Solusi Cepat Covid-19: Donor Plasma
Konvalesen Dari Pasien yang Sembuh
Kali ini penulis akan membahas mengenai manfaat plasma konvalesen sebagai terapi alternatif Covid-19. Wah apa itu? Cekidot.
Penulis
mulai dari tubuh kita sebagai manusia yang tentunya sudah diberikan
berbagai sistim kompleks termasuk sistim pertahanan diri terhadap
penyakit yang sering disebut daya tahan tubuh atau sistim imunitas.
Sistim imunitas kita ada 2 yaitu dalam bentuk sel (seluler) dan dalam
bentuk imunoglobulin (humoral).
Semua proses pertahanan tubuh
dilaksanakan oleh sel darah putih (leukosit).
Bila
ada kuman penyakit (patogen) masuk ke tubuh kita baik itu virus,
bakteri atau parasit, maka sebagian sel-sel pertahanan tubuh seluler
akan langsung face to face dengan patogen kaya perang di Game of Throne
gebuk-gebukan, sedangkan sebagian lain akan menghasilkan imunoglobulin
(Ig) yang lebih lanjut akan berfungsi sebagai antibodi terhadap patogen
tersebut.
Proses pembentukan antibodi inilah yang merupakan mekanisme
dasar vaksin, di mana patogen atau bagian patogen yang telah dilemahkan
disuntikan ke dalam tubuh kita supaya membentuk antibodi terhadap
patogen tersebut. Kekebalan ada yang sementara ada pula yang berlangsung
seumur hidup, itulah kenapa diperlukan vaksin booster atau vaksinasi
ulangan untuk mempertahankan kekebalan tersebut.
Imunoglobulin sendiri ada 2 macam yaitu IgM dan IgG, IgM dihasilkan saat awal infeksi, istilahnya sebagai unit gerak cepat
atau fast response terhadap patogen, sedangkan IgG dihasilkan kemudian,
umumnya saat kadar IgM menurun untuk menggantikan fungsi IgM sebagai
kekebalan yang lebih paten atau kekebalan yang berlangsung lebih lama.
Adapun IgM dan IgG tersebut berada di dalam plasma.
Berdasarkan
hal ini maka plasma penderita suatu penyakit yang sudah sembuh akan
mengandung antibodi terutama dalam bentuk IgG terhadap penyakit
tersebut.
Bila kita terapkan dalam terapi Covid-19, cara ini mempunyai
tempat sebagai terapi alternatif yang relatif mudah dan cepat sebelum vaksin ditemukan.
Adapun Terapi Plasma Konvalesen
merupakan cara yang sudah digunakan dalam terapi terhadap wabah SARS
sebelumnya di Hongkong, serta merupakan cara yang dianjurkan WHO dalam
menangani wabah Ebola. Selain itu terapi ini juga pernah digunakan untuk
mengatasi Virus Machupo dan Virus Junin.
Semuanya tertuang di dalam
jurnal ilmiah internasional dan terindeks Scopus.
Covid-19
sendiri merupakan Virus RNA dengan genom terbesar dan sampai saat ini
belum ditemukan vaksinnya.
Cara terapi plasma konvalesen merupakan cara
alternatif yang memberikan harapan penyembuhan bagi pasien-pasien Covid-19 dengan gejala sedang sampai berat. Praktiknya
secara singkat, plasma konvalesen dari penderita positif Covid-19
(donor) yang sembuh atau dalam masa penyembuhan, diambil kemudian
dimasukkan ke dalam penderita Covid-19 (resipien), dan diharapkan
antibodi (IgG) yang ada di dalam plasma penderita yang sudah sembuh itu
akan membantu pasien yang masih sakit untuk mengatasi penyakitnya.
Secara sederhana, cara
ini merupakan cara cepat memberikan imunitas atau kekebalan instan
kepada penderita Covid-19 terutama dengan gejala sedang dan berat.
Cara ini merupakan salah satu cara antisipasi mengatasi jumlah
penderita Covid-19 yang semakin bertambah yang membutuhkan pertolongan
segera dan dapat menurunkan angka keparahan dan kematian akibat virus
tersebut.
Prosesnya secara sederhana dapat dikatakan seperti transfusi
darah walaupun ada tahapan-tahapan tertentu yang harus dilalui. Gambar
ditampilkan di artikel ini menunjukkan salah satu penderita di Cina yang
sedang menjalani terapi dengan plasma konvalesen ini.
Penulis
sangat berharap cara ini mendapat tempat untuk dilaksanakan, karena
berdasarkan artikel-artikel ilmiah terapi plasma konvalesen ini dapat
meringankan dan mempercepat proses penyembuhan pasien-pasien SARS dan
Covid-19 yang menerima terapi tersebut. Terapi ini juga relatif lebih
mudah dengan biaya yang lebih ringan dibandingkan biaya penggunaan
obat-obatan, ventilator dan ruang isolasi yang harus dijalani
pasien-pasien dengan kondisi kritis.
Selain
itu terapi ini dapat mempererat rasa persaudaraan yang terjalin antara
penderita yang sudah sembuh dengan penderita penerima serumnya, seperti
yang dialami dalam proses transfusi darah ataupun tranplantasi organ.
Bukankah kita manusia semuanya diciptakan untuk saling tolong menolong?
Penderita yang sudah sembuh menolong penderita yang masih sakit dan
seterusnya. Akhirnya semua akan bersatu di dalam satu wadah, NKRI.
Salam, Srikandi
Sumber gambar:
https://www.shine.cn/news/nation/2002212482/
Sumber Utama : 18 Maret 2020 https://seword.com/umum/solusi-cepat-covid19-donor-plasma-konvalesen-4ZSzsmHjZQ
Yes! Gagasan Terapi Plasma Tim Seword Diaplikasikan Kemenkes dan Eijkman!
Lebih
baik telat ketimbang tidak melakukan apapun. Itulah yang saat ini
terjadi di Indonesia terkait solusi terbaik penyembuhan terapi plasma.
Bayangkan sekitar tanggal 12 Maret sudah ditulis di seword soal metode
ini, baru tanggal 20 April dirilis. Tapi itulah perjuangan butuh banyak
tantangan untuk mencapai tujuan. Banyak yang tak mau dana puluhan
triliun menguap seketika.
Berikut link tulisan pertama di seword: https://www.google.com/amp/s/seword.com/umum/solusi-cepat-covid19-donor-plasma-konvalesen-4ZSzsmHjZQ
Inilah
metode terapi plasma yang sukses dipakai di China dan kini
dipalikasikan di Iran. Amerika Serikat juga kabarnya telah lebih dahulu
mencontoh China tapi hasilnya tak bisa signifikan. Ini karena AS tak
tertib melakukan social distancing dan anjuran tinggal di rumah.
Akibatnya Rumah Sakit kewalahan dengan jumlah lonjakan pasien. Berarti
metode terapi plasma ini juga harus diikuti physical distancing yang
ketat untuk mengawal kesembuhan yang tinggi tanpa penambahan kasus yang
signifikan.
Salah
satu penulis seword yang berprofesi sebagai dokter anastesia telah
membuat protap terapi plasma. Kabar ini sampai ke Istana dan disetujui
RI 1 dan Kemenkes. Kalau sudah ada hasil uni coba berarti bisa langsung
diaplikasikan di lapangan. Jelas saja ini menjadi kecemburuan banyak
pihak terutama yang bergerak di dunia medis. Kini setelah sebulan
berlalu, mereka beramai-ramai mengklaim metode terapi plasma. Semoga
saja mereka tak sungkan memakai protap yang telah selesai dibuat.
Seperti dilansir kompas.com,
Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Institute Amin Soebandrio
mengatakan, pengobatan untuk pasien Covid-19 dengan menggunakan plasma
darah pasien yang sembuh bisa segera diterapkan.
Menurut Amin, dalam hitungan pekan pengobatan ini bisa segera dilakukan.
"Dalam beberapa pekan mendatang semoga bisa. Sudah ada dukungan BPOM dan Kemenkes," ujar Amin saat dikonfirmasi Kompas.com, Senin (20/4/2020).
Amin mengungkapkan saat ini pihaknya sedang melakukan screening terhadap pasien Covid-19 yang telah sembuh.
Pasien-pasien inilah yang nanti akan menjadi donor plasma darah untuk pengobatan.
"Bersamaan
dengan itu, secara paralel nanti kami juga langsung melakukan
pengujian. Sehingga setelahnya bisa langsung dipakai," tutur Amin.
Meski demikian, Amin belum bisa memperkirakan hasil donor yang pertama nanti bisa digunakan untuk mengobati berapa pasien.
"Itu
tergantung. Kalau kadarnya (antibodi) tinggi bisa dipakai untuk dua
orang (pasien Covid-19). Jadi itu sangat individual, " ungkap Amin.
Dia
menambahkan, baik PMI maupun Lembaga Eijkman juga akan memberikan
pengarahan protokol pengobatan Covid-19 dengan plasma darah itu kepada
rumah sakit.
Menurut Amin, pasien yang telah sembuh juga akan dipastikan tetap aman dan sehat setelah diambil plasma darahnya.
"Artinya
dalam darahnya mengandung antibodi cukup baik dan tidak ada virus atau
bakteri lain, itu sudah kami anggap aman. Kami minta kesediaan mereka
untuk mendonasikan plasma darahnya," ujar Amin dalam diskusi berjaya
"Ikhtiar Melawan Corona" yang digelar secara daring pada Sabtu
(18/4/2020).
Selain pernyataan dari Lembaga Eijkman, JK juga menyatakan dukungan akan metode terapi plasma. Seperti dilansir kumpara.com,
Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Jusuf Kalla menyebut pihaknya tengah
menyiapkan obat antibodi bagi para pasien corona. Obat antibodi itu
dibentuk atas dasar kerja sama antara pihak PMI dan Eijkman Institute
for Molecular Biology.
Menurut
JK, obat antibodi tersebut dibentuk dari susunan dasar plasma darah
yang diambil dari spesimen penderita COVID-19. Melalui cara itu
diharapkan pemerintah dapat menyiapkan obat-obatan untuk meningkatkan
antibodi masyarakat di luar vitamin.
"Salah
satu pengobatan yang dianggap sangat manjur dan setelah dicoba di
beberapa negara, itu bagaimana kelola plasma daripada korban atau
penderita virus yang sudah sembuh. Setidak-tidaknya 3 minggu itu
dikelola jadi obat antibodi," ujar JK di acara launching pusat informasi
corona kumparan, Minggu (19/4).
"Plasma darah itu ada antibodi dan itu dipakai pula untuk obati yang sakit. itu yang dilakukan Eijkman," tegasnya.
Sebenarnya
lucu juga melihat banyak pihak mulai berlomba-lomba menggunakan terapi
plasma. Pasalnya dulu JK berkeras meminta lockdown adalah solusi di atas
semua solusi. Kini dia seperti menjilat ludah sendiri saat tahu ada
solusi ampuh dibalik lockdown yang akan menjerat rakyat miskin dan
melumpuhkan ekonomi nasional.
Kini
giliran IDI, dokter paru mendadak artis dan DKI 1 ditunggu suaranya
untuk mengakui kehebatan metode terapi plasma. Termasuk grup Cikeas yang
awalnya ngotot lockdown dan para pendukungnya di dunia maya.
Betapa
malunya jadi IDI karena tuntutan lockdown, APD dan semua yang berkaitan
dengan uang puluhan triliun akhirnya rontok seketika. Sama seperti
artikel saya sebelumnya yang menghitung pengeluaran untuk alat terapi
plasma hanya berkisar 3,4 Milyar untuk 17 buah. Ini asumsinya untuk 34
provinsi di seluruh Indonesia setelah dikurangi 15 buah alat terapi
plasma yang sudah dimiliki PMI.
Akhirnya
JK buka suara meski telat sebulan. Saya yakin para mafia alkes yang
sudah menghitung keuntungan jadi kicep seketika. Bayangkan pengeluaran
negara untuk ventilator, APD dan lainnya sekitar 40 T selama 2-3 bulan
langsung dipotong dengan temuan terapi plasma. Dan ini jaminan
kesembuhannya sudah pasti ketimbang alat-alat APD dan sebaginya yang
tidak menjamin kesembuhan. Semoga setelah ini Indonesia segera keluar
dari pandemi corona. Kalau IDI masih gembar gembor APD, maka akan ada
ratusan artikel seword yang menyerukan terapi plasma.
Begitulah kura-kura.
Referensi:
Jokowi Melarang Mudik, Sip Pak!! Tinggal Pelaksanaannya!!
Presiden
Joko Widodo menyatakan akan melarang mudik Lebaran pada hari raya Idul
Fitri 1441 H bagi semua warga. Sebelumnya, Jokowi hanya melarang mudik
untuk aparatur sipil negara (ASN), pegawai BUMN, dan TNI-Polri. Jokowi
juga mengatakan, berdasarkan survei Kementerian Perhubungan (Kemenhub),
ada 68% masyarakat yang tidak mudik, 24% ingin mudik, dan 7% sudah
mudik. Jokowi menekankan angka 24% ini masih cukup tinggi.
"Dari
hasil kajian-kajian yang ada di lapangan, pendalaman yang ada di
lapangan, kemudian juga hasil survei dari Kemenhub, disampaikan bahwa
yang tidak mudik 68%, yang tetap masih bersikeras mudik 24%, yang sudah
mudik 7%. Artinya, masih ada angka yang sangat besar, yaitu 24% tadi,"
Akhirnya
Presiden Joko Widodo mengeluarkan pernyataan keras untuk melarang
mudik. Ini sebuah keputusan yang sangat tepat. Bayangkan saja, 2019 lalu
angka pemudik mencapai 23 juta orang. Anggaplah potensi pemudik tahun
ini sama dengan tahun lalu, maka 24 persen itu saja mencapai 5,5 juta
jiwa!! Di suasana pandemi seperti ini mobilisasi 5,5 juta jiwa jelas
bukanlah hal yang aman dan menyenangkan. Potensi mereka menularkan atau
membawa virus Corona dari tempat asal ke kampung halaman jelas makin
besar.
Sebetulnya
arus pulang kampung sudah terjadi dalam beberapa waktu terakhir seiring
banyaknya sektor pekerjaan yang terpaksa menghentikan operasional
akibat wabah corona. Dan faktanya, sudah sering kita baca berita kasus
positif covid yang berasal dari mereka yang datang dari kota besar
terutama wilayah DKI Jakarta ke daerah. Masalahnya adalah, di daerah itu
fasilitas kesehatan tidak sebanyak, selengkap, dan sebesar di kota-kota
besar apalagi jika dibandingkan dengan DKI Jakarta. Tentu sangat
mengerikan sekali kalau sampai banyak yang ketularan. Bisa kocar-kacir
sumber daya medis di daerah itu dan ini sangat membahayakan.
Tapi
tentu saja pernyataan Jokowi ini harus didukung dengan aturan-aturan
yang mendukung. Misalnya saja pemeriksaan di pintu-pintu tol, pintu
masuk penyeberangan, di airport, dan lain-lain. Ya sebisa mungkin memang
diminamilisir dululah pergerakan pulang kampung ini. Pun kalau perlu
didukung dari Kominfo misalnya penggratisan kuota dan biaya pulsa
untuk berkomunikasi pada Hari Raya Lebaran misalnya. Jadi biarlah
sehari itu rakyat Indonesia bisa berkomunikasi gratis dengan keluarganya
sehingga orang tak perlu harus datang bertatap muka.
Di
samping larangan itu, jelas larangan pelaksanaan takbir keliling,
taraweh di masjid, penyelenggaraan sholat Ied, serta acara-acara reuni
keluarga, reuni sekolahan, dan sejenisnya yang mengumpulkan massa harus
dipertegas sejak awal untuk dilarang. Kalau ada kepala daerah yang
bandel berilah surat peringatan. Karena yang saya dengar di Bengkulu
misalnya masih ada yang mau nekat melaksanakan taraweh.
Ya
ini memang bukan keputusan yang menyenangkan. Ramadhan dan Lebaran
tahun ini jelas sangat terasa bedanya dibandingkan tahun lalu. Tapi ini
demi kebaikan bersama. Kalau kita nggak disiplin dan tidak mengalah dulu
untuk menahan diri dari kegiatan kumpul-kumpul dan pulang kampung, bisa
jadi makin panjang wabah ini terjadi. Akibatnya perekonomian kita bisa
makin limbung. Kalau ekonomi sudah limbung jelas efeknya akan ke
mana-mana.
Kebijakan
larangan mudik ini juga harus disounding penuh oleh Pemerintah. Arahkan
Kominfo untuk terus menyiarkan larangan mudik baik melalui broadcast
SMS, himbauan di radio, televisi, youtube, medsos, apapun ruang
informasi harus dimasuki. Di sinilah sebenarnya peran Kominfo mestinya
makin dimaksimalkan.
Kepala-kepala
daerah juga bisa menginstruksikan camat dan lurah untuk terjun ke
RT-RT, RW-RW, dukuh, dusun untuk melakukan himbauan warganya agar
mencegah anggota keluarga mereka untuk mudik ke kampung halaman.
Biasanya kalau yang di kampung sudah tegas untuk meminta agar jangan
pulang, yang di rantau akan berpikir. Komunikasi dari tingkat bawah
mulai RT, RW ke Puskesmas-Puskesmas juga harus dibuka untuk memberikan
informasi kalau-kalau ada warga yang nekat tetap pulang kampung. Mereka
harus didata dan dipantau kalau perlu dikarantina sajalah biar mikir
ulang untuk pulang.
Memang
sepertinya Ramadhan dan Lebaran tahun ini sangat berbeda, tapi hanya
kedisiplinan yang akan menolong kita segera keluar dari pandemi ini.
Ratusan Warga Bogor Termakan Hoaks-Sembako, Semoga Nggak Jadi Kluster Baru!
Penyebar
hoaks memang masih bergentayangan di negeri ini. Tak terkecuali dalam
masa-masa seperti sekarang dimana pembatasan kerumuman massa
diberlakukan di mana-mana. Seperti yang baru saja terjadi di Bogor,
menurut lansiran Liputan6.com, dimana ada ratusan warga Bogor (entah bagaimana) begitu saja termakan hoaks pembagian sembako.
Alhasil
... ngumpul deh mereka menyerbu kantor Baznas Kabupaten Bogor pada
Senin (20/4) untuk menagih sembako seperti yang diberitakan lewat pesan
berantai via WhatsAppa (WA).
Imbauan agar melakukan physical distancing juga sudah tak mempan membendung warga yang berdesak-desakan ingin memperoleh sembako. Padahal, sedianya pihak Baznas sendiri sekalipun ada rencana berbagi sembako, tetapi ditujukan bagi ustad, guru ngaji, pondok pesantren, dan amil tetapi belum disalurkan.
Selain
tak mengindahkan anjuran pemerintah untuk menjaga jarak, mereka juga
seakan abai dengan fakta bahwa Kecamatan Cibinong merupakan satu dari 16
kecamatan yang sudah termasuk zona merah Covid-19. Ketua Baznas Kabupaten Bogor, Lesmana, juga menegaskan bahwa Senin kemarin tidak ada pembagian sembako untuk siapapun.
Untunglah
lembaga pengelolaan zakat tersebut masih punya stok sembako sekitar 500
paket, yang akhirnya keluar juga dibagikan kepada masyarakat yang
datang tak diundang tetapi termakan hoaks itu. #hadeh
Bangsa yang mudah termakan hoaks
Apakah
bangsa ini mudah termakan berita palsu alias hoaks? Silakan simpulkan
sendiri dari peristiwa tadi, yang menjadi peristiwa kesekian terkait
hoaks yang biasanya dikirim melalui pesan berantai di media sosial
melalui grup-grup WA. Cuma bermodal “tekan tombol dan teruskan” para
pembuat hoaks pastinya tak mau peduli dengan dampak yang bisa dihasilkan
oleh perbuatan jahat mereka itu.
Coba
bayangkan sekiranya ratusan orang tadi, yang didominasi oleh emak-emak,
meskipun termakan hoaks tapi kalau di lokasi nggak dapat apa-apa ...
siapa dapat menjamin mereka dapat pulang dengan legowo, apalagi berkata: “Oh, kita cuma ditipu berita bohong dari WA ya? Ya udah deh. Yuk kita pulang, Kawan!”
Apakah
pembuat dan penyebar hoaks tadi juga mikir soal potensi terjadinya
**kluster baru Covid-19” dari hasil kumpul-kumpul dadakan tanpa
mengindahkan imbauan jaga jarak dari hoaks sembako itu? Mustahil! Bisa
jadi malah ketawa-ketawa melihat ada potensi tambahan jumlah pasien
positif Covid-19 baru, sehingga para tenaga medis akan kerepotan dan
masih ditambah kemungkinan menyalahkan pemerintah. Betul?
Kalau mereka mikir sampai ke sana, kan tentunya akan batal memproduksi atau menyebar berita hoaks ya? Cuma repotnya, lagi-lagi sebagian masyarakat di negeri kita masih mudah tertipu berita hoaks. Apalagi kalau pas lagi butuh sesuatu, mulai dari sembako, barang diskonan, hingga makanan murah. Kalau gratis? Tambah diserbu...! Logika langsung menjadi ambyar dan tak bisa berpikir sehat kalau sudah dengar kata gratis! #silakanbuktikan
Padahal,
pemerintah dan aparat keamanan tak henti-hentinya meminta agar
berhati-hati dengan hoaks. Selain pembuat dan penyebarnya bisa terjerat
kasus hukum (ada UU ITE), seharusnya masyarakat juga belajar dari
hoaks-hoaks yang selama ini sudah beredar dan menjadi viral bagi
masyarakat. Lantas, apakah “kebodohan” semacam ini bisa terus dimaklumi?
Tentu saja tidak!
Masa’ tidak belajar dari yang selama ini sudah terjadi?
Khawatir muncul kluster baru
Jujur
saya khawatir kalau kasus “hoaks sembako” ini nantinya menjadi kluster
baru untuk penyebaran Covid-19, yang tentunya akan semakin membuat
pusing Ridwan Kamil dalam memerangi Covid-19 di daerah kekuasaanya itu.
Menurut
data terakhir saja, per Senin (20/3) sudah ada 747 pasien positif dari
Jawa Barat, nomor dua secara nasional menurut lansiran Kompas,
dengan kematian 62 orang dan 56 pasien sembuh. Jangan sampai terjadi
ledakan jumlah pasien positif baru deh, apalagi dengan penyebab yang
sangat nggak keren ... termakan hoaks pembagian sembako!
Amit-amit
dah ... jangan sampai terjadi. Berdoalah kalian warga yang kemarin
berdesak-desakan demi mendapatkan sembako gratis semoga kalian tidak
terkena. Namun, kalau akhirnya terkena ya ... terima saja nasib
sekaligus imbas dari betapa mudahnya kalian termakan berita hoaks.
Pelajaran yang rasanya akan menjadi sangat berharga dan seharusnya akan
terkenang seumur hidup!
Begitulah hoaks-hoaks....
Hari Kartini, Hari E'man'sipasi Wanita
Di
hari Kartini ini, saya ingin menulis sebuah sudut pandang saya tentang
apa arti emansipasi wanita. Kata Pramoedya, menulis adalah sebuah
keberanian. Hari ini saya mau berkisah tentang tokoh perempuan yang
bernama Srintil, dari trilogi Ronggeng Dukuh Paruk, Ahmad Tohari.
Menulis tentang Srintil adalah menulis tentang keutuhan martabat seorang
perempuan.
Srintil,
pada awalnya dikenalkan sebagai bocah perempuan yang tubuhnya sangat
luwes ketika ia menari. Mengetahui ada bocah perempuan punya bakat
menari, tidak segan-segan tokoh masyarakat di desanya langsung
mengikrarkan bahwa Srintil adalah titisan seorang ronggeng. Pasalnya,
sudah dua belas tahun Dukuh Paruk kehilangan seorang ronggeng, jadi
tentu saja hal ini membawa kebahagiaan tersendiri bagi masyarakat
setempat. Kesenian Ronggeng adalah satu-satunya kebanggaan milik Dukuh
Paruk. Padahal, ronggeng sebenarnya hanyalah alasan legalitas agar
Srintil bisa digilir sebagai pembawa kebahagiaan selangkangan para pria.
Hidup
sebagai ronggeng yang sangat belia tentu saja membuat Srintil dilema
melihat pribadinya. Siapa yang tidak merasa bahagia sebagai wanita,
dipuja dan diingini para pria, selain itu, sebagai seorang ronggeng
iapun bisa mencicipi ketenaran dan kemewahan. Tetapi di sisi yang lain,
siapa juga yang ingin menjadi seorang perempuan milik bersama? Iapun
rindu dicintai oleh seorang pria yang menatapnya sebagai perempuan yang
bersahaja. Srintil tetap butuh cinta. Cinta seorang pria bernama Rasus.
Tetapi tentu saja Rasus juga berpikir tentang martabatnya. Masa iya
seorang pria mau berpasangan dengan seorang ronggeng? Bagaimana
selanjutnya kehidupan Srintil dan Rasus? nah beli aja sendiri deh
bukunya....
Srintil,
sama seperti kita semua para perempuan. Mengharapkan dicintai dengan
sederhana oleh seorang pria, tapi apa yang didapat? Selalu yang dilihat
adalah tentang martabat hidupnya. Ya begitulah.... perempuan harus
sempurna dulu baru bisa dicintai seutuhnya..
Menjadi Sempurna
Aku
harus bisa memasak, aku harus bisa melayani, aku harus menjaga
kesucianku. Selayaknya rating bintang pada ojol, martabat dan nilai
wanita dinilai begitu mudahnya hanya dengan beberapa centangan "sudah
atau tidak" ia layak jadi wanita. Wanita, harus jadi sempurna dulu baru
bisa dicintai. Iya, emang masih banyak pria-pria brengsek yang masih
lihat perempuan kaya gitu, yang pada akhirnya terbitlah para pergerakan
feminis yang "melawan pria" dan menyatakan "I can live without man".
HEEYYY....... engga gitu juga kali..
Izinkan
saya mengutip Nyai Ontosoroh, tokoh perempuan dari Pramoedya Ananta
Toer. Kata Nyai, “Jangan sebut saya perempuan sejati jika hidup hanya
berkalang lelaki. Tapi bukan berarti saya tidak butuh lelaki untuk saya
cintai.”. Tidak… perempuan diciptakan bukan untuk (berpura-pura) lemah
pada para lelaki. Kita diciptakan sebagai sandaran pundak bagi para
lelaki itu. Tidak kebetulan pula Tuhan izinkan Hawa tercipta dari tulang
rusuk yang melindungi "jantung" Adam, bukan?
Emansipasi
wanita bukan berarti wanita tidak butuh pria. Dalam emansipasi ada kata
"man", justru prialah yang menjadi landasan dasar kita bisa menjadi
wanita super. Saya yakin perempuan tidak dapat kuat tanpa sosok para
lelaki. Kekuatan kita datangnya dari belaian mereka, tatapan lembut
mereka, dan dari tangan mereka yang memeluk erat pinggang kita. Perlu
juga sekali-sekali kita memohon pada para lelaki itu untuk mencintai
kita. Jujurlah, kita butuh kecupan mereka!
Kekuatan
lainnya yang dimiliki wanita adalah tangisan. Saya selalu percaya, air
mata yang jatuh dari mata kita meneriakkan doa yang paling lirih kepada
sang Pencipta. Ia memang menitipkan itu pada kita, para perempuan. Ia
tahu bahwa ketika kita melihat mereka yang kita cintai terluka,
disanalah air mata itu melantunkan doanya.
TETAPI...
Memang masih banyak perempuan diluar sana yang harus bertahan dalam
sisa remahan martabat yang dimilikinya. Dibalik kain yang membalut,
terdapat memar yang tidak hanya membiru tetapi juga memar hati dan
jiwanya. Mungkin semalam ia harus merelakan tubuhnya terlentang pasrah
dengan air mata yang sudah menggenang di sudut matanya, atau tadi pagi
ada juga yang baru saja mencoba menutup tidak hanya kuping tetapi
berusaha mematikan rasa di hatinya.
Masih
banyak perempuan-perempuan yang berlatih untuk menorehkan senyum.
Senyuman perempuan memiliki sejuta arti. Coba perhatikanlah lain kali,
apakah disudut senyum itu terdapat getiran yang tertahankan atau itu
hanyalah senyuman hampa? Senyuman perempuan akan menunjukkan masa
pengujian hidupnya. Terkadang ada teriakan permintaan tolong dari balik
senyuman itu, ada pula perempuan yang sudah lupa dan hanya menghafalkan
cara menarik sudut bibir agar terlihat tersenyum.
Oleh
karena itu izinkan saya menuliskan sebuah pesan yang singkat kepada
kalian para pria sejati diluar sana.. Pelajarilah baik-baik pribadi
perempuan-perempuan dibalik senyuman mereka, mungkin mereka perlu
merasakan sapaan dan pelukan hangat untuk mengobati kehancuran hatinya
atau seribu doa untuk kebisuannya.....
Awas Jika Wanita Meradang!
Kartini
remaja dipingit selama 6 tahun, bagaikan PSBB untuk wanita priyayi
jaman itu. Kartini hanya tamatan SD. Meski demikian, pemikiran Kartini
masuk hingga ke dalam lingkaran parlemen Belanda.
Sebenarnya
mimpi Kartini bersekolah di Belanda nyaris terjadi. Sayangnya
pemerintah kolonial tidak setuju. Mereka takut sikap kritis Kartini akan
menimbulkan gejolak masyarakat. (baca: penguasa pribumi dan londo)
Bisa-bisa timbul reformasi!
Hidup
Kartini yang teramat singkat memberikan warna penting pada politik etis
Belanda. Politik balas budi atas kemajuan ekonomi Belanda berkat hasil
bumi daerah jajahan dan perbudakan. Politik etis ini yang mendorong
lahirnya STOVIA, cikal bakal Universitas Indonesia.
Lompat
ke masa kini. Istri saya mengirim artikel tentang kepemimpinan kepala
negara wanita di tengah pandemi Covid-19. Menarik bagi saya mahluk
berjakun yang dulu sempat bersekolah di SMA khusus pria. Membuka
wawasan. Hehe.
Di
Taiwan, Presiden Tsai Ing-wen langsung menetapkan inspeksi pesawat
setelah beredar berita adanya virus misterius di Wuhan. Sejak awal
Januari, Taiwan telah membatasi penerbangan dari dan ke China. Ing-wen
segera meningkatkan produksi lokal dan impor APD.
Di
akhir Januari, Taiwan memiliki stok 44 juta masker operasi, 1,9 juta
masker N95 dan 1.100 ruang isolasi yang mampu mencegah kontaminasi
silang antar kamar di rumah sakit. Taiwan betul-betul belajar dari
pengalaman menghadapi SARS di masa lalu.
Pengumuman
harian dengan pesan-pesan sederhana mampu memobilisasi masyarakat
Taiwan untuk bersiap mengadapi Covid-19. Pemerintah Taiwan melakukan
testing secara masif bahkan proaktif mencari penderita gangguan
pernapasan.
Kerja
keras pemerintahan Ing-wen berhasil menekan korban hingga 6 orang.
Prestasi spektakuler ini berujung pada diusulkannya Taiwan menjadi
anggota negara pengawas kesehatan dunia PBB.
Di
Jerman, Kanselor Angela Merkel, dari awal sudah terobsesi dengan Rapid
Test. Saat ini saja, Jerman sedang berupaya untuk meningkatkan kapasitas
tes dari 200.000 ke 500.000 per minggu! Dengan 83 juta penduduk, Jerman
memiliki tingkat kematian yang sangat rendah, jauh di bawah kebanyakan
negara Eropa lainnya.
Di
Selandia Baru ada Perdana Menteri Jacinda Ardern yang juga bertindak
cepat. Sejauh ini hanya sekitar 9 orang yang meninggal dari 1.300 kasus.
Di Finlandia, Perdana Menteri Sanna Marin yang masih berusia 34 tahun
melaporkan 82 kematian dari 3.489 kasus.
Apakah
ada faktor gender dari sigapnya para wanita hebat ini? Pemikiran
sederhana saya begini. Wanita itu diberi karunia kandungan oleh Tuhan,
tempat kehidupan manusia dimulai. Mulai dari janin hingga orok. Wanita
merasakan kehidupan karena merawatnya dari awal. Kehidupan itu karunia.
Kematian adalah tragedi.
Saat
lulus SMA saya ingin masuk ABRI. Tetapi, tidak jadi. Kepada isteri saya
pernah sesumbar kalau saya akan setuju bila anak ingin masuk dinas
militer. Istri saya bilang: "NO WAY! Saya mengandung dan melahirkan dia.
Bukan kamu! Saya akan sakit jiwa kalau dia meninggal tertembak."
Peniliti
Robert Kastenbaum menemukan kalau wanita jauh lebih khawatir
dibandingkan pria saat memikirkan kematian. Kematian membuat wanita
lebih sedih ketimbang pria. Tidaklah heran saat kematian massal dalam
waktu cepat mengancam, wanita lebih terpukul jiwanya ketimbang pria.
Para
pemimpin negara wanita tadi menyalurkan kekhawatiran mereka melalui
paket kebijakan jitu melawan Covid. Ancaman negara sama dengan serangan
terhadap keluarga mereka di rumah.
Jack
Zenger dan Joseph Folkman membuat penelitian tentang kepemimpinan
wanita dan pria di Amerika Serikat. Responden mengakui, secara
keseluruhan, wanita dinilai lebih baik dari pria dalam 5 hal. Mengambil
inisiatif. Gigih. Mengembangkan diri. Bekerja keras demi prestasi.
Berintegritas tinggi dan jujur.
Lebih
jauh lagi, responden (pria dan wanita, proporsional) berpendapat wanita
lebih efektif dalam melakukan hampir seluruh (84%) kompetensi
kepemimpinan yang sering diteliti para psikolog. Gubrak!
Sangat
bertolak belakang dengan kenyataan saat ini. Di pemerintahan, hanya 10
dari 152 negara dipimpin oleh perempuan. Di dunia bisnis, hanya 5% CEO
perusahaan Fortune 500 adalah wanita. Keadaan ini cocok dengan hasil
banyak riset bahwa pria lebih diutamakan saat menjaring calon karyawan
dan memberikan promosi.
Soal
rasa percaya diri, pria jauh lebih tinggi. Wanita cenderung tidak
melamar posisi yang lebih tinggi kalau mereka merasa tidak memiliki
kompetensi. Pria lebih pede. Premisnya, mereka bisa belajar kompetensi
yang diminta nanti setelah diterima bekerja.
Bagaimana
di Asia Tenggara, Indonesia? Kabar baik! Survei Grant Thornton
menunjukkan 34% perusahaan di kawasan kita memberikan posisi tinggi
kepada wanita. Pertumbuhan eksekutif wanita di Asia Tenggara adalah yang
tertinggi di dunia setelah Eropa Timur.
Indonesia
adalah negara kedua termaju di Asia Tenggara setelah Filipina dalam
memberikan posisi manajemen senior kepada wanita. Angkanya 43% dari
perusahaan yang diteliti pada tahun 2018. Bandingkan dengan Jepang yang
hanya 5%.
Apa
motivasi eksekutif wanita? Gaji yang lebih tinggi. Sudah menjadi
pengetahuan umum, wanita memang sering digaji lebih rendah dari pria.
Diskriminasi selalu melahirkan semangat reformasi!
Kartini
menanamkan bibit reformasi kesetaraan pria dan wanita seabad yang lalu.
Sekarang wanita Indonesia menikmatinya. Pria Indonesia juga turut
merasakannya.
Sri
Mulyani menerbitkan Pandemic Bond demi jalannya roda perekonomian dan
kesejahteraan masyarakat selama wabah berlangsung. Tri Rismarini di
Surabaya dengan kinerja kerja yang jauh di atas pejabat daerah pada
umumnya. Konsisten, ada atau tidak ada Covid.
Sementara itu di garda depan, ratusan ribu tenaga medis wanita menantang maut merawat pasien Covid. Luar biasa.
" … putri yang mulia, sungguh besar cita-citanya, bagi Indonesia."
https://tirto.id/intrik-politik-orang-orang-belanda-di-belakang-perjuangan-kartini-eiee
https://www.cnn.com/2020/04/14/asia/women-government-leaders-coronavirus-hnk-intl/index.html
https://www.pyschologytoday.com/us/blog/the-big-questions/201009/thinking-about-death-impacts-men-and-women-differently
https://hbr.org/2019/06/research-women-score-higher-than-men-in-most-leadership-skills
Kesadaran Masyarakat Rendah Soal Covid-19, Quo Vadis KEMKOMINFO?
Serba canggung dan over acting,
barangkali demikian kesan yang kita peroleh dari para pejabat daerah
beserta petugas lapangan, ketika menghadapi wabah Covid19, setidaknya
sampai bulan ke dua penanganannya.
Jangankan
untuk memahami Peraturan Pemerintah yang menjadi referensinya, bahkan
untuk memahami bahwa yang diatur oleh mereka, adalah makhluk hidup,
lebih-lebih memiliki seribu satu akal, tampaknya mereka tak terlalu
mempersoalkannya. Yang ada di benak mereka, adalal melaksanakan tugas
lapangan, terserah bagaimana detil implementasinya.
Hal
yang cukup menggelikan, adalah salah satu pembicara dalam diskusi ILC
TV One, yang menggambarkan, percuma saja kalau Jakarta diberlakukan
PSBB, karena yang lebih penting dari penerapan itu, adalah lalulintas
manusia dari dan ke luar Jakarta.
Jadi
menurut sang pengusul, ketika Jakarta memberlakukan PSBB, maka seluruh
kota di Indonesia seharusnya melakukan hal yang sama. Artinya kita lebih
memilih Lockdown, ketimbang memberlakukan PSBB. Dia tak sadar kalau
pengertian PSBB, adalah pembatasan dan bukan mengunci orang tinggal
sepenuhnya di dalam kamar.
Sejak
diberlakukannya pilihan PSBB, memang terasa berseliweran pendapat, yang
menyebut cara itu belum cukup mengurangi penyebaran virus. Lebih lucu
lagi ketika muncul gagasan untuk menghentikan beroperasinya moda
angkutan umum semacam KRL. Sekali lagi, yang kita atur adalah manusia
bernyawa, yang akalnya pun kita tak tahu batasnya.
Sebenarnya, yang paling mungkin dilakukan oleh para pemegang otoritas, adalah sebatas sosialisasi, titik. Adapun mempraktekkan check point,
bukanlah dimaksudkan untuk melakukan pendekatan keras atau pemaksaan,
melainkan hanya untuk memberi gambaran betapa seriusnya resiko yang kita
hadapi.
Adapun
teknik dan taktik sosialisasi, bisa saja dengan penetrasi hingga ke
tingkat pemerintahan paling bawah, misalnya RT dan RW. Karena yang
dirasakan sangat kurang selama ini, adalah kualitas informasi yang
sampai kepada masyarakat. Mereka hanya tahu ada pemberlakuan PSBB, namun
ketika ditanya apa detilnya, hampir bisa dipastikan, mereka tak tahu
banyak, kalau tidak bisa dikatakan tanpa pengetahuan.
Barangkali
biaya sosialisasi ini, jika benar-benar dijalankan, akan jauh lebih
mahal dibanding membagikan sembako bagi masyarakat kurang mampu, yang
terpaksa dibatasi gerakannya. Taruhlah anggaran untuk jaring pengaman
sosial seperti itu, ditangani khusus oleh Kementerian Sosial atau Dinas
terkait, di sisi lain, tugas sosialisasi tentu saja harus diemban oleh
Kementerian Komunikasi dan Informasi.
Lalu
di manakah posisi KemKominfo selama ini? Kok sepertinya mereka lepas
dari kesadaran, bahwa mereka sebenarnya harus memegang kendali paling
besar.
Jangan mentang-mentang semua pekerjaan sudah dibagi habis oleh Gugus
Tugas Percepatan Penanganan Covid19, sehingga mereka leluasa melenggang
kangkung.
Di
masa hampir semua PNS melakukan karantina mandiri, sepertinya aparat
Kominfo pun turut bersembunyi di balik koridor karantina mandiri ini.
Justru kini mereka harus mengambil peran, karena masyarakat terkesan
dibiarkan menelan sendiri, ketika mereka dipaksa harus memahami protokol
kesehatan, jangankan untuk menjalankannya, mereka bahkan jauh lebih
hapal lagu dangdut, ketimbang memahami setiap tahap protokol yang
berlaku.
Barangkali
hanya karena kesamaan institusi dan Korp antara BNPB dengan TNI/Polri
saja, sehingga yang dominan di lapangan adalah aparat dibawah institusi
tersebut. Sementara, yang seharusnya berada di depan, adalah mereka yang
memegang fungsi memasyarakatkan kebijakan.
Kita
tidak tahu, apakah karena fungsi Kominfo telah diambilalih, sehingga
mereka kini terasa menjadi macan kertas. Lalu bagaimana mereka mendapat
kesempatan mengaktualisasikan diri sebagai praktisi Komunikasi?
Di
sinilah kita melihat gagapnya satu institusi dalam menjalankan
fungsinya secara efektif. Ketika masyarakat tidak terjangkau dalam hal
dituntut memahami persoalan mereka sendiri, yang dijalankan justru
pendekatan keras.
Kembali
ke persoalan PSBB yang sebagian pihak menghendaki diberlakukan secara
nasional. Jika hal ini dilakukan, sementara masyarakat tak terlalu
peduli dengan berbagai konsekwensi pelanggarannya, sekali lagi kita
berhadapan dengan makhluk hidup yang memiliki akal tak terbatas.
Kalau
hanya sekian individu yang dikelola, mungkin masuk akal kita melakukan
pengawasannya. Namun sejauh jumlahnya ratusan juta, maka yang kita
hadapi adalah persoalan ikutannya. Jadi jangan bermimpi untuk
memberlakukan PSBB berskala nasional. Karena yang paling mendesak untuk
dilakukan, adalah merangsang masyarakat menyadari, masalah apa
sebenarnya yang sedang mereka hadapi.
Dan
yang paling dekat dapat kita baca, adalah kapasitas KemKominfo yang
belum dimanfaatkan secara optimal. Bahkan untuk merekrut tenaga-tenaga
relawan untuk urusan ini, rasanya akan jauh lebih efektif, ketimbang
menggalang tenaga keamanan.
Rasionalitas Demo Dengan Social Distancing
Menurut
Said Iqbal, buruh berencana akan demo tanggal 30 April, jika pembahasan
RUU Omnibus Law kluster Cipta Kerja dilanjutkan. Banyak “penilai”
langsung menecam rencana tersebut, tanpa memberi alasan kecaman yang
memadai. Kejengkelan yang emosional ditumpahkan, tendensius bahkan
dengan cara yang bersifat ad hominem. Penilaian yang rasional dan
proporsional menguap. Kecamlah bila ada alasan yang rasional. Kecamlah
bila sudah menilainya secara proporsional.
Penulis
sendiri mengecamnya, tapi dengan syarat alasan dan tidak hanya tertuju
kepada buruh. “Penulis mengutuk dengan keras, jika pemikiran dalam
rencana demo tersebut sengaja bermuatan politik untuk merusak
kredibiltas pemerintah dengan menunggangi kondisi bencana nasional saat
ini. Sebab itu adalah perbuatan biadab”. Hal ini sangat mungkin terjadi.
Bisa dihubungkan dengan afiliasi politik sebagaian pemimpin serikat
buruh, yang berseberangan dengan pemerintah.
Pernyataan
keras untuk DPR, “Lebih biadab juga, bila pembahasan RRU tersebut
sengaja diteruskan justru untuk memancing aksi buruh agar memperkeruh
situasi wabah yang bertujuan membangun opini inkompetensi pemerintah.
Sebab, ini adalah politik terkutuk”. Ini pun lebih memungkinkan terjadi,
mengingat masih adanya dendam politik oposisi. Keduanya sangat
memungkinkan bermain politik kotor dan oportunis.
Bagaimana
persoalan ini harus dilihat? Jadi kita coba melihat rencana demo
terkait RUU Omnibus Law-Cipta Kerja dari perspektif berimbang para
pemangku kepentingan yang paling terkait (buruh dan pengusaha) dalam
kerangka proses legislasi. Kecaman penulis malah makin keras, “adalah
tidak berperikemanusiaan siapapun yang menunggangi proses legislasi ini
hanya karena kepentingan politik pribadi yang sempit”.
Secara
objektif, sejatinya keberadaan hukum ketenagakerjaan di dalamnya
terdapat satu kepentingan hukum yang sangat baik yang berlaku bagi semua
pihak. Baik pihak pemerintah, pengusaha, buruh dan masyarakat. Yaitu
terciptanya hukum Cipta Kerja yang berkualitas yang berisi segala hak
dan kewajiban semua pihak terkait. Namun faktanya, permasalahan
pengusaha bahkan pemerintah dengan buruh sampai saat ini selalu tegang.
Karena semua pihak belum menyadari secara tuntas bahwa hukum
ketenagakerjaan tersebut adalah merupakan kepentingan bersama.
Dari
argumentasi ini, dapat dikatakan bahwa ada persoalan mendasar yang
sangat paradigmatik dalam upaya pembangunan hukum ketenagakerjaan.
Sehingga dari aspek legal substantif, secara umum kualitas (substansi)
keseluruhan hukum ketenagakerjaan masih belum mampu memenuhi kepuasan
semua stakeholder secara memadai. Maka sejak dari awal proses
pembentukannya pun sudah terjadi tarik-menarik, saling menekan, saling
curiga satu sama lain. Pengusaha tidak mempercayai buruh, buruh
mencurigai pengusaha.
Baik
dari aspek regulasi maupun dari paradigma politik hukumnya, buruh
memiliki persepsi bahwa mereka masih ditempatkan sebagai “sumber tenaga
yang bekerja untuk ... (pihak lain)”. Sifat relasi pengusaha dengan
buruh masih dipandang sebai hubungan sub-ordinatif dan kuat-lemah.
Sehingga timbul kepentingan yang selalu berhadap-hadapan. Bahkan
bertentangan antara pemerintah dan pengusaha versus buruh. Relasi ini
membentuk dua predikat yang bersifat senjang, yaitu pemilik modal yang
kuat dengan pekerja yang lemah yang diupah. Bos dengan anak buah.
Perjuangan
tertinggi buruh selama ini mengidamkan adanya relasi kemitraan antara
pengusaha dengan buruh. Yaitu terciptanya hubungan hukum yang setara.
Pada hakekatnya memang seharusnya sejajar, sebab hubungan di antara
pengusaha dengan buruh tercipta sebagai dengan sebuah perikatan. Hukum
utama perikatan adalah kesetaraan antara para pihak secara hukum. Inilah
sebenarnya paradigma yang ideal “buruh dengan pengusaha adalah mitra
atau rekan bekerjasama sebagai pelaku ekonomi”.
Namun,
dari sisi pengusaha, untuk sampai kepada paradigma ini masih sangat
jauh. Pengusaha masih sangat enggan untuk berdiskusi, apalagi bersetuju
dengan hal ini. Alasannya juga sangat rasional. Modal dan resiko serta
tanggungjawab perusahaan ada di pundak mereka. Dari sisi inilah satu
kepentingan mulai membelah diri menjadi dua, tiga atau bahkan lebih.
Jika sudah ada beberapa kepentingan, maka cara pendekatan yang mendukung
kepentingan pun akan dicari-cari.
DPR
sebagai lembaga legislasi pun sama sekali tidak bisa dipercaya dapat
berdiri netral di tengah dua kepentingan antara pengusaha dengan buruh.
Bahkan DPR pun akhirnya memiliki kepentingan sempitnya tersendiri. Bukan
rahasia umum, bahwa praktek mafia hukum justru dimulai sejak pembahasan
sebuah undang-undang. Hasil rilis Lembaga Survey Indonesia (LSI) bahwa
tingkat kepercayaan terhadap lemabag DPR sangat mengenaskan yaitu hanya
40%.
Ada
kemungkinan bahwa DPR sengaja keranjingan terus membahas RUU tersebut
agar terhindar dari tuntutan buruh. Dari sisi ini, tanpa melibatkan
kondisi pandemi virus corona saat ini serta kemurnian perjuangan hak-hak
buruh, maka secara rasional rencana demo tersebut dapat dipahami.
Selain itu, bahwa proses legislasi dari sudut pandang demokrasi di
dalamnya partisipasi publik (khusus pemangku kepentingan paling terkait)
memiliki ruang dan tempat.
Sistem demokrasi harus melibatkan partisipasi publik, “empowered deliberative democracy”.
Artinya,
DPR harus menghentikan pembahasan RUU tersebut dengan alasan yang
sangat penting. Yaitu demi menampung dan menunggu masuknya aspirasi
publik dalam proses legislasi. Demonstrasi adalah salah satu hak
menyatakan aspirasi yang dilindungi dalam undang-undang serikat buruh.
Oleh karena aspirasi tersebut terhalang karena adanya PSBB – Bencana
Nasional, maka DPR sebaiknya menunggu keadaan negara berjalan normal.
Jika
DPR memaksakan terus melakukan pembahasan, maka harus dicurigai ada
kepentingan yang tidak baik di dalamnya. Sekaligus memperkuat tuduhan
selama ini bahwa DPR jelas tidak memiliki sensitititas atas krisis wabah
saat ini. Meski giliran minta rapid test paling heboh. Ironisnya, pada
saat kampanye, mereka ada di mana-mana untuk memulung suara. Tapi pada
saat wabah sama sekali tidak terlihat. Tak satu umbul-umbul pun atau
baliho muncul, ya sekedar untuk memberi dukungan agar taat social
distancing misalnya. Rakyat permanen jadi objek kebohongan.
Lagi
pula, konsep stay and work from home, bisa dimanfaatkan oleh para DPR
untuk menganalisa RUU tersebut lebih mendalam dan lebih menyeluruh.
Manfaatkan
waktu konsep stay at home ini untuk menghasilkan produk
perundang-undangan yang berkualitas. Mengingat selama ini sangat banyak
UU yang asal jadi dan tidak bermutu hingga, Mahkamah Konstitusi sangat
sibuk mengurusi uji materi undang-undang. DPR seharusnya sangat malu.
Sejak adanya MK berdiri tahun 2003-2018, ada 1.189 perkara yang
diujimateri. Sebanyak 257 perkara justru dikabulkan oleh Mahkamah
Konstitusi, https://m.hukumonline.com tanggal 14 Januari 2019.
Jika
pun DPR ngotot melakukan pembahasan RUU, sebaiknya buruh tetap tidak
melakukan demo. Demi kepentingan umum, pertimbangan urgensi dan alasan
rasional. Orang yang masih waras harus juga mampu menimbang tingkat
urgensi antara tuntutan demo dengan kondisi wabahnya.
Memperjuangkan
kepentingan hukum melalui peraturan perundang-undangan itu adalah hak
buruh. Tetapi perjuangan buruh juga mesti mempertimbangkan situasi,
kepentingan orang lain dan kondisi umum negara secara menyeluruh. Para
buruh juga harus menyadari, ada kalanya semua kepentingan sederajat.
Artinya, kepentingan buruh tidak lebih berharga dan lebih penting dari
keadaan negara dan keselamatan orang lain.
Rencana demo ini berbahaya bagi pendemo dan membahayakan orang lain.
Jika ada di antara pendemo yang sudah terpapar virus corona, bisa kita
bayangkan bagaimana dasyatnya penularan yang akan terjadi.
Ada
irrasionalitas dari pernyataan Said Iqbal, yang mengatakan bahwa demo
akan diikuti dengan 50.000 buruh, dengan tetap melakukan phisical
distancing. Penulis tidak bisa membayangkan, dengan 50 ribu orang
berdemo yang akan dilakukan di gedung DPR dengan luas area 80.000 meter
persegi. Jarak aman phisical distancing 1,5 meter phisical distancing.
Penulis
justru merasa tidak waras untuk menghitungnya. Said Iqbal mungkin perlu
mempersiapkan pengaman jarak seperti gambar di awal tulisan ini, yang
diambil dari, https://m.liputan6.com tanggal 25 Maret 2020.
Jarak
aman dalam kebijakan phisical distancing harus mengacu pada ketetapan
Pembatsan Sosial Berskala Besar. Yaitu larangan untuk berkumpul lebih
dari 5 orang apalagi ramai-ramai, meskipun itu berjarak aman. Para buruh
mesti taat akan aturan ini. Karena kepentingan buruh ada, kepentingan
pihak lain juga ada. Sama-sama penting, maka harus sama-sama taat.
Perjuangan
dengan cara menjaga jarak (social distancing) itu lebih urgen bagi
kepentingan yang jauh lebih besar dan penting daripada demo saat ini.
Jalan
tengah yang terbaik tentu saja DPR sebaiknya menunda pembahasan RUU
tersebut. Sebab menunda hanya membuatnya terlambat. Saat ini pencegahan
penyebaran Covid-19, jauh lebih penting dengan pembahasan RUU.
Pemerintah sebagai badan publik harus mampu menegakkan aturan soal PSBB
secara tegas, tanpa pandang bulu. "Dura lex, sed lex" artinya hukum
memang keras, tetapi itulah hukum.
Peduli Kepada Isu Mafia itu Bagus, Tapi Wabah yang Belum Terkendali Jauh lebih Penting
Fokus
kita adalah melawan Covid-19, jika ada pihak yang berusaha mengalihkan
isu wabah ini menjadi cerita yang berbeda, biarkan mereka saja yang
merenungkannya. Publik tidak perlu digiring lebih dalam untuk membuat
mereka lebih pusing. Untuk membiayai hidup selama kehilangan pekerjaan
saja, rakyat sangat berat merasakannya. Dan jika mereka menambahkan
beban yang tak terlalu penting itu bagi kalangan bawah, yang terasa
hanyalah cerita kosong, yang tak ada kaitannya dengan hajat mereka.
Urusan
mafia alkes dan obat, sudah ditangani oleh mereka yang berkompeten di
bidangnya, kita hanya cukup menyampaikan apresiasi kepada Menteri BUMN,
yang telah menaruh perhatian besar tentang ini. Sudah cukup bagi yang
lainnya mengetahui sekedarnya. Fokus kita lagi-lagi adalah mendorong
masyarakat untuk selalu perhatikan kesehatan lingkungannya. Jangan lupa
sesering mungkin cuci tangan pakai sabun, just enough.
Namun
bagi sebagian kalangan, terutama yang menyukai isu liar, tampaknya ada
hal yang lebih menarik ketimbang wabah itu sendiri. Hal yang lebih
penting itu adalah mengolok-olok instansi pemerintah, yang mereka angkat
menjadi pihak paling bertanggungjawab atas merebaknya isu mafia ini.
Lebih-lebih pihak yang diduga melakukan tindak pidana adalah oknum
pejabat yang dibantu swasta.
Sekali
lagi, kita boleh saja mengikuti berita seperti itu hanya sekedarnya,
tapi ingat bahwa situasi sekarang, bukanlah saat yang tepat untuk selalu
meniup-niupkan berita yang belum tentu akurasinya terjaga. Ingat pula,
kini semua pihak bisa mengangkat isu apapun yang dikait-kaitkan dengan
wabah Corona, maka kita perlu memegang satu prinsip, yakni
kehati-hatian, jangan sampai isu yang belum jelas ini menjadi senjata
yang mengarah kepada pemerintah.
Untuk
menciptakan kondisi yang cukup kondusif, agar perhatian pemerintah
tidak terbagi, kita perlu semakin mendorong masyarakat tetap berada di
koridor yang telah ditetapkan, jaga kesehatan mereka, jaga kesehatan
lingkungan dan kerabat mereka, dengan cara mengikuti protokol kesehatan.
Yang
justru lebih penting untuk kita perhatikan, adalah siapa-siapa yang
seharusnya mengambil peran sesuai tupoksinya, namun sejauh ini mereka
hanya berjalan mencari panggung. Pihak itulah yang harus dicubit sebisa
mungkin, isu yang sangat mendesak untuk dipikirkan bersama.
Bagaimana masyarakat kelas bawah dipastikan mendapatkan pasokan
kebutuhan pokok yang cukup. Ingat saja, mereka tidak leluasa mencari
nafkah, yang bahkan ketika situasi normal pun, mereka bersusah payah
mendapatkan sesuap nasi, lalu bagaimana jika situasinya kini menjadi
semakin berat dan darurat?
Kehadiran
negara benar-benar harus dirasakan oleh kalangan yang satu ini, namun
lagi-lagi harus ada yang mengawasi pihak yang memiliki otoritas sebagai
pemasok logistik. Jangan sampai pihak ini mengabaikan kewajiban dan
tanggungjawabnya. Siapa yang paling depan harus mengawasi mereka? Tentu
saja counter part mereka sendiri, yang berfungsi melakukan pengawasan
melekat.
Namun
jika fungsi itu ternyata tidak berjalan sebagaimana mestinya, pastikan
masyarakat yang menjadi sasarannya selalu bisa diakses, agar mereka bisa
memberikan konfirmasi tentang hak-hak mereka, apakah sudah terpenuhi
atau justru ditelantarkan.
Rasanya
kita tidak mendesak untuk membicarakan hal-hal yang prioritasnya di
bawah, selain menyelamatkan masyarakat luas. Jangan salah, kalangan
bawah yang ketika di tempat perantauannya tidak mendapatkan kemudahan
mengakses logistik dan kebutuhan pokok, mereka akan nekat pergi ke
kampung halaman. Sementara jika hal itu mereka lakukan, situasi justru
akan semakin buruk. Ada konsekwensi dan resiko yang mereka sendiri tak
menyadarinya.
Seharusnya ada semacam alert system,
yakni untuk memberikan peringatan kepada sesiapa yang nekat akan
melakukan perjalanan jauh dari tempat tinggalnya sekarang, mereka
dipastikan tidak mendapat pasokan logistik apapun, termasuk oleh
pemerindah daerah yang menjadi tempat tujuan mereka.
Jadi
harus diyakinkan kepada mereka, agar lebih nyaman untuk tidak mudik,
karena di tempat tinggalnya mendapat jaminan logistik yang selalu siap,
karena kondisi darurat seperti ini, yang bertanggungjawab atas perut
mereka, adalah pemilik otoritas wilayah.
Namun
tidak terbatas sampai di sana, karena bukan hanya kalangan bawah yang
merasakan krisis. Kini mulai bergeser pula kalangan menengah, yang saldo
rekeningnya mulai menipis. Mereka mulai merasakan gap antara pendapatan
dengan pengeluaran, jadi pastikan pula mereka lebih nyaman tetap
melakukan karantina mandiri.
Dan untuk mengkompensasi pasokan yang dijamin itu, pemerintah harus tegas memastikan mereka tidak pergi ke mana-mana, dan stay at home adalah cara yang paling mungkin bagi mereka.
Dengan
lebih fokus kepada masalah mendasar, yakni mencegah semakin meluasnya
wabah, bukan berarti kita mengabaikan pengusutan isu mafia yang sedang
merebak. Namun lagi-lagi kita harus mendorong, bahwa baik pihak yang
berwenang maupun media yang mengerubunginya, tidak boleh mengumbar
informasi liar itu, sehingga masyarakat luas justru akan lebih tertarik
mengalihkan perhatiannya kepada isu besar namun tak ada kaitannya dengan
hajat mereka, ketimbang memperhatikan urusan mereka sendiri.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/peduli-kepada-isu-mafia-itu-bagus-tapi-wabah-yang-vVAhuPWVag
Terapi Plasma, Kunci Iran Tekan Angka Kematian akibat Virus Corona
Kompas.com - 19/04/2020, 08:23 WIB
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Terapi Plasma, Kunci Iran Tekan Angka Kematian akibat Virus Corona", https://www.kompas.com/tren/read/2020/04/19/082300365/terapi-plasma-kunci-iran-tekan-angka-kematian-akibat-virus-corona?page=all.
Penulis : Nur Rohmi Aida
Editor : Virdita Rizki Ratriani
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Terapi Plasma, Kunci Iran Tekan Angka Kematian akibat Virus Corona", https://www.kompas.com/tren/read/2020/04/19/082300365/terapi-plasma-kunci-iran-tekan-angka-kematian-akibat-virus-corona?page=all.
Penulis : Nur Rohmi Aida
Editor : Virdita Rizki Ratriani
Terapi Plasma, Kunci Republik Islam Iran Tekan Angka Kematian akibat Virus Corona
Kompas.com - 19/04/2020,
Penulis Nur Rohmi Aida | Editor Virdita Rizki Ratriani
KOMPAS.com – Iran menjadi negara dengan jumlah kasus virus corona terbanyak ke delapan di dunia. Setidaknya sampai dengan hari ini kasus di Iran telah mencapai 80.868 kasus, dan 5.031 kematian. Sementara, sebanyak 55.987 orang di negara ini berhasil sembuh dari virus corona. Adapun jumlah kematian baru akibat virus corona di Iran terus memperlihatkan tren penurunan.
Melansir dari Al Monitor salah satu dari beberapa prosedur perawatan yang dicoba di Iran yang dinilai berhasil adalah terapi menggunakan plasma darah.
Terapi ini disebut meningkatkan tingkat pemulihan di unit perawatan intensif sebesar 40 persen.
Terapi plasma darah didapatkan dari sumbangan plasma darah oleh mereka yang telah sembuh kepada seseorang yang tengah kritis. “Kami memulai terapi plasma sekitar 40 hari yang lalu dan hingga saat ini, 300 orang telah menyumbangkan plasma darah mereka, dan hasilnya adalah penurunan 40 persen dalam jumlah kematian akibat virus corona,” kata Dr. Hassan Abolqasemi yang memimpin proyek terapi plasma sebagaimana dikutip dari Tehrantimes, Selasa (14/4/2020).
Efektif terhadap pengobatan SARS, MERS, dan ebola
Menurutnya, terapi plasma telah terbukti efektif dalam pengobatan penyakit lain seperti SARS, MERS, dan ebola meskipun Hasan mengatakan, organisasi internasional belum memberikan sudut pandangnya terkait dengan ini. “Amerika Serikat mulai mengerjakan terapi plasma tiga minggu setelah kami. Belakangan, Perancis, Jerman, Belanda, dan beberapa negara Eropa lainnya memulai pekerjaan dan meminta kami untuk berbagi pengalaman. ” terang dia. Sebelumnya, pada 11 April 2020, Nasser Riahi seorang Ketua Dewan Kamar Dagang Iran mengatakan bahwa pengujian Iran atas penggunaan terapi plasma pada 200 pasien telah selesai. Ia juga mengatakan, kemungkinan metode tersebut akan digunakan dalam skala besar untuk mengobati mereka yang terinfeksi. "Mentalitas kami adalah injeksi plasma tidak akan membahayakan pasien dan metode ini selalu digunakan untuk meningkatkan volume darah," ujarnya sebagaimana dikutip dari IFPNews. Ia menerangkan saat ini pihaknya tengah mengusulkan untuk melakukan penelitian lanjutan terkait apa saja efek terapi dan pasien kondisi mana yang lebih baik mendapatkan terapi apakah saat kondisi buruk, atau baru awal sakit. Serta terkait efek untuk mengendalikan demam, sesak napas maupun gejala klinis lain.
Telah diuji pada 200 pasien
Ia menceritakan, saat pembuatan proyek ini tiga ahli hematologi membentuk kelompok bersama puluhan peneliti, dokter umum, dokter klinis terapis, perawat ahli ilmu laboratorium dan perusahaan yang bekerja di bidang plasma. Para peneliti tersebut kemudian melakukan kontak dengan berbagai organisasi internasional, untuk kemudian menyusun protokol penggunaan terapi plasma Mengutip dari IFPnews, terapi plasma ini telah diujikan pada 200 pasien dan penelitian kepada seluruh pasien tersebut telah selesai dengan hasil yang menggembirakan. "Pemulihan beberapa pasien yang dalam kondisi buruk seperti keajaiban dan yang lain yang tidak dalam kondisi sangat buruk telah pulih juga," catat Riahi.
Sepanjang April 2020 Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa metode plasma memiliki efek positif yang terbukti dengan efek samping yang masih dapat diterima. “Yang penting adalah bahwa tingkat antibodi pada pasien yang pulih tetap tinggi begitu lama, dan tingkat antibodi dalam plasma ini memiliki efek terapeutik," tambah dia. Selain itu, tidak lebih dari sekali seminggu dan tidak lebih dari 500 hingga 600 cc plasma harus diambil dari pasien yang pulih. "Tentu saja, lebih dari satu suntikan mungkin diperlukan selama perawatan,' ungkap dia.
Negara pertama gunakan terapi plasma darah
Riahi mengatakan, tim klinis Iran yang mengembangkan metode perawatan telah berbagi pengalaman kepada negara lain termasuk Italia, Jerman dan Perancis yang juga memiliki banyak kasus. Menurut dia, dalam beberapa minggu terakhir, beberapa universitas ilmu kedokteran menerima izin untuk melakukan penelitian tentang terapi plasma, yang akan mengirimkan anggota staf dari berbagai negara. "Jadi, kami akan meminta mereka untuk bergabung dengan kami, dan terlibat dalam proses implementasi serta perawatan alih-alih menghabiskan waktu dan uang untuk melakukan penelitian, ”kata dia.
Lebih lanjut Riahi mengatakan bahwa Iran adalah negara pertama yang menggunakan terapi plasma termasuk sebelum AS. Pernyataan itu ia katakan usai beberapa media melaporkan pengobatan ini muncul di Barat usai AS melakukan penelitian. “Saya harus mengatakan bahwa keajaiban ini telah muncul di Timur dan di Iran," ujar dia. Ia mengatakan protokol terapi plasma di Iran siap pada 24 Februari 2020.
Sedangkan Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat ( FDA ) menerbitkan protokol untuk metode perawatan ini pada dua minggu yang lalu "Amerika Serikat baru-baru ini mengambil sampel plasma pertama. Sementara, di Iran, proses menyuntikkan plasma ke 200 pasien telah berakhir," katanya. Ia juga mengatakan, sebelum Iran, hanya China yang melakukan terapi ini. Meski demikian, kegiatannya tidak lengkap dan tanpa penelitian yang konsisten serta tidak disertai dengan adanya laporan penelitian.
Ilustrasi Iran, bendera Iran
Lihat Foto
Ilustrasi Iran, bendera Iran(Shutterstock)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Terapi Plasma, Kunci Iran Tekan Angka Kematian akibat Virus Corona", https://www.kompas.com/tren/read/2020/04/19/082300365/terapi-plasma-kunci-iran-tekan-angka-kematian-akibat-virus-corona?page=all.
Penulis : Nur Rohmi Aida
Editor : Virdita Rizki Ratriani
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Terapi Plasma, Kunci Iran Tekan Angka Kematian akibat Virus Corona", https://www.kompas.com/tren/read/2020/04/19/082300365/terapi-plasma-kunci-iran-tekan-angka-kematian-akibat-virus-corona?page=all.
Penulis : Nur Rohmi Aida
Editor : Virdita Rizki Ratriani
Ilustrasi Iran, bendera Iran(Shutterstock)
Sumber Berita : https://www.kompas.com/tren/read/2020/04/19/082300365/terapi-plasma-kunci-iran-tekan-angka-kematian-akibat-virus-corona?page=all
Sumber Berita : https://www.kompas.com/tren/read/2020/04/19/082300365/terapi-plasma-kunci-iran-tekan-angka-kematian-akibat-virus-corona?page=all
Rahasia Sukses Republik Islam Iran Lawan Virus Corona, Begini Caranya...
15 April 2020 03:16
GenPI.co - Wabah virus corona (covid-19) sempat
membuat Iran kalang kabut dan mati suri. Saat ini, lebih dari 4.500
warganya meninggal dunia akibat virus mematikan itu.
Akan tetapi, Negeri Para Mullah ini akhirnya mampu mengerem laju
angka kematian, akibat virus ganas tersebut dengan penggunaan terapi
plasma. Di mana, para ahli di Iran menggunakan terapi plasma untuk membantu pemulihan pasien covid-19. menurut laman Tehran Times.
"Kami memulai terapi plasma sekitar empat puluh hari lalu dan hingga saat ini 300 orang telah mendonorkan plasma darah mereka. Hasilnya adalah penurunan 40 persen jumlah kematian akibat virus corona," ungkap Dr. Hassan Abolqasemi yang memimpin program penyembuhan melalui metode tersebut.
Menurut Hassan, bahwa hal ini merupakan fakta ketika Iran menghadapi wabah virus corona tak seorang pun siap menanggulanginya.
"Amerika Serikat mulai melakukan terapi plasma tiga minggu setelah kami. Kemudian Prancis, Jerman, Belanda dan beberapa negara Eropa mulai melakukannya dan meminta kami membagikan pengalaman kami," katanya.
Sementara itu, Turki merupakan salah satu negara yang mengakui keberhasilan Iran. Meskipun Iran tengah menghadapi embargo dan sanksi internasional, ternyata Negeri Para Mullah ini dianggap cukup berhasil menangani wabah virus corona.
Pekan lalu, Menteri Pertahanan Turki Hulusi Akar menghubungi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Iran Mayor Jenderal Mohammad Baqeri.
Dalam pembicaraan per telepon itu Hulusi mengucapkan selamat atas keberhasilan Iran memerangi pandemi virus corona.
Tak hanya itu saja, Hulusi pun juga menyampaikan informasi tentang persebaran virus corona di Turki dan langkah-langkah penanggulangannya, termasuk yang melibatkan angkatan bersenjata.
Maka dari itu, Hulusi juga menyerukan pertukaran pengalaman tentang keberhasilan di bidang ilmu pengetahuan, keahlian dan pelaksanaan lapangan antara angkatan bersenjata kedua negara.
Sementara, KSAD Iran Baqeri menjelaskan situasi tentang wabah virus corona serta cara mengatasinya. Menurutnya, Iran yang menghadapi sanksi ekonomi dan embargo obat-obatan oleh Amerika Serikat justru mampu mencapai prestasi luar biasa dalam memerangi virus baru tersebut.
Dalam penjelasannya, prestasi itu berkat upaya Iran meningkatkan kemampuan dan kapasitasnya di bidang kesehatan dan perawatan, serta buah kerja keras para tenaga medis dan pasukan bersenjata yang efektif.(*)
Bantah Klaim Washington,WHO: Sejak Awal AS Miliki Akses ke Informasi Soal Corona
Washington,LiputanIslam.com-Direktur WHO menanggapi kritik dan tudingan Pemerintah AS terhadap lembaganya. Tedros Adanom menyatakan, Washington sejak hari pertama sudah mengetahui hal-hal terkait penyebaran virus Corona di Wuhan.“Sejak hari pertama, kami sudah memperingatkan bahwa (Corona) ini adalah iblis yang mesti diperangi semua pihak,”kata Adhanom, seperti dilansir Reuters.
Virus baru Corona, yang kini dinamai SARS-2, pertama kali muncul akhir tahun lalu di Wuhan, China. Setelah menginfeksi sedikitnya 2,4 juta orang dan menewaskan 165 ribu orang di seluruh dunia, kini Corona menjadi pandemi dan krisis global.
Dalam jumpa persnya, Adhanom membenarkan keberadaan para pakar AS di WHO.
Sekelompok pakar dan spesialis AS yang berada di markas WHO memberikan laporan langsung kepada pemerintah AS. Keberadaan para spesialis dan pakar dari negara-negara lain di WHO bukan hal aneh, karena banyak negara yang juga mengutus pakarnya ke lembaga ini.
WHO mengumumkan, sebanyak 15 pegawai Pusat Pencegahan dan Pembasmian Penyakit AS (CDC) bekerjasama dengan pihaknya.
“Keberadaan pegawai CDC menunjukkan bahwa sejak awal kami tidak menyembunyikan apa pun dari AS, sebab mereka adalah orang-orang Amerika yang bekerja dengan kami,”kata Adhanom.
Baru-baru ini Trump membekukan bantuan dana AS untuk WHO. Dia mencap WHO tidak kompeten dalam menangani pandemi Corona, juga menudingnya tidak transparan terkait pusat penyebaran awal Corona di Wuhan. (af/alalam)
Baca Juga:
Keputusan Trump Hentikan Bantuan ke WHO Menuai Protes Global
Militan Dukungan UEA Curi Bantuan Medis WHO di Aden-Yaman
Sumber Berita : https://liputanislam.com/internasional/bantah-klaim-washingtonwho-sejak-awal-as-miliki-akses-ke-informasi-soal-corona/
Harga Minyak Dunia Terjun Bebas ke Level Terendah Selama 2 Dasawarsa
Amerika Serikat – Harga minyak anjlok ke posisi terendah selama lebih dari dua dasawarsa pada Hari Senin (20/04), karena para pedagang semakin khawatir bahwa fasilitas penyimpanan sudah mencapai batas mereka, sementara tanda-tanda bahwa virus corona mungkin telah memuncak di Eropa dan Amerika Serikat, tidak dapat membantu ekuitas Asia memperluas kemajuan baru-baru ini.Patokan minyak mentah AS, West Texas Intermediate, sempat anjlok hampir 20 persen menjadi di bawah 14,50 dolar, terendah sejak 1999, karena stok terus bertambah dan jatuhnya permintaan yang disebabkan oleh pandemi COVID-19.
Analis mengatakan perjanjian bulan ini antara para produsen top dunia untuk memangkas produksi sebesar 10 juta barel per hari hanya berdampak kecil pada krisis minyak karena lockdown dan pembatasan perjalanan yang membuat miliaran orang hanya tinggal di rumah.
WTI terpukul sangat keras karena
fasilitas penyimpanan utama AS di Cushing, Oklahoma, terlalu penuh,
dengan analis Konsultan Trifecta, Sukrit Vijayakar, mengatakan bahwa
kilang tidak memproses minyak mentah dengan cukup cepat.
“Ada juga banyak pasokan dari Timur Tengah yang tak memiliki pembeli karena “biaya pengiriman tinggi,” katanya kepada AFP.
“Saya pikir kita akan melihat tes dari
posisi terendah 1998 di 11 dolar kini atau nanti,” ujar analis pasar
senior OANDA, Jeffrey Halley, kepada AFP.
Dan Stephen Innes dari AxiCorp
menambahkan bahwa ada penimbunan dimana-mana karena tidak ada yang …
menginginkan pengiriman minyak, sementara fasilitas penyimpanan Cushing
mengisi setiap menit.
“Tidak butuh waktu lama bagi pasar untuk
menyadari bahwa kesepakatan OPEC + tidak akan, dalam bentuknya yang
sekarang, cukup untuk menyeimbangkan pasar minyak.”
Pasar saham sebagian besar lebih rendah
meskipun pemerintah mulai mempertimbangkan bagaimana dan kapan untuk
melonggarkan lockdown yang telah melumpuhkan ekonomi global.
Italia, Spanyol, Prancis, dan Inggris
melaporkan penurunan angka kematian setiap hari dan laju infeksi yang
melambat, sementara Jerman mulai mengizinkan beberapa toko dibuka
kembali dan Norwegia memulai kembali pembibitan. (ARN)
Sumber Berita : https://arrahmahnews.com/2020/04/harga-minyak-dunia-terjun-bebas-ke-level-terendah-selama-2-dasawarsa/
Rudi S Kamri, Perjuangan Kartini: Kebebasan Pikiran dan Kesetaraan Peran, Bukan Pakaian
Jakarta – 21 April kita peringati bersama sebagai hari Kartini, sosok wanita priyayi yang mendobrak emansipasi wanita di Indonesia.
Raden Adjeng Kartini (lahir di Jepara,
Hindia Belanda, 21 April 1879- meninggal di Rembang, 17 September 1904
pada umut 25 tahun) atau sebenarnya lebih tepat disebut Raden
Ayu Kartini adalah seorang tokoh Jawa dan Pahlawan Nasional Indonesia.
Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi.
Baca Juga:
Salah satu pegiat medsos Rudi S Kamri dalam akun Facebooknya
menulis “Perjuangan Kartini: Kebebasan Pikiran dan Kesetaraan Peran,
Bukan Pakaian”, mari kita bayangkan, kira-kira apa yang dipikirkan RA
Kartini ‘di atas sana’, saat persepsi sebagian perempuan Indonesia dan
bahkan Pemerintah selama ini hanya menyederhanakan peringatan hari
Kartini dengan upacara seremonial kaum perempuan yang sekedar berdandan
cantik dan berkebaya?
Peringatan hari Kartini kita tahu tidak
identik dengan hari berkebaya nasional. Memperingati kelahiran dan
perjuangan Kartini seharusnya bukan sekedar melakukan gerakan artifisial
semata. Namun hakekatnya adalah merenungkan, memperingati dan
mensyukuri hasil perjuangan Kartini.
Cita-cita besar Kartini, bukan sekedar
perempuan bisa meraih deretan gelar pendidikan atau tingginya jabatan.
Bukan juga sekedar perempuan berbusana luwes kebaya. Tapi Kartini
menginginkan kaum perempuan membebaskan diri dari belenggu dominasi
kekuasaan laki-laki serta mempunyai hak dan ruang kesetaraan peran untuk
menentukan arah dan tujuan perjalanan masa depan dirinya, keluarganya
dan bangsanya.
Baca Juga:- Opini: Berapa Banyak Dosa yang Diperbuat Atas Nama Agama?
- Sindiran Pedas Ahmad Zainul Muttaqin Tentang Isu Cut Meutia Tak Berhijab
Mimpi seorang Kartini, Perempuan
Indonesia menjadi tangguh, mandiri dan mampu berperan membuka pintu
cakrawala pemikiran dan memberi bekal bagi generasi anak bangsa dengan
balutan cinta dan doa. Namun tetap lurus dan tawadu’ dalam kodratnya.
Tanpa harus selalu tampil di depan, tanpa harus meminta pengakuan, tanpa
mengharap pujian. Karena itulah hakekat keikhlasan dalam menjalankan
kesetaraan peran.
Semoga semangat dan tata nilai
perjuangan Kartini tetap menjadi roh perjalanan perempuan Indonesia di
dalam peran dan profesi apapun. Dan kita berharap perempuan Indonesia
memahami bahwa hakekat perjuangan Kartini itu adalah kebebasan pikiran
dan kesetaraan peran bukan sekedar pakaian.
Hal penting lain yang perlu kita catat,
bahwa ternyata untuk mendapatkan hak kesetaraan dan kebebasan pikiran
itu perlu perjuangan. Dan Kartini telah berhasil membuktikan. Selamat
mensyukuri perjuangan Kartini, sahabat perempuan Indonesia. (ARN)
Sumber Berita : https://arrahmahnews.com/2020/04/rudi-s-kamri-perjuangan-kartini-kebebasan-pikiran-dan-kesetaraan-peran-bukan-pakaian/
Eko Kuntadhi: Perppu Jokowi Buyarkan Mimpi Para “Mafia” Anggaran
Jakarta – Perppu
No1/2020. Isinya tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem
Keuangan Untuk Penanganan Covid-19. Perppu itu ditandatangani tanggal
30 Maret 2020 buyarkan mimpi para “mafia” anggaran, seperti dijelaskan
oleh Eko Kuntadhi.
Tiba-tiba di timeline Twitter ada tagar berbunyi #ImpeachmentJokowi. Tentu saja para pemainnya di media sosial dia-dia juga. Semacam pasukan sisa-sisa Pilpres kemarin.
Baca Juga:- Kado Presiden Jokowi kepada UMKM: Kredit Mudah dan Bebas Pajak
- Presiden Jokowi Izinkan Ekspor Alat-alat Medis untuk Penanganan Covid-19
Awalnya adalah krisis yang membutuhkan
kecepatan dalam pengambilan keputusan. Bukan hanya itu, juga butuh
realokasi dan refocusing pendanaan pemerintah. Persoalannya, dalam
kondisi normal, persoalan budget ini memang harus sama-sama disepakati
oleh DPR. Tapi kalau nunggu DPR bersidang dulu, keluarkan aturan untuk
mengganti UU APBN sebelumnya, bisa dibayangkan memakan waktu berapa
lama.
Presiden harus berpikir cepat. Wabah
sudah di depan mata. Krisis sudah membayang. Kita tidak bisa menjalankan
kebijakan dengan asumsi suasana normal. Wong, Covid-19 memang membuat
semuanya porak poranda.
Lalu Presiden mengeluarkan Perppu
No1/2020. Isinya tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem
Keuangan Untuk Penanganan Covid-19. Perppu itu ditandatangani tanggal
30 Maret 2020.
Dengan Perppu No. 1/2020 itu, Presiden
memberi keleluasaan kepada para pengatur kebijakan di sektor keuangan
untuk secepatnya melaksanakan program yang tujuannya untuk menyelamatkan
Indonesia dari krisis.
Menteri Keuangan diberi kewenangan untuk
memutar otak, bagaimana merancang kembali pos-pos pengeluaran yang
difokuskan untuk mengantisipasi wabah ini.
Bukan hanya keleluasaan, tetapi juga
tindakan menghadapi krisis ini, sepanjang dilakukan dengan niat baik,
tidak bisa dikatakan kejahatan. Sebab akan banyak langkah taktis yang
secepatnya harus dilakukan. Gak ada lagi waktu menunggu. Ini bukan
suasana normal. Ini suasana krisis.
Pemerintah harus secepatnya membeli alat
kesehatan yang dibutuhkan tim medis. Kita harus membeli reagen dan alat
PCR untuk laboratorium pengujian sampel pasian. Kita harus membangun RS
rujukan secepat kilat. Ketika kebijakan PSBB diterapkan, pemerintah
juga harus menyiapkan jarring pengaman sosial buat masyarakat.
Baca Juga:- Tak Ingin Rakyat Susah, Jokowi Minta Semua Bantuan Segera Disalurkan
- Jokowi Gratiskan Listrik Selama 3 Bulan untuk Warga Miskin
Stimulus ekonomi juga harus dikejar
secepatnya. Pemerintah memberikan keringanan pembayaran iuran listrik
bagi kelas bawah. Membagikan paket sembako dan uang. Memberi subsidi
bunga bagi industri yang kepayahan menghadapi krisis. Menahan jangan
sampai banyak terjadi PHK.
Pemerintah daerah diminta untuk
melakukan refocusing APBD-nya. Tidak bisa lagi berjalan seperti biasa.
Singkatnya, semua sumber daya keuangan yang memungkinkan, harus
difokuskan untuk menangani krisis. Iya, sebab saat ini yang terjadi
bukan suasana biasa. Krisis harus secepatnya ditangani.
Baik krisis karena wabah virus maupun
krisis system keuangan. Semuanya butuh biaya. Butuh duit. Jadi budget
yang tadinya dialokasikan buat yang lain, harus ditarik dulu.
Ibarat dalam satu keluarga. Ada budget
buat rekreasi, ada budget buat tabungan, ada budget buat beli HP. Eh,
tetiba ayahnya sakit keras. Butuh biaya pengobatan. Keluarga yang normal
pasti merelakan budget-budget yang telah disepakati itu untuk biaya
pengobatan. Kalau nunggu rapat keluarga dulu, bisa mokat tuh bokap.
Nah, begitupun Perppu No. 1/2020 ini.
Lahir dari kondisi tidak normal. Semua butuh penanganan cepat. Misalnya
saja, untuk mengamankan perut rakyat di tengah suasana physical
distancing itu, harus dianggarkan dengan cepat. Dikeluarkan secepatnya
agar rakyat gak kelaparan. Duitnya dari mana? Diambil dari pos-pos
kegiatan lain.
Pos-pos kegiatan itu dulu memang
disepakati dengan DPR. Sekarang pos-pos tersebut harus direalokasi. Tapi
kita tidak punya cukup waktu untuk membahasnya lagi. Nunggu DPR
bersidang. Nunggu bargaining politik dan sebagainya. Kelamaan.
Di tengah krisis ini, bukan hanya waktu
adalah uang. Tetapi waktu adalah nyawa. Semakin berlama-lama, akan
semakin banya nyawa rakyat bertumbangan.
Tapi, inilah sialnya kita. Biasanya
pos-pos normal dalam APBN atau APBD mengandung banyak kepentingan. Sudah
jadi rahasia umum para politisi berkepentingan terhadap setiap pos
pembiayaan tersebut. Duit digelontorkan untuk proyek apa, dan siapa
politisi yang mengawal. Istilah ijon proyek yang dibiayai APBN atau APBD
bukan sesuatu yang asing.
Baca Juga:- #DennySiregar dan Jurus ‘Mabuk’ Jokowi Pusingkan Lawan dan Kawan
- Wahyu Sutono: 9 Jurus Jitu Pemerintah Hadapi Covid-19
Mereka tentu marah ketika Presiden
dengan sigap mengeluarkan Perppu yang memporakporandakan semua rencana
pengeluaran itu. Politisi yang tadinya capek-capek membahas anggaran
lalu bermimpi keciptaran, gegara kondisi ini buyar semua mimpinya. Sebab
semua duit harus difokuskan untuk rakyat. Proyek yang gak penting
ditunda dulu.
Itulah yang melahirkan sikap sebagian
politisi untuk menggugat Perppu No. 1/2020 ini. Mereka merasa
wewenangnya dilangkahi. Karena ketika membahas anggaran, Presiden
memakai jalur cepat. Dengan Perppu. Bukan dengan mekanisme UU biasa.
Sekarang sebagian politisi itu mulai
memainkan isu Presiden Jokowi harus impeachment. Harus diturunkan dari
jabatannya. Sebab Presiden mengambil langkah cepat untuk menyelamatkan
nyawa rakyat. Menyelamatkan perut rakyat Indonesia.
Langkah itu diambil Presiden, dengan
mengorbankan mimpi-mimpi basah politisi yang tadinya mungkin sudah
ngiler dengan fee proyek. “Rakyat mati terkena wabah atau kelaparan
karena ekonomi terdampak, terserah saja. Emang gue pikirin. Yang penting
kalau soal budget, ngomong dulu sama gue. Ada jatah gue disitu,”
mungkin begitu pikiran mereka.
“Mas, memang bila kita kaji lebih jauh.
Dalam kekalutan, masih banyak tangan yang tega berbuat nista, ho ho
ho…,” kata Abu Kumkum, lirih. (ARN)
Sumber Berita : https://arrahmahnews.com/2020/04/eko-kuntadhi-perppu-jokowi-buyarkan-mimpi-para-mafia-anggaran/
Re-post bt MigoBerita / Selasa/21042020/16.18Wita/Bjm