Bukan Soal Harga Listrik yang Murah, Inilah Persoalan Utama PLN
Dalam sebuah diskusi milis, saya sempat membaca komentar dari seseorang tentang alasan mengapa Indonesia sering mati listrik. Alasannya sederhana karena harga listrik yang diberikan sebenarnya tidak ekonomis untuk peningkatan layanan.Jika kita hubungkan dengan kejadian black out kemarin, mungkin saja itu benar. Menurut penjelasan resmi PLN pemadaman yang terjadi lebih dari 10 jam ini terjadi akibat gas turbin satu sampai dengan enam Suralaya mengalami gangguan atau trip.
Perlu investigasi mendalam, tetapi patut diduga kualitas device mungkin berpengaruh, karena alasan harga yang tidak ekonomis itu.
Selain biaya operasional, tentu perlu biaya untuk peningkatan infrastruktur. Dengan jumlah penduduk yang semakin bertambah tentu perlu peningkatan kapasitas dan kualitas yang membutuhkan biaya.
Oleh karena itu, muncul sebuah pertanyaan, apakah harga listrik di negara kita terlalu murah?
Jika merujuk pada berbagai sumber resmi, dapat dikatakan bahwa tarif listrik di Indonesia memang tergolong murah.
Pada Agustus 2018, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merilis bahwa tarif listrik di Indonesia termurah di ASEAN dan tergolong termurah di dunia.
Dartanya sebagai berikut, jika tarif listrik Indonesia, rata-rata sebesar USD 11,1 sen per kilo Watt hour (kWh), maka jauh lebih murah ketimbang Malaysia dengan USD 12,9 sen per kWh, Thailand USD 13,5 sen per kWh dan Filipina tarif listriknya, rata-rata USD 18,67 sen per kWh.
Untuk jenis pengguna bisnis besar, tarif tenaga listrik di Indonesia dengan 8,36 sen USD/kWh, bila dibandingkan konsumen kelas yang sama di Singapura yang mencapai 14,02 sen USD/kWh, Vietnam 11,98 sen USD/kWh, Thailand 11 sen USD/kWh, Filipina 11,98 sen USD/kWh, dan Malaysia 9,6 sen USD/kWh.
Bahkan pada Agustus 2018 itu, melalui Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Agung Pribadi, Kementerian ESDM mengatakan dari tarif listrik 190 negara Indonesia masih berada dalam kelompok 10 negara dengan tarif listrik termurah. Didasarkan dari data Bank Dunia, pada poin kemudahan investasi.
Ada sebuah hal menarik dari berita tentang sanjungan akan murahnya harga listrik di negara kita, yaitu bagaimana bisa mencapai harga semurah itu? Kata kunci yang terkuak adalah efisiensi. Efisiensi dalam hal pemeliharaan, atau dengan cara hybrid atau berhemat.
Apakah karena efisiensi itu menjadi salah satu penyebab kinerja peralatan yang menurun?
Secara logis, hal itu bisa terjadi. PLN berusaha mempertahankan tarif listrik agar tidak naik kepada konsumen, dengan cara efisiensi, namun tidak sanggup menyiapkan langkah untuk mencegah dampak-dampak yang tidak diinginkan.
Lalu apakah solusi menaikan harga listrik menjadi salah satu yang harus dipertimbangkan?
Jawabannya iya, tetapi harus diakui bahwa bisa saja penyebab utama bukan itu.
Apa maksudnya?
Persoalan yang mengemuka sekarang adalah sistem manajemen, termasuk personil yang ada di PLN yang menjadi sorotan utama seiring dengan peristiwa black out ini.
Ditengarai bahwa sebagai BUMN yang bekerja solo, tanpa kompetitor, PLN kemungkinan besar lemah dari sisi evaluasi untuk menciptakan BUMN yang sehat.
Peristiwa black out ini dapat menjadi jalan terang untuk mengatakan bahwa PLN tidak sehat.
Bukankah itu yang nampak dari kasus korupsi yang sedang dialami oleh Dirut PLN Sofyan Basir, yang membuat publik semakin mafhum bahwa hal itu memang sedang terjadi.
Personil-personil di dalam PLN juga harus profesional, lepas dari kepentingan segelintir kelompok yang mungkin saja ingin mereguk keuntungan dari BUMN yang nampak tidak dapat disentuh ini.
Artinya, kenaikan harga, hanya bisa dapat dipertimbangkan jika ada transparansi dari sisi manajemen, perubahana sistem maupun pemilihan direksi yang dipercaya publik adalah orang-orang yang betul-betul profesional, secara teknis dan bukan saja bernafsu profit semata.
Jika tidak mau berubah, PLN tetap akan mengalami persoalan yang sama di masa depan.
Sumber Opini : https://www.kompasiana.com/arnoldasyeradoe/5d495e87097f365b804b83c3/bukan-soal-harga-listrik-yang-murah-inilah-persoalan-utama-pln?page=all
Sebut HTI Tak akan Mati, Pernyataan Siswa SMA Ini Jadi Viral
Suara.com - Seorang siswa sekolah menengah atas (SMA) mendadak jadi perbincangan hangat di kalangan netizen selepas memberikan pernyataan soal organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).Tak pelak, pernyataan tersebut langsung menggempatkan. Apalagi HTI sudah resmi dibubarkan karena ideologi khilafah yang diusungnya dinilai bertentangan dengan nilai Pancasila.
Profil siswa beserta pernyatan yang ia berikan terkait HTI dibagikan akun Twitter @AhlilQohwah pada Kamis (18/7/2019). Diketahui siswa tersebut memiliki inisial nama FF, anggota OSIS dan Rohis salah satu SMA ternama di Bandung.
Lewat pengakuanya, ia baru dua tahun mengenal HTI. Setelah bergabung, FF mengakui bila HTI mengajarkan banyak kebaikan.
Selanjutnya, anggota rohis itu mengatakan bahwa dakwah HTI tidak bisa dihentikan begitu saja meski sudah dibubarkan.
"Jikalau ingin mematikan dakwah HTI, laksana ingin memadamkan sinar matahari pada siang hari ketika berada di tengah gurun pasir. Karena cahaya ilahi tidak bisa dipadamkan," imbuhnya.
Tak pelaku pernyataan tentang HTI dari siswa SMA itu memantik respons dari warganet. Tak sedikit dari mereka yang berharap bila anak tersebut segera mendapat pencerahan.
"Kamu belum tahu nak, bahwa HTI akan mengubah bendera merah putih di dada kirimu dengan lambang lain," sahut netizen lainnya.
Felix Pelintir Mati Listrik Ancaman NKRI, Bela Khilafah, Inilah Ancaman Sebenarnya NKRI
Di sosmed tepatnya
di Instagramnya, Felix Siauw berkicau merespon mati listrik massal
seperti biasa dinarasikan dengan pelintiran yang pastinya membela paham
dan keyakinannya yaitu Khilafah. Felix menegaskan bahwa kejadian
pemadaman listrik itu ancaman atas NKRI sebenarnya. Begini tulisannya:
Ancaman NKRI Sebenarnya
9
jam memberi waktu Indonesia untuk berpikir, apa yang benar-benar
bermasalah, dan masalah apa yang dibesar-besarkan, diada-adakan. Gelap
itu ternyata menunjukkan masalah sebenarnya
Setidaknya
orang jadi paham, bahwa bukan debat tentang Khilafah, bukan
radikalisme, bukan juga terorisme yang nyata menyusahkan, tapi pemadaman
listrik itu adalah kesulitan nyata bagi rakyat awam, sebagian besar
warga
Itulah beda antara idealisme
dengan realitas. Ternyata teriakan "NKRI Harga Mati" tak lantas membuat
Indonesia jadi bebas problem ketahanan energi. Kadang kita tersibukkan
dengan slogan hingga melupakan realitas yang harus dibenahi
Kekhawatiran
yang selama ini direkayasa penguasa, tentang ormas radikal, ormas
anti-Pancasila, dan tuduhan lainnya, mendadak batal, sebab rakyat tak
peduli, mereka tak merasa itu semua, tapi tanpa listrik, hidup mereka
jelas menderita
Itu sebagian pernyataannya
yang mencoba dengan gampangnya melihat peristiwa ini , membesarkannya
menajdi masalah dan ancaman bagi ndegara ini. Di satu sisi penulis
setuju jadi ancaman kalau tak dibereskan dan dicari permasalahannya.
Tapi
ketika dia mengatakan bahwa pemadaman listirk itu adalah ancaman NKRI
sebenarnya menunjukkan gelapnya pikiran dan hati si Felix yang merasa
dirinya paling benar lantas menyalahkan Pemerintah untuk hal ini.
Permainan
argumen Felix memelintir pemadaman sebagai ancaman besar ketimbang isu
Khilafah yang diusungnya ini memperlihatkan playing victimnya untuk
mencari simpati sekaligus untuk bela diri.
Dia
tetap pada keyakinan bahwa khilafah itu telah dimonsterisasi, memakai
istilah yang dipakainya. Padahal HTI sendiri melalui jubirnya sendiri
tak mengakui Pancasila sebagai asas dan ideologi yang harus menjadi
fondasi dasar negara.
Felix dan pengasoing
khilafah memanfaatkan kejadian pemadaman listrik ini untuk menjadi alat
marketingnya, menjual dan mempromosikan bahwa khilafah itu sebenarnya
baik hanya salah Pemerintah dalam membuat kebijakan.
Jadi
sangat terang benderang Felix terus menyalahkan Pemerintah dan semua
kebijakan yang dia buat yang dampak paling serius adalah pelarangan HTI
dan aktifitasnya. Felix tetap membangkang secara santun dan ingin
Khilafah itu eksis dengan berbagai cara.
Dengan
soknya si Felix lalu memberi saran dan solusi agar Pemrintah mengurus
hal-hal yang dianggap perlu dan penting bagi rakyat. Dalam penutupnya
dia lagi-lagi menyerukan bahwa bukan Khilafah yang akan membubarkan
negeri :
Kita
belajar, bahwa bukan Khilafah yang akan membubarkan negeri. Tapi
ketidakberesan pengelolaan atas bidang yang jadi hajat hidup orang
banyak. Bukan ormas radikal yang berbahaya, tapi kelompok serakah yang
terus menjadikan Indonesia sebagai sapi perahan, yang menguasai 80%
kekayaan di Indonesia, sementara 80% rakyatnya, gelap
Justru
Felix dan kaum yang sealiran dengannya yang berpotensi membubarkan
negeri tapi membalut dan terus memolesnya dengan pernyataan bahwa
Khilafah tidak berbahaya bagi negeri ini.
Felix
dan gerombolannya itu justru jadi bahaya laten, yan terus masuk ke jalur
ceramah agama seraya mengindoktrinasi pendengarnya agar percaya apa
yang dikatakannya dna bukan Pemerintah serta kebijakannya.
Felix
adalah parasit dan benalu negeri ini yang terus menabur
ketidakpercayaan atas pemimpin dan Pemerintah yang bekerja keras bagi
rakyat. Felix menanam racun ketidakpercayaan agar pendengarnya melihat
Pemerintah itu sebagai monster.
Tindakan Felix
ini berbahay dan fatal karena selain playing victim, Felix yang secara
sengaja terus menempatkan diri sebagai penebar khilafah yang teris
merongrong Pemerintah dan membuat kepercayaan rakyat terggerus dan
beralih ke mereka.
Pertanyaannya, apa sih
kontribusi Felix dan gerombolannya yang hanya menjad penumpang gelap
negeri ini dan terus menjadi parasit yang menikmati kekayaan alam dan
kebebasan di negeri ini tapi meronrong dan memberondong dengan tiada
henti.
Tindakan dan ujaran Felix ini adalah
contoh sempurna manusia pendukung Khilafah yang ingin main drama dan
menyatakan bahwa Khlafah tak berbahaya. Lihat saja bagaimana Suriah dan
Irak hancur tapi Felix tutup mata.
Felix dengan
sikap arogan dan sok hebatnya merasa solusinya Khilafa. Mending Felix
dikirim ke Suriah darip[ada berkoar jadi kompor bledug yang tak
seharusnya eksis di negeri ini. Ayo segera hijrah ke Suriah Felix
daripada jadi sampah dan benalu NKRI!
Sumber Opini : https://seword.com/politik/felix-pelintir-mati-listrik-ancaman-nkri-bela-khilafah-inilah-ancaman-sebenarnya-nkri-NQhy3JvXHu
Eks Jubir HTI Minta Presiden Jokowi Mengundurkan Diri
jpnn.com, JAKARTA
- Mantan juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto
menyampaikan kritik keras kepada Presiden Jokowi terkait peristiwa
listrik padam atau mati lampu di kawasan Jabodetabek, Banten, dan Jawa
Barat, Minggu (4/8).
Ismail menganggap Jokowi gagal
mengelola negara terkait peristiwa listrik padam. Dia meminta eks
Gubernur DKI Jakarta itu mundur dari kursi Presiden RI.
"Di negara lain kalau sampai padam
(listrik) segini lama, bukan hanya menterinya, presidennya juga
mengundurkan diri," ucap Ismail ditemui usai menghadiri acara Ijtimak
Ulama dan Tokoh IV di Hotel Lorin, Sentul, Jawa Barat, Senin (5/8).
Menurut dia, PT Perusahaan Listrik
Negara (PLN) bukanlah pihak yang salah dari peristiwa listrik padam.
Ismail menyebut sosok yang harusnya bertanggung jawab yakni Jokowi
sebagai pimpinan yang membawahi PT PLN
"Permintaan maaf hanya dari PLN, padahal PLN di bawah presiden," ucap dia.
Ke
depan, Ismail meminta peristiwa padam listrik tidak kembali terjadi.
Negara wajib memikirkan segala kontingensi berkaitan masalah
kelistrikan.
Di sisi lain, Jokowi tidak berdiam
diri atas kejadian listrik padam. Mantan Wali Kota Solo itu menyambangi
kantor pusat Perusahaan Listrik Negara atau PLN di kawasan Kebayoran
Baru, Jakarta Selatan pada Senin pagi (5/8)
Presiden ketujuh RI itu datang untuk
mengetahui secara langsung penyebab balckout atau matinya sejumlah
pembangkit yang menyuplai setrum ke DKI Jakarta, Jawa Barat hingga
Banten yang padam total pada Minggu (4/8).
Jokowi menyatakan, dalam sebuah manajemen besar seperti PLN, semestinya ada tata kelola risiko yang dihadapi.
"Dengan manajemen besar tentu saja
ada contigency plan, ada back up plan. Pertanyaan saya kenapa itu tidak
bekerja dengan cepat dan dengan baik," kata Jokowi di Kantor PLN, SeninSumber Berita : https://www.jpnn.com/news/eks-jubir-hti-minta-presiden-jokowi-mengundurkan-diri?page=2
Parah! PLN Perlakukan Presiden Seperti Pelanggan
Melihat Presiden
Jokowi mendatangi kantor pusat PLN pagi ini, jujur saya ikut emosi.
Jokowi yang pembawaannya selalu santai, pagi ini terlihat begitu kaku
dan menahan marah. Meski pada akhirnya tak ada nada tinggi dan marah,
tapi dari tatapannya terlihat jelas betapa beliau menahan diri.
Saya
emosi bukan karena PLN mati dan menyebabkan gangguan pada jaringan
internet. Bukan pula karena pemadaman, karena saya tak mengalaminya.
Tapi karena melihat penjelasan Dirut PLN yang sangat tidak kongkrit.
Berbelit-belit dan seperti customer service. Pada intinya si ibu itu kan
cuma mau bilang kalau jaringan kami sedang terganggu dan mohon sabar
menunggu. Kan cuma itu?
Kalau
saya yang bertanya, okelah mendapat jawaban seperti itu. Ini yang
datang Presiden. Harus kongkrit masalahnya apa, yang harus diperbaiki ke
depan apa? kurangnya di mana? bukan malah berbelit-belit dengan
penjelasan teknis yang absurd.
Saya sangat tidak
terima dengan perlakuan seperti ini. Apalagi sejak awal Presiden sudah
mengatakan untuk blak-blakan saja apa yang perlu diperbaiki dan
masalahnya. Tapi tetap saja Dirut PLN itu memberikan penjelasan level
customer service.
Presiden datang ke kantor PLN
bukannya mau minta penjelasan dan alasan kenapa bisa mati. Jokowi itu
Presiden Indonesia dengan segala kekuasaannya, ingin melakukan sesuatu,
agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi ke depannya. Kenapa malah
kamu perlakukan seperti pelanggan PLN yang hanya cukup diberi alasan dan
kondisi yang terjadi?
Lagian kamu pikir
Presiden bawa menteri-menterinya ke kantor PLN cuma buat tanya-tanya
gitu? nggak! maskudnya kalau memang ada yang bisa dikerjakan bersama, ya
mari selesaikan.
Malah bicara pasokan listrik
dari timur ke barat dalam rangka efisiensi, malah presentasi rencana
pembangunan PLTU murah yang salah satunya akan beroperasi tahun ini,
selanjutnya tahun 2020, 2023 dan 2024. cuuuuuuuuuk!
Mohon
maaf bukannya saya tak menghargai rencana baik tersebut, tapi sekali
lagi ini yang ibu hadapi adalah Presiden Indonesia. Seharusnya pihak PLN
fokus pada permasalahan yang sedang dihadapi berikut usulan perbaikan
ke depannya.
Pihak PLN nampak tak mau membuka
dan mengakui permasalahan yang ada. Sangat arogan. Seolah Presiden
diminta bersabar dan tunggu saja ini selesai, dan mereka merasa bisa
memperbaikinya sendiri. Nyebelin!
Presiden
Jokowi langsung pergi bukannya marah karena listrik mati, tapi pihak
PLN yang tak mau bekerjasama. Ya gimana, ditanya masalanya apa, mereka
malah seperti mengajari dengan teori-teori langitnya.
Saya
yakin tak ada yang menyadari hal ini. Karena memang sulit untuk
memahami orang-orang Jawa ketika marah. Lalu kini PLN seperti merasa tak
bersalah meski sudah memperlakukan Presiden sedemikian buruknya.
Saran
saya, PLN segeralah menghadap secara tertutup dan melaporkan
permasalahannya. Anggap saja itu permintaan maaf karena kalian telah
memperlakukan Presiden sedemikian buruknya.
Sudahlah,
bukannya kami tak paham cara komunikasi. Jawaban-jawaban yang diberikan
PLN itu kan pada intinya ingin menunjukkan kalau kalian lebih paham
soal listrik? Dan Presiden emosi mendengar kalian bertingkah arogan
seperti itu. Inilah kenapa Presiden menjawab begini:
“Penjelasannya
panjang sekali ya. Pertanyaan saya, bapak ibu semuanya ini kan orang
pinter-pinter apalagi urusan listrik dan sudah bertahun-tahun. apakah
tidak dihitung, apakah tidak dikalkulasi bahwa akan ada
kejadian-kejadian sehingga kita akan tahu sebelumnya. Kalau tau-tau drop
begitu artinya pekerjaan yang ada tidak dihitung dan tidak dikalkulasi.
Dan itu betul-betul merugikan kita semuanya.”
Jawaban
Presiden ini terdengar datar saja. Tapi sebenarnya kalau bisa saya
tafsirkan, Presiden mau bilang gini: lah kalian ini jelasin panjang
lebar ngerasa paling pinter soal listrik. Tapi padam juga. Saya ini ke
sini nanya apa yang bisa kita perbaiki? Apa yang bisa kita antisipasi?
Malah diberi penjelasan teknis.
Tapi ya
begitulah PLN. Sudah ditanggapi sedemikian cetusnya pun masih balik lagi
ke penjasan teknis. Soal ketentuan dan emergency. Menjelaskan bahwa N
itu jumlah sirkuit. Ribet menjelaskan N minus satu minus satu. Mengulang
cerita soal pemeliharaan dan regulasi. Gila bener!
Makanya
Presiden hanya jawab “Yang paling penting saya minta, perbaiki
secepat-cepatnya. Dari beberapa wilayah yang belum hidup segera dikejar
dengan cara apapun agar segera hidup kembali. Kemudian hal-hal yang
menyebabkan peristiwa besar yang terjadi sekali lagi saya ulang jangan
sampe kejadian lagi. Itu aja permintaan saya.”
Ya gimana, kalian merasa bisa mengatasi, ya sudah atasi lah. Mau dibantu kok malah ga mau.
Terakhir,
bagaimanapun sebagai Presiden, Jokowi memang menjaga ucapannya. Karena
kalau beliau langsung menyampaikan maksud dan emosinya seperti yang saya
terjemahkan, bisa geger negeri ini. Semoga PLN sadar dan segera melapor
ke Istana. Begitulah kura-kura.
Re-post by MigoBerita / Rabu/07082019/09.49Wita/Bjm