Donald Trump Ancam Negara Pendukung Resolusi PBB Terkait Yerusalem, Begini Katanya
BANJARMASINPOST.CO.ID, WASHINGTON DC — Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengancam pemutusan bantuan keuangan kepada negara-negara yang mendukung resolusi PBB untuk menentang Yerusalem sebagai ibu kota Israel.Seperti diketahui, awal bulan ini, Trump menyatakan Yerusalem adalah ibu kota Israel kendati sejak awal hal itu sudah dikecam dunia internasional dan belakangan memicu aksi unjuk rasa di sejumlah tempat.
"Mereka mengambil jutaan dollar dan bahkan miliaran dollar. Mereka memberi suara yang menentang kami," katanya kepada para wartawan di Gedung Putih.
"Biarkan mereka bersuara menentang kami. Kami akan menghemat banyak. Kami tidak peduli," ucapnya.
Komentarnya itu disampaikan menjelang pemungutan suara di Majelis Umum PBB, Kamis (21/12/2017), untuk menghasilkan resolusi yang menentang pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Sebelumnya, Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley memperingatkan negara anggota PBB tentang Presiden Trump yang memintanya melaporkan negara yang menentang keputusan AS pada pemungutan suara.
"Presiden akan mengamati pemungutan suara dengan hati-hati dan sudah meminta saya melaporkan tentang negara-negara yang menentang kami," katanya.
"Pengumuman Presiden sama sekali tidak akan memengaruhi perundingan status akhir, termasuk perbatasan khusus atas kedaulatan Israel di Yerusalem," tambahnya.
"Presiden juga membuat jelas dukungan atas status quo (keadaan saat ini) dari lokasi-lokasi suci Yerusalem," ucap Haley.
Haley menegaskan kembali peringatannya lewat pesan Twitter, "AS akan mencatat nama-nama (negara)."
Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al-Maliki dan Menlu Turki Mevlut Cavusoglu menuduh AS melakukan intimidasi.
"Kita melihat AS yang ditinggal sendirian kini beralih mengancam. Tidak ada negara terhormat dan bermartabat yang akan tunduk pada tekanan ini," kata Cavusoglu.
Status Yerusalem merupakan isu utama dalam konflik Israel-Palestina yang panjang.
Israel menduduki kawasan timur kota itu, yang sebelumnya dikuasai Yordania, saat Perang Timur Tengah pada 1967. Pemerintah Israel menganggap seluruh wilayah Yerusalem sebagai ibu kota yang tidak bisa dipisah-pisahkan.
Sementara Palestina mengklaim Yerusalem Timur sebagai ibu kota dari negara masa depan. Berdasarkan Kesepakatan Oslo pada 1993, status Yerusalem pada akhirnya akan ditetapkan dalam tahap berikut perundingan damai Israel-Palestina.
Sebanyak 193 anggota Majelis Umum PBB akan menggelar sidang khusus yang tidak biasa, Kamis ini, atas permintaan negara-negara Arab dan Islam yang mengecam keputusan Presiden Trump yang mengubah kebijakan AS selama beberapa dekade.
Palestina mendesak pertemuan khusus digelar setelah AS memveto resolusi Dewan Keamanan PBB yang menegaskan setiap keputusan mengenai status Yerusalem "tidak berlaku dan ditiadakan".
PBB juga mendesak semua negara agar menahan diri dari pembentukan misi diplomatik di Yerusalem.
dok Banjarmasinpost.co.id
Donald Trump
Tak Gubris Ancaman Trump, Indonesia dan 127 Negara Dukung Resolusi PBB
SALAFYNEWS.COM, NEW YORK
– Tak menggubris ancaman Amerika Serikat, Indonesia bersama 127 negara
lainnya resmi menyatakan dukungan terhadap Resolusi PBB yang menuntut
Amerika Serikat menarik kembali pengakuannya atas Yerusalem sebagai ibu
kota Israel, dalam pemungutan suara di Majelis Umum PBB Kamis (21/12)
waktu New York.
Baca: Trump Ancam Stop Bantuan ke Negara-negara yang Setujui Resolusi PBB Soal Yerusalem
Sebelumnya Presiden Amerika Serikat
Donald Trump mengancam akan memotong bantuan untuk negara-negara yang
mendukung resolusi tersebut.
Faktanya, hanya sembilan negara yang
menentang resolusi tersebut, kalah telak melawan 128 negara yang
mendukung, sementara 35 negara lain abstain. Bahkan empat anggota tetap
Dewan Keamanan PBB yaitu Inggris — sekutu dekat AS, Tiongkok, Rusia,
dan Prancis juga mendukung.
Sementara itu 21 negara tidak hadir dalam pemungutan suara.
Petikan bunyi resolusi itu antara lain:
“… setiap keputusan dan tindakan dengan maksud mengubah karakter,
status, atau komposisi demografis Kota Suci Yerusalem tidak punya
kekuatan hukum, hampa, dan tidak sah serta harus dibatalkan sesuai
dengan resolusi-resolusi Dewan Keamanan (PBB) yang terkait.”
Sembilan negara yang menentang resolusi
tersebut adalah Amerika Serikat, Israel, Guatemala, Honduras, Kepulauan
Marshall, Mikronesia, Nauru, Palau, dan Togo.
Negara-negara yang mendukung resolusi tercantum di bawah ini, sesuai urutan alfabet dalam ejaan internasional:
Afghanistan, Albania, Algeria, Andorra, Angola, Armenia, Austria, Azerbaijan
Bahrain, Bangladesh, Barbados, Belarus, Belgium, Belize, Bolivia, Botswana, Brazil, Brunei, Bulgaria, Burkina Faso, Burundi
Cabo Verde, Cambodia, Chad, Chile, China, Comoros, Congo, Costa Rica, Cote D’Ivoire, Cuba, Cyprus
Denmark, Djibouti, Dominica
Ecuador, Egypt, Eritrea, Estonia, Ethiopia
Finland, France
Gabon, Gambia, Germany, Ghana, Greece, Grenada, Guinea, Guyana
Iceland, India, Indonesia, Iran, Iraq, Ireland, Italy
Japan, Jordan
Kazakhstan, Kuwait, Kyrgyzstan
Laos, Lebanon, Liberia, Libya, Liechtenstein, Lithuania, Luxembourg
Macedonia, Madagascar, Malaysia, Maldives, Mali, Malta, Mauritania, Mauritius, Monaco, Montenegro, Morocco, Mozambique
Namibia, Nepal, Netherlands, New Zealand, Nicaragua, Niger, Nigeria, North Korea, Norway
Oman
Pakistan, Papua New Guinea, Peru, Portugal
Qatar
Russia
Saint Vincent and the Grenadines, Saudi
Arabia, Senegal, Serbia, Seychelles, Singapore, Slovakia, Slovenia,
Somalia, South Africa, South Korea, Spain, Sri Lanka, Sudan, Suriname,
Sweden, Switzerland, Syria
Tajikistan, Tanzania, Thailand, Tunisia, Turkey
United Arab Emirates, United Kingdom, Uruguay, Uzbekistan
Venezuela, Vietnam
Yemen
Zimbabwe
Sedangkan 35 negara yang abstain sebagai berikut (dalam ejaan internasional):
Antigua and Barbuda, Argentina,
Australia, Bahamas, Benin, Bhutan, Bosnia and Herzegovina, Cameroon,
Canada, Colombia, Croatia, Czech Republic, Dominican Republic,
Equatorial Guinea, Fiji, Haiti, Hungary, Jamaica, Kiribati, Latvia,
Lesotho, Malawi, Mexico, Panama, Paraguay, Philippines, Poland, Romania,
Rwanda, Solomon Islands, South Sudan, Trinidad and Tobago, Tuvalu,
Uganda, Vanuatu. (SFA)
Sumber Berita : http://www.salafynews.com/tak-gubris-ancaman-trump-indonesia-dan-127-negara-dukung-resolusi-pbb.html
Analis: Trump Tukang Bully Narsis yang Jadikan AS Terisolasi
WASHINGTON POST, ARRAHMAHNEWS.COM –
Presiden AS Donald Trump adalah seorang tukang bully narsis yang
melakukan pekerjaan bagus untuk mengisolasi Amerika Serikat dalam opini
dunia. Seorang analis dan aktivis politik Amerika Serikat mengatakan hal
ini dalam kritikannya.
Myles Hoenig, mantan kandidat Partai
Hijau untuk Kongres, mengutarakan pernyataan tersebut dalam sebuah
wawancara dengan Press TV pada hari Jum’at (22/12) setelah mantan
direktur CIA John Brennan mengatakan bahwa Trump menunjukkan “kualitas
yang biasanya ditemukan pada orang-orang otokrat narsisistik dan
pendendam.”
Dalam sebuah pesan yang diposting di
Twitter pada hari Kamis, Brennan mengecam sikap keras Trump terhadap
kritik atas deklarasi Yerusalem al-Quds sebagai ibu kota Israel.
Baca: Ancaman Trump Akankah Gagalkan Resolusi PPB Terkait Jerusalem?
“Administrasi Trump mengancam untuk
membalas terhadap negara-negara yang menjalankan hak berdaulat di PBB
untuk menentang posisi AS atas Yerusalem [al-Quds] sudah keterlaluan,”
tweet Brennan.
“Pertunjukan @realDonaldTrump
mengharapkan kesetiaan dan kepatuhan dari semua orang (adalah)kualitas
yang biasanya ditemukan pada orang-orang otonom yang narsis dan
pendendam,” tambahnya.
Hoenig mengatakan, “Aturan Goldwater
tentang psikoanalis untuk tidak mengomentari pejabat publik yang tidak
memiliki hubungan langsung / profesional dengan mereka telah dilanggar
sejak Presiden Trump berkuasa. Kami tidak membutuhkan mereka untuk
mengetahui bahwa presiden adalah seorang narsisis dengan delusi
keagungan dan ancaman bagi perdamaian dunia.”
Baca: Majelis Umum PBB dengan Suara Bulat Tolak Pengakuan Jerusalem Sebagai Ibukota Israel
“Kita tidak membutuhkan Brennan
untuk memberi tahu kami, tapi sekarang sudah biasa bagi orang-orang
terkemuka untuk keluar dan mengatakan yang sudah jelas,” tambahnya.
” (Aksi) terbaru Trump mengenai ‘musuh’
kami di PBB hanyalah contoh lain. Apakah dia bisa seenaknya membalas
secara pribadi jika negara-negara lain memilih kepentingan mereka atas
pandangan pribadinya? Apakah dia pikir dia mempersonifikasikan kebijakan
luar negeri AS?” kritik sang analis.
“Menariknya, memindahkan kedutaan AS ke
Yerusalem [al-Quds] dari Tel Aviv telah lama menjadi kebijakan AS, namun
masalah tersebut telah ditunda selama bertahun-tahun dan oleh banyak
presiden masa lalu,” katanya, menjelaskan cara Trump mengeluarkan
ancaman telah membuat jalan bagi musuh-musuhnya.
“Satu-satunya cara untuk melawan
tukang bully narsis ini adalah dengan melakukan apa yang kebanyakan
negara telah lakukan yaitu dengan menolak usulannya di Majelis Umum PBB
tanpa rasa takut akan pembalasan, atau bahkan meskipun benar nanti ada
pembalasan. Tujuh puluh persen publik AS menolak tindakan-tindakan Trump
di kantor dan (saya) berani mengatakan sekitar 90 persen dari dunia
juga sama, “kata aktivis tersebut.
Baca: Donald Trump Antara Sakit Jiwa dan Politik Luar Negeri
“Di masa lalu ketika para pemimpin dunia
seperti Hitler atau Mussolini akan memperkuat kekuatan imajiner atau
potensi negara mereka, sebagian besar negara lain melakukan kowtow atau
mengabaikannya. Dunia saat ini tidak lagi berhubungan dengan orang-orang
seperti Donald Trump. Mereka melihatnya dengan apa adanya yang
melakukan pekerjaan bagus untuk mengisolasi AS dalam opini dunia dan
bahkan mengabaikan kekuatan besar yang dia hasilkan, “katanya.
“Butuh waktu bagi kita untuk melihat
bagaimana reaksi-reaksinya, jelasnya, seluruh bidang urusan luar negeri
di AS khawatir dengan kurangnya kredibilitas mereka atau bahkan lebih
sederhana, karir individual mereka,” jelas Hoenig menyimpulkan. (ARN)
Sumber Berita : https://arrahmahnews.com/2017/12/23/analis-trump-tukang-bully-narsis-yang-jadikan-as-terisolasi/
Setelah Timur Tengah, AS Akan Acak-acak Rusia dan Pasifik
ARRAHMAHNEWS.COM, NORWEGIA
– Seorang komandan tertinggi AS telah memperingatkan sebuah perang yang
akan segera terjadi dengan menunjukkan adanya pergeseran fokus pada
konflik di Timur Tengah ke wilayah Rusia dan Pasifik.
Jenderal Robert Neller, komandan Korps
Marinir AS yang ditempatkan di Norwegia, mengumumkan perang yang akan
datang pada hari Kamis dan meminta pasukannya untuk siap dipekerjakan
kembali karena kehadiran AS di wilayah tersebut akan diperluas.
Baca: Jepang-AS Mulai Latihan Militer Gabungan di Samudra Pasifik.
“Saya harap saya salah, tapi ada perang
yang akan datang,” kata Neller kepada pasukan AS saat berkunjung ke
negara Nordik. “Anda bertarung di sini, pertarungan informasi,
pertarungan politik dengan kehadiran Anda.”
Komandan tertinggi itu menyebut Rusia
dan Pasifik sebagai daerah konflik utama berikutnya, yang memprediksi
sebuah “pertarungan besar” di masa depan.
“Saya pikir mungkin fokus yang dituju
bukan di Timur Tengah,” kata Neller, saat ditanya oleh Marinir tentang
di mana pasukan tersebut melihat dirinya bertarung di masa depan.
“Fokusnya lebih pada Pasifik dan Rusia.”
Sementara komandan Korps Marinir
mengakui bahwa pasukan AS akan tetap berada di Timur Tengah untuk
beberapa waktu ke depan, dia mengatakan “sedikit kemunduran” dari
wilayah tersebut dan reorientasi menuju Rusia dan Pasifik.
“Ingat saja mengapa Anda di sini,”
tambahnya. “Mereka menonton, sama seperti Anda melihat mereka, mereka
mengawasimu, kita punya 300 marinir di sini, kita bisa pergi dari 300
menjadi 3.000 dalam semalam..”
Baca: RAND Corp: Amerika Tak Akan Mampu Kalahkan Rusia dalam Perang.
Komentar tersebut dibuat di tengah
ketegangan antara sekutu Rusia dan NATO, dimana Moskow memperingatkan
Oslo bahwa kehadiran tentara Amerika dapat menyakiti hubungan setelah
negara Nordik tersebut memutuskan untuk menjadi tuan rumah unit baru
tentara AS sampai akhir 2018.
Penyebaran itu akan membuat hubungan
yang tegang dengan Rusia, karena bertentangan dengan sumpah yang dibuat
oleh Norwegia untuk tidak mengizinkan penggelaran pasukan tempur asing
di tanahnya kecuali negara tersebut berada di bawah ancaman serangan
atau latihan militer.
Rusia dan NATO telah mengalami
ketegangan sejak konflik meletus di Ukraina timur sekitar tiga tahun
lalu. Lebih dari 10.000 orang terbunuh dalam perang di timur industri
Ukraina, di mana pemerintah Kiev memerangi pasukan pro-Rusia.
Baca: Paranormal Maroko Sebut 2018 Tahun Kehancuran Amerika dan Arab Saudi
Rusia telah lama mewaspadai ekspansi
NATO ke arah timur – ke perbatasan barat Rusia. NATO telah mengerahkan
sekitar 4.000 tentara, yang terdiri dari empat kelompok pertempuran, ke
Estonia, Lithuania, Latvia, dan Polandia dalam beberapa tahun terakhir.
AS juga terlibat dalam latihan militer
gabungan terutama dengan Korea Selatan dan Jepang di wilayah Pasifik,
sebagai sebuah demonstrasi kekuatan terhadap Korea Utara dalam
menanggapi program rudal nuklir dan balistik Pyongyang.
Korea Utara, yang sudah khawatir dengan
kehadiran militer permanen dan berat AS di wilayah tersebut, telah
menggambarkan latihan tersebut sebagai “provokasi”. (ARN)
Sumber Berita : https://arrahmahnews.com/2017/12/23/setelah-timur-tengah-as-akan-acak-acak-rusia-dan-pasifik/
RI, Malaysia dan Thailand Kini Tak Lagi Bergantung Dolar AS
Jakarta - Bank Indonesia (BI) bersama Bank Negara Malaysia (BNM)
dan Bank of Thailand (BoT) telah meluncurkan Local Currency Settlement
(LCS) Framework pada Senin (11/12). LCS bertujuan untuk mengurangi
penggunaan dolar AS sebagai mata uang utama dalam transaksi perdagangan
bilateral ketiga negara.
LCS ini dilakukan karena perdagangan bilateral antar ketiga negara terus meningkat setiap tahunnya. Kepala Departemen Pendalaman Pasar Keuangan BI Nanang Hendarsah menjelaskan peluncuran LCS ini untuk memfasilitasi negara yang menjadi mitra dagang.
"LCS ini karena didorong oleh kebutuhan ketiga negara sangat tinggi, sehingga dibutuhkan cara untuk mengurangi dolar AS sebagai mata uang utama dalam perdagangan internasional," kata Nanang, Senin (11/12/2017).
Nanang menjelaskan, skala perdagangan ekspor dan impor ketiga negara terus meningkat, dengan mengurangi ketergantungan ketiga negara terhadap dolar AS akan mengurangi kerentanan ketiga negara terhadap shock eksternal, diversifikasi eksposur mata uang.
"Kemudian juga bisa mengurangi biaya transaksi karena keharusan mengonversi ke dolar AS dan pengembangan pasar mata uang regional," ujarnya.
Nanang menjelaskan dengan kerja sama ini diharapkan biaya yang dikeluarkan bisa lebih murah. "Biasanya kalau mau transaksi menggunakan Thailand Baht kan harus beli dolar AS dulu, kalau sekarang langsung beli kan spread-nya lebih kecil," ujar Nanang.
Selain itu, kerja sama ini akan mendorong pengembangan pendalaman pasar keuangan. Yakni mengurangi ketergantungan valuta asing (valas) dolar AS.
Gubernur Bank of Thailand, Veerathai Santiprabhop menjelaskan kerja sama ini bisa mengurangi ketergantungan penggunaan dolar AS yang volatil. Kemudian ini juga akan mempercepat transaksi antar negara dengan mengurangi step yang biasanya lebih banyak dilakukan di pasar keuangan.
"Kerja sama ini akan membuat transaksi perdagangan dan hubungan antar negara bisa lebih baik," jelas Veerathai.
Gubernur Bank Negara Malaysia (BNM) Muhammad bin Ibrahim mengungkapkan peluncuran local currency settlement framework ini bisa mendorong menggunakan mata uang lokal pada transaksi perdagangan antar negara.
"Ini akan memberikan dampak signifikan kepada negara karena bisa mempercepat transaksi pembayaran tanpa harus membeli USD terlebih dahulu," imbuh dia.
LCS ini dilakukan karena perdagangan bilateral antar ketiga negara terus meningkat setiap tahunnya. Kepala Departemen Pendalaman Pasar Keuangan BI Nanang Hendarsah menjelaskan peluncuran LCS ini untuk memfasilitasi negara yang menjadi mitra dagang.
"LCS ini karena didorong oleh kebutuhan ketiga negara sangat tinggi, sehingga dibutuhkan cara untuk mengurangi dolar AS sebagai mata uang utama dalam perdagangan internasional," kata Nanang, Senin (11/12/2017).
Nanang menjelaskan, skala perdagangan ekspor dan impor ketiga negara terus meningkat, dengan mengurangi ketergantungan ketiga negara terhadap dolar AS akan mengurangi kerentanan ketiga negara terhadap shock eksternal, diversifikasi eksposur mata uang.
"Kemudian juga bisa mengurangi biaya transaksi karena keharusan mengonversi ke dolar AS dan pengembangan pasar mata uang regional," ujarnya.
Nanang menjelaskan dengan kerja sama ini diharapkan biaya yang dikeluarkan bisa lebih murah. "Biasanya kalau mau transaksi menggunakan Thailand Baht kan harus beli dolar AS dulu, kalau sekarang langsung beli kan spread-nya lebih kecil," ujar Nanang.
Selain itu, kerja sama ini akan mendorong pengembangan pendalaman pasar keuangan. Yakni mengurangi ketergantungan valuta asing (valas) dolar AS.
Gubernur Bank of Thailand, Veerathai Santiprabhop menjelaskan kerja sama ini bisa mengurangi ketergantungan penggunaan dolar AS yang volatil. Kemudian ini juga akan mempercepat transaksi antar negara dengan mengurangi step yang biasanya lebih banyak dilakukan di pasar keuangan.
"Kerja sama ini akan membuat transaksi perdagangan dan hubungan antar negara bisa lebih baik," jelas Veerathai.
Gubernur Bank Negara Malaysia (BNM) Muhammad bin Ibrahim mengungkapkan peluncuran local currency settlement framework ini bisa mendorong menggunakan mata uang lokal pada transaksi perdagangan antar negara.
"Ini akan memberikan dampak signifikan kepada negara karena bisa mempercepat transaksi pembayaran tanpa harus membeli USD terlebih dahulu," imbuh dia.
Foto: Ari Saputra
Sumber Berita : https://finance.detik.com/moneter/d-3765497/ri-malaysia-dan-thailand-kini-tak-lagi-bergantung-dolar-as