» » » Bicara Banua Banjar !!!

Bicara Banua Banjar !!!

Penulis By on Jumat, 29 Oktober 2021 | No comments

Migo Berita - Banjarmasin - Bicara Banua Banjar !!! Kalau Baik saja Belum Tentu BENAR, akan tetapi ketika BENAR sudah pasti BAIK. Agar tidak gagal paham, baca artikel yang kita kumpulkan hingga tuntas.

Langgar Al-Hinduan, Kiprah Guru Tuha Dan Saudagar Banjar Di Muktamar NU Banjarmasin 1936

KEHADIRAN KH Abdul Wahab Chasbullah, pendiri Nahdlatul Ulama sekaligus pencipta syair Ya Lal Wathon ke ajang Muktamar XI NU menjadi catatan sejarah begitu kuatnya pengaruh ormas Islam ini di Kalimantan Selatan.

PERHELATAN akbar para ulama, pengurus dan warga Nahdliyin itu pun berlangsung di masa kolonial Belanda. Tepatnya pada 19 Rabiul Awwal 1355 Hijriyah atau bertepatan 9 Juni 1936 Masehi di Banjaramsin.

Utusan-utusan dari ormas Islam itu pun berdatangan ke ibukota Borneo, ketika itu. Tak hanya dari tuan rumah, tapi juga datang dari luar Kalimantan. Ada lagi, pimpinan majelis konsul dan beberapa cabang, majelis wakil cabang, ranting NU wilayah Kalimantan sendiri.

“Saat itu yang hadir ke Muktamar XI NU dipusatkan di rumah Haji Saal adalah KH Abdul Wahab Chasbullah sekaligus membuka muktamar, bukan KH Hasyim Asy’ari (Rais Akbar) seperti yang selama ini ditulis sejumlah sejarawan,” ucap Katib Syuriah PWNU Kalsel, HM Syarbani Haira kepada jejakrekam.com, Kamis (14/10/2021).

Sementara, utusan muktamar, terutama dari luar Kalimantan, ditempatkan di rumah Haji Gusti Umar berlokasi di Sungai Mesa yang pada waktu itu berfungsi sebagai kantor NU cabang Banjarmasin.

Ia menjelaskan sosok Haji Gusti Umar dan Haji Saal merupakan tokoh berpengaruh di Banjarmasin dan sekitarnya masa kolonial. Bahkan, Haji Gusti Umar dan Haji Saal merupakan seorang saudagar, sehingga rumah besarnya menjadi arena para ulama, pengurus dan perwakilan NU di muktamar itu.

“Sedangkan, posisi Langgar Al Hinduan itu memang berada bersebelahan, tapi bukan tempat utama muktamar. Tempat itu hanya untuk shalat peserta muktamar ketika itu,” kata Syarbani.

Dosen UNU Kalimantan Selatan ini tak memungkiri Langgar Al-Hinduan yang didirikan pada 1916 oleh Habib Salim bin Abubakar al-Kaff atas tanah wakaf istrinya, Syarifah Salmah Al-Hinduan, sangat berkontribusi dalam suksesnya muktamar di era penjajahan itu.

Saksi bisu Muktamar NU 1936 di Banjarmasin yang tersisa, Langgar AL Hinduan di Jalan Piere Tendean. (Foto Didi GS)

Mantan Ketua PWNU Kalsel ini mengungkap catatan sejarahnya, ketika itu sebenarnya suksesnya Muktamar XI berskala nasional dengan hadirnya banyak utusan, tak terlepas dari pengaruh ulama besar Madura, KH Muhammad Kholil atau Mbah Kholil Bangkalan.

“Nah, ketika ada restu dari Mbah Kholil, warga Madura yang ada di Banjarmasin bergotong royong dengan warga Banjar menyediakan rumahnya untuk penginapan peserta muktamar. Ketika itu, banyak peserta muktamar ditampung di rumah-rumah warga Madura di Sungai Baru dan perkampungan lainnya. Karena berdekatan dengan lokasi muktamar, bisa jalan kaki ya sekitar satu kilometer saja,” beber mantan wartawan ini.

Syarbani menegaskan posisi Langgar Al-Hinduan ketika Muktamar XI NU di Kalimantan Selatan, bukan tempat rapat merumuskan keputusan. Kata Syarbani, Langgar Al-Hinduan yang awalnya berkonstruksi kayu telah berubah beton batu merupakan bangunan tempo dulu.

“Ya, umurnya sudah ratusan tahun. Bahkan, berdiri sebelum Indonesia merdeka. Ini nilai sejarahnya, kalau terkait Muktamar XI NU, tidak ada. Nah, kalau misalkan diusulkan masuk cagar budaya, hanya memenuhi bangunan tempo dulu yang menjadi saksi perkembangan Kota Banjarmasin, karena sudah ada di era kolonial Belanda,” papar Syarbani.

Tokoh NU di Kalimantan Selatan (Foto Berita Banjarmasin)

Sayangnya, menurut Syarbani, justru rumah kayu bertingkat dua dalam berita Nahdlatoel Oelama, disebut “Gedung Congres” Sungai Messa 23 milik Haji Saal di Jalan Piere Tendean (Pecinan Laut) persis di samping Langgar Al-Hinduan yang menjadi saksi bisu Muktamar NU di era kolonial, telah digusur. Rata dengan tanah.

Ini akibat proyek pembangunan wahana permainan Banjarmasin Park di era Walikota Sofyan Arpan periode 1999-2004, hingga di bekas lokasi proyek itu dilanjutkan dengan pembangunan siring Sungai Martapura bernama Siring Tendean.

Diakui Syarbani, mengapa NU di Kalsel begitu kuat dan menjadi poros kedua setelah Jawa Timur. Ini karena banyak tokoh ulama berpengaruh asal Tanah Banjar, ketika itu. Sebut saja, KH Abdul Qadir Hasan atau Guru Tuha. Pimpinan Pondok Pesantren Darussalam, Martapura periode keempat (1940-1959), yang membawa NU ke Banua.

Ini setelah, Guru Tuha mendapat restu dari Hadratusy Syekh Hasyim Asy’ari, Guru Tuha pun dipercaya untuk mendirikan NU pertama di luar Pulau Jawa yaitu di Martapura, Kalimantan Selatan, usai mengikuti Muktamar NU pertama pada 21 Oktober 1926 di Surabaya.

“Ya, karena Guru Tuha juga berguru kepada KH Cholil (Bangkalan, Madura) dan KH. Hasyim Asy’ari (Tebuireng, Jombang). Ini mengapa hubungannya erat dengan Guru Tuha sebagai pendiri awal NU di Kalimantan,” beber Syarbani.

Tokoh NU di era KH Idham Chalid di Kalimantan Selatan. (Foto FB Santri)

Mantan dosen IAIN (UIN) Antasari ini mengungkap kebesaran NU di Kalimantan Selatan, saat itu bisa merambah hingga ke Ampah, Sampit dan Kuala Kapuas yang kini masuk wilayah Kalimantan Tengah.

“NU Itu dibentuk berdasar aliran sungai. Makanya, ada cabang-cabang NU itu berdiri hampir di seluruh aliran sungai. Ya, seperti Alabio dan Kelua. Semua jaringan itu terkoneksi karena ketika masih menggunakan moda transportasi sungai, sehingga dari DAS Barito, DAS Martapura, sampai ke Kalimantan Tengah berdiri cabang-cabang NU,” ungkap Syarbani.

Ia mengungkap kesuksesan gelaran ‘kongres’ juga tak terlepas dari pengorbanan para pedagang dan saudagar tergabung ke NU maupun yang simpati dengan perjuangan ormas Islam. Terutama, pedagang-pedagang kain yang ada di Pasar Baru dan Pasar Ujung Murung.

“Makanya, ketika itu ada anggapan memperjuangkan NU adalah jihad. Bukan itu saja, bendera NU wajib dijaga, karena merupakan bagian dari jihad. Ini yang dipegang warga Nahdliyin sampai sekarang. Apalagi bagi generasi di bawah tahun 1960 dan 1970-an, terlebih  generasi awal NU di Kalsel,” ceritanya.  

Berdasar catatan sejarah, Muktamar XI NU di Banjarmasin pun menghasilkan keputusan pendapat ormas Islam bahwa Indonesia (ketika masih dijajah Belanda) adalah dar al-islam sebagaimana diputuskan dalam Muktamar. Pada kemudian hari menjadi suatu keputusan yang kelak menjadi landasan para ulama mencetuskan Resolusi Jihad menghadapi Belanda dan sekutunya yang hendak menjajah kembali Indonesia pada 1945-1949.

Muktamar NU

Muktamar NU di masa Presiden Soekarno.

Sumber Utama : https://jejakrekam.com/2021/10/14/langgar-al-hinduan-kiprah-guru-tuha-dan-saudagar-banjar-di-muktamar-nu-banjarmasin-1936/

Langgar Al-Hinduan, Muktamar NU Dan Potensi Bangunan Cagar Budaya

Oleh : Mansyur ‘Sammy’

LANGGAR Al-Hinduan adalah sebuah bangunan langgar berlantai dua, terletak tepi Jalan Piere Tendean, Banjarmasin Tengah, Kota Banjarmasin. Dengan luas sekitar 150 meter per segi berdiri mentereng di pinggir jalan, menghadap ke Sungai Martapura. Didominasi cat warna hijau dan putih pada bagian depan dan dinding. Pada bagian atas pintu, tertulis Al Hinduan dalam Aksara Arab.

PADA Selasa (12/10/2021) lalu diadakan pertemuan dari pihak Pemerintah Kota Banjarmasin Melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Banjarmasin, Tim Ahli Cagar Budaya Kota Banjarmasin (TACB) serta perwakilan Kelurahan Gadang, Kecamatan Banjarmasin Tengah hingga RT. Satu di antaranya membahas tentang kemungkinan dan potensi Langgar Al Hinduan menjadi bangunan cagar budaya tingkat Kota Banjarmasin.

Apakah Langgar Al-Hinduan memenuhi syarat sebagai Bangunan Cagar Budaya? Tentunya harus melihat syarat dan kriteria suatu bangunan atau kawasan menjadi cagar budaya sudah ditetapkan dalam Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Kalau berdasar atas undang undang ini hal pertama bahwa berusia 50 tahun atau lebih.

Langgar Al-Hinduan memenuhi syarat ini. Langgar ini sudah berusia lebih dari satu abad, tepatnya sekitar 106 tahun sejak dibangun pada 1915. Dari sumber tertulis maupun wawancara, langgar ini didirikan Habib Salim bin Abubakar al-Kaff atas tanah wakaf istrinya, Syarifah Salmah Al-Hinduan. Dari marga istrinya tersebut, akhirnya diabadikan menjadi nama tempat ibadah ini.

Darimana asal kata Al-Hinduan? Gelar Al-Hinduan pertama kali disematkan pada Waliyyullah Umar bin Ahmad bin Hasan bin Ali bin Muhammad Mauladdawilah. Badan dan Iman Beliau sungguh sangat kuat sekali bagaikan pedang yang tajam terbuat dari besi baja berasal dari India. Pedang yang terbuat dari besi baja buatan India itu dalam bahasa Arab disebut “Hinduan”. Keturunan beliau menyebar di Nusantara melalui Nasab Alawiyyin.

Tulisan angka Arab tanda tahun berdirinya Langgar Al-Hinduan (Foto FB Kabar Banjarmasin)

Tentunya bukan hanya persoalan usia bangunan. Berikutnya mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 tahun. Untuk syarat ini bisa diperdalam lewat kajian arsitekturnya. Sepintas, nuansa masa lalu hadir lewat arsitekturnya. Memang terdapat pada beberapa sisi bangunan mengalami perbaikan. Tetapi tidak menghilangkan ciri khasnya. Secara tersirat tempat ibadah ini memang banyak memiliki nilai historis.

Berikutnya, hal yang paling utama bahwa harus dikaji lebih mendalam apakah keberadaan langgar ini memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan. Selain itu, hal utama lainnya bahwa memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.

Khusus poin penting mengenai arti khusus bagi sejarah ilmu pengetahuan, dans sebagainya, dapat ditelusuri kembali catatan sejarah Langgar Al Hinduan. Langgar yang juga mendapat sebutan Langgar Batu ini juga menjadi saksi bisu perkembangan Nahdlatul (NU) Ulama Cabang Banjarmasin pada 1931 silam. Diketuai H Gusti Umar, dengan dibantu oleh Said Ali Alkaf, H. Achmad Nawawi, dan H Hasyim yang berkantor tidak jauh dari Langgar Al Hinduan, persisnya di Jalan Sungai Mesa, Banjarmasin.

Tokoh Said Ali Al Kaff dari Banjarmasin menjadi satu di antara tokoh sentral. Sebelum berdiri di Banjarmasin NU didirikan H Abdul Qadir Hasan bersama Habib Alwi Al Kaff, Habib Hamid Hasria (keduanya dari Banjarmasin) dan lainnya mendirikan Jam’iyyah Nahdlatul Ulama di Martapura pada 1927.

Model bangunan tempo dulu di Pecinan Laut satu jalan dengan Langgar Al Hinduan. (Foto Traveljilbab.com)

Iqbal (2021) mengemukakan sejak dibentuk cabang Banjarmasin guna mengembangkan organisasi ini lebih maju, para elite NU tidak henti- hentinya melakukan safari politik untuk mendirikan cabang di seluruh Kalimantan Selatan. Lima tahun setelah berdirinya cabang Nahdlatul Ulama Banjarmasin (1931) atau delapan tahun setelah berdirinya NU yang pertama kali di Kalimantan Selatan (1927), tepatnya pad 1936 ketika digelar Muktamar NU ke-11 di kota ini.

Pada 19 Rabiul Awwal 1355 H/9 Juni 1936 M diadakan Mukatamar NU-11 di Banjarmasin (Juni 1936) dengan susunan kepanitiaan terdiri dari Mansyur Amin (Ketua), Bachtiar (Sekretaris), Said Abdurrahman (Sekretaris I merangkap Bendahara), Jampirus (Sekretaris II) dan Arthum Arta (Bagian Upacara). Pada versi lain, tanggal 9 Juni adalah puncak Muktamar, secara keseluruhan muktamar ini dilaksanakan lima hari; sejak 8-13 Juni 1936. Terdapat juga sumber menuliskan pelaksanaan muktamar adalah 9-11 Juni 1936.

Terlepas dari perbedaan tersebut, hal ini adalah kebanggaan bagi warga Kota Banjarmasin, khususnya NU. Pasalnya sebelumnya, sejak NU berdiri dan diadakan muktamar I sampai muktamar X selalu digelar di Jawa. Terjadi hal berbeda dengan Muktamar XI, baru pertama kalinya di luar jawa (Banjarmasin).

Selain dihadiri dan dibuka oleh pimpinan Hoop Bestuur NU (KH Wahab Chasbullah), muktamar ini juga diikuti oleh utusan-utusan NU dari luar Kalimantan dan pimpinan majelis konsul dan beberapa cabang/majelis wakil cabang/ranting NU wilayah Kalimantan sendiri. Utusan muktamar, terutama yang berasal dari luar Kalimantan, ditempatkan di rumah Haji Gusti Umar (berlokasi di Sungai Mesa) yang pada waktu itu berfungsi sebagai kantor NU cabang Banjarmasin.

Bangunan Langgar Al-Hinduan sebelum dicat hijau dan aksi penolakan pendirian Masjid Cengho di lokasi itu. (Foto Migoberita)

Dari beberapa sumber beredar di media online bahwa Muktamar (Congres) ini diadakan di bangunan Langgar Al Hinduan. Seperti catatan Founder Komunitas Pegon, Ayung Notonegoro yang pernah menapaktilasi tempat pelaksanaan Muktamar ke-11 NU pada 1936 itu. Berdasar informasi yang dikumpulkan Ayung, muktamar tersebut bertempat di sebuah Gedung Congres Sungai Messa 23, sebagaimana yang dimuat di Berita Nahdlatoel Oelema. Gedung Congres ini tidak lain adalah Langgar Al Hinduan.

Pendapat tersebut tentunya perlu perbandingan sumber. Dari beberapa sumber lisan maupun tertulis, jika dibandingkan beberapa sumber, sebenarnya muktamar diadakan bukan di bangunan langgar-nya. Muktamar NU -11 ini bertempat di sebuah rumah bertingkat dua di tepian sungai Martapura milik Haji Saal.

Persisnya di samping kiri Langgar al-Hinduan sekarang, Jalan Piere Tendean). Masyarakat dahulu sering menyebutnya rumah bertingkat di Jalan Sungai Mesa. Rumah bertingkat dua (di samping langgar Al Hinduan) tersebut lah yang di dalam Berita Nahdlatoel Oelama, disebut “Gedung Congres” Sungai Messa 23.

Utusan muktamar, terutama yang berasal dari luar Kalimantan, ditempatkan di rumah Haji Gusti Umar yang pada waktu itu berfungsi sebagai kantor NU Cabang Banjarmasin. Rumah yang dijadikan area kongres tersebut menurut Makmur (1999) adalah rumah Haji Saal. Tidak dijelaskan secara pasti nama lengkap tokoh pemilik rumah. Diduga Saal adalah singkatan dari nama dari tokoh pendiri NU Banjarmasin, Said Ali Al-kaff. Said Ali Al-Kaff pada 1936 adalah pimpinan NU Banjarmasin. 

Hal ini diperkuat fakta lainnya bahwa setelah muktamar, Kantor NU Cabang Banjarmasin yang semula di rumah Haji Gusti Umar (Sungai mesa), kemudian dipindahkan ke rumah Haji Saal di samping Langgar Al- Hinduan. PWNU berkantor di sana sampai awal kepemimpinan M Arthum Husein, tahun 1957.

Berdasarkan Ahkamul Fuqaha Nomor 192 Keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama Ke-11 di Banjarmasin, menghasilkan keputusan pendapat NU bahwa Indonesia (ketika masih dijajah Belanda) adalah dār al-islām sebagaimana diputuskan dalam Muktamar. Kata dār al-islām di situ bukanlah sistem politik ketatanegaraan, tetapi sepenuhnya istilah keagamaan (Islam), lebih tepat diterjemahkan wilayah Islam.

Kondisi bangunan terbaru Langgar Al Hinduan yang kini berubah dan bercat mayoritas hijau di Jalan Piere Tendean. (Foto Didi GS)

Masyhuri (1997) juga menuliskan Darul Islam oleh NU ketika menggambarkan wilayah Nusantara sebelum dan saat dalam penjajahan Belanda bukanlah Daulah Islamiyah atau Negara Islam. Kedudukan Hindia Belanda (Indonesia) sebagai Dār al-Islām, yang menegaskan keterikatan NU dengan nusa-bangsa

Dalam Muktamar ke-11 itu muncul pertanyaan “Apakah nama negara kita menurut syara agama Islam?” Keputusan Muktamar menyatakan: “Sesungguhnya negara kita Indonesia dinamakan negara Islam karena telah pernah dikuasai sepenuhnya oleh orang Islam. Walaupun pernah direbut oleh kaum penjajah kafir, tetapi nama negara Islam tetap selamanya.” Argumen fiqhnya diambilkan dari Kitab Bughyatul Mustarsyidin, pada Bab Hudnah wal Imâmah. 

Pada kemudian hari menjadi suatu keputusan yang kelak menjadi landasan para ulama mencetuskan resolusi jihad menghadapi Belanda dan sekutunya yang hendak menjajah kembali Indonesia pada 1945-1949. Hasil dari pembahasan ini adalah adanya tekanan-tekanan dari politik kolonial Belanda membuat Nahdlatul Ulama yang pada awalnya menitikberatkan pada bidang keagamaan, pendidikan, dan perekonomian ikut ambil bagian dalam menentang penjajahan.

Diawali dari Muktamar ke-11 di Banjarmasin tahun 1936. NU bersikap kooperatif terhadap pemerintah Belanda dengan adanya penolakan terhadap kebijakan Milisi, menentang ordonansi-ordonansi.

Muktamar itu juga menghasilkan beberapa keputusan diantaranya yang terpenting adalah penyampaian Mosi kepada Pemerintah Hindia Belanda yang berisi penolakan dan permintaan pembatalan peraturan Kawin Bercatat (Houwelijke Ordonnantie). Selain masalah agama, keputusan yang juga di ambil ialah yang menyangkut masalah sosial dan pendirian cabang baru pasca Muktamar itu antara lain NU di Kelua, Alabio, dan di Ampah.

Berita NU yang mencatat semua peristiwa dan kejadian penting di organisasi ini. (Foto nu,.online)

Catatan Founder Komunitas Pegon, Ayung Notonegoro menuliskan bahwa penutupan Muktamar tersebut tidak dilakukan di Banjarmasin. Akan tetapi digelar di Martapura. Sebuah kota yang berjarak sekitar 40 kilometer dari Banjarmasin. Kemungkinan besar untuk memberikan suasana baru bagi peserta muktamar. Sekaligus memperkenalkan wilayah Banjarmasin hingga Martapura. Sebagaimana ditulis Abu Bakar Atjeh dalam biografi KH. Wahid Hasyim, bahwa semua peserta muktamar diangkut perahu. Menyisir sungai di depan Langgar Al-Hinduan tersebut, menuju ke lokasi penutupan di wilayah Kota Serambi Mekkah.

Apakah Muktamar XI NU KH Abdul Wahab Chasbullah yang membuka muktamar, bukan KH Hasyim Asy’ari (Rais Akbar)? Perlu penelusuran kembali. Banyak versi pendapat. Dalam literatur “Kyai Haji Hasyim Asy’ari: Pengabdian Seorang Kyai Untuk Negeri“ hanya dituliskan bahwa ada petelah pertemuan Kyai Haji Hasyim Asy’ari: dengan Soekarno dan Muso di Pasar Kapu, Pagu, Kediri pada awal 1936 untuk membincang gagasan negara ideal yang dicita-citakan.

Yakni, gagasan Negara ideal yang dimunculkan dalam Muktamar Nahdlatoel Oelama ke-11 di Banjarmasin pada 9 Juni 1936 yang salah satu keputusannya menetapkan cita-cita membentuk Negara Daro eslam atau Darusalam.

Sementara dari sumber gufrondotcom menuliskan bahwa terdapat nasehat yang disampaikan oleh KH. Hasyim Asy’ari dalam Muktamar NU ke-11 di Banjarmasin 1936 dan Muktamar NU ke-15 di Surabaya 1940. Menurut sumbernya, pidato nasehat ini sudah sulit ditemukan walaupun di rak buku kaum nahdliyyin sendiri.

Soekarno bertemu dengan jajaran ulama dan elit NU. (Foto Hidayatuna)

Ada yang mengatakan sengaja disimpan tidak diedarkan dan ada yang mengatakan dibakar. Untungnya, pidato ini masih disimpan dengan baik oleh KH. Muhammad Jazuli Hanafi, salah seorang santri Hadlrat al-Syaikh mulim di Malang. Teks asli berbahasa Arab, ditulis ulang dan diterjemahkan oleh Ibnu Hasan Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-guluk Sumenep Madura.

Selain itu, Ketua Umum PB-NU Prof Dr KH Said Aqiel Siradj, ketika berceramah di Masjid An-Noor Banjarmasin 12 Rabiul Awwal 1436 H menyatakan, ulama NU di bawah KH Hasyim Asyari melalui Kongres NU di Banjarmasin 1936 tersebut sudah menggagas bentuk negara yang akan didirikan ketika Indonesia merdeka. Apakah ini mengindikasikan bahwa KH Hasyim Asy’ari hadir dalam Muktamar NU ke-11 di Banjarmasin 1936? Perlu kajian data kembali.

Terlepas apakah Langgar Al Hindua memiliki hubungan dengan sejarah perkembangan NU di Kalimantan Selatan, dari segi bangunan dan masa gaya dianggap memiliki potensi cagar budaya. Mengenai nilai sejarah, memang masih perlu pendalaman lewat kajian kembali. Tentunya dalam penentuan status cagar budaya, bukan hanya nilai sejarahnya yang menjadi dasar utama, tetapi nilai yang lain yakni ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, serta kebudayaan umumnya. Selain itu, apakah memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.(jejakrekam)

Penulis adalah Ketua Lembaga Kajian Sejarah, Sosial dan Budaya (LKS2B) Kalimantan.

Anggota Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Banjarmasin

Dosen Pendidikan Sejarah FKIP ULM

Langgar Al-Hinduan

Bangunan Langgar Al-Hinduan tempo dulu saat para habaib dan pengurusnya berfoto bersama. 
(Foto Dokumentasi Nur Putra)

Sumber Utama : https://jejakrekam.com/2021/10/16/langgar-al-hinduan-muktamar-nu-dan-potensi-bangunan-cagar-budaya/

Bogem Mentah Warnai Aksi Pembongkaran Baliho Bando Di A Yani

KERICUHAN mewarnai aksi penertiban sejumlah baliho bando di ruas Jalan Achmad Yani Banjarmasin, Jumat (29/10/2021) malam. Ada 10 titik baliho yang melintang di atas jalan bakal dibereskan dalam tempo 10 hari ke depan.

BENTROK fisik ini terjadi karena oknum mencegah pembongkaran baliho bando. Sementara, petugas yang diterjunkan pihak Pemkot Banjarmasin, merasa dihalangi tugasnya.

Bogem mentah pun bersarang ke wajah Ferdi, karyawan salah satu perusahaan advertising pemilik baliho bando. Diduga sang pemukul adalah ‘orang bayaran’ dari Satpol PP Kota Banjarmasin. Ini versi yang disebut Winardi Sethiono, salah satu pemilik baliho bando di Jalan A Yani Banjarmasin.

Nah, untuk membongkar 10 titik baliho bando di ruas jalan protokol itu, Pemkot Banjarmasin menerjunkan ratusan personel gabungan. Pemerintah kota menurunkan personel Satpol PP pun dibackup personel dari Polresta Banjarmasin, Kodim 1007/Banjarmasin serta Dinas Perhubungan (Dishub) Banjarmasin, hingga perwakilan dari pihak Kejari Banjarmasin ikut memantau proses penertiban media reklame raksasa.

Untuk membongkar baliho bando yang berstruktur pipa baja dan besi kokoh, Pemkot Banjarmasin terpaksa menurunkan alat berat, dibantu para tukang terampil yang kabarnya melibatkan pihak ketiga berpengalaman dan bersertifikat keahlian.

“Pembongkaran baliho bando ini sudah sesuai dengan peraturan. Kami pun dibackup personel gabungan dari Polresta dan Kodim 1007/Banjarmasin, serta dari Kejari Banjarmasin,” ucap Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Setdakot Banjarmasin, Doyo Pudjadi kepada awak media, Jumat (29/10/2021) malam.

Personel gabungan Satpol PP, polisi dan tentara menjaga kawasan tempat pembongkaran 
baliho bando di Jalan A Yani.(foto Asyikin)

Ia menyebut ada 10 titik baliho bando yang akan dibongkar dengan tempo 10 hari ke depan. Untuk mengawali disasar baliho bando di Jalan A Yani Km 2, persis di persimpangan Jalan Kuripan atau dekat kantor PDAM Bandarmasih.

Doyo menjelaskan sejak 2018 hingga 2021, keberadaan baliho bando itu sebenarnya tak berizin alias ilegal. Ini ditambah, putusan PTUN Banjarmasin menguatkan kebijakan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Banjarmasin yang tak mengeluarkan izin reklame bando di Jalan A Yani.

“Putusan PTUN Banjarmasin itu sudah inkracht atau berkuatan hukum tetap yang menjadi salah satu dasar penertiban baliho bando,” ucap Doyo.

Dia mengatakan  dasar hukum lainnya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20 Tahun 2010, Perda Penyelenggaraan Reklame Nomor  6 Tahun 2016 serta Peraturan Walikota (Perwali) Banjarmasin Nomor 54 Tahun 2021 yang merupakan pembaruan dari Perwali Nomor 23 Tahun 2016.

“Juga berdasar keputusan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Kalsel yang menyatakan tidak ada tindak pidana dalam penertiban pertama yang dilakukan pemerintah kota,” tegas Doyo.

Petugas yang mengelas sambungan baliho bando A Yani untuk diturunkan. (Foto Asyikin)

Mantan Dinas Pertanian Kota Banjarmasin ini mengatakan para pemilik baliho bando yang melintang di atas jalan besar juga telah diberi surat peringatan (SP-3) atau teguran dari pertama, kedua hingga SP-3 yang berisi tindakan pembongkaran paksa.

“Sudah diberi SP-1 dan SP-2 hingga berujung SP-2, para pemilik baliho bando tetap saja tak mau membongkar sendiri. Ya, terpaksa kami ambil tindakan dengan membongkar paksa apalagi juga didukung semua Forkopimda Kota Banjarmasin,” cetus Doyo.

Agar tak menggangu akses lalu lintas serta membahayakan, Doyo mengakui pihaknya juga menerjunkan para tukang ahli bersertifikat untuk membongkar sisa-sisa baliho bando yang telah dibongkar sebelumnya itu.

“Jadi, material baliho bando tidak rusak ketika diturunkan atau dibongkar. Sisa materialnya, silakan pihak pemilik baliho bando untuk mengambil, karena disimpan di tempat yang aman,” ucapnya.

Bogem

Wajah Fadli tampak merah usai ditinjau salah satu petugas pembongkaran baliho bando, 
saat diamankan petugas gabungan.

Sumber Utama : https://jejakrekam.com/2021/10/30/aksi-bogem-warnai-aksi-pembongkaran-baliho-bando-di-a-yani/

Mengadu Ke PTUN Dan DPRD Banjarmasin, Wins Sebut Pemukul Anak Buahnya Seperti ‘Preman’

PROTES keras disuarakan Winardi Sethiono. Pemilik baliho bando di Jalan A Yani yang dibongkar Pemkot Banjarmasin tak terima dengan aksi penertiban oleh aparat gabungan pada Jumat (29/10/2021) malam.

WINARDI yang akrab disapa Wins ini merupakan Ketua Asosiasi Pengusaha Periklanan Seluruh Indonesia (APPSI) Kalimantan Selatan pun datang bersama kolega serta karyawan.

Mereka memprotes penertiban baliho bando yang dianggap sepihak, karena tidak memiliki dasar hukum kuat. Insiden kecil pun sempat mewarnai, ketika anak buah Wins sempat menghalang-halangi petugas untuk membongkar, hingga dihadiahi bogem mentah di wajah.

Wins menegaskan saat ini masalah keberadaan baliho bando masih berada di kewenangan pengadilan. Khususnya, PTUN Banjarmasin.

“Sebab, kami ajukan gugatan ke PTUN Banjamasin. Makanya, objek gugatan yang dibongkar segera kami laporkan ke pengadilan,” ucap Wins kepada awak media.

Ia juga menyesalkan justru anak buahnya jadi korban aksi pemukulan di wajah, ketika hendak menghalangi penertiban baliho bando itu.

“Sepertinya dari pihak luar ya semacam preman. Kami keberatan dalam penertiban ini, kami duga pihak Satpol PP Kota Banjarmasin seperti mendatangkan preman atau orang luar,” cetus Wins.

Dijaga ketat alat berat dan para tukang untuk membongkar baliho bando di Jalan A Yani. (foto Asyikin)

Meski mengakui telah mendapat surat peringatan (SP) dari pertama, kedua hingga ketiga yang berisi tindakan pembongkaran paksa, Wins menegaskan APPSI Kalsel tetap berpegangan pada notulensi rapat dengan Walikota Banjarmasin Ibnu Sina, beberapa waktu lalu.

“Dalam rapat dengan Walikota Banjarmasin itu tercapai kesepakatan untuk penundaan pembongkaran baliho bando. Masalah ini pun akan segera kami laporkan ke DPRD Banjarmasin, agar wakil rakyat bisa menyikapi masalah ini,” kata Wins.

Ia menjelaskan mengenai sikap PTUN Banjarmasin itu bukan putusan pengadilan, tapi memang saat pengajuan izin perpanjangan baliho bando justru ditolak pemeritah kota.

“Dalam putusan PTUN Banjarmasin juga tidak ada pihak yang menang dan kalah. Langkah atas pembongkaran baliho bando ini, segera kami layangkan kembali gugatan ke pengadilan,” tegas Wins.

Mengenai anak buahnya yang kena bogem mentah di bagian pipi, Wins memastikan juga akan mengambil langkah hukum. “Kami akan laporkan peristiwa pemukulan ini ke polisi,” tandas Wins.

APPSI Kalsel

Ketua APPSI Kalsel Winardi Sethiono alias Wins saat protes pembongkaran baliho bando A Yani.

Sumber Utama : https://jejakrekam.com/2021/10/30/mengadu-ke-ptun-dan-dprd-banjarmasin-wins-sebut-pemukul-anak-buahnya-seperti-preman/

ULM Resmi Beri Gubernur Kalsel Gelar Doktor Honoris Causa

UNIVERSITAS Lambung Mangkurat (ULM) resmi memberikan gelar Doktor Honoris Causa (Dr HC) kepada Gubernur Kalsel Sahbirin Noor, Kamis (28/10/2021), di Auditorium ULM di Kota Banjarbaru.

PEMBERIAN gelar Dr HC dihadiri Isteri Hj Raudatul Jannah bersama kerabat, Anggota DPR RI Rifqi Karsayuda, Ketua DPRD Kalsel H Supian HK, Sekda Prov Kalsel Roy Rizali Anwar, dan seluruh Kepala Dinas di Lingkungan Pemprov Kalsel. Turut hadir pula Guru Wildan, dan tamu undangan lainnya.

Penetapan gelar Dr (HC) kepada Sahbirin dilakukan Rektor ULM Prof Sutarto Hadi melalui sidang terbuka senat ULM dengan memasangkan jubah dan toga gelar kehormatan. “Pemberian gelar Dr HC bidang pertanian kepada Sahbirin melalui proses panjang dan tak mudah,” tutur Rektor ULM Prof Sutarto Hadi.

Ia mengakui perlu penguasaan di bidang pertanian dan tindakan yang membawa kemajuan pertanian. “Bahkan dengan upaya yang ada, Kalsel bisa surplus beras. Tindakan Gubernur yang mengonversi lahan rawa menjadi lahan pertanian, bukan hal mudah,” jelas guru besar FKIP ULM ini.

Sutarto menyebutkan, terobosan yang dilakukan oleh yang bersangkutan pada bidang pertanian sangat besar di saat masih bertopangnya di sektor pertambangan. “Sebagai daerah yang kaya dengan sumber daya alam, Kalsel sangat bergantung dengan sektor pertambangan. Namun, kebijakan Sahbirin di sektor pertanian membuat Kalsel tak lagi bergantung dengan pertambangan, beliau cukup berhasil selama ini,” tambahnya.

Sementara itu, Gubernur Sahbirin Noor Sahbirin Noor menyampaikan orasi ilmiah dengan judul Kalsel masa depan penyangga pangan nasional dan Ibu Kota Negara (IKN) baru. “Ada dua alasan mendasar kenapa mengangkat tema ini karena masa depan semua negara di dunia bukan hanya soal ketersediaan energi tetapi juga ketersedian pangan,” ungkap gubernur dua periode ini.

Menurutnya, pada tahun 2024 diperkirakan ada sekitar 205.000 penduduk pindah ke IKN dari kalangan ASN, Legislatif, Esksutif Yudikatif , TNI/Polri. “ Kalsel mempunyai posisi strategis bukan hanya sebagai penyangga pangan tingkat nasional namun juga sekaligus sebagai penyangga pangan IKN baru,” imbuhnya.

ULM

Rektor ULM Prof Sutarto Hadi dan Gubernur Kalsel Sahbirin Noor saat pemberian gelar Doktor Honoris causa di ULM Banjarbaru. (foto:Asyikin/Humas Pemprov Kalsel)

Sumber Utama : https://jejakrekam.com/2021/10/28/ulm-resmi-beri-gubernur-kalsel-gelar-doktor-honoris-causa/

Protes Gelar Doktor Kehormatan Paman Birin, Mahasiswa Aksi Di Gerbang Kampus ULM

LANGKAH Universitas Lambung (ULM) Mangkurat memberi gelar doktor kehormatan untuk Gubernur Kalsel, Sahbirin Noor, terus mendapat protes dari para aktivis mahasiswa.

JUMAT (29/10/2021) malam, para mahasiswa yang terhimpun dalam gabungan BEM se-ULM menghelat unjuk rasa di depan gerbang kampus. Peserta aksi serentak memakai pakaian serba hitam, menyalakan lilin, dan membawa kertas dengan tulisan “Stop Obral Gelar” dan “Jaga Marwah ULM”.

Ahmad Rinaldi, Ketua BEM ULM, dalam aksi menyampaikan sikap mereka yang tegas menolak pemberian gelar doktor honoris causa kepada Sahbirin Noor.

“Karya ilmiah Paman Birin belum dipublikasikan sama sekali ke khalayak ramai. Kami membingungkan kenapa bisa seseorang yang mendapatkan gelar kehormatan karya ilmiahnya belum dipublish,” ujar Rinaldi.

Dalam aksi ini, mereka juga menuntut Senat ULM agar tetap menjaga marwah dan otonomi universitas agar tidak dimasuki kepentingan-kepentingan lain.

“Aksi ini terbuka untuk siapa saja, baik mahasiswa, dosen, mau pun alumni. Sebelumnya sudah ada petisi yang dibuat oleh alumni mengenai hal ini,” kata Rinaldi.

Sebelumnya, pemberian gelar doktor kehormatan ini dihelat di Auditorium ULM di Banjarbaru, Kamis (28/10/2021).

Rektor ULM Prof Sutarto Hadi melalui sidang terbuka senat ULM dengan memasangkan jubah dan toga gelar kehormatan. “Pemberian gelar Dr HC bidang pertanian kepada Sahbirin melalui proses panjang dan tak mudah,” tutur Rektor ULM Prof Sutarto Hadi.

Ia mengakui perlu penguasaan di bidang pertanian dan tindakan yang membawa kemajuan pertanian. “Bahkan dengan upaya yang ada, Kalsel bisa surplus beras. Tindakan Gubernur yang mengonversi lahan rawa menjadi lahan pertanian, bukan hal mudah,” jelas guru besar FKIP ULM ini.

Sutarto menyebutkan, terobosan yang dilakukan oleh yang bersangkutan pada bidang pertanian sangat besar di saat masih bertopangnya di sektor pertambangan. “Sebagai daerah yang kaya dengan sumber daya alam, Kalsel sangat bergantung dengan sektor pertambangan. Namun, kebijakan Sahbirin di sektor pertanian membuat Kalsel tak lagi bergantung dengan pertambangan, beliau cukup berhasil selama ini,” tambahnya. 

Sumber Utama : https://jejakrekam.com/2021/10/29/protes-gelar-doktor-kehormatan-paman-birin-mahasiswa-aksi-di-gerbang-kampus-ulm/

Kumpulkan Pengurus Cabang NU Se-Kalsel, Nasrullah Tuding Kemenag Manfaatkan Kesempatan

AKSI menggalang dukungan untuk calon Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) jelang Muktamar ke-34 di Lampung pada 23-25 Desember 2021 mendatang, makin menguat.

INI setelah, tim sukses calon Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staqut atau Gus Yahya yang merupakan Katib Aam Syuriah dikabarkan mengumpulkan pengurus NU di Kalimantan Selatan di sebuah hotel berbintang.

Wakil Ketua PWNU Kalsel Nasrullah AR mengungkapkan upaya pengumpulan pengurus NU di Kalsel itu justru dilakoni pejabat Kanwil Kementerian Agama Provinsi Kalsel.

“Kegiatan yang berlangsung di hotel mewah itu diinisiasi Kanwil Kemenag Provinsi Kalsel. Ini ada apa? Mengapa harus mengumpulkan pengurus NU saja, sepatutnya ormas lainnya seperti Muhammadiyah dan LDII pun diberlakukan hal sama,” ucap Nasrullah  AR kepada jejakrekam.com, Jumat (29/10/2021).

Bertajuk dengan dialog kerukunan internal umat beragama di Hotel Aria Barito pada 28-29 Oktober 2021 dinilai Nasrullah justru menunjukkan Kanwil Kemenag Provinsi Kalsel memiliki agenda terselubung. Ini karena, jaringan Kemenag diduga dimanfaatkan untuk mengakomodir para pendukung salah satu kandidat ketua umum.

“Saya heran secara pribadi kenapa itu dilakukan oleh Kemenag di tengah kodisi masyarakat yang lagi sulit. Ini jelas tidak etis,” cecar Sekretaris Umum MUI Kalsel ini.

Menurut dia, acara semacam itu bukan hanya sekali atau dua kali dihelat, tapi sudah sering dengan memanfaatkan fasilitas hotel berbintang. Sebelumnya, Nasrullah, pelaksanaan acara berskala Kalsel digelar di Hotel Rattan Inn Banjarmasin.

“Sangat jelas, kebijakan Kanwil Kemenag Provinsi Kalsel inis angat kontra dengan kondisi pembatasan kegiatan masyarakat yang masih diberlakukan di tengan pandemi Covid-19,” beber Nasrullah.

Mantan anggota DPRD Kalsel ini mengaku telah menelusuri apa hajat dari Kanwil Kemenag Kalsel hingga mengundang para ketua cabang NU kabupaten dan kota. Menurut dia, dirinya sebenarnya senang ketika Kanwil Kemenag Kalsel bisa menghimpun para pengurus NU dalam sebuah forum resmi.

“Namun, yang mencuat justru diduga pertemuan itu digunakan untuk kepentingan mobilisasi dukungan di Muktamar NU. Apalagi, kalau ada intervensi secara struktural, maka patut dikritisi apakah boleh program  Kemenag digunakan untuk kepentingan suksesi atau pergantian kepemimpinan ormas Islam?” kata Nasrullah.

Nah, kata dia, jika itu diperbolehkan, maka Kemenag Kalselpun harus memberi kesempatan serupa kepada ormas Islam lainnya. Ini agar NU tidak dituding memperalat Kemenag untuk kepentingan kelompok saja.

“Jika ini yang terjadi maka NU malah dirugikan dalam konteks pandangan masyarakat di ruang publik. Lebih-lebih kalau ada dugaan unsur melanggar hukum tentunya akan menjadi preseden buruk bagi NU. Untuk itu, jika ada, ya kami serahkan kepada aparat penegak hukum untuk menelisiknya,” kata Nasrullah.

Nasrullah AR

Wakil Ketua PWNU Kalsel Nasrullah AR

Sumber Utama : https://jejakrekam.com/2021/10/29/kumpulkan-pengurus-cabang-nu-se-kalsel-nasrullah-tuding-kemenag-manfaatkan-kesempatan/

Usai Dilantik Walikota Banjarmasin, Staf Muda Bicara Pembangunan Kota Berbasis Budaya

SEMBILAN staf ahli dari kalangan muda atau generasi milenial Walikota Ibnu Sina telah dilantik saat perayaan Hari Sumpah Pemuda ke-93 di Aula Kayuh Baimbai, Balai Kota Banjarmasin, Kamis (28/10/2021).

WALIKOTA Ibnu Sina menyebut dasar pembentukan dan pelantikan staf muda itu mengacu ke SK Walikota Banjarmasin Nomor 576 Tahun 2021 tentang penunjukan tenaga ahli staf ahli bidang hukum politik dan pemerintahan, bidang investasi dan kerjasama, bidang ekonomi dan pembangunan tahun 2021.

“Salah satu tugas pokok mereka adalah melaksanakan percepatan pencapaian visi dan misi Pemkot Banjarmasin. Tenaga ahli ini untuk sembilan bidang kerja sesuai dengan SK yang sudah diperwalikan dengan peraturan walikota, terkait tenaga ahli untuk percepatan pencapaian visi-misi Banjarmasin Baiman dan Lebih Bermartabat,” papar mantan anggota DPRD Kalsel dari Fraksi PKS ini.

Dengan keberadaan staf ahli, Ibnu berharap denyut pembangunan di ibukota Kalimantan Selatan dapat berjalan sesuai visi dan misi serta rencana yang telah dibuat.

“Jadi mereka akan menjadi mitra SKPD. Sehingga apapun yang kemudian diprogramkan bisa berjalan lancar. Intinya, tidak ada seorang pun yang tertinggal dalam pembangunan di Kota Banjarmasin,” tutur walikota dua periode ini.

Staf Muda Bidang Pendidikan, Seni dan Kebudayaan, Muhammad Budi Zakia Sani menyampaikan langkah strategis terkait pembangunan kota berjuluk seribu sungai ini.

Pelantikan staf ahli dari kalangan muda oleh Walikota Banjarmasin Ibnu Sina di Hari Sumpah Pemuda. 
(Foto Rahim Arza)

Ia mengupayakan agar bersinergi dengan SKPD terkait secara kontinyu dan memberikan masukan-masukan positif terhadap program-program yang sudah ada. “Melakukan usulan-usulan program berdasar pada visi-misi Baiman 2,” ujar Zaki.

Zaki bilang, penguatan nilai budaya Banjar pada kehidupan masyarakat sangat perlu ditengah kemajuan kota saat ini.

“Merangkul seluruh aspek kalangan seniman lintas bidang, tanpa terkecuali membuka ruang bersama untuk saling bahu membahu mewujudkan Kota Banjarmasin yang berbudaya,” ucap Zaki kepada jejakrekam.com, Jum’at (29/10/2021).

Menurutnya, seni adalah identitas, serta kearifan lokal Banjar harus menjadi tuan rumah di tanah banyu Banjar sendiri. Sehingga, kata dia, masyarakat yang berbudaya akan memberikan sumbangan pembangunan yang positif bagi sebuah kota.

“Membangun sebuah kota yang berkerangka kebudayaan tidak bisa dilakukan dalam waktu yang singkat, dan paling tidak ini adalah upaya lanjutan yang dapat dipercepat dengan keterbukaan semua untuk memiliki kesadaran budaya,” jelasnya.

Bagi Zaki, budaya Banjar saat ini harus lebih diperkuat sebagai identitas masyarakatnya. “Seribu sungai memiliki makna yang luas kekayaan seni budaya Banjar,” ucapnya.

Zaki berharap besar agar budaya saat ini terbangun baik, serta mampu melekat pada sendi-sendi ruang kehidupan masyarakat.

Staf Muda Walikota Banjarmasin

Staf Muda Walikota Banjarmasin saat berfoto bersama usai dilantik.

Sumber Utama : https://jejakrekam.com/2021/10/29/usai-dilantik-walikota-banjarmasin-staf-muda-bicara-pembangunan-kota-berbasis-budaya/

Bongkar Kasus Pinjol Ilegal Di Kotabaru, Halaman Mapolda Kalsel Dihiasi Karangan Bunga

BELASAN karangan bunga menghiasi halaman Markas Polda Kalsel di Jalan S Parman, Kota Banjarmasin, Jum’at (29/10/2021).

KARANGAN bunga itu bentuk apresiasi sejumlah organisasi masyarakat, tokoh agama, perbankan, perusahaan swasta, hingga tokoh warga, atas pencapaian kepolisian yang berhasil membongkar kasus pinjaman online (pinjol) ilegal di Kabupaten Kotabaru.

Sebelumnya, pinjol ilegal di bawah PT Jasa Mudah Colletindo (JMC) digeledah Polres Kotabaru. Tiga tersangka diamankan, salah satunya warga negara asing (WNA) dan dua orang berstatus WNI.

Perusahaan ini mempekerjakan 35 operator yang menggunakan 90 unit komputer sebagai media bisnisnya. Modus yang digunakan perusahaan pinjol ini dengan memasang aplikasi. Berikutnya, calon nasabah digiring untuk melakukan pinjaman secara online.

Caranya, dengan memasukan empat nomor ponsel atau handphone (HP) orang terdekat. Nah, ketika pinjaman disetujui, maka uang yang diterima korban langsung dipotong 40 persen.  Sedangkan, utang tetap utuh 100 persen harus dibayar korbannya.

Dalam tempo waktu satu minggu lama pinjaman, korban sudah dikenakan bunga lima persen. Begitu pula selanjutnya. Ketika korban tidak bisa mengembalikan uang pinjaman, dari sini berawal teror. Para operator pun terus meneror para korban melalui empat nomor HP yang sudah diberikan sewaktu terjerat aplikasi pinjol.

Tak sedikit perusahaan Pinjol dan jaringannya menggunakan berbagai cara provokatif bahkan ilegal, dan melawan hukum demi mencari keuntungan dari masyarakat awam. 

Kapolda Kalsel Irjen Pol Rikhwanto mengatakan akan memberikan penghargaan kepada Kapolres Kotabaru AKBP Gafur Aditya Harisada Siregar, dan anggota yang berhasil mengungkap kasus yang meresahkan warga ini.

“Kalau perlu kami akan memberi masukan kepada pimpinan Polri di Jakarta untuk memberi penghargaan secara nasional. Saya sendiri akan memberikan penghargaan kepada mereka,” paparnya saat konferensi pers di Aula Bhayangkara Polda Kalsel, Jum’at.

Karangan bunga menghiasi halaman Mapolda Kalsel, Jum'at (29/10/2021).

Sumber Utama : https://jejakrekam.com/2021/10/29/bongkar-pinjol-ilegal-di-kotabaru-halaman-mapolda-kalsel-dihiasi-karangan-bunga/

KPK Cekal Bupati HSU Ke Luar Negeri, KAKI Nilai Ada Kemajuan Penyidikan Kasus OTT

TERHITUNG tiga kali diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), akhirnya Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) Abdul Wahid resmi masuk pejabat yang dicegah tangkal (cekal) untuk berpergian ke luar negeri.

PENGAJUAN cekal terhadap bupati dua periode itu dimaksud untuk mempercepat proses penyelidikan dan penyidikan kasus dugaan suap dua proyek irigasi Banjang dan Kayakah Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Pertanahan (PUPRP) Kabupaten HSU.

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengungkapkan komisi antirasuah telah melayangkan surat permintaan cekal untuk Bupati HSU Abdul Wahid ke Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM RI pada Kamis (7/10/2021) lalu.

“Benar, KPK telah mengirimkan surat ke Ditjen Imigrasi Kumham RI untuk melakukan pelarangan ke luar negeri bagi Bupati HSU Abdul Wahid,” ucap Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (27/10/2021).

Jaksa KPK ini mengatakan pencekalan diberlakukan untuk tindakan pencegahan bagi Bupati HSU agar tak bisa ke luar negeri, sehingga lebih memudahkan proses pemeriksaannya. Saat ini, dalam kasus operasi tangkap tangan (OTT), Abdul Wahid masih berstatus saksi untuk tiga tersangka.

“Jadi, ketika Bupati HSU ini masih berada di Indonesia akan lebih mudah untuk memeriksa dan bisa lebih kooperatif dalam proses penyelidikan,” kata Ali Fikri.

Sementara itu, Direktur Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) Kalsel, Achmad Husaini menyambut langkah KPK memberi status cekal bagi Bupati HSU Abdul Wahid.

Menurut dia, pencekalan merupakan bagian dari proses penyelidikan sebuah perkara tindak pidana korupsi baik untuk saksi maupun tersangka.

Berdasar catatan Husaini, Bupati Abdul Wahid dalam kasus OTT Dinas PUPR HSU tercatat sudah tiga kali diperiksa. Pertama usai penggeledahan di ruang kerja kantor Bupati HSU hingga rumah jabatan di Amuntai.

Berikutnya, Abdul Wahid juga dipanggil sebagai saksi bersama puluhan saksi lainnya di Gedung Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Kalsel di Banjarbaru. Terakhir, Wahid juga dipanggil menghadap penyidik KPK di Gedung Merah Putih Jakarta.

“Tentu saja, ini berkenaan dengan barang bukti yang ditemukan penyidik KPK  saat penggeledahan di Amuntai. Termasuk, fakta-fakta hukum hasil penyelidikan dan penyidikan kasus rasuah di proyek irigasi Dinas PUPR HSU,” kata alumni STIH Sultan Adam ini.

Seperti diwartakan, dalam operasi senyap bersandi Merah Putih pada Rabu (15/9/2021), KPK mengamankan 7 orang di lokasi. Mereka yang diamankan adalah Maliki (Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Pertanahan HSU), Direktur CV Hanamas Marhaini dan Direktur CV Kalpataru Fachriadi. Termasuk, PPTK Dinas PU HSU, mantan ajudan Bupati HSU, Kasi di Dinas PUP HSU, serta orang kepercayaan Marhaini dan Fachriadi.

Bahkan, lima orang diboyong KPK ke Jakarta guna menjalani pemeriksaan. Berdasar hasil OTT itu, diamankan dokumen beserta uang tunai sebesar Rp 345 juta. Perkara ini pun diawali dari perencanaan lelang dua proyek irigasi. Yakni, rehabilitasi jaringan irigasi daerah irigasi rawa (DIR) Kayakah, Desa Kayakah, Kecamatan Amuntai Selatan dengan HPS senilai Rp 1,9 miliar dan proyek rehabilitasi jaringan irigasi DIR Banjang, Desa Karias Dalam, Kecamatan Banjang senilai Rp 1,5 miliar.

Proyek milik Dinas PUPRP ini sempat dilelang dan ditayangkan di LPSE.  Namun, sebelum lelang, Maliki yang merupakan Plt Kepala Dinas PU HSU ini memberi syarat kepada Marhaini dan Fachriadi agar menyetor komitmen fee sebesar 15 persen.

Dalam proses lelang, proyek DIR Kayakah diikuti 8 perusahaan. Namun, hanya satu perusahaan yang menawar yakni CV Hanamas, hingga ditetapkan sebagai pemenang. Sedangkan, proyek satunya di DIR Banjang, terdapat 12 perusahaan yang mendaftar. Berikutnya, hanya dua perusahaan yang mengajukan tawaran, yakni CV Kalpataru dan CV Gemilang Rizki.

Hingga, proyek itu dimenangkan CV Kalpataru dengan nilai kontrak Rp 1,9 miliar. Begitu, seluruh proses administrasi selesai, diterbitkan surat perintah membayar (SPM) untuk pencairan uang muka. Nah, sebagian uang muka diduga diberikan Marhaini dan Fachriadi kepada Maliki.  Dalam bentuk uang tunai sebesar Rp 170 juta dan Rp 175 juta, hingga KPK menggelar OTT.

Atas perbuatan itu, Marhaini dan Fachriadi selaku pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 65 KUHP.

Sementara, sebagai penerima, Maliki ditetapkan tersangka melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 UU Tipikor Nomor 31/1999 jo UU Nomor 20/2021 jo Pasal 64 KUHP jo Pasal 65 KUHP. Demi keperluan penyidikan, Maliki pun ditahan di Rutan KPK Pomdam Jaya Guntur. Sedangkan, Marhaini disel di Rutan KPK Gedung Merah Putih dan Fachriadi di Rutan KPK Kavling C1.

Bupati HSU Abdul Wahid

Bupati HSU Abdul Wahid usai diperiksa di KPK, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Sumber Utama : https://jejakrekam.com/2021/10/27/kpk-cekal-bupati-hsu-ke-luar-negeri-kaki-nilai-ada-kemajuan-penyidikan-kasus/

Wacana Reduksi SIP, Karpet Merah Oleh Regulator Menjadi Kenyataan?

Oleh: Abd. Halim,dr.SpPD.SH.MH. MM. FINASIM.CMed.CLA.cAdv.CMCHt.

WACANA mereduksi surat izin praktik (SIP) dokter dan tenaga kesehatan (nakes) menjadi satu, terus bergulir dan mendapatkan tanggapan yang beragam. Baik pro maupun yang kontra. Berbagai sudut pandang terhadap wacana ini disampaikan dan mengkristal.

INI menyusul sikap penolakan dokter sebagai anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) seperti disampaikan dalam acara diskusi mingguan pada 24 Oktober 2021, berkenaan 71 HUT IDI oleh Forkom IDI Wilayah dan cabng seluruh Indonesia yang diiniasi oleh IDI Wilayah Riau. Acara ini diikuti lebih dari 1.000 partisipan.

Karpet Merah Regulasi

Sesuai dengan regulasi yang masih berlaku sampai sekarang baik dalam tingkat UU dan peraturan dibawahnya yaitu UU 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yang merupakan lex specialis bagi dokter dan dokter gigi dan juga PMK Nomor 2052 Tahun 2011 bahwa setiap dokter dan dokter gigi berhak memiliki maksimal SIP di 3 tempat praktek dan apabila diperlukan oleh Dinkes provinsi dapat diberikan Surat Tugas yang berfungsi sebagai SIP tempat keempat dan atau seterusnya sesuai kebutuhan pelayanan terhadap spesialisasinya.

Namum wacana mereduksi jumlah SIP telah dilakukan kajian dan diskusi yang mendalam dari pemangku kebijakan yaitu Kemenkes dan salah satu pusat pendidikan hukum kesehatan. 

Dari diskusi awal dipaparkan beberapa alasan antara lain adalah maldistribusi dokter baik dokter umum maupun dokter Spesialis, terkonsentrasi dokter spesialis di kota kota besar dan sedang, ketimpangan kualitas layanan oleh dokter dokter di RS Pemerintah yang merupakan tugas utama bagi dokter PNS di RS tersebut dimana dokter PNS lebih mengutamakan dan lebih terkenal pelayanan di RS Swasta yang merupakan SIP kedua dan atau ketiga.

Juga telah menjadi rahasia umum pada daerah tertentu terjadi moratorium dan sulit masuknya dokter spesialis yunior atau pindahan dari daerah ke kota tersebut karena sudah diisi dan dikavling dengan tiga SIP dokter terdahulu dan atau senior.

Ada juga analisis liar dari adanya wacana ini adalah untuk memuluskan program rezim ini untuk mempermudah masuknya dokter asing bisa menjalankan praktik kedokteran dan kemudahan pendirian RS dan FK asing di Indonesia serta mewujudkan wisata medis.

Dengan alasan alasan di atas maka para pengusung wacana tersebut sebenarnya sudah terlihat beberapa tahun yang lalu. Yaitu, ketika mulai diobok-oboknya UU 29 Tahun 2004 pada pasal-pasal yang berkenaan dengan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) yaitu polimik penetapan dan pengangkatan anggota KKI yang dinilai IDI melanggar UU tersebut.

Bahkan, sampai digugat Keppresnya di PTUN namun akhirnya kandas. UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang juga menyasar UU Rumah Sakit sehingga diterbitkan PP Nomor 47 Tahun 2021 tentang perumahsakitan.

Pada pasal tentang persyaratan pendirian rumah sakit bahwa sumber daya manusia (SDM) dokter wajib berstatus tenaga tetap dan bekerja purnawaktu. Pada kondisi tertentu bisa mengangkat dokter tidak tetap tapi dengan perjanjian antara para pihak dengan isi kontrak yang mengikat secara hukum.

Bagi dokter ASN juga telah diterbitkan UU Nomor 2 Tahun 2014 tentang ASN  dan PP Nomor 17 Tahun  2020 tentang Manajemen ASN dan PP Nomor  94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS. Disebutkan bahwa seorang ASN (dokter) wajib mematuhi aturan tersebut termasuk jam kerja ASN dan kesedian ditempatkan dimanapun di seluruh Indonesia.

Aturan-aturan di atas bisa sebagai karpet merah untuk memaksakan pemberian SIP satu tempat bagi dokter ASN yang bekerja dan ditempatkan di RS atau fasilitas kesehatan (faskes) pemerintah.  Sedangkan bagi dokter yang bekerja di RS atau faskes swasta bisa dipaksakan dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta kerja dan Perjanjian Kontrak Kerja para pihak.

Saat ini, di DPR telah disiapkan RUU Praktik Kedokteran (Pradok) sebagai pengganti UU Nomor 29 Tahun 2004. Kalau membaca draf yang beredar dari hasil pembahasan pada September dan Oktober 2020, terutama di Pasal 37 tentang SIP masih tertera seorang dokter maksinal mempunyai tiga SIP termasuk di dalamnya untuk praktik telemedicine dan SIP tidak berbasis tempat praktik lagi, tapi berbasis wilayah kota/kabupaten dimana SIP itu diterbitkan oleh pemda bukan oleh kepala dinas kesehatan.

Namun kita IDI tetap harus waspada dan mencermati pembahasan RUU Pradok ini selanjutnya. Dan, tidak menutup kemungkian dan tidak mustahil akan ada perubahan mendasar dari regulasi SIP ini apalagi adanya indikasi kekuatan luar dan kuat yang menghendaki reduksi SIP menjadi satu tempat.

Pengurus Besar IDI pun perlu membentuk tim ad hoc yang khusus mengawal ini dan juga menyampaikan sikap resmi penolakan wacana reduksi ini.

Filosofi  Diberikan SIP Dokter Lebih dari Satu untuk Pelayanan atau Kesejahteraan Dokter?

Sebelum UU 29 Tahun 2004 dan PMK 542 Tahun 2007, jumlah SIP maksimal yang bisa diterbitkan seorang dokter adalah lima SIP. Nah, setelah diundangkanya UU 29 Tahun 2004, maka batas maksimal SIP yang bisa diterbitkan oleh dinas kesehatan adalah tiga SIP. Apabila diperlukan layanan spesialisasi tertentu masih diperlukan di tempat lain bisa diterbitkan Surat Penugasan dari Kadinkes Provinsi sebagai pengganti SIP dan berlaku untuk satu tahun.

Dinas Kesehatan memiliki kewenangan yang diberikan oleh Permenkes 2052/2011 untuk memberikan SIP atau tidak memberikan SIP kepada dokter. Kebutuhan pelayanan kesehatan ditentukan berdasarkan rasio-rasio keseimbangan yang meliputi :

                1.            Rasio jumlah fasilitas kesehatan berbanding jumlah penduduk

                2.            Rasio tenaga dokter berbanding jumlah penduduk

Penjelasan dari Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Perumahsakitan ” Penyediaan Rumah Sakit didasarkan pada perhitungan rasio tempat tidur dan jumlah penduduk” Dan dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 34 tahun 2016 terdapat rasio-rasio yang digunakan sebagai berikut :

                1.            Rasio Tenaga Dokter per penduduk adalah 1 : 2500

                2.            Rasio Tenaga Dokter Spesialis per penduduk adalah 1 : 16.000

                3.            Rasio Puskesmas terhadap penduduk adalah 1 : 16.000

                4.            Rasio Puskesmas Pembantu terhadap penduduk adalah 1 : 1.500

                5.            Rasio ketersediaan tempat tidr Rumah sakit per satuan penduduk adalah 1 : 1000

                6.            Rasio tenaga dokter per satuan penduduk adalah merupakan perbandingan ideal antara jumlah ketersediaan tenaga dokter berbanding jumlah penduduk. Berdasarkan Standar Pelayanan Minimal Kesehatan, rasio idealnya adalah 1 : 2.500

                7.            Rasio tenaga Dokter Spesialis per satuan penduduk adalah merupakan perbandingan ideal antara jumlah ketersediaan tenaga dokter spesialis berbanding jumlah penduduk. Berdasarkan Standar Pelayanan Minimal Kesehatan, rasio idealnya adalah 1 : 16.000.

Kebutuhan dokter untuk setiap rumah sakit berbeda-beda. Itu tergantung tipe atau kelas dari masing-masing rumah sakit. Berdasarkan Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, dan juga dalam PP 47 Tahun 2021 yang merupakan PP dari UU No 11 tahun 2020 Cipta Kerja (OBL). ada empat tipe rumah sakit yakni tipe A, B, C, dan D.

Rumah sakit tipe C, misalnya, butuh minimal 9 dokter umum untuk pelayanan medis dasar. Selain itu, perlu minimal 2 dokter gigi umum, 2 dokter spesialis pelayanan medis dasar, 1 dokter spesialis pelayanan medis penunjang, dan 1 dokter gigi spesialis. Sementara, untuk rumah sakit tipe B, butuh minimal 12 dokter umum, 3 dokter gigi umum, 3 dokter spesialis pelayanan dasar, 2 dokter spesialis pelayanan medis penunjang, 1 dokter spesialis pelayanan medis spesialis, 1 dokter spesialis pelayanan medis subspesialis, dan 1 dokter gigi spesialis.

Secara filisofi penerbitan SIP dokter / dokter gigi oleh pejabat yang berwewenang adalah berbasis kebutuhan pelayanan dokter kepada masyarakat yang mana masih timpangnya ratio dokter di daerah daerah baik di pulau jawa yang jumlah penduduknya banyak dan padat.

Apalagi di luar Pulau Jawa yang pada saat diundangkan UU Pradok, pendidikan dokter dan dokter spesialis terpusat di Jawa dan hanya beberapa di Sumatera dan Sulawesi. Begitu pula, jumlah Fakultas Kedokteran (FK) masih terbatas.

Adapun kondisi saat ini, menurut Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (BPPSDM) Kemenkes Usman Sumantri mengatakan Indonesia saat ini mengalami surplus tenaga kesehatan khususnya profesi dokter. Sementara di sisi lain, ia mengaku ada persoalan pada pendistribusiannya dokter di Indonesia.

Oleh sebab itu sebagai langkah yang tepat, ia mengaku Kemenkes bersama Kemenristekdikti sudah sepakat untuk mengendalikan lulusan dokter pada Fakultas Kedokteran yang ada saat ini.

“Tahun ini lulusan FK saja sudah 12.000, jadi Kemenristekdikti sudah membatasi jumlah lulusan dari FK, FK jadi dikuotakan,” ujarnya di Jakarta Selatan, Jumat (5/4/2019).

Menurutnya, total 12.000 dokter lulusan FK tersebut berasal dari 78 FK yang ada, dari total 89 FK yang ada di Indonesia.

“Kalau semuanya memproduksi, bayangkan jumlahnya. Makanya dikuotakan supaya tidak terlalu banyak dan kualitasnya semakin bagus,” ujarnya. Sementara itu, untuk mengatasi pendistribusian tenaga kesehatan (nakes) yang tidak proprosional karena hanya menumpuk di satu titik saja.

Padahal sebelumnya, pada saat HUT IDI ke 62 (sembila tahun yang lalu ) dr Slamet Budiarto SH MHkes selaku Sekjen PB IDI saat itu pernah menyatakan bahwa program pemerintah untuk membatasi pendirian Fakultas Kedokteran didukung Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI). Bahkan tidak hanya membatasi pendirian Fakultas Kedokteran baru, IDI memandang bila perlu Fakultas Kedokteran yang sudah ada dan tidak berkualitas ditutup saja.

”Sekarang banyak Fakultas Kedokteran yang akreditasi C. Mau tidak mau bukan hanya dibatasi tetapi yang sudah berdiri kalau tidak berkualitas ditutup saja,” kata dr Slamet Budiarto SH M.Kes, Sekjen PB IDI kepada Lombok Post (Grup JPNN), Minggu (14/10) di Mataram.

Menurut dr Slamet, perbandingan jumlah penduduk Indonesia dengan jumlah dokter anggota IDI sebenarnya sudah memadai. Munculnya fakultas-fakultas kedokteran yang baru dikhawatirkan hanya menambah jumlah lulusan tetapi mutunya kurang terjamin. Jumlah dokter anggota IDI saat ini sudah mencapai 110.000 orang. Terdiri dari 85 ribu dokter umum dan 25 ribu dokter spesialis. Ratio kebutuhan dokter terhadap jumlah penduduk adalah 1:3.000. Artinya satu dokter melayani 3.000 penduduk.

”Kalau penduduk Indonesia 230 juta jiwa, berarti kebutuhan dokter sudah cukup. Cuma penyebarannya yang belum merata,” kata dr Slamet. Ia mengharapkan pemerintah untuk memperhatikan tenaga dokter dengan memberi reward dan penghargaan. Memperhatikan jenjang karier mereka yang bertugas di daerah terpencil atau di desa-desa. Kalau tidak, dokter akan tetap enggan ke desa, karena dari segi financial tinggal di kota jauh lebih menjanjikan.

Seperti dikutip tirto.id tanggal 14 maret 2019 Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia, Daeng Mohammad Faqih mengatakan persoalan pemerataan tenaga medis khususnya di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), masih menjadi persoalan sampai dengan saat ini.

Terutama di wilayah seperti NTT, Papua, Maluku, Sulawesi dan Kalimantan. Padahal menurutnya, jika menggunakan rasio perhitungan dari World Health Organization yakni 1:2500 (1 dokter untuk 2500 jiwa), dengan jumlah dokter yang berada dalam catatan IDI sebanyak 172 ribu, dan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 265 jiwa per 2018 lalu. Menurutnya sudah terpenuhi kebutuhan dokter yang ada hingga wilayah-wilayah terpencil sekalipun.

“Tapi persoalannya terletak didistribusinya yang tidak rata. Banyak menumpuk di kota besar, Jakarta, Medan, dan lainnya,” ujarnya kepada Tirto, Kamis (14/3/2019).

Melihat jumlah tenaga medisnya sudah tercukupi namun masih adanya wilayah yang belum terjangkau tangan dokter, Faqih menilai masalah ini karena belum terjaminnya insentif bagi para dokter tersebut, agar mau bekerja di daerah-daerah. Dalam konteks ini, menurutnya pemerintah daerah dengan otonomi yang ada sebetulnya berkewajiban menjaga ketersediaan dokter di masing-masing daerahnya.

Selain insentif gaji, menurut Faqih, ada hal yang perlu diperhatikan lagi. Terkait dengan jaminan rasa aman, jaminan kesehatan, dan jaminan pengembangan bagi keluarga dokter. Faqih juga menjelaskan, ada kekhawatiran para dokter yang bekerja di daerah dengan insfrastuktur pendidikan yang belum memadai, bagaimana nasib anak-anak mereka.

Hal semacam ini yang menurut Faqih perlu diperhitungkan, memang caranya tidak dengan pemerintah membangun sekolah yang sesuai dengan kualitas kota, sebab hal tersebut memakan waktu proses yang panjang.

“Tapi bisa juga dijamin dengan insentif transportasi untuk aktifitas pendidikan keluarga si dokter, Kalau tidak dipikirkan, dokter akan terbebani dan akhirnya memutuskan untuk kembali, tidak bekerja di wilayah terluar itu lagi. Bagi saya itu manusiawi,” pungkasnya.

Penulis mengingat kembali bahwa secara autran perundangan tentang penertiban SIP saat ini seorang dokter berhak mendapatkan maksimal 3 SIP di 3 tempat praktek . Yang filisofi awalnya adalah untuk memberikan maksimal pelayanan kesehatan dan keahliannya kepada masyarakat di tiga titik pelayanan dan ini pun secara ekonomi akan meningkatkan penghasilan dan kesejahteran dokter.

Pengusung reduksi SIP satu tempat dalam bentuk monoloyalitas dokter terhadap RS atau faskes bahwa dengan menjamin  pemberian gaji dan insintif serta jasa medis dokter besaran sudah memenuhi harapan dokter yang bersangkutan sehingga dokter tersebut fokus memberikan pelayanan terbaik bagi masyararakat yang berobat ke RS atau faskes tersebut dan secara otomatis akan meningkatkan kesejahteraan dokter dan hidupnya RS.

Penulis adalah Dokter Ahli Utama RSDI Banjarbaru/ KUHM

Candidat Doktor Ilmu Hukum UNISSULA

Mediator Non Hakim Bersertifikat MA

Anggota Kongres Advokat Indonesia dan Ikatan Penasihat Hukum Indonesia

Ketua Bidang Advokasi Medikolegal PAPDI Cabang Kalsel. Anggata Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) dan Asosiasi Profesor Doktor Hukum Indonesia  (APDHI).

Wakil Ketua Komite Etik dan Hukum RSDI Banjarabru

Pengurus Pusat PERDAHUKKI Bidang Ilmiah, Diklat dan Pengembangan SDM

Anggota Perhimpuman Profesi Mediator Indonesia

Ketua Harian Perkumpulan Profesional Hypnoterapy Indonesia

Paktik

ilustrasi alat kedokteran

Sumber Utama : https://jejakrekam.com/2021/10/30/wacana-reduksi-sip-karpet-merah-oleh-regulator-menjadi-kenyataan/

Dari Renang Hingga Futsal, Forum OSIS Banjarmasin Gelar Pekan Olahraga

PROGRAM kerja (Proker), Departemen Minat dan Bakat Organisasi Tingkat Pelajar, Forum Osis Banjarmasin (FOB) menyelenggarakan pekan olahraga bulanan, di Borneo Indoor Futsal Banjarmasin, Minggu (24/10/21).

UNTUK ragam atau cabang olahraga sendiri bebas tetapi juga meliat dan menyesuaikan situasinya.  Terlaksana sejak bulan lalu, ada renang, dan rencananya untuk bulan ini bulu tangkis dan futsal.

Karena untuk hari Minggu kondisi lapangan bulu tangkis padat oleh masyarakat umum yang berolahraga maka, untuk cabang bulu tangkis ini ditiadakan dan difokuskan ke olagraga futsal saja.

“Mungkin bulan depan maunya badminton, terus kalau bulan depanya lagi bisa basket dan seterusnya bebas,” kata Ketua Umum Forum Osis Banjarmasin, Azizah disela kegiatan.

Kegiatan ini lanjut dia, dipelopori bidang minat bakat dan kewirausahaan dengan tujuan mempererat tali silaturahmi antar Osis di Banjarmasin.

Pesertanya pun memang dari anggota internal Forum Osis Banjarmasin sendiri, mengingat sebelumnya FOB adalah organisasi yang mengumpulkan OSIS  Banjarmasin, di tingkat SMA/sederajat.

Tak hanya itu, pihaknya pun sempat mengundang OSIS disekolah lain, juga pengurus ekskul terkait.

Kemudian, turut berpartisipasi  diantaranya, SMKN 1 Banjarmasin dan SMKN 5 Banjarmasin, termasuk sebelumnya juga sempat mengundang SMAN 2 Banjarmasin. Tetapi dikarenakan beberapa kendala mengharuskan sekolah terkait tidak dapat berhadir.

“Kemarin juga sempat mengundang SMAN 2 Banjarmasin, mungkin karena berhalangan hadir jadi hanya ada 2 sekolah saja” jelas Azizah.  

Siswi SMKN 1 Kelas 12 ini membeberkan bahwa kegiatan berpatok pada agenda bulanan.

Pekan olahraga ini juga diusahakan digelar ditiap bulan. Kecuali jika FOB ada kegiatan lain maka bisa digelar 2 bulan sekali termasuk menyesuaikan anggaran.

Selain untuk meningkatkan imunitas tubuh disituasi pandemi sekarang,  Bendahara Osis SMKN 1 ini juga menambahkan, pihaknya turut memanfaatkan momen yang jarang ini untuk sekolah memiliki hubungan yang dekat, akrab dan nyaman supaya bermanfaat buat kemudian hari dalam hubungan berinteraksi sesama sekolah sekolah terlibat.

“Sekiranya setiap sekolah memiliki hubungan yang dekat, akrab dan nyaman ketika ingin mengadakan kegiatan, sharingg atau bertemu dan menambah relasi disekolah lain,” pungkasnya.

Usai Kegiatan Futsal, Forum Osis Banjarmasin Melakukan Foto Bersama

Sumber Utama : https://jejakrekam.com/2021/10/25/dari-renang-hingga-futsal-forum-osis-banjarmasin-gelar-pekan-olahraga/

Re-post by MigoBerita / Sabtu/30102021/10.41Wita/Bjm

Baca Juga Artikel Terkait Lainnya