» » » » » Tolong Presiden Jokowi..!!! MAFIA "Covid19/Virus Corona", Sadarlah sebelum terlambat !!!

Tolong Presiden Jokowi..!!! MAFIA "Covid19/Virus Corona", Sadarlah sebelum terlambat !!!

Penulis By on Minggu, 19 April 2020 | No comments



Migo Berita - Banjarmasin - Tidak bisa berkata-kata apapun, miris kalau membaca berbagai artikel, ternyata praktek KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme) dalam konotasi negatif masih melekat kepada orang-orang yang hanya mempentingkan kepentingan pribadi dan golongan, khususnya dalam pengadaan ALKES (Alat-alat Kesehatan) dalam menangani Pandemi Wabah Covid19 (Virus Corona).
Padahal Pemerintah dan Rakyat sudah bersama-sama bersinergi untuk MELAWAN derasnya penyebaran wabah ini. Sungguh miris kalau memang ini terjadi. Apalagi kalau sampai menerapkan karantina / PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) bahkan kebijakan LOCKDOWN demi meraup keuntungan ini, tanpa peduli masyarakat sekitar.
Tetapi Kami Yakin, ALLAH SWT Sang Maha Segalanya masih merahmati dan melindungi bangsa Indonesia, sehingga wabah ini sebenarnya menguak permainan para Mafia yang bersandar "Demi Kepentingan Rakyat", padahal HANYA demi kepentingan diri dan golongannya saja.
Semoga KALIAN SADAR, sebelum Terlambat dan AZAB ALLAH segera menerpa kalian wahai para MAFIA yang ada diberbagai sektor..!!!
(MigoBerita /Minggu/19042020/19.41Wita/Bjm)

Corona Sadarkan Kita, Ternyata Mafia Obat dan Alkes Terjadi Sejak Lama

Saya mungkin tidak menulis terlampau teknis soal mafia alat kesehatan. Saya mencoba membuat sebuah ulasan untuk memetakan, bagaimana klasifikasi para mafia alat kesehatan ini dalam empat kelompok besar.
Kita mulai dari pernyataan Menteri BUMN, Eric Thohir ini: “Mohon maaf kalau saya bicara ini, sangat menyedihkan kalau negara sebesar Indonesia ini, 90 persen bahan baku dari luar negeri untuk industri obat. Sama juga alat kesehatan, mayoritas dari luar negeri,” ujar Erick usai meninjau RS Pertamina Jaya, Kamis (16/4/2020).
Masih di hari yang sama, ia mengatakan lagi: "Jangan semua ini ujung-ujungnya duit terus, dagang terus. Akhirnya kita terjebak short term policy, didominasi oleh mafia-mafia dan trader tersebut. Kita harus lawan dan ini Bapak Presiden Joko Widodo punya keberpihakan tersebut," ujar Erick Thohir.
Kita mungkin akan cenderung membuat vonis bahwa yang disebut mafia alat kesehatan dan obat-obat yang dimaksud oleh Eric Thohir diatas, adalah hanya mereka yang sedang dan akan berpesta pora dengan triliunan dana penanganan Covid 19 ini. Saya justru cenderung flashback melihat jauh ke belakang, apa yang sesungguhnya terjadi hari ini adalah sebuah dampak dari pola dan sindikat yang telah beraksi selama sekian lama. Saya merasa bersyukur, ada manusia yang namanya Eric Thohir yang berani berbicara soal ini. Bayangkan jika orang ini tidak ada di jajaran menteri, akankan pernyataan yang cukup menghentak publik ini bisa terdengar?
90% bahan baku obat yang diproduksi oleh perusahaan farmasi di Indonesia, adalah kandungan impor. Kandungan lokal hanya 10%. Pernyataan ini tentu saja bukan untuk mengartikulasikan apa yang baru saja terjadi. Ini tentu sudah terjadi selama bertahun-tahun. Tidak cukup satu periode presiden, sekian lama hal ini sudah terjadi.
Nah, untuk pola operasi seperti ini, siapakah mereka? Tentu para pembuat obat-obat itu dan trader yang sekian lama membangun ketergantungan industri dalam negeri terhadap kandungan import itu dengan berbagai dalih. INI KELOMPOK PERTAMA.
Mari kita bicara tentang alat pelindung diri (APD). Ada sebuah fakta yang cukup membuat miris rasa nasionalisme kita. Adalah Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo yang menemukan langsung kenyataan ini di lapangan. Ia menemukan label Made in Indonesia dalam aksara China pada kemasan APD yang konon datang dari China untuk digunakan oleh para petugas media yang menangani pasien covid 19.
Ganjar mengekspresikan kekagetannya. Tetapi buru-buru BPNB menjelaskan.
"Jadi jangan heran APD bantuan China atau beli di China tapi made in Indonesia," kata Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Agus Wibowo lewat Twitter, Agus mempersilakan detikcom mengutip penjelasan tersebut, Kamis (26/3).
Laiknya psikologi orang yang sedang berusaha meyakinkan publik akan apa yang dia kemukakan, Agus pun menghadirkan analogi. Ia menganalogikan APD itu dengan sepatu merek Onitsuka yang dia beli di Jepang, ternyata sepatu itu juga punya keterangan 'made in Indonesia'. Cara 'offshoring' seperti ini bukan hal baru di dunia industri, begitu juga dengan industri pembuatan APD. Pada titik ini, saya tertarik ketika seorang juru bicara BPNB mencoba menjelaskan tentang praktik-praktik industri yang tampaknya sungguh jauh dari domain dan tugas kesehariannya. Saya jadi teringat pada tulisan Roedy SW: Cara Komplotan Penjarah Anggaran Beraksi.
"Pabrik APD memang banyak berada di Indonesia. Tidak hanya APD, banyak produk terkenal, seperti pakaian, sepatu, tas, dan lain-lain, yang pabriknya juga berada di Indonesia," kata Agus.
"Demikian juga dengan APD, semua bahan bakunya dikirim dari negara asal, seperti China, Korea, dan lain-lain. Sedangkan Indonesia hanya diminta menjahit dan merapikannya agar jadi APD yang siap pakai," kata Agus.
Saya pun bingung, sesungguhnya BPNB sedang berada di pihak mana? Jika ini menyangkut praktik yang lasim di dunia perindustrian atau perdagangan, mengapa bukan menterinya saja yang menjelaskan? Apakah seperti digambarkan oleh Roedy bahwa kanal masuknya APD buatan Indonesia dari China itu melalui BPNB sehingga buru-buru diklarifikasi?
Para pelaku industri membuat APD-APD itu, dan mungkin membayar biaya buruh dengan upah murah, lalu mengirimkannya ke China. Setelah itu, mereka pula atau minimal jaringan mereka, yang mungkin mengimpor lagi barang buatan Indonesia itu dari China ke Indonesia. Mereka ini juga yang semestinya dapat memproduksi APD itu di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi boleh jadi, jika mengimpor barang buatan sendiri, untungnya lebih banyak, mengapa harus produksi sendiri? INI MAFIA KELOMPOK KEDUA.
Saya tidak yakin, dan Anda juga mungkin setuju dengan saya. Jika, apa yang dilakukan oleh kedua pihak diatas, tidak diketahui oleh otoritas yang memiliki domain di area ini, selama ini. Catat ya, selama ini. Apakah mereka tidak kebagian dari praktik-praktik macam begini? INI KELOMPOK KETIGA
Dan yang terakhir adalah semua mereka yang sedang menari-nari diatas kepanikan, kesedihan, keperihan sesama manusia lain menghadapi wabah ini. Mereka saat ini, dalam bahasa Kakak Pembina, sebagai para penjarah uang bencana. Mereka, tidak hanya para petinggi negara berdasi, tetapi juga para saudagar mulai dari trader, hingga para penimpun masker dan berbagai APD lainnya. Tak lupa, masuk dalam kelompok ini adalah mereka yang menjual APD bodong melalui media online.
Mereka ini memanfaatkan berbagai variabel yang memang sangat mendukung praktik mereka pada situasi dan kondisi gawat darurat seperti ini. Variabel-variabel itu antara lain: 1. Siapa yang begitu peduli dengan praktik mark up harga alkes maupun obat-obatan yang diimpor dari luar? 2. Monopoli pengadaan yang terpusat pada komplotan tertentu sangat mungkin terjadi pada kondisi seperti ini. 3. Kondisi kepanikan massal yang membuat daya kritis orang menipis dan cenderung mudah percaya, atas nama dalil kemanusiaan yang sering mereka gunakan. 4. Penegakan hukum yang cenderung tidak seketat dalam kondisi normal.
Dan mungkin masih ada variabel lain yang mendukung para penjahat ini menjalankan praktik jahat mereka dalam kondisi seperti ini. NAH, INI ADALAH KELOMPOK KEEMPAT.
Bagaimana menurut Anda?
Sumber: https://headtopics.com/id/penjelasan-kapusdatinkom-bnpb-soal-tulisan-made-in-indonesia-pada-apd-asal-china-tribunnews-com-12046698 https://money.kompas.com/read/2020/04/18/110000326/erick-thohir-ada-mafia-besar-yang-buat-bangsa-kita-sibuk-impor-alkes https://money.kompas.com/read/2020/04/18/110000326/erick-thohir-ada-mafia-besar-yang-buat-bangsa-kita-sibuk-impor-alkes
Corona Sadarkan Kita, Ternyata Mafia Obat dan Alkes Terjadi Sejak Lama
Sumber Utama : https://seword.com/umum/corona-sadarkan-kita-ternyata-mafia-obat-dan-jOkRyhboSX

Belajar dari Avigan, Presiden Perlu Waspadai Sabotase Penanganan Pasien Covid

Sejak awal wabah corona muncul di Indonesia, saya kerap bertanya-tanya, kenapa dokter-dokter sibuk mengeluh kekurangan APD? mengeluh capek dan menuntut lockdown. IDI sibuk mengancam pemerintah, jika tak menyediakan APD dalam jumlah cukup, maka dokter mau mundur atau tidak menangani pasien Corona.
Kita sibuk menggalang donasi. Uang dan uang lagi. Anggaran APD, anggaran alat kesehatan dan anggaran-anggaran lainnya. Kita begitu sibuk membahas soal uang. Tak satupun membahas cara terbaik untuk menyembuhkan pasien covid.
Angka-angka kematian dan jumlah pasien positif seperti sebuah perayaan. Makin lama makin mengerikan, tapi nampaknya juga makin dinikmati oleh sebagian orang. Cerita kepanikan dan ketakutan seperti sebuah kabar gembira. Menjadikan sebagian orang punya cukup alasan untuk menuntut lockdown atau karantina wilayah.
Bahwa akhirnya Presiden berhasil keluar dari tekanan dan memilih PSBB, tapi tetap saja, pelaksanaannya serupa lockdown. Yang dibahas dan diributkan lagi-lagi uang, anggaran.
Tiba-tiba, jumlah orang miskin meningkat drastis. Tiba-tiba, bantuan datang dan diserahkan kepada masyarakat secara acak. Tanpa data yang jelas. Sehingga akhirnya muncul sekelompok orang menolak bantuan tersebut karena merasa bukan orang miskin.
Tak pernah ada ruang atau perdebatan tentang cara menyembuhkan pasien covid. Kita lebih sibuk membahas anggaran dan pengadaan. Nyawa seolah tidak menarik untuk menjadi fokus perhatian.
Dari sekian banyak dokter-dokter hebat di Indonesia, kenapa mereka tidak mengusulkan Terapi Plasma Konvalesen? Saya ingat betul, 18 Maret lalu, ketika seorang dokter menghubungi saya agar menyampaikan surat serta materi presentasinya kepada Presiden. Saya sempat bertanya-tanya sendiri, masa cuma dia yang paham? Masa menteri dan jajarannya ga paham soal adanya terapi plasma ini? masa dokter-dokter Presiden yang hebat itu tak tau ada terapi plasma?
Pertanyaannya, kalau semua mereka tau, kenapa tidak mengusulkannya pada Presiden?
Untungnya saya tak berburuk sangka pada dokter yang membuat presentasi terapi plasma tersebut. Jadi saya simpan semua pertanyaan itu, dan tetap menyampaikannya lewat beberapa jalur yang saya tahu harusnya bisa dengan mudah sampai pada Presiden. Anda sebut saja pejabat-pejabat yang melekat pada Presiden, 90 persen mereka sudah terima surat dan materi presentasi tersebut. Tapi tak satupun orang bersedia meneruskan surat dan materi terapi plasma pada Presiden.
Dan kejadian ini menambah pertanyaan baru. Kenapa kementerian terkait, yang sudah dapat file presentasi terapi plasma konvalesen, tidak meresponnya?
Tapi taqdir selalu menemukan jalannya. Materi terapi plasma itu akhirnya sampai pada Presiden lewat komunikasi partai politik. Tak ada yang bisa menghentikan pesan tersebut. Dan setelah sampai pada Presiden, langsung diteruskan kepada kementerian terkait untuk ditindak lanjuti.
Saya bersyukur akhirnya negara ini mau membuka matanya. Mengakui terapi plasma ini bisa dijalankan untuk menyembuhkan pasien covid. Setidaknya sekarang sudah mulai banyak orang yang mau buka suara terkait terapi plasma ini.
Meskipun kadang saya agak geli melihat beberapa pihak yang mengklaim sudah melakukan, sudah paham, namun sejatinya belum melakukan. Tapi sudah buru-buru bikin MoU dan mengumumkan ke publik. Padahal sebelumnya mereka berburu anggaran penelitian vaksin. Hahaha
Di sini saya hanya ingin mengingatkan kepada pihak-pihak terkait. Asal kalian tahu, bahwa buku protap Terapi Plasma Konvalesen tersebut, yang dibuat oleh dokter pertama yang berkirim surat pada Presiden, mungkin sudah cukup membuat kalian paham caranya. Mungkin. Tapi percayalah, proses penanganan dan penelitian terkait ini sudah berlangsung selama seminggu terakhir di Indonesia. Dan kalian perlu waktu untuk mempelajarinya, sebelum mengeksekusi demi sebuah anggaran.
Kita harus belajar dari pengadaan obat avigan dan chloroquine. Yang sudah diumumkan resmi oleh Presiden beberapa waktu lalu. Tidak kah kalian bertanya, kenapa di lapangan tak terjadi perubahan signifikan?
Jawabnya karena kalian tidak mau membaca. Tidak mau menganalisa. Hanya fokus pada pengadaan dan anggaran. Yang penting cair dan obat dibeli. Sementara eksekusi dan pemberian pada pasien tidak diperhitungkan. Padahal ada kriteria pasien, ada kondisi dan waktu tertentu dan harus diberikan bersamaan. Kalau tanpa perhitungan, asal diberikan, ya tak akan berdampak massif.
Tapi untungnya kami tau bandit-bandit macam kalian. Jadi buku protap terapi plasma konvalesen itu dibuat sebagai panduan. Untuk meminimalisir penyalahgunaan dan aturan yang serampangan. Kalau kalian punya pertanyaan dan kendala, kalian tau harus bertanya pada siapa.
Saya bersyukur akhirnya negeri ini beralih fokus. Dari anggaran dan pengadaan, kini membahas metode penyembuhan. Sekarang kuncinya hanya ada di Presiden. Penunjukan jenderal lapangan untuk mengeksekusi terapi plasma konvalesen menjadi sangat penting untuk diberikan kepada orang yang benar-benar paham dan sudah mempelajari ini sejak lama.
Kalau hanya asal pengadaan seperti avigan, maka bisa terjadi blunder dan rawan sabotase. Sehingga publik akan menilai ini tidak efektif dan tidak bisa diterapkan. Ujung-ujungnya, corona di Indonesia akan terus bertahan lebih lama lagi. Seperti yang diinginkan para bandit itu.
Belajar dari Avigan, Presiden Perlu Waspadai Sabotase Penanganan Pasien Covid
Sumber Utama : https://seword.com/politik/belajar-dari-avigan-presiden-perlu-waspadai-PuF9HwXPE4

Klaster Covid Kadrun dan Badrun, Bukti Indonesia Darurat Radikalisme!

Di tengah global pandemic Corona Virus yang terjadi di Indonesia ini, banyak sekali roang-orang yang ketularan ABas. Mereka adalah penjual kata-kata, bekerja untuk mengeruk uang jemaatnya dengan kata-kata.
Menikmati hasil persembahan yang dikumpulkan, untuk beli baju bagus dan kursi mahal yang digunakan untuk jualan kata-kata manis. Sesekali keluar untuk sedikit membagi-bagi masker murah. Dibandingkan dengan apa yang mereka keruk, masker dan makanan itu gak seberapa. Sok langsung turun ke jalan.
Padahal kata-katanya yang selama ini meninabobokkan orang dan memberikan informasi palsu, nubuatan abal-abal, menjadi bukti bahwa orang ini hanya melakukan pencitraan murahan untuk menutupi apa yang kelompok mereka sejatinya pernah katakan.
Di Amerika, tempat lahir gerakan karismatik radikal, seorang pendeta pernah mengabaikan social distancing, dan sambil berkata-kata bahwa Covid 19 bisa ditengking asalkan banyak berbahasa Roh. Katanya berbahasa roh bisa meningkatkan imunitas. Vitamin X itu. Kalau Vitamin C meningkatkan imunitas tubuh, vitamin Roh itu akan meningkatkan imunitas terhadap kecerdasan. Menolak cerdas.
Padahal dokter yang dikutip oleh nabi palsu itu, pada akhirnya ditangkap oleh otoritas setempat karena ketahuan memberikan obat overdosis kepada istrinya sendiri. Malpraktik. Melalui videonya, apa sih yang sedang diajarkan oleh nabi palsu itu? Kepalsuan. Apa lagi?
Perwakilan Karismatik Radikal di Indonesia ini sangat berbahaya, bagi pemerintah. Mengapa? Karena dengan orang-orang yang dibego-begoin olehnya, mereka akan dengan mudah menantang-nantang Covid. Datang untuk menengking Covid yang gak bisa keluar-keluar itu dari tubuh manusia. Lu kira ngusir setan? Gimana cara setan ngusir virus ya?
Ternyata benar dugaan saya, bahwa nabi palsu ini adalah otoritas tertinggi dari sebuah sekolah tinggi di daerah Petamburan. Dan kalau bicara tentang gerakan ini, mahasiswa mahasiswinya pun juga pasti percaya kepada otoritas tertinggi. Pengajaran mereka, tidak pernah berdasarkan kepada sebuah kebenaran yang objektif. Kebenaran bagi mereka sangatlah subjektif.
Maka sayang sekali, pada akhirnya puluhan orang yang ada di sana, positif Covid dan harus dibawa ke Wisma Atlet Kemayoran dengan bus lengkap berisi para perawat yang sudah repot. Kalian malah merepotkan bangsa ini, dasar Badrun. Domba gurun.
Kalau bicara penularan, kita bicara networking. Satu bukan menulari satu. Satu bisa menularkan ke banyak orang. Semakin lama ia tidak mengisolasi diri, semakin banyak pula orang-orang dekat yang ditularkan.
Selain dari klaster Lembang dan Petamburan, masih ada lagi dua klaster yang tidak kalah banyaknya. Mereka adalah klaster Gowa dan klaster Kebon Jeruk. Memaksa diri untuk beribadah, lalu kena Covid 19. Lantas semua orang yang bisa disaring, langsung dikarantina dan diisolasi.
Bahkan satu rumah ibadat, dengan isinya nyaris 200 orang, harus ditutup dan tidak boleh ada orang lalu lalang, ditengarai adanya beberapa orang yang positif Covid. Mereka ini merasa sombong, merasa lebih takut kepada Tuhan ketimbang takut kepada Covid 19. Bodoh.
Dan mereka sebelumnya adalah pendukung Om Wowo yang sekarang jadi pembantu presiden, menyerang pemerintah, karena dianggap lamban dan pelayanan gak bagus. Tunggu bodoh, kalian memang bikin repot para perawat.
Orang-orang di ke empat klaster ini, menjadi bukti bahwa agama di Indonesia malah menjadi parasit bagi kehidupan keamanan bangsa ini.
Ketika pemerintah dengan gencar ingin membuat lamban penyebaran Covid, klaster-klaster ini malah sepertinya berperan sebagai agen ABas untuk mencapai target penularan Covid 19 di Jakarta, yakni masuk ke angka 8000 orang. Mungkin ABas ini bisa bikin sebuah perkumpulan, AntiAsuransi.
Semacam lawan dari perusahaan asuransi jiwa, karena memang ABas ini mahirnya mempermainkan ayat dan mayat. Lihat saja kata-katanya di Balai Kota. Setelah ia memberikan informasi kematian di Jakarta, dia tersenyum lebar seperti tidak ada yang salah dengan penanganan bodohnya.
Tangannya bertanggung jawab atas orang-orang yang meninggal karena Covid 19. Kalimatnya sungguh memberikan ketakutan.
Gara-gara kelompok merekalah, klaster-klaster Covid 19 justru terbentuk dan meresahkan banyak orang. Mereka adalah pendukung ABas, yang kelihatannya secara sukarela menjadi penggol target ABas dalam sebanyak-banyaknya pasien terkena Covid di Indonesia.

Klaster Kadal dan Domba memang bikin resah ya... Sok klaim lebih takut Tuhan ketimbang Covid. Sekalinya dihajar Covid langsung Ko Id.
Iya sabar nak, sabar…

Betapa mengerikannya ABas ini.
Begitulah ngeri-ngeri.
Artikel ngeri lainnya silakan disimak di https://seword.com/author/mawengkang
Sumber Utama : https://seword.com/politik/klaster-covid-kadrun-dan-badrun-bukti-indonesia-igFqZHjK5M

Sadarlah, Presiden Hanya Punya Waktu 7 Hari

Jika anda sudah membaca artikel terbaru saya, https://seword.com/umum/akhirnya-saya-sadar-ada-mafia-corona-hIfqwixnby berjudul: Akhirnya saya sadar ada mafia corona, berarti anda sudah tahu bagaimana kondisi tim khusus penanganan corona di Indonesia. Cukup berantakan. Dibutakan oleh uang dan para mafia medis.
Meskipun saya yakin sudah ada jalan keluar, tapi tetap saja saya ingin menuliskan catatan ini. Untuk mengetuk tim dokter di seluruh Indonesia, terumata dokter pendukung Jokowi dan yang masih mencintai NKRI.
Begini kawan-kawan. Posisi Presiden hari ini memang sangat sulit. Arus informasi disekat dan dibatasi. Dikelilingi kepentingan. Presiden juga sudah dibatasi untuk tidak blusukan atau bertemu dengan banyak orang. Bahkan rapat pun sudah via conference. Sehingga kekuatan terbesar seorang Jokowi, mendengar suara rakyat, hari ini sudah dibabat habis dengan alasan virus corona.
Presiden hari ini menunggu hasil terapi plasma yang sedang kita kerjakan secara senyap selama beberapa hari terakhir. Menunggu ada pasien yang berhasil disembuhkan dengan terapi plasma, agar Presiden dapat mempertimbangkan untuk mengeluarkan perubahan kebijakan agar penanganan corona di Indonesia jadi lebih cepat dan ideal.
Masalahnya, kita tak punya banyak waktu. Kita hanya punya waktu beberapa hari lagi untuk membuktikan. Kita hanya punya waktu sekitar seminggu untuk mengirim informasi secara jelas kepada Presiden bahwa sudah ada pasien yang sembuh berkat terapi plasma.
PSBB di Jakarta pada prakteknya adalah lockdown tanpa pengerahan militer. Kondisinya buruk sekali. Ekonomi lumpuh. Warganya kehilangan pekerjaan. Dan hari ini muncul wacana PSBB akan diperpanjang. Lebih buruknya, Kemenkes menjawab tak perlu ada ijin lagi. Jadi bisa langsung diperpanjang.
Jangan pikir ini perkara biasa. Ini jelas menggiring Presiden ke jalur maut. Hari ini, orang-orang di daerah lain juga menuntut PSBB. Alasannya rakyat jelata sejatinya sederhana, biar diberi uang belanja bulanan. Sebut saja Jatim dan Jateng. Sementara bagi kelompok pejabat elite, ini soal kucuran anggaran yang lumayan besar.
Kalau sampai PSBB di Jakarta diperpanjang, maka daerah lain akan lebih kencang menuntut PSBB juga. Sayangnya ini bukan sekedar anggaran yang akan cair dan dihambur-hamburkan untuk hal yang kurang bermanfaat, tapi juga tentang ambruknya roda ekonomi di tanah Jawa.
Negara bisa kehabisan uang. Sementara warga kian putus asa jika diperpanjang. Lihatlah Jakarta, tak ada tempat meeting lagi. tak ada restoran dan café buka. Tak ada orang bertatap muka di tempat umum. Jakarta nyaris mati, dan itu jauh lebih mengerikan dari corona itu sendiri. Pertanyaannya, inikah yang mau kita tiru dan terapkan di daerah lain? Negara bisa bangkrut, sementara warga akan mudah terprovokasi karena sedang kesulitan dan kelaparan. Semakin mengulur waktu, semakin lama dan diperpanjang, maka masalah-masalah semakin menumpuk. Dan sekali lagi, jumlah yang mati karena kondisi ini pasti akan jauh lebih besar dari tingkat kematian karena corona.
Pertanyaannya, tegakah kalian membiarkan ini terjadi? Lalu masih meributkan birokrasi dan uang sampingan yang tak seberapa itu.
PSBB di Jakarta berakhir 23 April. Sebelum hari itu, Presiden perlu satu alasan untuk menghentikan atau tidak memperpanjangnya. Dan alasan yang diperlukan adalah tingginya angka kesembuhan pasien corona, serta metode efektif yang mendasarinya. Dan saat ini, terapi plasma konvalesen inilah yang kita punya.
Ketika kabar kesembuhan sudah terdengar, dan kita berani memberikan pernyataan, maka terapi plasma ini akan diterapkan secara nasional guna memerangi corona. Dan itu akan mempercepat negara ini pulih dari krisis.
Tapi jika kalian masih sibuk bermain dengan ceperan obat-obatan. Mengincar alat PCR dan memperbanyak ventilator, saya khawatir kalian tak akan sempat menikmati segala fasilitas dan hasil tersebut. Karena saat negeri ini kehabisan uang, dan penjarahan terjadi di mana-mana, maka semua penghasilan atau uang kalian itu berpotensi hilang begitu saja.
Bagaimanapun saya hanya mengingatkan. Kalian sendirilah yang menentukan pilihan. Terserah kalian apakah mau mempercepat penanganan corona di Indonesia agar PSBB tidak menjalar ke banyak daerah, atau tetap mengais rejeki di tengah wabah, lalu tutup mata dengan segala kesedihan orang-orang di sekitar kita.
Dan jikapun kalian tetap bebal, kami tetap berdoa agar Tuhan menunjukkan keajaibannya.
Sadarlah, Presiden Hanya Punya Waktu 7 Hari
Sumber Utama : https://seword.com/umum/sadarlah-presiden-hanya-punya-waktu-7-hari-69cMG73YtW

Pak Jokowi, Bocah Jangan Dijadikan Stafsus, Wamen atau Menteri

Kata orang, kedewasaan tidak diukur dari umur. Kata orang pun, umur tidak mempengaruhi pola pikir dan kebijaksanaan dalam kehidupan. Dan saya pun kurang lebih setuju dengan berbagai pendapat yang sudah tak asing lagi bagi telinga kita semua tersebut dengan berbagai catatan.
Orang akan dituntut berfikir dewasa lebih cepat ketika dalam kehidupannya dipenuhi dengan pembelajaran tentang kehidupan yang penuh warna serta mau mengambil serta melakukan filter dengan begitu baik untuk diri.
Kedewasaan, kebijakan berbeda dengan ilmu pengetahuan yang bisa dipelajari secara mentah. Hal ini karena terkait hati nurani dan rasionalitas. Perlu pendalaman menyeluruh yang tak mudah dipertahankan eksistensinya untuk menguasai hidup kita. Meskipun dalam prakteknya sulit, tetapi hal yang terpenting adalah menyadarinya terlebih dahulu. Karena dengan sadar, ada titik yang akan terus kita perjuangkan untuk dituju.
Mungkin kita pernah menemui seorang pemuda yang lebih bijak dalam pola pikir dan mengambil keputusan. Dan tak jarang juga kita menemui orang yang usianya cukup matang tetapi kurang bijak dalam pola pikir dan penerapannya dalam tindakan.
Kedewasaan, kebijakan dan pola pikir yang baik sangat penting untuk seorang pemimpin. Bukan hanya pemimpin, tetapi orang-orang di sekitar yang memiliki peran penting menyangkut hajat hidup orang banyak. Jadi intinya, berapa pun usianya, pola pikir itu yang menjadi penting, bukan soal usia dan kesuksesan apa yang terlihat secara kasat mata, karena kesuksesan itu bisa dicapai dengan berbagai cara, seperti cara licik hingga cara instan yang diberikan oleh orang tua yang kaya raya.
Pola pikir menjadi penting, karena dengan pola pikir yang baik, tak akan mudah berhenti membuka pikiran untuk selalu belajar untuk menjadi lebih baik dalam menyelesaikan sebuah masalah. Pola pikir yang baik, akan menghasilkan kebiasaan dan menyirami hati menjadi baik meskipun dengan tertatih selangkah demi selangkah. Itulah harapannya.
Seperti yang kita ketahui bersama, Jokowi di priode ini memilih stafsus dari golongan muda. Stafsus yang dipilih Jokowi dikatakan terdiri dari orang-orang muda yang terkesan sukses dalam dunia modern terkait teknologi. Ada pendiri ruang guru dan lain sebagainya.
Belum lama ini, ada salah satu stafsus yang dianggap kurang elok karena menyurati para camat terkait upaya perusahaannya, PT Amartha Mikro Fintek terlibat menanggulangi virus corona di desa-desa. Surat tersebut menjelaskan kerja sama perihal edukasi covid-19 dan pendataan kebutuhan Alat Pelindung Diri (APD) Puskesmas serta edukasi pun akan dilakukan oleh pihak PT Amartha. Surat dengan kop skcretariat negara tersebut menuai berbagai kritik dan memintan Taufan sang stafsus untuk mundur. Taufan pun meminta maaf terkait hal tersebut.
Permasalahan di negara kita banyak yang harus diselesaikan ditambah lagi ada pandemi corona. Pembantu-pembantu Jokowi sangat penting untuk meringankan beban, bukan justru menambah beban dengan berbagai ulah dan maneuver-manuver kepentingan yang mencolok mata seperti itu. Itu baru stafsus, yang menteri hingga wamen pun mungkin ada, melihat ada kesan ucapan terima kasih dalam jabatan yang diberikan oleh Jokowi, meskipun itu tak semua.
Pak Jokowi saat ini pembantunya banyak, tetapi seperti berjalan sendiri untuk mengurusi negara ini. Yah memang tak semua seperti itu, tapi melihat kurang kompaknya para pembantu Jokowi, itu sudah membuktikan bahwa banyak kepentingan dalam negeri ini. Namun, saya masih percaya pada pemerintahan Jokowi hingga detik ini, meskipun ada kekurangan di sana-sini. Itu semua karena saya menilai di zaman Jokowi menerapkan pola pikir yang baik sebagai dasar segala tindakannya.
Soal keputusan, tentu saja pak Jokowi memiliki sumber daya data yang digunakan untuk membuat keputusan. Apa yang diputuskannya tentu dengan hitung-hitungan dan pertimbangan yang matang. Bukan kita meragukan, tetapi sebaik pak Jokowi segera mengambil keputusan untuk mengganti para bocah yang ada di sekitarnya. Jangan hanya melihat sisi sukses secara kasat mata tetapi lihatlah cara yang mencerminkan pola pikir. Pola pikir yang mempengaruhi hati. Pola pikir yang dijadikan titik pencapaian dalam sebuah usaha. Pola pikir yang memungkinkan tercapainya sebuah tujuan yang baik bagi negeri ini dan berdampak pada seluruh rakyat Indonesia dengan keadilan sosial yang merata. Udah ah, itu aja… Cak Anton
Sumber pendukung opini: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200414203318-32-493583/istana-tegur-stafsus-jokowi-surati-camat-tak-bahas-sanksi
Sumber Utama : https://seword.com/politik/pak-jokowi-bocah-jangan-dijadikan-stafsus-wamen-oZqkAVraW2

Murtad Karena Agama Tunduk Pada Sains Terkait Covid-19?

Agama dan sains. Apakah kedua bidang ini harus tidak sejalan? Atau justru di saat genting wabah pandemi covid-19 ini, sains telah menundukkan agama? Sehingga para agamawan pun dipaksa harus tunduk pada sains atau ahli virus?
Namun ada juga yang mengaku paling beragama menolak anjuran petugas kesehatan. Penolakan itu tentu ada landasan yang mereka jadikan pegangan.
Dan bahwa apa yang mereka pahami tentang agama adalah, agama bisa menyelesaikan semua permasalahan, agama menempati posisi paling atas, sehingga menurut mereka harusnya sains tunduk pada agama.
Maka tak heran ketika ada larangan shalat berjamaah untuk sementara waktu banyak mengalami penolakan. Apalagi berbagai cerita dan pengalaman spiritual atau keajaiban mukjizat tentang orang-orang sakit yang bisa sembuh berkat amalan doa-doa dan juga ziarah atau ibadah di tempat-tempat suci menurut agama itu.
Di satu sisi, agama bisa menjadi candu. Kata pengamat sosial. Orang yang kecanduan ketika dilarang memakai maka akan berontak pastinya, hingga jadi sakau.
Dalam beberapa tahun yang lalu banyak orang mengangkat dan membesarkan sains untuk memperkuat fanatisme beragama. Sains ditampilkan beserta cuplikan ayat-ayat dari kitab suci demi untuk memperkuat bahwa "Inilah kebenaran agama"
Kenyataan sekarang, demi menahan laju penularan covid-19, kegiatan-kegiatan agama harus tunduk pada sains. Bahwa potensi penularan sangat tinggi meski dalam rumah ibadah. Intinya, dimana banyak kerumunan, penularan covid-19 sangat besar. Maka itulah pemerintah memberlakukan PSBB, wajib menggunakan masker hingga rajin cuci tangan. Aturan seperti ini muncul karena penelitian sains.
Dalam kenyataan seperti ini, apakah ini berarti agama di bawah dari Sains? Sehingga ada yang berpikir "Jadi untuk apa ada agama kalau ada sains yang terus-menerus mengadakan penelitian sehingga nantinya bisa menjawab persoalan-persoalan manusia?"
Atau mungkin juga ada yang berpikir begini "Untuk apa sih orang harus beragama kalau kerjanya ribut terus? Bukankah selama ini konflik banyak terjadi karena urusan penafsiran agama? Bagaimana agama bisa berperan penting memajukan peradaban dunia?"
Dan tentu saja akan banyak persepsi lain yang terus berseliweran jika dibandingkan dengan contoh di atas.
Kalau ternyata sains bisa memajukan peradaban, seharusnya kerajaan-kerajaan atau dinasti-dinasti yang sempat kita kenal dengan adanya peninggalan-peninggalannya, harusnya sampai saat ini tetap ada dan membuat kehidupan dunia bahkan menjadi surga.
Kehidupan semakin maju. Tidak ada lagi perebutan sumber daya alam karena sains telah menemukan sumber energi yang terus menerus ada atau kekal. Dan bahkan bisa saja, akan banyak manusia yang hidup lebih lama atau menuju kekal di dunia ini.
Tapi ternyata, sains dalam hal umur manusia sampai saat ini belum bisa mengontrol secara penuh atau mutlak. Selalu saja ada yang mati. Bukan hanya masalah penyakit, tapi juga perang atau konflik hingga penjajahan yang merusak banyak sumber daya.
Agama dan sains bukanlah sesuatu yang harus dikelas-kelaskan atau dinilai bahwa agama lebih hebat dari sains atau sebaliknya. Pasalnya agama dan sains adalah termasuk satu kategori yaitu ILMU. Ya! Ilmu memerlukan akal. Dan akal adalah intrumen seseorang bisa disebut sebagai manusia. Sebab hanya manusia yang mempunyai akal. Dan wajib disyukuri.
Islam, agama yang saya anut, ayat pertamanya yang turun dalam Quran adalah perintah membaca yaitu "Iqra" artinya aktifitas membaca butuh akal. Dari pijakan ini, masalah-masalah berikutnya masih dibutuhkan akal dalam interaksinya hingga pada tingkat paling puncak berpikir manusia, ia akan mentok bahwa akal terbatas pada ruang tak terbatas. Mmhh...
Jadi menurut saya juga, untuk memahami antara agama dan sains dalam musibah wabah pandemi ini, masing-masing kubu baik ekstrim kanan maupun kiri, hendaknya tidak memonopoli kebenaran, atau tidak merasa paling benar.
Misalnya marah-marah karena ada larangan shalat jumat lalu menuduh pemerintah dengan tuduhan rezim otoriter padahal listrik 450 W digratiskan, bahkan ada yang mencaci Jokowi.
Atau ada yang mengatakan bahwa covid-19 adalah tentara Allah sehingga tidak menyerang umat muslim. Padahal kenyataannya tidak sedikit umat Islam yang kena. Covid-19 ternyata tidak bertanya dulu "apa agamamu" baru menular.
Hal-hal ini juga berlaku dengan pemeluk agama lain. Artinya kecenderungan fanatisme buta masih tinggi sehingga mengabaikan rasionalitas yang justru itulah tingkat keberagamaan dan keber-manusia-an.
Orang-orang yang sembuh penyakitnya karena kekuatan doa atau mukjizat, bukanlah tanpa usaha atau simsalabim begitu saja. Bahkan nabi Musa mampu membelah lautan(berkat izin Allah) itu pun bisa terjadi dan sebelumnya sudah berusaha lari dari kejaran Fir'aun yang bengis dan kejam. Usaha maksimal terus dikerjakan.
Maka urusan covid-19 ini perlu usaha menanganinya selain terus berdoa sesuai dengan keyakinan masing-masing.
Dan perlu kita ketahui bahwa kebanyakan dari kita bukanlah Wali atau sekelas nabi yang ketika berdoa bergetarlah langit dan bumi. Sebagian besar kita merasa paling benar. Bangga dan merasa benar dengan apapun, baik hal agama maupun urusan sosial. Bahkan tulisan saya ini pun sok paling benar. Heuheu
Bahkan ada yang bangga ketika sudah menyumbang sembako kepada orang-orang yang terlihat miskin yang berseliweran di jalan-jalan. Lalu setelah itu mau disaksikan sejagad sosial media, sementara bisa saja kerabatnya masih banyak yang susah.
Murtad Karena Agama Tunduk Pada Sains Terkait Covid-19?
Sumber Utama : https://seword.com/umum/murtad-karena-agama-tunduk-pada-sains-terkait-JUMOnaEqUk

Simpatisan Erdogan Yang Rasis dan Ingin Menebas (Kepala) Presiden Jokowi

Sebelumnya, penulis mohon maaf jika dalam beberapa hari ini jarang update tulisan, hal ini disebabkan karena kewajiban yang harus penulis tuntaskan di dunia nyata. Xixixixi.
Tadi, penulis tidak sengaja menemukan sebuah postingan di facebook tentang seorang simpatisan Erdogan. Aneh tapi nyata, makan, minum, cari nafkah di Indonesia tetapi malah memuja Presiden negara lain dan mencaci maki Presiden Indonesia dimana dia hidup saat ini.
Jika dia memang memuja Erdogan, ya udah pindah saja ke sana, Indonesia tidak butuh orang-orang seperti ini.
Tapi ingat, jika dia tinggal di sana, dia tidak akan bisa bebas mencaci maki Erdogan seperti yang dia lakukan di Indonesia dengan dalih kebebasan berpendapat yang dilindungi UU.
Kebebasan berpendapat bukan berarti bebas mencaci maki, sebar hoax, memfitnah orang lain, bambaaaaaaaaang!
Toh, pada tahun 2016, sudah hampir 2000 orang diadili karena menghina pemerintahan Erdogan Sumber, bahkan ada seoranga anak usia 13 tahun ditahan karena menghina Erdogan. Sumber
Berikut adalah salah satu postingannya yang memperlihatkan bahwa dirinya adalah seorang simpatisan Erdogan:
Article
Padahal terkait wabah virus Corona di Turki, Erdogan yang sempat sesumbar tapi akhirnya tidak siap dengan virus Corona ini seperti yang dilansir dalam situs https://www.jpnn.com/news/sempat-sesumbar-presiden-erdogan-ternyata-tidak-siap-menghadapi-virus-corona
Bahkan yang terbaru, Menteri Dalam Negeri Turki minta mengundurkan diri karena lockdown di sana kacau! Sumber
Di postingan yang lain, dia malah sok paling agamis dengan membuat postingan berikut ini:
Article
Penulis paling benci sama orang yang sok Islami seperti ini, tapi faktanya semua itu hanya kedok!
Jika dalam Islam dilarang membunuh orang lain, dia malah cari kepala orang untuk ditebasnya, kan gila!
Article
Dalam postingan yang lain, dia malah mengatatkan seperti ini kepada Presiden Jokowi:
Article
Dia mengatakan Presiden Jokowi Bangs*t, ingin menebas kepala Presiden Jokowi dan rasis terhadap etnis Jawa?
Kayaknya, dia sudah merasa hebat banget neh, koar-koar rasis, menghina Presiden Jokowi dan ingin menebas kepala beliau!
Penulis lalu menemukan akun facebooknya yang berlamat di https://web.facebook.com/ayub.basuki.1
Article
Berikut adalah penampakan wajah yang rasis, mencaci maki Presiden Jokowi dan ingin mencelakai Presiden Indonesia yang sah di tengah wabah virus Corona saat ini…
Article
Article
Article
Ada yang merasa sok ganteng, jeleknya gimana? Wkwkwkwk
Article
Lalu, gimana cara melacak orang rasis, penghina Presiden Jokowi dan ingin mencelakai beliau?
Gampang!
Telusuri saja plat motor yang dipakai olehnya dalam beberapa fotonya berikut ini:
Article
Article
Article
Article
Article
Atau bisa juga telusuri plat motor wanita yang dekat dengannya seperti yang terlihat dalam foto berikut ini:
Article
Jika pembaca jeli melihat foto-foto Ayup Fu yang merasa hebat sambil foto di atas (dekat) motornya dengan memegang senjata tajam, pakai helm, pasti pembaca tertawa sendiri melihat foto di atas.
Pegang senjata tajam, pakai helm agar tidak diketahui wajahnya tapi foto di atas (dekat) motor yang sangat jelas kelihatanya plat nomor Polisi-nya! Wkwkwkwkwk
Ssssstttt, dia ternyata jualan ikan cupang di pasar…
Article
Jadi, tidak susah ya melacak simpatisan Erdogan yang sok Islami tapi rasis, menghina Presiden Indonesia sendiri dan ingin menebas kelapa Presiden Jokowi!
Jadi ingat beberapa waktu lalu, Mabes Polri mengeluarkan Surat Telegram (ST) terkait penanganan para penyebar hoaks dan penghina Presiden saat pandemi virus corona atau Covid-19 yang bertujuan demi menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat selama menghadapi bencana non-alam tersebut.
Bagi yang menghina Presiden dan pejabat pemerintahan di tengah wabah virus Corona saat ini, maka bisa terancam pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan atau denda dengan sejumlah uang. Sumber
Penulis setuju dengan aturan tersebut, apalagi di tengah wabah virus Corona saat ini. Di saat Presiden Jokowi dan jajarannya sedang berusaha keras agar wabah virus Corona bisa diatasi, perekonomian tetap jalan dengan tidak menetapkan lockdown yang dapat menimbulkan kerusuhan seperti di Malaysia, Lebanon, Tunisia, India, Itali bahkan di New York, tetapi masih saja ada orang yang merasa hebat dan bebas menghina Presiden Jokowi dengan dalih kebebasan berpendapat dan dilindungi oleh Undang-Undang!
Di tengah wabah virus Corona ini, yang menghina Presiden Jokowi atau pejabat pemerintah diancam dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan atau denda sejumlah uang, lalu bagaimana dengan pemilik akun facebook Ayup Fu di atas yang secara teranga-terangan sebagai seorang yang rasis, mencaci maki Presiden Jokowi bahkan ingin menebas kepala beliau?
Apakah orang seperti ini bebas dan tidak diproses secara hukum???
Kami sudah bosan mendengar kata maaf, khilaf, akun di hack dan alasan klasik lainnnya jika orang ini nanti diciduk!
Wassalam,
Nafys
Tulisan sebelumnya https://seword.com/umum/mantap-ppni-akan-membawa-kasus-penolakan-jenazah-1n5zHLCi74
Simpatisan Erdogan Yang Rasis dan Ingin Menebas (Kepala) Presiden Jokowi
Sumber Utama : https://seword.com/umum/simpatisan-erdogan-yang-rasis-dan-ingin-menebas-pG9MxGNDb6

Hikmah Corona, Membongkar Wajah Kelam Dunia Medis

Di tengah gencarnya desakan ke pemerintah pusat untuk menangani wabah corona, tabir gelap dunia kedokteran seakan termarginalkan. Setelah Erick Thohir mengungkap adanya mafia alkes, masyarakat mulai sadar kalau ada manusia tanpa hati yang rela menggadaikan nyawa untuk harta. Bahkan mereka tutup mata akan nasibnya sendiri ataupun kerabat karena pandemi corona tak mengenal siapa targetnya.
Menengok ke belakang, sebuah buku berjudul "Mafia Kesehatan" yang ditulis orang yang lama bergelut di dunia medis (Alexandra Indriyanti) mengungkap fakta kelam dunia kedokteran. Ini seperti buku karangan George Aditjondro yang membongkar gurita cendana dan cikeas. Ternyata profesi dokter tidak sesuci yang orang kira. Nyatanya sebagaian dokter malah menggunakan profesinya untuk mengeruk keuntungan pribadi.
Beberapa artikel yang ditulis mas Alif dan juga mas Roedy telah membongkar mafia alkes di Indonesia. Kali ini saya mencoba mengungkap dari sisi dokternya. Inilah mungkin menjadi jawaban kenapa angka kematian Covid 19 di Indonesia sangat tinggi. Kenapa banyak orang berduit lebih memilih pengobatan ke luar negeri. Ini semua tak lepas dari mental para dokter di Indonesia.
Dalam buku mafia kesehatan diungkap cara malprakter dokter menggunakan jurus angin puyuh, jurus ban berjalan dan jurus memukul angin. Kalau tak mau repot membaca atau membeli bukunya, berikut saya rangkum arti ketiga julukan tersebut. Seperti yang dikatakan Munir Fuady, dia menyebutkan ada 3 jurus yang potensial menyebabkan malpraktek kedokteran.
Pertama, jurus angin puyuh, seorang dokter membuka praktek dengan pasien antara 40-50 orang setiap malamnya. Disebut jurus angin puyuh, karena sambil mempersilahkan duduk si pasien dokter sudah membuat resep, sambil melepaskan pakaian pasien menuju tempat tidur dokter sudah menyediakan suntikan dan sambil memeriksa badan pasien suntikan sudah dilakukan dan begitu pasien mengenakan pakaiannya kembali, dokter sudah memberikan resepnya sambil mempersilahkan susternya untuk memanggil pasien berikutnya.
Kedua, jurus ban berjalan. Dalam hal ini, empat (4) orang dipanggil sekaligus ke ruang yang memang menyediakan empat tempat tidur. Semua pasien berbaring dan siap-siap untuk diperiksa. Kemudian dokter memeriksanya secara bergilir, berputar dari satu pasien ke pasien yang lainnya. Setelah diperiksa kemudian dokter membuatkan resep untuk semua pasien yang baru saja diperiksa tadi.
Ketiga, jurus memukul angin. Pada kasus ini menurut Munir Fuady, seorang dokter menerima "cek kosong" dari pasien. Artinya, apapun yang dikatakan dokter, pasien tersebut memberikan kepercayaan penuh pada dokter untuk memberikan treatment atau tindakan medis tertentu dan sudah tentu sikap pasien seperti ini membuka peluang adanya penyalahgunaan kepercayaan oleh dokter.
Ketiga jurus praktik kedokteran tersebut menyebabkan banyak hak pasien yang tidak terpenuhi sementara di lain pihak, para dokter mendapatkan banyak keuntungan baik dari segi materi maupun pemanfaatan waktu. Implikasinya sudah jelas, yaitu terbukanya peluang terjadinya malpraktik kedokteran.
Belakangan ini gara-gara kasus corona, profesi dokter dipuji setinggi langit dan dieluhkan sebagai garda terdepan. Jokowi hingga memggelontorkan 300 juta sebagai jaminan asuransi mereka saat meninggal melawan corona, begitu juga peningkatan insentif yang cukup tinggi hingga 15 juta per bulan.
Sayangnya bagai air susu dibalas air tuba, sebagian dokter membalas mengolok pemerintah bahkan dari organisasi IDI. Pertama mereka menuntut APD lalu berujung meminta lockdown padahal solusi penyembuhan corona belum dimaksimalkan. Belakangan suara dokter titik-titik seperti Erlina Burhan, Tirta dan Berlian mulai menyeruak ke permukaan. Menuntut APD, menolak disediadakan pemakaman pahlawan oleh Ganjar dan bahkan menolak metode rapid test oleh pemerintah.
Saya heran dengan orang-orang seperti mereka. Seakan menutup bangkai busuk dunia kedokteran, lalu tanpa berusaha mencari jalan keluar malah membuat gaduh di tengah masyarakat. Tahukan kini cara ampuh terapi plasa sudah mulai digaungkan. Kalau cara ini terbukti berhasil dan diterapkan di lapangan, saya yakin mulut nyinyir mereka akan terlockdown dengan sendirinya.
Biarkan masyarakat menilai siapa yang lebih sayang nyawa mereka. Saat pemerintah pusat di bawah Jokowi sudah mengusahakan seoptimal mungkin, jangan sampai ada mafia alkes atau dokter gadungan mencari celah di tengah kesusahan. Kalau selama ini mereka kerja nyantai lalau diguyur banyak uang, kini merekalah yang dituntut pertama kali bertaruh nyawa.
Akhirnya kita bersyukur hikmah dibalik musibah corona yakni membongkar wajah kelam dunia medis kita. Kalau nantinya saya menemukan nama mafia besar yang bermain di sana, saya tak akan ragu membuka ke publik. Entah itu mafia alat kesehatan, mafia obat-obatan bahkan petinggi Rumah Sakit sekalipun. Kalau Tuhan bisa menampakkan wajah mafia migas dan kebobrokan petinggi Garuda, ada saatnya para mafia kesehatan akan terungkap.
Begitulah kura-kura.
Referensi:
Sudarma, Momon. 2008. Sosiologi untuk Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika
Hikmah Corona, Membongkar Wajah Kelam Dunia Medis
Sumber Utama : https://seword.com/umum/hikmah-corona-membongkar-wajah-kelam-dunia-medis-NfFxAg4EGR

Covid 19, Ibadah Kristen di Rumah Pun Dibubar Paksa, Kapolri Jangan Diam!

Covid membuka tabir intoleransi para calon bangkai yang siap masuk liang lahat.
Ibadah di gereja salah. Sekarang ibadah online di rumah sendiri di tengah global pandemic Covid 19 pun dibubarkan paksa. Intoleransi lagi-lagi masih ada, padahal itu terjadi di rumah sendiri. Satu keluarga Kristen di Cikarang, Bekasi Jawa Barat menjadi korban persekusi kata-kata.
Laki-laki berbaju putih ngamuk-ngamuk karena ada ibadah online di dalam rumah. Sungguh, mau jadi apa bangsa ini jika orang-orang seperti ini dibiarkan ada, dan bermodalkan 6 ribu dan surat tulis tangan, masalah sudah selesai. Padahal keadaan ini, memang memaksa semua kita untuk beribadah di rumah, sesuai anjuran Joko Widodo, presiden Republik Indonesia. Mana nih Kapolri? Untuk kasus intoleransi, orang ini tidak banyak terdengar suaranya ya?
Sekeluarga itu tidak berani keluar rumah, karena memang sudah menjadi arahan pemerintah, selain itu, karena takut tertular Covid 19. Alasan sudah diberikan oleh pemilik rumah kepada orang yang ngamuk-ngamuk seperti binatang dan anjing menggonggong itu. Mereka meminta ibadah online itu segera dibubarkan.
Seorang berbaju putih dan berkopiah hitam itu berdua bersama seorang berbaju hitam, kumis yang mirip Pak JK itu, ikut-ikutan bikin rusuh dan berteriak-teriak di depan pemilik rumah yang beragama Kristen itu. Kronologinya sangat jelas.
Sejak Covid 19 menjadi global pandemic, banyak orang yang diminta untuk di rumah selagi bisa. Lalu rumah-rumah ibadat pun juga sudah sangat menganjurkan para jemaatnya dan jamaahnya untuk beribadah di rumah, dengan menyediakan ibadah online streaming di rumah masing-masing dengan akses internet.
Ibadah di rumah sendiri, mendadak ada yang menggedor-gedor pintu dengan sangat keras dan pintu tersebut pun dibuka. Mereka langsung berteriak-teriak mengagetkan seisi rumah dengan suaranya yang menggelegar seperti setan.
Alasannya adalah ada kerumunan di rumah. Woi itu keluarga inti! Masalahmu itu sebenarnya satu! intoleransi! Gak ada urusan kalau bicara rumah.
Tidak boleh ibadah di rumah katanya. Mereka teriak-teriak seperti orang kesurupan setan. Padahal kalau dari pakaiannya, mereka itu sepertinya orang yang beragama. Lantas setelah teriak-teriak di depan pintu, mereka pun minggat begitu saja.
Tapi ketakutan pun muncul, mengingat rumah mereka pernah diteror selama sebulan, belasan tahun yang lalu karena melakukan ibadah syukur rumah baru di tempanya. Ini adalah ketakutan yang wajar. 12 tahun silam, di era SBY, mereka ketakutan sampai berdoa di dalam rumah.
Pada akhirnya, apa yang terjadi? Mereka dipaksa untuk tidak melakukan ibadah apapun lagi di rumahnya. Dan tidak ada aparat penegak hukum yang memperjuangkan untuk hal tersebut. Saya tidak tahu apakah orang rumah itu melapor atau tidak.
Ibadah online pun dilarang. Ini adalah sebuah tindakan persekusi yang paling jahat dikerjakan oleh manusia. Eh binatang. Jujur saja, orang-orang seperti ini harus ditangkap oleh polisi. Polisi harus mengamankan kedua orang ini, tanpa ampun.
Tidak ada maaf bagi orang ini, karena ibadah dikerjakan di rumah dengan khusyuk, dan yang hadir di sana adalah keluarga inti. Mereka harus dihajar oleh polisi dan dikurung di penjara. Gak peduli sepenuh apapun penjara itu.
Virus radikal ini lebih parah dari virus Covid itu sendiri. Orang gak mati karena Covid, tapi bisa mati karena dipersekusi dan diancam sehingga orang cemas. Ini harus diselesaikan secara hukum. Indonesia ini negara berketuhanan, bukan negara agama tertentu.
Tolong Pak Kapolri, jangan hanya kasih beasiswa kepada polisi yang menguburkan jenasah Covid 19. Ayo Pak Idham Azis, bergeraklah untuk kami. Ketika kelompok minoritas dianiaya seperti ini, justru Anda sedang sangat lemah dan tidak berdaya.
Ayo Pak Kapolri, setidaknya Anda harus memenjarakan para pelaku intoleransi yang lebih berbahaya dari Virus Covid 19. Tolong Pak Idham, Anda ini Kapolri negara Indonesia, bukan kapolri agama tertentu bukan? Buktikan kalau kamu adalah pengayom bagi seluruh rakyat Indonesia ini.
SAya berharap hal ini segera diselesaikan dengan baik. Bukan dengan kekeluargaan dan materai. Mereka harus membayar tindakan mereka ini dengan penjara. Saya khawatir, malam ini mereka diteror. Polisi harus menjaga dan menciduk para provokator ini.
Jangan malah yang ditangkap perekam videonya Pak. Intoleransi benar-benar sudah marak. Sekarang Ridwan Kamil juga bersembunyi di balik sibuknya Covid 19? Saya nanya nih. Semoga saja ada keadilan yang bisa orang Kristen rasakan. Kami hanya ingin beribadah dengan bebas. Di rumah saja kok tidak boleh?
Simak sumbernya.


Begitulah intoleran.
Sumber Utama : https://seword.com/umum/covid-19-ibadah-kristen-di-rumah-pun-dibubar-7nfiswfZhZ

Indonesia Dan China Setelah Covid-19

Meski wabah Covid-19 belum berakhir, tidak salah bila kita mencoba melihat jauh ke depan bagaimana perubahan Indonesia dan China setelah wabah ini berakhir. Hal ini penting sebab dengan melihat jauh ke depan, kita dapat berbenah diri dari sekarang.
Kenapa China dibandingkan dengan Indonesia? Kenapa bukan Eropa, Amerika atau Timur Tengah? Tentu saja selain dari China Covid-19 berawal juga karena adanya anasir kebencian sebagian golongan di Indonesia terhadap China selama ini. Jadi semacam memberi nutrisi otaklah untuk mereka-mereka ini.
Bagaimana China menghadapi Covid-19? Awalnya China tidak mau tahu, bahkan tidak percaya kalau yang menyebabkan kematian itu adalah virus Corona baru. Kalau tidak salah, sampai akhir Januari respons pemerintah dan masyarakat China masih biasa dan tidak jelas. Mereka juga tidak siap menghadapi wabah ini. Pada awal, mereka tunggang langgang menghadapinya.
Tetapi setelah mereka tahu apa yang mereka hadapi, mereka begitu responsif, cepat, tegas, dan terutama adaptif. Semua kekuatan dikerahkan mulai dari teknologi medis sampai teknologi informatika, mulai dari kekuatan kepolisian sampai militer, dari pengetahuan ilmuwan sampai tenaga medis, lockdown kota Wuhan dan kemudian negara, perubahan prosedur penangannya pun dinamis.
Intinya ketika mereka sudah paham apa yang dihadapi, mereka begitu cepat beradaptasi. Entah itu adaptasi kebiasaan hidup, adaptasi teknologi, regulasi dan lain sebagainya. Mereka berhasil menguasai keadaan meski tak mampu menaklukkan virus corona. Dan yang terpenting, masyarakatnya pun sangat cepat meningkatkan kewaspadaan diri.
Bagaimana China ke depan? Tingkat kewaspadaan makin meningkat, prosedur penanganan makin sempurna dan ketat, penggunaan teknologi makin masif dan kompleks, fasilitas kesehatan sudah jauh lebih dari siap, dan mungkin jadi menjadi negara rujukan penanganan covid-19. Akhirnya, posisi mereka di dunia semakin tawar.
Indonesia tentu berbeda. Masyarakat Indonesia tidak sepatuh masyarakat China, maka lockdown bukanlah solusi. Rumah sakit di Indonesia baik dari segi kapasitas kurang memadai bila dibandingkan dengan jumlah warganya. Teknologi medisnya pun sangat tergantung dari negara lain – impor peralatan medis menjadi keniscayaan. Budaya masyarakatnya pun bukan jenis budaya yang mudah dialihkan dari di ruangan terbuka menjadi di rumah saja, dari biasanya kumpul-kumpul jadi diam bersama keluarga, dari agamis komunal menjadi agamis individual, serta dari kelas menengah berpotensi miskin.
Indonesia juga masih negara konsumtif, bukan produktif. Karenanya, ketika negara membutuhkan sesuatu, industri dalam negeri sangat sulit atau bahkan tak mungkin memproduksinya. Pada saat yang sama, negara lain pun sangat membutuhkan hal tersebut sehingga tidak memungkinkan untuk mengekspornya ke Indonesia.
Selain itu, situasi sosio-politik Indonesia ini sangat berbeda. Di Indonesia, tidak mungkin diterapkan ‘melenyapkan orang-orang vokal’ sekalipun mereka gemar memprovokasi dan berusaha sekuat mulutnya melemahkan pemerintah. Atau mengontrol media untuk memberitakan apa yang pemerintah ingin diberitakan ke publik. Itulah sebabnya, keputusan dan sikap pemerintah akan tetap menjadi pro-kontra yang sangat gaduh.
Pemerintah juga tidak mungkin memaksakan kehendaknya kepada masyarakat entah dengan cara memenjarakan seperti di China entah memukul dengan menggunakan rotan seperti di India. Kalau ini dilakukan, rakyat akan berontak dan keadaan akan makin kacau. Sudah terbiasa orang Indonesia itu ‘melawan’ terhadap aturan dan penguasa. Kebiasaan ‘melawan’ ini menggambarkan masyarakat yang kurang bisa beradaptasi dengan cepat dengan situasi dan kondisi yang baru.
Pemerintah juga tidak akan mungkin memilih opsi memenuhi kebutuhan seluruh masyarakatnya dan meminta mereka tetap di rumah dan roda perekonomian berhenti total. Langkah itu adalah langkah bunuh diri. Sebab tidak mungkin negara sanggup memberi makan seluruh rakyat Indonesia secara cuma-cuma dalam jangka waktu yang lama. Satu minggu mungkin masih sanggup, tetapi kalau sudah satu bulan, ya sama saja bunuh diri juga. Kalau tidak dipenuhi, rakyat juga akan melawan. Sebagian besar warga negara Indonesia pasti akan memilih mati karena korona dari pada mati karena kelaparan.
Bahkan ada yang paling ngeri dari itu. Ada sebagian yang memilih mati karena korona, dari pada mati tanpa ibadah bersama. WOW kan?
Maka sebenarnya opsi ‘social/physical distancing’ dan PSBB dalam kondisi darurat seperti sekarang ini adalah opsi paling tepat. Opsi ini memaksa masyarakat secara perlahan beradaptasi dengan cara hidup baru, situasi baru, kebiasaan baru dan suasana baru. Maka Indonesia ke depan adalah Indonesia yang dengan terpaksa harus beradaptasi dengan kebaruan secara perlahan.
Jangan memaksakan Indonesia berubah dengan cepat ke depan seperti China sekarang ini. Siapa pun pemimpinnya, mau ‘Superman’ sekali pun, tak akan mudah mengubah mentalitas dan kebiasaan masyarakat Indonesia.
Tidak percaya. Coba saja Anda lihat warga DKI yang sudah lebih dari seminggu menjalankan PSBB, apakah pasar sudah tutup, kaki lima sudah kosong, ibadah tidak ada, dan kerumunan sudah minimal? Nehi …. Nehi… Itu adalah gambaran mini Indonesia. Bahwa kemudian ada daerah yang memang sudah cukup ketat, itu hanya mewakili sebagian saja. Infrastruktur Indonesia baik teknologi, ekonomi, dan lain sebagainya pun sebenarnya belum cukup dan siap untuk menghadapi covid-19. Misalnya, dunia pendidikan daring, terpaksa sebagian (besar) sekolah hanya memberikan tugas ke siswa untuk dikerjakan selama libur di rumah. Mau diadakan pertemuan daring? Kuota internet tidak mencukupi. Kuotanya mencukupi, jaringannya cenat-cenut. Jaringan internet mencukupi, tetapi kualitas CPU laptop atau PC untuk mengadakan pertemuan dengan dua puluhan siswa beberapa jam setiap hari belum memadai. Atau bisa jadi, siswanya tidak punya alat untuk belajar daring.
Tetapi, walau pun tidak siap atau bahkan kewalahan, keadaan pasti akan berubah. Bukan kita yang menginginkan keadaan seperti itu, tetapi keadaan itulah yang akan memaksa Indonesia berubah. Kalau tidak mau berubah, ya sudah, habislah kita.
Indonesia Dan China Setelah Covid-19
Sumber Utama : https://seword.com/politik/indonesia-dan-china-setelah-covid19-XLci4B19UC
, 2020

SHARE:

KPK Mana KPK, Warga Depok Protes Dana Bansos Disunat Rp 25 Ribu

KPK Mana KPK, Warga Depok Protes Dana Bansos Disunat Rp 25 Ribu

Untuk warga Depok, pemerintah setempat sudah menyediakan dana untuk yang terdampak. Pemkot Depok mengalokasikan dana bantuan sosial (bansos) sebesar Rp 250 ribu per kepala keluarga (KK) yang kena dampak.
Wali Kota Depok mengatakan total bantuan dana yang dialokasikan senilai Rp 7,5 miliar untuk 30 ribu KK itu di luar data Terpadu Kesejahteraan Sosial (non-DTKS).
Jadi intinya, tiap KK dapat Rp 250 ribu.
Akan tetapi ternyata di lapangan tidak sesuai yang diharapkan.
Sejumlah keluarga penerima manfaat bansos merasa disunat saat bansos dari Pemkot Depok untuk warga di wilayah RT 05/06, Kelurahan Mampang, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok.
Warga hanya menerima uang Bansos sebesar Rp 225 ribu dari yang seharusnya sebesar Rp 250 ribu per KK.
"Saya menerima langsung uangnya dari Pak RT sebanyak Rp 225 ribu. Katanya yang Rp 25 ribu untuk administrasi," kata salah satu warga RT 05/06, Kelurahan Mampang, Kecamatan Pancoranan Mas, yang berprofesi sebagai pedagang sayur dan tercatat dalam daftar penerima manfaat bansos.
Warga merasa keberatan dengan pemotongan uang bansos tersebut, tapi dirinya tidak bisa berbuat banyak karena semua warga yang mendapat Bansos dipotong Ketua RT.
Seorang warga lainnya juga hanya menerima uang sebasar Rp 225 ribu dari Ketua RT. "Waktu itu saya nggak ada dirumah dan uangnya diserahkan kepada anak saya, dan kata anak saya jumlah uang yang diberikan oleh Pak RT sebesar Rp 225 ribu, dan kata Pak RT kepada anak saya yang dua Rp 25 ribu akan diberikan kepada warga yang tidak mendapat jatah bansos," katanya.
Saya tidak tahu berapa banyak KK yang mengalami hal serupa. Tapi kalau semua mengalami hal ini, artinya Rp 25 ribu dikali dengan 30 rb KK artinya maksimal penyunatan adalah sebesar Rp 750 juta.
Mungkin tidak semua disunat, tapi ini adalah bukti terdapat indikasi kalau bansos ini disunat dan dicaplok oleh entah siapa. Pastinya tidak ada yang mau mengaku.
Kalau soal Rp 25 ribu untuk warga yang tak dapat jatah bansos, ini harus diselidiki juga karena, bukankah yang mendata warga yang berhak dana bansos adalah RT? Gimana ceritanya bisa kecolongan? Ini harus diusut tuntas, karena biasanya ada bau-bau tidak enak dalam hal ini.
Beberapa waktu lalu juga, saya baca berita, warga entah di daerah mana (saya lupa) dapat bantuan berupa sayuran dan bahan makanan, tapi sebagian rusak atau busuk sehingga tak bisa dikonsumsi. Ini gila, entah karena sengaja atau ada permainan busuk lainnya.
Penyunatan dana bansos di Depok sedang diselidiki. Jubir Percepatan Penanganan Covid-19 Pemkot Depok berjanji akan mengusut pemotongan uang bansos tersebut dan mengkomunikasikan dengan lurah dan camat setempat.
Kalau memang terbukti ada indikasi korupsi, penyelewengan, penyunatan atau perampokan dana secara massal, yang terlibat itu dihukum mati saja lah. Bukankah KPK sudah mengancam seperti itu? Dana yang seharusnya buat rakyat, tapi disunat, dicuri. Di mana hati nurani mereka, di saat pandemi pun masih sempat mencari celah untuk mengenyangkan dompet pribadi.
Makanya saya sangat anti dengan wacana lockdown. Sangat menentang. Lihat saja contoh di atas.
Kalau lockdown diberlakukan, otomatis pemerintah harus tanggung kebutuhan rakyat. Untuk mengarah ke sana, butuh anggaran. Anggaran harus cair dan didistribusikan ke seluruh wilayah.
Masalahnya, apakah kita yakin takkan ada korupsi atau penyunatan anggaran tersebut? Saya yakin pembaca pasti pesimis bahkan berkata 'non sense'.
Kebiasaan sunat-menyunat anggaran ini masih terus berlangsung dan sudah berlangsung sejak lama. Tak pandang situasi, kondisi, dan siapa korbannya. Rakyat yang sedang mendapat kesusahan pun, haknya masih disunat juga. Rakyat hanya bisa protes, marah dan mengelus dada karena biasanya kasus ini sebagian besar bakal menguap dan dianggap melayang saja. Biadab.
Kalau memang ini adalah penyunatan anggaran yang disengaja, terkutuklah mereka. Hak rakyat yang kesusahan pun diambil.
KPK, tunjukkan taring dan nyalimu. Usut tuntas.
Semoga saja penyunatan ini alasannya logis dan real, bukan karena ada permainan busuk. Kasihan rakyat kecil, Rp 25 ribu pun sangat terasa bagi mereka.
Bagaimana menurut Anda?
https://m.cnnindonesia.com/nasional/20200415134658-20-493765/warga-terdampak-corona-terima-rp250-ribu-di-depok
https://m.republika.co.id/berita/q8xklf423/warga-protes-dana-bansos-di-depok-disunat-rp-25-ribu-per-kk
Sumber Utama : https://seword.com/politik/kpk-mana-kpk-warga-depok-protes-dana-bansos-bGjr8095oc

Lockdown Atau Tidak, Skenario Rusuh Mungkin Tetap Dilakukan, Anarko Hanya Pion

Bolehlah pembaca melihat berita negara-negara yang melakukan lockdown total seperti Italia, Inggris, Spanyol dan India dan beberapa melakukan lockdown parsial seperti Singapura, Arab Saudi dan lainnya. Dan sayangnya hingga saat ini masih belum menampakkan hasil yang memuaskan meski Spanyol dan Italia mengklaim ada sedikit perubahan bagus dan mungkin akan memperpanjang masa lockdown. India? Lihat sendiri deh kacaunya gimana.
Lockdown juga menjadi kebijakan yang terus disuarakan beberapa pihak di sini. Bahkan ada yang terus mendesak, agar pemerintah menerapkan lockdown total dengan alasan untuk mencegah meluasnya penularan wabah corona, padahal ada maksud politik yang busuk di balik ini.
Saya sangat khawatir bahkan takut kalau sampai terjadi lockdown total. Ingat, negara ini negara demokrasi yang masih belum matang, di mana sebagian oknum, warga dan elit politik suka membuat gaduh dan merongrong pemerintah dari dalam. Jangan ditanya lagi kelompok penjual agama dan orang-orang sampah yang mengaku pemuka agama dan menyebar provokasi dan ujaran kebencian.
Demokrasi di negara inilah yang dimanfaatkan untuk membuat kekacauan. Lockdown di China berhasil karena pemerintahan otoriter. Harus nurut atau Tuhan yang tahu bagaimana nasib Anda. Begitu juga dengan Singapura yang rakyatnya patuh dan tidak ugal-ugalan seperti sebagian warga di sini. Eropa yang warganya lebih berpikiran logis dan tidak membumbui sesuatu dengan kecap manis bernama agama.
Demokrasi itu di dalamnya berisi kebebasan menyuarakan aspirasi dan pendapat. Tapi di Indonesia, demokrasi dipermak dan dinaikkan tensi dan levelnya hingga menjadi hoax, hatespeech dan provokasi serta hasutan jahat yang bertujuan untuk mengganggu jalannya pemerintahan.
Sudah terbukti jika ditarik beberapa tahun ke belakang bahwa demokrasi di negara ini sering ditunggangi, apalagi sekarang lagi nge-trend memakai sentimen agama sebagai bensin. Merongrong dengan berlindung di balik tirai demokrasi.
Lockdown adalah pintu pertama untuk mencapai kekuasaan bagi mereka yang tidak bisa menunggu hingga tahun 2024. Kelamaan. Ladang uang jadi kering kerontang bak gurun pasir. Tak bisa makan lobster saos padang. Gerak terbatas karena pemerintah begitu ketat.
Lockdown sama saja menyeret negara itu ke jurang perpecahan dan lengsernya pemerintahan yang sah. Mereka yang selama ini mendukung lockdown, cuma tahu kulit luarnya saja, bahkan saya yakin banyak yang tak paham efeknya. Mereka dibutakan oleh sesuatu yang mungkin logis tapi mengabaikan sisi politis. Mereka tak tahu banyak elit busuk yang sedang lempar batu sembunyi pantat.
Lockdown dilakukan, pasti akan banyak yang sengsara. Lebih mudah menggiring dan memprovokasi rakyat yang putus asa. Desperation kill the logic. Disuruh apa pun bakal mudah. Chaos, kerusuhan, dilanjutkan dengan penjarahan. Tragedi 98 terulang lagi. Soeharto lengser karena dianggap tidak mampu lagi membawa Indonesia keluar dari krisis. Metode ini sedang di-copy paste agar Jokowi jadi the next victim.
Beberapa hari lalu, rencana kelompok Anarko sudah dicium oleh kepolisian di mana pada tanggal 18 April nanti, akan ada penjarahan besar-besaran se-Pulau Jawa. Adanya tanggal tersebut tentu sudah direncanakan sebelumnya, bukan spontanitas dari kemarin sore. Sebagai teaser trailer, dimulailah narasi dengan vandalisme, pesan provokatif dengan slogan, "Sudah krisis, saatnya membakar" dan juga "kill the rich". Ini hanya pemanasan sebelum aksi sesungguhnya tanggal 18 April nanti. Krisis. Menjarah. Orang kaya jadi sasaran. Minoritas jadi target. Tragedi 98 akan diulang.
Rencana awal mereka yang mengharapkan lockdown sudah berantakan karena Jokowi menolak. Hanya ada PSBB. Bukan pula karantina wilayah. Akan tetapi rencana jalan terus.
Kekacauan dan penjarahan adalah tujuan utama. Lockdown atau tidak, ini harus terjadi. Makanya kelompok Anarko mulai muncul lagi. Sebagai pion yang di baliknya mungkin ada mastermind. Pion yang mungkin rela disuruh apa pun.
Anarko sudah beberapa kali terlibat dalam aksi demo rusuh beberapa waktu lalu. Entah itu demo 22 Mei, dan juga demo sejumlah siswa yang berujung anarkis. Dari rekam jejaknya, kelompok ini tidak akan bergerak kalau tidak ada logistik dan uang pelicin.
Pemerintah harus gerak cepat. Kalau tidak bisa gunakan cara yang dilakukan Presiden Filipina yang main tembak mati perusuh, pakai saja status Darurat Sipil, gulung semua hingga tak tersisa. Saat bagus untuk bersih sampah politik.
Bagaimana menurut Anda?
Lockdown Atau Tidak, Skenario Rusuh Mungkin Tetap Dilakukan, Anarko Hanya Pion
Sumber Utama : https://seword.com/politik/lockdown-atau-tidak-skenario-rusuh-mungkin-tetap-oNr2xMeHGW
Re-post by MigoBerita / Minggu / 19042020/20.57Wita/Bjm
Baca Juga Artikel Terkait Lainnya