BANJARMASINPOST.CO.ID -
Seorang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Tuti Tursilawati dieksekusi mati
oleh pemerintah Arab Saudi tanpa pemberitahuan kepada pemerintah
Indonesia.
Tuti Tursilawati, wanita asal Majalengka, Jawa Barat itu dieksekusi mati pemerintah Arab Saudi atas tuduhan pembunuhan terhadap majikannya.
Anehnya, pelaksanaan eksekusi mati Tuti Tursilawati tersebut tanpa pemberitahuan kepada Pemerintah Indonesia.
Kabar ini bermula dari akun @wahyususilo yang mengunggah sebuah postingan pada Selasa (30/10/2018).
"Khashoggie dimutilasi, Tuti Tursilawati dieksekusi," tulis @wahyususilo.
Dalam postingan tersebut ia juga mengunggah sebuah foto wanita dalam latar hitam putih.
"R.I.P Tuty Tursilawati Dieksekusi mati 29 Oktober 2018 di Arab Saudi, tanpa notifikasi kepada Pemerintah Indonesia," isi tulisan dalam foto tersebut.
Kronologis
- Pada tanggal 12 Mei 2010 Tuti Tursilawati ditangkap oleh kepolisian atas tuduhan membunuh ayah majikannya WN Saudi, atas nama Suud Mulhaq AI-Utaibi.
- Tuti Tursilawati ditangkap sehari setelah peristiwa kejadian pembunuhan yang terjadi pada tanggal 11 Mei 2010.
- Tuti telah bekerja selama 8 bulan dengan sisa gaji tak dibayar 6 bulan.
Setelah membunuh korban, Tuti Tursilawati kemudian kabur ke Kota Mekkah dengan membawa perhiasan dan uang SR 31,500 milik majikannya.
- Namun dalam perjalanan kabur ke Kota Mekkah, Tuti diperkosa oleh 9 orang pemuda Arab Saudi dan mereka mengambil semua barang curian tersebut.
- Sembilan orang pemuda itu ditangkap dan telah dihukum sesuai dengan ketentuan hukum Arab Saudi.
- Sejak ditangkap dan ditahan oleh pihak Kepolisian, KJRI Jeddah melalui satgasnya di Thaif, Said Barawwas telah memberikan pendampingan dalam proses investigasi awal di kepolisian dan investigasi lanjutan di Badan Investigasi.
- Selama proses investigasi, Tuti Tursilawati mengakui telah membunuh ayah majikan dengan alasan sering mendapatkan pelecehan seksual.
Langkah Hukum
- KJRI Jeddah mendampingi proses investigasi di kepolisian dan Badan Investigasi : 3 kali
- Menghadiri persidangan di pengadilan : 10 kali
- KJRI Jeddah menunjuk pengacara Abdurahim M. AI-Hindi (2011), Khudran AI-Zahrani (2013) dan Mazen AI-Kurdi (2017 hingga sekarang)
- KJRI Jeddah melakukan penelusuran secara langsung ke aparat hukum terkait lainnya, seperti kepolisian, kejaksaan dan pengadilan: 20 kali
- Penyampaian memori banding: 3 kali. Peninjauan Kembali (PK): 1 kali. (PK sudah diterima namun masih dipelajari majelis hakim)
- Pada tanggal 4 Februari 2018, Pengacara Mazin Kurdi telah menyerahkan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Jazaiyah di Thaif atas keputusan hukum Had Ghilah yang dikuatkan oleh Mahkamah Ulya Riyadh.
Langkah Diplomatik Pemerintah Indonesia
- Mengirimkan nota diplomatik kepada Kemlu Arab Saudi: 19 kali
- Mengirimkan Surat Pribadi Dubes RI Riyadh dan Konjen RI Jeddah kepada Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehakiman dan Putra MahkotalWakii PM Arab Saudi: 4 kali
- Surat Presiden RI kepada Raja Arab Saudi: 1 kali (Presiden SBY (2011)
- Pada 25 Desember 2011, Presiden ke-3 BJ Habibie bertemu dengan Pangeran Waleed Bin Talal dalam upaya mengusahakan pemaafan dari ahli waris korban.
Langkah Informal dan Bantuan Sosial
- Melakukan pendekatan dengan keluarga korban melalui Lembaga Pemaafan dan Rekonsiliasi: 5 kali
- Melakukan pendekatan dengan Kantor Gubernur Mekkah dan Kantor Wali Kota Thaif guna menjajaki kemungkinan bantuan mediasi serta rekomendasi tokoh terpandang yang kiranya dapat membantu proses mediasi dengan ahli waris korban: 4 kali
- Guna memberikan dukungan moril, termasuk menyampaikan perkembangan kasus serta mengatur strategi pembelaan, KJRI Jeddah secara rutin mengunjungi Tuti Tursilawati di Penjara Thaif:
- Kunjungan oleh staf KJRI Jeddah: 20 kali
- Kunjungan oleh Dubes RI dan Konjen RI: masing-masing 10 kali
- Kunjungan pejabat tinggi pusat : 2 kali
Sumber Berita : http://banjarmasin.tribunnews.com/2018/10/31/kronologi-tuti-tursilawati-tki-majalengka-dieskekusi-mati-pemerintah-arab-saudi-tanpa-pemberitahuan?page=all
“Tadi memang kita sempat diskusikan soal hukuman mati itu dan kami memang pertama-pertama prihatin, menyesalkan dengan hukuman mati, eksekusi tanpa pemberitahuan,” ucap Haedar usai bertemu Kiai Said di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta Pusat, pada Rabu (31/10) malam.
Haedar menyayangkan hukuman mati TKI tersebut, dan berharap itu yang terakhir. “Dan saya yakin Pemerintah Arab yang sama-sama masuk dalam OKI dan Dunia Islam tentu perlu memahami betul dan menjadikan apresiasi dan keprihatinan ini sebagai hal yang sangat penting untuk diperhatikan dan tidak terjadi lagi,” ucapnya.
Hal senada juga disampaikan Kiai Said. Menurutnya, PBNU sudah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo untuk menyikapi kasus hukuman mati TKI tersebut. “Kami tadi sudah menyampaikan surat kepada presiden tembusannya kepada Menteri Tenaga Kerja dan Kemenlu. Kita dikagetkan dengan ekseskusi hukuman mati terhadap TKI yang namanya Tuti Tursilwati dari Majalengka,” ujarnya.
Menurutnya, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi juga sudah menyampaikan prores keras kepada Pemerintah Arab Saudi karena hukuman pancung itu sudah melanggar HAM Internasional. Kiai Said juga mengingatkan pemerintah Indonesia agar serius menangani kasus ini. Sebab, masih ada 13 TKI lagi yang terancam hukuman mati di Arab Saudi.
“Dan masih ada lagi 13 yang terancam akan dieksekusi hukuman mati di Saudi,” katanya. (ar/republika).
Sumber Berita : http://liputanislam.com/indonesiana/hukum-mati-tki-nu-muhammadiyah-kecam-arab-saudi/
Semestinya sih, berdasarkan kepada teori-teori jurnalistik manapun, jumlah sebesar itu tentulah menciptakan sensasi yang sangat menarik untuk diberitakan, atau bahkan mestinya mendapatkan liputan yang sangat besar. Hanya saja, fakta menunjukkan bahwa ada satu momen yang terjadi di Irak, yang berlangsung secara rutin, tiap tahun, dengan jumlah massa yang sangat besar, yaitu lebih dari tiga puluh juta orang, ternyata tidak disentuh sama sekali oleh media internasional. Padahal, Irak selama beberapa dekade ini menjadi salah satu kawasan yang menjadi pusat perhatian dan pemberitaan media-media internasional.
Kalau kita merunut kepada empat dekade terakhir saja, Irak selalu menampilkan sensasi yang sangat menarik untuk diberitakan, terlepas dari apakah sensasi tersebut bersifat positif ataupun negatif. Pada tahun 1980, Irak terlibat perang saudara dengan tetangganya, Iran, selama delapan tahun. Kemudian, di tahun 1990, Irak melakukan aneksasi atas Kuwait dan mengklaim bahwa Kuwait adalah salah satu provinsinya. Atas alasan ini, AS menggalang pasukan multinasional. Irak bukan hanya diusir dari Kuwait, melainkan harus merasakan negaranya dibombardir oleh pasukan koalisi. Sejak saat itu, Irak juga dikenai sanksi ekonomi oleh AS dan sekutu-sekutunya.
Tahun 2003, Irak kembali harus merasakan penderitaan lainnya. Bush Junior, Presiden AS, menggalang dukungan internasional dan menyerang Irak, dengan tuduhan bahwa negara itu memproduksi senjata kimia dan biologis yang terlarang. Belakangan, tuduhan itu sama sekali tidak terbukti, dan para pemicu perang mengakui bahwa tuduhan itu memang tak berdasar. Irak juga diinvasi dengan tuduhan bahwa Saddam bekerja sama dengan jaringan terorisme internasional, Al-Qaeda. Organisasi ini saat itu dituduh terlibat dalam peristiwa teror terhadap menara kembar WTC, di AS.
Irak, pasca invasi tahun 2003 itu menjadi kawasan yang diduduki oleh pasukan militer internasional di bawah pimpinan AS. Kawasan yang kaya akan sumberdaya minyak dan gas itu menjadi salah satu negeri termiskin di dunia.
Pada tahun 2014, di negeri ini, yaitu di kota Mosul, sebuah gerakan paling mematikan di abad ini dideklarasikan. Salah satu faksi dari Al-Qaeda mendeklarasikan pendirian sebuah negara bernama Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Organisasi yang dipimpin oleh seorang bernama Abu Bakar Al-Baghdadi itu menciptakan kengerian yang luar biasa di dunia akibat cara-cara mereka dalam bekerja.
Semua peristiwa yang terjadi di Irak tersebut tentu saja diberitakan dan diliput oleh media-media mainstream internasional. Akan tetapi, tidak untuk momen Arbain yang berpusat di Karbala, Irak. Kenapa?
Arbain memang unik dan menarik. Ini adalah peringatan empat puluh hari (arba’in dalam bahasa Arab bermakna empat puluh) dari peristiwa tragis Asyura. Kalau Asyura diperingati merujuk peristiwa terbunuhnya Husein bin Ali (cucu Baginda Nabi SAW), Arbain diperingati merujuk kepada momen kunjungan pertama (ziarah) dari para pengikut Husein bin Ali kepada pusara Husein. Di saat itu, para pengikut Husein bin Ali bersumpah untuk terus mengenang peristiwa kematian Husein, demi menghidupkan apa yang mereka yakini sebagai cita-cita perjuangan Husein.
Jadi, jika Anda melihat dari dekat peringatan Arbain yang diadakan di Irak, Anda akan menyaksikan ritual napak tilas rombongan Husein bin Ali. Puluhan juta orang melakukan long march puluhan kilometer. Yang paling populer adalah perjalanan dari Najaf (pusara Ali bin Abi Thalib) dengan jarak tempur sekitar 80 kilometer. Selama dalam perjalanan hingga tiba di kota Karbala, mereka bukan hanya melantunkan syair-syair kesedihan mengenang peristiwa tragis terbunuhnya Husein, melainkan juga meneriakkan yel-yel perjuangan serta perlawanan terhadap apa yang mereka yakini sebagai “musuh Husein di masa kini”.
Di sepanjang jalan yang menghubungkan kota-kota ke Karbala, Anda akan menemukan spanduk-spanduk berisikan pernyataan kebencian kepada Amerika dan Zionis (sesekali ada juga ditampilkan gambar para penguasa monarki Arab). Gambar-gambar di Suriah, Yaman, dan Palestina yang mereka sebut sebagai korban kekejaman Amerika dan Zionis, juga mendominasi jalanan menuju Karbala.
Jadi, kalau momen kolosal Arbain ini sampai tidak diliput secara proporsional oleh media-media arus utama Dunia, tentu kita dengan mudah bisa memahami penyebabnya. Sekali fakta ini diungkap, meskipun diliput dengan nada yang negatif sekalipun, maka satu pintu kotak pandora akan terbuka.
Begitulah memang cara kerja media arus utama. Kalau mereka menyatakan bahwa mereka bekerja secara netral, terlalu banyak fakta yang menunjukkan bahwa itu hanyalah slogan belaka. Moment Arbain menunjukkan bahwa demi kepentingan para pemodal, mereka tak segan-segan melakukan distorsi, bahkan sampai tahapan yang paling elementer: penyangkalan terhadap eksistensi dan fakta. (os/editorial/liputanislam)
Sumber Berita : http://liputanislam.com/dari-redaksi/editorial/arbain-dan-distorsi-media-arus-utama/
Hal itu disampaikan Presiden usai membuka Pameran Konstruksi Indonesia 2018 dan Indonesia Infrastructure Week 2018, serta Percepatan Sertifikasi Tenaga Kerja Konstruksi, di Area Outdoor Hall D Konstruksi Indonesia, JI Expo, Kemayoran, Jakarta, Selasa (31/10) siang.
“Kita juga sudah menelepon Menteri Luar Negeri Arab Saudi dan menyampaikan protes mengenai eksekusi itu,” tegasnya.
Menurut Presiden, pemerintah sudah memanggil Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi untuk menyampaikan kembali protes Pemerintah Indonesia atas tiadanya notifikasi dalam eksekusi kepada Tuti Tursilawati itu. Bahkan Menlu Retno Marsudi juga sudah menelepon Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel bin Ahmed Al-Jubeir dan menyampaikan protes.
“Permintaan (perlindungan, red) itu juga sudah disampaikan setiap Menlu bertemu dengan Menteri Luar Negeri Arab Saudi,” tegasnya.
Seperti diberitakan, Tuti Tursilawati, asal Cikeusik, Sukahaji, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, dieksekusi mati pada 29 Oktober 2018, tanpa ada notifikasi kepada Pemerintah RI. Tuti divonis mati pada Juni 2011 setelah dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Arab Saudi. Kasus berawal ketika Tuti melakukan perlawanan terhadap aksi percobaan perkosaan yang dilakukan majikannya, hingga majikannya meninggal dunia. (ar/setkab).
Sumber Berita : http://liputanislam.com/indonesiana/soal-hukum-mati-tki-presiden-jokowi-protes-keras-arab-saudi/
Senin, 16 Oktober 2017 12:25
Re-Post by MigoBerita / Jum'at/02112018/09.45Wita/Bjm
Tuti Tursilawati, wanita asal Majalengka, Jawa Barat itu dieksekusi mati pemerintah Arab Saudi atas tuduhan pembunuhan terhadap majikannya.
Anehnya, pelaksanaan eksekusi mati Tuti Tursilawati tersebut tanpa pemberitahuan kepada Pemerintah Indonesia.
Kabar ini bermula dari akun @wahyususilo yang mengunggah sebuah postingan pada Selasa (30/10/2018).
Baca: Telepon Terakhir Tuti Tursilawati yang Dieksekusi Mati Pemerintah Arab Saudi Tanpa Pemberitauhuan
Dalam postingan tersebut ia juga mengunggah sebuah foto wanita dalam latar hitam putih.
"R.I.P Tuty Tursilawati Dieksekusi mati 29 Oktober 2018 di Arab Saudi, tanpa notifikasi kepada Pemerintah Indonesia," isi tulisan dalam foto tersebut.
Kronologis
- Pada tanggal 12 Mei 2010 Tuti Tursilawati ditangkap oleh kepolisian atas tuduhan membunuh ayah majikannya WN Saudi, atas nama Suud Mulhaq AI-Utaibi.
- Tuti Tursilawati ditangkap sehari setelah peristiwa kejadian pembunuhan yang terjadi pada tanggal 11 Mei 2010.
- Tuti telah bekerja selama 8 bulan dengan sisa gaji tak dibayar 6 bulan.
Setelah membunuh korban, Tuti Tursilawati kemudian kabur ke Kota Mekkah dengan membawa perhiasan dan uang SR 31,500 milik majikannya.
- Namun dalam perjalanan kabur ke Kota Mekkah, Tuti diperkosa oleh 9 orang pemuda Arab Saudi dan mereka mengambil semua barang curian tersebut.
- Sembilan orang pemuda itu ditangkap dan telah dihukum sesuai dengan ketentuan hukum Arab Saudi.
- Sejak ditangkap dan ditahan oleh pihak Kepolisian, KJRI Jeddah melalui satgasnya di Thaif, Said Barawwas telah memberikan pendampingan dalam proses investigasi awal di kepolisian dan investigasi lanjutan di Badan Investigasi.
- Selama proses investigasi, Tuti Tursilawati mengakui telah membunuh ayah majikan dengan alasan sering mendapatkan pelecehan seksual.
Langkah Hukum
- KJRI Jeddah mendampingi proses investigasi di kepolisian dan Badan Investigasi : 3 kali
- Menghadiri persidangan di pengadilan : 10 kali
- KJRI Jeddah menunjuk pengacara Abdurahim M. AI-Hindi (2011), Khudran AI-Zahrani (2013) dan Mazen AI-Kurdi (2017 hingga sekarang)
- KJRI Jeddah melakukan penelusuran secara langsung ke aparat hukum terkait lainnya, seperti kepolisian, kejaksaan dan pengadilan: 20 kali
- Penyampaian memori banding: 3 kali. Peninjauan Kembali (PK): 1 kali. (PK sudah diterima namun masih dipelajari majelis hakim)
- Pada tanggal 4 Februari 2018, Pengacara Mazin Kurdi telah menyerahkan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Jazaiyah di Thaif atas keputusan hukum Had Ghilah yang dikuatkan oleh Mahkamah Ulya Riyadh.
Langkah Diplomatik Pemerintah Indonesia
- Mengirimkan nota diplomatik kepada Kemlu Arab Saudi: 19 kali
- Mengirimkan Surat Pribadi Dubes RI Riyadh dan Konjen RI Jeddah kepada Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehakiman dan Putra MahkotalWakii PM Arab Saudi: 4 kali
- Surat Presiden RI kepada Raja Arab Saudi: 1 kali (Presiden SBY (2011)
- Pada 25 Desember 2011, Presiden ke-3 BJ Habibie bertemu dengan Pangeran Waleed Bin Talal dalam upaya mengusahakan pemaafan dari ahli waris korban.
Langkah Informal dan Bantuan Sosial
- Melakukan pendekatan dengan keluarga korban melalui Lembaga Pemaafan dan Rekonsiliasi: 5 kali
- Melakukan pendekatan dengan Kantor Gubernur Mekkah dan Kantor Wali Kota Thaif guna menjajaki kemungkinan bantuan mediasi serta rekomendasi tokoh terpandang yang kiranya dapat membantu proses mediasi dengan ahli waris korban: 4 kali
- Guna memberikan dukungan moril, termasuk menyampaikan perkembangan kasus serta mengatur strategi pembelaan, KJRI Jeddah secara rutin mengunjungi Tuti Tursilawati di Penjara Thaif:
- Kunjungan oleh staf KJRI Jeddah: 20 kali
- Kunjungan oleh Dubes RI dan Konjen RI: masing-masing 10 kali
- Kunjungan pejabat tinggi pusat : 2 kali
tribuntimur.com
TKI Tuti Tursilawati dieksekusi mati oleh pemerintah Arab Saudi tanpa pemberitahuan
Hukum Mati TKI, NU-Muhammadiyah Kecam Arab Saudi
Jakarta, Liputanislam.com– Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir dan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj mengecam Pemerintah Arab Saudi yang melakukan hukuman mati terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Tuti Tursilwati. Sebab, hukuman mati tersebut dilakukan tanpa pemberitahuan kepada Pemerintah Indonesia.“Tadi memang kita sempat diskusikan soal hukuman mati itu dan kami memang pertama-pertama prihatin, menyesalkan dengan hukuman mati, eksekusi tanpa pemberitahuan,” ucap Haedar usai bertemu Kiai Said di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta Pusat, pada Rabu (31/10) malam.
Haedar menyayangkan hukuman mati TKI tersebut, dan berharap itu yang terakhir. “Dan saya yakin Pemerintah Arab yang sama-sama masuk dalam OKI dan Dunia Islam tentu perlu memahami betul dan menjadikan apresiasi dan keprihatinan ini sebagai hal yang sangat penting untuk diperhatikan dan tidak terjadi lagi,” ucapnya.
Hal senada juga disampaikan Kiai Said. Menurutnya, PBNU sudah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo untuk menyikapi kasus hukuman mati TKI tersebut. “Kami tadi sudah menyampaikan surat kepada presiden tembusannya kepada Menteri Tenaga Kerja dan Kemenlu. Kita dikagetkan dengan ekseskusi hukuman mati terhadap TKI yang namanya Tuti Tursilwati dari Majalengka,” ujarnya.
Menurutnya, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi juga sudah menyampaikan prores keras kepada Pemerintah Arab Saudi karena hukuman pancung itu sudah melanggar HAM Internasional. Kiai Said juga mengingatkan pemerintah Indonesia agar serius menangani kasus ini. Sebab, masih ada 13 TKI lagi yang terancam hukuman mati di Arab Saudi.
“Dan masih ada lagi 13 yang terancam akan dieksekusi hukuman mati di Saudi,” katanya. (ar/republika).
Sumber Berita : http://liputanislam.com/indonesiana/hukum-mati-tki-nu-muhammadiyah-kecam-arab-saudi/
Arbain dan Distorsi Media Arus Utama
LiputanIslam.com –Bayangkan bahwa ada lebih dari tiga puluh juta (30.000.000) orang berkumpul melakukan ritual yang sama di saat yang sama. Kira-kira, apakah media-media arus utama internasional akan memberitakannya? Mungkinkah momen sebesar itu akan luput dari perhatian media internasional?Semestinya sih, berdasarkan kepada teori-teori jurnalistik manapun, jumlah sebesar itu tentulah menciptakan sensasi yang sangat menarik untuk diberitakan, atau bahkan mestinya mendapatkan liputan yang sangat besar. Hanya saja, fakta menunjukkan bahwa ada satu momen yang terjadi di Irak, yang berlangsung secara rutin, tiap tahun, dengan jumlah massa yang sangat besar, yaitu lebih dari tiga puluh juta orang, ternyata tidak disentuh sama sekali oleh media internasional. Padahal, Irak selama beberapa dekade ini menjadi salah satu kawasan yang menjadi pusat perhatian dan pemberitaan media-media internasional.
Kalau kita merunut kepada empat dekade terakhir saja, Irak selalu menampilkan sensasi yang sangat menarik untuk diberitakan, terlepas dari apakah sensasi tersebut bersifat positif ataupun negatif. Pada tahun 1980, Irak terlibat perang saudara dengan tetangganya, Iran, selama delapan tahun. Kemudian, di tahun 1990, Irak melakukan aneksasi atas Kuwait dan mengklaim bahwa Kuwait adalah salah satu provinsinya. Atas alasan ini, AS menggalang pasukan multinasional. Irak bukan hanya diusir dari Kuwait, melainkan harus merasakan negaranya dibombardir oleh pasukan koalisi. Sejak saat itu, Irak juga dikenai sanksi ekonomi oleh AS dan sekutu-sekutunya.
Tahun 2003, Irak kembali harus merasakan penderitaan lainnya. Bush Junior, Presiden AS, menggalang dukungan internasional dan menyerang Irak, dengan tuduhan bahwa negara itu memproduksi senjata kimia dan biologis yang terlarang. Belakangan, tuduhan itu sama sekali tidak terbukti, dan para pemicu perang mengakui bahwa tuduhan itu memang tak berdasar. Irak juga diinvasi dengan tuduhan bahwa Saddam bekerja sama dengan jaringan terorisme internasional, Al-Qaeda. Organisasi ini saat itu dituduh terlibat dalam peristiwa teror terhadap menara kembar WTC, di AS.
Irak, pasca invasi tahun 2003 itu menjadi kawasan yang diduduki oleh pasukan militer internasional di bawah pimpinan AS. Kawasan yang kaya akan sumberdaya minyak dan gas itu menjadi salah satu negeri termiskin di dunia.
Pada tahun 2014, di negeri ini, yaitu di kota Mosul, sebuah gerakan paling mematikan di abad ini dideklarasikan. Salah satu faksi dari Al-Qaeda mendeklarasikan pendirian sebuah negara bernama Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Organisasi yang dipimpin oleh seorang bernama Abu Bakar Al-Baghdadi itu menciptakan kengerian yang luar biasa di dunia akibat cara-cara mereka dalam bekerja.
Semua peristiwa yang terjadi di Irak tersebut tentu saja diberitakan dan diliput oleh media-media mainstream internasional. Akan tetapi, tidak untuk momen Arbain yang berpusat di Karbala, Irak. Kenapa?
Arbain memang unik dan menarik. Ini adalah peringatan empat puluh hari (arba’in dalam bahasa Arab bermakna empat puluh) dari peristiwa tragis Asyura. Kalau Asyura diperingati merujuk peristiwa terbunuhnya Husein bin Ali (cucu Baginda Nabi SAW), Arbain diperingati merujuk kepada momen kunjungan pertama (ziarah) dari para pengikut Husein bin Ali kepada pusara Husein. Di saat itu, para pengikut Husein bin Ali bersumpah untuk terus mengenang peristiwa kematian Husein, demi menghidupkan apa yang mereka yakini sebagai cita-cita perjuangan Husein.
Jadi, jika Anda melihat dari dekat peringatan Arbain yang diadakan di Irak, Anda akan menyaksikan ritual napak tilas rombongan Husein bin Ali. Puluhan juta orang melakukan long march puluhan kilometer. Yang paling populer adalah perjalanan dari Najaf (pusara Ali bin Abi Thalib) dengan jarak tempur sekitar 80 kilometer. Selama dalam perjalanan hingga tiba di kota Karbala, mereka bukan hanya melantunkan syair-syair kesedihan mengenang peristiwa tragis terbunuhnya Husein, melainkan juga meneriakkan yel-yel perjuangan serta perlawanan terhadap apa yang mereka yakini sebagai “musuh Husein di masa kini”.
Di sepanjang jalan yang menghubungkan kota-kota ke Karbala, Anda akan menemukan spanduk-spanduk berisikan pernyataan kebencian kepada Amerika dan Zionis (sesekali ada juga ditampilkan gambar para penguasa monarki Arab). Gambar-gambar di Suriah, Yaman, dan Palestina yang mereka sebut sebagai korban kekejaman Amerika dan Zionis, juga mendominasi jalanan menuju Karbala.
Jadi, kalau momen kolosal Arbain ini sampai tidak diliput secara proporsional oleh media-media arus utama Dunia, tentu kita dengan mudah bisa memahami penyebabnya. Sekali fakta ini diungkap, meskipun diliput dengan nada yang negatif sekalipun, maka satu pintu kotak pandora akan terbuka.
Begitulah memang cara kerja media arus utama. Kalau mereka menyatakan bahwa mereka bekerja secara netral, terlalu banyak fakta yang menunjukkan bahwa itu hanyalah slogan belaka. Moment Arbain menunjukkan bahwa demi kepentingan para pemodal, mereka tak segan-segan melakukan distorsi, bahkan sampai tahapan yang paling elementer: penyangkalan terhadap eksistensi dan fakta. (os/editorial/liputanislam)
Sumber Berita : http://liputanislam.com/dari-redaksi/editorial/arbain-dan-distorsi-media-arus-utama/
Soal Hukum Mati TKI, Presiden Jokowi Protes Keras Arab Saudi
Jakarta, Liputanislam.com– Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) memprotes keras tindak otoritas Arab Saudi yang melakukan eksekusi mati terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Tuti Tursilawati. Apalagi eksekusi itu dilakukan tanpa ada pemberitahuan sama sekali kepada Pemerintah maupun perwakilan RI di negara tersebut.Hal itu disampaikan Presiden usai membuka Pameran Konstruksi Indonesia 2018 dan Indonesia Infrastructure Week 2018, serta Percepatan Sertifikasi Tenaga Kerja Konstruksi, di Area Outdoor Hall D Konstruksi Indonesia, JI Expo, Kemayoran, Jakarta, Selasa (31/10) siang.
“Kita juga sudah menelepon Menteri Luar Negeri Arab Saudi dan menyampaikan protes mengenai eksekusi itu,” tegasnya.
Menurut Presiden, pemerintah sudah memanggil Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi untuk menyampaikan kembali protes Pemerintah Indonesia atas tiadanya notifikasi dalam eksekusi kepada Tuti Tursilawati itu. Bahkan Menlu Retno Marsudi juga sudah menelepon Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel bin Ahmed Al-Jubeir dan menyampaikan protes.
“Permintaan (perlindungan, red) itu juga sudah disampaikan setiap Menlu bertemu dengan Menteri Luar Negeri Arab Saudi,” tegasnya.
Seperti diberitakan, Tuti Tursilawati, asal Cikeusik, Sukahaji, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, dieksekusi mati pada 29 Oktober 2018, tanpa ada notifikasi kepada Pemerintah RI. Tuti divonis mati pada Juni 2011 setelah dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Arab Saudi. Kasus berawal ketika Tuti melakukan perlawanan terhadap aksi percobaan perkosaan yang dilakukan majikannya, hingga majikannya meninggal dunia. (ar/setkab).
Sumber Berita : http://liputanislam.com/indonesiana/soal-hukum-mati-tki-presiden-jokowi-protes-keras-arab-saudi/
Senin, 16 Oktober 2017 12:25
Fenomena di Balik TKI-TKI Banua yang Pernah Terancam Hukuman di Arab Saudi
Harga Mahal demi Riyal
PROKAL.CO, Dua
TKI asal Kalimantan Selatan dipulangkan dari Saudi Arabia setelah lolos
dari jerat hukuman mati. Keduanya tiba di Banua, Sabtu malam(14/10)
setelah menyelesaikan hukuman pidana kurungan dan cambuk.
Bagaimana TKI Banua lainnya?
Dua tahun terakhir, sudah tujuh orang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Kalsel yang terancam hukuman mati di Arab Saudi, berhasil dipulangkan ke Banua. Di akhir tahun 2015 lalu, ada lima orang TKI Kalsel yang dituduh membunuh majikan mereka di Arab Saudi.
Kelima orang sebelumnya tersebut yang terbebas dari hukuman pancung oleh pengadilan Arab Saudi adalah Saiful Mubarok, Samani bin Muhammad, Muhammad Mursidi, Ahmad Zizi Hartati, dan Abdul Aziz Supiyani. Mereka berhasil dipulangkan setelah membayar uang diyat kepada keluarga korban.
Uang diyat yang harus dibayarkan ketika itu sebesar Rp1,2 miliar yang diambil melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Pemprov Kalsel setelah mendapat pemaafan dari keluarga korban. Upaya membebaskan kelimanya ini ketika itu memakan waktu yang cukup panjang, yaitu sekitar tujuh tahun atau tepatnya pada tahun 2009 lalu.
Terakhir di tahun 2017 ini, dua orang TKI asal Kalsel juga berhasil dipulangkan adalah Aminah Binti H. Budi yang berasal dari Kabupaten Tapin dan Darmawati Binti Tarjani yang berasal dari Kabupaten Banjar. Muasal tersandungnya kasus terhadap keduanya ini berawal pada tahun 1998 silam setelah mereka berangkat ke Arab Saudi dengan menggunakan paspor umrah. Namun, ketika visa mereka habis, keduanya memutuskan untuk bertahan dan memasuki penampungan pekerja ilegal.
Pada tahun 2002 lalu, mereka ditangkap polisi dengan tudingan kasus pembunuhan. Setelah menjalani serangkaian persidangan, akhirnya mereka divonis hukuman mati. Untungnya pemerintah Indonesia ketika itu langsung memberikan bantuan hukum. Hingga pada akhirnya pada tahun 2014 pengadilan Arab Saudi memvonis mereka lebih ringan dengan hukuman tiga tahun penjara dan 300 kali cambukan.
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kalsel mencatat TKI resmi asal Kalsel yang ada di Arab Saudi ada sejumlah 173 orang. Kadisnakertrans Kalsel, Antonius Simbolon mengatakan TKI asal Kalsel yang bekerja ke luar negeri lebih banyak yang ke Timur Tengah dibandingkan dengan negara lain seperti ke Malaysia, Singapura hingga Amerika maupun ke Eropa.
Sepengetahuan pihaknya, TKI asal Kalsel yang bermasalah dengan hukum di pengadilan Arab Saudi sudah tak ada lagi usai dua orang ini. “Saya tak tahu dan tak berani mengatakan. Dan kita jangan berbicara yang tak jelas. Yang pasti kita syukuri dua orang ini sudah dapat dipulangkan dengan keadaan sehat dan terhindar dari hukum pancung,” kata Anton, kemarin.
Menilik kasus dua orang TKI ini sebutnya, dia menyayangkan visa untuk beribadah malah dimanfaatkan mereka untuk menetap untuk bekerja sebagai TKI ilegal. Melalui celah inilah banyaknya TKI ilegal di sana yang tak mengikuti prosedur yang berlaku.
“Sudah ditekankan sebelumnya, ketika mau berangkat kerja ke luar negeri berangkatlah dengan prosedur yang benar, jangan memanfaatkan visa ibadah untuk bekerja secara ilegal. Kalau berangkat untuk umrah, umrah saja lah,” tekannya.
Hal demikian sebutnya, didasari pula daya tarik disana yang mana selain dapat bekerja juga sekaligus ibadah. “Daya tarik ini lah yang membuat masih adanya masyarakat yang memanfaatkan celah untuk bertahan meski visa mereka habis,” sebutnya.
Terpisah, Kepala Kemenag Kalsel H Noor Fahmi tak menampik masih ada masyarakat yang tergiur bertahan di Arab Saudi setelah melakukan ibadah umrah. Namun, Fahmi menegaskan untuk sekarang hal tersebut tidak semudah dulu. Semua travel umrah dan haji ditegaskan untuk memulangkan ke daerah asal sesuai jumlah yang diberangkatkan. Sehingga peluang para jemaah umrah untuk bertahan di Arab Saudi dapat dicegah. “Semua jumlah jemaah umrah yang berangkat maupun yang pulang, sekarang harus lapor ke Kemenag dan lebih ketat. Ketika jumlahnya kurang, travelnya akan diminta bertanggung jawab,” kata Fahmi. (mof/ay/ran)
SELAMAT: Darmawati kala hendak disuapi Soto Banjar dari ayahnya, Tarjani. Disebelahnya adalah Aminah
Sumber Berita : http://kalsel.prokal.co/read/news/11776-fenomena-di-balik-tki-tki-banua-yang-pernah-terancam-hukuman-di-arab-saudi.html
Bagaimana TKI Banua lainnya?
Dua tahun terakhir, sudah tujuh orang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Kalsel yang terancam hukuman mati di Arab Saudi, berhasil dipulangkan ke Banua. Di akhir tahun 2015 lalu, ada lima orang TKI Kalsel yang dituduh membunuh majikan mereka di Arab Saudi.
Kelima orang sebelumnya tersebut yang terbebas dari hukuman pancung oleh pengadilan Arab Saudi adalah Saiful Mubarok, Samani bin Muhammad, Muhammad Mursidi, Ahmad Zizi Hartati, dan Abdul Aziz Supiyani. Mereka berhasil dipulangkan setelah membayar uang diyat kepada keluarga korban.
Uang diyat yang harus dibayarkan ketika itu sebesar Rp1,2 miliar yang diambil melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Pemprov Kalsel setelah mendapat pemaafan dari keluarga korban. Upaya membebaskan kelimanya ini ketika itu memakan waktu yang cukup panjang, yaitu sekitar tujuh tahun atau tepatnya pada tahun 2009 lalu.
Terakhir di tahun 2017 ini, dua orang TKI asal Kalsel juga berhasil dipulangkan adalah Aminah Binti H. Budi yang berasal dari Kabupaten Tapin dan Darmawati Binti Tarjani yang berasal dari Kabupaten Banjar. Muasal tersandungnya kasus terhadap keduanya ini berawal pada tahun 1998 silam setelah mereka berangkat ke Arab Saudi dengan menggunakan paspor umrah. Namun, ketika visa mereka habis, keduanya memutuskan untuk bertahan dan memasuki penampungan pekerja ilegal.
Pada tahun 2002 lalu, mereka ditangkap polisi dengan tudingan kasus pembunuhan. Setelah menjalani serangkaian persidangan, akhirnya mereka divonis hukuman mati. Untungnya pemerintah Indonesia ketika itu langsung memberikan bantuan hukum. Hingga pada akhirnya pada tahun 2014 pengadilan Arab Saudi memvonis mereka lebih ringan dengan hukuman tiga tahun penjara dan 300 kali cambukan.
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kalsel mencatat TKI resmi asal Kalsel yang ada di Arab Saudi ada sejumlah 173 orang. Kadisnakertrans Kalsel, Antonius Simbolon mengatakan TKI asal Kalsel yang bekerja ke luar negeri lebih banyak yang ke Timur Tengah dibandingkan dengan negara lain seperti ke Malaysia, Singapura hingga Amerika maupun ke Eropa.
Sepengetahuan pihaknya, TKI asal Kalsel yang bermasalah dengan hukum di pengadilan Arab Saudi sudah tak ada lagi usai dua orang ini. “Saya tak tahu dan tak berani mengatakan. Dan kita jangan berbicara yang tak jelas. Yang pasti kita syukuri dua orang ini sudah dapat dipulangkan dengan keadaan sehat dan terhindar dari hukum pancung,” kata Anton, kemarin.
Menilik kasus dua orang TKI ini sebutnya, dia menyayangkan visa untuk beribadah malah dimanfaatkan mereka untuk menetap untuk bekerja sebagai TKI ilegal. Melalui celah inilah banyaknya TKI ilegal di sana yang tak mengikuti prosedur yang berlaku.
“Sudah ditekankan sebelumnya, ketika mau berangkat kerja ke luar negeri berangkatlah dengan prosedur yang benar, jangan memanfaatkan visa ibadah untuk bekerja secara ilegal. Kalau berangkat untuk umrah, umrah saja lah,” tekannya.
Hal demikian sebutnya, didasari pula daya tarik disana yang mana selain dapat bekerja juga sekaligus ibadah. “Daya tarik ini lah yang membuat masih adanya masyarakat yang memanfaatkan celah untuk bertahan meski visa mereka habis,” sebutnya.
Terpisah, Kepala Kemenag Kalsel H Noor Fahmi tak menampik masih ada masyarakat yang tergiur bertahan di Arab Saudi setelah melakukan ibadah umrah. Namun, Fahmi menegaskan untuk sekarang hal tersebut tidak semudah dulu. Semua travel umrah dan haji ditegaskan untuk memulangkan ke daerah asal sesuai jumlah yang diberangkatkan. Sehingga peluang para jemaah umrah untuk bertahan di Arab Saudi dapat dicegah. “Semua jumlah jemaah umrah yang berangkat maupun yang pulang, sekarang harus lapor ke Kemenag dan lebih ketat. Ketika jumlahnya kurang, travelnya akan diminta bertanggung jawab,” kata Fahmi. (mof/ay/ran)
SELAMAT: Darmawati kala hendak disuapi Soto Banjar dari ayahnya, Tarjani. Disebelahnya adalah Aminah
Sumber Berita : http://kalsel.prokal.co/read/news/11776-fenomena-di-balik-tki-tki-banua-yang-pernah-terancam-hukuman-di-arab-saudi.html
Re-Post by MigoBerita / Jum'at/02112018/09.45Wita/Bjm