» » » » » » » Kids Zaman Old : Nasib Dunia Bioskop di Banjarmasin

Kids Zaman Old : Nasib Dunia Bioskop di Banjarmasin

Penulis By on Sabtu, 25 November 2017 | No comments

Mengenang Bioskop, Wahana Hiburan Rakyat

MONOPOLI film impor yang dikantongi Grup 21 Cineplex, benar-benar memberangus keberadaan wahana hiburan rakyat sekelas bioskop. Ditambah serbuan VCD dan DVD bajakan yang membanjir lapak-lapak pedagang kaki lima. Jadilah, penikmat film-film ala bioskop rakyat ini memilih hengkang dari zamannya. Era kejayaan layar putih lebar itu berakhir dan tinggal toresan sejarah di memori peminatnya.

NOSTALGIA Hasan Farid yang kini berusia 71 tahun sekarang kembali ke belakang. Seadanya ada mesin waktu, dia ingin mengulang kembali  masa-masa indah, dan begitu semaraknya Banjarmasin, ketika mentari senja menjelang dan meredup ke peraduannya.
“DULU sekitar tahun 1970 hingga 1980-an, di kawasan Jalan Hasanuddin HM dan kawasan Sudimampir  begitu ramai. Apalagi, malam hari, wah susah untuk diceritakan. Pokoknya, Banjarmasin benar-benar hidup di malam hari,” ucap Hasan Farid bercerita kepada jejakrekam.com, Jumat (13/1/2017).


Ia ingat betul, ketika masih perjaka ting-ting begitu menikmati artinya sebuah ibukota yang setara dengan kota-kota besar lainnya di Pulau Jawa. Dulu, menurut Hasan Farid, di kawasan Toko Buku Yunus itu, pasar malam begitu menggeliat hingga melebar ke kawasan Blauran. Bahkan, hingga ke sudut-sudut kota yang masih temaran dengan penerangan lampu-lampu jalanan. “Di tempat itu, kita masih bisa menikmati aneka kuliner khas Banjar di kaki-kaki lima. Sungguh itu sebuah kenangan yang tak ingin saya lupakan selama hidup,” tuturnya.
Tak hanya itu, sesepuh pedagang Pasar Kujajing yang menjual beragam obat-obatan pabrikan maupun herbal ini merasa arena hiburan bagi warga urban kota, begitu mudah dan murah meriah. “Pokoknya, kalau mau nonton film itu tak perlu merogoh kocek dalam-dalam. Mau film India, Indonesia, apalagi Barat yang berkelas, silakan menuju ke bioskop kesukaannya masing-masing,” kata Hasan Farid.
Dia masih ingat, ada bioskop berkelas dasi hingga teri. Ada Bioskop Royal, era peninggalan Belanda yang bermetamorfosa menjadi Bioskop Mawar, hingga terakhir bernama President Theater di kawasan Sudimampir. Lalu, ada Bioskop Ratna yang awalnya punya nama Rivoli, warisan pengusaha Belanda. Atau, Bioskop Dewi di Jalan Hasanuddin HM-kini ditempati Pusat Perbelanjaan Konveksi Roberta, dulunya menjadi saksi bisu sejarah perjuangan warga Banjarmasin bernama keren Bioskop Oranje. Atau Bioskop Ria, awalnya adalah Bioskop Rex.

“Beda kalau Bioskop Kamajaya itu dulunya dikelola tentara. Kalau tidak salah langsung ditangani Puskopad. Begitu bioskop itu diratakan dengan tanah, berdiri gedung DPRD Provinsi Kalimantan Selatan,” ujar Farid.
Nah, bagi para penikmat film yang berkantong tipis, pilihan yang tersisa adalah Bioskop Cempaka yang selalu menyuguhkan film-film nasional, atau drama dengan tangis dan gembira artis India ala Bollywood. Di kawasan Jalan Pangeran Antasari (dulu bernama Jalan Jati), ada layar tancap misbar atau gerimis bubar, ketika hujan mendera, terkenal bernama Bioskop Kamaratih.
“Inilah kenangan yang sebetulnya ingin kembali lagi di Banjarmasin. Tapi, sepertinya sudah tak mungkin di masa sekarang. Di tengah majunya teknologi internet, mungkin orang-orang seperti saya ini, terbilang susah menonton film di bioskop sekelas Studio XXI di Duta Mall itu,” kata Hasan Farid.
Menurutnya, mungkin di era serbuan film dalam cakram bajakan sekitar 1990 hingga 2000, mampu bertahan sebentar adalah Bioskop Cempaka di Jalan Niaga. Ketika itu, bioskop yang dikelola H Baharis serta penerusnya, terakhir tayang pada awal 2000. “Sekarang saya tak tahu lagi, apa status bangunan bekas bioskop itu. Kabarnya, hak guna bangunan (HGU) akan berakhir pada 2017 ini. Tapi, saya tak berkomentar lebih jauh soal itu,” tutur pria keturunan Arab ini.
Sebetulnya, nasib dunia bioskop di Banjarmasin sebangun dengan kondisi yang ada di kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Semarang. Bioskop-bioskop hiburan rakyat ini sempat berjaya di dekade 90-an. Pamornya makin memudar, ketika film-film berkelas dalam rekaman VCD berlanjut ke DVD bajakan yang diobral murah di emperan. Belum lagi, kehadiran televisi swasta yang menayangkan film berkualitas original. Makin miris lagi, monopoli film yang dikendalikan Grup 21 di bawah bendera PT Nusantara Sejahtera Raya yang merajai jaringan bioskop nasional.  Konsursium pengusaha besar nasional inilah menguasai bioskop-bioskop bertitel Bioskop 21, Cinema XXI, dan The Premiere.
Dalam rantai bisnisnya, dari berbagai sumber seperti dikutip dari Kompasiana, Grup 21 membentuk sedikitnya tiga perusahaan yaitu Camila Internusa yang dipimpin Harris Lesmana, PT Satrya Perkasa Esthetika Film, dan PT Amero Mitra Film. Dua nama yang pertama menguasai jalur distribusi film-film Motion Picture Association of America/MPAA. Sedangkan,  Amero khusus mengimpor film non MPAA. MPAA merupakan asosiasi yang terdiri dari enam produsen utama film-film Hollywood yaitu Warner Bros, Paramount, 20th Century Fox, Sony, Universal, dan Disney. “Kini, banyak bangunan bioskop di Banjarmasin yang terbengkalai. Tak terurus, entah mau dijadikan apa, seperti Bioskop Cempaka yang tersisa tinggal papan namanya itu,” tutur Hasan Farid lagi.
Tragedi kerusuhan massal Jumat Kelabu, 23 Mei 1997 di Banjarmasin, juga menyasar Cinema XXI di Mitra Plaza, di Jalan Pangeran Antasari. Gedung bioskop itu diamuk massa, dibakar dan dijarah. Hampir belasan tahun, warga Banjarmasin tak bisa lagi menikmati film-film berkualitas dari layar lebar khas bioskop. Hingga akhirnya, hadir Duta Mall yang menjadi pusat perbelanjaan terbesar di ibukota Provinsi Kalimantan Selatan ini.
Pengamat perkotaan, Subhan Syarief pun begitu miris dengan kondisi kota yang tak bisa lagi menyuguhkan hiburan murah bagi rakyat. “Untuk membangun kembali kenangan lama itu memang sepertinya sudah tertutup. Tapi, setidaknya, para pengambil kebijakan yang peduli dengan kota, tak ada salahnya menyajikan tempat hiburan rakyat. Ya, bisa menjadi alternatif di tengah budaya hedonisme kota,” tutur jebolan magister teknik Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya ini.(jejakrekam)
Penulis : Didi G Sanusi
Mengenang Bioskop, Wahana Hiburan Rakyat
Sumber Berita : http://jejakrekam.com/2017/01/13/mengenang-bioskop-wahana-hiburan-rakyat/

Re-Post by http://migoberita.blogspot.co.id/ Minggu/26112017/07.35Wita/Bjm
Baca Juga Artikel Terkait Lainnya