» » » » » » » » » » » Satipis Apam Barabai, Kambang Kisah Handap Basa Banjar (Ida Komalasari) dan Pilanggur: Salusin Kisdap Banjar (Hatmiati Masy’ud)

Satipis Apam Barabai, Kambang Kisah Handap Basa Banjar (Ida Komalasari) dan Pilanggur: Salusin Kisdap Banjar (Hatmiati Masy’ud)

Penulis By on Senin, 21 Januari 2019 | No comments


Bedah Buku Pilanggur dan Satipis Apam Barabai, Upaya Melestarikan Bahasa Lokal

DPD Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kalimantan Selatan menggelar bedah buku karya dua sastrawan lokal, Sabtu (19/1/2019) di Gedung Pemuda Kalsel. Dua karya berjudul Satipis Apam Barabai, Kambang Kisah Handap Basa Banjar (Ida Komalasari) dan Pilanggur: Salusin Kisdap Banjar (Hatmiati Masy’ud) lantas dipilih untuk didiskusikan.
DILIHAT dari judul dan isinya, buku hasil olah pikir sastrawan perempuan lokal ini mempunyai satu kesamaan, memakai bahasa Banjar sebagai untuk membawa pembaca masuk ke dalam cerita.
Penulis buku Pilanggur, Hatmiati Masy’ud menyebut ketertarikannya memuat bahasa Banjar karena ingin menyasar para pemuda untuk peduli terhadap eksistensi bahasa lokal yang mereka miliki.
“Kami ingin menyampaikan kepada generasi mudah bahwa sebenarnya budaya Banjar merupakan hal yang menarik,” kata Hatmiati.


Dia menjelaskan kata ‘pilanggur’ merujuk sebutan bagi perawan tua yang terkena kutukan akibat melanggar pantangan adat. Lebih jauh, buku ini mengangkat mitos yang hidup dan berkembang dalam masyarakat menjadi sebuah karya estetik.
BACA: Komisioner KPU Kalsel Hatmiati Mendapat Anugerah Sastra Rancage Tahun 2018
“Buku saya banyak menggunakan bahasa Banjar Hulu, jadi bagi pembaca yang kurang familiar dengan kosa kata banjar Hulu sepertinya agak sulit memahaminya. Namun, alhamdulillah, buku saya diberi penghargaan sastra rancage, sebagai sastra terbaik berbahasa Banjar pada 2018 lalu,” kata Hatmiati sambil tersenyum.
Bagaimana dengan buku satunya? Penulis Ida Komalasari Satipis Apam Barabai, Kambang Kisah Handap Basa Banjar, Ida Komalasari menjelaskan bukunya banyak bercerita tentang norma dan budaya Banjar yang bisa menjadi pembelajaran bagi pembaca. Ia mengakui, menulis buku sastra menggunakan bahasa Banjar merupakan pengalaman baru baginya.
“Kalau buku saya memang ditulis dengan bahasa Banjar Kuala, kebetulan editor Buku saya adalah YS Agus Suseno jadi banyak kosa kata Banjar Hulu dibuatnya,” ungkap pengajar STIKIP PGRI Banjarmasin ini.
BACA JUGA: Ketua KNPI Kalsel: Pemuda Banua Jangan Lagi Jadi Objek Politik
Sementara itu, Sekretaris DPD KNPI Kalsel, Muhammad Yusuf menyebut organisasinya mempunyai tanggung jawab moral untuk mendekatkan kebudayaan Banjar kepada generasi millenial.  “Kita wajib melestarikan Budaya Banjar sebagai bentuk kebanggan atas budaya kita,” ungkap Yusuf.
Ia mengatakan DPD KNPI Kalsel sengaja mendiskusikan buku karya Hatmiati Masy’ud dan Ida Komalasari karena sebagai bentuk apresiasi kepada penulis buku berbahasa Banjar.
“Kalsel mungkin tidak kekurangan penulis buku berbahasa Indonesia. Nah, sementara untuk buku Bahasa Banjar bisa dihitung dengan jari. Jadi, KNPI hadir mempertemukan pemuda dan karya sastra daerah,” pungkasnya.

Sumber Berita : http://jejakrekam.com/2019/01/19/bedah-buku-pilanggur-dan-satipis-apam-barabai-upaya-melestarikan-bahasa-lokal/





“Pilanggur” dan “Satipis Apam Barabai”, Mengangkat Budaya Banjar Karya Penulis Banua



Diterbitkan pada

BANJARMASIN, Bertujuan memperkenalkan budaya Banjar lebih mendalam terhadap pembaca muda, DPD KNPI Kalimantan Selatan menggelar bedah buku bertema “Manggalugai Budaya Banjar di Era Milenial (Melalui Kisah-Kisah Bahasa Banjar)” di Gedung Pemuda KNPI Banjarmasin.
Dengan menghadirkan narsumber Dr Hj Ida Komalasari,penulis buku Satipis Apam Barabai Kambang Rampai Kisah Handap Basa Banjar dan Dr Hatmiyati Masy’ud, penulis buku Pilanggur Salusin Kisdap Banjar. Muhammad Yusuf SE MM, Sekretaris KNPI mengharapkan dari kegiatan ini generasi milenial mengetahui budaya Banjar dan terus melestarikannya.
Ragam peserta dari pelajar, mahasiswa hingga OKP ikut berhadir memeriahkan bedah buku ini. Selain itu, Muhammad Yusuf mengajak generasi muda bisa memperkenalkan budaya Banjar hingga ke pelosok dan daerah. “Sebagai generasi muda, ayo kita jaga dan lestarikan budaya Banjar dan kita sebarkan ke pelosok dan daerah, bahwa budaya Banjar itu bagus,” ungkapnya.
Salah satu alasan kenapa penulis buku “Satipis Apam Barabai” dan “Pilanggur” ini dipilih sebagai nara sumber karena dari judul buku pun yang mereka buat sudah menarik. Sehingga tentu akan sangat bagus jika buku tersebut jauh dikupas dan dibedah lebih dalam lagi.
Selain itu, darah asli Banjar yang menurun di dalam gen kedua penulis ini juga menjadi nilai pertimbangan, di samping masih kurangnya orang-orang Banjar yang berprofesi sebagai penulis.
Hatmiyati mengatakan, budaya Banjar itu sangat menarik, apalagi jika diteliti dan ditulis dengan cermat, baik itu dituangkan dalam bentuk karya tulis ilmiah maupun fiksi. Karyanya, “Pilanggur”, sudah terbit pada 2017 lalu,dan memenangi Pengharagaan Sastra Rancage yang diselanggarakan oleh salah satu yayasan di kota Bandung.


Bedah buku karya penulis Banjar di gedung pemuda Kota Banjarmasin. Foto : mario

Sastra Rancage adalah penghargaan yang diberikan kepada orang-orang yang dianggap telah berjasa bagi pengembangan bahasa dan sastra daerah.
“Pilanggur” sendiri menceritakan mitos-mitos yang ada di masyarakat Banjar. “Mungkin masyarakat Banjar, terutama generasi milenial sudah tidak tahu apa itu pilanggur. Pilanggur ini akibat dari sesuatu ketika seseorang melanggar pantangan,” jelasnya secara singkat.

Selain itu, ia menambahkan, jika para pembaca tidak memiliki pengetahuan bahasa Banjar yang mumpuni, pasti akan kesusahan ketika membaca buku “Pilanggur” ini, dimana bahasa Banjar Hulu menghiasi di setiap lembar halamannya.
Sedikit berbeda, kali pertama Ida Komalasari melahirkan buku berbahasa Banjar. “Satipis Apam Barabai” ini lebih banyak berkisah tentang nilai-nilai norma budaya yang ceritanya ia dapat dari ragam kisah mahasiswanya. “Karena saya dosen, banyak cerita dari mahasiswa. Saya jadikan buku,” jelasnya.
Penulis asli Kandangan ini lebih banyak menggunakan bahasa Banjar Kuala di dalam bukunya. Namun, ada juga beberapa tambahan bahasa Banjar Hulu yang ditambahkan oleh editor.
Ketika ditanya apakah ke depannya buku-buku ini akan dialih bahasa ke Bahasa Indonesia agar bisa menjangkau cakupan pembaca yang lebih luas, kedua penulis ini mengaku masih belum mempunyai rencana tersebut.

DPD KNPI Kalimantan Selatan, menggelar bedah buku bertajuk manggalugai baudaya banjar di era milineal, menghadirkan 2 orang pengarang buku, dr. Hatmiati Masy Ud dan dr. Hajah Ida Komalasari.
Sumber Video : https://www.youtube.com/watch?v=jn2Wohxnlzs

Re-Post by MigoBerita / Selasa/22012019/10.28Wita/Bjm
Baca Juga Artikel Terkait Lainnya