» » » » » » » WHO dan Pandemi.. hemmm

WHO dan Pandemi.. hemmm

Penulis By on Jumat, 01 Mei 2020 | 1 comment

Apapun yang Bukan Kata WHO, Akan Dihapus Youtube

Di video ini,
CEO YouTube, Susan Wojcicki, hari Minggu yll dalam wawancaranya dengan CNN, mengatakan:
“Jadi kami membicarakannya sebagai [upaya] meningkatkan informasi yang otoritatif. Kami juga berbicara tentang menghapus informasi yang bermasalah, misalnya. tentu saja, apa pun yang tidak ada landasan medisnya.
Jadi orang-orang berkata, seperti, pakai vitamin C, kunyit, atau sejenis itu – akan menyembuhkan Anda. Itu adalah contoh dari hal-hal yang akan dianggap sebagai “pelanggaran aturan” kami (Youtube). Apa pun yang bertentangan dengan rekomendasi WHO akan merupakan pelanggaran aturan Youtube. Jadi penghapusan (video) merupakan kebijakan sangat penting yang kami ambil.”
Padahal, WHO saja berkali-kali ganti ‘kebijakan’. Misalnya, awalnya WHO bilang, orang sehat ga usah pakai masker. Untungnya banyak pengambil kebijakan yang lebih bijak daripada WHO, misalnya Republik Ceko (saya pernah share videonya di sini), yang mewajibkan masker, masker apa saja (bahkan di sana orang-orang ramai-ramai jahit masker kain untuk dibagikan).[1] Lalu, WHO berubah pikiran, dan menganjurkan publik pakai masker kain.
Lalu, ingat apa yang dilakukan WHO soal virus Flu Burung, berdasarkan kesaksian mantan Menkes Dr. Siti Fadilah Supari di bukunya (terbit tahun 2009, sebelum ada cebong-kampret, jadi tak usah nyinyir mengaitkan dengan politik hari ini). [2]
Kaitkan pernyataan CEO Youtube ini yang akan memblokir video-video yang bertentangan dengan WHO, dengan fakta bahwa donatur terbesar ke dua di WHO adalah Bill Gates, yang sudah mengultimatum bahwa lockdown harus diteruskan sampai 18 bulan lagi ketika vaksin yang dia sedang usahakan (bekerja sama dengan Big Pharma) selesai. [3]
Lagi pula, vit C, kunyit, jahe, dll itu memang bukan untuk MENYEMBUHKAN, tapi membangun antibodi. Karena yang melawan virus di dalam tubuh kita adalah antibodi tubuh kita sendiri. Ini pengetahuan umum dasar dalam menjaga kesehatan keluarga, sejak lama, jauh sebelum muncul Covid.
Mari bedakan “waspada” dengan “ketakutan”. Kita waspada selalu (minum vit C, jahe, dll itu juga bentuk WASPADA), tapi mari tolak penyebaran ketakutan yang sudah overdosis yang disebarkan oleh individu/lembaga yang sangat jelas akan dapat keuntungan besar dari industri kesehatan.
Kepada follower FP ini yang Muslim, selamat menjalankan ibadah Ramadhan, mari berdoa sama-sama, supaya wabah ini segera hilang di muka bumi. Sudah terlalu banyak korbannya, baik korban virusnya, maupun korban kesulitan ekonomi yang diakibatkan virus ini. 😦
Saya juga mohon maaf setulus hati untuk follower FP ini, terutama mereka yang pernah saya omelin dan judesin di kolom komen.
susan ceo youtube

Covid-19, Flu Spanyol, dan Sejarah Kejahatan Militer AS

Timur Tengah, termasuk Semenanjung Arab, pada tahun 1918 pernah terjangkit pandemik yang di dunia Barat disebut “Flu Spanyol”. Di Arab, tahun 1918 disebut sebagai “Tahun Pengampunan” atau “Tahun Demam”. Demikian ditulis oleh Guido Steinberg, orang Jerman spesialis (peneliti) Arab, yang telah menulis dua artikel tentang dampak flu ini di Semenanjung Arab dan Suriah.
Steinberg menulis, dalam beberapa bulan, flu menyebar di berbagai kota dan desa, dan secara dramatis mengurangi populasi di kawasan itu karena banyaknya orang yang meninggal. Warga kemudian menggunakan selimut untuk memindahkan mayat ke masjid untuk disholatkan dan dimakamkan. Penggali kubur bekerja tak henti sepanjang hari, kecuali di waktu sholat. [1]
Secara total, di seluruh dunia ada 50 juta orang yang tewas akibat flu tahun 1918 ini.
Bagaimana asal muasal munculnya Pandemi Flu 1918 ini?

Berikut ini penjelasan dari Gareth Porter dalam tulisannya yang berjudul “How Generals Fueled 1918 Flu Pandemic to Win Their World War” [2]
Pandemi yang muncul tahun 1918 itu disebut “flu Spanyol” karena, AS, Inggris dan Perancis menyensor semua berita tentang penyebaran pandemi di negara mereka untuk menjaga semangat juang dalam negeri. Sebaliknya, media massa netral Spanyol malah melaporkan dengan bebas kasus influenza di sana, sehingga seolah Spanyol-lah asal mula flu tersebut. Padahal kenyataannya, gelombang pertama infeksi di AS berasal dari kamp pelatihan militer yang didirikan untuk persiapan perang.
Banyak bukti dokumentasi menunjukkan pandemi 1918 sebenarnya bermula di Haskell Country, Kansas, pada awal 1918, saat banyak warga yang terjangkit tipe influenza parah yang tidak biasa. Beberapa warga kemudian dikirim ke Kamp Funston di Fort Riley, kamp pelatihan militer terbesar di Kansas, melatih 50.000 rekrutmen dalam satu waktu untuk siap berperang. Dalam dua minggu, ribuan tentara di kamp jatuh sakit akibat virus influenza baru tersebut, 38 meninggal.
Serdadu yang baru direkrut di 14 kamp dari 32 kamp pelatihan militer besar yang didirikan untuk memenuhi kebutuhan perang AS di Eropa, tak lama kemudian dilaporkan tertular wabah virus influenza yang sama, muncul akibat beberapa pasukan dari kamp Funston dikirim ke sana. Pada Mei 1918, ratusan ribuan pasukan, banyak dari mereka telah terinfeksi, mulai menaiki kapal menuju Eropa, dan kepadatan di kapal menciptakan kondisi ideal bagi virus untuk berkembang lebih jauh.
***
Monggo dibaca lanjutannya di web ICMES:
https://ic-mes.org/…/covid-19-flu-spanyol-dan-sejarah-keja…/
Foto: RS darurat di Kamp Funston (1918)

Sumber Utama : https://dinasulaeman.wordpress.com/2020/04/22/covid-19-flu-spanyol-dan-sejarah-kejahatan-militer-as/

Menjawab Dua Pertanyaan (1)

Ada dua pertanyaan yang disampaikan ke saya:
a. Bagaimana pendapat bu Dina soal video Flat Earth 101 episode 18-19 dan Mardigu WP soal konspirasi China dan WHO?
b. Bila benar ada yang disebut Illuminati atau Freemasonry, mengapa Iran tidak pernah menyebutnya? Bukankah Iran selama ini selalu mengklaim melawan kezaliman global?

Sebelum menjawab, saya kasih pengantar dulu ya.
Begini, seperti pernah saya jelaskan di sini [1], konspirasi itu ada. Ketika Anda, adik, dan Ayah Anda bersepakat diam-diam melakukan sesuatu yang buruk (misalnya, makan mie instant, yang dilarang keras oleh Ibu), dan berjanji, “Jangan bilang-bilang sama ibu lho!” itu namanya KONSPIRASI.
AS, Inggris, berkerja sama dengan Saudi dalam membombardir Yaman (dan kemudian diakui oleh Menlu Saudi, “Ada pejabat AS dan Inggris di ruang komando kami”) itu KONSPIRASI.
CIA bekerja sama dengan tokoh-tokoh Iran untuk menggulingkan PM Mosadegh yang mau menasionalisasi industri minyak Iran (ini kemudian diakui oleh Obama), itu KONSPIRASI.
Jadi, bila ada orang yang dengan arogan, menertawakan orang lain yang sedang “menggali lebih dalam”, tanpa memedulikan argumen yang disampaikan, saya punya dua kemungkinan: dia bodoh (tidak banyak tahu, sehingga mengganggap semua yang ‘baru’ itu sesat), atau tahu, tapi berupaya menutupi sesuatu.

Nah, apa perlunya menggali lebih dalam dari sebuah fenomena? Ya iyalah perlu banget. Apa lupa, betapa kalian dulu percaya saja bahwa Assad “membantai Sunni” (sebagaimana diberitakan oleh semua media terkemuka dunia) dan baru terkaget-kaget setelah banyak orang Indonesia gabung dengan ISIS, Al Nusra, FSA, dll, dan ‘alumni’-nya main bom di Indonesia?
Lalu, bagaimana sih langkah yang benar dalam mengungkap adanya kerjasama di balik layar atau “menggali lebih dalam dari apa yang tersurat”?
1. Kumpulkan data yang valid. Misalnya, omongan langsung (video), dokumen resmi, dan laporan jurnalistik yang kredibel, dan sejarah. Saya penstudi HI, saya tahu pasti bahwa speech (kata-kata tokoh), dokumen, dan laporan jurnalistik adalah data yang VALID digunakan untuk menganalisis suatu fenomena.
Jadi, ketika saya mengutip omongan langsung Bill Gates (di video wawancaranya, tulisan dia sendiri, atau tweet-nya), atau mengutip laporan jurnalistik dari media kredibel, lalu menganalisisnya, itu BUKAN KONSPIRASI yang Anda ejek-ejek itu.
2. Data yang dikumpulkan, harus dirangkai sedemikian rupa agar menciptakan “teori” yang mampu menjelaskan sebuah fenomena. Istilahnya: “connecting the dots” (mengaitkan antara satu titik dengan titik lainnya). Cara mengaitkannya bagaimana? Di sinilah bedanya, analisis dari seseorang yang berbasis keilmuan, dengan orang yang hanya “otak-atik gatuk” (mencocok-cocokkan). Di HI ada teori-teori yang bisa digunakan untuk memandu kita dalam menganalisis. Di bidang ilmu sosial lainnya, juga pasti ada.
Misalnya, pada bulan Desember 2019 Bill Gates mentweet “What’s next for our foundation? I’m particularly excited about what the next year could mean for one of the best buys in global health: vaccines. (Apa langkah selanjutnya yayasan kami? Saya khususnya sangat bersemangat, betapa tahun depan akan sangat bermakna bagi produk yang paling banyak dibeli di dunia kesehatan global: vaksin) [2]
Jika saya ingin menganalisis tweet ini, saya akan mengumpulkan segala data soal vaksin yang pernah dibuat oleh yayasan BG (bekerja sama dengan perusahaan farmasi), track recordnya bagaimana (misal, kasus vaksin polio di India), kerjasama BG dengan siapa saja, siapa yang paling punya suara di WHO, dll. Saya membandingkan narasi pro-kontra. Lalu, sebagai penstudi HI saya akan pakai, misalnya, konsep neolib untuk memandu analisis saya. Kemudian, barulah saya “connecting the dots” sehingga menghasilkan sebuah penjelasan yang paling mungkin, tentang apa yang terjadi.
Kenapa disebut ‘paling mungkin”? Karena memang masih ‘mungkin’. Nanti beberapa tahun lagi, ketika dokumen resmi bisa diminta publik, barulah kepastian didapat. Misalnya, ketika dokumen CIA tahun 1986 bisa diakses publik, terbukti bahwa sejak 1986-pun AS sudah berusaha mengganggu pemerintahan Suriah demi Israel. Atau dokumen tahun 1970-an yang mengungkap bahwa AS pernah melakukan uji coba virus Dengue (demam berdarah) yang diinjeksikan ke nyamuk.
Atau, terungkap melalui kesaksian pelaku sejarah, misalnya buku yang ditulis Dr. Siti Fadilah Supari soal tekanan WHO dan AS di masa wabah Flu Burung.[3]
Bersambung ke bagian-2: https://web.facebook.com/…/a.2341431836786…/917718795321043/

[1] https://web.facebook.com/…/a.2341431836786…/895864257506497/
[2] https://twitter.com/billgates/status/1207681997612748801
[3] https://web.facebook.com/…/a.2341431836786…/904523149973941/

Sumber Utama : https://dinasulaeman.wordpress.com/2020/04/21/menjawab-dua-pertanyaan-1/

Menjawab Dua Pertanyaan (2)

Nah, sekarang, saya akan jawab pertanyaan pertama.
Saya sudah menonton video channel Flat Earth 101 (FE101) episode 18, 19A, 19B (khusus membahas tentang Covid, bukan tentang bumi datar).
Secara umum, data yang dikumpulkan FE101 ini ada yang benar, ada yang mungkin benar (karena masih tanda tanya buat saya). Antara lain yang saya setujui: mekanisme the Fed, IMF, Bank Dunia yang sebenarnya memiskinkan negara berkembang; rekam jejak AS yang pernah bikin bioweapon; bahwa ada segelintir orang di dunia ini yang menguasai ekonomi dunia (1% vs 99%), dll. Ini sebenarnya data yang ‘berserakan’ , sudah sangat banyak dibahas dan bahkan ada kajian akademisnya. Soal Bank Dunia misalnya, langsung Stiglitz (ekonom peraih Nobel) yang menulis (mengkritisi Bank Dunia).
Persoalannya kemudian: bagaimana dia mengkoneksikan semua data itu?
Setelah memaparkan berbagai data, FE101 memunculkan teori bahwa “ada sekelompok elit yang mengorganisasi semua ini”. Dengan kata lain, semua yang terjadi di dunia ini (termasuk pandemi Covid-19) sudah didesain jauh-jauh hari.
Well, sampai di sini pun masih mungkin. Minimalnya, kita tahu dari tweet Bill Gates sendiri akhir tahun 2019 bahwa dia sedang bersemangat atas “prospek” dagangannya di tahun 2020 (vaksin). Dia juga pernah membuat “simulasi pandemik” bernama Event 201 pada Oktober 2019.
Garis bawahi kata ini: mungkin.
Tapi, sampai di episode 19-B, semua bangunan argumen FE101 langsung ambyar. Tiba-tiba saja, tanpa didukung data sebelumnya (selain bahwa Rockefeller pernah ke China), dia membangun teori bahwa “China dan AS itu sama-sama menjalankan skenario ‘elit global’, memainkan skenario good cop-bad cop. China melakukan lockdown supaya jadi contoh agar negara lain mengikuti, lalu ekonomi dunia runtuh, lalu ‘elit global’ berkuasa.”
Lho..?? Mengapa tiba-tiba China muncul? Padahal sebelumnya data yang dia kumpulkan tidak mengarah ke situ.
Ini bukan mau membela China ya. Tapi, kalau Anda mau membawa-bawa China di kesimpulan, sejak awal juga seharusnya kasih data pendukung.
Kalau saya mau menganalisis peran China, saya akan mempelajari dulu rekam jejak China dalam ekonomi-politik global. Yang saya temukan: justru selama ini China yang berkali-kali menjegal upaya AS dkk, misalnya memveto embargo terhadap Iran; memveto rencana penyerangan NATO ke Suriah; berekspansi ekonomi secara masif ke seluruh dunia sehingga mengalahkan hegemoni ekonomi AS di dunia.
Perhatikan pula respon AS: narasi pengamat-pengamat ekonomi di AS banyak yang negatif pada China, menakuti-nakuti negara-negara yang dipinjami uang oleh China, bahwa utang itu akan menghancurkan ekonomi mereka. Pertarungan hegemoni antara AS dan China ini sudah dibahas di berbagai artikel jurnal ilmiah, jadi awas kalau ada yang mengejek dengan “konspirasi” ya!
Dengan rekam jejak seperti ini, lebih logis bila fenomena China ini dilihat sebaliknya: seandainya benar ada jejaring bisnismen besar yang merancang sebuah pandemi demi keuntungan materi MAKA China justru berposisi menjegal rencana tsb.
China berhasil melalui pandemi ini tanpa menunggu vaksin produksi Bill Gates. Demikian juga, “teman-teman” China, seperti Iran, Vietnam, Kuba. Iran memang belum stabil sepenuhnya, korban masih berjatuhan, tapi tingkat kesembuhan sudah sangat pesat. Tanpa vaksin, hanya obat-obatan (sebagian bahkan dengan obat-obatan herbal). Perkantoran sudah dibuka kembali di Iran. Life goes on.
Ini pula yang membuat saya mengkritisi narasi FE 101 secara keseluruhan: dia sedemikian “mengagungkan” NWO/elit global (istilah di video itu). Seolah mereka itu kekuatan yang sangat terorganisir, kuat, tidak mungkin dipatahkan. Bahkan kalau mau melawan pun, dia kasih kalimat epilog: “suara kita akan menggema di keabadian”. Artinya: mau melawan pun bakal kalah, mereka terlalu kuat, yang penting bersuara. Ini jelas melupakan fakta yang saya tulis di atas (bahwa China, Iran, Vietnam, Kuba, dll, berhasil melewati pandemi ini, tanpa perlu menunggu pada bisnisme besar spt BG selesai membuat vaksinya).
Lalu bagaimana dengan video Mardigu WP yang mengatakan bahwa WHO kongkalingkong dengan China? Dia mendasarkan “teori”-nya ini dari omongan pejabat AS (Bannon dan Trump) dan “kata teman saya”.
Ini menggelikan. Bila pejabat AS menuduh demikian, apa harus kita terima? Ya iyalah AS menuduh China yang salah. Tadi sudah saya bahas soal pertarungan hegemoni AS-China.
Teori Mardigu itu juga mengabaikan data: tiga donatur terbesar WHO adalah AS, Bill Gates, dan Inggris. Dia menyebut Tedros (Direktur WHO) bersekongkol dengan China. Ini juga mengabaikan fakta bahwa Tedros justru dapat dukungan Gates untuk jadi Dirjen WHO (dan tentu saja, dibantah yayasan Gates). Baca laporan jurnalistik dari Politico yang menceritakan betapa besar pengaruh BG di WHO. [1]
Padahal, China membangun industri di berbagai sektor sejak lama. Ekspor APD dari Indonesia ke luar negeri, termasuk China itu sudah berlangsung lama, sebelum ada Covid. Sama sekali tidak aneh ketika kini dunia bergantung pada APD China. Jangankan APD, penghapus pensil pun kita impor dari China. Dan lini produksi China pun dibangun secara global, misalnya, disub-kontrak ke pabrik di Indonesia (dengan pertimbangan buruh lebih murah) sementara bahan baku disuplai dari China.
Jadi membangun teori bahwa “China berkonspirasi dengan WHO” demi jualan APD, jelas menggelikan. Lalu, tiba-tiba saja, Mardigu membelokkan narasi: kongkalingkong ini demi jualan vaksin yang dilakukan Clinton, Big Pharma, dan WHO.
Wait. Bukankah yang terang-terangan (keluar dari mulutnya sendiri) “berinvestasi miliaran dollar” di bidang vaksin dan bekerja sama dengan Big Pharma adalah Bill Gates? Kok ujug-ujug Clinton dan Joe Biden dibawa-bawa? Mengapa BG tidak disebut sekalipun dalam video Mardigu?
Jadi, Mardigu mengumpulkan data: pernyataan Banon/Trump, data intelijen (entah dari siapa, tapi dengan ‘licin’ audiens digiring untuk mengaitkan dengan Rusia, karena dia mengaku mengutip dari Russia Today), China memborong masker/APD. Lalu, dia “connecting the dots”: China berkonspirasi dengan WHO sehingga untung besar dengan jualan APD.
Lalu, setelah itu, tiba-tiba India disebut: “Obat vaksin Corona, India rajanya,” kata Mardigu. Maksudnya apa nih? Obat, atau vaksin yang dibuat India? Trus, tadi, katanya Clinton, Big Pharma, dan WHO yang mau bikin vaksin untuk 7 milyar manusia? (Padahal sebenarnya, orang yang ngomong soal “vaksin untuk 7 miliar manusia” adalah BG.)
Lalu tiba-tiba, narasi pindah ke Dr. Fauci (Ketua Satgas Covid AS, staf Trump), dan mengisyaratkan bahwa virus corona itu “dimainkan” oleh Fauci sehingga mengandung virus AIDS. Jadi, seharusnya, dengan tuduhan ini, yang salah AS dan Trump, tho? Kan Fauci stafnya Trump? Apa kaitannya dengan China yang disebut di awal dan dimaki-maki di akhir video?
Lalu setelah mengata-ngatai Dr. Fauci, muncul kalimat, “Ke depan sebaiknya kita lupakan informasi negara propaganda tersebut. Lupakan pejabat di tanah air yang melindungi bisnisnya dan koleganya, terutama yang bermitra dengan aseng.”
What?! ASENG? Rasis sekali.
Banyak lagi narasi zigzag yang bisa dikuliti, tapi sekian sajalah. Anda baca saja transkrip video itu [2], akan semakin jelas logika fuzzy yang digunakan (logika yang menyamarkan antara benar dan salah). Mungkin ini semacam teknik orasi mengacaukan pikiran audiens, supaya akhirnya audiens menerima begitu saja doktrin di akhir video: China emang bangs*t.
Jadi, mohon maaf, menurut saya, video pak Mardigu ini benar-benar video yang “connecting the dots”-nya ambyar. Dan masalah terbesarnya, “dots” (fakta/data)-nya pun flaw (cacat).
Demikian dulu. Bersambung ke bagian (3): https://www.facebook.com/DinaY.Sulaeman/videos/224927751942701/
—–
Biar ga salah sambung (dan komen ngawur), baca dulu bagian pertama: https://www.facebook.com/DinaY.Sulaeman/posts/917578382001751
—-
Foto: bocah pengungsi Suriah di Lebanon diberi vaksin polio (2013). Tahun 2017 malah ditemukan kasus-kasus polio di Suriah yang diakibatkan virus mutan yang berasal dari vaksin tsb (laporan WHO). Baca: https://www.npr.org/sections/goatsandsoda/2017/06/28/534403083/mutant-strains-of-polio-vaccine-now-cause-more-paralysis-than-wild-polio

Menjawab Dua Pertanyaan (3)

Sekarang saya akan menjawab pertanyaan kedua: bila benar ada yang disebut illuminati atau freemasonry, mengapa Iran tidak pernah menyebutnya? Bukankah Iran selama ini selalu mengklaim melawan kezaliman global?
Baik, saya akan menjawab ini karena terkait juga dengan para komentator di FP ini. Begini, saat saya nulis tentang Bill Gates, ada banyak komentator yang menulis: NWO (New World Order), illuminati, atau freemasonry. Ada juga yang menyebut istilah Dajjal. Teman-teman Kristiani, ada yang komen dengan menyebut “kaum anti-Kristus” dan mengutip Alkitab.
Begini, soal NWO, “penyembah setan”, kelompok “anti-Kristus”, “Dajjal” itu ada orang-orang yang khusus mengkajinya. Mereka punya dalil tersendiri, misalnya analisis simbol-simbol atau teks agama (misalnya hadis atau Alkitab).
Buat saya, bebas saja bila ada yang suka membahas masalah itu dan saya tidak merendahkan. Yang penting, pesan saya, jangan gegabah mencocok-cocokkan; misalnya setiap simbol segitiga disebut simbol illuminati. Atau dicampurkan dengan analisis sektarian yang ngawur (misalnya, “kaum Syiah adalah pengikut Dajjal dan temanan sama Israel”). Logika kritis tetap dipakai ya.
Sekarang pertanyaannya: apakah benar ada kekuatan besar yang mengendalikan dunia ini?

Saya jawab ya, ada. Minimalnya, ada pihak yang BERUSAHA untuk itu. Kadang berhasil, kadang tidak. Di berbagai tulisan, saya menyebut kekuatan besar itu “Imperium”. Penulis Barat (umumnya penulis yang anti-kebijakan AS, misalnya Noam Chomsky, Abby Martin, James Petras, Pepe Escobar, Vanessa Beeley, Andre Vltchek) menyebutnya “Imperial” atau “Empire”. Kata ini bermakna penjajah, penguasa; sekelompok orang yang dengan kekuatan uangnya, melakukan penjajahan, baik penjajahan ekonomi, maupun pendudukan (perang).
Imperium inilah yang mendanai berbagai perang (karena mereka punya pabrik senjata, industri minyak, dan berbagai jenis industri yang terkait perang). Mereka tidak terikat negara. Jadi, tidak bisa disebut “AS” saja, karena jejaringnya transnasional. Tapi memang AS ada di garis depan.
Misalnya, googling saja, berapa miliar dollar dana yang digelontorkan AS, Inggris, dan Perancis untuk “oposisi” di Libya dan Suriah. Setelah Qaddafi terguling, para pengusaha dari 3 negara ini yang dapat keuntungan di berbagai proyek. Di Suriah, upaya mereka gagal. Meski sudah diperangi 9 tahun (sampai hari ini), Suriah tetap tegak.
Di Iran, agenda penggulingan rezim sudah terjadi selama 40 tahun lebih, karena pemerintahan Iran pasca revolusi menendang keluar kekuatan Imperium (selama era Shah Pahlevi, Imperium sangat mendominasi ekonomi-politik di Iran). Tapi pemerintahan Iran tetap tegak.
Di negara-negara berkembang lainnya, Imperium menjajah secara ekonomi. Baca berbagai artikel dan buku yang membahas bagaimana negara-negara yang berutang ke IMF dan Bank Dunia justru semakin miskin dan terpaksa memberikan kekayaan alamnya kepada perusahaan-perusahaan milik Imperium. Misalnya, baca buku Economic Hitman (John Perkins, ada terjemahan Indonesianya).
Imperium tidak selalu sekuat kelihatannya. Selalu ada kemungkinan bagi sebuah negara untuk tegak melawan Imperium meskipun di atas kertas, kalah dana dan perlengkapan militer.
Nah, pemerintah dan ulama di Iran, sejauh yang saya tahu, menggunakan narasi Imperium ini. Istilahnya “istikbar” (kekuatan arogan). Saat mengecam kekuatan Barat yang bersatu dalam mengembargo Iran, ulama dan politisi Iran menggunakan istilah “istikbar-e jahan” (kaum arogan dunia). Kalaupun ada ulama yang membahas Dajjal, itu tidak dalam orasi politik, tapi sebatas ceramah agama, misalnya mengutip hadis-hadis soal Dajjal.
Seorang dosen politik terkenal, Rahimpour Azghadi, dalam salah satu kuliahnya menyinggung soal illuminati dan freemasonry ini. Menurutnya, kelompok itu memang ada, tapi gerakannya lebih berupa “kaderisasi”. Jadi, mirip seperti partai yang sejak dulu ada, dan selalu berusaha merekrut anggota baru. Kelompok ini, kata Azghadi, tidak untuk ditakuti, apalagi disangka “berkuasa segala-galanya” tanpa bisa dilawan. Umat Muslim seharusnya jalan terus melakukan kaderisasi sendiri (membentuk generasi muda yang berilmu tinggi di berbagai bidang, serta taat mengamalkan ajaran agama) dan melawan semua bentuk ketidakadilan yang dilakukan oleh “istikbar-e jahan” (Imperium).
Nah, balik ke urusan Covid-19. Apakah ada kekuatan yang mendesain pandemi ini demi keuntungan finansial? Saya pernah menulis: yang ada adalah indikasi atau rekam jejak, negara mana yang pernah membuat senjata biologis. Tapi, untuk kasus Covid, kita belum bisa memastikan apapun, kita perlu menunggu dokumen resmi dibuka ke publik (misalnya, dokumen yang mencatat percobaan di lab-lab virus milik negara tertentu) atau munculnya whistle blower (kesaksian orang ‘dalam’).
Tapi yang bisa kita pastikan: ada perusahaan-perusahaan besar (orang-orang kaya-raya dunia) yang akan meraih keuntungan raksasa dari pandemi ini. Seperti kata Bill Gates, vaksin adalah “one of the best buys in global health” [barang paling laris dalam bidang kesehatan global]. Baca juga analisis Prof Michel Chossudovsky soal “transfer kekayaan global” akibat pandemi ini. [1]
Nah demikian ya, sudah saya jawab kedua pertanyaan tersebut. Semoga bermanfaat.

[1] versi terjemahan Indonesia https://liputanislam.com/an…/lockdown-dan-solusi-neoliberal/
—-
Bagian (1) https://www.facebook.com/DinaY.Sulaeman/posts/917578382001751
Bagian (2) https://web.facebook.com/…/a.2341431836786…/917718795321043/

VIDEO: bagaimana resep Iran dalam menghadapi Covid-19
https://web.facebook.com/DinaY.Sulaeman/videos/224927751942701/?t=0
Sumber Utama : https://dinasulaeman.wordpress.com/2020/04/21/menjawab-dua-pertanyaan-3/

Mendagri: Pemerintah Siapkan Dua Opsi Khusus Hadapi Covid-19

Jakarta, Liputanislam.com– Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian mengatakan bahwa pemerintah menyiapkan dua opsi skenario khusus dalam menghadapi wabah covid-19. Opsi skenario itu menurutnya penting disiapkan ditengah kondisi yang tidak pasti, termasuk antisipasi jika pendemi wabah ini terus berlanjut hingga 2021.
“Karena harus melakukan perencanaan di tengah ketidakpastian, sekali lagi meskipun kita berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar krisis ini bisa berakhir di tahun ini juga, namun kita harus juga siapkan juga dua skenario jika ini berlanjut,” ucapnya pada Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) secara virtual, Kamis (30/4).
Pertama, opsi yang disiapkan jika wabah ini masih berlanjut maka fokus tetap pada penanganan Covid-19. Mulai dari mencegah penyebarannya, memperkuat sistem kekebalan tubuh warga, memperkuat kapasitas dan sistem kesehatan, ketahanan pangan, pengembangan industri alat kesehatan, dan juga mendukung jaring pengaman sosial.
“Jaring pengaman sosial dilakukan melalui bantuan-bantuan sosial kepada warga yang sulit. Selain itu, pemerintah juga beruapaya menjaga agar dunia usaha tetap bisa hidup, agar ekonomi tetap berjalan meskipun lamban dibandingkan sebelumnya,” ujarnya.
Opsi kedua, lanjut Tito, apabila Covid-19 ini masih tetap berlangsung sampai tahun 2021. Maka yang harus diprioritaskan adalah program-program yang mendesak bagi skala nasional maupun tingkat kewilayahan daerah yang tidak bisa ditunda. Sementara jika wabah pandemi berakhir tahun ini, maka 2021 pemerintah harus fokus pada pemulihan ekonomi.
“Tahun 2020 selesai krisis ini maka di tahun 2021 kita harus fokus pada pemulihan, terutama pemulihan ekonomi, pemulihan sektor-sektor yang dapat memajukan kesejahteraan rakyat,” terangnya.
Baca: Menteri PUPR Serahkan 56.125 Bansos Pandemi COVID-19
Sebelum muncul wabah, ada lima program pembangunan Indonesia 5 tahun ke depan yang menjadi patokan bagi pemerintah daerah dalam menyusun Rencana Kerja Pembangunan Daerah. Kelima program itu ialah pembangunan sumber daya manusia, pembangunan infrastruktur, perbaikan regulasi, penyederhanaan birokrasi untuk mendorong investasi, dan transformasi ekonomi. (aw/tempo/republika).
Sumber: joss.co.id
Sumber Berita : https://liputanislam.com/nasional/mendagri-pemerintah-siapkan-dua-opsi-khusus-hadapi-covid-19/

[Editorial] Iran – AS, Perseteruan di Tengah Krisis Harga Minyak

LiputanIslam.com –Fokus warga dunia melawan Pandemi Covid-19 ternyata tidak menurunkan ketegangan perseteruan antara Iran dan AS. Atau, lebih tepatnya lagi jika dikatakan bahwa pandemi ini tidak menyurutkan permusukan AS terhadap Iran. Berbagai provokasi terus dilontarkan AS terhadap Iran dan berbagai kepentingan Iran di kawasan dunia lainnya.
Dalam kampanye konfrontasi terakhir, Presiden Trump “mencuit” di Twitter bahwa ia telah memerintahkan angkatan laut AS untuk menghancurkan kapal-kapal Iran yang dianggap menganggu kapal AS.
Cuitan Trump ini menanggapi konfrontasi antara kapal perang AS dengan kapal-kapal militer Iran di Teluk Persia.
Provokasi dan konfrontasi tak pelak lagi adalah tabiat AS selama ini.
Melalui cara-cara inilah AS bisa menancapkan hegemoninya di seluruh dunia.
Industri perang terbukti cukup efektif menempatkan AS sebagai pihak yang distigmakan sebagai kekuatan militer nomor satu di dunia. Industri ini juga telah membuat pabrik-pabrik senjata meraup milyaran dolar dari negara-negara yang “ketakutan” akibat adanya ancaman perang di kawasannya masing-masing.
Juga, industri serupa seringkali cukup efektif untuk mengamankan bisnis AS lainnya, semisal minyak.
Sebagaimana yang telah banyak diberitakan, saat ini harga minyak dunia sedang mengalami bencana harga yang menggila. Per tanggal 28 April, harga minyak OPEC dipatok pada harga 12 Dollar per barrel.
Padahal, tiga bulan lalu, harga minyak OPEC masih nyaman di harga normal yaitu 60 – 70 Dollar per barrel.
Sejak merebaknya pandemi, ditambah dengan perang harga minyak antara Arab Saudi dan Rusia, harga minyak dunia memang terus menukik tajam, terendah dalam sejarah.
Pandemi membuat industri transportasi ambruk. Akibatnya, minyak menumpuk di gudang-gudang penyimpanan. Padahal, suplai minyak terus mengalir. Suplai tinggi dan permintaan sangat rendah, maka hukum ekonomi pun berlaku: harga terjungkal.
Bencana harga minyak ini lebih dirasakan oleh AS sebagai salah satu negara penghasil minyak di dunia.
Hal ini karena pasar minyak AS adalah negara-negara yang paling terdampak pandemi. Akibatnya, minyak AS menumpuk di gudang-gudang penyimpanan. Per tanggal 28 April 2020, harga minyak Dakota Utara, AS, masih berkutat di angka hanya 3,1 Dollar per barrel.
Sepekan yang lalu (20 April) bahkan harganya mengerikan, yaitu minus 46 Dolar per barrel.
Artinya, bahkan industri minyak AS memberikan insentif kepada siapa saja yang mau “membeli” minyaknya. Yang penting ada sirkulasi minyak di gudang-gudang penyimpanan minyak itu.
Nah, situasi ini pula yang ditengarai oleh para pengamat sebagai motif dari AS untuk melakukan provokasi terhadap Iran. Lewat provokasinya ini, AS ingin mendongkrak penjualan minyaknya yang sedang anjlok. Ketegangan di kawasan Timur Tengah biasanya selama ini mampu memicu harga minyak dunia.
Ketegangan yang sama akan menciptakan kesan bahwa kawasan Teluk Persia tidak aman.
Trump berharap agar para pembeli minyak beralih untuk membeli minyak AS.
Hanya saja, provokasi AS ini sepertinya tak akan berhasil menemui sasaran.
Ketegangan yang diharapkan tidak terjadi. Iran yang menjadi sasaran provokasi bersikap cukup tenang, tidak panik. Iran dan banyak negara lainnya sepertinya yakin bahwa AS tak akan mungkin berani melakukan kegilaan dengan melakukan konfrontasi langsung dengan Iran.
Dalam situasi AS sedang didera krisis pandemi, sebuah serangan militer kepada negara yang cukup kuat seperti Iran akan menjadi tindakan bunuh diri bagi karir Trump, bahkan mungkin bagi ekonomi bangsa AS. (os/editorial/liputanislam)

Sumber Berita : https://liputanislam.com/dari-redaksi/editorial/editorial-iran-as-perseteruan-di-tengah-krisis-harga-minyak/

Re-post by MigoBerita / Sabtu/02052020/12.54Wita/Bjm
Baca Juga Artikel Terkait Lainnya

1 komentar:

lia 1 Februari 2021 pukul 01.39

kapan yah pandemi ini berakhir

crane indonesia