Migo Berita - Banjarmasin - Jangan bingung dengan semua yang terjadi di Indonesia, apalagi kalau dasarnya hanya berdasarkan dengan "Dugaan" tanpa bisa menampilkan "Fakta", bisa-bisa nanti kita bisa disebut menyebarkan Hoax. Untuk itu baca terus artikel-artikel yang kami dapatkan kali ini dari media online, sehingga terangkum menjadi satu. Hanya Anda yang bisa menyimpulkan dengan akal pikiran yang sehat dengan tentunya harus selalu habis membaca artikelnya hingga akhir (Jangan Hanya membaca Judul saja, langsung berasumsi).. Selamat Membaca.
(Pic screen shoot at google image)
Kasus Novel Baswedan, Haris Azhar: Kami Temukan Sejumlah Fakta yang Tak Ada di Persidangan
Jakarta, LiputanIslam.com— Penggiat Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Haris Azhar mengatakan telah melakukan investigasi terhadap proses persidangan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.Haris mengungkapkan, dari hasil investigasi yang dilakukan ditemukan bahwa terdapat sejumlah fakta yang tidak ada di persidangan.
“Kebetulan saya juga melakukan investigasi beberapa kali, menyusun laporan dan lain-lain, kami menemukan sejumlah fakta yang tak ada,” kata Haris, Rabu (17/6).
Dia menyebutkan, salah satu dari fakta tersebut adalah saksi pemilik CCTV yang dihadirkan di persidangan.
“Misalnya ada pemilik CCTV yang dihadirkan ke persidangan tetapi soal CCTV yang perlu dibawa ke persidangan bukan saksinya tetapi videonya seperti apa,” ucapnya.
Dia menerangkan, sebenarnya pelaku kasus Novel Baswedan bukan hanya dua orang, tapi tiga orang. Dia juga menemukan rute yang diambil oleh pelaku tersebut.
“Kalau dalam investigasi saya, itu ada rute kaburnya pelaku dan pelaku itu bukan dua orang, sejumlah saksi mengatakan pelakunya tiga orang. Kita punya rutenya, rute yang gagal, terus mereka memperbaiki rute pagi itu, ada adegan mereka ngangkat motor dan lain-lain,” terangnya. Selain itu, ada sejumlah saksi yang justru tidak dihadirkan dalam persidangan. Padahal, saksi itu adalah saksi yang melihat saat kejadian dan saat pelaku melakukan pengintaian. Para saksi tersebut sudah diperiksa di tingkat Polsek, Polres dan Polda.
“Jadi ada beberapa informasi, ada beberapa kesaksian yang sudah menjadi berita acara di proses penyidikan kok sekarang ini malah berubah total,” kata dia.
Hal ini dikonfirmasi oleh penyidik KPK Novel Baswedan. Menurutnya, ada sejumlah saksi kunci yang tidak diperiksa. Dia mengaku heran mengapa penyidik tidak memeriksa saksi-saksi tersebut.
“Saksi-saksi kunci yang mengetahui peristiwa dan sebelum kejadian tidak diperksa. Bahkan beberapa saksi ada yang memotret pelakunya. Ketika ini diabaikan, ini sesuatu hal yang sangat vulgar dans aya kira itu konyol sekali, keterlaluan sekali,” ujarnya. (sh/tribunnews/kompas)
Sumber Berita : https://liputanislam.com/nasional/kasus-novel-baswedan-haris-azhar-kami-temukan-sejumlah-fakta-yang-tak-ada-di-persidangan/
Jebakan Lewat Jaksa Kadrun,Gagal Maning Son! Jadi Ingat Kasus Nenek Oplas Ngaku Dipukulin
Akhirnya kasus ruwet penyiraman air keras kepada Novel Baswedan menjalani babak baru, Kamis 11 Juni 2020, dalam persidangan, Jaksa sudah melakukan proses tuntutannya, Seperti sudah kita prediksi bahwa kasus ini akan dibuat heboh dan kontroversial akhirnya memang benar- benar terjadi. Semua orang seperti yang diharapkan oleh kelompok Novel dan sekutunya, ribut saat Jaksa penuntut umum kasus penyiraman kepada Novel Baswedan memberikan tuntutan ringan kepada para pelaku penyiraman. Tuntutan yang dijatuhkan terbilang ringan dan langsung ramai menjadi bahan perbincangan masyarakat, karena menurut mereka sangat tidak adil dan tidak mencerminkan keadilan bagi Novel Baswedan, yang banyak orang bilang sebagai KPK Taliban itu, entah kenapa dia disebut sebagai KPK Taliban, bisa jadi karena tampilannya, atau bisa jadi karena dia pro Taliban. Jadi kalau gitu masyarakat mana yang ribut ya? Tentu saja yang ribut dan tidak terima, ya masyarakat pro KPK Talibanlah, buat masalah sendiri, ribut sendiri, faham son?
Kemudian seperti sudah kita duga juga, masalah dakwaan ini mulai digoreng oleh para Taliban yang ada di KPK dan dilain sisi juga oleh para kadrun sekutu mereka yang sudah tak sabar menanti untuk menggoreng isu, tentu saja untuk menjatuhkan wibawa pemerintahan yang dipimpin oleh Jokowi. Para kadrun mulai menyerang Jokowi , termasuk YLBH, yang sudah kita duga juga pasti ikut menggoreng kasus ini untuk ikut menjelekkan nama Jokowi. Padahal YLBHI selama ini bungkam saat Jokowi diserang secara membabu buta, baik oleh para politikus jahat maupun oleh media, baik mainstream maupun media abal-abal, mana suaramu YLBHI? Jangan-jangan YLBHI isinya kadal gurun semua, pemuja Taliban, ISIS dan kilafah. Sehingga mereka bungkam saat melihat Jokowi diserang sana-sini bahkan difitnah PKI, China, antek asing.
Kasus ini terus digoreng oleh para oposisi, dan ternyata netizen cerdas telah belajar dari kasus Ratna Sarumpeat, ya tentu saja kasus operasi plastik nenek tersebut, yang telah menjadi kasus legend, best of the best kasus mahakarya penipuan, bahkan sampai-sampai Prabowo-Sandi melakukan konferensi pers di media elektonik untuk menjelekan pemerintah lewat kasus nenek genit ini. Untungnya Gusti Mboten sare, aparat kepolisian bergerak dan akhirnya kedok kasus penipuan terbesar abad ini terbongkar juga, harusnya para kadrun kehilangan muka, nyatanya muka mereka malah tambah tebal, gak ada malunya.
Dalam kasus ringannya tuntutan Jaksa dalam hal ini terdakwa kasus penyiraman air keras kepada Novel Baswedanpun, netizen juga tidak tinggal diam, mereka mulai mengkorek dan mencari tahu siapa Jaksa tersebut, ternytata Jaksa tersebut bernama Fredrik Adhar, dan rekam jejak digital Jaksa ini, hmmm, sudah kuduga, berbau kadrun. Bahkan Jaksa ini merupakan anggota Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus yang menimpa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Bahkan rekam jejak Jaksa ini juga sebagai pemuja 212.
Jadi dari sini bisa saja kita simpulkan bahwa memang sudah diatur bahwa tuntutan akan seringan-ringannya sehingga publik langsung bisa digiring bahwa ini diakibatkan lemahnya penegakan hukum dibawah pemerintahan Jokowi, bahkan si Novel sendiri langsung membuat cuitan di akun Twitter nya, begini katanya :
"Pak Presiden @jokowi , proses penegakan hukum hingga tuntutan 1 tahun thd penyerang saya, apakah seperti itu penegakan hukum yg bapak bangun atau ini ada rekayasa/masalah dibalik proses itu? Sebaiknya bapak merespon agar ini jelas...
Hahaha ngakak bukan, padahal dalam kasus BTP alias Ahok, tidak pernah Ahok teriak-teriak seperti itu, kita sendiri tahu, bahwa Ahok sebenarnya tidak bersalah, bagi yang masih ngotot Ahok bersalah, silakan nonton lagi videonya berulang-ulang, dimana ada Ahok menyebut sebuah ayat? Tidak ada, didalam video Ahok hanya mengingatkan bahwa ada manusia yang tega menggunakan ayat untuk meraih posisi. Salahnya dimana?
Dalam hal ini kita bisa melihat, bahwa apa yang dilakukan oleh para taliban dan kadal gurun bisa jadi merupakan jebakan, agar pak Jokowi bertindak, dan bila Jokowi bertindak maka, mereka akan kembali teriak- teriak bahwa Jokowi salah karena sudah melakukan intervensi hukum, jelas bukan, ini merupakan permainan mereka para pendukung ideologi gurun, kita harusnya sudah faham itu, dan terbukti bahwa Jokowi tidak terpengaruh dengan masalah ini, biarkan saja mereka dengan rencana busuknya, Jokowi dan kita para pendukungnya harus lebih cerdas dan tidak terpengaruh oleh gaya permainan licik mereka. Gagal maning son!
Cak Soed
#KasusSandiwara
#KawalJokowi
Pemerintah Sudah Tepat Tunda Pembahasan RUU HIP, Begini Alasannya!
DPR punya hak untuk membuat rancangan undang-undang. Pemerintah, dalam hal ini presiden berhak untuk menerima atau menolak rancangan undang-undang yang ditawarkan oleh DPR. Rakyat punya hak untuk mengkritisi rancangan undang-undang yang diajukan DPR. Namun yang menjadi 'gong' tetap presiden dan DPR. Jika ada rakyat yang tidak puas dengan RUU yang telah disahkan, bisa mengajukan banding ke MK agar undang-undang yang sudah disahkan bisa dibatalkan. Begitu mekanismenya.
Zaman dimana informasi begitu cepat, serta kejayaan media sosial mengharuskan rakyat untuk 'melek' dengan hal-hal yang terkait dengan ke-tata negaraan. Hal ini penting agar masyarakat tidak terprovokasi dan memahami duduk perkaranya, serta tidak asal menyalahkan. Salah satu hal yang harus dipahami oleh masyarakat adalah soal proses pembuatan undang-undang.
Dalam hal rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP), masyarakat harus tahu siapa yang mengusulkan, jadi tidak asal menyalahkan pemerintah. DPR adalah lembaga negara yang mengajukan RUU HIP. DPR ini legislatif, tugasnya mengawasi eksekutif (presiden, pemerintah). DPR dan pemerintah punya tugas dan wewenang yang berbeda.
Namun DPR tetap punya hak untuk mengajukan rancangan undang-undang, termasuk RUU HIP, terlepas apa motif dibalik inisiatif DPR untuk mengajukan RUU HIP yang sebenarnya tidak mendesak. Sebagai masyarakat, kita fokus kritisi RUU HIP yang diajukan DPR, tidak menyalahkan siapapun, apalagi memduga yang tidak-tidak. Semoga saja setelah rakyat bergerak untuk mengkritisi RUU-HIP, DPR bisa merevisi lagi pasal-pasal atau landasan yang terdapat dalam RUU.
RUU HIP ini sebenarnya masih sangat jauh untuk disahkan. RUU HIP ini belum sampai ke presiden. Presiden juga belum mengeluarkan Surpres (surat presiden) untuk membahas RUU-HIP. Bahkan, Presiden Jokowi telah memutuskan untuk menunda pembahasan RUU HIP.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, alasan Jokowi menunda pembahasan RUU HIP adalah karena TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme, Marxisme, dan Leninisme masih berlaku, yang mengikat dan tak bisa lagi dicabut oleh lembaga negara, atau oleh undang-undang sekarang ini. Dari sini sudah jelas dimana posisi RUU HIP. Jadi masyarakat tak perlu parno berlebihan dengan adanya RUU HIP, apalagi sampai berburuk sangka kepada pemerintah.
Menunda pembahasan RUU HIP menurut saya adalah langkah pemerintah yang paling tepat, alasannya sebagai berikut:
Pertama, dengan bahasa 'menunda', bukan 'menolak', artinya Presiden masih menghargai hak DPR sebagai lembaga pembuat rancangan undang-undang. Meskipun masyarakat banyak yang meminta RUU HIP ditolak, Presiden tidak boleh bagitu saja memenuhi permintaan masyarakat.
Dengan menunda pembahasan RUU HIP, Presiden bisa memuaskan kedua belah pihak (masyarakat dan DPR). Masih ada harapan bagi masyarakat untuk tidak disahkannya RUU HIP, atau direvisi lagi dengan menambahi atau mengurangi pasal-pasal yang menjadi polemik. Keputusan menunda pembahasan RUU HIP adalah langkah paling tepat.
Kedua, RUU HIP tidak mendesak. Saat ini yang mendesak adalah bagaimana menghadapi pandemi covid-19 yang semakin parah. Presiden sedang fokus bagaimana agar pandemi covid-19 segera berlalu. Masyarakat pun berharap demikian. Menyelesaikan persoalan pandemi covid-19 ini yang sedang benar-benar mendesak.
Selain itu, ancaman dari ideologi yang bisa menganggu eksistensi Pancasila juga sudah bisa dikendalikan, seperti dari PKI dan khilafah. PKI hingga saat ini belum pernah bisa dibuktikan kebangkitannya. Hanya sebatas selebrasi pembakaran bendera PKI yang dilakukan oleh salah satu ormas, yang tak pernah ada penjelasan bagaimana bisa mendapatkan bendera PKI itu.
Pun demikian deologi khilafah yang diusung HTI. Sebelum dibubarkan, ideologi khilafah sempat menjadi ancaman serius. Namun akhirnya ideologi khilafah telah dilarang dengan adanya UU Ormas. HTI pun telah dibubarkan.
Ketiga, terlalu banyak kelompok masyarakat dan ormas yang menolak RUU HIP. Tidak hanya PKS dan MUI, NU dan Muhammadiyah juga menolak dengan RUU HIP. Banyaknya kelompok masyarakat yang menolak RUU HIP bisa menjadi pertimbangan serius Presiden ketika nanti akan melanjutkan pembahasan RUU HIP. Jangan sampai Presiden menjadi musuh bersama masyarakat, hanya karena menerima RUU yang tidak mendesak seperti RUU HIP. Kecuali jika hanya satu atau dua kelompok masyarakat atau masyarakat yang menolak.
Yang Kaitkan Penyerang Bintang Emon Dengan Buzzer Pemerintah Mungkin Sakit Hati
Kasus penyiraman terhadap Novel Baswedan dibicarakan di mana-mana. Seorang bernama Bintang Emon diserang sejumlah akun di media sosial karena mengunggah video yang mengkritik sidang kasus tersebut. Dalam video itu, dia mempertanyakan langkah jaksa yang menuntut dua terdakwa penyerang Novel dengan hukuman satu tahun penjara.
Inilah yang sedang nge-tren saat ini. Mereka yang ujung-ujungnya mengkritik pemerintah dan turunannya, kemudian diserang atau bahkan diancam, kesimpulannya pemerintah yang harus bertanggung jawab. Siapa pun yang menyerang, dianggap sebagai buzzer peliharaan pemerintah. Kesimpulan jahat yang dibuat oleh kelompok busuk.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Donny Gahral Adian menegaskan pemerintah tidak ada hubungannya dengan para buzzer, termasuk yang menyerang komika Bintang Emon. "Pemerintah tidak ada hubungannya dengan buzzer. Apapun afiliasi buzzer itu tidak ada korelasi dengan pemerintah," kata Donny.
Donny menegaskan bahwa akun penyerang Bintang Emon itu bergerak sendiri-sendiri tanpa koordinasi pemerintah. Donny mempersilakan pihak yang keberatan dengan ulah para penyerang tersebut untuk melapor ke pihak kepolisian.
Dia juga memastikan pemerintah tak akan melindungi para pemilik akun penyerang tersebut. "Pemerintah tidak di dalam posisi untuk mengatakan apa-apa karena buzzer itu inisiatif mereka sendiri. Tidak dikoordinasi oleh siapa-siapa," kata Donny.
Lucunya ada orang-orang yang teriak bikin kesimpulan sepihak, yang bilang pemerintah represif. Dari mana mereka bikin kesimpulan bodoh seperti itu? Satu hal yang logis, mereka ini sakit hati. Memang dari dulu sudah kecewa, tidak suka atau bahkan benci, sehingga apa-apa salahkan pemerintah. Semua isu disangkut pautkan dengan pemerintah.
Polanya sama dan beragam. Beberapa waktu lalu muncul drama diancam, diintimidasi dan dibully dialami oleh beberapa orang, mulai dari jurnalis, wartawan, akademisi, pengisi seminar dan influencer. Isinya sama, menjadi korban. Tapi lucunya, tidak ada satu pun yang mau melaporkan ini ke polisi. Entah sengaja atau tidak, ini sepertinya memang disengaja dibiarkan liar agar opini terbentuk dengan sendirinya. Beberapa kasus yang sama, makin membuat publik yakin kalau pemerintah adalah dalang di balik semua ini.
Lagi pula, hingga saat ini, belum diketahui siapa dibalik akun anonim yang menyerang Bintang Emon. Bisa saja serangan itu tidak terkait komentar Bintang soal kasus Novel. Bahkan, bisa jadi, mungkin akun tersebut sengaja dibuat oleh orang-orang yang berteriak negara represif.
Seperti yang dikatakan Ade Armando, "Yang nyerang itu bisa siapa aja. Bisa jadi aparat, tapi bisa juga mantan pacar, bisa kompetitor, bisa orang yang dibayar supaya kesannya negara represif, bisa keluarga orang yang konon dulu dibunuh Novel Baswedan, atau bisa juga kamu. Ya kamu yang bilang negara represif."
Lihat saja nanti. Bintang Emon bisa laporkan akun tersebut, agar kasus ini diusut dan semua kebenaran jadi terang benderang. Tapi kalau dibiarkan begitu saja, ya sama saja dengan yang lain. Teriak sebagai victim yang diserang sana sini tapi tidak melakukan apa pun selain komplain. Opini publik jadi liar.
Parah memang. Nanti kalau bilang ini kerjaan orang yang ingin memperkeruh suasana, bilangnya tidak ada empati. Bilangnya ini kerjaan buzzer lagi.
Intinya, kalau menurut pemikiran saya, ini adalah upaya untuk menyerang pemerintah. Saya tidak menuduh Bintang Emon. Saya hanya bilang ini dimanfaatkan, entah dirancang atau spontanitas, untuk membuat satu kesimpulan yang diulang terus-menerus, yaitu pemerintah represif.
Seolah pemerintah memiliki bisnis ternak buzzer. Isu ini terus diulang berkali-kali agar terbentuk sebuah keyakinan kalau pemerintah harus bertanggung jawab di balik semua ini.
Rezim busuk. Rezim otoriter. Rezim koplak. Rezim represif. Rezim tak ada otak. Inilah sumpah serapah yang dilontarkan oleh sebagian orang kepada pemerintah. Pemerintah tak makan nangka tapi kena getahnya.
Bagaimana kalau kita balik tuduhan ini? Kita tuding narasi pemerintah represif digaungkan oleh buzzer sebelah? Ada pihak yang mengerahkan buzzer untuk menyerang pemerintah melalui permainan isu yang digoreng berulang-ulang.
Semua bisa saja terjadi kalau isu ini tetap dibiarkan menjadi liar. Semua saling tuding dan saling tuduh. Mungkin ada yang memang menginginkan ini terjadi.
Bagaimana menurut Anda?
Sumber Utama : https://seword.com/politik/yang-kaitkan-penyerang-bintang-emon-dengan-buzzer-e4vRVDVDfv
Gerindra Ternyata Masih Takut Dengan Kadrun
Kadrun adalah sebutan untuk kelompok yang suka menampilkan simbol religiusitas serta ke Arab-Araban. Di antara mereka ada PKS, FPI, dan PA 212. Kadrun ini lahir dari kampret. Kampret itu sebutan untuk pendukung Prabowo yang datang dari pendukung Gerindra, dan dari kelompok seperti PKS, FPI, dan PA 212. Kelompok terakhir ini yang kemudian disebut kadrun setelah kampret bubar.
Ideologi Gerindra yang nasionalis sebenarnya bertolak belakang dengan ideologi kadrun yang pro khilafah, atau minimal ingin menjadikan NKRI Bersyari'ah. Gerindra mirip PDI P yang lebih cocok dengan ideologi Islam Nusantara ala NU. Namun karena NU telah digandeng PDI P, maka mau tidak mau Gerindra menggandeng kadrun. Tak masalah punya ideologi yang berseberangan, yang penting bisa memenangkan Pilpres. Kalau sudah berbicara politik, yang ada hanya soal kepentingan.
Sebenarnya Gerindra mulai menyingkir dari kadrun sejak Prabowo menjadi menteri pertahanan. Kadrun pun kecewa karena orang yang didukung malah berkoalisi dengan musuh besar mereka (PDI P dan Jokowi). Mereka bahkan ogah mendukung Prabowo di Pilpres 2024.
Dari sini sebenarnya sudah bisa menjadi petunjuk untuk Gerindra memilih sikap. Seharusnya Gerindra tak perlu berharap lagi dukungan dari para kadrun. Gerindra harusnya bisa belajar dari pengalaman. Jangan sampai jatuh ke lubang yang sama. Namun ternyata Gerindra masih takut sama Kadrun. Gerindra masih berharap mendapat dukungan kadrun di 2024.
Bukti dari ketakutan Gerindra kepada kadrun adalah ketika memberikan ancaman kepada kadernya, Arief Poyuono setelah menyebut bahwa isu PKI dimunculkan oleh kadrun. Arief Poyuono terancam sanksi dari Majelis Kehormatan DPP Gerindra lantaran pernyataannya soal 'PKI dimainkan kadrun'. Poyuono tetap pada pendiriannya bahwa isu kebangkitan PKI hoax dan dibuat kadrun.
Perihal sanksi untuk Poyuono itu disampaikan juru bicara Gerindra Habiburokhman di Twitter. Sanksi itu tengah diproses internal Majelis Kehormatan DPP Gerindra.
Meskipun demikian, Poyuono nampaknya tidak takut. Dia tetap merasa benar dengan pernyataannya. Dia mempertanyamkan "Kadrun itu siapa? Dia menyebut jika kadrun-kadrun itu istilah, nggak ada orang yang mau disebut kadrun.
Poyuono akan tetap pada statemen bahwa PKI itu cuma hoax dan yang buat adalah kadrun. Alasannya, PKI partai terlarang, ideologinya pun terlarang. Sampai saat ini belum ada bukti PKI bangkit. Kalau ada pasti sudah ditangkap oleh polisi.
Dari peristiwa unik ini, secara tidak langsung mengonfirmasi bahwa Gerindra masih sangat berharap mendapat dukungan dari kadrun. Baru mendapat tagar #TenggelamkanGerindra saja sudah membuat Gerindra kebakaran jenggot. Seolah ancaman dari kadrun ini benar-benar akan terwujud. Sebagai sebuah partai elit, ketakutan yang berlebihan kepada ancaman kadrun sebenarnya sangat tidak pantas. Harusnya mereka berani keluar dari lingkaran kadrun.
Dengan mengancam akan memberikan sanksi kepada Arief Poyuono menunjukkan Gerindra bukan partai yang solid seperti PDI P. Tidak ada jiwa korsa di antara para kader. Harusnya antar kader bisa saling mendukung, bukan malah menjatuhkan. Harusnya pernyataan Arief Poyuono bisa menjadi momen yang pas bagi Gerindra untuk menarik simpati masyarakat. Harusnya Gerindra bisa menjadikan momen ini sebagai pembuktian bahwa mereka partai nasionalis.
Ternyata Gerindra masih tidak percaya diri tanpa dukungan dari kadrun. Mereka mungkin khawatir akan menjadi partai semenjana di 2024 jika tidak mendapat dukungan dari para kadrun. Hal ini yang membuat mereka setengah-setengah memamerkan ideologi nasionalisnya. Tujuannya agar mereka tidak terlihat seperti PDI P. Mereka khawatir jika seperti PDI P akan membuat kadrun tidak mau mendukungnya lagi. Oleh sebab itu mereka cenderung malu-malu menampakkan jati diri yang sebenarnya.
Jika sikap mereka masih oportunis seperti ini, saya jamin mereka tak akan bisa mengalahkan PDI P. Mereka partai yang pragmatis, rela menepikan idealisme demi mendapat dukungan dari kelompok yang sebenarnya memiliki ideologi yang berseberangan. Mereka bahkan rela tampil lebih religius hanya untuk menarik dukungan dari para kadrun. Mereka mungkin akan tetap masuk 3 besar, namun kemungkinan besar tak akan bisa mengangkangi PDI P. Sejauh ini PDI P adalah partai paling konsisten mempertahankan ideologinya. Hal ini yang tidak dimiliki oleh Gerindra.
Biarkan Pejabatnya Jualan “Permen”, Doni Harusnya Konpers Keberhasilan TPK!
Pak Doni Monardo, sang jenderal yang dipasang oleh Presiden Joko Widodo sebagai kepala gugus tugas percepatan penanganan Covid 19 ini akhirnya gerah. Orang ini diduga gerah terhadap pejabat-pejabat gugus tugas yang main-main dan jualan obat stem cell rasa "lollipop".
Tapi segerah-gerahnya Doni, saya melihat bahwa ada upaya lebih yang bisa dikerjakan oleh Doni, ketimbang ngomel-ngomel dan berbalas pantun dengan para pejabat Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid 19 yang diduga main mata sama supplier obat. Kenapa gak coba TPK sih?
Pak Doni bukankah sudah ngomong kalau TPK ini akan dijalankan secara skala besar di negara ini? Padahal sebagai ketua gugus tugas, Pak Doni punya akses dan kuasa untuk menjalankan semua ini, tanpa ada diskusi. Dalam opini saya, pakai cara militer saja. Kalau masih ngeyel, tampol.
Buang saja mereka dari posisi jabatan dengan gaji berlimpah itu. Padahal kalau mau long run, Pak Doni bisa pakai metode Terapi Plasma Konvalesen dari Dok Mo secara besar-besaran. Bahkan di lapangan, saya dapat informasi bahwa banyak pasien yang ketika meminta penanganan dengan TPK, malah dipersulit.
Padahal kalau mau bicara untung rugi TPK, TPK ruginya apa sih? Banyak sekali kok orang-orang baik yang mau mendonorkan darahnya, dan mencari kecocokan plasma yang bisa diberikan kepada resipien alias penerima yang masih berjuang melawan Covid 19.
Pak Doni harusnya kalau mau membela negara, dia bisa menjalankan dan menginstruksikan dari atas sampai bawah, sampai ke akar-akarnya, untuk menjalankan Terapi Plasma Konvalesen yang sudah dingomong-ngomongin. Kalau perlu, saya berikan langkah-langkahnya untuk mengatasi Covid. Semoga saja masukan ini bisa diterima oleh Pak Jenderal Doni.
Pertama, sadap seluruh percakapan via telepon atau via WA yang dilakukan oleh para pejabat gugus tugas. Silakan libatkan Dewan Pengawas KPK dan KPK yang gak ada Novel Baswedannya, karena dia lagi gak jelas urusin kasus hukum minta Jokowi tanggung jawab.
Penyadapan ini berguna untuk memetakan siapa yang main mata, siapa yang mencoba mengeruk keuntungan dari Covid 19 yang sudah menewaskan ribuan orang ini.
Kedua, sapu bersih semua pejabat yang main mata dan ada dugaan sedikit saja. Gak boleh kasih toleransi sama mereka yang matanya cuman satu karena sisanya menutup alias main mata sama mafia-mafia obat-obatan yang asal claim alias overclaim.
Gua bingung sampe sekarang, kenapa mimbar Gugas Percepatan Penanganan Covid bisa dimasukin sama obat stem cell? Kenceng banget koneksinya itu?
Setahu saya stem cell itu hanya berguna untuk memperbanyak sel darah merah dan bikin kantong kering karena satu kotak obat isi 90 kapsul lollipop, harganya setara dengan cicilan motor gua. Kayak ginian nih harus dihapus.
Ketiga, Jenderal Doni jangan hanya memberikan imbauan agar pasien yang sudah sembuh, mendonorkan darahnya. Itu sudah langkah bagus.
Tapi bukan langkah pamungkas. Saya yakin plasma bag sekarang sudah banyak. Banyak orang baik yang sembuh dari Covid, memberikan plasma darahnya kepada pasien sembuh. Dari plasma bag yang ada, silakan disortir mana yang cocok dengan pasien tertentu.
Bisa dilihat dari kesesuaian golongan darah, kecocokan-kecocokan jenis kelamin untuk yang beragama tertentu,a tau bagaimana saja lah. Yang penting kecocokan itu dilakukan.
Dan jangan berikan ke pasien kritis dan sudah mau koit. Kenapa? Nanti dibilang TPK gagal. Kasih ke pasien yang sudah mulai bergejala di RS. Dalam rentang 0-14 hari masuk RS, plasma darah sudah diberikan. Jadi gak cuman stop di imbauan gitu loh.
Pak Jenderal Doni harusnya sudah paham dan sudah dengar banyak advantages alias keuntungan yang bejibun dari Terapi Plasma Konvalesen. Untuk menyelamatkan Indonesia, Terapi Plasma Konvalesen jadi salah satu opsi terbaik, sekaligus termurah. Modalnya sedikit. Modal berani.
Saya yakin jenderal Doni ini sudah paham kok TPK. Saya yakin Jenderal Doni tahu kok sudah ada yang sembuh dari TPK. Konferensi kan saja, ketimbang isinya agen MLM jualan obat Stem Cell? Kalau Doni Monardo memberikan konpers TPK yang sudah terbukti menyembuhkan, masa depan cerah! Jokowi tempatkan Jenderal, pasti ada pesan terselubungnya bukan?
Saya yakin juga Jenderal Doni berani menuntaskan mafia-mafia di sana. Hajar Pak! Ini untuk Indonesia. Jangan sampai uang negara diperas habis sama obat-obatan abal-abal yang dijual di MLM itu. Saya punya pengalaman gak jelas sama MLM Stem Cell. Tunggu di artikel selanjutnya. Siapkan jantung.
Skandal Obat Palsu, KPK Harus Geledah Gugus Tugas
Ketika Presiden membentuk gugus tugas, saya pikir mereka bisa membantu menangani Covid agar cepat selesai. Tapi belakangan, jadi terlihat sekali permainan kotor gugus tugas.
Saya cukup kaget membaca pengakuan salah satu universitas di Surabaya. Yang dengan tanpa rasa bersalah, mengatakan sudah menemukan obat covid. Bahkan memproduksi hingga ratusan ribu obat dan dikirim ke rumah sakit yang direkomendasikan oleh gugus tugas.
Karena ternyata, obat tersebut sebatas kombinasi. Jadi ibaratnya bodrex, panadol, kurma dan habbatussauda gitu dikumpulin dalam satu box, lalu diberi label obat covid.
Tanpa ada uji klinis, tiba-tiba saja sudah diproduksi ratusan ribuan paket obat dan dikirim ke rumah sakit. Ingat ya, ratusan ribu paket.
Efek paling bagusnya, tidak berpengaruh pada kondisi pasien. Dengan atau tanpa minum obat tersebut, pasien kalau waktunya sembuh ya sembuh. Misal mati ya mati. Jadi tidak ada efek berarti dari obat-obatan paslu itu.
Lalu efek negatifnya, beberapa pasien bisa seperti minum racun. Mempercepat kematian.
Atas nama kemanusiaan, saya berdoa semoga efeknya bagus. Maksudnya, tidak berpengaruh apa-apa pada pasien. Tapi atas nama logika, ini tak lebih buruk dari produk kencing onta. Sama-sama tidak ada uji klinisnya.
Tapi artikel ini bukan tentang teori medis dengan segala analisanya. Ini tentang proyek dan pengadaannya.
Obat ini tidak dijual. Diproduksi tertutup dan dikirim berdasarkan rekomendasi gugus tugas. Tidak ada yang tau nilainya. Tidak ada yang tau gap antara harga satuan obat dengan obat yang sudah dikombinasi dan diberi label.
Sebagai ilustrasi. Misal, bisa saja harga obat satuan bodrex 2.000 rupiah, panadol 3.000 rupiah. Lalu setelah dimasukkan ke dalam kotak berlabel obat covid, harganya sudah bukan 5.000 lagi, tapi bisa menjadi 5 juta rupiah.
Eh tapi tenang saja. Tak perlu panik. Karena biaya covid ditanggung negara. Pasien juga tak perlu khawatir. Cukup minum saja obatnya.
Jadi berapapun harga yang dipatok oleh gugus tugas dan kampus di Surabaya tersebut, tagihannya akan dibebankan pada pemerintah.
Sungguh tidak ada bisnis atau usaha apapun di dunia ini, yang lebih pasti menguntungkan dari jual obat-obatan palsu ini. Pasti untung, dan pasti dibayar. Lebih dari itu, harganya terserah kita. Wow! Bangsat sekali ya.
Soal pasien nanti sembuh atau mati, tidak ada urusan. Yang penting obat sudah diproduksi ratusan ribu paket dan sudah didistribusikan. Pemerintah tak punya pilihan lain kecuali membayarnya.
Silahkan saja ditanya, apakah dari ratusan ribu obat yang sudah dibungkus dan dikirim ke rumah sakit itu ada dampaknya? Berapa pasien yang sudah sembuh? Apakah ada data medis dan perkembangannya?
Oh iya, sebelum itu, kita juga perlu pahami bahwa pasien covid itu ada beberapa level. Ada pasien tanpa gejala, pasien gejala ringan, gejala sedang, buruk dan kritis.
Untuk yang tanpa gejala, ringan dan sedang, sebenarnya mereka cukup karantina mandiri di rumah. Istirahat yang cukup, makan yang bergizi. Lalu menunggu jadwal tes PCR ulang. Kalau nantinya negatif, berarti sudah sembuh. Sesederhana itu.
Pasien-pasien ini, ga usah diberi obat-obatan pun pasti sembuh. Karena biasanya pasien kelompok ini tidak punya penyakit bawaan dan kekebalan tubuhnya bagus. Tapi misal pasiennya punya penyakit bawaan, maka harus rawat inap, agar bisa penyakit bawaannya bisa diperiksa secara berkala.
Jadi kalau ada yang tanya kenapa vaksin belum ditemukan, tapi yang sembuh sudah banyak? Ya jawabannya itu tadi. Kekebalan tubuh pasien.
Maksud saya, kampus di surabaya dan gugus tugas jangan sampai setelah mengklaim menemukan obat covid — yang sebenarnya cuma kombinasi, meletakkan dua obat dalam satu kotak— lalu nanti mereka mengklaim yang 14 ribu orang pasien covid sembuh itu juga berkat obat-obatan palsu mereka. Jangan sampai.
Sebenarnya saya sempat menaruh energi positif pada Gugus Tugas. Minimal tak seburuk Kemenkes. Tapi rupanya malah lebih buruk. Dan semua keburukan ini terbongkar sendiri tanpa mereka sadari. Terbongkar justru saat mereka merasa telah berjasa dengan segala klaimnya.
Saya pikir, ini sudah keterlaluan. KPK atau Kejaksaan seharusnya sudah bisa bergerak menggeledah Gugus Tugas dan salah satu kampus di Surabaya tersebut.
Ada banyak masalah dalam hal ini. Mulai dari pengadaan sampai uji klinis. Terserah mana yang mau digarap duluan, pada intinya, proyek ini harus segera dihentikan.
Alasan pertama tentu saja keselamatan pasien covid. Jangan sampai warga kita diberi obat yang belum uji klinis. Tidak jelas dan beresiko. Alasan kedua, demi menyelamatkan uang negara. Jangan sampai negara mengeluarkan anggaran besar untuk obat-obatan palsu yang tidak ada dampaknya pada pasien. Begitulah kura-kura.
Telak! Ferdinand Semprot Novel Baswedan, Memang Kena Siram Demi Bangsa?
Tak cukup memojokkan Jokowi dan membentuk new KPK, Novel Baswedan kembali membuat panggung atas kasus yang menimpanya. Kalau sebelumnya ia seolah-olah membela Bintang Emon yang katanya diserang buzzer pemerintah padahal ternyata buzzer Anies, kini Novel kembali menempatkan dirinya seolah terdzolimi.
Dalam unggahan terbarunya Novel curhat miris soal keadilan hukum yang tak diterimanya. Dia menempatkan diri seolah menjadi pihak yang diancam karena kritis dan berjuang demi bangsa. Ujungnya Novel memprovokasi masyarakat untuk bersuara dengan menunggangi kasusnya.
Berikut cuitan Novel di akun twitter resminya:
"serangan air keras kpd sy dr awal sdh sy maafkan. Tetapi proses hukum harus berjalan sebagaimana mestinya. krn bisa terjdi pd siapapun & mengancam orang2 yg berani berjuang & kritis demi bangsa/negara. Maka masyarakat harus bersuara, tdk boleh diam, agar hukum bisa berdiri tegak" tulis @nazaqistsha
Telak unggahan Novel mendapat balasan menohok dari politisi Demokrat, Ferdinand. Dia menyemprot pernyataan Novel yang seolah-olah berjuang demi bangsa.
Berikut cuitannya:
"Memangnya anda kena siram air keras krn sedang berjuang dan kritis demi bangsa? Janganlah membangun opini sprt ini seolah bangsa ini bukan bangsa yang aman bagi pengkritik. Anda justru melakukan pembusukan thdp nama baik bangsa dgn sprt ini. Coba introspeksi diri sblm menuding." tulis @FerdinandHaean3
Kalau ditarik ke belakang, motif penyiraman Novel hanya karena sakit hati teman se institusinya (Polri) karena merasa dikhianati Novel. Mungkin dia lupa kalau pernah mengusut kasus simulator SIM yang jelas mempermalukan institusi Polri. Tapi oleh Novel kasus ini dibuat seolah terjadi karena mengusut kasus e KTP. Untuk itu dia leluasa menyeret kasusnya ke ranah politis. Padahal hanya balas dendam dari rekannya.
Belakangan Novel diketahui meminta pelaku penyiramnya dibebaskan seperti yang banyak diberitakan media. Tapi di sisi lain ia terus menuntut proses hukum berjalan semestinya. Jadi sebenarnya apa yang diinginkan Novel?
Dia menuduh Jokowi menaruh orang bermasalah dalam menegakkan kasusnya, padahal seorang presiden jelas tidak bisa mengintervensi suatu proses hukum. Artinya Novel hanya memfitnah Jokowi menggunakan kasusnya dan membuat emosi publik.
Untungnya politisi seperti Ferdinand cepat membuka kartu matinya. Ia kembali mengingatkan motif penyiraman Novel yang tak terkait perjuangan untuk bangsa dan sebagainya. Karena jelas ini hanya sakit hati rekan mantan institusinya. Justru berlebihan kalau menyebut sebagai pembungkaman atas kritik atau kasus korupsi yang ia tangani.
Ferdinand juga secara terbuka menyebut Novel melakukan pembusukan terhadap nama baik bangsa. Saat Indonesia mulai disegani negara-negara lain di era Jokowi, Novel Baswedan malah menyebut pemerintah kita anti kritik dan tak mampu menyelesaikan kasus hukumnya.
Padahal tuntutan Jaksa yang ramai diberitakan bukan keputusan final. Hakimlah yang berhak memutuskan hukuman pada pelaku, bukan Jaksa, Jokowi apalagi Novel. Ingat kasus Ahok yang divonis bebas, tapi oleh hakim dihukum penjara 2 tahun. Bisa jadi pelaku penyiraman Novel dihukum 5 tahun meski tuntutannya cuma 1 tahun.
Novel juga penegak hukum, mestinya tahu proses peradilan. Harusnya ia tak ngegas dulu sebelum keputusan final dari majelis hakim. Dengan koar- koar seperti ini malah ketahuan ia hanya menjadikan kasusnya panggung sandiwara. Apalagi Jaksa penuntut terdakwa nyatanya juga dari kelompok yang sama dengannya yakni alumni 212 yang tak menyukai Ahok. Bisa jadi ini cuma akal-akalan mereka di belakang.
Kini juga ramai dibicarakan pelaku teror Wiranto yang dihukum 16 tahun penjara. Hal ini lantas dibandingkan dengan tuntutan pada pelaku penyiraman Novel. Padahal subyek, niat dan motifnya beda. Pelaku teror jelas niatnya membunuh dan menimbulkan keresahan. Sedang pelaku penyiraman Novel sendiri hanya ingin memberi cedera ringan makanya menggunakan air keras tidak pekat.
Selain niat, pelaku teror jelas menjadi musuh negara karena menimbulkan keresahan publik. Mereka dari komplotan yang sama dengan pelaku bom bunuh diri. Berbeda dari pelaku Novel yang berasal dari rekan kerja di institusinya dulu yang katanya sakit hati dan ingin memberi pelajaran. Kedua hal ini jelas tak bisa disamakan.
Kalau saja saat itu pelaku penusuk Wiranto tak ditangkap pengawalnya, bisa jadi dia sudah membunuhnya dengan beberapa kali sabetan. Beda dengan pelaku Novel yang kabur setelah melakukan penyiraman sekali. Yang awal niatnya membunuh, sedang yang kedua niatnya memberi cedera.
Baiknya Novel dan para pendukungnya tak usah terlalu banyak berkoar yang malah mengungkap kebodohannya. Tunggu saja nanti hasil akhir pengadilan. Kalau merasa tak puas masih bisa melakukan banding. Jangan memberi contoh buruk ke masyarakat dengan memandang rendah proses hukum padahal dirinya sendiri juga seorang penegak hukum.
Ini Baru Gentleman, Terancam Kena Sanksi, Poyuono Tetap Ngotot Isu PKI Buatan Kadrun
Pernyataan Arief Poyuono yang mengatakan isu PKI adalah produk ciptaan kadrun membuat kadrun kebakaran jenggot dan muncul tagar #TenggelamkanGerindra. Di sisi lain, Habiburokhman menyatakan pernyataan Poyuono tak bisa dinilai sebagai pernyataan dari Partai Gerindra. Dia menyebut Poyuono tak bisa mengatasnamakan Gerindra.
Akibat dari ucapannya yang tanpa bertele-tele, Arief Poyuono terancam sanksi dari Majelis Kehormatan DPP Gerindra.
Akan tetapi Poyuono tetap pada pendiriannya bahwa isu kebangkitan PKI hoax dan dibuat kadrun. Poyuono tetap merasa benar dengan pernyataannya.
"Kadrun itu siapa? Saya tanya dulu kan. Kadrun-kadrun itu istilah, nggak ada orang yang mau disebut kadrun. Memang si Habib (Habiburokhman) mau saya sebut kadrun? Memang Gerindra kadrun? Kan bukan," kata Poyuono.
"Saya akan tetap pada statement saya bahwa PKI itu cuma hoax dan yang buat saya sebut kadrun. Kenapa? PKI itu partai terlarang kan? Ideologi terlarang kan. Ada nggak yang udah ditangkap polisi? Tunjukkan di mana orang-orang PKI itu," kata Poyuono.
Poyuono menilai isu bangkitnya PKI diembuskan cuma untuk mengacaukan negara. Dia menegaskan pemerintah saat ini juga menentang PKI. Dia mengaku heran jika dia sampai diberi sanksi Gerindra gara-gara pernyataan 'PKI dimainkan kadrun'. Dia merasa tidak merugikan Gerindra. "Sanksi apa? Teguran apa? Memang salah saya apa, saya nggak nyolong, saya tidak merugikan Gerindra, saya nggak nyolong duit partai," kata Poyuono.
Saya tak tahu persis kenapa Gerindra resah dengan ucapan Arief Poyuono. Mungkin ini ada kaitannya dengan nama baik partai. Istilah 'kadrun' ini sebenarnya hanya istilah, tidak menyebut nama orang secara langsung. Tapi kenapa banyak yang kebakaran jenggot? Kenapa sebutan 'kadrun' ini malah menimbulkan polemik? Padahal yang ribut juga orang-orang itu juga. Tapi biarlah ini jadi urusan internal partai.
Tapi sekali lagi, seperti yang saya katakan di artikel sebelumnya. Poyuono ngomong apa adanya. Isu PKI memang rekayasa yang dirancang untuk mendiskreditkan Jokowi. Isu PKI komunis di sini sangat lucu. Yang teriak-teriak PKI bangkit, mereka juga yang dapat bendera PKI entah dari mana, diarak sendiri, dibakar sendiri, kayak orang kesurupan.
Kepada siapa pun yang pernah tertipu dengan narasi bangkitnya PKI, segeralah sadar dan akui kepolosan kalian. Kalian hanya jadi bahan mainan para politikus yang ingin menjatuhkan Presiden Jokowi. Karena malasnya kalian membaca dan berpikir dengan jernih, maka isu-isu murahan seperti ini mudah tersebar sehingga merusak persatuan dan keamanan bangsa.
PKI bangkit, kalian percaya. Kenapa tidak tanya dari kuburan mana mereka bangkit? Apakah orang lain mengajak Anda minum air bekas cuci pakaian, kalian juga mau minum? Ya, nggak, kan? Otak dan logika kalian bisa protes, siapa pula yang begitu bodoh mau minum begituan.
Otak kita bisa dipakai untuk mikir. PKI sudah dari dulu dibilang bangkit, tapi belum nampak batang hidungnya sampai sekarang. Masa dari dulu dibilang mau muncul tapi tidak muncul-muncul? Ini cuma dua kemungkinan. Yang pertama, PKI ini pembohong karena terus-menerus PHP kepada publik. Mau muncul tapi tidak muncul. Atau bisa jadi ini ulah kadrun yang menyeret PKI keluar dari kuburannya. Mau istirahat di liang kubur pun tidak bisa tenang gara-gara ulah kadrun.
Kalian pikir intelijen Indonesia itu amatiran bodoh yang tidak bisa mendeteksi keberadaan PKI kalau memang eksis di negara ini? Rencana pelengseran Jokowi melalui berbagai isu saja bisa terendus dengan cepat dan bisa dilakukan pencegahan atau counter attack. Masa isu PKI yang bertahun-tahun ini tidak terungkap?
Satu lagi yang tidak saya pahami. Fadli Zon dari Gerindra juga. Berkali-kali dia lantang dan membabi buta, tapi rasanya tidak pernah ditegur partai. Bahkan Prabowo pernah mengatakan Fadli Zon memang begitu orangnya, sulit dikendalikan. Sedangkan Poyuono ngomong pedas langsung sibuk klarifikasi. Padahal ucapannya tidak salah.
Masa gara-gara tagar saja bikin partai kebakaran jenggot. Padahal kita semua tahu siapa yang tukang bikin tagar. Tagar bisa disetir hingga trending. Harusnya partai dukung Poyuono dengan berikan tantangan di mana keberadaan PKI.
Bagaimana menurut Anda?
Sumber Utama : https://seword.com/politik/ini-baru-gentleman-terancam-kena-sanksi-poyuono-huInyPrn1M
Jaksa Di Kasus NB Dulu Penuntut Ahok, Fans 212, Mau Lawan KPK, Hartanya Rp 5,8 M!
Ada orang kuat di kejaksaan RI yang akhirnya mencoreng penegakan hukum di negeri ini. Tapi jangan salah, orang ini justru pendukung 212 dan yang protes pihak mereka juga. Koplak, nggak asyik ah. Masak Jaksa yang memihak mereka malah dihajar balik? Begitulah kelakuan netizen dari kalangan oposisi yang murka dan akhirnya menguak sisi yang abu-abu dan banyak yang patut dipertanyakan dari si JPU ini.
Terbongkar, jejak JPU alias jaksa Fredrik Adhar, jaksa dalam kasus penyerangan penyidik senior di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu. Dialah yang menuntut agar dua terdakwa penyerang Novel Baswedan, dihukum satu tahun penjara. Suatu tuntutan yang diprotes habis oleh netizen utamanya pendukung Novel. Apalagi alasan yang dikemukakannya itu jadi olokan habis mereka.
Ujungnya protes mereka menyasar pada komitmen Pemerintah terutama ke Presiden Jokowi dalam pemberantasan korupsi. Langsung tanpa pakai lama, tuntutan mereka itu terjawab kini dengan terkuaknya jejak digital si Jaksa yang dianggap buzzerRP. Suatu sebutan yang biasa dipakai oleh pihak yang menyerang pendukung Pemerintah.
Mau tahu jejak si JPU ini? Eh orangnya itu fans 212, yang protes berat malah para netizen 212! Jaksa ini pernah menjadi salah satu dari 13 JPU kasus penistaan agama yang menuntut Ahok. Plus dia pernah mengunggah ulang status Ustaz Arifin Ilham yang bertagar #belaquran di akun Facebook nya pada 2016 silam.
Ternyata kalau mau bicara soal komitmen pemberantasan korupsi ya lihat juga dong si JPUnya yang ternyata malah makmur, bergelimangan kemewahan. Tajir, cuy.
Dia pernah mencibir KPK bahkan menyerukan perlawanan untuk melawan KPK. Ini terjadi tahun 2016 ketika terjadi kasus penangkapan jaksa oleh KPK. Dia menulis status bahwa apa yang dilakukan KPK itu hanya pencitraan.
Ada bau-bau tak sedap dan mencurigakan dengan statusnya yang sudah terang-terangan ini. KPK harusnya mengerahkan segenap tenaga dan sumber daya mereka untuk mengendus asal kekayaan yang sangat bergelimangan dari si Jaksa ini.
Sementara aksinya dalam bertugas juga patut dipertanyakan dan mengundang kecaman keras. Bagaimana tidak, si Fedrik Adhar pernah menuntut bandar narkoba hanya dengan pidana 18 bulan penjara.
Lalu ada tudingan bahwa Fedrik Adhar juga dikenal dapat mengatur ‘rencana tuntutan’. Kasus judi online yang dituduhkan kepada tiga terdakwa dengan perkara No. 9/Pid.Sus/2019/PN Jkt itu menjadi sorotan di media.
Para pengamat hukum sampai mendeteksi ada hal mencurigakan ketika dia bertugas. Jika itu memang benar maka jelas model penegak hukum macam inilah yang merusak sistem hukum di Indonesia. Reformasi mental memang jadi PR besar dari Pemerintah termasuk untuk di wilayah dari para penegak hukum.
Apalagi kalau mau bicara integritas, sulit untuk percaya pada integritas dari jaksa macam ini. Bayangkan, pamer kemewahan dan malas melaporkan harta kekayaannya. Padahal sebagai penegak hukum harusnya jadi contoh tapi malah sengaja untuk tak mmematuhi aturan yang ada!
Maka terjawab juga gaya hidup tanpa akhlak Jaksa ini karena netizen langsung merangsek ke medsosnya si Jaka ini. Terkesposlah gaya hidup tajirnya. Lewat akun Instagramnya, ia terciduk, gemar pamer postingan foto-foto kehidupan pribadinya yang dikelilingi barang-barang mewah. Banyak yang menyerbu akun medsosnya karena penasaran sekalian ingin menumpahkan hujatan!
Lihat saja di fotonya terlihat goodie bag Dior, Gucci, dan Luois Vuitton. Tak heran dan pantas dia pamer karena jaksa yang kini bertugas di Kejaksaan Negeri Jakarta Utara itu memiliki harta kekayaan senilai Rp 5,8 miliar. Hampir 6 milyar!
Kalau melihat dengan usia yang masih 37 tahun, kok malah sudah sangat tajir? KPK kalau mau serius untuk melakukan penegakan hukum silakan untuk merapat. Bayangkan, selama 5-6 tahun menjadi jaksa, Fredrik Adhar baru melaporkan harta kekayaannya sebanyak dua kali.
Fredrik Adhar melaporkan kekayaannya pertama kali pada 1 Agustus 2014 saat bertugas sebagai jaksa di Kejaksaan Muara Enim Kedua, saat menjadi jaksa di Kejaksaan Jakarta Utara. Dalam LHKPN yang diunggah di situs elhkpn.kpk.go.id, Fredrik Adhar melaporkan memiliki harta kekayaan Rp 5.820.000.000 per 31 Desember 2018. Angka ini naik Rp 5 miliar dari laporan harta sebelumnya yang disampaikan Fredrik Adhar. Nah, ayo KPK, tunggu apa lagi???
Begitulah kelakuan jaksa yang hidup bergelimang dalam kemewahan ini, dia kini tak bisa menyembunyikan dirinya lagi. Tapi dia nggak bakal tidur nyenyak kini karena bisa jadi KPK akan mengincar dirinya.
Persilakan HP Pejabat Gugus Tugas Disadap, Jenderal Doni Cium Bau Busuk!
Jenderal Doni hari ini menggebrak dengan luar biasa. Saat ini kita tahu bahwa di gugus tugas, sepertinya ada disusupi sales MLM yang jual obat stem cell yang gak jelas uji klinisnya, sampai kepada hidroksiklorokuin yang terbukti tidak memiliki clinical benefit alias keuntungan klinis bagi pasien.
Bahkan ada orang-orang yang juga menjual dan memamerkan obat yang saya biasanya sering pakai kalau kena radang tenggorokan. Namanya dexamethasone. Ngakak banget. Asli. Gua gak heran jenderal Doni pun persilakan KPK sadap telepon pejabat Gugus Tugas. Apakah ada permainan di dalamnya? Jenderal Doni gak bakalan ngomong begitu, kalau dia tahu bahwa pejabat gugus tugas kerjanya bener.
Masalahnya, kenapa sampai Jenderal Doni persilakan KPK menyadap pejabat gugus tugas? Saya yakin karena ada orang-orang yang main-main di dalam pengadaan obat Covid ini, seperti menawarkan obat vitamin isep-isep pakai batang lolipop ke orang yang kena penyakit SARS. Pejabat rasa sales.
Ada beberapa keanehan yang saya dapatkan dari berbagai sumber terpercaya, salah satunya dari sisi dokter. Universitas gak jelas pun juga mengatakan bahwa ada racikan-racikan obat yang dianggap ampuh untuk menangani Covid. Saya gak tahu apakah mereka sudah melakukan uji klinisnya atau hanya sekadar bikin pelipur lara.
Nama obat kalau dibaca di depan mimbar gugus tugas percepatan Covid 19, itu pasti ada yang perlu ditembusin. Anehnya, nama obat yang disebutkan justru adalah nama obat yang tidak lagi asing buat kita. Obatnya begitu biasa, obat radang dan obat-obatan ala MLM yang jualan stem cell gitu.
Kalau kalian tahu, obat-obat macam ginian tuh dijualnya bukan di apotek, tapi di MLM. Mereka ini kerja sama sama MLM apa? Stem cell alias sel punca itu kan sebuah obat yang sampai sekarang belum teruji secara klinis.
Kalau pun ada, jurnal-jurnal tentang stem cell itu sepertinya jurnal yang dibuat oleh dokter yang berafiliasi dengan perusahaan pembuat kapsul stem cell yang harga satu kotaknya isi 90 biji bisa 500 ribu. Dan minum sehari 3 kali.
Jadi satu bulan minum obat perangsang stem cell, sudah habis setengah juta. Dan apa dampaknya? Sama saja seperti saya minum vitamin C. Hahaha. Sungguh miris kalau dalam menangani Covid 19, mereka malah jualan Stem Cell. Sumpah. Saya ngakak sambil menulis ini.
Kok ada pejabat yang bisa-bisanya malah proyekan jualan sama universitas yang gak jelas? Padahal mereka bisa kerjasama dengan dokter yang ada dan yang sudah jelas kredibilitasnya. Kalau kerjasama sama kampus, memangnya bisa sampai sejauh apa? Setahu saya, kerjasama dengan dokter-dokter dan para peneliti yang berpengalaman, jauh lebih bermanfaat.
Dan sudah beberapa bulan ini, Terapi Plasma Konvalesen selalu jadi harapan dan primadona di tengah-tengah ketidakjelasan tawaran-tawaran obat rasa MLM dan vitamin rasa lollipop itu. Dari kalimat Jenderal Doni pun, saya sudah melihat bahwa ada kebusukan yang tercium.
Kalau Jenderal Doni tahu bahwa pejabat di Gugus Tugas kerja benar, dia gak harus berikan kalimat bernada “balas pantun” seperti itu. Ada pesan singkat tegas dan strategis yang diutarakan oleh Jenderal Doni. Dia mungkin gerah melihat para pejabat yang ada di gugus tugas, bermain-main dengan permen gula-gulaan.
Ini penyakit Covid, diselesaikan dengan obat yang tepat dan vaksin pasif yang benar dong. Kok malah pakai stem cell dan obat radang tenggorokan yang mirip obat yang dijual di kapal-kapal penyeberangan? Kadas, kurap, panu, kanker, bahkan kemiskinan pun bisa diselesaikan sama satu obat.
Jangan-jangan Doni sudah mencium ada dugaan korupsi di tubuh pejabat gugus tugas percepatan penanganan Covid 19? Ini baru awal. Saya dan teman-teman Seword menganggap bahwa ucapan Doni ini baru serangan pembukaan. Dia adalah jenderal, yang kalau mau perang, harus menang.
Karena jenderal itu memiliki latar belakang TNI yang semboyannya merdeka atau mati. Maka kalau berperang, mereka harus menang. Dan kami ada di belakang jenderal Doni, untuk mendukungnya meringkus semua pejabat yang jualan obat, bukan jual kesembuhan.
Maju terus Jenderal Doni. Monggo saran saya didengar, kalau mau Covid 19 ini cepat sembuh, bikin Terapi Plasma Konvalese berjalan dengan masif. Kalau nggak, Jokowi dan rakyat yang diperas habis-habisan lewat jualan obat batuk itu.
Begitulah uhuk-uhuk.
Korupsi Di Tengah Pandemi : "Kenapa Tidak Ngipri Sekalian?"
“Jaga lilinnya jangan sampai mati”, kalimat ini cukup dikenal dan terkenal di antara rakyat Indonesia. menjaga lilin jangan sampai mati dikonotasikan adanya orang yang mencari kekayaan dengan cara ngipri. Biasanya si suami yang berubah menjadi babi akan berkeliaran di kampong-kampung untuk mencuri uang dan si istri di rumah menjaga lilin.
Atau pesugihan pada ular misalnya, yang tiba-tiba seseorang menjadi kaya raya tanpa sebab musabab tapi pada waktu-waktu tertentu ada anggota keluarga atau bahkan masyarakat yang hilang karena dijadikan korban tumbal.
Di pandang dari sisi keyakinan dan agama, ngipri atau pesugihan ini jelas menyalahi aturan dan hukum agama Islam. Terlebih lagi, perbuatan ngipri atau pesugihan disamakan dengan perbuatan orang yang sudah tidak percaya pada Tuhan hingga mereka tak mengenal yang namanya dosa dan neraka.
Lalu apa bedanya ngipri dan pesugihan dengan korupsi, pungli atau upeti? Buat saya semua itu sama. Saya bicara tindak kejahatan pencurian uang negara oleh penjabat dan aparatur negara, serta oleh PNS. Pokoknya orang-orang yang bekerja dan dibayar oleh negara untuk menjalankan semua fungsi pelayanan masyarkat dan menjalankan roda pemerintahan.
Kenapa orang sampai korupsi? Atau apa sebenarnya alasan seorang pejabat masih melakukan korupsi? Kalau jawabannya karena gajinya kekecilan, itu jawaban tolol. Karena besar atau kecil gaji PNS dan pejabat itu terukur. UntukPNS dengan jabatan terrendah, itu ukuran pendapatan merujuk pada kebutuhan primer. Semakin naik jabatannya, gajinya pun semakin besar, persyaratan untuk bisa naik jabatan semakin tinggi dan tanggung jawab semakin besar. Untuk pejabat setingkat “kepala bagian”, maka gaji si pejabat itu akan mencukupi untuk memenuhi pendapatan primer, sekunder bahkan sampai tersier.
Artinya, mencuri uang yang bukan haknya dia, atau menerima upeti untuk meloloskan atau melancarkan satu pekerja, atau bahkan memalak pihak lain yang tidak ada aturannya (pungli), seharusnya tidak dilakukan. Atau kalau di jajaran penegakan hukum, ada istilah “Makelar Kasus” yang menyebabkan jargon “Hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah” menjadi akrab di telinga masyarakat.
Nah, untuk bisa mengkorupsi, si pejabat itu pastinya harus mengorbankan pihak lain, kan? Contoh yang masih hangat, adanya dugaan korupsi yang dilakukan oleh Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Tanah Datar, Sumatera Barat. Dari fakta di lapangan yang diinvestigasi oleh pelapor, katanya, ditemukan berbagai macam kejanggalan. Misalnya diduga adanya rekayasa jumlah personel di Dinas Perhubungan dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang tidak tertera dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB).
Coba kalau dugaan korupsi ini tidak ada, dananya pasti digunakan untuk membantu warga yang terkena dan terdampak covid-19. Nah karena dananya dicuri, akhirnya warga yang dikorbankan atau ditumbalkan. Belum lagi dalam upayanya untuk menutupi kejahatan korupsinya itu, dia juga harus membuat laporan palsu, berbohong kemana-mana untuk menutupi kejahatannya. Tingkah seperti ini sama seperti tingkah orang yang melakukan pesugiihan dan ngipri.
Bayangkan saja, orang yang nyugih atau ngipri atau miara tuyul, dia tidak bekerja, tapi tiba-tiba menjadi kaya. Ketika tetangga bertanya, “wah beli mobil baru. Dapat lotere pak?” terus si orang itu apa mau bilang jujur, “Oh saya miara tuyul bu….” atau jawab, “oh saya jadi babi kalau malam” atau jawab “Oh saya nyugih sama ratu ular…”. Kan tidak! Orang itu pasti berbohong ini dan itu.
Dari sisi dosa, saya tidak tahu mana yang lebih berdosa. Tapi buat saya, yang namanya dosa, mau besar atau kecil, ya sama saja dosa.
Biasanya, orang yang melakukan pesugihan, ngipri atau miara tuyul, dalam hati dan pikiran mereka itu, yang namanya agama tidak ada. Apalagi percaya pada Tuhan. Yang melakukan korupsi, apa mereka punya agama dan keyakinan? Pastinya punya dong… entah itu agama Islam atau agama non-Islam. Dan ketika mereka melakukan korupsi, pungli atau meminta upeti, mereka jelas tidak pakai hati (baca : Kalbu), dimana agama dan Tuhan bersemayam.
Dari sini saya melihat, rasanya orang yang ngipri dan nyugih, jauh lebih jujur pada dirinya sendiri ketibang para koruptor atau pejabat yang korupsi kalau untuk masalah keyakinan dan agama mereka sendiri.
Tidak salah sebenarnya, jika hukuman Koruptor adalah mati. Karena dari tindakan kejahatan mereka, rakyat yang dikorbankan kadang tidak terbilang. Kalau orang nyugih atau ngipri, ketahuan oleh warga, pasti dipukuli sampai mati. Itu sebabnya, mereka selalu menitipkan pesan, “Jaga lilinnya jangan sampai mati!”
Saya sih berharap, kasus dugaan korupsi di Tim Gugus Tugas Covid-19 ini tidak terbukti, artinya korupsi tidak terjadi. Karena kebangetan sekali seandainya terbukti. Dia ini lah contoh koruptor yang patut dijatuhi hukuman mati.
Re-post by MigoBerita / Kamis/18062020/11.23Wita/Bjm
1 komentar:
minta ijin untuk share yah kak
foto truk scania