» » » » Saatnya Rakyat Indonesia BELA Ibu SRI MULYANI, kalau angka 212 biarlah cuman mereka BELA sendiri !!!

Saatnya Rakyat Indonesia BELA Ibu SRI MULYANI, kalau angka 212 biarlah cuman mereka BELA sendiri !!!

Penulis By on Rabu, 01 Desember 2021 | No comments

Migo Berita - Banjarmasin - Saatnya Rakyat Indonesia BELA Ibu SRI MULYANI, kalau angka 212 biarlah cuman mereka BELA sendiri !!! Loh kenapa Sang Srikandi Indonesia ibu Menteri Keuangan perlu di BELA dan grup 212 Tidak Perlu di BELA, silahkan baca hingga Tuntas berbagai artikel yang telah kita kumpulkan.



Mazhab 212 Ideologi Politik Jualan Agama yang Kencing Berdiri di Bawah Pohon. Menjijikkan!

Wow, 2 Desember akhirnya dikenang sebagai gerakan 212 yang dulu sadis karena digerakkan oleh para politisi yang ingin menghabisi Ahok. Semua orang-orang yang mengatasnamakan agama demi dunia berkumpul di sini.

Tapi patut disyukuri, gemanya dari tahun ke tahun mulai pudar, dan tidak lama lagi memang benar-benar akan tidak lagi bergema, politisi yang dulu menunggangi kini sudah berhitung dengan teliti, ideologi mereka tidak lagi cocok di masyarakat. Apalagi pasca penangkapan tersangka terorisme yang kebetulan adalah anggota MUI, meskipun kini MUI cepat-cepat menonaktifkannya, maka sudah bisa dipastikan bahwa 212 benar-benar sudah tak bergigi alias seperti macan ompong, masih ingin tampak garang tapi sebenarnya sudah sangat tua dan rapuh.

Bahar yang baru keluar dari penjara langsung ngegas ingin memperlihatkan taringnya, agar memberi kesan bahwa ia masih ada dan siap menggantikan posisi Rizieq yang kini masih di penjara. Tapi sebenarnya taring Bahar itu keropos, gampang patah, ia hanya berani pada anak kecil, maka karena itulah sengaja videonya yang dicium kakinya oleh anak remaja jadi viral. Ia ingin mendapatkan kesan bahwa dirinya masih hebat dan masih dihormati umat, padahal ia hanya memperdaya anak-anak polos yang tak berani melawan dan sudah kena doktrin.

Sungguh kasihan anak-anak itu. Andai saja akal sehatnya dipacu, maka ia akan bertindak dan atau pergi meninggalkan si Bahar, karena narapidana tak layak mendapatkan penghormatan yang begitu tinggi, narapidana yang kasusnya memalukan. Beda dengan Ahok, Ahok tidak menghajar anak kecil, Ahok tidak korupsi, apalagi sejatinya Ahok tidak menista agama, tapi Ahok dipaksa menjadi terpidana penista agama. Umat yang pintar dan cerdas, melihat jelas kasus ini bahwa Ahok tidaklah menista agama. Kasus ini sangat terang benderang.

212 sudah kekurangan pasokan dana, para politisi lebih memilih ormas yang masih kuat seperti NU dan Muhammadiyah. Maka ke depannya, banyak politisi yang mencoba mengambil hati NU dan Muhammadiyah ini, meskipun mereka harus merangkak dan memohon, yahh bisa ikutan juga jadi anggota Banser. Jadi pergeseran peta politik berubah drastis, dan 212 sudah tamat!

Bohir 212 sudah mulai mengkalkulasi kekuatan mazhab ini, bahwa 212 tidak lagi menjadi kekuatan politik yang begitu signifikan. Masyarakat muak dan sudah berani melawan mereka, masyarakat sudah tahu bahwa mereka bukan orang suci, mereka bukan orang yang diutus Tuhan lalu seenaknya mengatur-ngatur orang lain, bahkan mau mendikte pemerintahan yang sah. Mereka hanyalah pasukan nasi bungkus yang kini bernama kadrun, sungguh hina kan?

Fikih mereka sangat aneh dan malah kontra dengan Islam, mereka hanya memakai simbol-simbol Islam. Mereka yang kelas bawah gerombolan 212 ini, karena saking bebalnya, kencing seenaknya sambil berdiri di bawah pohon, inikah revolusi akhlak? Mereka sholat di Monas tapi tidur di mesjid Istiqlal. Benar-benar kontra sekali dengan spirit luhur Islam. Karena itulah bersyukur mereka tidak dapat izin mengadakan acara di Monas, lagi-lagi mereka ini sudah tidak dianggap, mereka sudah dicuekin. Jika mereka masih dianggap, tentu para Bohir itu berusaha agar bisa diberi izin, gitu kan?

Sungguh para pemimpin 212 ini tidak peduli umatnya telah menjadi bodoh. Para pemimpin mereka lebih suka mereka tetap bodoh, karena kalau mereka pintar, maka tidak mungkin ikut menjadi penganut mazhab 212.

Mereka ingin glorifikasi kembali kemenangannya yang semu itu pada tahun 2017, karena telah menjatuhkan Ahok atau Basuki Tjahaya Purnama. Mereka anggap bahwa inilah perjuangan Islam, tapi sayangnya, tidak semua umat Islam berpikiran sama dengan mazhab 212 ini, jumlah mereka hanya dimarkup, tidak sampai 7 juta, tapi hanya nol koma sekian persen dari penduduk Jakarta. Itupun sebagian besar dari Bogor dan sedikit Bekasi.

Mereka adalah seperti kumpulan pentol korek yang gampang dipicu, dan setelah hangus pasti ditinggalkan Bohirnya. Itulah yang terjadi sekarang, maka karena itu kenapa si Bahar berkata bahwa siapa yang mengkhianati Rizieq maka akan dihabisi, prettt dah!

Adapun warga Jakarta, sepertinya sudah sangat berkurang simpatinya pada Anies, dan juga sangat kecewa pastinya. Bukan hanya sumur serapan yang menguras anggaran tetapi sumur-sumur yang melukai jalanan menjadi pemandangan jijik dan berbahaya, jijik karena lubang itu bisa menjadi buang hajat bagi warga yang tidak punya toilet, apalagi anggaran toilet kabarnya di markup juga?. Sumur serapan itu bukannya mengatasi banjir di Jakarta, justru menjadi genangan air yang bisa jadi tempat nyamuk malaria berkembang biak. Miris!

Masih banyak kasus-kasus yang dilakukan Gabener ini. Harus diperiksa teliti, dan sebenarnya sangat jelas sih, tinggal keberanian saja, namun memang Anies bukan berdiri sendiri, ada orang elit di belakangnya. Mister Caplin?

Maka keberadaan mazhab 212 sejak pertama menzholimi Ahok adalah gerakan yang sudah arahnya bisa terbaca, yaitu mazhab yang merusak Jakarta dengan mendukung Anies jadi Gubernur.

Mazhab 212 ini tidak menitikberatkan olah berpikir tapi bagaimana membesarkan nafsu dan amarah agar lawan politiknya itu takut gemetaran, maka jangan heran kalau demo adalah jalan ninjanya, dan teriak takbir tapi kelakuan barbar, dan jangan heran jika orang-orang yang memimpin mereka adalah orang-orang yang sudah sangat bermasalah juga. Lihatlah, rata-rata mereka sudah di penjara. Rizieq, Munarman, Farid Okbah, An-Najah, dan sepertinya akan bertambah lagi. Namun, mereka sebut itu semua adalah perjuangan membela Islam. Sekali lagi, Pretttttt Dah!!!!

Mazhab 212 adalah perusak nama Islam. mazhab yang berbahaya buat NKRI, karena di dalamnya berkumpul semua ideologi horor yang akan merongrong Pancasila. Di dalamnya ada HTI, FPI, dan para pemuja simbol-simbol agama.

Maka tak heran sejak keberadaan mazhab ini, ada banyak keanehan di negeri ini, mulai dari adanya orang yang sholat di jalanan dan menganggu pengguna jalan, hingga sholat di dalam komuter line pas di depan pintu KRL yang sedang berjalan, bahkan ada juga yang sholat di depan tempat parkir di depan gereja. Sungguh aneh dan bebal kan?

Semua kekacauan ini hadir setelah mazhab 212 unjuk gigi. Mazhab horor bertopeng agama. Waspadalah dan wajib ditenggelamkan. Mazhab ini bisa tenggelam jika tidak ada bohir yang mendanai-nya, atau mereka diberi keluasan mengambil donasi dari masyarakat dengan kemasan agama. Perlu diawasi dan dihentikan bibit mereka yang masih tersisa di jalan-jalan dan di kampung-kampung yang mengatasnamakan agama, seperti meminta donasi di jalan raya dengan mengatasnamakan pembangunan mesjid.

Mazhab 212 Ideologi Politik Jualan Agama yang Kencing Berdiri di Bawah Pohon. Menjijikkan!

Sumber Utama : https://seword.com/politik/mazhab-212-ideologi-politik-jualan-agama-yang-v8G18wBaga

Reuni 212 Tahun Ini Membuktikan Mereka Ga Punya Empati

Bagi saya, kelompok 212 ini adalah sekumpulan orang-orang yang tak punya hati dan maunya menang sendiri. Pokoknya kepentingan sendiri yang didahulukan, tidak peduli dengan hak orang lain. Mau menang sendiri.

Jika sebelumnya mereka hanya terlihat menutup jalan demi kepentingan demo, hari ini mereka semakin ditunjukkan keburukannya.

Rencana acara reuni 212 tahun ini memang terbilang yang paling buruk. Karena Rizieq ditangkap, Munarman ditangkap, dan donatur sudah tidak bisa lagi kirim logistik ke rekening para demonstran. Apalagi, kotak amal yang selama ini dicurigai adalah bagian dari biaya pergerakan juga sudah ditumpas habis dan diamankan.

Sontak panitia 212 terlihat kelabakan. Pemilihan tempat acara reuni sudah mirip seperti pemilihan lokasi balapan formula e. Pindah-pindah dan tidak jelas.

Semula mereka akan menggelar reuni di Monas. Tapi karena tidak diijinkan dan Monas belum dibuka untuk umum, maka mereka pindah ke patung kuda. Tapi di sana lokasinya tidak terlalu luas. Dan di sana pun mereka tidak dapat ijin juga.

Sebagai antisipasi, mereka menyiapkan tempat yang lebih aman. Yakni di pesantren adzzikra. Pesantren milik almarhum Arifin Ilham.

Pemilihan tempat ini sudah dilakukan jauh hari. Meski adzzikra bukan di Jakarta, tapi itu lebih logis dan masuk akal dijadikan tempat acara reuni. Karena memang massa terbanyak peserta 212 ada di Bogor.

Mengingat mereka sekarang juga tidak mendapat logistik, tidak dapat bus gratis, tidak dapat amplop dan nasi bungkus, maka kalau diselenggarakan di Bogor pasti akan menghemat anggaran.

Ibaratnya, kalau acara diselenggarakan di Jakarta, massa dari Bogor mungkin akan banyak yang berhalangan hadir. Tapi kalau dilaksanakan di Bogor, mereka lebih mudah datang. Jalan kaki pun sampai.

Akhirnya, untuk pertama kalinya, reuni 212 terlihat tidak berdaya. Sampai mereka harus menyiapkan tempat alternatif.

Padahal secara isu, mestinya sekarang lah waktu yang tepat bagi mereka untuk berkumpul dalam jumlah besar. Mestinya sekarang lah mereka marah dan berdemo besar-besaran. Karena Rizieq ditangkap, Munarman ditangkap, bahkan MUI dihajar habis oleh densus 88.

Tapi rencana reuni malah terlihat melempem. Tidak ada gairah. Tidak semeriah tahun-tahun sebelumnya.

Dari sini dapat kita simpulkan bahwa mereka sebenarnya tidak peduli dengan Rizieq Munarman atau siapapun itu. Jadi meski semua pimpinannya sudah ditangkap polisi, kalau tidak ada uang logistik, maka mereka tidak akan datang. Lalu taqdir Tuhan itu memang kadang unik. Entah ini kebetulan atau tidak, anak dari almarhum Arifin Ilham, Ameer Adzikra meninggal dunia di usia yang sangat muda. 20 tahun.

Ameer meninggal karena sakit liver beberapa hari sebelum acara reuni 212.

Sekarang pesantren Adzikra sedang dalam suasana duka. Para pengurus pesantren akhirnya menolak acara reuni 212 diadakan di pesantren. Surat ini secara jelas disampaikan kepada satgas dan panitia reuni.

Namun karena mereka ini mungkin emang ga punya hati, atau ga punya perasaan, mereka masih ngotot untuk menggelar acara kumpul-kumpul di masjid Adzikra.

Modusnya, acara reuni akan diganti dengan doa bersama untuk kepergian Ameer Adzikra. Luar biasa! benar-benar tak tau malu dan tak punya otak.

Karena alasan itu hanya akal-akalan saja agar mereka bisa kumpul-kumpul.

Pada dasarnya mereka tidak peduli dengan wafatnya Ameer Adzikra. Mereka juga tidak peduli dengan keluarga yang ditinggal. Cerita ini persis seperti para pendukung Ahok yang meninggal dunia di Jakarta dan tidak boleh dishalatkan di masjid. Persis. Mereka hanya peduli pada kepentingan pribadi dan politiknya, tidak peduli dengan kondisi dan mental orang sekelilingnya.

Kalau mereka waras. Mestinya tak perlu menunggu surat pemberitahuan dari pesantren. Mestinya mereka secara reflek membatalkan acara di pesantren Adzikra. Kalaupun mereka mau mendoakan Ameer, ya mestinya sudah datang kemaren. Bukan menunggu momen 212.

Tapi ya sekali lagi, dasarnya mereka ga punya otak dan perasaan, maka mereka hanya fokus pada kepentingan dan hajatnya sendiri. Masalah orang lain lagi sedih dan sebagainya, kelompok 212 ini tidak peduli.

Jadi pada akhirnya siapapun yang mendukung 212, dapat dipastikan mereka akan habis dilahap kepentingan para pengurusnya. Bahkan Rizieq dipenjara pun mereka terlihat tidak peduli sama sekali.

Reuni 212 Tahun Ini Membuktikan Mereka Ga Punya Empati

Sumber Utama : https://seword.com/umum/reuni-212-tahun-ini-membuktikan-mereka-ga-punya-PRlcpkoV0Y

Apa Sih yang Bisa Dibanggakan dari "Aksi Tiga Angka" Itu, Kok Harus Dibikin Reuni?

Kita semua tahu bahwa kegiatan aksi massa berlabel tiga angka yang berlangsung pada 2 Desember 2016 (Angka 212 diambil dari tanggal dan bulan saat peristiwa berlangsung), bermula dari semacam dendam kesumat terhadap seorang Ahok, Gubernur DKI Jakarta dengan status double-minority, yang sangat dibenci oleh sebagian kelompok yang menggunakan tameng agama sebagai dasar kegiatan mereka.

Padahal, aroma politisnya jauh lebih menyengat, sehingga menutupi "kemampuan membaui" atau mengenali bahwa perkataan Ahok di Kepulauan Seribu sebenarnya tidak ada yang keliru.

Apanya yang menista agama, wong justru Ahok membantu membuka topeng kemunafikan sekaligus berupaya menyadarkan agar dalam urusan perpolitikan, janganlah sampai ada yang memilih atau tidak memilih karena alasan agama, yang ajarannya tentu akan dianggap selalu benar bagi pengikutnya.

Hati nurani yang telah tertutup itulah, yang mungkin karena sengaja ditutup atau diabaikan suaranya, yang akhirnya lebih dominan merespons hasil karya editing Buni Yani terhadap perkataan Ahok di Kepulauan Seribu, lalu diberi "stempel syurga": penista agama!


Saya nggak mungkin melupakan betapa mengerikannya hasil kebencian yang ditularkan tanpa rasa malu itu, sehingga sampai anak-anak sekalipun bisa meneriakkan "Bunuh Ahok" hanya karena menuruti ajaran sableng dari orang-orang dewasa, atau mirisnya ... jangan-jangan malah orangtua mereka yang mendoktrin?

Cerita yang akhirnya berlanjut dengan situasi yang mereka anggap sebagai kesuksesan besar, setelah lewat tekanan massa, pengadilan mengamankan Ahok ke Mako Brimob selama dua tahun. Tuntunan awal hukuman bagi Ahok selama 5 tahun, sebelum vonis akhir diputuskan, bahkan seperti sudah dirancang oleh kaum elit pergerakan tiga angka (212) itu, supaya setelah bebas dari penjara, Ahok tak punya kesempatan menjadi menteri, apalagi menjadi kepala negara.


Bagi saya "keberhasilan" dari Kelompok 212 cuma itu, yang kalau mau dipikir dengan akal sehat, sangat tidak layak disebut sebagai keberhasilan. Namun, begitulah fakta miris yang terjadi di negeri ini, yang membuat mereka lantas selalu terkenang seperti mengingat indahnya masa-masa sekolah yang setiap tahun kalau bisa mengadakan reuni.

Aneh sih memang, nggak sekolah kok mau bikin reuni. Oh, mungkin karena ada anggapan bahwa saat itu berkumpul 7 juta massa dengan lokasi di kawasan Monas, sehingga mereka merasa bahwa hari itu di alam gaib sedang didirikan kampus gaib dengan nama: Monaslimin Unipersiti.

Selebihnya, tak ada yang patut dikenang dari gerakan itu, karena kalau saya bayangkan percakapan yang mungkin terjadi saat reuni dilakukan, kok rasanya ada yang janggal dalam hati, misalnya:

"Eh, gimana ente masih benci Ahok apa nggak nih?"

"Gimana, siapa lagi yang mau kita kasih label penista agama?"


Namun, kembali pada pembuka tulisan ini, yakni adanya kesamaan kepentingan yang dapat mempersatukan atau membuat orang hingga kelompok tertentu berkolaborasi demi "mengenyahkan" musuh bersama ... sah-sah saja jika lantas "gerakan aksi tiga angka" pada lima tahun yang lalu itu dianggap menjadi kenangan tersendiri bagi mereka.

Meski rasanya agak miris juga jika misalnya momen itu nanti diceritakan pada generasi penerus mereka, apa kira-kira yang akan dibawa sebagai bahan cerita, seperti lazimnya kalau cerita di acara-acara reuni? Masa' mau cerita aktivitas kebelet pipis yang mendadak menyerang, lalu mencari pohon terdekat untuk dijadikan "sasaran tembak" buang hajat?

Sementara bagi kaum dengan logika dan akal sehat yang masih terjaga, kita bisa pakai cerita aksi massa tiga angka pada 2 Desember 2016 sebagai pelecut semangat, dengan pesan bahwa pernah ada seorang jagoan, yang difitnah dan dihukum karena kesalahan yang tidak diperbuat olehnya, tapi menjelang akhir persidangan dia membungkuk dan memberi hormat kepada para pengadil, lalu mengucapkan kalimat yang fenomenal ini:

Percayalah sebagai penutup, kalau Anda menzalimi saya, yang Anda lawan adalah Tuhan yang Maha Kuasa, Maha Esa. Saya akan buktikan, satu persatu dipermalukan. Terima kasih..."

Cerita yang inspiratif ini kita harapkan dapat membangkitkan "Ahok-Ahok" lainnya di seantero negeri, yang takkan pernah membiarkan negeri ini jatuh ke tangan orang-orang yang merasa dirinya paling benar dan bisa memperlakukan orang yang tidak disukai dengan seenak hati mereka sendiri, lalu bersorak sambil menyebut tindakan itu sebagai keberhasilan, sehingga layak dikenang dengan reuni setiap tahun.

Jadi ... apa sih yang sebenarnya mau mereka banggakan dengan aksi-aksi tiga angka itu, sampai harus diulang setiap tahun dengan sebutan reuni? Wong sekolah saja kagak, mau reuni!

Apa Sih yang Bisa Dibanggakan dari "Aksi Tiga Angka" Itu, Kok Harus Dibikin Reuni?

Sumber Utama : https://seword.com/umum/apa-sih-yang-bisa-dibanggakan-dari-aksi-tiga-fMZBMwF2wu

Bravo! Perjuangan dr. Indro dan dr. Simon Berhasil! Rakyat Sekarang Cuma Mau Sinovac!

Pemberitaan di beberapa media mulai muncul dengan menyebutkan bahwa kecepatan vaksinasi melambat, karena banyak rakyat yang ingin vaksin Sinovac, bukan vaksin yang diendorse sama dokter Adam, Koko dan berbagai epidemiolog yang dungu lainnya. Ini kemajuan!

Rakyat Indonesia berhasil diedukasi dengan pemahaman soal virologi yang benar-benar jelas, dilakukan oleh dr Indro dan dr. Simon. Kalau saya sebut dua orang ini, para epidemiolog dan dokter Tirta pasti alergi kayaknya. Kenapa? Karena kedua dokter ini jujur. Dokter yang jujur biasanya nggak disukai.

Mereka mencerdaskan manusia, bukan menakut-nakuti orang di depan, sambil di belakang mereka endorse vaksin AZ, PF, Moderna yang merupakan m-RNA based vaccines. Untuk kita ketahui bersama sebelum kalian ngatain gua dibayar sama dr. Indro atau dr. Simon, kita belajar dulu lah dasar virus.

Virus ini adalah sebuah zat asing yang tidak aktif di luar tubuh inang. Namun akan menjadi aktif di tubuh inang dan jika sudah menginfeksi. Ingat, infeksi. Bukan terpapar. Kalau terinfeksi, artinya virus ini sudah aktif. Jika terpapar, virus ini bisa ada di rongga hidung atau mulut, tapi ya tetap tidak dapat duplikasi.

Saat terinfeksi, virus ini akan melekatkan protein S atau protein spike, untuk kemudian mereka mengeluarkan RNA-RNA di inang, untuk menduplikasi diri. Inilah yang terjadi kepada pasien positif, dan bergejala. Kalau bergejala, artinya terinfeksi dan antibodi kita sedang melawan virus itu.

Kalau positif tapi tidak bergejala, bisa terinfeksi tapi antibodi kita kuat, tapi lebih bisa dikatakan hanya terpapar. Inilah gunanya masker untuk orang yang tidak ada gejala. Tapi ya sebatas sini saja. Nah sekarang mari kita lanjut ke pasca terinfeksi.

Setelah terinfeksi, maka tubuh kita yang pintar, nggak goblok kayak yang diberitakan sama Epidemiolog dungu dan dokter penebar ketakutan penjual vaksin, akan membentuk antibodi. Antibodi ini disebut imunoglobulin.

Imunoglobulin ada dua yang terbentuk, imunoglobulin teporer yang merupakan reaksi gerak cepat alias IgM, dan juga imunogobulin semi permanen yang merupakan reaksi gerak lambat alias IgG. Kalau para pembaca mengakses beberapa artikel penulis lain di Seword, pasti sudah familiar.

Kalau para pembaca sering pakai tes antibodi yang darah, pasti sudah tahu juga.

IgM merupakan antibodi yang diproduksi lebih awal oleh tubuh, yaitu sekitar 3–10 hari setelah terinfeksi. Namun, antibodi ini tidak bertahan lama. Sedangkan IgG, muncul lebih lama daripada IgM (biasanya 14 hari setelah infeksi) dan bisa bertahan selama 6 bulan hingga beberapa tahun.

Hal itu berarti IgG bisa menjadi pertanda adanya infeksi sebelumnya. Dengan mendeteksi keberadaan dua antibodi tersebut, rapid test antibodi bisa membantu mendeteksi virus. Hasil rapid test antibodi bisa dikatakan positif atau reaktif bila terdapat salah satu atau kedua antibodi IgM dan IgG.

Jadi jika orang pernah terpapar virus dan sembuh, maka akan ada antibodi yang sudah bisa mengetahui virus ini harus segera dibunuh dengan cepat. Sehingga orang kalau terinfeksi dua kali, pasti yang kedua akan cepat sembuh. Karena sudah ada IgG yang sifatnya permanen.

Namun kita tahu bahwa kadar antibodi setiap orang berbeda-beda. Ada yang kuat ada yang lemah. Maka untuk memberikan rasa aman kepada orang-orang lansia, ibu hamil, dengan penyakit komorbid, butuh vaksinasi. Vaksinasi pun terbagi dua.

Vaksinasi dengan virus utuh alias virus mati, adalah vaksin awal, yakni Sinovac dan Sinopharm. Vaksin ini disuntikkan ke tubuh manusia, yang berisi virus mati. Jadi tidak ada kemampuan menginfeksi, tapi dengan masuknya vaksin, tubuh akan membaca zat asing dan seolah diberikan buku pedoman cara bantai virus.

Tentu saat tes serologi, penerima vaksin ini nggak akan lebih tinggi antibodinya daripada penyintas. Namun ini cukup. Dan tidak perlu booster, karena yang dibaca adalah seluruh tubuh virus. Bukan hanya protein S untuk menempel saja. Semuanya. Nyaris 100%.

Sedangkan vaksin yang diendorse oleh dokter dungu dan epidemiolog, ya mereka pakai vaksin m-RNA, yang baca hanya protein S nya, itu hanya 2-3% dari virus yang lama. Jadi virus lama, diambil kulitnya, lalu dimodifikasi, dan disuntikkan. Jadi butuh booster dan butuh terus-terusan. Duit habis, mereka senang.

Makanya dokter Indro dan dokter Simon turun gunung, mereka menjelaskan semuanya kepada masyarakat. Presiden Jokowi juga sudah benar dalam impor vaksin Sinovac. Tapi ada orang-orang goblok yang maunya kirim vaksin America. American greed dasar!

Tapi perjuangan kedua dokter ini, membuahkan hasil. Rakyat Indonesia akhirnya maunya Sinovac. Karena memang itu yang paling efektif. Virus mati jauh lebih bagus. Jadi gini. Kita anggap saja di pemakaman, keluarga maunya lihat jenasah agar bisa diingat, atau mau dikasih kulitnya doang? Ngeri!

Lihat saja sekarang negara yang nggak pakai Sinovac, ketika Omicron datang, Om Ikron porak-porandakan mereka. Dan yang pakai Sinovac, santai-santai saja tuh. Ngomong-ngomong, dokter sampah yang endorse vaksin AZ dan PF, disuntiknya di awal pakai batch Sinovac. Mereka cuman mau jualan.

Bravo! Perjuangan dr. Indro dan dr. Simon Berhasil! Rakyat Sekarang Cuma Mau Sinovac!

Sumber Utama : https://seword.com/umum/bravo-perjuangan-dr-indro-dan-dr-simon-berhasil-QKQxTjj24R

Blundernya 212 “Berharap” Polisi Mengamankan?

Ngotot kangen-kangenan begitulah gaya kelompok 212 setiap penghujung tahun. Bahkan reunian melepas rindu mereka ini sangat tidak terbendung. Sekalipun pandemi dan sekalipun pindah-pindah lokasi. Intinya, yang namanya kangen yah harus ketemuan, kira-kiranya begitulah.

Mungkin pertanyaan yang tidak perlu dijawab, adalah mereka ini sebenarnya siapa? Ngapain sih mereka ini? Kenapa merasa paling benar sendiri hingga melawan hukum yang jelas-jelas melarang reuni ini diadakan. Sebab secara jelas Polda Metro Jaya mengancam bakal memidanakan panitia penyelenggara hingga peserta yang nekat melangsungkan kegiatan Reuni 212 di kawasan Patung Kuda.

Tetapi aneh bin kocak Ketua Persaudaraan Alumni (PA) 212 Slamet Maarif merasa pantas berlindung dibalik Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Lalu balik mengatakan seharusnya aksi mereka ini dilindungi Kepolisian?

"Dilindungi UU, sebagaimana elemen dan masyarakat lain pun melakukan unjuk rasa," kata Slamet, Rabu (1/12/2021). Dikutip dari: kompas.com

"Seharusnya dan saya sangat berharap pihak keamanan menjalankan kewajibannya untuk mengamankan jalannya unjuk rasa, bukan sebaliknya menakut-nakuti dan mengancam rakyat," tutur Slamet. Dikutip dari: kompas.com

Wkwkwk….betapa “polosnya” kelompok ini menterjemah atau mungkin mempermainkan hukum? Begini yah, anak kecil saja sudah diajarin bahwa menyampaikan pendapat ada etikanya. Tidak asal buka mulut, cuap sana-sini tidak peduli isinya ocehannya apa, tidak asal sembarang tempat dan waktu. Intinya diajarin kalau bicara harus pantas.

Benar, setiap warga negara di republik ini boleh mengeluarkan pendapat. Tetapi ingat ada aturan atau hukum yang mengatur. Jadi jangan dibalik, menggunakan hukum untuk melindungi pelanggaran!

Hukum dibuat untuk menjaga tata tertib. Sama halnya seperti contoh anak kecil yang tidak boleh teriak-teriak sesuka hatinya. Apa iya situ bakal senang menerima alasan si bocah, “Lho…bebas dong, khan ini suara saya sendiri. Situ gokil, situ dodol”

Pikir deh, apa kesimpulan kalian yang “polos-polos” ini kalau melihat ulah tengil bocah model begini. Kalau saya akan berkesimpulan ini bocah tidak diajarin etika oleh orangtuanya. Tidak tahu menempatkan diri dan mau seenaknya sendiri. Lalu sebagai tuan rumah, saya berhak menegur orangtua si anak.

Singkat ceritanya, kalau orangtua si bocah tidak suka ditegur dan gantian ngamuk ke saya. Gampang saya panggil Polisi karena menggganggu ketertiban. Banyak khan kita temui cerita model seperti ini, orangtua tidak terima anak ditegur dan gantian lebih nyolot. Begitulah yang sering terjadi, salah tetapi ngotot.

Mirip-miriplah jika Kepolisian mengancam saksi pidana bagi panitia penyelenggara. Aksi tidak jelas yang sangat mengganggu ketertiban negeri ini. Apalagi saat ini kita sedang di masa pandemi. Harusnya jika mengklaim sebagai aksi damai, yah logikanya tidak kumpul-kumpul yang membahayakan potensi penyebaran Covid.

Indonesia ini ibarat rumah, dan isinya beragam. Tetapi orang normal pastinya mencintai kedamaian, tidak ingin ribut ataupun memancing keributan dengan alasan apapun. Sedangkan Kepolisian adalah aparat yang berjaga untuk Indonesia. Jelas kedamaian negeri ini prioritas utama.

Apa tidak parah banget namanya ketika negeri ini berusaha bangkit dari hantaman pandemi. Tetapi justru dengan egoisnya Kelompok 212 membuat gaduh ngotot mau reunian. Wkwkwk…kemudian umbar mengatakan aksi damai?

Sebenarnya definisi damai situ itu apa? Sementara acara ketemuan kalian saja tidak jelas untuk apa?

Mau sampai kapan terus “membodohi” simpatisan yang harusnya mereka-mereka itu memikirkan perut anak dan istrinya.

Hahahha… …tolong jangan lupa dong. Kemarin ketika pandemi siapa yang memberikan bansos? Lalu siapa yang mengusahakan vaksin supaya sampai hari ini “masih” hidup sehingga bisa kangen-kangenan.

Faktanya umbar aksi damai kalian itu mengganggu Indonesia. Ada banyak setidaknya warga Jakarta yang terganggu aktivitasnya karena jalanan terpaksa ditutup gara-gara kalian mau melepas rindu.

Mbok yah harusnya berpikir dengan kejadian beruntun yang menimpa di lingkungan terdekat kalian. Penangkapan Munarman dan Rizieq apa dipikir cuma iseng-isengnya pemerintah? Ehhhmmm…atau mungkin ini termasuk tema kalian di reunian tahun ini?

Haiyaaa… .please deh. Semoga tidak melawak, tema yang diusung reunian tahun ini ngotot minta Rizieq dibebaskan. Sampai tega melupakan kedukaan yang seharusnya kalian berdoa atas wafatnya Ameer Adzikra. anak dari almarhum Arifin Ilham.

Nggak jelas, itulah kesimpulan tentang kelompok togel ini. Merasa paling benar sendiri, hukumpun dibalik justru harus melindungi aksi reuni yang dilarang Kepolisian. Wkwwk…..hidupnya kebolak balik. Sampai ikutan salah menempatkan diri. Seharusnya mendoakan yang pergi. Tetapi ini kumpul nggak genah di jalanan.

Wokeh deh, kita tunggu saja 212 di penghujung 2021. Siapa tahu ini salam perpisahan karena semua peserta diangkut Kepolisian Indonesia. Dibuat nyaman di tempat yang aman seperti keinginan mereka. Wkwkw….

Blundernya 212 “Berharap” Polisi Mengamankan?

Sumber Utama : https://seword.com/umum/blundernya-212-berharap-polisi-mengamankan-QWiArXCOvz

Reuni 212 Suram, Dua Lokasi Tak Dapat Izin, Nekat Gelar Bakal Diancam Pidana

Tampaknya acara Reuni 212 makin suram nasibnya tahun ini. Dikabarkan Reuni 212 bakal digelar di dua tempat, yaitu kawasan Patung Kuda dan Masjid Az Zikra, Sentul, Kabupaten Bogor.

Yang pertama, Kepolisian tidak mengizinkan digelarnya Reuni 212 di Patung Kuda.

Polda Metro Jaya bahkan sudah mengeluarkan ultimatum dan mengancam akan mempidanakan panitia penyelenggara hingga peserta yang nekat menggelar Reuni 212 di kawasan Patung Kuda Arjuna Wiwaha.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan menjelaskan, kepolisian bisa menindak tegas panitia ataupun peserta karena kegiatan tersebut tidak mendapatkan izin. "Apabila memaksakan juga untuk melakukan kegiatan, maka kami akan menerapkan ketentuan hukum yang berlaku kepada mereka yang memaksakan," kata Zulpan.

Dia mengatakan, pihak-pihak yang nekat tetap melangsungkan Reuni 212 di kawasan Patung Kuda berpotensi melanggar tidak pidana dan bisa dijerat dengan Pasal 212 sampai 216 KUHP.

Bagaimana dengan lokasi kedua? Ternyata juga tak diberi izin. Pihak yayasan Az Zikra menolak menjadi tuan rumah Reuni 212. Alasannya pihak yayasan masih berduka atas kematian Ameer Adz Zikro atau Ameer Azzikra, putra kedua dari Muhammad Arifin Ilham.

Ini seakan menambah derita pasukan 212 karena sebelumnya Polres Bogor tidak memberikan izin karena Kabupaten Bogor masih menerapkan PPKM Level 3.

Jadi bisa dikatakan Reuni 212 dilarang dan panitia harus membatalkan acara ini dan tunggu minimal hingga tahun depan kalau pandemi sudah usai. Kalau nekat, maka harus berhadapan dengan polisi.

Syukurin deh.

Tahun lalu mereka tak bisa unjuk gigi. Tahun ini pun mereka tak bisa unjuk gigi. Bayangkan betapa kesalnya mereka menghadapi kenyataan ini. Dalam hati, mereka pasti ngamuk dan tidak terima. Tak bisa adakan Reuni 212 di Monas, lantas cari dua lokasi alternatif dan ternyata tidak dapat izin juga.

Coba kita bayangkan apa yang mereka rasakan saat ini. Perih pastinya. Mereka pasti mengecam polisi yang tak beri izin. Mereka pasti dalam hati mencaci habis-habisan karena telah mengekang hak berpendapat di muka umum apalagi mereka ini adalah kelompok istimewa pemilik kavling surga. Menentang mereka artinya dapat azab dan neraka, hehehe.

Maka dari itu, saran terbaik adalah adakan reuni secara virtual saja, hehehe. Kalau masih nekat, maka kita tunggu ketegasan polisi. Sekalian tangkap saja mereka yang berulah dan jebloskan ke penjara menemani Rizieq.

Apalagi beberapa waktu lalu, mereka sempat mengatakan acara seperti ini tidak perlu mendapat izin dari kepolisian. Tampaknya mereka memang mau menantang aparat dan ingin menunjukkan taring sebagai kelompok yang bebas berbuat seenak nenek moyangnya. Entah sejak kapan negara ini jadi milik mereka sehingga bebas diutak atik tanpa aturan.

Wibawa negara ini seolah sangat rendah di mata mereka. Maka dari itu, sudah sepatutnya, tanpa perlu pikir panjang, kelompok ini disikat sampai rata. Sikat sampai gundul. Jangan beri ampun. Sekarang mereka sudah tak begitu berdaya. Sikat sampai tak tersisa lagi.

Siapa pun yang waras dan cinta NKRI, pasti akan mendidih darahnya melihat kelakuan mereka yang arogan dan seenaknya mempermainkan agama untuk kepentingan kelompoknya.

Sama halnya dengan (KSAD) Dudung Abdurrachman yang darahnya mendidih melihat baliho Rizieq dan tak terima dengan sikap oknum yang melecehkan Presiden Jokowi.

"Ya, saya liat itu beraninya sekali dia mengatakan Presiden kita dengan kata-kata yang tidak bagus, sebagai warga negara mengganti nama presiden kita yang tidak benar. Mendidih darah saya tuh kaya gitu tuh, panas, akhirnya Polisi, Kapolda waktu itu, saya dengan Pol PP (menurunkan baliho)," katanya.

Kelompok ini memang sudah di luar batas. Harusnya ditempeleng pipinya satu per satu. Mereka ini tak ada bedanya dengan sekumpulan orang tak beradab yang berlindung di balik agama.

Lain kali, tegas saja dan batasi pergerakan mereka hingga tak berkutik. Kalau dikasih hati, nanti mereka minta jantung berikut darah-darahnya.

Kalau masih bandel, suruh mereka minggat saja dari NKRI. Tak ada tempat untuk para pengacau berkedok kelompok agama di negara ini.

Bagaimana menurut Anda?

Reuni 212 Suram, Dua Lokasi Tak Dapat Izin, Nekat Gelar Bakal Diancam Pidana

Sumber Utama : https://seword.com/politik/reuni-212-suram-dua-lokasi-tak-dapat-izin-nekat-hbb21bycFH

Beda Kelas, Sumur Resapan Jokowi di Zona Hijau, Anies di Jalan Raya

Sumur resapan sedang menjadi topik hangat, mengingat kebijakan Anies membuat sumur resapan meninggalkan masalah baru. Jakarta bukannya tambah baik malah sebaliknya. Terkesan acak kadut. Dan membuat masyarakat menjadi resah.

Sebetulnya sumur resapan sendiri pada era Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta juga sudah membuatnya. Tapi mengapa tak timbulkan masalah? Ini yang menarik. Kita akan melihat dari hal yang paling sederhana dari seorang Jokowi dan Anies Baswedan dari kualitas kebjakan dan keputusan.

Sumur Resapan Era Jokowi di Zona Hijau

Secara umum apa itu ruang hijau? Area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

Sumur resapan adalah salah satu program yang saat itu dipakai Jokowi untuk mencegah banjir. Sumur-sumur resapan ini umumnya dibangun di titik zona hijau. Jadi saat Jokowi tak membangun disembarang tempat. Kalkulasi Jokowi sangat cermat.

Salah satunya ialah sumur resapan di zona Taman Suropati. Semua sumur resapan minimal harus punya kedalaman 60 meter.

Selain Taman Suropati, zona sumur resapan air juga dibangun di Lapangan Banteng, Cempaka Putih, dan Kebon Sirih.

Sumur resapan air saat itu dinilai sangat manjur mengurangi genangan air hujan yang biasa membanjiri daerah-daerah rawan tertentu. Saat itu pemerintah Jokowi menargetkan 4.000 sumur resapan.

Nah banyak masyarakat yang tidak tahu jika sumur resapan itu sudah digagas oleh Jokowi saat itu. Hanya saja tak seramai sekarang karena Jokowi memang bukan seorang pemimpin daerah yang banyak bicara.

Masyarakat malah tahu soal sumur resapan itu ada di era Anies Baswedan. Padahal Anies itu meniru tapi justru timbulkan problem baru. Yuk kita lihat perbedaannya.

Sumur Resapan Era Anies di Jalan Raya

Berbeda dengan era Jokowi, Anies membangun sumur-sumur resapan di jalan raya. Dan tidak lagi mengkalkulasi dengan cermat dampatknya. Bukan di jalur atau kawasan hijau seperti halnya Jokowi.

Dan Anies sepertinya memberikan kesan buru-buru. Termakan oleh janji kampanye yang manis. Dan apa yang kemudian terjadi? Proyek-proyek sumur resapan dengan anggaran 400 miliar itu justru menyebabkan sebagian ruas jalan rusak dan rretak. Sudah barang tentu berbahaya bagi pengguna jalan.

Sampai akhirnya Dina Bina Marga DKI meminta Dinas Sumber Daya Air (SDA) bertanggung jawab untuk pengembalian jalan. Ini tentu hanya sia-sia dan buang anggaran.

"Kalau gara-gara sumur resapan, silakan ke SDA. Jadi begitu dia membuat sumur resapan, itu kan jalan kita digali dibuat sumur resapan. Nah, pengembalian kondisinya juga oleh SDA," kata Kepala Sudin Bina Marga Jakarta Selatan Heru Suwondo kepada wartawan, Selasa (29/11).

Heru mengatakan pihaknya sudah menyarankan untuk membangun sumur resapan di pinggir jalan. Namun, jika memang harus di jalan, pengembalian jalan harus dipertanggungjawabkan.

"Karena SDA sekarang cukup banyak membangun sumur resapan di jalan, saya berharap sumur resapan adanya di pinggir. Pernah (SDA) datang ke kami, jadi dia akan membuat sumur resapan, ya kalau kita sih silakan kalau mau buat sumur resapan. Komunikasi kita sudah sampaikan, jadi ya tolong pengembalian kondisinya, jangan cuma buat sumur resapan," ujarnya.

Ke depannya, pihaknya akan melakukan koordinasi dengan Dinas SDA. Dia meminta SDA segara membenahi titik beberapa jalan yang rusak akibat proyek sumur resapan.

Dari perbedaan kebijakan di atas kita dapat melihat kualitas pemimpin daerah. Jika Jokowi terlihat sangat memperhatikan detail project untuk jangka panjang. Ia lebih memilih titik kawasan hijau sebagai tempat untuk sumur resapan. Dan kedalamannya pun tidak main-main hingga 60 meter.

Sedang sumur resapan era Anies rata-rata sekitar 3-5 meter. Dan pembangunan sumur reasan trotoar dan bahu jalan. Dan pada akhirnya dapat menimbulkan persoalan baru. Sumur-sumur resapan itu membuat jalan rusak.

Banyak pengguna jalan yang menghindari lobang bekas galian. Meskipun sudah ditutup beton. Tapi karena antara penutup dan aspal tidak rata maka dapat menimbulkan bahaya. Pengguna jalan cenderung mengambil sisi terlalu ke kanan dan itu sangat membahayakan.

Jadi kesimpulannya Jokowi dulu benar-benar mengerjakan dengan sangat serius dengan meemperhatikan zona dan sisi keamanan sedang era Anies terkesan asal-asalan kajiannya. Dan justru timbulkan masalah baru kemudian. Tambal sulam, tak uwis-uwis.

Demikian, salam

Beda Kelas, Sumur Resapan Jokowi di Zona Hijau, Anies di Jalan Raya

Sumber Utama : https://seword.com/umum/beda-kelas-sumur-resapan-jokowi-di-zona-hijau-3IjMwi2UP8

Maladministrasi Di BPN Berujung Pelanggaran HAM?

Hak Asasi Manusia (HAM) menjadi kesepakatan tertinggi pengakuan manusia dengan manusia lain dalam kehidupan sosial berbangsa dan bernegara. Pancasila dan UUD 45 sebagai dasar negara Indonesia dengan tegas mengakui HAM sebagaimana dijamin oleh konstitusi UUD 45.

HAM sejatinya adalah hak-hak dasar yang dimiliki manusia karena kodrat dan martabat sebagai manusia ciptaan Tuhan. Hak dasar yang diberikan kepada setiap individu, oleh karenanya telah diatur dalam hukum positif .

UUD 45 pasal 28 menjamin HAM setiap individu.

Terkait dengan kepemilikan hak milik, sebagaimana tercantum dalam pasal 28H ayat 4 : Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang wenang oleh siapa pun.

Sandang pangan dan papan adalah kebutuhan dasar yang dijamin konstitusi. Kepemilikan Tanah adalah bagian tempat berdirinya papan (tempat tinggal) dan juga sarana untuk memproduksi sandang dan pangan yang diatur oleh UU.

Kepemilikan tanah warga negara secara administratif dikelolah oleh kementrian BPN/ATR . Dalam urusan administrasi seringkali timbul masalah yang disebabkan maladministrasi oleh BPN, terkadang tidak tertutup kemungkinan kekeliruan sistematis oleh BPN?

Salah satu fakta nyata ada di depan mata. Sepelemparan batu dari ibukota negara, di kelurahan Jatikarya, kota Bekasi jawa barat.

Konflik agraria pengakuan hak kepemilikan tanah berlangsung dari tahun 1992 hingga 2021 belum tuntas diselesaikan BPN, padahal sudah incracht sejak 2019 oleh putusan PK II. Hak kepemilikan tanah sah warga Jatikarya yang telah berkekuatan hukum tetap melalui keputusan MA PK II No 815 PK/Pdt/2018 tidak kunjung dihormati dan dilaksanakan oleh Kementerian ATR/BPN.

Di atas sebagian objek perkara tanah tersebut, yakni seluas 4,2 hektar sudah dibangun Proyek Strategis Nasional Jalan Tol. Biaya pembebasan tanah warga dititipkan uang ganti rugi melalui konsinyasi di PN Bekasi.

Tetapi karena sikap BPN yang tidak menghormati hukum, walau sudah berulang kali dimohonkan surat pengantar kepada BPN bekasi, permohonan tersebut tidak dikabulkan, justru persoalannya dilimpahkan ke level kementerian.

Dengan berbagai alasan, Kementerian BPN bersikap diam, dan sama sekali tidak ada respon. Padahal UU cipta kerja bermaksud mempermudah dan memastikan PSN berlangsung dengan baik. Sehingga perbuatan Kementerian ATR/BPN kontraproduktif dengan maksud mulia undang-undang tersebut. Dengan sikap diam tersebut BPN disinyalir telah mengambil hak tanah warga masyarakat jatikarya secara sewenang wenang, yang dapat dikategorikan melanggar HAM.

Sesuai UU 2 tahun 2012 serta aturan pelaksanaannya PP 19 tahun 2021 dan Peraturan Menteri Nomer 19 tahun 2021, untuk mengambil uang ganti rugi diperlukan putusan berkekuatan hukum tetap dengan disertai surat pengantar dari ketua tim pengadaan tanah.

Alhasil degan tidak dikeluarkannya surat pengantar, BPN dengan sengaja telah keluar dari UU tersebut. Tanpa payung hukum UU 2 tahun 2012, pengadaan tanah akan berpotensi merampas tanah warga masyarakat dan melanggar HAM

Tanah warga Jatikarya hingga hari ini masih belum diakui oleh BPN sebagai milik warga, dengan mengabaikan Putusan MA yang telah berkekuatan hukum tetap. Padahal diatas tanah tersebut sudah beroperasi jalan tol secara komersial.

Bukan MA yang tidak adil dengan putusannya, bukan pula Kementerian PUPR yang sewenang-wenang membangun proyek di atas tanah warga. Tetapi BPN tidak menghormati putusan yang berkekuatan hukum tetap, abai atas hak warga masyarakat, sehingga pengadaan tanah tol tersebut merampas tanah masyarakat secara semena mena dan melanggar HAM ratusan warga Jatikarya.

Peraturan perundang-undangan dibuat untuk dilaksanakan, bukan sekedar disosialisasikan atau dijadikan dasar pembelaan. UUD 45, UU No 2 Tahun 2012, UU Cipta Kerja sudah tepat dijadikan landasan hukum Kementrian BPN. Ketika ada putusan hukum yang sudah sejalan dengan semua undang-undang di atas, namun Kementrian BPN tidak melaksanakannya disitulah letak pelanggaran hukum yang sebenarnya. Lebih jauh lagi terjadi pelanggaran HAM terkait hak fundamentalis manusia.

Bukan juru bicara Kementerian BPN yang berargumentasi, bukan pula Dirjen-dirjen BPN yang bersembunyi di balik meja, tetapi menteri' BPN/ATR Sofyan Djalil yang harus bertanggung jawab.

Semoga Presiden Jokowi dengar

Maladministrasi Di BPN Berujung Pelanggaran HAM?

Sumber Utama : https://seword.com/umum/kementerian-bpn-melanggar-ham-cek-faktanya-omrrpOoip9

(Panik!!) Kampung Kelapa Dua Larang Ada Gereja, Apakah Efek Jumlah Kristen Meningkat?

Mengamati umat Kristen di Indonesia sangatlah menarik, tren di kalangan umat Kristen juga berbeda dengan agama lain misalnya Islam.

Jika melihat YouTube tren di kalangan umat Islam saat ini banyak membahas politik dan fokus kepada dakwah. Dakwah di sini termasuk menyebarkan keunggulan Islam, sambil sesekali membandingkan dengan kepercayaan lain. Bahkan MUI sampai membuat Diklat Kristologi dalam upaya dakwahnya.

Ceramah-ceramah ustad di YouTube juga laris manis bak kacang goreng. Ustad Abdul Somad, Felix Siauw, Yahya Waloni , dll (saat belum masuk bui) banyak sekali ditonton. Ketika menelusuri lewat filter jumlah tayangan di YouTube, penulis melihat ceramah UAS yang paling banyak ditonton sekitar 22 juta view. Felix Siauw terbanyak sekitar 10 juta view, sedangkan Yahya Waloni sebanyak 9 juta view yang berisi kesaksian beliau menjadi mualaf.

Sementara ulama-ulama moderat ada Gus Baha di acara Najwa yang ditonton sekitar 7,5 Juta View. Lalu ada Habib Luthfi yang ditonton 10 juta view. Gus Miftah di acara hitam putih ditonton sebanyak 11 Juta View. Lalu bagaimana dengan Habib Rizieq Shihab?

Ini menarik, ketika melakukan pencarian dengan nama beliau, penulis menemukan 1 video yang ditonton sampai 61 Juta View. Wow!! Namun ternyata video tersebut adalah sebuah lagu berjudul "Kisah Sang Rasul". Tidak jelas apa peran Habib Rizieq di lagu tersebut, mungkin penciptanya? Kalau betul maka seharusnya Bibib banting setir saja menjadi pengarang lagu daripada jadi provokator.

Lagu Rohani Islam lain yang banyak ditonton ada lagu "12 Bulan Islam Ipin Upin", "Kumpulan Lagu Islami 2019". Kebanyakan lagu anak-anak, tapi tidak banyak memang yang sampai ditonton puluhan juta (20 juta ke atas).

Hal berbeda terjadi di kalangan umat Kristen, tren di YouTube didominasi oleh lagu-lagu rohani Kristen. Lagu "dengan apa kan ku balas" ditonton hingga 43 Juta View, lagu ini menyamai "kumpulan lagu Islami 2019" yang juga ditonton 43 Juta View.

Capaian yang luar biasa mengingat jumlah umat kristiani hanya 1/8 umat Islam saat ini. Lalu ada lagu "ku bersyukur Bapa", "sampai akhir hidupku", "berkat kemurahan", "kuasa Mu terlebih besar", "ku percaya janji Mu", "walau ku tak dapat melihat", "hidup adalah kesempatan", ditambah video lagu rohani belasan juta view lainnya.

Sedangkan untuk channel apologetika, kotbah, memang tidak seheboh lagu rohani di kalangan Kristen. Sebenarnya demikian juga di kalangan umat Islam, ini membuktikan sebenarnya tidak banyak masyarakat kita yang suka debat agama. Lampu hijau buat pemerintah buat memberi forum khusus kepada debater, agar kasus penistaan agama bisa lebih dikontrol.

Penulis tidak paham kenapa tren lagu rohani bisa lebih heboh daripada kotbah di kalangan umat Kristen? Pembaca yang Kristen silakan tulis alasannya di kolom komentar kalau ada ya.

Sampai sini penulis malas membahas soal jumlah umat Kristen di Indonesia. Karena bagi penulis agama apapun seharusnya lebih mementingkan kualitas daripada kuantitas. Tapi harus penulis jelaskan, karena pertumbuhan umat Kristen di Indonesia kadang membuat beberapa pihak ada yang parno.

Tengku Zulkarnain contohnya berkata walau jumlah umat Kristen minoritas, tapi lebih berpengaruh daripada umat Islam di Indonesia. Penulis tidak setuju dengan ucapan beliau, terbukti mayoritas di pemerintahan dan pejabat saja masih Islam. Belum artis, atlit dan bidang lainnya.

Lalu ada Rhoma Irama yang ketakutan bahwa umat Islam akan menjadi minoritas seperti di Singapura. Lagi-lagi penulis sangat tidak setuju, apalagi melihat gerakan dakwah di Indonesia sangat massive.

Ucapan-ucapan menakuti seperti di atas membuat sebagian umat Islam yang pada akhirnya menjadi Kristen phobia. Ada yang hobinya menyerang Kristen, ada yang takut sama simbol Kristen, ada yang melarang ibadah, ada yang melarang pembangunan rumah ibadah dan lain-lain.

Padahal berdasarkan data sensus pada 2020 yang dirangkum oleh website katadata. Umat Kristen di Indonesia sekarang hanya sekitar 11 persen, memang ada peningkatan dari sensus sebelumnya dimana umat Kristen hanya sekitar 3 sampai 5 persen. Jadi sebenarnya tidak ada alasan untuk parno apalagi sampai Kristen phobia.

Inilah yang terjadi pada warga Kampung Kelapa Dua, Kel. Padurenan, Kec. Mustikajaya. Mereka menolak pembangunan gereja HKBP dengan alasan bahwa kampung tersebut mayoritas beragama Islam. Alasan ini bagi penulis sangat aneh, bagaimana mungkin umat yang jumlahnya mayoritas bisa cemas akan adanya tempat ibadah minoritas?

Justru kalau mayoritas, mereka semua bisa mengayomi dan mengawasi ibadah umat Kristen di sana. Umat Kristen yang minoritas di sana tentunya tidak akan berani aneh-aneh. Umat Kristen di sana pasti sudah belajar dari kasus Meiliana, protes toa yang mengakibatkan 7 vihara dibakar.

Kecemasan warga Kelapa Dua bagi penulis terlalu berlebihan, kecemasan berlebihan itu adalah Phobia. Karena yang ditakuti adalah gereja umat Kristen, maka bisa disimpulkan kalau warga Kelapa Dua mengalami Kristen phobia.

(Panik!!) Kampung Kelapa Dua Larang Ada Gereja, Apakah Efek Jumlah Kristen Meningkat?

Sumber Utama : https://seword.com/umum/panik-kampung-kelapa-dua-larang-ada-gereja-LtN3iezic1

Pantaskah MPR Mencak-Mencak Minta Presiden Pecat Sri Mulyani?

Sepak terjang Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan yang membantu Presiden Joko Widodo dalam mengolah Anggaran Pendapatan Belanja Negara, tidak perlu diragukan lagi. Anggaran besar digelontorkan sebagai stimulan ke berbagai sektor untuk lebih meningkatlkan kesejahteraan masyarakat, yang pada akhirnya pun mampu mendongkrak pendapatan negara. Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan adalah bendahara negara yang mampu menjaga keuangan negara, agar setiap anggaran yang dikeluarkan benar-benar mencapai target pembelanjaan. Keberhasilannya yang berdampak pada meningkatnya perekonomian Indonesia adalah saat Sri Mulyani berhasil menstabilkan ekonomi makro, mempertahankan kebijakan fiskal yang prudent, menurunkan biaya pinjaman, mengelola pinjaman negara dengan prinsip kehati-hatian, serta memberikan kepercayaan kepada investor.

Dan kebijakan fiskal tahun 2022 adalah pemulihan ekonomi nasional dengan tetap memprioritaskan sektor kesehatan atas penanganan Covid 19. Menjaga keberlanjutan program perlindungan sosial untuk memperkuat fondasi kesejahteraan sosial, mencegah kenaikan kemiskinan dan kerentanan akibat dampak Covid 19. Mendukung peningkatan produktivitas dan perbaikan kualitas sumber daya manusia (SDM) melalui peningkatan kualitas pendidikan. Dan optimalisasi pendapatan negara, termasuk perpajakan.

Kita bangga atas kecakapan Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagai bandahara negara dan penjaga keuangan negara, dan itupun diakui oleh dunia. Tidak perlu disebutkan lagi apa saja penghargaan tingkat dunia yang diterima menteri andalan Presiden ini karena.. Dan pantas saja jika Presiden Joko Widodo tetap mempertahankan keberadaan Sri Mulyani dalam kabinet kerja. Bahkan tidak mustahil juga Presiden pengganti Joko Widodo nanti juga akan tetap memilihnya sebagai menteri.

Namun begitulah, ketegasan Sri Mulyani dalam menjaga keuangan negara itu menyebabkan sebagian orang ataupun lembaga merasa terbatasi dan tidak leluasa dalam memainkan anggaran yang diterimanya. Masih saja ada lembaga yang merasa kurang cukup dan kurang besar jatah angarannya. Pada akhirnya yang digunakan untuk menyerang dan mencoba menjatuhkan Sri Mulyani adalah mendesak kepada Presiden Jokowi untuk memecatnya. Tapi mana mungkinlah….Bambaaaaang….Sri Mulyani itu Menteri Keuangan yang memiliki visi yang sama dengan Presiden dalam hal meningkatkan derajat bangsa dan negara demi kesejahteraan rakyat yang berkeadilan. Enak aja main pecat, memangnya ada yang lebih baik?

Desakan pemecatan itu disampaikan oleh MPR melalui Wakil Ketua MPR, Fadel Muhammad, dari hasil keputusan rapat 10 pimpinan MPR yang dilakukan secara hybrid, online, dan offline. Desakan pemecatan muncul karena Menteri Keuangan Sri Mulyani dianggap “tidak cakap dan dinilai merendahkan MPR”. Tidak cakapnya Sri Mulyani versi MPR berbanding terbalik dengan realias hasil kerja yang dilakukan Sri Mulyani selama menjabat menteri keuangan. Justru Sri Mulyani menunjukkan kecakapan tingkat tinggi dalam hal menjaga keuangan negara, mencermati penggunaan belanja negara, agar tidak dihambur-hamburkan dengan seenaknya. Diakui atau tidak diakui, pada kenyataannya terjadi peningkatan fiskal signifikan di berbagai sektor riil, yang berdampak pada meningkatnya pendapatan negara. Lantas dalam hal apa dianggap tidak cakap? Apakah karena tidak menaikkan anggaran MPR, yang konon dianggap angaran MPR terbatas?

Jika hal tidak menaikkan anggaran MPR ini sebagai dasar anggapan “tidak cakap, maka bisa dikatakan MPR sedang “ngambek” dan berusaha menunjukkan arogansinya dengan berteriak mencak-mencak “Ingat Kami Punya Hak Sidang Istimewa”. Tapi ya kurang pantaslah jika lembaga tinggi negara berpolitik murahan seperti itu, dengan senjata pamungkas “Hak Sidang Istimewa”. Sidang Istimewa itu peristiwa sakral dalam dunia politik di Indonesia, dimana Presiden menyampaikan pertanggung-jawaban atas pelaksanaan putusan MPR.

*Politik mesti ada teknik dan strateginya, nanti dia hajar dari luar. Kalau presiden tidak mau, jangan lupa MPR punya hak sidang istimewa,"

Kewiibawaan lembaga tinggi negara yang seharusnya mampu dibentengi oleh anggotanya dengan cara-cara politik indah, tetapi lebih dipilih dengan arogansi kekuasaan. Sehingga dalam pikiran rakyat yang dimajelisi muncul partanyaan. Apakah ‘reformasi’ agar penerapan mekanisme antarlembaga negara untuk saling mengimbangi dan saling kontrol (check and balance) antarlembaga negara sudah berjalan? Jika sudah berjalan, tentunya Sri Mulyani sudah mengadakan perhitungan dengan cermat, sebelum menentukan besar kecilnya anggaran MPR. Dan mungkin saja Sri Mulyani mengetahui dengan pasti, apa dan berapa anggaran yang layak diberikan untuk MPR termasuk anggaran gaji para anggota MPR.

Meskipun Ketua MPR Bambang Soesatyo memberikan ralat atas apa yang telah disampaikan Fadel Muhammad, tetapi rakyat terlanjur membaca bahwa jalan politik lembaga MPR mulai tidak santun. Terkait alasan yang menyatakan Menteri Keuangan Sri Mulyani menyepelekan, merendahkan, dan mengacuhkan MPR, itu sangat tergantung dari sisi mana penilaiannya. Karena sebagai seorang menteri, siapapun orangnya, pastilah tidak akan memiliki keberanian untuk menyepelekan, merendahkan dan mengacuhkan MPR sebagai lembaga tinggi negara. Mengapa? Karena MPR memegang senjata Hak Sidang Istimewa.

Pantaskah MPR Mencak-Mencak Minta Presiden Pecat Sri Mulyani?

Sumber Utama : https://seword.com/politik/pantaskah-mpr-mencak-mencak-minta-presiden-pecat-1FzQFK766a

Re-post by MigoBerita / Kamis/02122021/12.07Wita/Bjm 

 

Baca Juga Artikel Terkait Lainnya