Migo Berita - Banjarmasin - Kita sering mendengar kata "OKNUM" terlontar dari mulut seseorang maupun dari olah kata di Media Sosial semisal Whatsapp, orang kadang tersinggung ketika "merasa" atau "Tidak Merasa" menjadi OKNUM, padahal menurut ahli Bahasa Indonesia, OKNUM itu berkonotasi Negatif dan bisa Positif. Namun karena seringnya kita mendengar kata OKNUM dengan berkonotasi Negatif, maka ketika tersebut kata OKNUM maka dikepala orang sudah "Memastikan" itu adalah hal Negatif.
Untuk lebih jelasnya, bisa membaca di artikel dibawah ini.
Mari Kita Sebut Mereka sebagai Oknum
Akhir-akhir ini saya terusik dengan kata
“oknum”. Maklumlah, saya tidak tahu apa arti kata ini, tapi setiap ada
sebuah kejahatan, kekeliruan, ataupun hal negatif lain yang dilakukan
oleh seseorang maupun sekelompok orang dari sebuah institusi, kata
“oknum” langsung terucap. Tidak hanya diucapkan namun dijadikan kambing
hitam.
Tidak ingin menjadi
korban media yang selalu mengkambinghitamkan “oknum’, saya penasaran
untuk mencari arti “oknum” sebenarnya. Menurut KBBI, definisi okum
adalah sebagai berikut
[caption id="attachment_273997" align="alignnone" width="577" caption="definisi oknum, sumber http://bahasa.cs.ui.ac.id/kbbi/kbbi.php?keyword=oknum&varbidang=all&vardialek=all&varragam=all&varkelas=all&submit=tabel"][/caption]
Tidak cukup puas dengan definisi
tersebut, karena otak saya tidak dapat menangkap keseluruhan makna yang
disajikan, saya mencari definisi lain. Ketemulah saya dengan definisi
seperti di gambar bawah ini:
[caption id="attachment_273998" align="alignnone" width="635" caption="definisi lain dari oknum, sumber http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20110628004418AAduA0c"]
13773136461158580363
Dari dua
penjelasan diatas, maka arti kata “oknum” dapat disimpulkan sebagai
tindakan seseorang yang tidak mewakili institusi atau lembaga yang
menaunginya.
Tapi masih menjadi perdebatan apakah kata “oknum” hanya
disebut ketika seseorang melakukan hal yang negatif saja, atau orang
yang melakukan hal positif juga layak disebut oknum.
Selama
ini kata “oknum” hanya muncul pada kegiatan negatif yang dilakukan
seseorang. Polisi yang memalak warga misalnya, tukang parkir dalam
sebuah paguyuban yang menaikkan tarif semaunya sendiri, pegawai pajak
yang berperan dalam suap menyuap, birokrat yang bermain proyek, maupun
anggota dewan yang menilep uang rakyat. Lembaga tidak mau disalahkan
atas setiap perilaku buruk seorang anggotanya, sekalipun perilaku
tersebut dilakukan oleh banyak anggota dan sudah menjadi rahasia umum di
masyarakat. Mereka selalu berlindung di balik tameng “oknum” untuk
menyelesaikan masalah yang sebenarnya terjadi karena sistemnya mendukung
terjadinya penyimpangan tersebut.
Oknum
disematkan pada minoritas orang yang melakukan penyimpangan. Namun jika
penyimpangan tersebut (mungkin) dilakukan oleh banyak orang, apakah
kata “oknum” masih layak disebut?
Misalkan rasio polisi, pegawai pajak,
anggota DPR/DPRD dan birokrat yang “tidak jujur” lebih banyak dari yang
“jujur dan bekerja sepenuh hati”, apakah kata oknum masih layak
diberikan bagi mereka yang menyimpang? Ataukah sudah saatnya bagi kita
untuk melabeli mereka yang jujur dengan sebutan oknum karena jumlahnya
yang kian hari semakin sedikit? Mungkin saja.
Mari membiasakan diri menyebut mereka yang jujur yang jumlahnya semakin sedikit itu sebagai “oknum”.
Sumber Berita : https://www.kompasiana.com/dimasadiputra/552e2e1c6ea83435188b4576/mari-kita-sebut-mereka-sebagai-oknum
Re-post by MigoBerita / Kamis/09042020/14.21Wita/Bjm