Oleh: Budi Kurniawan Direktur PADMA (Pusat Analisis, Data, Media, dan Masyarakat Kalsel) Institute BANJARMASINPOST.CPO.ID - Jika tak ada aral
melintang, pada September tahun ini tahapan Pilkada di tujuh
kota/kabupaten dan satu provinsi (Banjarmasin, Banjarbaru, Kotabaru,
Banjar, Balangan, Hulu Sungai Tengah, Tanah Bumbu) mulai bergulir.
Pada Februari tahun depan para petarung Pilkada akan ditetapkan.
Setelah ditetapkan, pertarungan pun dimulai hingga pertengahan atau
akhir tahun 2020.
Tanpa
mengecilkan Pilkada di enam kabupaten/kota yang bisa jadi penuh drama,
Pilkada Provinsi Kalsel yang akan memilih Gubernur dan Wakil Gubernur
relatif menarik. Apalagi jika mengingat pada apa yang terjadi pada lima
tahun silam.
Sebelum KPU Kalsel menetapkan pemenang Pilkada pada 19 Desember 2015,
drama politik berlangsung. Hitung cepat lembaga survey asal Jakarta
memenangkan pasangan H Muhidin – Gusti Farid Hasan Aman. Selisih suara
versi hitung cepat itu kurang dari satu persen.
Drama Pilgub 2015 Kemenangan versi hitung cepat
tak pelak membuat prediksi banyak pihak meleset. Rival kuat Muhidin –
Gusti Farid, pasangan Sahbirin Noor – Rudy Resnawan yang semula diduga
akan menang mudah, ternyata tak seperti yang dibayangkan.
Apalagi jika menghitung dukungan partai politik yang kala itu hampir
seluruhnya diborong Sahbirin – Rudy. Partai Gerindra, Partai Persatuan
Pembangunan, Partai Golkar, PDI Perjuangan, PKS, PAN, dan Partai Hanura
mengusung pasangan ini.
Tak pelak, hanya Partai Kebangkitan Bangsa dan Nasdem yang tersisa.
Kedua partai ini kemudian mendukung dr Zairullah Azhar – Muhammad
Sapi’i. Sedangkan Muhidin – Gusti Farid memilih jalur independen.
Pilihan itu membuat Muhidin – Gusti Farid menorehkan sejarah sebagai
pasangan pertama dari jalur independen yang berlaga pada Pilkada Kalsel.
Jalur independen ditambah kekuatan kedua sosok –Muhidin dinilai
sukses memimpin Kota Banjarmasin dengan berbagai pembangunan landmark
baru dan Gusti Farid membawa politik garis darah baik dari sang ayah dan
mertua yang sama-sama merupakan Gubernur Kalsel dengan sejumlah catatan
baik semasa mereka menjabat—mengubah peta politik yang semula mudah
diduga itu.
Namun, kemenangan versi hitung cepat itu hanya berlangsung sesaat.
Versi KPU, Sahbirin dan Rudy Resnawan lah yang memenangkan Pilkada
Kalsel. Kemenangannya berlangsung sangat tipis. KPU Provinsi Kalsel
menetapkan, calon gubernur dan calon wakil gubernur nomor urut 1
(Zairullah – Sapi’i) memeroleh 334.712 suara; calon nomor urut dua
(Sahbirin – Rudy) memeroleh 739.588 suara; dan Muhidin – Gusti Farid,
calon nomor urut tiga memeroleh 725.585 suara.
Kemenangan versi resmi itu tak pelak membuat gejolak. Tersiar kabar
para pendukung kedua calon yang selisih suaranya tipis itu mulai
berhadap-hadapan. Suasana Kalsel sempat tegang. Uniknya ketegangan itu
kemudian berakhir ketika Muhidin – Gusti Farid menyatakan menerima hasil
Pilkada dan tak akan mengajukan gugatan ke mahkamah di Jakarta.
Keputusan itu menimbulkan banyak rumor. Mengapa gugatan tak dilakukan
sementara selisih suara hanya kurang dari 1 persen? Apakah ada deal
tertentu yang menguntungkan berbagai pihak? Atau ada barter
sumber-sumber ekonomi yang telah terpakai dalam Pilkada? Jawaban
terhadap rumor-rumor itu hingga kini hanya jadi “rahasia umum” yang oleh
sebagian orang diyakini kebenarannya.
Tren Politik Habib Menjelang Pilkada Kalsel 2020, peta politik kini berubah. Terpilihnya para Habib di parlemen di semua tingkatan parlemen pada Pileg 2019, menunjukkan telah bergesernya kekuatan politik.
Sosok Habib
yang secara tradisional dan psikologis berpengaruh, dihormati,
sekaligus memiliki tempat istimewa dalam struktur sosial masyarakat
Banjar membuat mereka panen suara dalam kontestasi politik.
Pileg 2019 di Kalsel menghasilkan tiga Habib menjadi anggota DPD. Satu Habib lagi kembali terpilih sebagai anggota DPR RI. Bahkan Habib yang tak berdarah Banjar itu terpilih untuk ketiga kalinya ke Senayan.
Perolehan empat Habib
yang lolos ke Senayan itu mencapai lebih satu juta suara. Jumlah yang
cukup fantastis jika dibandingkan jumlah daftar pemilih tetap (DPT)
Kalsel pada 2019 yang mencapai 2.869.337 orang. Artinya lebih dari
setengah DPT memilih para Habib untuk DPD dan DPR RI. Di tingkat Provinsi Kalsel, ada empat Habib yang terpilih di lima daerah pemilihan. Jumlah suara mereka juga relatif besar, rata-rata lebih dari 25.000 suara per orang.
Jika ditotal jumlah suara para Habib itu bisa mencapai di atas 200.000. Jumlah suara itu hanya untuk DPRD Provinsi Kalsel. Jika ditambah dengan suara para Habib lain yang terpilih di parlemen kota dan kabupaten di seluruh Kalsel, bisa jadi suara mereka mencapai lebih dari 1 juta suara.
Berdasarkan data perolehan suara dan tren yang sedang berlangsung,
mau tak mau ketika perhelatan politik seperti Pilkada Kalsel 2020
menjelang, daya tawar politik para Habib meningkat dan tak bisa dinafikkan.
Jika para kandidat yang maju di Pilkada Kalsel menafikkan posisi tawar para Habib, itu sama saja dengan ‘bunuh diri’.
Akhirnya tak ada pilihan lain bagi partai-partai politik selain mengusung para Habib untuk bertarung di Pilkada. Kalau pun partai-partai tak mengusung Habib pada posisi Gubernur, maka bisa jadi wajib hukumnya menempatkan mereka sebagai calon Wakil Gubernur.
Pilihan Habib
sebagai calon Gubernur mungkin masih jauh panggang dari api karena
tentu akan berhubungan dengan sumber ekonomi (modal) yang hingga kini
masih dikuasai kelompok tertentu di luar para Habib.
Yang menarik jika dalam kontestasi politik Kalsel, Habib yang ikut maju berjumlah lebih dari satu orang, maka selain pertarungan kian seru, juga akan muncul Habib dari klan mana yang lebih kuat dan menerima dukungan luas dari khalayak Kalsel.
Atau, jika calon Habib lebih dari satu, maka sengaja atau tidak, publik “terpaksa” memertimbangkan rekam jejak masing-masing Habib sebelum menentukan pilihan.
Jika ini yang terjadi, ada harapan budaya politik Kalsel tanpa
sengaja naik peringkat. Dari parokial subject menjadi budaya politik
partisipan. Itu jelas akan meningkatkan kualitas demokrasi di Kalsel.
Karena publik tak lagi hanya “tersandera” pada ikatan-ikatan
tradisional seperti kharisma, hubungan darah, kedudukan sosial dan agama
sang calon saat memberikan suara. Tapi sudah melihat apa yang sudah
dilakukan para Habib untuk Banua dan masyarakatnya.
Mengamati pergerakan para sosok yang akan maju di Pilkada Kalsel
2020, sepertinya konfigurasi kelompok akan bergerak setengah dinamis.
Secara sederhana, para petarung Pilkada Kalsel 2020 bisa dibagi dalam
empat kelompok yang merujuk pada fenomena politik yang mirip dengan
Pilkada lima tahun silam.
Kelompok pertama, diwakili sosok yang didukung finansial kuat dari para saudagar dan juragan pertambangan.
Ditambah sosok yang mewakili identitas Kebanjaran. Kelompok kedua,
tetap bertumpu pada saudagar dan juragan pertambangan ditambah sosok
yang mewakili identitas keagamaan (Habib misalnya).
Kelompok ketiga, sosok yang mewakili identitas Kebanjaran dan
kalangan dari kawasan pesisir Kalsel yang didukung para juragan
pertambangan. Kelompok keempat adalah para penggembira dan petualang
politik yang tak perlu menang Pilkada namun mampu meningkatkan posisi
tawar dan panen raya keuntungan ekonomi dari pencalonan mereka.
Walau kelompok pengusung dan pemain ini tak banyak berubah dari masa ke masa, tapi jika para Habib
yang terlibat dalam Pilkada Kalsel 2020 itu menang, maka hal itu
menjadi semacam alarm bagi kelompok nasionalis. Bahwa ternyata, sampul
agama dalam politik di Kalsel masih lah sangat kental adanya. (*)
banjarmasinpost.co.id/nurholishuda
Aditya Mufti Ariffin dan AR Iwansyah menyatakan diri maju Cawali Dan Wawali Banjarbaru di Pilkada 2020.
Info Lainnya : Ormas FPI (Front Pembela Islam) "Bermasalah" atau "Tidak", WARNING buat KALSEL , silahkan klik di MigoBerita
Habib Banua Pilihan Rasional Pendamping Calon Petahana Paman Birin
KEDEKATAN Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor dengan
senator Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Habib Abdurrahman Bahasyim atau
Habib Banua, memunculkan prediksi jika kedua tokoh ini bakal bersanding
di pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2020 mendatang. APALAGI,
Habib Banua sendiri merupakan peraih suara terbanyak dalam pemilihan
senator utusan Kalsel yang melenggang ke Senayan Jakarta. Dengan
mengoleksi 392.026 suara hasil Pemilu 2019, Habib Banua juga memiliki
basis dukungan yang merata di 13 kabupaten dan kota di Kalsel. Terutama
di kantong-kantong suara terbesar seperti di Banjarmasin dengan 59.741
suara, Kabupaten Banjar 62.183 suara dan zona Hulu Sungai.
Pengamat
politik FISIP Universitas Islam Kalimantan (Uniska) Muhammad Arsyad Al
Banjary, Dr M Uhaib As’ad mengartikan kedekatan Habib Banua dengan Paman
Birin, sapaan akrab Gubernur Kalsel bisa diidentifikasikan jika kedua
tokohnya sangat berpeluang bersanding di Pilgub Kalsel 2020.
“Dibandingkan
H Muhidin yang mantan Walikota Banjarmasin, tentu pilihan rasional
sebagai pendamping Paman Birin adalah Habib Banua. Ketokohannya sudah
teruji, karena terus menjadi pendulang suara terbanyak dalam pemilihan
anggota DPD RI baik Pemilu 2014 maupun Pemilu 2019,” ucap Uhaib As’ad
kepada jejakrekam.com, Senin (10/6/2019).
Menurut
doktor jebolan Universitas Brawijaya (UB) Malang ini, belakangan ini
publik terus disajikan adanya pertemuan personal antara Paman Birin
dengan Habib Banua.
“Ini sudah menandakan Paman Birin sudah merasa
nyaman dengan Habib Banua. Jadi, kemungkinan pendamping Paman Birin
sebagai calon wakil gubernur pilihan rasionalnya adalah Habib Banua,”
tutur Uhaib.
Ia berpandangan ketika Paman Birin berduet dengan
Habib Banua, tentu basis massa pendukung militan akan bisa digabungkan
menjadi mesin pemenangan calon petahana. “Dibandingkan memilih H
Muhidin, tentu Paman Birin punya hitungan politik yang rasional.
Apalagi, dalam berbagai baliho sudah tergambar hubungan erat Paman Birin
dengan Habib Banua,” ucap Uhaib.
Masih
menurut dia, meski Habib Banua maju dalam jalur perseorangan di
pemilihan senator, secara struktural juga masih berkelindan dengan
Partai Demokrat, karena sempat menjadi pelaksana harian sekretaris
partai.
“Otomatis, Partai Demokrat juga akan ikut dari garda
pemenangan Paman Birin-Habib Banua. Ini juga bisa menekan resistensi
politik, karena tipikal masyarakat Kalsel masih sangat kuat dengan
keberadaan para habib dalam politik elektoral,” beber Uhaib.
Nah,
menurut Uhaib, jika ternyata Habib Banua enggan maju berlaga di Pilkada
Kalsel 2020, pilihan rasional lainnya yang akan dipilih Paman Birin
selaku Ketua DPD Partai Golkar Kalsel adalah meminta Walikota Banjarbaru
Nadjmi Adhani sebagai figur pendampingnya.
“Nadjmi Adhani yang
juga Ketua DPD Partai Golkar Banjarbaru merupakan figur alternatif yang
bisa mendampingi Paman Birin, jika terjadi kebuntuan politik. Bagaimana
pun, Partai Golkar bisa mandiri mengusung kandidat di Pilkada Kalsel
2020,” tuturnya.
Dengan modal 12 kursi, Uhaib hakkul yakin posisi
Golkar sangat menentukan peta pertarungan Kalsel bahkan bisa menggalang
kongsi politik besar untuk modal maju di suksesi 2020.
Uhaib
juga menyebut ada figur lain yang bisa menjadi pendamping incumbent
yakni Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Kalsel Abdul Haris Makkie
yang juga Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Kalsel.
“Posisi
Abdul Haris Makkie sebagai figur bakal calon wakil gubernur pendamping
Paman Birin juga turut diperhitungkan. Ini karena sangat jelas basis
massa dukungannya dari ormas NU. Namun, dari dua figur baik Walikota
Banjarbaru Nadjmi Adhani maupun Abdul Haris Makkie, maka pilihan utama
tetap pada Habib Banua,” cetus Uhaib.
Lantas
siapa yang akan jadi pesaing Paman Birin nantinya di Pilkada Kalsel
2020 mendatang? Uhaib mengakui nama Pangeran Khairul Saleh yang
merupakan caleg DPR RI terpilih dari PAN memang disebut-sebut sebagai
rivalnya. Hanya saja, Uhaib justru melihat momentum Sultan Banjar itu
sepertinya telah berlalu, karena sempat gagal maju berlaga dalam Pilkada
Kalsel 2015 silam.
“Wajar, ketika Sultan Khairul Saleh menegaskan
akan maju lewat jalur independen, karena kans Paman Birin untuk
mendapat dukungan mayoritas parpol di Kalsel masih sangat terbuka.
Inilah mengapa akhirnya nama Habib Banua yang menggambarkan representasi
figur independen jauh lebih rasional dibandingkan H Muhidin atau figur
lainnya,” imbuhnya.
Sumber Berita : http://jejakrekam.com/2019/06/10/habib-banua-pilihan-rasional-pendamping-calon-petahana-paman-birin/
Pilgub Kalsel 2020 Diprediksi Jadi Medan Laga Tiga Petarung
SUKSESI 2020 untuk merebutkan kursi orang nomor satu dan dua
di Kalimantan Selatan, diprediksi tak akan menyajikan laga head to head
(satu lawan satu) antara petahana Gubernur Sahbirin Noor versus mantan
Wakil Menteri Hukum dan HAM era SBY, Denny Indrayana. NAMUN,
diprediksi akan ada calon alternatif di antara dua kubu yang kini
tengah menghangatkan tensi politik di Banua. Nama mantan Walikota
Banjarmasin Muhidin, hampir dipastikan akan turut bertarung dalam
perebutan kursi bergengsi di Pemprov Kalimantan Selatan itu.
Sekretaris
Jenderal Borneo Muda Ahmad Zaki mengungkapkan saat ini justru yang
belum terbaca di permukaan adalah figur para mantan wakil bupati sebagai
pendamping Denny Indrayana, bukan hanya Habib Abdurrahman Bahasyim atau
Habib Banua, sang senator DPD RI utusan Kalsel. BACA : Tarung 2015 Bisa Terulang, Muhidin Vs Birin, Sultan Khairul Jadi Kuda Hitam
“Justru,
nama anggota DPR RI dari Partai Gerindra, Saiful Rasyid yang merupakan
mantan Bupati Hulu Sungai Tengah (HST) serta mantan Bupati Hulu Sungai
Selatan (HSS), Muhammad Sapi’i merupakan varian yang disodorkan kepada
Denny Indrayana,” tutur Ahmad Zaki kepada jejakrekam.com di Banjarmasin, Minggu (11/10/2019).
Mantan
aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Banjarmasin menyakini di saat
injury time ketika pendaftaran bakal calon Gubernur-Wakil Gubernur
Kalsel resmi dibuka KPU, maka Denny Indrayana bakal maju di jalur
independen. BACA : Paman Birin Vs Denny, Figur Membumi di Hulu Sungai Penentu Kemenangan
“Denny
Indrayana tentu butuh figur yang menjual di kawasan Hulu Sungai. Nah,
jika benar Partai Gerindra, mengusungnya maka pilihannya akan jatuh pada
anggota DPR RI Saiful Rasyid yang mantan Bupati HST disodorkan partai
itu,” tutur Zaki.
Ia melihat manuver Habib Banua yang condong
ingin maju berlaga di pemilihan Walikota Banjarmasin dengan mendekati
sejumlah parpol, justru tak akan tertarik berlaga di level provinsi.
“Nah, jika nantinya Denny Indrayana tertutup kans diusung koalisi
parpol, maka jalur perseorangan akan jadi pilihan bagi pakar hukum tata
negara ini,” ucap Zaki. BACA JUGA : Kemas Isu dan Bentuk Jaringan, Denny Indrayana Tengah Cari Figur Cawagub
Menurut
Zaki, saat ini justru publik belum membaca strategi politik apa yang
ditempuh H Muhidin. Apalagi, H Muhidin sendiri merupakan figur yang
mampu meraup suara, terbukti dalam Pilwali Banjarmasin 2010 dan Pilgub
Kalsel 2015, hingga selisih suaranya dengan sang pemenang, Sahbirin
Noor-Rudy Resnawan terbilang tipis.
“Jika Muhidin maju lewat PAN,
maka kemungkingan besar yang digandeng adalah Partai Gerindra. Inilah
mengapa akhirnya Denny Indrayana diperkirakan maju lewat jalur non
parpol itu,” papar Zaki.
Firasat Zaki bahwa sang incumbent, Paman
Birin justru pada detik-detik terakhir akan didampingi anggota DPR RI
asal PDI Perjuangan dr Sulaiman Umar. Dia menduga manuver yang dilakoni
anggota DPRD Kalsel dan juga mantan Wagub Kalsel HM Rosehan Noor Bachri,
hanya menguji reaksi publik. BACA JUGA : Ada Wahid, Iskandar dan Rosehan, Paman Birin : Duet Saya Tergantung Koalisi
Zaki
juga ragu jika nama Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) dua periode, Abdul
Wahid akan dipilih Paman Birin sebagai partner politik mengarungi laga
sengit Pilgub Kalsel 2020 mendatang.
“Inilah mengapa dalam
pertarungan di Pilgub Kalsel 2020, bisa diprediksi tetap memunculkan
tiga pasangan calon. Yang terkuat tentu Paman Birin dengan sokongan
parpol besar, disusul H Muhidin lewat PAN, PKB dan parpol lainnya.
Terakhir, Denny Indrayana di jalur indepeden. Kini, tinggal mencari
formula siapa yang akan jadi pendamping mereka,” tutur Zaki. BACA LAGI : Usai Cabup Banjar, Gusti Iskandar Lirik Kans Cagub Pendamping Birin
Sekretaris
DPP PKPI Kalsel ini mengungkapkan di masa penjaringan ini, hampir semua
bakal calon masih mengutak-atik atau memsimulasikan dari ketiga
kandidat itu harus berpasangan dengan siapa di Pilgub Kalsel 2020. “Kita
tunggu saja, saat injury time peta politik di Kalsel akan memberi
kejutan,” imbuhnya.
Pilwali Banjarmasin 2020, Habib Alwi Klaim Peroleh Restu PKB
apahabar.com, BANJARMASIN
– Pasca-menghadiri uji kelayakan dan kepatutan, Habib Sayyed Alwi Al
Nafis menjalin silaturahmi di kediaman Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul
Ulama Kalimantan Selatan KH Abdul Haris Makkie, Rabu (12/2) malam.
“Saya bersilaturahmi dengan beliau untuk
meminta nasehat tentang niat ulun maju di Pilwali Banjarmasin,” ucap
Habib Alwi melalui siaran pers yang diterima apahabar.com.
Ia menilai Abdul Harris Makkie merupakan orang tua dari warga Nahdliyin.
Terlebih, ia mengklaim telah memperoleh lampu hijau dari petinggi PKB untuk berlaga di Pilwali Banjarmasin 2020 ini.
Restu ini diperoleh setelah Habib Alwi
memaparkan visi-misi pada acara fit and proper test di Graha Gus Dur DPP
PKB Jakarta, belum lama tadi.
“PKB mengutamakan kader yang akan
diusung. Namun dikarenakan PKB hanya memiliki lima kursi di DPRD
Banjarmasin, maka secara otomatis harus berkoalisi dengan partai lain,”
katanya.
Sejauh ini, Habib Alwi sudah menjalin komunikasi dengan sejumlah figur dan petinggi partai politik.
Terutama kandidat yang memiliki tingkat elektabilitas dan popularitas tinggi.
“Misalnya Yuni Abdi Nur Sulaiman, dan Hj Karmila Muhidin. Kita menjalin komunikasi kesana,” bebernya.
Sementara itu, Ketua PWNU Kalsel, Abdul Haris Makkie menyambut baik kedatangan Habib Alwi.
Ia berdalih pertemuan ini murni silaturahmi sesama Nahdliyin.
“Karena beliau mengemukakan telah
memperoleh restu dari PKB untuk mencalonkan diri sebagai bakal calon
wakil wali kota Banjarmasin, maka kita selaku warga Nahdliyin memberikan
support dan dukungan,” kata Sekdaprov Kalsel ini.
Dengan perolehan lima kursi PKB di DPRD Banjarmasin, otomatis Habib Alwi harus menggandeng partai lain untuk berkoalisi.
Terkait sikap PWNU di Pilwali
Banjarmasin 2020, Haris menegaskan sebagai ormas Islam NU tidak
memungkinkan mendukung secara kelembagaan ketika ada warga Nahdliyin
yang maju di Pilkada serentak September mendatang.
“NU bukan partai politik. NU tetap
berada di Khittahnya sebagai organisasi sosial, kemasyarakatan, dan
keagamaan. Kita lurus saja, namun kalau ada warga kita (Maju Pilkada)
kewajiban kita memberikan dukungan,” timpal Haris.
BANJARMASIN,KORANBANJAR.NET –
Seolah tak mau ketinggalan kereta, baru-baru ini Partai Demokrat
Kalsel, menyatakan mendukung penuh kadernya maju dalam perhelatan Pilgub
Kalsel 2020.
Sebagaimana diketahui salah satu tokoh banua yang santer diberitakan adalah Habib Abdurrahman Bahasyim atau disebut Habib Banua.
”Melihat
situasi yang ada sekarang, Partai Demokrat memiliki peluang besar untuk
mendorong sekaligus mendukung penuh kader terbaiknya untuk maju di
Pilgub,” tutur Rusian kepada wartawan, Jum’at (14/06/2019) di
Banjarmasin.
Menurut kaca mata ketua
DPD Partai Demokrat Kalsel ini, partainya akan bersikukuh mengusung
Habib Banua. Kenapa? Anggota DPD RI ini dipandang selain kuat dan teruji
ketokohannya, selama ini sepak terjangnya juga berhasil
merepresentasikan diri sebagai kaum muda yang energik dan inspiratif.
“Siapa lagi kalau bukan Habib Banua, akar rumput pun menghendaki agar Habib Banua maju,” katanya penuh yakin.
Keberpihakan dan perjuangan Habib Abdurrahman terhadap kebijakan yang pro rakyat juga tak diragukan lagi.
“Sehingga sangat layak rasanya Habib Banua disodorkan ke masyarakat,” sebutnya.
Semntara
itu, Habib Banua sendiri sebelumnya menyatakan diri ingin fokus
berjuang di DPD RI tanpa menutup kemungkinan untuk menerima pinangan
dari Parpol ataupun kandidat lainnya.
Beberapa
hari terahir hiruk pikuk perpolitikan banua kian menghangat. Pasalnya
beberapa kandidat yang diprediksi akan ikut berlaga di kontestasi
Pilkada Kalsel 2020 mendatang sudah mulai bermunculan. Tak terkecuali
untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur.
Sebut saja ada Sahbirin Noor atau yang akrab disapa Paman Birin dari Partai Golkar, tokoh muda Haji Sulaiman Umar dan Mardani
Haji Maming dari PDIP, ada Haji Muhidin dari PAN, kemudian ada pula
Sultan Khairul Saleh yang meski di Pileg kemarin memilih kendaraan PAN,
namun untuk Pilgub kali ini dia akan memilih opsi maju melalui jalur
independen.
Selain itu, diantara
Cawagub yang santer disebutkan publik ada Habib Abdurrahman Bahasyim
calon anggota DPD RI 2019-2024 terpilih dengan raihan suara terbanyak.
Dengan
kian santernya pemberitaan para kandidat yang akan bertarung, tentunya
menjadi hal positif sehingga diharapkan bisa mengedukasi publik untuk
melihat dan meneliti track record (rekam jejak) para calon sehingga pada
saat gelaran Pilgub nanti, pilihan atas pemimpin banua kian mantap di
hati pemilih. (al)
PROKAL.CO, MARTAPURA
- Sekda Banjarbaru Said Abdullah menunjukkan keseriusannya untuk ikut
berlaga dalam Pemilihan Bupati (Pilbup) Banjar 2020 mendatang. Kemarin
pagi, dia datang ke Kantor DPC Gerindra Banjar untuk mengembalikan
berkas pendaftaran Bakal Calon Bupati Banjar. Dengan diiringi ratusan simpatisan
dan para alim ulama, kedatangan pria yang akrab disapa Habib Abdullah
ini disambut langsung oleh Ketua DPC Gerindra Kabupaten Banjar, M Rofiqi
dan Ketua Tim Pendaftaran, Irwan Bora. Dalam kesempatan itu, Habib Abdullah
mengaku membawa tiga berkas formulir pendaftaran yang masing-masing
ditujukan untuk DPC, DPD dan DPP Gerindra. "Setelah pengembalian
formulir ini, kami menunggu saja keputusan dari Partai Gerindra. Semoga
tidak terlalu lama keputusannya," katanya. Dia mengungkapkan, jika nanti Surat
Keputusan (SK) dari Partai Gerindra sudah turun. Pihaknya akan langsung
bergerak dengan membentuk tim di lapangan. "Semakin cepat bergerak,
semakin baik," ungkapnya. Terkait ketertarikannya maju dalam
Pilkada Banjar, Habib Abdullah menegaskan bahwa keinginananya ikut serta
dalam Pilbup Banjar lantaran panggilan jiwa. "Niat saya maju pada
Pilkada Kabupaten Banjar ini Lillahitaala. Tanpa ada niat yang lain,"
tegasnya.
Apalagi dia menyampaikan
bahwa dirinya merupakan orang asli Banjar dan dibesarkan di sana,
sehingga sangat mengenal Kabupaten Banjar. "Menurut saya, Kabupaten
Banjar dengan sumber daya alam yang banyak dan potensi lain yang ada
pasti bisa membuat masyarakat lebih sejahtera. Juga, bermartabat dan
agamis," ucapnya. Setelah ke Partai Gerindra, dirinya
mengaku akan mendaftar ke partai lain. Sebab, jumlah kursi Gerindra
Banjar tak cukup untuk mengusung calon sendiri. "Kursi Gerindra delapan,
sedangkan untuk bisa mengusung calon harus sembilan kursi. Jadi, nanti
saya akan ke PAN dan partai lainnya," beber Habib Abdullah. Terkait siapa bakal wakilnya nanti,
dia menyampaikan bahwa saat ini dirinya bersama tim masih membahas hal
itu. "Bisa saja nanti dari birokrat, ulama, dan dari background lainnya.
Semua masih terbuka untuk pasangan saya," terangnya. Sementara itu, Ketua DPC Gerindra
Banjarbaru M Rofiqi mengaku senang Habib Said Abdullah mengembalikan
berkas pendaftaran ke mereka. Sebab, sinyal partai dari dulu sudah
mengarah ke Sekda Banjarbaru tersebut. "Selian itu saya juga ada kedekatan
khusus dengan beliau (Said Abdullah). Untuk peluang beliau akan diusung
oleh Partai Gerindra terbuka lebar," terangnya. Hal itu juga disampaikan Ketua Tim
Pendaftaran Partai Gerindra, Irwan Bora. Menurutnya berdasarkan hasil
penilaian, berkas yang dikembalikan oleh Habib Said Abdullah sudah
dinyatakan lengkap. "Saya secara pribadi mendukung dan
tahu betul track record dan kemampuan beliau. Beliau ini multi talenta,
selain secara birokrasi, juga merupakan salah satu tokoh agama. Untuk
calon Bupati Kabupaten Banjar, figur seperti beliau yang sangat cocok
diusung oleh masyarakat," bebernya. Dia pun terang-terangan secara
pribadi mendukung Habib Abdullah diusung oleh Partai Gerindra. "Bukan
hanya 100 persen. 1000 persen saya mendukung beliau," paparnya. Tekait proses pendaftaran calon,
Irwan menyampaikan bahwa pengembalian berkas ke Partai Gerindra dibuka
sampai 15 November 2019 nanti. Di mana, hingga kemarin baru Habib
Abdullah yang datang menyerahkan berkas. "Karena dengan mekanisme
partai, kami masih menunggu komando partai. Jika sudah ada petunjuk dan
keputusan DPP siapa yang akan didukung, nanti akan kami sampaikan,"
pungkasnya. (ris/ran/ema)
LAMAR
PARTAI: Sekda Banjarbaru Said Abdullah menyerahkan berkas ke Kantor
DPC Gerindra Banjar, kemarin. | FOTO: SUTRISNO/RADAR BANJARMASIN
Kehadiran Habib Banua Mengubah ‘Peta Pertarungan’ Walikota Banjarmasin
BANJARMASIN, Pilkada
Banjarmasin menampilkan banyak kejutan! Sejumlah tokoh populer
meramaikan pertarungan politik pada 2020 nanti. Setelah Sekdaprov Kalsel
Haris Makkie yang juga merupakan Ketua PWNU Kalsel, giliran senator
Habib Abdurrahman Bahasyim atau biasa disapa Habib Banua ikut turun
gunung. Kehadiran Habib Banua, dipastikan akan mengubah peta kekuatan
kandidat pada Pilkada nanti.
Nama Habib Banua memang tak asing lagi.
Popularitas anggota DPD yang kembali terpilih untuk periode 2019-2024
ini, tak bisa dianggap sebelah mata. Maka itu, sebelumnya dia digadang
sebagai salah satu kandidat lawan bagi Gubernur Kalsel Sahbirin Noor
pada Pilgub nanti. Namun, alih-alih bertarung di level provinsi, Habib
Banua akhirnya berlaga di kota Banjarmasin.
Keseriusan Habib Banua maju di Pilkada
Banjarmasin dibuktikan saat tadi pagi, Jumat (11/10) mendatangi DPD
Partai Golkar Banjarmasin untuk mengajukan pendaftaran. Ia datang,
setelah sehari sebelumnya incumbent Ibnu Sina mendatangi lokasi yang
sama. Bedanya, kedatangan Habib Banua ini tanpa disambut oleh Ketua DPD
Golkar Banjarmasin Hj Ananda.
Lalu, apa yang melatarbelakangi Habib Banua turun gunung?
“Tanyakan langsung kepada masyarakat
Kota Banjarmasin, ada apa? Mengapa Habib mau (turun gunung). Karena
keluhan masyarakat itu sangat banyak,” katanya kepada
Kanalkalimantan.com, Jumat (11/10).
Menurut Habib Banua, banyak hal yang
perlu diperbaiki di Kota Banjarmasin. “Karena keluhan masyarakat itu
sangat banyak mengenai Kota Banjarmasin. Nanti kalau Habib sudah dapat
(dukungan) kita buka,” tambahnya.
Saat ini, Habib Banua belum mau
membeberkan hal-hal apa saja yang disorotinya untuk perbaikan Kota
Banjarmasin. “Yang jelas masyarakat sudah gerah dengan kebijakan dan
kepemimpinan yang ada, yang menurut Habib tidak pro rakyat kecil, serta
tertekan dengan pelayanan publik,” tambahnya.
Tak hanya Golkar, dia juga berencana
melamar sejumlah parpol lain. Termasuk Demokrat dan Nasdem. “Tadi sudah
ke Partai Demokrat, besok ke Nasdem. Semua (partai) kita dekati,”
ujarnya.
Meski memiliki kans maju lewat
independen, namun saat ini Habib Banua memilih untuk jalur parpol. Nah,
apakah keseriusannya tetap lanjut jika tak berhasil meyakinkan parpol
dengan pindah ke jalur indepen, tinggal ditunggu!
Yang jelas, pada Pemilu 2019 lalu, Habib
Banua berhasil memperoleh suara sebanyak 394.026 suara, yang mampu
mengantarkannya untuk duduk di kursi DPD RI di Senayan utusan Provinsi
Kalsel.
Sebelumnya, KPU Banjarmasin menyediakan
dua jalur bagi pendaftar pasangan calon walikota dan wakil walikota
untuk Pilkada Serantak 2020, Desember nanti . Selain lewat jalur parpol,
KPU juga membuka jalan bagi calon perorangan (independen).
Ketua KPU Banjarmasin Gusti Makmur
mengatakan, sesuai dengan Surat Edaran KPU RI Nomor 1917, terhitung
sejak 11 Desember 2019 hingga 5 Maret 2020 merupakan waktu untuk
menyerahkan surat dukungan dari calon walikota yang maju melalui jalur
independen.
“Minimalnya, pemilih (DPT) di Kota
Banjarmasin ada 447.085 pemilih. Jadi 8,5 persen (dari jumlah DPT)
sekitar 38 ribu (pemilih) kalau yang independen,” ucap Makmur kepada
Kanalkalimantan.com, Selasa (8/10) siang.
Menurut Makmur, 38 ribu pemilih yang
mendukung bakal calon walikota independen harus menyerahkan fotocopy
Kartu Tanda Penduduk (KTP), ditambah dengan surat pernyataan dukungan
pasangan calon independen Pilwali atau model B.1-KWK. “Satu lembar model
B.1-KWK. Di (lembaran) model ini akan ditempel (fotocopy) KTP di sana,”
tambah Makmur.
Jumlah dukungan minimal sebanyak 38 ribu
pemilih ini, harus disiapkan oleh bakal calon independen untuk dapat
bertarung pada Pilwali Banjarmasin mendatang.
Sampai saat ini, memang belum ada
kandidat di Pilkada Banjarmasin yang secara gamblang ingin maju lewat
jalur independen. Sejauh ini, hanya Walikota Ibnu Sina yang mengatakan
kemungkinan akan menempuh jalur tersebut jika tak berhasil mendapatkan
kendaraan politik untuk maju lagi.
Kepada kanalkalimantan.com, dia
mengatakan, bisa melalui partai tapi juga tak menutup peluang maju
melalui independen. “Kan dua jalur itu bisa diperbolehkan,” kata Ibnu.(fikri)
Habib Banua saat mendaftar ke Partai Golkar Banjarmasin Foto : fikr
Hadapi pertarungan ‘Head to head’ di Pilgub Kalsel
============ Tarung ‘Head to head’ atau satu lawan satu, akan tersaji dalam Pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur (Pilgub) Kalsel, pada September 2020 nanti. Ini setelah munculnya sang penantang, yakni pakar hukum tata negara Denny Indrayana, yang akan berhadapan dengan Gubernur Kalsel petahana, H Sahbirin Noor.
BANJARMASIN, K.Pos – Pengamat politik
FISIP Universitas Islam Kalimantan (Uniska) Muhammad Arsyad Al Banjary
(Uniska MAB), Dr M Uhaib As’ad memprediksi, pertarungan perebutan kursi
orang nomor satu di Kalsel, hanya diiikuti dua pasangan calon (paslon).
Meski pun ada figur alternatif, tidak terlalu berpengaruh, sebutnya.
Baca juga=Banjarmasin “bebas” Maladministrasi
Satu sisi petahana, Paman Birin (Gubernur Kalsel Sahbirin Noor)
didukung koalisi parpol besar. Sementara sang penantang, Denny Indrayana
disokong sejumlah parpol lainnya. “Untuk peluang calon independen di
Pilgub Kalsel 2020, sepertinya nyaris tertutup. Ini karena Pangeran
Khairul Saleh, hampir bisa dipastikan konsentrasi di Komisi III DPR RI
mewakili Fraksi PAN,” tutur Uhaib As’ad, Minggu (3/11) lalu, di
Banjarmasin.
Sementara, beber Uhaib, untuk kans mantan Walikota Banjarmasin, H
Muhidin yang juga Ketua DPW PAN Kalsel, hingga kini belum ada kejelasan,
apakah bakal maju berlaga atau malah hanya menjadi pendamping dari
figur yang berlaga di suksesi 2020.
Doktor jebolan Universitas Brawijaya (UB) Malang, ini melakukan
simulasi siapa saja yang akan mendampingi Denny Indrayana sebagai
pendatang baru di kancah politik Kalsel.
Uhaib coba menginventarisir sejumlah nama yang bakal disandingkan
dengan Denny Indrayana, di antaranya anggota DPR RI dari Partai Golkar,
Hasnuryadi Sulaiman, kemudian senator DPD RI asal Kalsel, Habib
Abdurrahman Bahasyim atau Habib Banua, Walikota Banjarmasin Ibnu Sina,
Martinus (mantan Kepala Dinas PU Kalsel), termasuk Pangeran Khairul
Saleh.
Sementara, masih menurut Uhaib, di kubu petahana Paman Birin, kini
sudah mengerucut tiga nama yang bakal mendampinginya, yakni Bupati Hulu
Sungai Utara (HSU) dua periode H Abdul Wahid HK, mantan Wakil Gubernur
Kalsel yang juga anggota DPRD Kalsel asal PDIP, HM Rosehan Noor Bachri
dan terakhir, mantan anggota DPR RI dari Golkar, Gusti Iskandar Sukma
Alamsyah.
“Jika disimulasikan, maka kans Habib Banua menjadi pendamping Denny
Indrayana melawan Paman Birin berduet dengan Abdul Wahid, lebih
berpeluang jadi kontestan Pilgub Kalsel. Mengapa? Ya, baik Denny
Indrayana maupun Paman Birin itu sama-sama punya kekuatan massa di poros
pesisir, Kotabaru, Tanah Bumbu, Tanah Laut dan ibukota Banjarmasin dan
Banjarbaru. Jadi, keduanya butuh figur yang bisa membumi di zona Hulu
Sungai atau Banua Anam,” tutur Uhaib.
Nah, menurutnya, nama Hasnuryadi Sulaiman atau Hasnur dan Walikota
Ibnu Sina serta Martinus atau Pangeran Khairul Saleh, jelas tidak
mengakar massa pendukungnya di zona Hulu Sungai.
“Sebaliknya, Paman Birin walau petahana yang memiliki infrastruktur
di jalur birokrasi, tentu butuh figur yang dikenal di wilayah Banua
Anam. Sangat jelas, peta pertarungan di Pilgub Kalsel adalah tiga zona,
pesisir, wilayah perkotaan (Banjarmasin, Martapura dan Banjarbaru) dan
Hulu Sungai,” tuturnya.
Magister lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, ini
mengatakan sosok yang paling tepat dengan tipikal pemilih Kalsel yang
masih tradisional bagi Denny Indrayana adalah sosok Habib Banua.
Faktanya, beber Uhaib, Habib Banua mampu merebut kantong-kantong
suara yang merata di Kalsel dengan 394.026 suara, dalam perebutan kursi
senator di Pemilu 2019. Yakni, di Kabupaten Banjar meraup 62.183 suara,
di Tanah Laut dengan 30.020 suara, Banjarmasin (59.741 suara) dan
menjuarai kawasan Hulu Sungai.
“Bandingkan dengan raihan suara Hasnuryadi apalagi Ibnu Sina atau
figur lainnya. Meski dari sisi finansial politik, mungkin Habib Banua
masih plus – minus, namun sosok Habib jelas sangat berpengaruh di
pemilih Kalsel. Sebab, Denny Indrayana memang butuh pendamping yang
mampu ‘menggerus’ suara petahana di wilayah Hulu Sungai,” tutur Uhaib.
Sedangkan, beber Uhaib lagi, sosok petahana Paman Birin tentu juga
memerlukan figur yang bisa mencuri suara di wilayah Hulu Sungai.
“Dari simulasi sederhana ini akan tergambar pertarungan sengit satu
lawan satu di Pilgub Kalsel 2020. Namun, Saya ingatkan agar petahana itu
harus belajar dari pengalaman ketika incumbent, Gubernur Sjachriel
Darham di Pilkada 2005 silam bisa dikalahkan penantangnya, Rudy Ariffin
yang merupakan Bupati Banjar,” urai Uhaib.
Peneliti politik internasional ini mengatakan kemenangan di Pilgub
Kalsel juga membutuhkan kerja mesin parpol pengusung. Hal ini, masih
menurut Uhaib, belum lagi dampak dari laga Pilpres 2019 yang masih
menyisakan residu kubu antara O1 (Jokowi-KH Ma’ruf Amin) dan 02 (Prabowo
Subianto-Sandiaga Uno) turut mewarnai Pilgub Kalsel 2020.
Acuan analisis Uhaib, juga pada hasil Pilkada Kalsel 2015 silam, di
mana selisih suara antara duet Sahbirin Noor-Rudy Resnawan (Birin-Rudy)
dengan Muhidin-Gusti Farid Hasan Aman sangat tipis hanya satu persen. Di
mana, Birin-Rudy meraup 739.588 suara (41,09 persen) berbanding dengan
suara Muhidin-Farid, yang maju lewat jalur independen 725.585 suara atau
40,31 persen. Baca juga=Banjarmasin “bebas” Maladministrasi
“Makanya, jika nanti pertarungan Denny Indrayana versus Paman Birin
di Pilgub Kalsel 2020 terjadi, maka laga sengit bakal tersuguh dengan
selisih suara yang kemungkinan tipis,” demikian Dr M Uhaib As’ad.
Penulis : jejakrekam/ SA Lingga
Penanggungjawab : SA Lingga
Pilkada Banjarbaru 2020: Kekecewaan dan Kuda Hitam Oleh: Budi “Dayak” Kurniawan (Pemimpin Redaksi www.BeritaBanjarbaru.com) Politics as ‘who gets what, when and how’ and this definition
of politics has encapsulated political behaviour around the world, with
politicians being driven by political positions, resource distribution
and out-competing their competitors. (Harold Dwight Lasswell, 1902 -1978) Budi “Dayak” Kurniawan – Pemimpin Redaksi BeritaBanjarbaru.com
Pileg 2019 di Kalsel sesungguhnya adalah pertarungan besar. Yang
bertarung di arena itu adalah orang-orang bernama besar. Orangtua mereka
pada umumnya juga adalah orang-orang besar. Melalui perjalanan panjang
kehidupan, mereka umumnya juga bermodal besar.
Hampir di seluruh medan pertarungan politik, tak sulit menemukan
nama-nama besar itu. Di jajaran calon anggota DPD RI misalnya, ada tiga
Habib dan satu anak mantan dan menantu gubernur yang melenggang ke
Jakarta mewakili Kalsel ke Jakarta. Di tingkat Provinsi juga demikian,
ada anak dan menantu mantan walikota, anak ketua partai, anak mantan
bupati, dan seterusnya yang terpilih sebagai anggota DPRD Kalsel. Hal
serupa terjadi di 13 Kabupaten dan Kota lainnya di Kalsel.
Namun yang menarik sebenarnya adalah ketika nama-nama besar itu
bertarung di daerah pemilihan yang sama. Misalnya di Dapil 2 yang
meliputi Banjarmasin, Banjarbaru, Tanah Laut, Tanah Bumbu, dan Kotabaru.
Di wilayah ini bertarung Sulaiman Umar yang semula hanya sosok “biasa”
namun mengejutkan. Umar yang tercatat sebagai Ketua KNPI Tanah Bumbu,
dokter, dan pimpinan RS Marina Permata Batulicin, Tanah Bumbu, meraih
109.208 suara. Itu suara terbanyak di Dapil 2. Kemenangannya diduga tak
lepas dari hubungan keluarga dengan pengusaha tambang besar di Tanah
Bumbu.
Di Dapil yang sama, Syafrudin H Maming, adik mantan Bupati Tanah
Bumbu Mardani H Maming juga terpilih ke Senayan. Anggota DPRD Kalsel
dari PDI Perjuangan ini memeroleh 57.706 suara. Lalu ada anak Ketua DPD
Partai Gerindra Kalsel, H Abidin, Muhammad Nur yang juga melenggang ke
Senayan dengan meraih 127.333 suara. Menyusul ke Senayan dari Dapil 2
adalah Hasnuryadi Sulaiman atau biasa disapa Hasnur yang meraih 128.127
suara dan dr Zairullah Azhar (106.048 suara).
Di Banjarbaru, dari lima caleg yang terpilih ke DPR RI dan meraih
suara terbanyak adalah Hasnur. Anak tokoh besar Kalsel, HA Sulaiman HB,
yang juga pengusaha dan mantan Ketua DPD Partai Golkar Kalsel itu,
meraih 13.107 suara. Disusul Aditya Mufti Ariffin, anak mantan Gubernur
Kalsel, H Rudy Ariffin. Ovi begitu Aditya biasa disapa meraih 10.570
suara. Lalu diikuti Politisi Partai Nasdem, Sjachrani Mataja (6.166
suara) dan Muhammad Nur sebanyak 5.397 suara.
Walau jumlah pemilih relatif kecil dibanding daerah lainnya di Dapil
2, Banjarbaru menjadi signifikan posisinya jika dilihat dari bagaimana
dukungan elite lokalnya –terutama yang memiliki kewenangan dan jaringan
yang luas– terhadap para pemimpin partai yang berlaga.
Di Banjarbaru berlaga Ketua DPW PPP Kalsel, Aditya Mufti Ariffin.
Dukungan tentu datang dari Darmawan Jaya Setiawan, Wakil Walikota
Banjarbaru yang juga Ketua DPC PPP Kota Banjabaru. Warga Banjarbaru
jamak mengetahui Ovi termasuk caleg yang rajin masuk dan mengenalkan
diri ke berbagai wilayah di Banjarbaru pada Pileg 2019. Pada Pileg 2014,
Banjarbaru juga menjadi salah satu basis politik Ovi ketika sukses
melenggang ke Senayan.
Namun kali ini hasilnya tak signifikan. PPP Banjarbaru memang
berhasil mengirim empat wakilnya ke DPRD Kota Banjarbaru. Namun di sisi
lain, PPP Banjarbaru tak mampu berbuat banyak bagi Ketua DPW-nya.
Perolehan suara Ovi di Banjarbaru tak signifikan. Ovi gagal kembali
terpilih sebagai anggota DPR RI. Sementara Hasnur kembali berhasil
menuju Senayan. Perolehan suara Ovi bahkan hanya berkisar pada angka 10
ribuan. Dari sebuah sumber diketahui, Ovi –juga sang Ayah—terkesan
kecewa dengan hal ini.
Hal berbeda terjadi dengan Hasnur. Pada Pileg 2019, Hasnur
sesungguhnya tak serajin Ovi bergerilya ke berbagai daerah di
Banjarbaru. Bahkan Hasnur hampir tak menggelar acara apapun untuk
mengenalkan dirinya. Namun nyatanya, Hasnur meraih suara terbanyak
dibanding caleg DPR RI lain yang berlaga di Banjarbaru.
Selain populer –dibantu dengan pamor Barito Putera dan nama besar
sang Ayah—mesin politik Golkar di bawah Ketua DPD Partai Golkar
Banjarbaru yang juga Ketua DPRD Kota Banjarbaru, H AR Iwansyah, rupanya
bekerja maksimal untuk Hasnur. “Sebagai organ politik, kami bekerja
maksimal mendukung caleg partai yang berlaga di Banjarbaru. Sebagai
kader partai yang juga mencintai Almarhum Pak Haji (HA Sulaiman HB),
kami akan malu jika Hasnur tak meraih suara terbanyak di Banjarbaru.
Selain ini soal nama Pak Haji, ini juga soal harga diri Golkar sebagai
partai politik,” kata AR Iwansyah.
Namun setali tiga uang dengan yang dialami Ovi, Partai Golkar
Banjarbaru sama-sama belum meraih banyak manfaat dari kadernya yang
duduk di jajaran kekuasaan dan memiliki pengalaman, kewenangan, dan
jaringan yang luas. Walikota Banjarbaru, H Nadjmi Adhani, yang merupakan
kader dan pengurus DPD Partai Golkar Kalsel, masih belum mampu berbuat
banyak. Dengan berbagai penyebab, Nadjmi kali ini juga gagal mendudukkan
sang puteri yang merupakan caleg Partai Golkar Banjarbaru dari Dapil
Liang Anggang ke DPRD Kota Banjarbaru.
Jika saja Nadjmi berhasil mendudukkan sang puteri di DPRD Kota
Banjarbaru atau turut menaikkan perolehan suara partai, maka Golkar
Banjarbaru akan meraih enam kursi atau lebih. Jika hal itu terjadi,
selain meraih suara terbanyak –Golkar Banjarbaru memang menang dengan
meraih suara sebanyak 22.143 suara atau 17,87 persen, namun kalah satu
kursi dari Gerindra– Golkar Banjarbaru juga akan tetap memegang kursi
Ketua DPRD. Karena itu, wajar jika kini ada semacam kekecewaan Golkar
Banjarbaru terhadap hasil Pileg dan peran kadernya di pusat kekuasaan.
Kekecewaan dalam politik sesungguhnya berbahaya. Karena kelompok yang
kecewa bisa menjelma menjadi lawan baru, bahkan kuda hitam, yang akan
mengubah peta politik. Semakin kecil kelompok atau orang yang kecewa
akan berbanding lurus dengan makin sedikitnya persaingan yang akan
terjadi. Karena itu, kini samar-samar muncul kemungkinan akan majunya
Ketua DPD Partai Golkar Banjarbaru, H AR Iwansyah, menjadi salah satu
calon Walikota Banjarbaru periode selanjutnya.
Jika kekecewaan Golkar ini memang berujung pada pencalonan Ketuanya,
maka pendulum politik akan berubah total. Apalagi jika hal itu ‘basampuk
ruas’ dengan kekecewaan yang juga dialami Ketua DPW PPP Kalsel, Aditya
Mufti Ariffin. Jika keduanya bersepakat maju sebagai calon Walikota dan
Wakil Walikota Banjarbaru, maka pertarungan Pilkada Banjarbaru 2020 akan
seru. Bisa jadi AR Iwansyah maju sebagai calon Walikota dan Ovi calon
wakilnya. Atau bisa saja sebaliknya, Ovi maju menjadi calon Walikota dan
AR Iwansyah sebagai wakilnya. Kemungkinan semacam ini masih sangat
mungkin terbuka dan terjadi.
Apalagi jika merunut sejarah, Golkar dan PPP di Kalsel sudah beberapa
kali berkoalisi dan memenangkan Pilkada di beberapa kabupaten. Pada
Pilkada Hulu Sungai Utara 2012 misalnya, Golkar dan PPP berkoalisi
mendukung Abdul Wahid – Husairi Abdi. Lima tahun kemudian, pada Pileg
HSU 2017 kembali Golkar dan PPP Kalsel berkoalisi. Hasilnya, Wahid –
Husairi kembali memenangkan Pilkada.
Hal yang sama kembali terjadi pada Pilkada Batola 2007. Golkar dan
PPP berkoalisi memenangkan Hasanuddin Murad – Sukardhi. Lima tahun
kemudian, pada Pilkada Batola 2012 koalisi Golkar – PPP kembali
memenangkan Hasanuddin Murad – Makmun Kaderi.
Pada Pilkada Kalsel 2010, koalisi Golkar – PPP juga terjadi dan
berhasil memenangkan ‘Dua Rudy’ (Rudy Ariffin dan Rudy Resnawan). Lima
tahun kemudian, Golkar – PPP bersama partai-partai politik lainnya
bergabung dan memenangkan pasangan Sahbirin Noor – Rudy Resnawan.
Berdasarkan pengalaman koalisi itu, bisa jadi ada semacam ‘chemistry’
antara Golkar dan PPP dalam beberapa kali perhelatan politik di Kalsel.
Perpaduan partai yang mewakili kalangan nasionalis (Golkar) dan agama
(PPP) rupanya cukup ampuh untuk memenangkan Pilkada. Nah, jika Golkar
dan PPP di Banjarbaru berkoalisi bisa jadi akan mengulang pengalaman
sukses dalam Pilkada seperti yang sudah-sudah.
Apalagi jika kekecewaan elite Golkar Banjarbaru dan elite PPP Kalsel
terhadap performa kadernya yang menjabat Walikota dan Wakil Walikota
memicu perubahan peta politik. Kekecewaan itu akan berhadapan langsung
dengan posisi Nadjmi di Golkar dan Jaya di PPP. Keputusan Nadjmi – Jaya
yang berulang men-declare akan maju bersama lagi, sangat mungkin menjadi
blunder politik. Pernyataan maju bersama lagi itu sepertinya tak
menghitung apakah Golkar dan PPP yang sesungguhnya menjadi tempat Nadjmi
– Jaya selama ini bernaung akan kembali mencalonkan mereka berdua. Atau
justru sebaliknya?
Pernyataan maju bersama lagi itu juga seolah menutup pintu bagi calon
lain yang bisa jadi akan menggunakan partai yang sama sebagai perahu
politik. Artinya, calon lain tak punya kesempatan untuk menggunakan
Golkar dan PPP sebagai perahu politik selain Nadjmi – Jaya. Tentu ini
dengan catatan: jika kekecewaan jajaran PPP dan Golkar tak pernah ada
dan terjadi.
Peta politik juga masih sangat dinamis. Karena hingga kini Gerindra
yang memenangkan Pileg Banjarbaru 2019 masih belum menunjukkan kemana
akan melabuhkan perahu mereka. Apakah Gerindra akan mengusung kadernya
sendiri? Atau akan “menjual” perahu ke sosok yang bukan kadernya?
Karena itu lah dalam politik, kekecewaan bisa memunculkan kuda hitam
yang bisa mengubah banyak hal. Sangat beralasan Harold Lasswell, ilmuwan
politik dan ahli komunikasi dari University of Chicago, Amerika
menyebut, politik sebagai ‘siapa yang mendapatkan apa, kapan dan
bagaimana? Politisi digerakkan oleh posisi politik, distribusi sumber
daya dan mengungguli pesaing mereka. Pertanyaannya kemudian, pada Pileg
2019 di Banjarbaru adalah, apa, siapa, dan mendapatkan apa?
Sumber Opini / Berita : http://beritabanjarbaru.com/banjarbaru/pilkada-banjarbaru-2020-kekecewaan-dan-kuda-hitam
Re-post by MigoBerita / Kamis/13022020/11.43Wita/Bjm