BASHAR AL ASSAD׃ TUTUP SEMUA KEDUTAAN ISRAEL DENGAN SEGERA!
Keberanian Erdogan Di Depan Presiden Israel dan Khalayak Umum
SALAFYNEWS.COM, JAKARTA –
Inilah pidato Presiden Suriah Bashar Assad di depan pemimpin
Negara-negara Arab yang sangat heboh: “Tutup Semua Kedutaan Israel
dengan segara”.
Dengan begitu maka Assad menjadikan Israel musuh nomer
satunya, oleh sebab itu dibuatlah kekacauan oleh Israel dengan Isu
Sektarian dan Terorisme disana, dengan dukungan dari Saudi, Turki,
Qatar, dan media-media barat dan ekstrimis juga ikut memanaskannya,
padahal kedua isu tersebut adalah sebuah sikap tegas seorang muslim
sejati untuk menjaga Negara dan kawasan Timur Tengah dari kekacauan.
(Baca: Isu Sektarian Senjata Ampuh Barat-Arab Saudi Hancurkan Suriah dan Assad)
Berikut cuplikan Video dan terjemahannya: silahkan klik di https://youtu.be/xHjmreADk1E
Adapun sikap kita, sebagai negara-negara Arab, maka bersama-sama dengan
muktamar, di samping memberikan dukungan secara verbal, kita harus
melakukan beberapa langkah praktis, dan yang paling terutama adalah MENUTUP SEMUA KEDUTAAN ISRAEL DENGAN SEGERA.
Dan memutus segala jenis hubungan langsung atau tidak langsung dengan
Israel, seraya memberlakukan seluruh aturan embargo (terhadapnya).
(Baca: Salah Kaprah Tentang Perang dan Mujahidin di Suriah)
Kita harus bersama-sama mendukung saudara-saudara kita di GAZA dan
gerakan-gerakan MUQAWAMAH (perlawanan) disana, baik melalui hubungan
formal, pemerintahan, dan juga melalui hubungan kerakyatan, baik secara
materil dan juga moril, dan dengan cara apapun tanpa terkecuali, dengan
memberikan bantuan semestinya untuk memperkokoh kekuatan mereka dalam
menghadapi musuh (Israel). (Baca: BELAJAR DARI SURIAH, Inilah Karakteristik Ashabul Fitnah yang Hancurkan Sebuah Bangsa)
Jelas sekali bahwa inilah bentuk perlawanan Bashar Assad terhadap Israel
yang merupakan musuh utama semua Negara Arab, ketika Assad bersikap
tegas terhadap Israel maka (SFA)
Sumber Berita : http://www.salafynews.com/bashar-assad-tutup-segera-semua-kedutaan-israel-video.html
Ini Alasan Presiden Turki Erdogan Bekerjasama dengan Israel
TEMPO.CO, Istanbul- Turki harus menerima bahwa ia membutuhkan Israel, kata Presiden Recep Tayyip Erdogan pada Sabtu, saat kedua negara tersebut berupaya membicarakan kesepakatan pemulihan hubungan.Turki, sebagai negara anggota NATO, adalah sekutu utama Israel di kawasan itu sebelum dua negara tersebut berselisih karena serbuan mematikan pasukan komando Israel pada 2010 terhadap kapal bantuan Turki, Mavi Marmara, yang menuju Gaza.
Erdogan menimbulkan kegusaran lanjutan di Israel dengan pernyataan bernada hasutan terhadap negara Yahudi tersebut. Namun, suasana berubah menyusul pemberitahuan pada Desember bahwa kedua pihak membuat kemajuan dalam pembicaraan rahasia untuk mencapai pemulihan hubungan.
"Israel membutuhkan negara seperti Turki di kawasan ini. Dan kami juga harus mengaku bahwa kami membutuhkan Israel. Ini kenyataan," kata Erdogan kepada wartawan Turki seperti dikutip koran terbitan Sabtu.
"Jika langkah bersama diterapkan berdasarkan ketulusan, maka normalisasi hubungan akan tercipta," kata dia.
Para duta besar ditarik dari masing-masing negara seiring timbulnya krisis pada 2010 dan Erdogan mengatakan tiga syarat yang diajukan Turki untuk normalisasi sangat jelas yaitu pencabutan blokade Gaza, kompensasi bagi korban kapal Mavi Marmara, serta permintaan maaf atas insiden tersebut.
Israel meminta maaf dan perundingan sepertinya membuahkan kemajuan dalam hal ganti rugi, dan tinggal menyisakan pengucilan di Jalur Gaza, yang dikuasai Hamas, sebagai rintangan utama.
Dengan menunjukkan kemajuan dalam hal pengucilan, Erdogan menyatakan Israel mengusulkan mengizinkan barang dan bahan bangunan melintasi Gaza jika berasal dari Turki.
"Kami harus melihat teks tertulis untuk memastikan tidak ada penyimpangan kesepakatan," katanya.
Para pengulas menyatakan pemulihan hubungan Turki-Israel dipercepat dengan keperluan Ankara memperbaiki krisis dalam hubungannya dengan Moskow setelah penembakan pesawat perang Rusia.
Pada bulan lalu, Erdogan mengadakan pembicaraan tertutup dengan Kepala Hamas, Khaled Meshaal, namun isi pembicaraan antara presiden dan pemimpin pergerakan Islam Palestina itu tidak pernah terungkap.
Israel juga menginginkan Turki mencegah mata-mata Hamas, Salah Aruri, memasuki wilayahnya. Sejauh ini, Israel tidak pernah memastikan kehadiran Aruri di Turki, demikian AFP.
ANTARA
Sumber Berita : https://dunia.tempo.co/read/788829/ini-alasan-presiden-turki-erdogan-bekerjasama-dengan-israel
Beda Assad Dan Erdogan Perlakukan Indonesia
SALAFYNEWS.COM, JAKARTA –
Inilah beda perlakuan antara Bashar Assad dan Erdogan Kepada Indonesia.
5 tahun sudah Bashar al Assad menghadapi pemberontakan berdarah oleh
puluhan ribu militan takfiri asing dari ratusan negara yang menginvasi
negaranya (termasuk Indonesia). Namun tak sekalipun ia pernah meminta
Indonesia menutup pesantren-pesantren atau yayasan pendidikan radikal
disini yang menyerukan “Jihad” ke negaranya dan merekrut para jihadis
untuk mengacau di Suriah. (Baca: Turki Minta Indonesia Tutup Kampus UIN Karena Dianggap Terlibat Teroris)
Tapi cuma 4 jam aksi “kudeta-kudetaan”
para tentara muda pangkat rendah minim pengalaman di Turki, Sultan
Erdogan mengamuk meminta seluruh yayasan pendidikan milik oposisinya di
seluruh dunia ditutup. Ia sendiri telah memecat puluhan ribu guru dan
menutup ribuan lembaga pendidikan di negaranya. Dan sembilan sekolah
berprestasi di Indonesia kini menjadi sasaran amukannya.
Halo pak Khalifah, jangan lupa Indonesia
itu bukan provinsi dalam kekhalifahanmu. Indonesia juga bukan kelurahan
di kecamatan Ottoman yang kau impikan. (Baca: Pemerintah Indonesia Minta Turki Tak Campuri Sekolah Indonesia)
Daripada ente mimpi basah di siang
bolong, mending ente angkut para Turkimin dan Turkiyem “imigran gelap
Turki” berhidung pesek disini yang sering caci-maki pemimpin sendiri dan
bikin rusuh di NKRI. Silakan angkut dah semua ke negara ente, gratis!
Lagipula mereka sejak dulu sangat memimpikan jadi tukang pel di Istana
Triliunan ente, siapa tahu berguna. Gue request, gelombang pertama
angkut si Jonru! (SFA)
Sumber: Akun Facebook Ahmad Zainul Muttaqin
Analis: Ini Sebab Mengapa Erdogan Kembali Sebut Assad ‘Teroris’
ARRAHMAHNEWS.COM, ANKARA
– Tidaklah berlebihan untuk mengatakan bahwa Presiden Turki Recep
Tayyip Erdogan adalah salah satu pemimpin yang paling banyak menimbulkan
kontroversi di Timur Tengah, jika bukan seluruh dunia, dan yang paling
sulit bagi para politisi dan analis untuk memprediksi – apakah dalam hal
pendiriannya, keputusannya atau aliansinya.
Baca: Rusia Tak Gubris Komentar Bodoh Erdogan Soal Bashar Assad Teroris
Dia membuktikan hal itu lagi pada
konferensi pers bersama dengan Presiden Tunisia Beji Caid Essebsi,
dimana Erdogan berkomentar melawan Presiden Suriah Bashar al-Asad, yang
menggambarkan Assad sebagai ‘teroris’ dan menyatakan bahwa tidak mungkin
ada solusi di Suriah, sementara Assad tetap berkuasa.
Selama beberapa bulan terakhir, hubungan
antara Turki dan Suriah telah berada pada lintasan yang sangat positif,
berkat usaha Rusia untuk menengahi antara kedua belah pihak dan
munculnya dugaan ‘musuh Kurdi’. Ada juga gencatan senjata propaganda.
Erdoğan tidak secara terbuka menyerang Assad selama sekitar satu tahun,
atau mengulangi tuntutan untuk penggulingannya. Baru bulan lalu, dia
menunjuk pada wartawan yang menemaninya dalam pertemuan puncak
Rusia-Turki-Iran di Sochi, sehingga dia bisa membuka saluran dialog
dengan Damaskus. Dia menolak sebuah laporan di harian Hürriyet bahwa dia
telah mengadakan pertemuan rahasia dengan Asad, namun mengatakan kepada
koresponden surat kabar bahwa ‘dalam politik, pintu selalu terbuka
sampai saat terakhir.’
Baca: Assad: Perang Melawan Teror Berakhir Hanya Ketika Teroris Terakhir Lenyap
Jadi apa yang terjadi dengan
membangkitkan amarah Erdogan dengan cara ini? – mendorong respon kuat
dari Damaskus. Kementerian luar negeri Suriah mengeluarkan sebuah
pernyataan yang menuduh Erdogan mencoba menipu publik Turki dengan
potongan hiperbola ‘khas’ yang ditujukan untuk ‘membebaskan diri dari
kejahatan yang dia lakukan terhadap orang-orang Suriah dengan memberikan
segala macam bantuan tak terbatas kepada kelompok-kelompok teroris di
Suriah. Pernyataan tersebut kemudian menuduhnya megalomania dan mengubah
Turki menjadi sebuah penjara besar.
Ada beberapa kemungkinan alasan yang bisa menyebabkan Erdogan tiba-tiba kembali menyerang Assad dan menuntut pengusirannya.
Pertama, ini adalah desakan Rusia untuk
memasukkan PYD Kurdi dalam konferensi dialog Suriah yang diselenggarakan
di Sochi. Hal ini sangat ditentang oleh presiden Turki, yang menyatakan
tentangannya dengan mendesak lebih dari 40 faksi oposisi Suriah untuk
mengeluarkan sebuah pernyataan yang menolak partisipasi dalam konferensi
tersebut.
Kedua, serangan bersama Rusia-Suriah di
Idlib ditujukan untuk membawanya kembali di bawah kendali pemerintah.
Jika ini berhasil, ini akan mengakhiri kehadiran Turki di kota dan
provinsi sekitarnya – dan secara efektif di seluruh Suriah – dan juga
dapat memicu eksodus pengungsi besar lainnya ke Turki.
Menteri Luar Negeri Rusia Segei Lavrov
baru-baru ini mengumumkan bahwa tujuan langsung perang di Suriah adalah
sepenuhnya untuk mengatasi Jabhat al-Nusra – sebuah proses yang mencakup
evakuasi pejuangnya dari pinggiran kota Ghouta di Damaskus. Setelah
itu, kampanye terakhir untuk merebut kembali Idlib diperkirakan akan
dimulai.
Baca: Assad: Siapapun yang Bekerja Dibawah Komando Asing Melawan Negara adalah Pengkhianat
Erdoğan mungkin juga telah bertindak
berdasarkan laporan bahwa Rusia dan Suriah merencanakan pembunuhan
pemimpin Nusra Abu-Muhammad al-Jolani, yang dianggap dekat dengan
Presiden Turki dan dilihat oleh beberapa orang sebagai kliennya. Erdoğan
dikatakan telah melihat skema ini sesuai petunjuk terhadap dirinya
sendiri.
Laporan intelijen lainnya yang sampai ke
pihak berwenang Turki dikatakan telah membicarakan peningkatan kerja
sama militer antara tentara Suriah dan pasukan Kurdi di Afrin dan bagian
lain dari Suriah utara. Ini adalah pukulan keras untuk Erdogan.
Kunjungan ke Damaskus oleh para pemimpin suku dan tokoh Kurdi dalam
beberapa hari terakhir hanya akan memicu kecurigaannya.
Sulit untuk memperkirakan apa yang akan
terjadi dari perbedaan mendadak antara Erdoğan dan sekutu barunya Rusia,
dan kembalinya permusuhan verbal melawan Assad, atau bagaimana mitra
Iran yang dia kembangkan akan meresponsnya. Dia tampaknya siap untuk
mengubah meja pada semua orang dan merombak semua kartu untuk memaksa
orang-orang Rusia, secara khusus, untuk menyetujui tuntutannya –
terutama hak veto atas partisipasi Kurdi dalam proses Sochi dan dalam
menentukan masa depan Suriah.
Perdana Menteri Binali Yildirim ke
Riyadh mungkin adalah cara Erdogan yang lain untuk memberikan tekanan,
dengan menandakan bahwa dia memiliki alternatif lain.
Orang-orang Rusia, menurut sumber yang
dekat dengan mereka, sangat serius mendesak pengaturan konferensi dialog
di Sochi – dimana orang Kurdi mengambil bagian sebagai komponen
masyarakat Suriah – dan juga tentang mengakhiri kehadiran Jabhat Nusra
dan faksi bersenjata lainnya di Idlib. Ini bisa mengungkap aliansi
Rusia-Turki-Iran yang baru lahir yang mulai terbentuk di pertemuan
puncak Sochi, kecuali jika perselisihan dengan Turki dan Erdoğan dengan
cepat mengendalikan kemarahannya.
Kemarahan Turki semacam ini bukanlah hal
baru. Presiden Rusia Vladimir Putin telah membuktikan bahwa dirinya
ahli dalam berurusan dengan sekutu yang tidak beradab untuk mengusir
kemarahan mereka, dan akhirnya membawa mereka kembali ke pandangan
Rusia. Jika itu tidak terjadi saat ini, itu bisa terbukti sangat mahal.
(ARN)
Sumber Berita : https://arrahmahnews.com/2017/12/30/analis-ini-sebab-mengapa-erdogan-kembali-sebut-assad-teroris/
Presiden Assad : Saudi Adalah Pengekspor Terorisme [Saudi Exported The Terrorism]
BELAJAR DARI SURIAH, Inilah Karakteristik Ashabul Fitnah yang Hancurkan Sebuah Bangsa
SALAFYNEWS.COM, JAKARTA –
Ketika baru-baru ini seorang ‘ustadz’ di laman facebooknya memosting
gambar Imam Besar Universitas Al-Azhar sedang berciuman dengan Paus
Fransiskus banyak orang langsung menuduh bahwa sang ustadz sedang
menyebar fitnah. Setelah dilaporkan ke polisi atas tuduhan mencemarkan
nama baik, sang ustadz tidak bisa mengelak; seakan mengakui telah
menyebar foto palsu ia segera menghapus alat fitnah tersebut dari laman
facebooknya. Tapi ironisnya ia tidak mengakui kesalahannya, tetapi
justru menyampaikan bahwa ia memosting foto tersebut dengan ‘niat baik’
mengingatkan umat Islam agar menolak upaya berdamai dengan penganut
Syiah sebagaimana pesan Sang Imam.
Apa yang dilakukan sang ustadz bukanlah kejadian yang baru dan jarang
terjadi. Belakangan media sosial seakan penuh sesak dengan berita dan
tulisan-tulisan yang didasarkan pada fakta palsu dan disinformasi. Apa
yang sedang terjadi? Apakah penyebaran fitnah hanyalah ekspresi
kebencian dan kemarahan yang tidak terkendali dari orang-orang yang
merasa keyakinanya terganggu? (Baca: Fitnah “Wahabi” Abu Aqila Kepada Grand Sheikh Al Azhar, PCINU, PCIM Mesir Dukung Langkah Hukum FAAMI)
Seorang ulama yang juga Professor di Universitas Damaskus Suriah,
baru-baru ini berkeliling memberi ceramah di sejumlah universitas di
Indonesia. Di Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. Taufiq Al-Buthi yang
merupakan putra dari almarhum Syaikh Ramadhan Al-Buthi, ulama Suriah
yang meninggal karena dibunuh pada Malam Jum’at (21/3/2013) saat sedang
mengajar/ceramah di masjid Al-Iman Damaskus, memberi pesan berharga bagi
Indonesia.
Mengacu pada pengalaman Suriah, negara yang kini hancur oleh perang,
Al-Buthi menekankan pentingnya mewaspadai bahaya fitnah bagi
keberlangsungan sebuah bangsa. Kelompok ekstrem, menurut Al-Buthi
menggunakan fitnah sebagai senjata utama untuk merongrong fondasi sebuah
bangsa. Fitnah dianggap mempunyai kekuatan untuk menciptakan jurang
yang membelah kekuatan-kekuatan sosial-politik penopang keutuhan bangsa;
ia mendorong posisi ekstrim dan pada akhirnya menggoyah pondasi bangsa.
Dalam situasi ini, kelompok ekstrim yang pada umumnya adalah kelompok
kecil akan memetik keuntungan karena bisa memainkan peran kunci.
Keberadaannya dianggap penting oleh masyarakat luar sebagai alat
koreksi. (Baca:Membongkar ‘Makar’ Irfan Helmi Wahabi di MUI)
Jadi, fitnah bukanlah sekedar ekspresi kemarahan dan kebencian buta,
tetapi lebih dari itu adalah sebuah strategi yang didasarkan pada
kesadaran taktis.
Karakteristik Ashabul Fitnah
Dalam Bahasa Arab, Al-Buthi menyebut kelompok ekstrem yang menggunakan
strategi fitnah sebagai Ashabul Fitnah. Ada tiga karakter yang menandai
kelompok ini.
Pertama,
mudah mengafirkan kelompok yang berseberangan baik secara agama dan
politik. Dalam Islam, tindakan mengafirkan Muslim lain sangat dilarang;
bahkan secara keras Nabi Muhammad pernah mengingatkan bahwa barang siapa
mengafirkan Muslim lain maka tuduhan itu bisa berbalik pada dirinya
sendiri. Mereka yang suka mengafirkan bisa jadi dia sendirilah yang
kafir. (Baca: Fitnah Sheikh Al-Azhar, Abu Aqila Dilaporkan ke Polda Metro Jaya Oleh Alumni Al-Azhar)
Kedua,
sifat takfiri ini berkaitan dengan dengan karakter kedua yakni
kecenderungan untuk menciptakan polarisasi berdasarkan aliran (mazhab)
dan identitas keagamaan. Polarisasi ini dianggap penting karena pada
umumnya tidak ada bangsa yang sepenuhnya homogen. Sejarah sebuah bangsa
biasanya dibentuk oleh proses negosiasi dan kompromi di antara
kekuatan-kekuatan sosial politik yang berbeda. Dengan demikian
dimungkinkan terjadinya koeksistensi damai antar masyarakat yang berbeda
identitas dan keyakinan. Di Suriah, menurut Al-Buthi, relasi antar
warga tidak dipengaruhi oleh perbedaan agama dan aliran. Adalah hal yang
biasa bahwa satu apartemen menjadi tempat tinggal bersama warga yang
berbeda keyakinan.
Ashabul Fitnah menyadari pentingnya legasi koeksistensi ini bagi
keberlangsungan sebuah bangsa. Karena itu, mereka menyasar pondasi ini
dengan menyebarkan rumor dan cara pandang sempit untuk membangun tembok
yang membelah masyarakat berdasarkan perbedaan agama dan aliran. (Baca: Cak Nun: Takfirisme Ancaman Kedaulatan NKRI)
Ketiga,
tantangan utama kelompok ekstrem dalam menciptakan polarisasi adalah
tokoh atau ulama moderat. Ulama moderat menjadi kekuatan penting karena
merekalah yang memberikan basis legitimasi bagi koeksistensi damai.
Dalam teori perdamaian tokoh moderat mewakili salah satu prasyarat
koeksistensi damai yang disebut “critical mass of peace enhancing
leaders.” Dalam sebuah masyarakat multikultur, selalu ada kekuatan yang
kritis dan ekstrim. Tokoh pembawa damai dalam jumlah yang cukup kuat
(critical mass) menjadi kunci keberlangsungan pluralitas dalam
masyarakat tersebut karena merekalah yang bisa membendung rumor dan
agitasi yang mengancam kemapanan basis koesistensi. (Baca: Denny Siregar Bongkar Propaganda Busuk Kelompok Radikal dan Liberal)
Karena itu, ashabul fitnah menjadikan tokoh moderat sebagai sasaran.
Dalam situasi ekstrim seperti Suriah upaya ini bisa dilakukan dengan
membunuh ulama-ulama moderat; tetapi di negara di mana kekerasan fisik
beresiko secara hukum, upaya menyerang tokoh moderat bisa dilakukan
dengan membunuh karakter mereka misalnya dengan memberikan label-label
antagonis seperti liberal, syiah, dan sekuler.
Anti-Virus Fitnah
Fitnah layaknya sebuah virus yang menyerang sendi-sendi utama yang
menopang sebuah tubuh. Virus tidak berbentuk luka pada bagian luar tubuh
yang nampak secara nyata dan karena itu memicu reaksi cepat. Karena
tidak nampak virus seringkali diremehkan, sebelum ia tumbuh berkembang
dan menciptakan rasa sakit yang mengganggu gerak tubuh. (Baca: Tidak Hanya Radikal Yang Diperangi, Faham Takfiri Juga Harus Dimusnahkan)
Kesadaran tentang ancaman fitnah sudah mulai menguat belakangan; bisa
jadi karena ibarat virus fitnah sudah tumbuh berkembang dan mulai
mengganggu gerak maju bangsa. Contoh paling nyata adalah Surat Edaran
yang dikeluarkan Kapolri pada tahun 2015 yang menginstruksikan aparat
kepolisian untuk mengambil tindakan terhadap apa yang disebut dengan
istilah ujaran kebencian (hate speech). Surat Edaran ini tidak
serta-merta membuat polisi menangkap para pengujar kebencian yang memang
tidak mudah dihentikan. Tetapi paling tidak kita melihat langkah maju
untuk menghambat persebaran virus fitnah. Situs-situs dan media sosial
yang menjadi arena pertempuran ashabul fitnah sedikit-demi sedikit mulai
dibatasi. Kementerian Komunikasi dan Informasi mulai bertindak menutup
situs-situs ekstrim. Selain itu, kesadaran publik terhadap ancaman
fitnah juga mulai muncul. Inisiatif untuk melaporkan fitnah berupa
gambar Imam Al-Azhar berciuman dengan Paus adalah contoh nyata yang
patut diikuti.
Langkah-langkah seperti di atas adalah anti-virus fitnah yang perlu diperkuat. Kini banyak orang baik bahkan tokoh moderat yang ikut larut dalam arus taktik ashabul fitnah. Hal ini bisa dilihat dari masuknya tema-tema sektarian di kalangan masyarakat yang pada dasarnya moderat. Kekhawatiran dan ketakutan yang terbangun terhadap isu-isu keagamaan seperti ‘bahaya’ Syi’ah, aliran sesat Kristenisasi dan Islamisasi tidak bisa dipungkiri sangat menguntungkan agenda ashabul fitnah untuk menciptakan polarasi sektarian di negeri ini.
Anti-virus fitnah lain yang ditegaskan oleh Al-Buthi adalah tashih
berita atau kesadaran tentang pentingnya menerima berita secara kritis.
Dalam ilmu studi perdamaian, anti-virus ini disebut “membunuh rumor.”
Istilah membunuh mungkin terasa keras tetapi ini merefleksikan
pentingnya merespon dengan tegas persebaran fitnah dan berita palsu yang
bertujuan untuk menciptakan kebencian dan polarisasi komunal. (Baca: Kesaksian Putra Ulama Al-Buthi, Tidak Ada Perang Sektarian (Sunnah-Syiah) di Suriah)
Langkah “membunuh rumor” tidak harus dilakukan dengan melarang aktivitas
penyebar rumor, tetapi dengan menyediakan alternatif informasi yang
bisa menguji keabsahan rumor. Di sejumlah negara, langkah ini diwakili
misalnya oleh keberadaan sejumlah lembaga ‘Fact Check” yang bisa
menangkal disinformasi.
Pesan penting yang disampaikan Taufiq Al-Buthi di atas seperti menohok
jantung sumber ancaman terhadap keutuhan Indonesia sebagai negara
kesatuan yang sejak berdiri begitu bangga dengan identitas Bhineka
Tunggal Ika.
Tentu ada yang patut menjadi catatan kritis dari ceramah Al-Buthi yang
menjadi inspirasi tulisan ini. Catatan khususnya terkait dengan posisi
politik Al-Bouthi yang tampak mengesampingkan pelanggaran HAM
pemerintahan Bashar Al-Asad. Al-Bouthi kerap memberikan argumen yang
sepenuhnya negatif terhadap negara-negara Barat, seakan fitnah dan
kehancuran yang terjadi di Suriah adalah sepenuhnya ulah “konspirasi
Barat.” Cara pandang esensialis demikian mengesampingkan keragaman dari
apa yang secara sederhana disebut “Barat” dan “Islam”. Terlepas dari
itu, pengalaman Suriah sebagai sebuah bangsa yang hancur karena
polarisasi sektarian patut menjadi pelajaran berharga agar Indonesia
tetap utuh.” *Penulis adalah Staff Pengajar di Program Studi Agama dan
Lintas Budaya (CRCS), UGM. (SFA)
Sumber Berita :CRCS / http://www.salafynews.com/belajar-dari-suriah-inilah-karakteristik-ashabul-fitnah-yang-hancurkan-sebuah-bangsa.html
Perang ‘Sektarian’ Suriah, Fitnah yang Harus Dijauhi
SALAFYNEWS.COM, JAKARTA –
Perang Suriah begitu dahsyatnya, peran media Barat dan Radikal begitu
masifnya memberitakan kebohongan demi kebohongan, dan sebarkan fitnah
yang sangat keji. Isu Sektarian menjadi modal utama mereka untuk
menghancurkan Suriah dan Bashar Assad. Menurut salah satu pengamat Timur
Tengah Ahmad Zainul Muttaqin dalam akun Fanpage-nya menulis tentang
fakta Suriah. (Baca: Salah Kaprah Tentang Perang dan Mujahidin di Suriah)
SEBARKAN PADA DUNIA KONFLIK SURIAH BUKAN KONFLIK SUNNI VS SYI’AH!
Tidak usah banyak berargumen, gambar ini sudah lebih dari cukup untuk
membuktikan bahwa para ulama pendukung utama Bashar Assad adalah para
Ulama Aswaja (Ahlussunnah wal Jama’ah) Suriah .
Bila para Takfiri mengatakan pada anda bahwa perang Suriah adalah perang
Sunni vs Syi’ah dan Rezim Assad adalah rezim Syi’ah yang hendak
menghabisi rakyatnya yang Sunni, suruh mereka pelototi baik-baik gambar
ini dan tanya pada mereka siapa para ulama yang shalat bersama Assad
ini! (Baca: Rusia Hancurkan Reputasi AS di Suriah)
Tampak bersama beliau para ulama besar Aswaja Suriah seperti Syaikh Dr. Taufiq Al-Buthi (Putra As-Syahid Syaikh Said Ramadan Al Buthi), Syaikh Ahmad Badruddin Hassoun (Grand Mufti Aswaja Suriah), Syaikh Dr. Muhammad Syarif Showaf (Rektor Universitas Ahmad Kuftaro), Syaikh Dr. Muhammad Abdul Sattar Al-Sayyid (Menteri Awqaf), Prof. Dr. Hosamuddin Farfur (Rektor Universitas Al-Fatih Al-Islami), Syaikh M Adnan al Fayouni (Mufti Aswaja Damaskus) dan para ulama Aswaja lainnya.
Hal ini sudah lebih dari cukup untuk membuktikan bahwa kaum Ahlussunnah
wal Jama’ah memiliki posisi istimewa di mata Presiden Assad, dan ini
sudah cukup untuk membungkam fitnah kaum Takfiri. Bahkan di foto itu
hanya ada satu ulama Syi’ah yaitu Sayyid Fadi Burhan guru besar Hauzah
Damaskus (dilingkari merah) dan ia pun hanya duduk di shaf kedua.
Tuduhan Syi’ah adalah siasat para Teroris Wahabi Takfiri untuk
menjatuhkan Pemerintahan sah Suriah yang sangat loyal terhadap kaum
Ahlussunnah wal Jama’ah dan sangat menjunjung Kebhinekaan rakyatnya.
Masih percaya dusta bahwa konflik Suriah adalah konflik Sunni vs Syi’ah?
SEBARKAN! (SFA) /
Isu Sektarian Senjata Ampuh Barat-Arab Saudi Hancurkan Suriah dan Assad
SALAFYNEWS.COM, JAKARTA – Salah satu penulis media Sosial, Ismail Amin memaparkan analisanya tentang “Isu Sektarian Senjata Ampuh Barat-Arab Saudi Hancurkan Suriah dan Assad”, tulisan yang menarik sekali. Berikut analisa tulisannya: (Baca: Takfirisme-Wahabisme Ideologi Gelap Para Teroris)
Pertarungan antara rezim Assad dan pihak oposisi yang berkekuatan
senjata membuat konflik semakin berlarut-larut. Kelompok oposisi yang
didukung AS, Israel, negara-negara Barat, Turki, Arab Saudi dan Qatar
berhadapan dengan rezim Assad yang didukung China, Rusia dan Iran.
Melalui jaringan media yang dimiliki AS, dibentuklah opini publik bahwa
rezim Assad adalah rezim otoriter yang menindas rakyat tidak ubahnya
rezim-rezim Arab lainnya yang sebelumnya telah terguling, seperti Husni
Mubarak, Ben Ali dan Moammar Qhadafi. Sementara Arab Saudi, melalui
posisinya yang kuat dalam dunia Islam menghasut dengan menggunakan isu
sektarian Sunni vs Syiah, Assad yang Alawi menghabisi rakyat Suriah yang
mayoritas Sunni. (Baca: Kesaksian Putra Ulama Al-Buthi, Tidak Ada Perang Sektarian (Sunnah-Syiah) di Suriah)
Melalui yayasan-yayasan dan lembaga-lembaga keagamaan yang didanai Saudi
diseluruh dunia, umat Islam dihasut untuk mendukung kejatuhan Bashar
Assad dan memberikan simpatiknya pada kelompok oposisi dan pemberontak.
Fatwa dari ulama-ulama pilihan istana berhamburan, mulai dari ajakan
jihad ke Suriah untuk menggulingkan Bashar Assad sampai tingkat ekstrim
yang memfatwakan, halalnya darah Bashar Assad untuk ditumpahkan. Fatwa
tersebut direspon cepat, dengan masuknya kelompok-kelompok militan
bersenjata dari berbagai negara ke Suriah dengan mengklaim diri sebagai
mujahidin. Media-media sosial bekerja cepat menyulut permusuhan dan
kebencian pada Assad, mulai dari klaim bahwa Bashar Assad mengaku Tuhan
dan memaksa rakyat Suriah menyembahnya sampai pada kelaparan dan
kesulitan hidup yang melanda rakyat Suriah yang ditindas rezim sembari
mengumpulkan dana dari umat Islam dengan kedok bantuan kemanusiaan.
Sementara kesulitan hidup rakyat Suriah, justru berawal dari masuknya
campur tangan militan asing yang ngotot berambisi merebut kekuasaan
Bashar Assad. (SFA) /
Sumber Berita : http://www.salafynews.com/isu-sektarian-senjata-ampuh-barat-arab-saudi-hancurkan-suriah-dan-assad.html
Kesaksian Putra Ulama Al-Buthi, Tidak Ada Perang Sektarian (Sunnah-Syiah) di Suriah
JAKARTA, ARRAHMAHNEWS.COM –
Satu lagi pengakuan tegas ulama Ahlusunnah wal Jama’ah Suriah Dr.
Taufiq Al-Buthi (Putra As-Syahid Syaikh Said Ramadan Al Buthi) tentang
apa yang terjadi di negerinya. Bukan dari media abal-abal.
Apa sebenarnya yang tengah terjadi di negara Anda?
Konflik di negara kami bukan konflik sektarian dan agama, yang
membenturkan antara Sunni dan Syiah, atau Muslim dan non-Muslim. Ada
tiga target utama dari konflik yang melanda Suriah sekarang. Pertama menghancurkan Suriah, kedua,
mendistorsi dan mencoreng wajah Islam di mata dunia, sebagai agama yang
menyeramkan sekaligus menakutkan agar mereka menjauh dari risalah ini.
Kita punya contoh bukti. Misalnya, perang Suriah sekarang faktanya tidak
melibatkan sesama warga Suriah asli, sama sekali. Tetapi, konflik ini
di-setting agar melibatkan warga sesama Suriah. Kita lihat sekarang
ISIS, tak semuanya orang Suriah, begitu juga Jabha Nusra, mereka
gabungan dari jihadis dari berbagai negara. (Baca juga: 10 Fakta Suriah Yang Tak Terbantahkan)
Apakah mereka datang hanya untuk Assad?
Tidak. Sederhana saja, jika masalahnya adalah Assad, maka lihatlah yang terjadi di Libya, apakah saat Qaddafi berhasil dilengserkan dan dibunuh, masalah selesai? Tidak! Justru di sanalah permulaannya. Demikian juga, ketika Saddam Husein mati di tiang gantugan, Irak bebas masalah? Tidak. Mereka ingin Suriah porak poranda karena negara ini dianggap sulit ditaklukkan. Suriah hingga sekarang tak mau menyerahkan kehormatannya untuk mereka.
Apa bukti lain bila konflik Suriah ini adalah skenario besar?
Sekarang saya tunjukkan bukti lagi. Banyak sekali para jihadis yang
berasal dari Prancis, Inggris, ratusan hingga ribuan berdatangan ke
Suriah bersama dengan istri mereka bahkan melibatkan media dan
beranggapan, bahwa pintu surga terbuka melalui Suriah. Mereka datang
bukan tanpa sepengetahuan negara-negara Barat, jelas Barat tahu. (Baca
juga:Inilah FAKTA Persamaan Teroris ISIS, Daulah Islamiyah dan Rezim Saudi Arabia)
Mustahil intelijen mereka tak mampu mendeteksi gerak-gerak para jihadis itu. Kita punya rekaman bagaimana aktivitas jihadis itu. Lihat saja, bagaimana seorang jihadis membunuh tentara Suriah, mengeluarkan jantung lalu memakannya. Apa maksudnya? Tak lain menunjukkan ke Barat, ini lho potret seram Islam jika kalian memeluk agama ini, ujung-ujungnya akan seperti ini. Jadi, apa yang terjadi di Suriah sekarang, ialah mengatasnamakan Islam tetapi justru untuk ‘menyembelih’ agama ini.
Tetapi mereka melandasi doktrin mereka dengan agama?
Di titik ini, saya menyangsikan, keislaman mereka. Kalaupun Islam,
mereka adalah kalangan yang tak mengerti hukum-hukum syariat. Islam
masuk ke Eropa hanya kulitnya, permukaan saja. Dalam keyakinan para
jihadis itu, pintu surga terbuka langsung di Suriah. Memang tidak semua
termakan dengan propaganda negatif Islam itu, 20 persen mungkin bersikap
bijak bahwa aksi teror di Suriah ini bukan wajah Islam, tapi 80 persen
tak banyak tahu.
Kondisi tersebut ternyata juga dimanfaatkan oleh Barat. Inilah tujuan
ketiga dari krisis Suriah, yaitu menghabisi umat Islam di Eropa. Biarkan
Muslim Eropa berjihad ke Suriah, ratusan bahkan ribuan, dan biar mereka
meninggal di sana. Ini pula tujuan ketika Barat membiarkan Muslim Eropa
berjihad ke Afghanistan dan Irak. Kita sudah dalam level target ketiga
ini. Barat tak takut dengan Islam di timur, tetapi yang mereka takuti
adalah kebangkitan Islam di Barat. Jika mereka takut Islam di Timur
pasti mereka akan menutup jihadis sejak di imigrasi.
Mengapa sekali lagi ISIS dan para jihadis mendasari doktrin itu dengan agama?
Ideologi radikal dan ekstrem itu tak berdiri sendiri. Ada skenario besar di belakangnya. Saya tak perlu sebut, semua orang tahu. Anda bisa lihat sendiri, mengapa ISIS tak memerangi Israel, justru berperang dengan saudara sesama Islam? Dan lihatlah bagaimana bisa Jabha Nusra mendapatkan logistik bahkan hingga peralatan perang dari Israel? Rudal Hawn berasal dari Israel. Korban luka dari al-Nusra juga ternyata diobati di Israel. (Baca juga: Kadyrov: Turki Bantu Wahabi dan Daulah Islamiyah (ISIS) Untuk Hancurkan Islam)
Saya rasa, para jihadis itu tak sepenuhnya menyadari skenario besar ini.
Pemahaman Islam mereka hanya di permukaan. Buktinya, fatwa-fatwa yang
mereka keluarkan sangat dangkal dan jauh dari prinsip Islam, seperti jihad nikah, atau penggunaan narkoba.
Mereka bersembunyi di balik ayat-ayat perang, padahal jelas Rasulullah
SAW tidaklah diutus kecuali menjadi rahmat bagi alam semesta.
ISIS merusak fasilitas umum, memutuskan listrik, menghancurkan stasiuan
bahan bakar gas, mereka jual murah minyak mentah. Belum lagi cara mereka
berlindung di balik warga sipil. Salah jika Suriah dituding justru yang
menggunakan warga sipil sebagai benteng hidup, justru mereka. Tentara
Suriah justru kini mendekati mereka head to head. Inilah bukti bahwa radikalisme dan ekstrimisme mereka berangkat dari doktrin omong kosong.
Di tengah kian memanasnya konflik Suriah saat ini, apakah Anda yakin krisis ini akan berakhir?
Dalam konteks Suriah, saya tidak melihat secara fisik. Saya hanya
melihat prinsip-prinsip ketuhanan yang agung. Rasulullah SAW dalam hadis
shahihnya mengatakan, bahwa Allah SWT akan menjaga Syam dan
penduduknya. Kita sangat yakin itu. Suriah yang diprediksi jatuh dalam
hitungan minggu atau paling banter bulan, ternyata alhamdulillah,
memasuki tahun kelima, Allah masih melindungi negara kami.
Suriah hari ini bahkan lebih kuat dari kemarin. Oposisi di Damaskus, berislah. Beberapa wilayah juga kembali ke pangkuan Suriah. Jihadis di Gouta saling berperang sesama mereka. Kawasan barat daya hingga perbatasan Palestina, memang masih ada perang, tapi lumayan membaik juga demikian di Dar’a. Di wilayah Timur, seperti Ruqa, sebagian besar ISIS kabur. (Baca juga: Mufti dan Tokoh Agama Suriah: Kami Akan Selalu Dukung Bashar Assad Sampai Titik Darah Penghabisan)
Kendati demikian, kita tidak menafikan kesalahan sebagian dari kita.
Tetapi, yang kita bicarakan adalah persoalan politik dan dinamika yang
berkembang. Saya kembalikan lagi kepada tuntunan Alllah SWT dalam
Alquran yang mengatakan “Dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari
(kesalahan) dirimu sendiri”. (QS an-Nisaa [4] 79). Saya yakin, krisis
ini akan berakhir di bawah kemenangan Suriah. Tetapi marilah kita berdoa
agar para pendosa tidak menjadi penghalang kemenangan ini terwujud.
Krisis ini adalah ujian dan pendidikan bagi kita. (ARN)
Sumber Berita : ROL / https://arrahmahnews.com/2015/12/07/kesaksian-putra-ulama-al-buthi-tidak-ada-perang-sektarian-sunnah-syiah-di-suriah/
Mencintai Negeri
Suriah seperti buku terbuka yang perlu dipelajari bangsa Indonesia. Wilayah Suriah hanya 185.180 km², bandingkan dengan luas wilayah negeri kita, 1.905 juta km². Suriah hanya ‘sepotong’ daratan, yang ‘secuil’ darinya berbatasan dengan laut Mediterrania. Sementara, Indonesia adalah negeri kepulauan dengan 14.572 pulau, terbentang dari Sabang sampai Merauke, dengan panjang garis pantai 99.000 kilometer.Ketika milisi-milisi teror berkedok agama angkat senjata di Suriah, tentara Suriah perlu enam tahun bertempur sampai akhirnya kini sebagian besar wilayah kembali aman. Namun perang belum selesai. Tiba-tiba saja ISIS yang sudah kalah dan terusir, bangkit lagi. Provinsi Afrin di perbatasan Turki, malah dicaplok oleh militer Turki bekerja sama dengan FSA (salah satu kelompok ‘jihad’, yang benderanya hijau-putih-hitam dengan bintang 3). Provinsi Idlib masih menjadi penampungan puluhan ribu milisi teror yang dievakuasi dari berbagai wilayah.
Bayangkan bila kondisi yang sama terjadi di Indonesia?
Sedahsyat apa akibatnya? Bila milisi-milisi teror bercokol di berbagai penjuru, perlu berapa tahun TNI mengamankan wilayah seluas 1.905 juta km² ? Dengan panjang garis pantai 99.000 kilometer, suplai senjata bisa masuk dari mana saja, sepertinya hampir mustahil bisa dikontrol penuh. Akankah NKRI malah bubar menjadi beberapa negara kecil (ini adalah usulan dari seorang pejabat AS, di awal-awal reformasi)?
Perang dan pembubaran wilayah, adalah sebuah opsi yang sangat mengerikan. Sekali lagi, Suriah adalah pelajaran penting bagi kita. Karena itu, negeri ini perlu dijaga baik-baik.
Saya berkali-kali tulis, agama bukan akar konflik Suriah. Akar konfliknya adalah perebutan sumber energi di kawasan. Agama hanya dimanfaatkan, ditunggangi. Dalam pemetaan konflik, agama adalah trigger, bukan pivot.
Suriah menjadi buku terbuka untuk dipelajari, apa dampak mematikan dari ektsrimisme beragama dan kebodohan (ketidakmampuan menyaring informasi).
Ekstrimisme dan kebodohan bisa muncul di kalangan agama atau mazhab manapun. Dalam konflik Suriah memang ekstrimisme muncul di kalangan sebagian Muslim. Tapi kawasan lain di dunia ini, ekstrimisme juga muncul di sebagian penganut agama selain Islam.
Artinya, ekstrimisme dan kebodohan adalah musuh bersama, dan harus dilawan oleh semuanya, dari agama manapun.
Karena itu semua anak bangsa ini, dari agama apapun, perlu saling bergandengan tangan melawan ekstrimisme dan kebodohan. Inilah bukti nyata dari rasa cinta pada negeri ini.
Teriring ucapan selamat memperingati Paskah untuk saudara-saudara sebangsaku, umat Kristiani.
Semoga Allah swt selalu melindungi kita semua. Amin.
Ada Siapa di Idlib?
Setelah kampanye #SaveGhouta terpental karena terlalu banyak keanehan (antara lain, baca tulisan saya berjudul #CumaNanya dan Menjawab Pembela ACT),
tiba-tiba muncul narasi baru: warga sipil Suriah di Ghouta melarikan
diri dari rezim Assad, mereka terpaksa berjalan kaki menempuh ratusan
kilometer untuk mendapatkan perlindungan di Idlib.
Kisah “berjalan kaki” pun terbantah. Semua media mainstream berterus-terang bahwa orang-orang dari E.Ghouta DIANTAR dengan fasilitas pemerintah Suriah ke Idlib dengan menggunakan bus-bus. Sebagian bus itu berwarna hijau, ini bus-bus ‘legendaris’, dulu waktu Aleppo dibebaskan dari tangan “mujahidin”, pemerintah juga menyediakan bus-bus berwarna hijau itu.
Oleh para pendukung “mujahidin” (antara lain, para pengepul donasi, simpatisan Hizbut Tahir, Ikhwanul Muslimin, Al Qaida, serta media mainstream Barat), mereka ini disebut “pengungsi” atau “warga sipil”.
Untuk menilainya, bagaimana kalau kita bayangkan Indonesia lagi? Misalnya nih, di Bekasi ada kelompok “jihad” yang kerjanya tiap hari mengebom Jakarta (jarak E.Ghouta-Damaskus kira-kira sama dengan Bekasi-Jakarta). Lalu, TNI mengambil alih wilayah Bekasi, menyelamatkan warga di sana, dan mengusir para “mujahidin” entah ke kota mana.
Lalu, para pendukung mujahidin ini, mentang-mentang mereka bawa istri-anak, berkata, “Woy, kami ini rakyat sipil! Ini lihat anak-istri kami! Jangan serang! Biarkan kami bikin khilafah di Bekasi! Biarkan kami mengebom kalian warga Jakarta! Kami berhak mengebom kalian karena kalian itu thaghut, kafir..!”
Kalian mau jawab apa?
Pertanyaan besarnya: bagaimana dengan nasib jutaan warga sipil Suriah yang tak angkat senjata sejak awal, yang cuma ingin hidup damai, sama sekali tidak tertarik pada “khilafah”, dan ikut dalam pemilu 2014 (70% turn-out vote dan 80% memilih Bashar Assad sebagai presiden)?
Mengapa dunia dipaksa untuk lebih memperhatikan suara dari ratusan ribu “rakyat sipil” yang sejak 2012 melakukan berbagai aksi bom bunuh diri, meledakkan bom di tempat keramaian, memenggal kepala, serta membunuhi para ulama (Syekh Buthy, salah satunya)? Pada tanggal 31 Maret 2013, “mujahidin” membunuh dan memutilasi ulama Sunni Aleppo yang menolak bergabung dengan mereka, Syekh Hassan Seifeddin. Jasad Syekh Seifeddin diseret di jalanan, dan kepalanya diletakkan di menara masjid Al Hassan.
Mengapa dunia membiarkan sekelompok orang memaksakan kehendak mereka di sebuah negara, dengan cara barbar, serta mengabaikan kehendak sebagian besar warga negara itu?
***
Pertanyaan berikutnya: mengapa para “mujahidin” dievakuasi ke Idlib?
Jawab: Karena inilah hasil negosiasi antara “mujahidin” dengan tentara Suriah. Mereka menyerah dan minta dibebaskan untuk pergi ke Idlib. Sebagai imbalannya, warga sipil yang mereka sandera dibebaskan untuk pergi ke wilayah yang dikuasai pemerintah. Ini tentu tak lepas dari instruksi para “bos besar” mereka (antara lain Turki, Qatar, Saudi).
Idlib adalah provinsi yang berbatasan dengan Turki (sehingga suplai logistik dari Turki, salah satu sponsor “mujahidin”, relatif mudah). Idlib jatuh ke tangan “mujahidin” sejak Maret 2015. Jumlah warga Idlib sebelum 2011 adalah 120.000 orang; sebagian besarnya mengungsi akibat perang. Idlib kini dihuni oleh milisi-milisi jihad yang terusir dari berbagai wilayah Suriah (termasuk Ghouta). Menurut Al Arabiya, jumlah populasi di Idlib tahun 2016 adalah 200.000 orang.
Sementara itu, jumlah penduduk di Ghouta timur (kecuali Douma, yang masih dalam tahan negosiasi antara Jaish al Islam dan tentara Suriah) adalah 280.000. Hanya 20.000 yang memilih pergi ke Idlib.
Jadi, silahkan mengangkat alis dan berkata #eh? ketika ada yang bilang ada lebih dari sejuta pengungsi di Idlib, menderita, kelaparan, bla..bla.. sehingga butuh “donasi” bangsa Indonesia.
Bantuan warga Indonesia (yang jumlahnya lebih dari 10 M, digalang dengan cara menyebar narasi palsu soal Suriah) akan diserahkan ke Idlib? #eh?
Terserah saja. Tugas saya sebagai peneliti Timteng cuma ngasih tau, siapa yang ada di Idlib.
Ini salah satu video yang isinya tentang “mujahidin” asal Uyghur (China) dengan istri-anaknya, tinggal di Idlib.
#SaveAkalKritis
Foto di Idlib, diupload sebuah lembaga pengepul donasi di Indonesia, perhatikan ada milisi bersenjata; juga fotografer yang menggunakan boot dan celana khas petempur
Sumber Berita : https://dinasulaeman.wordpress.com/2018/04/07/ada-siapa-di-idlib/#more-5452
Kisah “berjalan kaki” pun terbantah. Semua media mainstream berterus-terang bahwa orang-orang dari E.Ghouta DIANTAR dengan fasilitas pemerintah Suriah ke Idlib dengan menggunakan bus-bus. Sebagian bus itu berwarna hijau, ini bus-bus ‘legendaris’, dulu waktu Aleppo dibebaskan dari tangan “mujahidin”, pemerintah juga menyediakan bus-bus berwarna hijau itu.
Mengenai bis berwarna hijau ini, Mantan Dubes Inggris untuk Suriah, Peter Ford pernah berkata (dalam wawancara dengan Radio BBC pasca pembebasan Aleppo dari tangan “pemberontak” Des 2016):Kisah Ghouta sebenarnya begini:
“Tidak ada bus hijau di Gaza [ketika Israel membombardir Gaza]. Tidak ada bus hijau ketika NATO membombardir Yugoslavia hingga berkeping-keping.”
Saat Ford ditanya, “Tapi bukanlah hal yang mengerikan, Assad mengebom rumah sakit dan sekolah?”, dia menjawab, “Tentu saja, tapi menggunakan rumah sakit sebagai markas komando, sebagaimana yang dilakukan jihadis adalah sebuah kejahatan perang; menggunakan sekolah sebagai tempat penyimpanan senjata sebagaimana yang dilakukan jihadis adalah sebuah kejahatan perang.” sumber
wilayah itu sudah 5 tahun dikuasai kelompok-kelompok “jihad” (antara lain Jaish Al Islam, Faylaq ar Rahman, dll, semuanya dengan ideologi yang sama dengan Al Qaida). Pemerintah Suriah pun berupaya mengambil alih kembali wilayah itu. Setelah bertempur beberapa waktu, akhirnya pihak “jihadis” menyerah. Pemerintah Suriah memberikan opsi: petempur yang ingin kembali bergabung dengan pemerintah akan diamnesti; petempur yang menolak bergabung dievakuasi ke Idlib (bahkan diperbolehkan membawa senjata ringan mereka; tapi senjata berat harus ditinggal).Para petempur ini, baik yang warga asli Suriah maupun petempur asing, hidup bersama keluarga. Pernah dengar istilah “jihad nikah” kan? Petempur-petempur yang bujangan dinikahkan dengan wanita “mujahidah” yang datang dari berbagai negara, antara lain Tunisia, dan negara-negara Eropa. Mereka pun beranak-pinak.
Oleh para pendukung “mujahidin” (antara lain, para pengepul donasi, simpatisan Hizbut Tahir, Ikhwanul Muslimin, Al Qaida, serta media mainstream Barat), mereka ini disebut “pengungsi” atau “warga sipil”.
Untuk menilainya, bagaimana kalau kita bayangkan Indonesia lagi? Misalnya nih, di Bekasi ada kelompok “jihad” yang kerjanya tiap hari mengebom Jakarta (jarak E.Ghouta-Damaskus kira-kira sama dengan Bekasi-Jakarta). Lalu, TNI mengambil alih wilayah Bekasi, menyelamatkan warga di sana, dan mengusir para “mujahidin” entah ke kota mana.
Lalu, para pendukung mujahidin ini, mentang-mentang mereka bawa istri-anak, berkata, “Woy, kami ini rakyat sipil! Ini lihat anak-istri kami! Jangan serang! Biarkan kami bikin khilafah di Bekasi! Biarkan kami mengebom kalian warga Jakarta! Kami berhak mengebom kalian karena kalian itu thaghut, kafir..!”
Kalian mau jawab apa?
Pertanyaan besarnya: bagaimana dengan nasib jutaan warga sipil Suriah yang tak angkat senjata sejak awal, yang cuma ingin hidup damai, sama sekali tidak tertarik pada “khilafah”, dan ikut dalam pemilu 2014 (70% turn-out vote dan 80% memilih Bashar Assad sebagai presiden)?
Mengapa dunia dipaksa untuk lebih memperhatikan suara dari ratusan ribu “rakyat sipil” yang sejak 2012 melakukan berbagai aksi bom bunuh diri, meledakkan bom di tempat keramaian, memenggal kepala, serta membunuhi para ulama (Syekh Buthy, salah satunya)? Pada tanggal 31 Maret 2013, “mujahidin” membunuh dan memutilasi ulama Sunni Aleppo yang menolak bergabung dengan mereka, Syekh Hassan Seifeddin. Jasad Syekh Seifeddin diseret di jalanan, dan kepalanya diletakkan di menara masjid Al Hassan.
Mengapa dunia membiarkan sekelompok orang memaksakan kehendak mereka di sebuah negara, dengan cara barbar, serta mengabaikan kehendak sebagian besar warga negara itu?
***
Pertanyaan berikutnya: mengapa para “mujahidin” dievakuasi ke Idlib?
Jawab: Karena inilah hasil negosiasi antara “mujahidin” dengan tentara Suriah. Mereka menyerah dan minta dibebaskan untuk pergi ke Idlib. Sebagai imbalannya, warga sipil yang mereka sandera dibebaskan untuk pergi ke wilayah yang dikuasai pemerintah. Ini tentu tak lepas dari instruksi para “bos besar” mereka (antara lain Turki, Qatar, Saudi).
Idlib adalah provinsi yang berbatasan dengan Turki (sehingga suplai logistik dari Turki, salah satu sponsor “mujahidin”, relatif mudah). Idlib jatuh ke tangan “mujahidin” sejak Maret 2015. Jumlah warga Idlib sebelum 2011 adalah 120.000 orang; sebagian besarnya mengungsi akibat perang. Idlib kini dihuni oleh milisi-milisi jihad yang terusir dari berbagai wilayah Suriah (termasuk Ghouta). Menurut Al Arabiya, jumlah populasi di Idlib tahun 2016 adalah 200.000 orang.
Sementara itu, jumlah penduduk di Ghouta timur (kecuali Douma, yang masih dalam tahan negosiasi antara Jaish al Islam dan tentara Suriah) adalah 280.000. Hanya 20.000 yang memilih pergi ke Idlib.
Jadi, silahkan mengangkat alis dan berkata #eh? ketika ada yang bilang ada lebih dari sejuta pengungsi di Idlib, menderita, kelaparan, bla..bla.. sehingga butuh “donasi” bangsa Indonesia.
Bantuan warga Indonesia (yang jumlahnya lebih dari 10 M, digalang dengan cara menyebar narasi palsu soal Suriah) akan diserahkan ke Idlib? #eh?
Terserah saja. Tugas saya sebagai peneliti Timteng cuma ngasih tau, siapa yang ada di Idlib.
Ini salah satu video yang isinya tentang “mujahidin” asal Uyghur (China) dengan istri-anaknya, tinggal di Idlib.
#SaveAkalKritis
Foto di Idlib, diupload sebuah lembaga pengepul donasi di Indonesia, perhatikan ada milisi bersenjata; juga fotografer yang menggunakan boot dan celana khas petempur
Sumber Berita : https://dinasulaeman.wordpress.com/2018/04/07/ada-siapa-di-idlib/#more-5452
Serangan Senjata Kimia di Douma
Douma adalah wilayah kecil yang masih tersisa di Ghouta Timur yang
dikuasai kelompok “mujahidin”, Jaish al Islam. (Tapi 2 hari yll mereka
sudah menyerah dan DIANTAR ke Jarablus; catet ya, bis-bisnya disediakan
pemerintah Suriah).
Para “mujahidin” di wilayah lain Ghouta sudah menyerah dan dievakuasi ke Idlib, tapi Jaish al Islam di Douma berkeras menolak. Syarat yang mereka minta antara lain, dievakuasi ke Jarablus (bukan Idlib) dan diizinkan membawa uang cash jutaan Dollar yang mereka simpan.
Dalam keadaan sangat terjepit, tiba-tiba saja, mereka mengirimkan video berisi jasad-jasad yang mereka sebut sebagai ‘korban serangan senjata kimia yang dilakukan tentara Suriah’. Video itu langsung viral dan diberitakan masif oleh media mainstream. Trump segera men-tweet memaki-maki Assad dan mengancam akan menyerang Suriah. Israel tak mau kalah, hanya sehari setelah kejadian, Israel membombardir pangkalan udara T-4 Suriah. Rupanya Israel memang baik hati, ingin menolong warga Suriah korban kekejaman Assad #eh?
1. Analisis Video
Video yang saya analisis adalah yang ditayangkan Aljazeera (AJ) [1] dengan berita pembanding dari The Independent (media Inggris terkemuka) [2], serta video yang sama yang disebar di medsos (karena video yang ditayangkan AJ sudah diblur). AJ menyatakan: video yang didapat melalui internet ini hanya SATU-SATUNYA BUKTI (dan reporter AJ tidak melakukan verifikasi ke lapangan).
Ada 2 versi video. V1 : orang-orang yang sedang mendapatkan pertolong tim relawan (disemprot air di sebuah ruangan), dan V2: jasad-jasad bergelimpangan, terlihat sudah mati.
AJ menggunakan sumber berita White Helmets. Menurut WH, gas yang digunakan adalah klorin dan “gas lain yang tidak teridentifikasi”. The Independent menulis : “media pro-oposisi, Ghouta Media Center/GMC mengklaim bahwa gas yang dipakai adalah sarin, sementara organisasi yang lain mengklaim serangan itu adalah bom klorin.”
Saya berbincang seorang pakar Disaster Medicine (Kedokteran Bencana). Hasil diskusi kami saat mengamati video itu:
-V1: orang-orang di video bisa jadi memang terpapar gas klorin, karena di video itu terlihat orang-orang disemprot air oleh tim penolong. Artinya, jelas bukan sarin, seperti diklaim GMC. Tapi kepastian jenis gas tidak bisa dilihat dari video, harus diteliti langsung.
-V2: jasad bergelimpangan di ruang tertutup, dari pengamatan video, hampir dipastikan bahwa orang-orang itu memang sudah tewas. Tapi, penyebabnya, tidak bisa diteliti hanya dari video (harus dicek langsung). Seandainya benar itu gas sarin dan di ruang tertutup, orang-orang yang masuk ke ruang itu (termasuk videografer) harus mengenakan pakaian pengaman lengkap (HAZMAT). Ini tidak terlihat di video. Bila benar ada bom sarin dijatuhkan dari pesawat, wilayah yang terpapar sarin akan luas; dan efeknya sangat mematikan (beda dengan klorin). Mengapa mengapa hanya ruangan tertutup itu saja yang diperlihatkan dalam video? Kemungkin terbesar memang orang-orang dalam ruangan itu dibunuh dengan sengaja (sehingga gas –entah apa jenisnya—terkonsentrasi di ruangan itu saja). Siapa yang melakukannya? Baca analisis konteks berikut ini.
2. Analisis Konteks Peristiwa
a. Media mainstream mengakui bahwa laporan mengenai serangan senjata kimia di Douma adalah tidak terverifikasi, antara lain AJ, The Wall Street Journal, New York Times, The Associated Press.
b. Sumber berita yang dikutip media mainstream adalah White Helmets dan Syrian American Medical Society, keduanya dibiayai pemerintah Barat, dan keduanya pro-jihadis. WH pun hanya beroperasi di wilayah yang dikuasai ‘jihadis’. Artinya, kedua sumber ini partisan sehingga harus dikonfirmasi. Perlu INVESTIGASI resmi dari PBB sebelum mengambil keputusan.
c. Tom Duggan, jurnalis yang berada di Damaskus, menulis bahwa dia mendapatkan info, orang-orang yang tewas di video, adalah para sandera jihadis. [3]
d. Jihadis selama 5 tahun terakhir menyandera warga sipil dan memaksa sebagian mereka bekerja membangun terowongan. Simak di sini testimoni warga yang sudah dibebaskan
e. Logika/akal sehat: tentara Suriah sudah hampir menang; Jaish al Islam sudah sangat terjepit; mengapa tentara Suriah harus repot-repot menggunakan senjata kimia yang dipastikan akan memicu kemarahan internasional dan pasti dijadikan alasan oleh NATO untuk menyerang Suriah?
Bila benar Assad orang gila yang ingin membantai seluruh warganya sendiri, mengapa repot-repot menggunakan senjata kimia (yang korbannya ‘hanya’ puluhan/ratusan). Militer Suriah punya senjata konvensional yang bisa menghancurleburkan semua orang di wilayah Douma.
Mengapa tentara Suriah menunggu 5 tahun sebelum akhirnya membebaskan Ghouta timur dari cengkeraman Jaish Al Islam dan afiliasi Al Qaida lainnya? Jawabannya, tentara Suriah mengupayakan seminim mungkin korban sipil. Untuk itu, yang dilakukan selama ini adalah mengupayakan agar seluruh suplai dana dan logistik untuk para teroris terhambat; sehingga tak ada pilihan lain bagi mereka selain menyerah (dievakuasi ke Idlib) dan membebaskan seluruh sandera.
f. Tanggal 2 Feb 2018, Menhan AS, Jim Mattis menyatakan bahwa AS tidak punya bukti untuk mengkonfirmasi laporan dari kelompok-kelompok relawan (aid groups) yang menyatakan bahwa pemerintah Suriah menggunakan gas sarin terhadap warganya sendiri.
Yang dikatakan Mattis merujuk pada serangan gas sarin yang diklaim pihak mujahidin terjadi pada 2 April 2017; dan peristiwa itu dijadikan alasan oleh Trump untuk meluncurkan 59 rudal Tomahawk ke Suriah.
Dari April 2017 hingga Februari 2018 adalah waktu yang cukup lama untuk sebuah pengakuan. Namun ini relatif sebentar dibanding kebohongan sebelumnya. AS butuh sekitar 8 tahun untuk mengakui bahwa Irak tidak punya senjata pembunuh massal; padahal alasan itu yang dipakai AS untuk menginvasi Irak tahun 2003.
Masih banyak lagi yang lain. Tapi cukup sampai di sini sajalah. Pesan saya untuk orang Indonesia: jangan gampang histeris saat liat video, apalagi bila yang menyebarkannya orang-orang yang aktif mengepul donasi untuk mujahidin.
#SaveAkalKritis
–Ref:
[1] https://www.aljazeera.com/news/2018/04/suspected-chemical-attack-kills-dozens-syria-douma-180407202906316.html
[2] https://www.independent.co.uk/news/world/middle-east/syria-chemical-weapons-attack-latest-sarin-douma-eastern-ghouta-nerve-agent-chlorine-russia-us-uk-a8294741.html
[3] https://www.facebook.com/tom.duggan.940/posts/2109848789040169
Sumber Berita : https://dinasulaeman.wordpress.com/2018/04/11/serangan-senjata-kimia-di-douma/#more-5459
Para “mujahidin” di wilayah lain Ghouta sudah menyerah dan dievakuasi ke Idlib, tapi Jaish al Islam di Douma berkeras menolak. Syarat yang mereka minta antara lain, dievakuasi ke Jarablus (bukan Idlib) dan diizinkan membawa uang cash jutaan Dollar yang mereka simpan.
Dalam keadaan sangat terjepit, tiba-tiba saja, mereka mengirimkan video berisi jasad-jasad yang mereka sebut sebagai ‘korban serangan senjata kimia yang dilakukan tentara Suriah’. Video itu langsung viral dan diberitakan masif oleh media mainstream. Trump segera men-tweet memaki-maki Assad dan mengancam akan menyerang Suriah. Israel tak mau kalah, hanya sehari setelah kejadian, Israel membombardir pangkalan udara T-4 Suriah. Rupanya Israel memang baik hati, ingin menolong warga Suriah korban kekejaman Assad #eh?
1. Analisis Video
Video yang saya analisis adalah yang ditayangkan Aljazeera (AJ) [1] dengan berita pembanding dari The Independent (media Inggris terkemuka) [2], serta video yang sama yang disebar di medsos (karena video yang ditayangkan AJ sudah diblur). AJ menyatakan: video yang didapat melalui internet ini hanya SATU-SATUNYA BUKTI (dan reporter AJ tidak melakukan verifikasi ke lapangan).
Ada 2 versi video. V1 : orang-orang yang sedang mendapatkan pertolong tim relawan (disemprot air di sebuah ruangan), dan V2: jasad-jasad bergelimpangan, terlihat sudah mati.
AJ menggunakan sumber berita White Helmets. Menurut WH, gas yang digunakan adalah klorin dan “gas lain yang tidak teridentifikasi”. The Independent menulis : “media pro-oposisi, Ghouta Media Center/GMC mengklaim bahwa gas yang dipakai adalah sarin, sementara organisasi yang lain mengklaim serangan itu adalah bom klorin.”
Saya berbincang seorang pakar Disaster Medicine (Kedokteran Bencana). Hasil diskusi kami saat mengamati video itu:
-V1: orang-orang di video bisa jadi memang terpapar gas klorin, karena di video itu terlihat orang-orang disemprot air oleh tim penolong. Artinya, jelas bukan sarin, seperti diklaim GMC. Tapi kepastian jenis gas tidak bisa dilihat dari video, harus diteliti langsung.
-V2: jasad bergelimpangan di ruang tertutup, dari pengamatan video, hampir dipastikan bahwa orang-orang itu memang sudah tewas. Tapi, penyebabnya, tidak bisa diteliti hanya dari video (harus dicek langsung). Seandainya benar itu gas sarin dan di ruang tertutup, orang-orang yang masuk ke ruang itu (termasuk videografer) harus mengenakan pakaian pengaman lengkap (HAZMAT). Ini tidak terlihat di video. Bila benar ada bom sarin dijatuhkan dari pesawat, wilayah yang terpapar sarin akan luas; dan efeknya sangat mematikan (beda dengan klorin). Mengapa mengapa hanya ruangan tertutup itu saja yang diperlihatkan dalam video? Kemungkin terbesar memang orang-orang dalam ruangan itu dibunuh dengan sengaja (sehingga gas –entah apa jenisnya—terkonsentrasi di ruangan itu saja). Siapa yang melakukannya? Baca analisis konteks berikut ini.
2. Analisis Konteks Peristiwa
a. Media mainstream mengakui bahwa laporan mengenai serangan senjata kimia di Douma adalah tidak terverifikasi, antara lain AJ, The Wall Street Journal, New York Times, The Associated Press.
b. Sumber berita yang dikutip media mainstream adalah White Helmets dan Syrian American Medical Society, keduanya dibiayai pemerintah Barat, dan keduanya pro-jihadis. WH pun hanya beroperasi di wilayah yang dikuasai ‘jihadis’. Artinya, kedua sumber ini partisan sehingga harus dikonfirmasi. Perlu INVESTIGASI resmi dari PBB sebelum mengambil keputusan.
c. Tom Duggan, jurnalis yang berada di Damaskus, menulis bahwa dia mendapatkan info, orang-orang yang tewas di video, adalah para sandera jihadis. [3]
d. Jihadis selama 5 tahun terakhir menyandera warga sipil dan memaksa sebagian mereka bekerja membangun terowongan. Simak di sini testimoni warga yang sudah dibebaskan
e. Logika/akal sehat: tentara Suriah sudah hampir menang; Jaish al Islam sudah sangat terjepit; mengapa tentara Suriah harus repot-repot menggunakan senjata kimia yang dipastikan akan memicu kemarahan internasional dan pasti dijadikan alasan oleh NATO untuk menyerang Suriah?
Bila benar Assad orang gila yang ingin membantai seluruh warganya sendiri, mengapa repot-repot menggunakan senjata kimia (yang korbannya ‘hanya’ puluhan/ratusan). Militer Suriah punya senjata konvensional yang bisa menghancurleburkan semua orang di wilayah Douma.
Mengapa tentara Suriah menunggu 5 tahun sebelum akhirnya membebaskan Ghouta timur dari cengkeraman Jaish Al Islam dan afiliasi Al Qaida lainnya? Jawabannya, tentara Suriah mengupayakan seminim mungkin korban sipil. Untuk itu, yang dilakukan selama ini adalah mengupayakan agar seluruh suplai dana dan logistik untuk para teroris terhambat; sehingga tak ada pilihan lain bagi mereka selain menyerah (dievakuasi ke Idlib) dan membebaskan seluruh sandera.
f. Tanggal 2 Feb 2018, Menhan AS, Jim Mattis menyatakan bahwa AS tidak punya bukti untuk mengkonfirmasi laporan dari kelompok-kelompok relawan (aid groups) yang menyatakan bahwa pemerintah Suriah menggunakan gas sarin terhadap warganya sendiri.
Yang dikatakan Mattis merujuk pada serangan gas sarin yang diklaim pihak mujahidin terjadi pada 2 April 2017; dan peristiwa itu dijadikan alasan oleh Trump untuk meluncurkan 59 rudal Tomahawk ke Suriah.
Dari April 2017 hingga Februari 2018 adalah waktu yang cukup lama untuk sebuah pengakuan. Namun ini relatif sebentar dibanding kebohongan sebelumnya. AS butuh sekitar 8 tahun untuk mengakui bahwa Irak tidak punya senjata pembunuh massal; padahal alasan itu yang dipakai AS untuk menginvasi Irak tahun 2003.
Masih banyak lagi yang lain. Tapi cukup sampai di sini sajalah. Pesan saya untuk orang Indonesia: jangan gampang histeris saat liat video, apalagi bila yang menyebarkannya orang-orang yang aktif mengepul donasi untuk mujahidin.
#SaveAkalKritis
–Ref:
[1] https://www.aljazeera.com/news/2018/04/suspected-chemical-attack-kills-dozens-syria-douma-180407202906316.html
[2] https://www.independent.co.uk/news/world/middle-east/syria-chemical-weapons-attack-latest-sarin-douma-eastern-ghouta-nerve-agent-chlorine-russia-us-uk-a8294741.html
[3] https://www.facebook.com/tom.duggan.940/posts/2109848789040169
Sumber Berita : https://dinasulaeman.wordpress.com/2018/04/11/serangan-senjata-kimia-di-douma/#more-5459
Mereka yang Berlumuran Darah Suriah
Serangan senjata kimia di Douma telah dijadikan alasan oleh para elit
global untuk melemparkan ancaman perang besar. Dunia menanti, apa yang
akan terjadi beberapa jam/hari ke depan. Berbagai spekulasi dan dugaan
diajukan. Dubes AS untuk AS, Nikki Haley, sudah menyatakan AS akan
bertindak “melindungi rakyat Suriah” dengan atau tanpa izin PBB.
Hailey, yang di depan lembaga lobby Zionis terbesar AS, AIPAC, pernah berkata akan “menendang” siapa saja yang menghalangi kepentingan Israel di PBB, akan melindungi rakyat Suriah, #eh?
Narasi bahwa ‘Assad pelaku penggunaan senjata kimia di Ghouta’ disampaikan masif oleh elit global dan disebarluaskan oleh media mainstream global dan lokal. Anehnya, pilihan yang diberikan elit global adalah perang. Mengapa mereka tidak melakukan penyelidikan dulu dengan kepala dingin?
Tentu saja karena tujuan utama mereka memang perang, dan yang dibutuhkan hanya alasan (pre-text), bukan penyelidikan.
Yang membuat saya miris adalah perilaku para cheerleader perang ini di Indonesia.
Perlu diketahui, orang Indonesia yang mendukung perang Suriah (penggulingan terhadap rezim Assad) secara garis besar terbagi 3 kubu:
■ kubu pro-jihadis (terafiliasi dengan Hizbut Tahrir, Ikhwanul Muslimin, ISIS, dan Al Qaida cabang Indonesia)
■ kubu yang ngakunya anti-radikalisme, anti-jihadis, tapi sebenarnya pro Amerika dan Israel (alias ZSM).
■ kubu ke-3: orang-orang yang tahu sedikit tapi buru-buru ambil kesimpulan
Saya bertanya kepada kubu ZSM, “Bukankah kalian selama ini biasa mengecam kubu pro-jihadis di Indonesia yang gencar sekali membuat hoax terkait politik dalam negeri? Lalu mengapa untuk isu Suriah kalian malah percaya mati-matian pada info dari para jihadis?”
Kalian pasti akan jawab, “Siapa bilang?? Sumber kami media mainstream kok!”
Kalau di hadapan tawaran untuk bersikap skeptis dan kritis kalian masih tetap bersuara senada dengan kubu pro-jihadis (untuk isu Suriah), itu semakin membuktikan bahwa kalian memang ZSM. Apapun kepentingan AS dan Israel, akan kalian bela.
Atau kemungkinan lainnya, sebagian kalian sebenarnya anggota ormas radikal tapi saat ini demi politik dalam negeri, kalian sedang berpura-pura jadi moderat (dan menyamar jadi pahlawan anti-hoax, khusus isu dalam negeri, tentu saja).
Namun satu hal yang perlu diingat oleh netizen yang aktif menggemakan narasi pro-perang versi elit global (baik ZSM, maupun anggota/simpatisan ormas radikal): tangan kalian berlumuran darah. Mengapa elit global mengucurkan dana ratusan juta Dollar untuk kepentingan propaganda perang Suriah? Karena mereka butuh dukungan opini dari orang-orang biasa di seluruh dunia. Jadi, netizen sangat berperan dan bertanggung jawab dalam perang ini, meski kelihatannya mereka cuma internetan.
Sejarah seharusnya menjadi pelajaran, betapa elit global sudah menipu rakyat dunia, lagi, dan lagi. Rakyat Irak dan Libya menjadi saksi. Tidak ada “demokrasi yang mensejahterakan” di sana, juga tidak “khilafah yang memakmurkan”. Yang ada hanya perusahaan transnasional yang berpesta pora meraup keuntungan dari perang. Sementara kalian, netizen yang menjadi cheerleader dalam mengeskalasi konflik Suriah, tak kebagian apa-apa, kecuali tangan yang kotor, yang tidak akan bisa dicuci dengan mudah kelak dengan alasan ‘tidak tahu’.
#SaveAkalKritis.
Video lengkap (dengan sub Indonesia) di sini.
Sumber Berita : https://dinasulaeman.wordpress.com/2018/04/13/mereka-yang-berlumuran-darah-suriah/#more-5465
Hailey, yang di depan lembaga lobby Zionis terbesar AS, AIPAC, pernah berkata akan “menendang” siapa saja yang menghalangi kepentingan Israel di PBB, akan melindungi rakyat Suriah, #eh?
Narasi bahwa ‘Assad pelaku penggunaan senjata kimia di Ghouta’ disampaikan masif oleh elit global dan disebarluaskan oleh media mainstream global dan lokal. Anehnya, pilihan yang diberikan elit global adalah perang. Mengapa mereka tidak melakukan penyelidikan dulu dengan kepala dingin?
Tentu saja karena tujuan utama mereka memang perang, dan yang dibutuhkan hanya alasan (pre-text), bukan penyelidikan.
Yang membuat saya miris adalah perilaku para cheerleader perang ini di Indonesia.
Perlu diketahui, orang Indonesia yang mendukung perang Suriah (penggulingan terhadap rezim Assad) secara garis besar terbagi 3 kubu:
■ kubu pro-jihadis (terafiliasi dengan Hizbut Tahrir, Ikhwanul Muslimin, ISIS, dan Al Qaida cabang Indonesia)
■ kubu yang ngakunya anti-radikalisme, anti-jihadis, tapi sebenarnya pro Amerika dan Israel (alias ZSM).
■ kubu ke-3: orang-orang yang tahu sedikit tapi buru-buru ambil kesimpulan
Saya bertanya kepada kubu ZSM, “Bukankah kalian selama ini biasa mengecam kubu pro-jihadis di Indonesia yang gencar sekali membuat hoax terkait politik dalam negeri? Lalu mengapa untuk isu Suriah kalian malah percaya mati-matian pada info dari para jihadis?”
Kalian pasti akan jawab, “Siapa bilang?? Sumber kami media mainstream kok!”
“Oya? Coba cek sumber berita media mainstream kalian itu? Siapa? White Helmets, kan? Coba cari rekam jejak digital WH, pasti ketemu video dan foto-foto yang menunjukkan bahwa mereka sebenarnya jihadis yang sedang berganti baju pake helm putih dan pura-pura jadi tim medis.”Para ZSM, silahkan tonton video ini, analisis dari media mainstream AS, Fox News.
Kalau di hadapan tawaran untuk bersikap skeptis dan kritis kalian masih tetap bersuara senada dengan kubu pro-jihadis (untuk isu Suriah), itu semakin membuktikan bahwa kalian memang ZSM. Apapun kepentingan AS dan Israel, akan kalian bela.
Atau kemungkinan lainnya, sebagian kalian sebenarnya anggota ormas radikal tapi saat ini demi politik dalam negeri, kalian sedang berpura-pura jadi moderat (dan menyamar jadi pahlawan anti-hoax, khusus isu dalam negeri, tentu saja).
Namun satu hal yang perlu diingat oleh netizen yang aktif menggemakan narasi pro-perang versi elit global (baik ZSM, maupun anggota/simpatisan ormas radikal): tangan kalian berlumuran darah. Mengapa elit global mengucurkan dana ratusan juta Dollar untuk kepentingan propaganda perang Suriah? Karena mereka butuh dukungan opini dari orang-orang biasa di seluruh dunia. Jadi, netizen sangat berperan dan bertanggung jawab dalam perang ini, meski kelihatannya mereka cuma internetan.
Sejarah seharusnya menjadi pelajaran, betapa elit global sudah menipu rakyat dunia, lagi, dan lagi. Rakyat Irak dan Libya menjadi saksi. Tidak ada “demokrasi yang mensejahterakan” di sana, juga tidak “khilafah yang memakmurkan”. Yang ada hanya perusahaan transnasional yang berpesta pora meraup keuntungan dari perang. Sementara kalian, netizen yang menjadi cheerleader dalam mengeskalasi konflik Suriah, tak kebagian apa-apa, kecuali tangan yang kotor, yang tidak akan bisa dicuci dengan mudah kelak dengan alasan ‘tidak tahu’.
#SaveAkalKritis.
Video lengkap (dengan sub Indonesia) di sini.
Sumber Berita : https://dinasulaeman.wordpress.com/2018/04/13/mereka-yang-berlumuran-darah-suriah/#more-5465
Re-Post by http://migoberita.blogspot.com/ Rabu/06062018/11.15Wita/Bjm