» » » » Selamat Tinggal Sang Jurnalis YUSRAN PARE

Selamat Tinggal Sang Jurnalis YUSRAN PARE

Penulis By on Senin, 06 Januari 2020 | No comments


LAHIR di Sumedang, Jawa Barat 5 Juli. Suami dari hanya seorang istri, Esbhita Harlina, dan ayah bagi tiga anak. Sulung, Arga Sinantra Rahmat, laki, lahir 1983. Tengah, Laras Sukmaningtyas lahir 20 Februari 1988. Bungsu, laki, Andika Megaswara, lahir 15 November 1996. Saya mulai belajar menulis tahun 1979 di Bandung Pos, dan hingga kini masih belajar di Tribun Jabar. Ilmu menulis, saya juga serap dari Mandala yang digandeng manajemen KOMPAS-Gramedia ( 1988/89 ). Lalu melanjutkan pendidikan di Bernas ( 90/93 ), Sriwijaya Post ( 93/95 ), Sempat singgah ke Banjarmasin Post sebelum belajar di “keuskupan” Pos Kupang ( 95/96 )  di bawah bimbingan Pater Damyan Godho, dan Romo Dion DBP.


2305-gani-kurniawan-aa-gym-ke-tribun10.jpg
Yusran Pare

Kembali ke Bernas ( 96/98 ) untuk melanjutkan pelajaran, kemudian ke Banjarmasin Post lagi sampai kembali ke Bandung pada tahun 2000. Bersekolah di Metro Bandung yang kemudian bermetamorfosis jadi Tribun Jabar, kemudian belajar kepada guru besar Febby Mahendra Putra SH, di Tribun Batam (05 dan 06). Sejak Maret 2007 diberi tugas belajar di Banjarmasin (lagi), sehingga harus wira-wiri Bandung-Banjarmasin secara berkala. April 2008 di Pontianak, Kalbar. Di situ ada Ronald Ngantung, guru yang begitu sabar, ramah dan selalu tampak gembira. Belajar itu ternyata menyenangkan, terutama untuk orang kurang ilmu seperti saya. Maka sampai hari ini saya masih terus belajar membaca dan menulis.


Sumber Berita : https://yusranpare.wordpress.com/about/

USAI
Selasa, 31 Desember 2019 adalah hari terakhir saya sebagai karyawan PT Indopersda Primamedia (Group of Regional News Kompas-Gramedia).
Pekan lalu, General Manager HR&GA, mengundang saya ke ruang kerjanya, mengingatkan bahwa kontrak Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) antara perusahaan dengan saya tidak diperpanjang lagi. Usai.
Ya, usai sudah masa-masa belajar di kelompok usaha ini, setelah kurang lebih 30 tahun, jika dihitung dari awal saya bergabung pada 1989.
Masa kerja saya sudah purna per Juli 2018 (bersamaan dengan tibanya usia 60). Atas beberapa pertimbangan, masa kerja saya diperpanjang dalam status karyawan kontrak, untuk menyelesaikan beberapa "utang". Semacam remedial, kali ...😁
Tugas itu antara lain, membangun lembaga Ombudsman (organisasi dan mekanisme kerjanya) bagi Grup Tribun. Lalu menyusun ulang kurikulum pelatihan calon reporter dan calon editor yang diselaraskan dengan era kekinian. Kemudian draft buku (atau semacam buku, ke depan siapa sih yang akan baca buku dalam bentuk cetakan? 😁) dan multimedia sejarah Tribun.
Begitu banyak pelajaran yang saya peroleh sejak bergabung dalam kapal besar Kompas-Gramedia (KG) ini. Saya masuk melalui sekoci kecil Harian Mandala (Bandung) yang menjalin kerja sama manajemen dengan KG pada 1989, sebagai redaktur.
Sebelumnya, sejak 1979 saya belajar di Harian Bandung Pos, mulai sebagai korektor, reporter, redaktur, sampai sekretaris redaksi merangkap koordinator reportase. Saya juga sempat "nyambi" sebagai reraktur pelaksana Tabloid Jumatan Salam.
Proyek Mandala tak berlangsung lama, cuma sembilan bulan. Pecah kongsi lah kira-kira. Kami pun berpencaran ke sekoci-sekoci lain yang sudah dimiliki KG saat itu baru ada di Palembang, Aceh, Surabaya, dan Yogyakarta.
(Lucunya, menjelang reformasi, pemilik Mandala melepasnya total ke manajemen KG via Persda. Mandala versi ini sempat dicetak di Yogyakarta, sekadar untuk memenuhi "bukti" penerbitan sesuai ketentuan Departemen Penerangan kala itu).
Saya memilih Yogyakarta, di Harian Bernas (Berita Nasional), yang saat itu (1990) baru bergandeng dengan KG. Dari sini, ternyata perjalanan belajar berlanjut.
Saya diberi tugas belajar ke Palembang, di Harian Sriwijaya Pos (1993-1995) sebagai wakil redaktur pelaksana, sampai surat kabar ini berhenti terbit lantaran konflik internal manajemen. Lalu ke Banjarmasin yang waktu itu baru bergandeng dengan KG, sejenak.
Dari sini saya bersekolah di Pos Kupang (1995-1996). Setahun di Pulau Timor, saya dipanggil untuk belajar lagi di Bernas (1996-1998) sebagai redaktur pelaksana.
Reformasi pecah. Di tengah riuh rendah eforia kebebasan, saya diberi amanah belajar lagi ke Banjarmasin Post, sebagai wakil pemimpin redaksi (1998-2000). Di sini, bersama teman-teman, kami terbitkan harian Metro Banjar, Tabloid Bebas, dan Tabloid Jumatan Serambi Ummat, untuk mengisi ceruk pasar mendampingi induknya.
Menyongsong tahun 2000 manajemen di Jakarta memutuskan membuka lagi media di Bandung. Saya pun ditugaskan belajar di kampung halaman, turut mengelola Metro Bandung (2000-2005) yang kemudian bermetamorfosis jadi Tribun Jabar dan mengawali proses digitalisasi konten, sebagai pemimpin redaksi sampai 2009. Sempat dijeda 6 bulan pada 2006, sebagai Pemred Tribun Batam.
April 2009 manajemen menugaskan saya untuk lagi-lagi belajar di Banjarmasin (sampai 2016) sebagai Pemimpin Redaksi. Lalu di Tribun Jateng (sampai 2017) sampai akhirnya ditugasbelajarkan lagi di kampung halaman, Tribun Jabar, sampai purna masa kekaryawanan pada Juli 2018.
Waktu melintas demikian cepat. Tribun kini ada di 23 kota di tanah air, sebagian besar di antaranya saya turut diajak belajar berbagi kepada para kerabat kerja media-media baru itu.
Serasa baru kemarin saya berkemas pindah dari Bandung ke Yogya. Saat itu Si Laras kecil (belum 2 tahun) ngglendot manja sebelum saya dan teman-teman naik kereta. Hari ini, dia kirim foto sedang menikmati es krim di Roma setelah berkelana di Vatikan. Adiknya, kirim emoticon nyengir dari Yogya, dia lahir di Bandung saat saya di Kupang.
Ya, kami terlalu terbiasa hidup terpisah. Dua pertiga masa kerja yang hampir 30 tahun ini kami jalani sebagai keluarga terpisah. Paling, kumpul dua tiga hari dalam sebulan. Cinta kasihlah yang menyatukan.
Saya harus berterima kasih kepada para guru, mentor, rekan-rekan di KG yang begitu banyak memberi ilmu, pengetahuan, inspirasi. Mohon maaf jika ada salah dan khilaf, atau jika kinerja saya selama ini tak kunjung memadai. Salam!!
***
(Tiap akhir penugasan saya di satu tempat, teman-teman selalu memberi cindera mata berupa lukisan karikatur wajah jelek saya. Beberapa di antaranya saya pamerkan di sini, sebagai penghormatan kepada para pelukisnya), 🙏🙏🙏

Sumber Facebook : https://www.facebook.com/yusran.pare/posts/10157007048633107

TERIMA KASIH, MAAF
Purna sudah status saya sebagai karyawan Tribun (Group of Regional News) Kompas-Gramedia, per 31 Desember 2019.
Tentu saja saya harus berterima kasih kepada semua teman dan relasi di berbagai kota tempat saya pernah bertugas. Sekaligus pula harus mohon maaf andai selama saya berinteraksi, atas nama perusahaan maupun sebagai pribadi, ada hal-hal yang tak patut.
Secara khusus, saya berterima kasih kepada orang-orang yang langsung maupun tidak telah memberi saya kesempatan menyerap segala kebaikannya, selama saya belajar dan berinteraksi di Kompas-Gramedia.
Tentu saya harus menyebut Pak Jakob Oetama, lalu Valens Goa Doy, Her Suganda, Raymond Toruan, JB Kristanto, Mamak Sutamat, Trias Kuncahyono, Herman Darmo, Pramono BS, AM Dewabrata, Sjamsul Kahar, Damyan Godho, Sentrijanto, Lilik Oetama, Febby Mahendra Putra, Dahlan Dahi, Domuara Ambarita, dan sejumlah nama lain yang tak akan cukup ruang jika saya tulis satu-satu. (Beberapa nama di atas, ada yang sudah almarhum 🙏🙏🙏)
Saya pun harus berterima kasih kepada tim Ombudsman Tribun, Mas Ahmad Suroso, Hadi Prayogo, Setya Krisna Sumargo dan Dionisius DB Putra atas kerja sama setahun terakhir ini. Maaf saya tak sempat menuntaskan sampai Maret 2010.
Bagi rekan rekan Tribun dari Aceh hingga Kupang, dari Manado hingga Solo markas kedua Tribun, (lebih 35 media, 23 di antaranya dalam dua platform, cetak dan online) terima kasih atas segala kebaikannya selama ini.
Kepada rekan-rekan yang pernah berinteraksi di kelas pelatihan calon reporter maupun para peserta TEDP (Tribun Editor Development Programe) tiap gelombang, saya mohon maaf jika selalu keras terutama dalam soal bahasa dan nalar/logika.
Jurnalisme menuntut kejernihan, dan itu bisa tercapai jika disampaikan melalui bahasa dan nalar yang baik. Jika tidak, sangat mungkin dipahami secara salah dan efek yang timbul bisa di luar dugaan.
Apalagi di era sekarang, ketika banyak orang malas mencerna info. Langsung telan dan sebar, tambahi bumbu insinuasi dan provokasi, byarrr!!!
Sayang sekali, sedemikian keras pun pelatihan (termasuk dalam hal berbahasa dan logika), masih banyak reporter dan redaktur yang ceroboh dan abai.
Akibatnya, ada saja konten-konten aneh berbahasa amburadul lolos ke ranah publik, terutama edisi online. . Bahkan pada edisi terakhir, 31 Desember 2019. Ini yang membuat saya prihatin.
Gambar mungkin berisi: teks
Sekali lagi, terima kasih. Maaf jika ada salah.
Selamat tahun baru 2020
Semoga hari esok lebih baik.
Sumber Facebook :  https://www.facebook.com/yusran.pare/timeline?lst=100013006657226%3A630823106%3A1578365075 Re-post by MigoBerita / Selasa/07012019/11.02Wita/Bjm
Baca Juga Artikel Terkait Lainnya
:)
:(
=(
^_^
:D
=D
|o|
@@,
;)
:-bd
:-d
:p