonia.
Pada 2016, lebih dari 100 situs web pro Donald Trump yang dioperasikan dari Veles, kota berpenduduk 44 ribu orang, walaupun mereka tak tertarik dengan politik Amerika. Situs tersebut memproduksi berita palsu demi uang.
“(Situs) yang terbaik isinya benar-benar menyesatkan atau 100 persen salah,” kata editor media Buzzfeed News, Craig Silverman, yang pertama mengetahui hal ini setelah ia dan seorang rekan memulai penyelidikan pada musim panas itu.
Dikutip dari Channel News Asia, Selasa (15/1), Veles dikenal sebagai pusat hoaks di dunia. Sejak saat itu, industri berita hoaks mulai terasa di setiap pemilihan di berbagai tempat, termasuk Indonesia dan Malaysia. Sebagaimana temuan Channel News Asia dalam The Truth about Fake News, terkait siapa yang menjual kepalsuan, dampak dan jantung permasalahan dari isu ini.

‘Pasukan’ Makedonia
Pada Pilpres AS, pasukan Rusia kemungkinan telah memproduksi berbagai berita hoaks untuk tujuan pengaruh politik, tapi di negara paling miskin di Eropa, Makedonia, yang rata-rata penduduk hanya menghasilkan USD 580 per bulan, tujuan para ‘pasukan’ penyebar hoaks ini adalah untuk meraup uang dengan mudah.
Pabrik-pabrik di Makedonia ditutup yang berdampak pada pengangguran dan langkanya lapangan kerja. Membuat berita palsu menjadi salah satu sumber penghasilan anak-anak muda dan Ceselkoski bahagia para mahasiswanya yang telah bekerja keras meraih kesuksesan.
“Ketika beberapa dari mereka mulai bereksperimen dengan politik AS, hasilnya sangat bagus,” kata dia. “Banyak dari mereka menghasilkan lebih dari USD 100 setiap bulan. Banyak mahasiswa lainnya menghasilkan angka yang besar, masih lebih rendah tapi tetap bagus,” lanjutnya.
Menurut salah satu anggota tim ini, Sasha, aksi mereka diawali dengan grup kecil dan kemudian meluas. “Kami bisa menghasilkan uang, sebutlah, kira-kira lima kali lebih besar daripada yang biasanya kami dapatkan, jadi kami terus mengerjakan ini,” kata dia.
“Mereka yang berpenghasilan banyak bisa membeli rumah dan mobil baru,” lanjutnya.
Terdapat empat langkah petunjuk memproduksi berita hoaks ala Makedonia. Pertama: bergabung dengan grup di Facebook menggunakan profil palsu.
“Penting bergabung dalam grup untuk mengunggah tulisanmu. Ada kelompok yang kurang berpengaruh dan kelompok yang lebih berpengaruh,” kata Sasha.
Langkah kedua: mencari isu yang sedang digandrungi; tulis ulang dan membuatnya lebih menjadi cerita sensasional kemudian unggah dan ambil untung. “Judulnya dipersingkat jadi orang bisa membacanya sekilas,” ujarnya.
Menurut Ceselkoski, bukan hanya judul klikbait yang menarik perhatian,”Mereka percaya semua yang Anda tulis karena mereka mendukung Donald Trump, dan mereka ingin menyebarkan berita. Mereka ingin berbagi kabar baik.”
“Mereka menandai kawan-kawannya dan saling beradu argumen dan berita itu semakin menyebar,” jelasnya.

Kenapa Hoaks Jadi Tren?
Ada penelitian yang menjelaskan mengapa orang berbagi berita palsu di media sosial. Menurut Asisten Profesor dari Sekolah Komunikasi dan Informasi Wee Kim Wee, Ben Turner, ketika warganet menerima tanda ‘suka’ atau berpikir bahwa konten yang akan dia bagikan akan disukai orang, pusat kesenangan di otak akan bekerja.
“Jika seseorang mempertimbangkan untuk membagikan artikel atau tidak … mereka memikirkan sesuatu yang akan membuat orang lain lebih menyukai mereka … itu akan membuat mereka lebih cenderung untuk membagikannya, terlepas itu benar atau tidak,” jelasnya.
Para pembuat berita hoaks ini tak peduli dengan dampak yang disebabkan pekerjaan mereka. Mereka berdalih dalam demokrasi semua orang memiliki hak bersuara, termasuk di media sosial.
“Demokrasi adalah tentang kebebasan berbicara masyarakat. Mereka menyebutnya berita bohong, tapi kita bebas untuk mengatakannya,” kata Nikolai, yang lahir di Veles.
Sasha sepakat dengan Nikolai. Seraya tertawa dia menambahkan, “Kamu tidak membuat kerusakan, kamu bekerja. Jika seseorang tak menyukainya, dia tak akan (melakukan). Jika kamu sepakat, kamu harus lakukan. Trump yang paling diuntungkan.”

Operasi Informasi
Terkait kasus di Malaysia, beberapa pekan sebelum Pemilu pada Mei lalu, wartawan Reuters menghubungi Lab Penelitian Forensik Digital di berbagai negara. Wartawan ini menyampaikan bahwa dia melihat ada kampanye di Twitter melawan Pakatan Harapan.
Peneliti kemudian mencari data dan menemukan 22 ribu akun yang menggunakan dua tagar; #SayNoToPH dan #KalahkanPakatan di Malaysia. Dari 22 ribu akun, 98 persen akun tersebut bekerja otomatis.
Sementara di Indonesia, dimana saat ini tahun politik, segala hal akan menjadi semakin riuh terutama bagi organisasi pemeriksa fakta Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia (Mafindo). Salah satu pendiri Mafindo, Aribowo Sasmito menyampaikan saat Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games pada Agustus lalu, pihaknya menemukan berita hoaks terkait cawapres Sandiaga Salahuddin Uno.
Diberitakan bahwa Sandiaga mengatakan Indonesia tak akan menjadi juara dalam Asian Games karena “memiliki atlet yang secara fisik lemah dan IQ rendah.”
“Media arus utama dan kredibel tidak akan menggunakan judul yang provokatif,” kata Aribowo. “Tapi orang-orang yang tidak menyukai Sandiaga mempercayainya,” sambungnya.
Politik adalah salah satu topik paling populer yang kerap dijadikan berita hoaks di Indonesia. “Biasanya partai politik menggunakan hoaks untuk menyerang para kandidat,” kata Aribowo.
Salah satu berita hoaks di Indonesia ialah berita yang menyebut Presiden Joko Widodo anggota PKI. Berita ini disebarkan dengan menyertakan foto yang mirip Jokowi saat PKI melakukan kampanye pada 1965.
“Samar-samar, orang (dalam foto) mirip Jokowi. Padahal tahun 1965, Jokowi baru berumur 4 tahun,” kata dosen senior ANU College, Australia, Ross Tapsell.
Di Indonesia juga terdapat industri semacam ini dengan akun palsu yang dijalankan demi meraup untung. Para pekerja dalam industri ini disebut buzzer, salah satu dari mereka bernama Iqbal. Kepada Channel News Asia, Iqbal mengaku memiliki ratusan akun Twitter dan puluhan akun Facebook.
Dia spesialisasi unggahan berbau politik. Kliennya membayar untuk mempromosikan konten. Agar akun tampak asli, pos tersebut dirancang agar sesuai dengan kepribadian profil.
“Unggahannya konsisten. Misalnya, profil perempuan akan mendiskusikan isu-isu perempuan,” jelas Iqbal.
Bisnis model ini berkembang pesat di berbagai belahan dunia. Sebuah studi Oxford Internet Institute menemukan bukti kampanye manipulasi media sosial oleh partai politik atau lembaga pemerintah di 48 negara tahun lalu, naik dari 28 negara pada 2017.
Kendati demikian, Iqbal bersikukuh tangannya bersih. “Hoaks dan ujaran kebencian di media sosial belakangan ini sangat mengkhawatirkan. Jadi (saya dan kawan-kawan saya) berusaha menghindarinya,” ujarnya.
Aribowo menyampaikan orang-orang mempercayai hoaks di Indonesia karena umumnya mereka para pemalas. “Mereka hanya membaca judulnya, kemudian dibagikan. Ketika ada yang tanya,’Ini benar’, mereka akan menjawab, ‘Saya enggak tahu. Saya dapat ini dari grup dan saya bagikan,” jelasnya.
Karena itulah kemudian muncul seruan untuk mengembangkan pendidikan literasi media.
(merdeka.com/suaraislam)

Sumber Berita : http://www.suaraislam.co/waspadalah-beginilah-cara-kerja-pasukan-penyebar-hoaks-untuk-pengaruhi-pemilih-di-indonesia-dan-amerika/
 

PKI dan Hantu Politik: Razia Buku, TNI Akui Salah (Part 1) | Mata Najwa


Menjelang masa kampanye Pilpres 2019, isu soal PKI dan komunisme kembali berhembus. Salah satunya mencuat melalui razia buku-buku yang diduga bermuatan sejarah 1965 dan komunisme di berbagai daerah, yang dilakukan aparat TNI.
Menurut Kapuspenkum TNI, Brigjen TNI Sisriadi mengatakan prajuritnya melakukan razia terhadap buku karena berlandaskan pada aturan hukum soal larangan penyebaran Marxisme, Leninisme dan Komunisme. ”Soal ada larangan menyita, tapi harus lewat pengadilan, prajurit tidak paham itu. Mereka hanya mendapat laporan dari warga. Nantinya kami akan memberikan pengarahan,” kata Sisriadi
Bonnie Triyana, sejarawan yang bukunya ikut disita, mengatakan bukunya murni sejarah dan menceritakan soal Bung Karno, Proklamator dan presiden pertama RI. “Kalau saya lihat, ini kan dari perspektif sejarah, yang tertulis di buku-buku itu ya memang ada dalam sejarah kita. Beda halnya kalau kita menyebarkan ajarannya, itu terkait hukum,” kata Bonnie.
 
Sumber Berita : https://www.youtube.com/watch?v=MXb7dSMPGlQ

 

PKI dan Hantu Politik: Razia Buku Jelang Pilpres: Politis? (Part 2) | Mata Najwa

Razia dan penyitaan buku-buku sejarah bertema 1965 dan bermuatan paham komunis, bukan pertama kali terjadi. Pelarangan dan razia buku sudah dilakukan sejak era Orla, Orba dan hingga saat ini Reformasi. Persoalannya, isu ini selalu berhembus menjelang pilpres.
Politikus PDI Perjuangan mengatakan, isu PKI bukan hal baru. Bagi Adian, isu PKI sangat kental aroma politiknya. “Tapi persoalannya, Jokowi itu sudah imun dengan hoax seperti ini. Tidak akan berpengaruh banyak. Hasil survei, hanya 5 persen yang percaya soal kebangkitan PKI,” kata Adian
Politikus PKS, Mardani Ali Sera mengatakan, isu razia buku ini tidak ada kaitannya dengan isu pilpres. Hanya saja, ia memang menyayangkan, persoalan isu PKI dan komunisme tidak disikapi dengan diskursus yang baik. Menurut sejarawan Bonnie Triyana, pentingnya bagi semua, termasuk aparat TNI untuk mememahami sejarah agar tidak mewarisi dendam masa lalu.

Sumber Berita : https://www.youtube.com/watch?v=sxrZs6JYR5Q 

PKI dan Hantu Politik: Benarkah PKI Bangkit? 

(Part 3) | Mata Najwa


Isu komunis dan PKI bukanlah hal baru dalam konstelasi politik tanah air. Setiap Pilpres, isu ini selalu digulirkan ke publik. Salah satu pihak yang sering menggulirkan isu kebangkitan PKI dan komunis adalah Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zein.
Menurut Kivlan, razia buku yang dilakukan oleh TNI dibenarkan, karena TNI boleh melakukan kegiatan di luar perang. “ Selain itu, saat ini memang indikasi kebangkitan PKI sudah ada. Ada tanda-tandanya, salah satunya mereka mengadakan simposium, seminar Belok Kiri di TIM dan putar lagu Genjer-Genjer di LBH Pers, ” kata Kivlan.
Politikus PDI Perjuangan, Adian Napitupulu mengatakan ideologi komunis sudah tidak laku dan hanya 6 negara di dunia yang masih menganut ideologi ini. “Ketakutan dan pengalaman traumatik Pak Kivlan jangan diwariskan pada generasi mendatang. Saya ingin mewariskan kesejahteraan kepada generasi muda kita,” ujar Adian.


Sumber Berita : https://www.youtube.com/watch?v=51xLKQ1JwLM 

 

PKI dan Hantu Politik: PKI Kembali Mengancam? (Part 4) | Mata Najwa


Kampanye hitam memanaskan suhu politik, salah satunya soal PKI dan komunis. Hasil survei SMRC tahun 2017, menemukan isu PKI bangkit banyak dipercayai oleh kader dan pemilih dari PKS.
Soal kampanye hitam, politikus PKS mengatakan Prabowo juga saat ini banyak diserang hoax. Terkait soal pemilih partainya banyak mempercayai isu kebangkitan PKI, Mardani mengakui hal itu.
“Bagus. Artinya kader dan pemilih kami itu memang waspada dan aware dengan isu itu. Karena bagaimana pun, sejarah membuktikan ancaman PKI itu ada dan pernah terjadi,” kata Mardani.

 
Sumber Berita : https://www.youtube.com/watch?v=NC9SLnEbYHc

 

PKI dan Hantu Politik: Obor Rakyat Terbit Lagi Jelang Pilpres (Part 5) | Mata Najwa

Di tahun politik, ada beragam kampanye hitam yang dikemas dengan berbagai wujud dan diedarkan jelang pemilu. Salah satu yang ramai dan menggemparkan publik pada Pilpres 2014, adalah Tabloid Obor Rakyat. Kini, Pemred Obor Rakyat, Setiyardi Budiono yang sudah bebas bersyarat berniat menerbitkan kembali tabloid yang pernah mengantarkannya ke penjara.
Menurut Setiyardi, di tahun 2014 Obor Rakyat itu adalah eksperimen jurnalisme warga. “Saat tahun itu, saya memang tidak mengurus badan hukum dan alamat yang jelas. Sekarang akan diurus. Saya dipenjara karena satu tulisan di Tabloid Obor Rakyat, sekarang akan dibenahi,” kata Setiyardi.
Politikus PDI Perjuangan, Adian Napitupulu mengatakan kehadiran Tabloid Obor Rakyat tidak berpengaruh apa-apa. Baginya, rakyat sudah pintar dan bisa menalar mana informasi yang benar dan tidak benar. Sementara politikus PKS, Mardani Ali Sera mengatakan penerbitan Obor Rakyat boleh saja asal sesuai koridor hukum.

Sumber Berita : https://www.youtube.com/watch?v=5InKsVezyCo 

PKI dan Hantu Politik: Jejak Obor Rakyat (Part 6) | Mata Najwa


Beberapa politisi yang pada Pilpres 2014 menjadi tim pemenangan Prabowo, yakni Rommahurmuziy PPP dan La Nyalla mengaku pernah terlibat dengan Tabloid Rakyat. Menurut keduanya, tabloid itu digerakkan oleh tim pendukung Prabowo 2014 untuk mendiskreditkan Jokowi.
“Saya tegaskan, saya bukan pendukung Jokowi maupun Prabowo. Jadi jangan dikaitkan,” sanggah Pemred Tabloid Obor Rakyat, Setiyardi. Soal kecenderungan politik, Setiyardi mengatakan pilihan politik adalah hak masing-masing.


Sumber Berita : https://www.youtube.com/watch?v=PRPIg2AW-P4

 

PKI dan Hantu Politik: Stop Kampanye Hitam 

(Part 7) | Mata Najwa


Hoax atau kampanye hitam bukan hanya menerpa Jokowi-Maruf, tapi juga menyerang Prabowo-Sandiaga. Namun, kedua kubu pun tidak mau mengakui bahwa kampanye hitam itu diproduksi tim resmi kedua belah pihak.
Menurut sejarawan Bonnie Triyana, nasionalisme Innesia modern mewadahi masyarakat dari berbagai suku dan ras. “Jadi bahaya jika narasi-narasi kebencian tersu dipabrikasi, terutama soal kebencian terhadap Tionghoa,” katanya.
 
Sumber Berita : https://www.youtube.com/watch?v=x7KzZsorVXI

Re-Post by MigoBerita / Kamis/17012019/10.28Wita/Bjm
Baca Juga Artikel Terkait Lainnya