Migo Berita - Banjarmasin - Indonesia "Bisa Apa"..??!! Pak Jokowi hingga Denny Siregar dan TELKOMSEL/ JIWASRAYA adalah judul kumpulan artikel kali ini.
Bahkan Anies Baswedan Sang Gubernur DKI Jakarta yang disebut berbagai media online sebagai Gubernur "Rasa Presiden"pun tidak luput dari salah satu kumpulan artikel Migo Berita kali ini.
Untuk itu selamat menikmati dan ingat baca hingga akhir agar tidak gagal paham.
Ini Keren! Investor Dunia Percaya Jokowi. Dunia Percaya Indonesia
Di
tengah keprihatinan yang melanda Indonesia bahkan dunia terkait
penyebaran virus corona yang belum bisa dibendung sampai saat ini,
Presiden Jokowi membawa kabar gembira bagi seluruh rakyat Indonesia.
Jokowi
memastikan ada tujuh perusahaan asing yang merelokasi alias memindahkan
pabriknya ke Indonesia. Lima dari tujuh pabrik tersebut pindah dari
China. Dua lainnya dari Korea dan Jepang.
"Hari
ini, saya senang, sudah ada tujuh perusahaan yang masuk. Ini sudah
pasti ini," kata Jokowi di Kawasan Industri Terpadu Batang, Selasa, 30
Juni 2020.
Inilah 7 perusahaan yang memastikan relokasi ke Indonesia berdasarkan data BKPM:
Satu. PT Meiloon Technology Indonesia. Relokasi pabrik dari Suzhou, China.
Dua.
PT Sagami Indonesia. Relokasi pabrik dari Shenzen, China karena biaya
pabrik dan tenaga kerja di indonesia lebih kompetitif dari China.
Tiga.
PT CDS Asia (Alpan). Relokasi pabrik dari Xiamen, China karena tarif
impor produknya dari Indonesia ke Amerika 0% dibanding tarif 25% dari
China ke Amerika
Empat. PT Kenda Rubber Indonesia. Relokasi pabrik dari Shenzen, China karena peningkatan permintaan pasar di Indonesia
Lima.
Denso, PT Denso Indonesia. Relokasi pabrik dari Jepang karena memandang
Indonesia sebagai lokasi terbaik setelah melakukan riset ke berbagai
negara di kawasan ASEAN.
Enam.
PT Panasonic Manufacturing Indonesia. Relokasi dari China karena ingin
menjadikan Indonesia sebagai pasar basis ekspor bagi beberapa kategori
produk home appliances.
Tujuh.
PT LG Electronics Indonesia. Relokasi dari Korea Selatan dan berencana
menjadikan Indonesia sebagai regional hub baru yang menjangkau pasar
Asia dan Australia.
Selain
tujuh perusahaan yang sudah dipastikan masuk, ada juga 17 perusahaan
yang sudah mencapai 60% jadi masuk ke Indonesia. Dengan komitmen besar
dan terus berkomunikasi aktif sampai saat ini, 17 negara itu akan masuk
Indonesia membawa total investasi US$37 miliar dan potensi serapan
tenaga kerja sebanyak 112 ribu orang.
Salah
satu perusahaan yang telah menyatakan komitmennya yaitu LG Chemical
dengan nilai investasi 9,8 miliar US, dan potensi penyerapan tenaga
kerja 14.000 orang.
Tak
cukup sampai di situ, Jokowi juga menyebut ada potensi 119 perusahaan
lainnya yang akan merelokasi pabriknya dari China. Total ada 136
perusahaan yang sedang antre masuk Indonesia.
Jadi,
kesimpulannya ada 3 klasifikasi. Ada 7 yang sudah positif relokasi. Ada
17 yang sudah terkomunikasikan dengan progres 60% ke atas. Ada juga 119
yang masuk dalam potensi.
Rasa
sukacita, haru dan bangga langsung muncul dengan sendirinya saat
membaca berita yang semacam ini. Apalagi tahun lalu, Indonesia gagal
menjadi tujuan relokasi 33 perusahaan asal China. Sayang sekali memang.
Gerak
cepat langsung diambil Jokowi dengan meminta Badan Koordinasi Penanaman
Modal (BKPM) agar segera menyelesaikan fasilitas yang harus diberikan
ke investor mulai dari urusan izin, listrik, gas, dan lain-lain.
Pemerintah
menyiapkan dua kawasan industri sekaligus yakni Kawasan Industri Batang
dan Kawasan Industri Brebes untuk menyambut para pabrik yang akan
relokasi ke Indonesia. Baik Batang maupun Brebes keduanya sangat
strategis karena lokasinya di tengah-tengah Jawa. Pilihan cerdas dan
jitu.
Jokowi
benar-benar ingin memanfaatkan perang dagang antara China dan Amerika
yang berujung pada hubungan yang terus memanas antara kedua negara
tersebut beberapa waktu ke belakang ini.
Bagi
Jokowi, ini adalah peluang emas yang harus cepat ditangkap dan tidak
boleh disia-siakan.
Terharu sendiri melihat kesungguhan Jokowi yang tak pernah kenal lelah
dan putus asa dalam membangun negara. Jokowi fokus mengejar
ketertinggalan Indonesia tahun lalu.
Dengan
konsentrasi penuh, tahun ini Jokowi tak ingin gagal lagi menghadirkan
perusahaan-perusahaan tersebut demi bisa mempersembahkan cipta lapangan
kerja yang pasti akan membuka sebanyak-banyaknya lapangan pekerjaan bagi
rakyat Indonesia.
Peluang
ini jelas sangat berharga mengingat saat ini ada begitu banyak rakyat
Indonesia yang tak lagi bekerja tak bisa mendapatkan penghasilan akibat
terkena dampak langsung dari serangan virus corona.
Jokowi
sebagai bapak bangsa yang bertanggung jawab atas kehidupan anak-anak
bangsanya tak mau melewatkan kesempatan berharga yang satu ini.
Sampai
di bagian ini tiba-tiba terlintas wajah-wajah pengacau bangsa penikmat
nasi bungkus yang menerima orderan jasa demo. Mau demo damai atau
anarkis semuanya bisa diatur sesuai permintaan pendana. Manusia-manusia
bodoh yang tega menghancurkan bangsa dan negaranya sendiri demi
kepentingan pribadi dan golongan.
Tujuan mereka cuma satu yaitu mengacaukan Indonesia agar Jokowi bisa digulingkan secepatnya.
Di
tengah caci maki, hujatan bahkan fitnahan yang terus ditembakkan pada
Jokowi sampai sekarang, faktanya sampai saat ini Jokowi masih tetap
tegak berdiri memimpin NKRI. Demo-demo sarat muatan politis dari
gerombolan pembenci itu tak mampu menumbangkan Jokowi sekalipun dana
yang dikeluarkan mereka sudah sangat besar.
Jokowi
juga masih mampu meyakinkan para investor dunia untuk datang, pindah
dan berinvestasi di Indonesia di tengah masa sulit yang melanda dunia
akibat corona. Ini jelas prestasi yang layak dibanggakan. Para investor
dunia percaya pada Jokowi. Dunia percaya pada Indonesia.
Akankah
kita tega membiarkan Jokowi berjuang sendirian??? Ingatlah selalu.
Pantang bagi seorang pejuang bertarung setengah-setengah. Itulah janjiku
pada Ibu Pertiwi.
Sumber referensi:
Ketika Hexana, Dirut Jiwasraya, Dijadikan Hulu Ledak Skenario Penyelamatan Bakrie (Bag I)
Seperti
dilaporkan oleh seorang teman penulis yang demi tulisannya, rela
menerjang badai Covid19 agar bisa menjadi pengunjung sidang kasus
Jiwasraya, ada hal menarik untuk diungkap ke publik.
Mengenai kisah si teman, bisa disimak di link tulisannya di https://seword.com/umum/mengapa-terjadi-gagal-bayar-di-jiwasraya-FKSoeHh5Qz
Hal
menarik itu tak lain dari keterangan Dirut Jiwasraya 2018-2023, Hexana
Tri Sasongko yang tak sinkron dengan apa yang diberitakan di link ini: http://www.jurnas.com/artikel/74716/Dirut-Jiwasraya-Hexana-Bantah-Rekayasa-Hasil-Laporan-Keuangan-2018/.
Pada
link tersebut, diberitakan bahwa menurut BAP terhadap saksi M Jusuf
dari PwC, direksi Jiwasraya pernah meminta mereka melakukan rekayasa
audit keuangan Jiwasraya pada 2018.
Permintaan
itu berisikan agar PwC membukukan ulang audit Jiwasraya yang
memperlihatkan kerugian.
Karena permintaan itu tidak sesuai dengan TOR
(Term of Reference) atau standar audit sebagai prinsip kinerja
perusahaannya bekerja, maka oleh saksi M Yusuf dari PwC, hal itu
ditolak.
Denial
dari Hexana ini menimbulkan tanya.
Hexana katakan bahwa dia tidak tahu
menahu tentang permintaan itu.
Hal yang tentu saja aneh mengingat dia
adalah Direktur Utama Jiwasraya saat permintaan itu dibuat kalau memang
benar ada.
Maka,
pertanyaannya jadi begini: benarkah tak ada permintaan tersebut?
Saya
memilih lebih percaya pada keterangan saksi sebab di kemudian hari
Hexana mengumumkan Jiwasraya gagal bayar ke nasabah.
Jadi,
permintaan itu masuk akal benar terjadi bila dipandang dari sudut waktu
Jiwasraya diumumkan telah gagal bayar.
Hanya saja, karena tidak ada
bukti konkrit, mudah saja hal itu ditolak Hexana bahwa pemintaan itu
ada.
Sederhananya
begini, Anda mengajak seseorang untuk nyulik anak gadis Pak Haji.Tetapi orang yang anda ajak menolak. Aksi penculikan pun batal.
Di kemudian hari, orang yang Anda ajak ini mengaku bahwa pernah diajak Anda untuk nyulik anak gadis Pak Haji, Anda bisa dengan mudah mengelak hal itu karena tak ada bukti pendukung.
Demikian
pun, kalau Hexana menolak adanya permintaan tersebut ya masuk akal.
Mana ada sih orang yang ingin terlihat baik mau mengakui kalau dia
sebenarnya pernah merancang sebuah kejahatan?
Hexana Tri Sasongko, Dirut Jiwasraya 2018-2023, Beneran Tolol atau Korban Skenario Juga?
Jadi,
asumsinya adalah permintaan itu benar adanya.
Pertanyaannya, untuk apa?
Tepatnya, mengapa itu dilakukan?
Untuk menjawab itu, pembaca mau tak
mau harus membaca kasus Jiwasraya ini secara holistik, tak bisa
sepenggal-sepenggal.
Bila
kasus ini dikaji secara holistik, niscaya semua pasti sepakat kalau
biang kerok kehancuran Jiwasraya ada pada Bakrie pada era dia menjabat
sebagai Menko Perekenomian pada Kabinet Indonesia Bersatu, 2004.
Sebab,
sebagaimana dilaporkan oleh investigasi Tempo Maret lalu pada alamat
link ini
- (sila diklik kalau pengen baca), pada 2004 Jiwasraya melakukan repo
saham pada sejumlah perusahaan Bakrie dan yang terafiliasi dengannya.
Repo itu rupanya tak ditebus-tebus juga yang membuat BPK pada 2007 sampai menerbitkan status disclaimer
kepada Jiwasraya. Keuangan Jiwasraya juga tercatat memiliki liabilitas
(berhutang) senilai 5,3 T pada 2008 ketika Hendrisman, dkk., yang kini
jadikan tersangka oleh Kejaksaan masuk menjadi dewan direksi.
Dugaan
penulis, sejak 2008 sebetulnya Jiwasraya ini sudah dikondisikan
sedemikian rupa untuk menutupi fakta kerugian yang terjadi pada era
direksi sebelum Hendrisman, dkk. masuk mengurus.
Pertama-tama, dicoba dulu dengan menempatkan ahli asuransi bernama Hendrisman Rahim sebagai Direktur Utamanya.
Harapannya,
dengan kecakapannya selaku ahli asuransi, lubang keuangan yang jomplang
bisa ditutup. Namun, karena sejumlah solusi telah coba ditempuh
Hendrisman, dkk. tak juga berhasil, maka cara terakhir pun dipakai yakni
umumkan saja Jiwasraya gagal bayar.
Akan
tetapi, umumkan gagal bayar pada saat direksi belum lakukan hal yang
bisa dipidanakan tentu akan jadi bumerang.
Sebab, publik pasti akan jadi
tahu kalau penyebab kerusakan Jiwasraya saat itu adalah fakta berupa
tak tertebuskannya repo-repo saham pada sejumlah perusahaan yang
terafiliasikan dengan Bakrie Group sebelum 2008.
Maka, tunggulah saat di
mana direksi 2008-2013 (yang kemudian berhasil naik 2 periode hingga
2018) ini melakukan pelanggaran.
Ketika Hexana, Dirut Jiwasraya Dijadikan Hulu Ledak Skenario Penyelamatan Bakrie (Bag 2)
Kesempatan
itu datang saat direksi lempar produk JS Saving Plan yang mana
menjanjikan premi yang di luar batas kewajaran yakni 9-13%, sebuah
iming-iming yang di satu sisi sungguh menarik minat jutaan nasabah
sehingga rame-rame nyemplungin duit ke Jiwasraya, namun yang di sisi
lainnya jadi beban luar biasa berat bagi direksi untuk membayar klaim
premi mereka pada waktunya.
Lubang
kerugian yang sudah ada sebelum 2008 ditambah dengan kewajiban membayar
janji premi yang di luar batas kewajaran sudah barang tentu tidak bisa
diatasi dengan memainkan saham Jiwasraya pada pasar-pasar saham
berstatus blue chip atau LQ45.
Alasan
inilah yang membuat para direksi ini melakukan apa yang kemudian hari
menjadikan mereka tersangka yakni memainkan saham Jiwasraya pada pasar
saham berstatus High Gain, High Return (Kalau untung bisa fantastis,
kalau rugi bisa seketika semaput).
Harap
diingat pula bahwa skema PMN dan Zerro Coupon Bond demi menutupi lubang
kerugian sebelum 2008 sudah coba ditempuh oleh Hendrisman, dkk pada
tahun 2008-2009 namun kesemuanya ditolak Menteri Keuangan dengan alasan
bahwa keuangan negara saat itu kritis akibat skandal Century.
Kedua,
bahwa Jiwasraya dikondisikan supaya jangan sampai memperlihatkan fakta
kerugiannya terjadi sudah sejak sebelum 2008 bisa pula dinilai dari
bungkamnya OJK di hadapan upaya direksi Jiwasraya memainkan saham
Jiwasraya pada saham-saham non LQ45.
OJK, sebagai lembaga pelindung
konsumen pada industri jasa keuangan, faktanya tak bersikap menyemprit
apalagi menghadang direksi ini "berjudi" saham Jiwasraya.
Maka,
ketika skema berjudi di pasar-pasar saham berisiko tinggi itu ternyata
tak juga mampu menutupi beban tanggungan perusahaan, cara terakhirlah
yang dipakai yakni umumkan gagal bayar.
Apalagi,
sudah ada calon yang bisa ditersangkakan sebagai penyebab gagal bayar
itu yakni para direksi 2008-2018 yang mana telah memainkan saham
Jiwasraya pada pasar yang tidak semestinya.
Hexana, Hulu Ledak dari Skenario yang Disusun Sejak Lama
Maka,
jadi terang benderang kini, mengapa Hexana umumkan gagal bayar
Jiwasraya saat faktanya Jiwasraya sebetulnya masih mampu membayar hak
nasabah pada 2018.
Sebab, pada fakta persidangan minggu lalu terungkap
kalau saat itu Jiwasraya memiliki deposito senilai 1,9 T.
Belum
ditambah hasil penjualan aset berupa Citos beberapa waktu kemudian yang
kalau semuanya ditotalkan maka Jiwasraya sesungguhnya masih memiliki
uang senilai 4 T.
Sementara kewajiban untuk membayar nasabah pada 2018
itu cuma 802 M.
Tapi kok malah umumkan gagal bayar, sih? Janggalnya di
situ.
Hexana
Tri Sasongko, Dirut Jiwasraya pasca Hendrisman, bisa melakukan hal
sekonyol itu hanya bisa dipahami jika ada kepentingan extra ordinary di
baliknya.
Terkecuali kalau Hexana memang beneran bego bin tolol.
Tapi
bisa jadi juga Hexana ini korban skenario. Asumsi ke arah itu punya
dasarnya.
Backround Hexana adalah hukum, bukan akuntan atau ekonom
secara umum.
Sebagai orang hukum, Hexana bisa saja sengaja ditempatkan
di Jiwasraya, tak lain supaya tak mampu melihat dengan teliti kerusakan
Jiwasraya ini terjadi karena apa sebetulnya di awal, taunya cuma ada
pelanggaran, akan ada pasal yang siap dijeratkan.
Rasional
tidaknya asumsi ini perlu diuji.
Akan benar asumsinya bahwa Hexana
adalah korban dari sebuah skenario besar jika Hexana beneran tidak tahu
menahu soal permintaan rekayasa audit keuangan Jiwasraya pada PWC tahun
2018 seperti disinggung di awal tadi.
Namun, posisinya sebagai Dirut
yang mengaku tidak tahu menahu soal itu menimbulkan tanda tanya juga.
Jadi, asumsi ini tentu saja jadi lemah.
Sebagai
gantinya, Hexana justru tahu dan karena backround dia hukum, dia tahu
persis mana celah yang sangat empuk untuk dijadikan jerat bagi para
tumbal demi selamatkan pihak tertentu, saat Jiwasraya sudah saatnya
untuk diumumkan telah gagal bayar.
Hexana
ini korban atau turut berperan sebagai aktor pembantu lancarnya jalan
skenario, tak begitu penting. Yang jelas, pengumuman gagal bayar yang
dia lakukan telah menimbulkan implikasi serius dan sistemik.
A.
Akibat pengumumannya itu, para nasabah akhirnya ramai-ramai menarik
investasinya.
Padahal yang namanya industri jasa keuangan, baik bank,
koperasi maupun asuransi, semuanya berjalan di atas prinsip kepercayaan.
Ketidakcakapan Hexana jelas terlihat bila merujuk pada fakta bahwa pada
2018, total klaim premi nasabah hanya 802 M. Sementara saat itu
Jiwasraya masih punya saldo deposito senilai 1,9 T.
Bego apa tolol
Hexana ini?
Ketika Hexana, Dirut Jiwasraya Dijadikan Hulu Ledak Skenario Penyelamatan Bakrie (Bag 3)
B.
Akibat lain dari pengumuman itu adalah saham-saham Jiwasraya pun dijual
ramai-ramai oleh para pemiliknya.
Hukum ekonomi berlaku bahwa apabila
ketersediaan bahan banyak, maka harga pasti terjun bebas. Demikian pula
ini. Harga saham Jiwasraya wajar kalau sampai di titik nadir, karena
hampir semua pemilik saham di Jiwasraya pada ramai-ramai menjualnya.
Lagi-lagi, Hexana ini bego apa tolol?
C.
Akibat Diumumkan gagal bayar, otomatis semua produk yang dijajakan
Jiwasraya tak satu pun yang laku terjual.
Padahal, di mana-mana asuransi
itu hidup dari jualan premi dan investasi. Karena tak ada yang terjual
produknya, maka dengan sendirinya pemasukan untuk Jiwasraya pun terhenti
seketika.
Lalu, karena terhenti, giliran berikutnya meski misal
kewajiban Jiwasraya untuk cairkan premi nasabah 2018 sebesar 802 M bisa
dibayarkan, setelahnya pasti tetap juga macet.
Memangnya mau ditalang
pakai duit neneknya? Kuat berapa?
Jadi,
dia beneran bego ataukah tolol, dia aktor pembantu ataukah korban
skenario, yang jelas kini kasus Jiwasraya bergulir di pengadilan Tipikor
dengan menyisakan sejumlah kejanggalan yang sulit ditutup-tutupi:
- Dijadikan kejaksaan sebagai kasus korupsi padahal faktanya ini lebih tepatnya sebagai kejahatan pasar modal;
- Dilokalisir 2008-2018 faktor penyebab runtuhnya padahal faktanya sudah merugi sejak sebelum 2008.
Pihak
Kejaksaan pun jadinya terlihat menggiring-giring kasus ini bukan lagi
berdasar pada fakta yang terjadi sebenarnya.
Pertanyaannya, mengapa
Kejaksaan pada mendadak seperti amnesia?
Pertanyaan
ini tak perlu ada jika asumsinya benar bahwa sejak lama Jiwasraya ini
dikondisikan rusak, namun siapa perusaknya jangan sampai ketahuan
apalagi kecokok aparat, caranya jeblosin saja para tumbal.
Toh, para
tumbal pun telah dikondisikan pula sedari jauh hari untuk lakukan
pelanggaran investasi.
Jadi,
sepertinya Kejaksaan jadikan Hendrisman, dkk yang kini jadi terdakwa di
pengadilan dalam kasus ini hanyalah kamuflase semata, seolah keadilan
benar-benar hendak ditegakkan.
Aslinya, ini cuma drama dari sebuah
skenario yang sudah lama disusun, sudah sejak 2008: Selamatkan Bakrie dari Kemangkirannya.
Benarkah dugaan ini? Biar waktu saja yang akan membuktikannya.
Saat Lembaga Pengadilan Menghamba pada Kepentingan Skenario, Publiklah yang Wajib Mengadili
Maka,
supaya dugaan tersebut lekas terbukti benar atau salah, publiklah yang
diminta terlibat aktif mengawal kasus ini. Makanya, saya amat salut
dengan teman-teman penulis di Seword dan Kompasiana antara lain seperti
pada artikel-artikel opini mereka berikut ini:
Sebetulnya, tak perlu ribet mendalami kasusnya secara detail. Sederhana saja:
Jika
mau umumkan Jiwasraya gagal bayar, harusnya pas 2008 saat Jiwasraya
sudah minus 6,7 T, pas Hendrisman, dkk baru mau masuk mengisi pos-pos
direksi.
Jadi, bukan ketika Hexana masuk memimpin Jiwasraya pada 2018.
Yang
bikin keheranan kita semakin menjadi-jadi adalah Hexana umumkan kalau
BUMN yang dipimpinnya itu gagal bayar, tepat ketika faktanya cuma
memiliki tanggungan kewajiban ke nasabah hanya 802 M, sedang saldo
deposito masih ada 1,9 T.
Itu semua pun masih di luar hasil penjualan
Citos di kemudian hari.
Lihat saja aset Investasi Perusahaan Jiwasraya per akhir Juni 2018 sebagai berikut:
- Deposits: Rp 1,943 T atau 5,13%
- Obligasi: Rp 4,885 T atau 12,90%
- Saham: Rp 5,693 T atau 15,03%
- Reksadana: Rp 17,578 T atau 46,40%
- Reksadana unit link: Rp 595 M atau 1,57%
- KIK EBA: Rp 17 M atau 0,04%
- Properti: Rp 6,557 T atau 17,31%
- Penyertaan: Rp 516 M atau 1,36%
- Pinjaman Polls: Rp 95 M atau 0,25%
Lantas mengapa Hexana memilih umumkan gagal bayar ke nasabah jika tanggungan premi saat itu hanya 802 M ke nasabah?
Tak
ada dugaan lain selain Hexana hanyalah hulu ledak dari sebuah skenario
yang disiapkan sejak lama, sejak Jiwasraya dinyatakan merugi pada 2008
yang kalau dirunut ternyata bersumber pada repo saham Bakrie Group pada
2004, lalu tunggu momentum, tunggu pula ada pihak yang pantas dijadikan
tumbal, baru dhuarrrr.... diledakkan.
Tak percaya, ya semoga saja dugaan
ini keliru.
Mari
kita kompak BONGKAR untuk sama-sama membuktikannya!
Pantau dan kawal
terus perjalanan sidangnya, saatnya publik kritis wajib hadir karena
kita tak ingin kasus ini berujung gigit jari di pihak nasabah macam
First Travel!
Kita bukan Komodo yang mau dikadalkan, kan?(*)
Usut Terus Keterlibatan Bakrie Grup dalam Penggarongan Jiwasraya, Jangan Kasih Kendor...
Pemerintah
harus menuntaskan penyelesaian kasus PT Asuransi Jiwasraya.
Baik dari
sisi hukum, maupun penyelamatan perusahaan negara tersebut.
Perusahaan
negara ini menyangkut harkat hidup orang banyak.
Para pembayar premi
yang nasibnya masih tak jelas karena Jiwasraya gagal membayar klaim
asuransi mereka.
Mengganti Direksi saja tidak cukup.
Menangkapi 6 orang yang dianggap pelaku korupsi di dalamnya juga belum cukup.
Harus
ada upaya penyehatan kembali perusahaan negara tersebut, dan upaya
untuk menghentikan praktek-praktek buruk yang sudah merajalela di
dalamnya.
Dan
para penggarong Jiwasraya lainnya yang saat ini masih bersembunyi di
balik jabatan dan pengaruh politik mereka juga harus dilacak, ditangkap,
dan diadili.
Saya yakin bahwa yang terlibat dalam penggarongan Jiwasraya ini bukan hanya 6 orang yang sudah ditangkap tersebut.
BUMN
ini sudah lama jadi sapi perah mereka-mereka yang berada dalam kalangan
elit politik.
Maka, bisa diduga ada penggede-penggede elit politik
lain yang juga terlibat dalam penggarongan Jiwasraya ini.
Salah satunya yang bisa diduga terlibat adalah grup Bakrie.
Proses
penyelesaian kasus Jiwasraya tidak bisa dilihat sepotong demi sepotong.
Penggarongan Jiwasraya sudah dimulai jauh ke masa lalu, di awal tahun
2000-an.
Ini bukan hanya soal dana JS Saving Plan yang memiliki
tunggakan klaim Rp 12,4 triliun.
Salah
satu contohnya bisa dilacak hingga periode 2004-2006 ketika Jiwasraya
secara serampangan membeli repo saham Grup Bakrie senilai Rp 3 triliun
tanpa didahului analisis investasi.
Saat itu, Bakrie menggadaikan sahamnya kepada Jiwasraya untuk memperoleh dana segar.
Awalnya Jiwasraya hanya membeli saham Bakrie & Brothers pada 2006.
Belakangan,
Jiwasraya juga tercatat mengoleksi saham anak usaha Grup Bakrie
lainnya.
Total, ada 9 anak usaha Grup Bakrie yang sahamnya dikoleksi
Jiwasraya, yaitu:
- Bakrie & Brothers Tbk
- PT Bumi Resoursces Mineral Tbk
- Bakrie Telecom Tbk
- PT Bumi Resources Tbk
- PT Bakrieland Development Tbk
- PT Graha Andasentra Propertindo Tbk
- PT Capitalinc Investment Tbk
- Bakrie Sumatera Plantations
- PT Visi Media Asia Tbk
Celakanya, pada saat jatuh tempo, kelompok usaha Bakrie tidak menebus saham yang mereka gadaikan.
Masalah muncul ketika kinerja semua saham yang digadaikan bertumbangan pada saat bersamaan.
Saham-saham
yang tadinya berharga total 3 Triliun Rupiah tersebut, sekarang
harganya hanya 1,06 Triliun Rupiah. Jelas-jelas ini rugi besar.
Namun karena tidak ditebus kembali, Jiwasraya terpaksa mengoleksi saham gorengan tersebut.
Mungkin
untuk menutupi jejak kerugian ini, belakangan saham-saham Bakrie
tersebut dibungkus dalam produk reksa dana penyertaan terbatas.
Maksudnya,
Jiwasraya berinvestasi di sejumlah produk reksa dana penyertaan
terbatas.
Dan produk-produk reksa dana inilah yang mengoleksi
saham-saham Grup Bakrie tersebut.
Maka
tak heran kalau selama ini, kode emiten kelompok usaha Bakrie memang
tidak muncul dalam koleksi saham yang dibeli Jiwasraya.
Sehingga jejak
kerugian tersebut tidak akan tampak jelas kalau jejak emiten ini tidak
dirunut.
Mungkin penjelasan ini nampak bertele-tele.
Tapi
kasus Jiwasraya ini bisa disederhanakan sebagai berikut:
Jiwasraya
menginvestasikan dana nasabah ke saham berbagai perusahaan, supaya
Jiwasraya untung. Permasalahannya adalah:
- Apakah portofolio perusahaan yg sahamnya akan dibeli itu benar menguntungkan? .
- Apakah manager investasi Jiwasraya berhati-hati dan bertindak sesuai SOP perusahaan sebelum membeli saham perusahaan tersebut?
- Apakah terjadi persekongkolan antara manajer investasi Jiwasraya dan perwakilan perusahaan yg sahamnya akan dibeli Jiwasraya?
Untuk
kasus pertama,
yang bisa diduga bersalah adalah pihak manajemen
perusahan yg sahamnya akan dibeli Jiwasraya, karena tidak memberikan
informasi yang benar mengenai portofolionya.
Untuk
kasus kedua,
yang bisa diduga bersalah hanya dari managemen Jiwasraya,
karena tidak berhati-hati menanamkan modal Jiwasraya.
Untuk kasus ketiga,
yang bisa diduga bersalah adalah dari kedua pihak, Jiwasraya maupun perusahaan yang dibeli sahamnya.
Dalam
kasus saham Bakrie ini, yang saya curigai, kasus ketigalah yang
terjadi.
Ada kongkalikong antara manajer investasi Jiwasraya dengan
pihak Bakrie.
Janggal
rasanya, kalau penempatan modal dalam berjumlah sampai 3 Triliun Rupiah
itu tidak dilakukan dengan pertimbangan dan analisa yang benar
mengikuti SOP.
Kenapa sampai sebegitu gampang membeli saham sampai 9 perusahaan dari satu grup yang sama dalam waktu berdekatan?
Sudah
begitu, saat grup ini gagal menebus saham yang mereka gadaikan, kenapa
tidak ada tindakan sama sekali dari para petinggi Jiwasraya?
Malah
mereka terkesan menyembunyikan soal ini, dengan membungkus saham grup
Bakrie di balik reksa dana.
Kenapa?
Seringkali, jabatan di BUMN itu rentan pengaruh politis.
Bisa
saja, salah satu petinggi di Jiwasraya itu main mata dengan pihak
Bakrie sebagai balas jasa. Maka, penempatan modal 3 Triliun Ruipiah ini
bisa dilakukan dengan mudah, tanpa analisa yang benar sesuai SOP.
Dan
saat saham-saham tidak ditebus kembali oleh grup Bakrie, dan akhirnya
merugikan Jiwasraya, petinggi Jiwasraya lantas memerintahkan untuk
menutupi soal ini.
Demi melindungi pihak Bakrie.
Saya
curiga soal ini, karena mustahil rasanya kalau kerugian sampai 2
Triliun Rupiah tersebut lolos begitu saja dari perhatian petinggi
Jiwasraya.
Maka,
penyelidikan BPK dan Kejaksaan harus diteruskan, menyelidiki
siapa-siapa saja petinggi Jiwasraya yang terlibat main mata dengan grup
Bakrie ini.
BPK harus teliti mengusut kasus ini. Selidiki sepenuhnya.
Audit
Jiwasraya secara tuntas agar hasilnya bisa digunakan Kejaksaan Agung
untuk mengungkap semua pelaku yang terlibat, dan bisa digunakan
pemerintah dalam proses penyelamatan Jiwasraya.
Dan jangan berhenti di grup Bakrie saja.
Saya
yakin masih ada grup-grup konglomerat lain yang terafiliasi dengan
penggede-penggede elit politik yang ikut menggarong Jiwasraya.
Maka,
siapapun yang terindikasi terlibat, terang-terangan atau
sembunyi-sembunyi, orang biasa maupun elit politik, harus diusut
setuntas-tuntasnya.
Tak
peduli siapapun, apapun jabatannya, apapun jasa politiknya, kalau
terlibat dalam penggarongan Jiwasraya, ya tetap harus diproses secara
hukum.
Tanpa
itu, akan ada lagi penggarong yang lolos.
Lantas kerugian negara tak
kembali, dan akhirnya pemerintah terpaksa melakukan penyelamatan.
Lagi-lagi menggunakan uang negara.
Kalau sudah begini, ujung-ujungnya, uang pajak rakyat lagi yang digunakan untuk menyelamatkan BUMN yang bermasalah.
BUMN yang seharusnya ada untuk mensejahterakan rakyat, jadinya malah membebani rakyat.
Rujukan Berita
Ada Saham Grup Bakrie di Kasus Jiwasraya, Ini Rinciannya
Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) resmi merilis perhitungan kerugian negara (PKN) dari kasus dugaan
korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang mencapai Rp 16,81 triliun.
Lebih dari seperempatnya atau Rp 4,65 triliun disebabkan oleh instrumen
saham.
Nah, dari dokumen yang diterima CNBC Indonesia, ada 97 saham yang dimiliki Jiwasraya. Banyak diantaranya yang terafiliasi dengan perusahaan milik tersangka yakni Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) Heru Hidayat dengan 7 emiten saham serta Direktur Utama PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro dengan 4 saham.
Ketika dikonfirmasi ke Anggota BPK Achsanul Qosasi, ia tidak menampik bahwa dokumen tersebut memang merupakan data kepemilikan saham Jiwasraya.
Meski
juga tidak mengiyakan. Namun, bos Madura United itu mengindikasikan iya
dengan tertawa singkat. "Hehehehe," katanya kepada CNBC Indonesia,
Jumat (3/11).Nah, dari dokumen yang diterima CNBC Indonesia, ada 97 saham yang dimiliki Jiwasraya. Banyak diantaranya yang terafiliasi dengan perusahaan milik tersangka yakni Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) Heru Hidayat dengan 7 emiten saham serta Direktur Utama PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro dengan 4 saham.
Ketika dikonfirmasi ke Anggota BPK Achsanul Qosasi, ia tidak menampik bahwa dokumen tersebut memang merupakan data kepemilikan saham Jiwasraya.
Dalam dokumen tersebut, empat saham yang terafiliasi dengan perusahaan milik Bentjok ialah MYRX, BTEK, ARMY dan RIMO. Semuanya kini merupakan saham gocapan.
Pun dengan perusahaan yang terafiliasi Heru Hidayat, ada 7 perusahaan. Yakni TRAM, SMRU, PCAR, POOL, IIKP, FIRE dan POLA. Bernasib sama, semua saham tersebut sudah berharga gocapan.
Namun, yang mengejutkan adalah munculnya sejumlah saham yang terafiliasi dengan grup Bakrie, jumlahnya bahkan lebih banyak dari dua tersangka yang sebelumnya sudah ditetapkan.Jika Bentjok ada 4 saham, dan Heru ada 7 maka grup Bakrie ada 9 saham. Dengan rincian ELTY, JGLE, BUMI, MTFN, BNBR, BTEL, BRMS, VIVA dan UNSP. Lagi-lagi, semua saham itu berharga Rp 50/unit alias saham gocapan.
Adapun rincian saham Jiwasraya di grup Bakrie adalah sebagai berikut:
1. ELTY
Jumlah lembar : 6.024.320.900
Terhadap saham beredar : 13,84%
Nilai saham : Rp. 301.216.045.000
2. JGLE
Jumlah lembar : 3.339.246.000
Terhadap saham beredar : 14,79%
Nilai saham : Rp 166.962.300.000
3. BUMI
Jumlah lembar : 3.350.000
Terhadap saham beredar : 0,01%
Nilai saham : Rp 167.500.000
4. MTFN
Jumlah lembar : 5.864.991.800
Terhadap saham beredar : 18,42%
Nilai saham : Rp 293.249.590.000
5. BNBR
Jumlah lembar : 541.993.370
Terhadap saham beredar : 4,47%
Nilai saham : 27.099.685.000
6. BTEL
Jumlah lembar : 1.718.280.000
Terhadap saham beredar : 4,67%
Nilai saham : Rp. 85.914.000
7. BRSM
Jumlah lembar : 1.112.658.000
Terhadap saham beredar : 1,79%
Nilai saham : Rp. 55.632.900.000
8. VIVA
Jumlah lembar : 22.950.000
Terhadap saham beredar : 0,14%
Nilai saham : Rp. 1.147.500.000
9. UNSP
Jumlah lembar : 6.840.650
Terhadap saham beredar : 0,50%
Nilai saham : Rp. 636.180.450
Besarnya aset saham Jiwasraya di perusahaan grup Bakrie patut untuk dicermati. Bukan tidak mungkin, ada keterlibatan yang layak untuk dicari tau penyebabnya.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampdisus Kejagung) Febrie Adriansyah menyebut bakal memanggil semua pihak yang dinilai terindikasi terlibat dalam kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Termasuk Grup Bakrie yang disebut-sebut memiliki keterkaitan dengan Jiwasraya dalam bentuk saham. "Mereka belum dipanggil. Kalau terima pasti kita periksa. Berkasnya belum ada," sebut Febrie di Gedung Bundar Kejagung, beberapa waktu lalu.
(hps)
Sumber Utama : https://www.cnbcindonesia.com/market/20200313172603-17-144781/ada-saham-grup-bakrie-di-kasus-jiwasraya-ini-rinciannya
Salut! Sinarmas Kembalikan 74 M Dana Jiwasraya Ke Negara, Kapan Mertu Nia Nyusul?
Sudah
sekitar 9 bulan sejak kasus Jiwasraya dilaporkan, kejaksaan masih belum
mampu mengusut para pelaku hingga ke akar. Adanya indikasi ikut campur
BPK menutupi kasus terdahulu membuat kasus ini selamanya menjadi samar.
Padahal ada nama mertua artis yang juga sempat menjadi orang terkaya ke 6
RI. Apakah tidak malu dengan Sinarmas yang diwakili Hotman Paris yang
kini mengembalikan semua kerugian ke kas negara?
Sinarmas
yang hanya menarik dana 100 Milyar dari Jiwasraya rupanya lebih
memiliki itikad baik. Berbeda jauh dari pemilik TV One yang disebut
menarik 4 triliun, tapi hingga kini pura-pura amnesia. Jangankan
mengembalikan semua kerugian, pada kasus terdahulu seperti Lapindo malah
uang negara yang dikorbankan untuk menutupi utangnya.
Mengenai
Sinarmas, sebelumnya diberitakan kalau Hotman Paris selaku Kuasa hukum
menyatakan ada inisiatif pengembalian dana Jiwasraya. Dia menyebutkan
anak usaha Grup Sinarmas ini juga berkomitmen mengembalikan dana
kelolaan sebesar Rp 74 miliar kepada negara guna membantu mengurangi
kerugian Jiwasraya. Inisiatif itu telah dilakukan pada 9 Maret 2020 yang
lalu.
"Sinar
Mas Asset Management selalu mengedepankan regulasi dan mengikuti
ketentuan hukum dengan mengambil inisiatif secara sukarela mengembalikan
dana management fee yang telah diterima oleh SAM selaku MI dari
Jiwasraya sejumlah Rp 3 miliar, dan dengan menggunakan dana korporasi
sendiri, SAM juga berkomitmen mengembalikan dana kelolaan sebesar Rp 74
miliar kepada negara," ujarnya, dalam keterangan resmi, Selasa
(7/7/2020).
Dia
mengatakan, pada awalnya dana kelolaan, Asuransi Jiwasraya adalah Rp100
miliar, yang kemudian telah ditarik oleh Jiwasraya sebesar Rp 23
Miliar.
Selanjutnya
sisa Rp 77 miliar telah dikenakan pemblokiran dan sita oleh pihak
Kejaksaan Agung, sehingga sampai saat ini SAM tidak menyimpan atau
menguasai lagi dana kelolaan saham yang dibeli Jiwasraya.
Hotman
Paris menyampaikan bahwa sejak awal manajemen SAM selalu berusaha
berkomunikasi dengan manajemen Jiwasraya untuk segera menarik kembali
sisa dana kelolaan yang ada di SAM, namun tidak mendapatkan respon
memadai, hingga akhirnya sisa dana kelolaan tersebut di blokir oleh
pihak Kejaksaan Agung.
Respon positif dan kooperatif SAM dalam penyelidikan, mendapatkan apresiasi dari pihak Kejaksaan Agung.
Sebagai
masyarakat yang senantiasa mengikuti perkembangan kasus Jiwasraya,
tentu itikad baik Sinarmas patut diacungi jempol. Meski nominal
pengembalian tak seberapa dibanding kerugian total Jiwasraya yang
mencapai 16,8 T, tapi ini lebih baik ketimbang tak ada pengembalian.
Diharapkan dana 100 M ini bisa digunakan untuk membayar terlebih dahulu
para nasabah yang hendak menarik dananya.
Saat
ini memang dibutuhkan dana yang sifatnya liquid atau cair agar keuangan
Jiwasraya kembali pulih. Beberapa aset terdakwa bisa dikatakan nilainya
lebih ketimbang kerugian itu sendiri, tapi kalau tidak bisa dicairkan
apalagi statusnya digadaikan bagaimana bisa dipakai.
Harusnya
semua perusahaan yang tersangkut masalah Jiwasraya diminta pengembalian
dalam bentuk cash. Terutama bagi perusahaan-perusahaan di luar 6
terdakwa yang kini telah disita semua asetnya.
Masih
ada Bakrie Brothers yang 10 perusahaannya disebut nyangkut di
Jiwasraya. Dengan nilai 4 triliunan di era 2004-2006, mestinya kalau
bisa dikembalikan dalam bentuk cash akan berhasil membalikkan keuangan
Jiwasraya. Tapi sepertinya ini hanya mimpi saja.
Mertu
Nia tak mungkin berani mengambil inisiatif layaknya Sinarmas. Bukan
karena tak memiliki uang, tapi karena kikirnya minta ampun. Makanya dulu
dia bersengketa dengan Sri Mulyani. Orang ini liciknya minta ampun
hingga segala masalah keuangan yang ia lakukan selalu meminta kas negara
untuk menutupi. Sayangnya SBY sebagai presiden waktu itu lebih memilih
Bakrie ketimbang Sri Mulyani.
Kini
saatnya era Jokowi bersih-bersih orang seperti ini, kalau tidak kapan
lagi? Sudah cukup uang negara bocor 7 triliunan untuk menutupi ulah
Bakrie dalam kasus Lapindo, jangan ada lagi tipu-tipu dari perusahaan
Bakrie.
Akhirnya
kasus yang memang dibuat untuk membidik Jokowi akan kembali menimpa
pelakunya. Jiwasraya dilaporkan bermasalah selang 3 hari sebelum
pelantikan Jokowi oleh eks Menteri. Setelah itu dibuat heboh seolah-olah
bocor untuk dana kampanye.
Ternyata
penyebab kebocoran disebabkan oleh pemilik acara ILC. Makanya jangan
harap ada kasus Lapindo diangkat Karni Ilyas. Apalagi kasus Jiwasraya
yang dimakan grup Bakrie. Bisa-bisa hilang namanya Karni Ilyas dari
peradaran.
Begitulah kura-kura.
Referensi:
Lucunya Pandemi Corona, Ludruk Saja Kalah Kocak
Sehari
menjelang tengat waktu yang ditoleransi oleh Presiden, Jawa Timur masih
mengalami kasus Covid 19 yang sangat tinggi. Keterangan Wagub Jatim,
Emil Dardak cukup jelas, tingginya kasus ini disebabkan Gugus Tugas
Daerah melakukan pengetesan secara massif menyusul ditambahnya fasilitas
mobile dari Gugas Nasional.
Dari
paparan Wagub tadi mudah saja kita menarik kesimpulan, sangat mungkin
bukan hanya Jawa Timur saja yang masih tinggi penularannya. Daerah lain
semisal DKI, Jawa Barat dan Jawa Tengah, bahkan daerah yang dilaporkan
nihil pun, jika mengambil langkah yang sama dengan Jawa Timur, bisa
diketahui seluas apa paparannya.
Daerah
lain sebaiknya tidak buru-buru lega hanya karena minimnya laporan
penderita, dan alih-alih meningkatkan kewaspadaan ketika kasus di satu
daerah sangat tinggi, mereka justru melonggarkan PSBB demi berputarnya
roda perekonomian.
Hanya
sehari setelah dibukanya Adaptasi Kebiasaan Baru di Jawa Barat, yang
menandai berakhirnya WFH bagi karyawan berkantor di DKI Jakarta, stasiun
KRL pun dipadati calon penumpang. Bantuan bus Trans Jakarta tak lagi
mampu menampung limpahan penumpang, padahal Pemprov Jakarta sudah
menerapkan pola shifting jam kerja. Pengalaman ini memberi gambaran
bahwa penambahan jadwal masuk kerja bukan solusi terbaik.
Para
karyawan yang berdomisili di Botabek, dalam kondisi sebelum pandemi pun
berangkat dari rumah masing-masing sangat awal, bahkan sebelum subuh
sudah antri di stasiun. Perubahan jadwal kerja yang berjarak dua jam,
bagi mereka tak banyak artinya, karena perjalanan menuju lokasi kerja
pun bisa lebih dari itu. Penjadwalan berjarak satu hari mungkin lebih
efektif, artinya setiap karyawan bisa selang-seling, sehari hadir di
kantor dan hari berikutnya work from home.
Teknologi
informasi dan komunikasi yang sudah sangat mendukung dalam mekanisme
jam kerja baru, bisa saja dimanfaatkan secara maksimal. Ketimbang harus
mengambil resiko peningkatan kasus Covid 19, modifikasi jam kerja pun
perlu dilakukan lebih ekstrim.
Beranikah
Gugus Tugas di daerah lain melakukan pengetesan proaktif, sebagaimana
dilakukan di Jawa Timur? Hampir bisa dipastikan bahwa tingkat penularan
tak bakalan timpang seperti diketahui belakangan ini. Sejatinya,
keyakinan Wagub Jatim yang menyebut kasus di wilayahnya hanya
terkonsentrasi di Surabaya Raya, juga tidak sepenuhnya sesuai fakta.
Hanya karena pengetesan yang terkonsentrasi di satu wilayah, lalu
disimpulkan sebagai penularan hanya terjadi di sana, merupakan
kesimpulan prematur.
Jika
seluruh Indonesia sudah menerapkan pola pengetesan yang sama, dan
secara statistik memang terjadi disparitas, boleh lah kita meyakini di
satu wilayah memang penularannya sangat tinggi, dan di wilayah lain
lebih rendah atau sama sekali nihil.
Ironi
ketimpangan ini semakin menyesakkan jika kita melihat fakta, ada
komersialisasi dalam pengetesan Covid. Ditengarai setiap rumah sakit
memperlakukan pemdaftar rapid test, tak lebih sebagai ajang bisnis. Di
beberapa rumah sakit bahkan tarifnya melebihi harga tiket pesawat,
bukankah fakta ini membuat sebagian kita terpingkal merasa geli?
Cermati
saja, ketika masa prihatin kita belum lagi sirna, banyak oknum yang
tega mengais keuntungan dari situasi tak menguntungkan. Celakanya,
pembuat kebijakan di tingkat atas pun seperti lepas tanggung jawab.
Buktinya, Presiden lebih sebulan lalu menginstruksikan penyeragaman
tarif rapid test, namun hingga detik ini belum ada rujukan yang bisa
dipakai bahwa tarifnya terstandarisasi.
Disparitas
perlakuan pun terjadi bagi para calon pemakai jasa angkutan publik.
Calon penumpang pesawat diwajibkan memperoleh keterangan bebas Covid,
sementara untuk jenis angkutan lain tak ada kewajiban seperti itu.
Pengamat transportasi, Alvin Lie mengendus adanya ketidakberesan dari
sisi pengambil kebijakan. Menurut Alvin, pengujian Covid ini sejatinya
hanya keusilan tak berguna, karena bagaimana mungkin penumpang pesawat
dijadikan ajang bisnis rapid test, sementara penumpang angkutan lain
bebas-bebas saja.
Kemenkes
dan Kemenhub, Gugus Tugas dan banyak pemegang otoritas kebijakan, harus
lebih intens memelototi kalimat demi kalimat, jika mereka benar-benar
ingin membuat aturan bersama. Mengingat virus ini tak membedakan siapa
yang potensial sebagai korbannya, maka perlakuan kepada peminat rapid
test juga harus mengacu kepada satu acuan. Sebagaimana sudah dilakukan
ketika penerapan satu harga BBM di seluruh Indonesia, maka tarif rapid
test seharusnya mendapat pendekatan yang sama, bahkan kalau
memungkinkan, bebaskan saja pengujian itu, ketimbang dananya dikorupsi
oleh oknum tertentu. Bukankah anggaran untuk penanganan Covid ini baru
terpakai kurang dari dua persen?
4 Pester Yang Sebar Hoaks Soal Korona, Memalukan!
Di
sebagian kalangan Kristen ada fenomena pendeta atau ‘pester’ (sebutan
sindiran untuk ‘pastor’ seleb) yang makin viral bukan karena benar.
Mirisnya, justru karena asal ngecap tanpa berdasarkan kebenaran Kitab
Suci.
Sebagai
catatan, sebutan ‘pastor’ atau ‘pester’ makin luas dipakai di media,
karena di satu sisi pendeta Kristen Indonesia saat ini merasa lebih
keren dengan sebutan ‘pastor’ karena ini mengimpor sebutan ala Barat
aka Amerika.
Di Amerika (USA) , ‘pastor’ itu lazim dipakai untuk
menyebut pendeta Kristen.
Tak salah juga karena ‘pastor’ itu artinya
sebenarnya ‘gembala’.
Tapi sayangnya sebutan keren tapi kontennya receh
amat.
Penyebabnya
adalah malas untuk melakukan penyelidikan secara ‘deep’ atau mendalam
dengan ilmu tafsir yang tepat. Jadi, ada pendeta atau rohaniwan Kristen
merasa tak perlu melakukan tafsir secara mendalam tapi dia justru
menafsir seenak jidat dan seenak udel.
Hasilnya?
Saya ikut malu sebagai seorang Kristen, melihat videonya yang tersebar luas dan terus diamini pendukungnya.
Pertama,
si Gilbert Lumoindong.
Pester eh pastor satu ini punya tagar dahsyat,
kini malah berubah jadi motivator dan bukan pendeta lagi. Mau bukti?
Semua tokoh yang diwawancarainya termasuk John Kei dan Pak Anies
Baswedan diberi tagar #KAMUHEBAT! Bagi pengikut GL alias Gilbert akan
mengatakan bahwa John Kei dan Anies itu memang hebat, Amin! (Itu klaim
pengikut GL).
Ciloko,
ini namanya ajaran yang mengagungkan manusia.
Yang hebat itu TUHAN,
Gilbert!
Dan di satu sisi natur manusia berdosa tak pernah disorot
Gilbert.
Dalam keberdosaan itulah maka dengan kelicikannya manusia itu
bisa menampilkan pencitraan palsu alias kemunafikan.
Di
depan Gilbert dan videonya, orang itu makin dipoles oleh Gilbert bahwa
orang itu hebat.
Lihat saja bagaimana pendukung Anies kini meradang
hebat gegara dia membohongi dengan masif soal reklamasi. Tapi bagi
Gilbert, Anies tetap hebat!
Kamu hebat, Anies! Hebat menipu dan Gilbert
mendukung hal ini!
Belum
lagi Gilbert sebar hoaks soal teori konspirasi WHO dan sebagainya
terkait Korona saat ini. Memalukan. Videonya sampai hilang dari chanel
Youtubenya.
Youtube punya kebijakan keras soal teori konspirasi Korona
yang pada adasarnya hoaks!
Makanya langsung disikat sama Youtube!
Memalukan!
Memang
sudah kehabisan bahan penggalian Alkitab?
Kocak memang, model konten
konspirasi Korona itu justru jadi bahan khotbah lalu mengaitkan dengan
akhir zaman. Kiamat sudah dekat justru karena ajarannya Gilbert ini yang
sangat cetek!
Kedua,
Niko Nyotorahardjo.
Pastor kawakan dari gereja GBI. Hm, sayangnya si
Pak Niko, begitu panggilan topnya, masih percaya bisikan Tante dari
Mamarika yaitu Pester Cindy Jacobs, bukan lagi Alkitab!
Kenapa demikian?
Lihat saja, Pak Niko terus mengulang lagu lama bahwa ada Pentakosta
ke-3 setelah wabah Korona di Indonesia selesai!
Padahal
itu lagu lamanya Cindy beberapa tahun lalu.
Eh bulan lalu si Pak Niko
kembali mengulang pernyataan itu bahwa katanya, Cindy Jacobs menubuatkan
atau memprediksikan soal Pentakosta ke-3 tak lama lagi terjadi di
Indonesia! Menyedihkan, Pendeta Senior yang tersandera bisikan Tante
dari Amerika. Duh!
Belum
lagi khotbah Pak Niko bahwa berbahasa Roh akan meningkatkan imunitas
dan bisa melawan Korona. Terbukti klaim tulisan illmiah yang dipakai
sebagai rujukan itu bukan tulisan ilmiah. Justru ditulis oleh seseorang
yang pernah bermasalah hukum.
Ketiga,
Pester wanita bernama Iin Tjipto.
Kocaknya dia lebih dahsyat dari Pak
Gilbert dan Pak Niko. Kenapa?
Karena ngibulnya itu tanpa batas. Dalam
sebuah video khotbah dia mengkalaim demikian” Saya sudah perangi virus
corona sejak Februari tahun 2019 DAN markasnya ada di bawah tanah di
Kutub Utara!”.
Iin
Tjipto juga pernah mengatakan bahwa ada yang namanya ROH virus Korona.
Dia lagi-lagi mengutip pastor dari Amerika untuk membenarkan
pernyataannya itu. Polanya sama dengan Pak Niko, bukan?
Keempat,
pester eh pastor muda dari Gereja Tiberias, Kelapa Gading, Jakarta
mengklaim bahwa sudah ada vaksin untuk melawan Korona. Apa itu? Minyak
urapan dan serta anggur Perjamuan Kudus!
Di
Australia, kalau berbohong seperti ini langsung Pemerintah turun
tangan! Sebuah gereja di Australia didenda AUS$ 151.200 (Rp 1,4 miliar)
karena menjual produk yang diklaim obat 'ajaib' untuk Corona.
Nah,
tak jauh beda dengan klaim dari pester itu kendati tak menjual dengan
uang tapi menjual alias mengobral khotbah aka ajaran yang ngawur. Jadi
prinsipnya sama saja.
Ini baru empat, kalau diteruskan, nanti kepanjangan. Masih banyak stoknya kalau mau dibongkar!
Entar
para jemaat Kristen pendukung keempat peseter di atas, PLIS jangan
marah ke Mas Alif. Langsung saja protes dengan tulisan dibarengi fakta.
Kalau nggak bisa menyajikan fakta maka itu sama saja bohong! Berani
wahai pendukung GL, Niko, IC dan pester Tiberias yang ngawur?
Begitulah kura-kura Ronin Seword!
Sumber Utama : https://seword.com/spiritual/4-pester-yang-sebar-hoaks-soal-korona-memalukan-Rxe7TzoFRP
Kenapa Telkomsel Melindungi Staf Penyebar Data Denny Siregar?
Seperti
yang kita tahu, data hape Denny Siregar dibocorkan ke publik. Lengkap
dengan tangkapan layar console hitam. Denny kemudian menuduh Telkomsel
lah yang menyebarkan data pribadi dirinya. Sehingga sekarang semua orang
tahu di mana Denny tinggal, nomer KTP, jenis hape OPPO.
Gambar
tersebut disebarkan oleh akun Opposite6890. Dengan bangganya Opposite
menyebarkan gambar tersebut setelah memblur sebagian tulisan di atas.
jadi hanya fokus pada identitas Denny Siregar.
Apa
yang dialami Denny hari ini mungkin kurang lebih sama seperti yang saya
alami saat masa kampanye dulu. 3 hari hape tidak bisa digunakan, karena
terus-terusan ditelpon. Bahkan ada yang menggunakan nomer saya untuk
penipuan. Tapi bedanya, Opposite6890 hanya menyebarkan nomer saya. Tidak
sampai menyebarkan alamat atau nomer KTP dan jenis hape.
Dari
dua pengalaman ini, semula saya menduga bahwa karena hape saya iphone.
Jadi lebih aman dari peretasan. Sorry ya Mas Denny, aku ga ngejek lho
iki. Hahaha
Tapi
kemudian saya jadi ingat cerita internal Seword dengan Telkomsel. Pada
tanggal 29 Agustus 2019 lalu, tiba-tiba Seword tidak bisa diakses dari
jaringan Telkomsel. Sampai kami harus ganti DNS, ganti IP dan force
update. Perlu waktu sekitar satu jam agar Seword bisa kembali diakses
melalui jaringan Telkomsel.
Cerita
ini memang tak pernah saya buka sebelumnya. Karena sudah jadi bagian
dari perjuangan. Kalau dikit-dikit ngeluh, bisa mirip SBY. Eh….
Dari
sini saya kembali melihat gambar yang disebarkan oleh Opposite6890.
Secara detail di setiap sudutnya. Memperhatikan semua tulisan yang ada
di sana. Dan akhirnya saya menyimpulkan kalau gambar tersebut adalah
konsol internal Telkomsel. Dan yang bisa mengakses konsol tersebut hanya
orang Telkomsel, minimal level admin. Kalau cuma customer service tak
akan mampu mengakses data ini.
Begini
saya jelaskan. Konsol internal Telkomsel ini hanya bisa diakses dari
kantor Telkomsel. Tidak menggunakan jaringan internet, tapi murni jalur
kabel antar komputer.
Dan
untuk mengakses konsol tersebut tidak bisa nyelonong masuk kantor dan
buka komputer admin. Karena untuk mengakses konsol data konsumen harus
menggunakan kunci fisik atau biasa disebut RSA SecureID. bentuknya mirip
kunci mobil. Fungsi dari RSA SecureID ini adalah untuk menghasilkan
nomer secara random setiap 5 menit.
Gampangnya,
jika kalian familiar melakukan transaksi internet banking menggunakan
token, kira-kira sistem kerjanya seperti itu. Jadi sebelum transaksi
disetujui, kita harus memasukkan nomer yang muncul di token.
Jadi
misalpun ada orang luar berhasil menyelinap masuk gedung Telkomsel, tau
password dan username log salah satu karyawannya, itu saja tidak cukup.
Karena tanpa RSA SecureID itu, akses ke konsol tidak bisa dilakukan.
Yang artinya, data Denny Siregar tidak akan pernah bisa didapatkan.
Artinya,
untuk bisa mengakses data Denny Siregar, seperti gambar yang disebarkan
Opposite6890 itu, seseorang membutuhkan 3 komponen. User name dan
password staf admin Telkomsel, serta RSA SecureID.
Pertanyaannya, mungkinkah kita bisa menyelinap masuk ke gedung Telkomsel dan mengakses konsol internal mereka? tidak bisa.
Bisakah RSA SecureID diretas? Tidak bisa.
Maka
dengan begini, hampir bisa dipastikan bahwa data Denny Siregar memang
disebar oleh staf Telkomsel, minimal level admin. Jadi kalau
Oppposite6890 mencitrakan dirinya sebagai hacker, itu hanya omong
kosong. Dia mendapat data dari orang dalam.
Maka
ketika Vice Presiden Corporate, Denny Abidin membuat pernyataan bahwa
pihaknya memastikan keamanan data, lalu siap bekerjasama dan koordinasi
dengan pihak berwajib terkait dugaan peretasan ini, saya hanya bisa
geleng-geleng kepala.
Karena
ga perlu polisi. Akses log setiap staff itu terdata lengkap. Ada hari,
jam dan dan bahkan detiknya. User name setiap staff juga berbeda-beda,
jika catatan tersebut dibuka, sudah pasti langsung ketahuan siapa yang
mengakses data Denny Siregar lalu membocorkannya ke Opposite6890. PASTI.
Jadi
kalau pihak Telkomsel bilang siap koordinasi, ya itu cuma omong kosong
saja lah. Mungkin untuk menjaga kepercayaan konsumen, bisa juga untuk
melindungi staff Telkomsel yang pro dengan tindakan teror.
Dalam dunia IT, tidak ada keraguan atau kemungkinan. Karena semua catatan adalah catatan PASTI.
Maka
kalau Denny mau menuntut Telkomsel, saya sarankan jangan pernah mundur.
Tuntut sebanyak-banyaknya. Karena nampaknya, bahkan malaikatpun tak
akan mampu selamatkan Telkomsel dari tuntutan.
Terakhir,
saya tahu. Mungkin beberapa pembaca akan bertanya-tanya, apa iya? Dari
mana saya tahu? Hehe gini-gini saya pimpinan Seword. IT Company. Tak ada
yang bisa menyangkal itu. Begitulah kura-kura.
Denny Siregar Bukan Kaleng-Kaleng
Denny
Siregar memang bukan kader partai. Bukan juga pengusaha besar atau
seorang konglomerat. Dia hanya rakyat biasa yang memiliki kemampuan
menulis yang baik, serta kritis dalam melihat fenomena yang terjadi di
Indonesia. Dia cukup cerdas saat mengaitkan potongan-potongan beberapa
kejadian, lalu membuat satu kesimpulan yang cukup mengagetkan.
Sebagai
rakyat biasa, memiliki banyak follower adalah prestasi tersendiri. Dia
terbukti bisa membuat orang tertarik mengikuti tulisan-tulisannya. Sudah
menjadi hukum alam bahwa di setiap 1000 orang yang menyukainya, pasti
juga ada 1000 orang yang membencinya. Pujian dan apresiasi positif sudah
dia terima. Pun begitu dengan cacian, makian, bullyan, hingga ancaman.
Meskipun
hanya rakyat biasa, namun ternyata Denny Siregar mampu memberikan
pengaruh yang cukup besar untuk dunia maya di Indonesia.
Tulisan-tulisannya cukup berpengaruh membentuk opini publik, terutama
saat perhelatan Pilpres 2019 setahun silam. Dia mulai sering mendapat
sorotan hingga pernah diundang oleh TV One untuk tampil di acara ILC.
Dia juga sering diundang off air untuk acara diskusi seputar politik.
Saya
pernah berjumpa dengan Denny Siregar. Sempat ngobrol-ngobrol dan
berfoto bersama. Orangnya sangat cool dan berwibawa. Satu hal yang
membuat saya kagum, dia adalah seorang pemeluk agama yang baik dan taat
beribadah. Namun yang perlu diketahui, dia tetap hanya rakyat biasa. Dia
tidak punya beking yang kuat. Dia hanya rakyat biasa yang pandai
menulis dan kritis.
Jujur
ketika Denny Siregar dilaporkan oleh pimpinan pesantren di Tasikmalaya,
saya cukup khawatir. Cacian, kecaman, dan ancaman mengintai akun media
sosialnya. Ketika ada akun bernama Opposite6890 menyebarkan nomor hp
lengkap alamat rumahnya yang diambil dari provider Telkomsel, saya pikir
dia sudah mati kutu. Saya kira dia sudah benar-benar ketakutan, lalu
meminta maaf secara terbuka ke publik.
Ternyata
dugaan saya keliru. Meskipun awalnya dia mengindikasikan bahwa dirinya
sedang panik ketika menghapus tulisan berjudul adik-adik teroris yang
abang sayang, namun kemudian dia maju lagi dan pantang menyerah. Awalnya
dia coba menenangkan diri ketika pura-pura tidak mengakui nomor hp
berserta alamat rumah yang disebar oleh Opposite6890. Namun belakangan
dia punya kartus As untuk melakukan serangan balik. Hal ini juga tidak
terlepas dari bantuan sahabatnya, Muannas Al Aidid.
Denny
Siregar melihat celah untuk memenangkan pertarungan ini. Tidak
tanggung-tanggung, nama besar Telkomsel dipertaruhkan dalam polemik ini.
Ancaman rugi finansilal terpampang di depan mata.
Tersebarnya
data pribadi Denny Siregar dari nomor hp Telkomsel menunjukkan
Telkomsel bukan provider yang baik. Telkomsel tidak bisa melindungi data
konsumen dengan baik. Soal kebocoran data Denny Siregar, asumsi paling
logis karena disebar oleh orang-orang di Telkomsel. Hal ini menunjukkan
Telkomsel memperkerjakan orang-orang bermasalah yang dengan seenaknya
menyebarkan data konsumen.
Telkomsel
bisa digugat perdata dan bisa pula pidana. Sebab ada indikasi Telkomsel
melakukan perbuatan melawan hukum. Telkomsel bisa dilaporkan dengan
pasal 79 ayat 3 dan pasal 86 ayat (1a) UU 24/2013 tentang tentang
Administrasi Kependudukan (Adminduk).
Selain
itu, Telkomsel juga bisa dilaporkan dengan dengan pasal 30 dan pasal 32
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Bahkan
Telkomsel bisa dituntut ganti rugi dengan menggunakan pasal 26 ayat 1
dan 2 UU ITE. Menurut Muannas Al Aidid, ini adalah kejahatan serius.
Saat
ini Denny Siregar berada pada posisi yang strategis untuk memenangkan
pertarungan. Dia bahkan berpeluang mendapat ganti rugi yang cukup besar
dari Telkomsel. Saat ini Terkomsel yang sedang berada pada posisi
terdesak. Jika Telkomsel membiarkan kasus bocornya data Denny Siregar,
kepercayaan masyarakat akan menurun drastis. Mungkin nantinya masyarakat
akan beralih ke provider lain yang bisa melindungi data pribadi
konsumen.
Langkah
yang harus ditempuh Telkomsel jika tidak ingin rugi besar adalah dengan
meminta maaf secara terbuka kepada Denny Siregar. Selain itu, harus
juga menjelaskan secara jujur kenapa data Denny Siregar bisa bocor. Jika
itu memang ulah pegawainya, saya kira Telkomsel perlu memecatnya untuk
membersihkan nama baiknya. Jangan lupa juga untuk mengganti rugi kepada
Denny Siregar. Saya kira ini langkah yang tepat agar Telkomsel tidak
rugi besar. Hidup matinya perusahaan terletak pada kepercayaan
masyarakat. Jika masyarakat sudah tidak percaya, perusahaan sulit untuk
hidup.
Dari
sini, saya berkesimpulan bahwa Denny Siregar bukan penggiat medsos
kaleng-kaleng. Meskipun rakyat biasa, dia tak takut diancam dan
ditakut-takuti. Nyalinya cukup besar ketika memutuskan untuk menggugat
perusahaan sebesar Telkomsel.
Nama Besar Telkomsel “Dipertaruhkan” Dalam Kasus Bocornya Data Denny Siregar Ke Publik
Karena
ini ada kaitannya dengan Telkomsel, penulis sekalian ingin memberikan
informasi jika ada pembaca yang selama ini komplain tidak bisa melihat
foto-foto yang penulis tampilkan dalam tulisan Seword sebelumnya, itu
bukan karena aksesnya lelet tetapi memang situs online gratisan tempat
penulis menyimpan foto “diblokir” oleh pihak Telkomsel karena “saingan”
dengan layanan berbayar mereka CloudMax.
Sampai
detik ini, penulis tidak akan pernah bisa membuka situs penyimpan foto
gratisan yang penulis pakai selama ini dengan menggunakan jaringan
Telkomsel!
Jadi,
jika ingin melihat foto-foto dalam tulisan penulis sebelumnya atau yang
akan datang, silakan menggunakan operator lain atau wifi. Jika
menggunakan operator Telkomsel, silahkan menggunaka VPN.
Sekarang, mari kita masuk ke inti tulisan…
Siapa sih yang tidak kenal dengan operator Telkomsel?
Meskipun
bukan operator GSM pertama di Indonesia, tetapi saat ini Telkomsel
merupakan operator yang memiliki jumlah pelanggan terbanyak di Indonesia
yaitu sebanyak 171,1 juta pelanggan.
Wow, jumlah yang sangat fantastis bukan?
Pertanyaannya, apakah data belasan juta pelanggan Telkomsel yang tersimpan di server mereka itu aman?
Buktinya, data personal Denny Siregar itu bisa bocor ke publik!
Apakah ini artinya jika sistem keamanan Telkomsel sangat lemah sehingga data pelanggannya bocor?
Masa sih perusahaan sebesar Telkomsel tapi sistem keamanannya lemah?
Atau
ada “orang dalam” yang membocorkan data Denny Siregar ke publik lalu
disebarkan oleh akun @opposite6891 biar kesannya dia adalah seorang
hacker gitu? Wkwkwkkw
Sebenarnya ini bukan hanya masalah Denny Siregar, tetapi ini masalah kita semua.
Apa yang terjadi pada Denny Siregar bisa juga terjadi pada diri kita sendiri…
Coba anda bayangkan seandainya anda yang datanya diumbar ke publik, apakah anda sudah siap mental untuk menerimanya?
Jadi wajar jika Denny Siregar meminta penjelasan dari Telkomsel kenapa datanya bisa bocor ke publik?
Dan tadi penulis membaca respon Telkomsel terakit bocornya data Denny Siregar ke publik.
"Bagi
Telkomsel, perlindungan data pelanggan selalu menjadi prioritas yang
paling utama, sehingga kami senantiasa memastikan keamanan data dan
kenyamanan seluruh pelanggan dalam berkomunikasi," ujar Vice President
Corporate Communications Telkomsel, Denny Abidin.
Denny
mengaku pihaknya siap bekerjasama untuk membantu, serta berkoordinasi
dengan pihak berwajib atau aparat penegak hukum. Selain itu, dia berkata
pihak siap bekerja sama dengan pihak terkait jika terjadi dugaan
peretasan data pelanggan pada sistem Telkomsel.
Terserah
deh apa kata Denny Abidin, yang jelas data Denny Siregar sudah bocor ke
publik dan harus ada pihak yang bertanggung jawab atas kasus ini.
Penulis hanya minta pihak Telkomsel jujur terakit kasus bocornya data Denny Siregar ke publik.
Jika
memang hal ini disebabkan karena ada yang melakukan hacking terhadap
sistem internal Telkomsel, berarti kita tahu ternyata perusahaan sebesar
Telkomsel tidak memiliki sistem keamanan yang bagus karena data
pelanggannya bisa dihack lalu disebarkan ke publik.
Meskipun
tidak ada sistem yang aman di dunia ini, tapi penulis merasa ragu jika
sistem keamanan perusahaan sebesar Telkomsel bisa di hack hanya untuk
mencari informasi data Denny Siregar. Mau diletakkan dimana wajah para
admin IT perusahaan sebesar Telkomsel jika ternyata perusahaan meraka
bisa di hack?
Dan
yang paling masuk akal ya ada orang dalam (oknum) Telkomsel yang
sengaja membocorkan informasi tentang Denny Siregar tersebut seperti
yang dibahas lengkap oleh pemimpin Seword dalam tulisan beliau yang bisa
dibaca di https://seword.com/umum/kenapa-telkomsel-melindungi-staf-penyebar-data-BJON5sriUX
Kalau
memang ada orang dalam (okknum) Telkomsel yang membocorkan data Denny
Siregar, maka harus diusut siapa orangnya dan apa motifnya dengan
membocorkan data pelanggan Telkomsel tersebut ke publik. Untuk
mengusutnya juga tidak susah karena setiap data log pasti tercatat di
sistem internal milik Telkomsel sendiri.
Jika
nanti ternyata benar ada orang dalam (oknum) Telkomsel yang sengaja
melakukan hal ini maka kita sebagai rakyat juga jadi waspada terhadap
mereka yang bekerja di Telkomsel khusunya yang memiliki akses ke
komputer server milik Telkomsel (admin).
Selain
mengusut siapa orang dibalik bocornya data Denny Siregar ke publik,
perlu juga diusut bagaimana data tersebut bisa sampai ke akun
@opposite6891. Yang jelas semua pihak yang terkait bocornya data Denny
Siregar ke publik ini perlu diusut tuntas.
Jadi
sebenarnya kasus bocornya data Denny Siregar ini menjadi seperti
simalakama bagi Telkomsel karena nama besar Telkomsel menjadi
taruhannya!
Kita
lihat saja perkembangan kasus ini karena sudah viral di media sosial
bahkan sudah menjadi berita di beberapa media nasional di Indonesia.
Ssssttt,
dengan diusutnya kasus ini, mereka yang sebelumnya ketawa-ketiwi karena
berhasil mendapatkan dan membocorkan data pribadi Denny Siregar ke
publik, mereka sekarang tidak bisa tidur nyenyak karena jejak mereka
pasti akan terbongkar ke publik dalam waktu dekat.
Viral! Bonus Fantastis Jurnalis Media, Untuk Tutupi Isu Reklamasi DKI?
Media
sosial digemparkan dengan sebuah kertas bertuliskan nama-nama wartawan
dari media ternama. Surat tersebut juga mencantumkan nominal uang
puluhan hingga ratusan juta untuk pesangon ke luar negeri. Pertanyaannya
apa tujuan bagi-bagi bonus dalam jumlah fantastis tersebut? Apa ini ada
kaitannya dengan isu panas yang coba ditutupi seperti reklamasi oleh
Anies?
Sebelumnya akun @mrs_digeeembok mencuitkan:
"Mungkin
ini solusi supaya ga digonggong media: AJAK WARTAWAN JALAN JALAN KE
LUAR NEGERI TRUS KASIH SANGU. 🤷🏻♀️ Mungkin loh ya."
Pertanyaannya,
isu apa yang sedang panas tapi luput dari pemberitaan media seperti
Tempo dkk? Ternyata di seberang sana ada DKI 1 yang hendak meneruskan
reklamasi. Bukannya mengkritik janji kampanye Anies, media seperti Tempo
malah menonjolkan wisata religi yang akan dibangun. Padahal museum Nabi
hanya memakan seperlima lahan reklamasi.
Akhirnya
warga DKI lagi-lagi ketipu janji manis Anies beserta buzzer medianya.
Janji tak menggusur nyatanya tetap menggusur, bahkan tanpa menyediakan
rusun sebagai ganti tempat tinggal. Janji OK OCE hanya berjalan beberapa
saat dan itupun tak ada yang namanya dimodali apalagi dicarikan
pembeli. Yang ada, Anies Sandi malah memberi bunga kredit yang lebih
mahal.
Janji
manis lainnya seperti rumah DP 0 nyatanya diperuntukkan kelas menengah
atas, bukan untuk golongan miskin seperti janji kampanyenya. Sudah rumah
DP 0 banyak yang tak terbeli, warga miskin terus-terusan menyewa atau
kontrak karena tak mampu membeli rumah janji Anies.
Janji
selanjutnya menaturalisasi sungai nyatanya malah tak mengerjakan apapun
alias dibiarkan natural. Akibatnya banjir terjadi di mana-mana karena
Anies tak mau menormalisasi sungai.
Kini
janji menolak reklamasinya pun harus diingkari juga. Tipu-tipu Anies
tak mempan sudah. Sudah banyak pemilihnya yang insaf bahkan murka.
Sebelumnya gaji tunjangan ASN DKI dipangkas sedang yang TGUPP malah
diberi bonus. ASN kadrun pendukungnya pun berang. Begitu juga dengan
sistem PPDB DKI yang menuai kecaman dari banyak orang tua siswa yang tak
lain pendukungnya dulu.
Belum
ada satupun janji yang terpenuhi, Anies malah membuat kekacauan di DKI.
Mungkin janji menolak reklamasi yang dilanggarnya adalah puncak
kebejatan Anies. Padahal banyak nelayan yang memilih dia karena dulu
sesumbar menghentikan reklamasi. Tapi kini nyatanya reklamasi Ancol
jalan terus.
Anehnya
media kritis seperti Tempo dkk malah masuk angin. Bukan menyalahkan
Anies yang tak memenuhi janji malah mengabarkan akan ada wisata religi
yang dibangun. Sudahlah jangan lagi menjual agama untuk kepentingan
kelompok. Beginilah kalau pemimpin dipilih dengan jualan ayat dan mayat.
Setelah jadipun, agama yang tetap dijual untuk menutupi bobroknya.
Bak
menjilat ludah sendiri, Anies kini mengklaim pernyataan Ahok bahwa
reklamasi dijalankan untuk mencegah banjir. Apa Anies lupa dulu begitu
getol menyerang Ahok yang katanya tak berpihak pada nelayan dan mau
menjadikan kobokan raksasa di jakarta.
Kini
janji tinggal janji, Anies akan terus menyalahi janjinya selama
menjabat jadi DKI. Sedang media-media yang dekat Balaikota tinggal
tunggu aba-aba untuk mempermanis suasana.
Kalau
dulu ada ramai berita goodbener dan gubernur rasa presiden. Saat corona
berubah jadi ramai pemberitaan Anies mengumumkan jumlah jenazah dengan
suara bergetar. Kini Tempo yang tajam mengulas soal ekspor benih
lobster, kenapa tak mampu mengulas bohir dibalik reklamasi Ancol? Malah
menurunkan berita wisata religi?
Media
yang diharapkan independen nyatanya malah jadi corong isu segolongan
elit. Saat ada isu revisi UU KPK, Tempo langsung gercep menyerang
pemerintah. Tapi saat isu bocor anggaran lem aibon di DKI, pimpinan
redaksi Tempo malah main genit dengan Ibukota.
Rasanya
isu dana dari Balaikota untuk placement media benar adanya. Termasuk
untuk membungkam agar mereka tak menggonggong dengan kebijakan negatif
di Balaikota. Belum hilang ingatan kita dewan pers yang dicorongi Tempo
ngemis insentif ke pemerintah. Nyatanya pemberitaan mereka bisa dibeli
oleh elit. Bagaimana wartawan mau kritis soal reklamasi kalau mereka
bekerja sesuai orderan? Rasanya insentif pusat tak dibutuhkan lagi
karena banyak jurnalisnya yang sudah kenyang diajak jalan-jalan.
Begitulah kura-kura.
Referensi:
Analisa Kepemimpinan Abas “Cenderung” Adu Domba, Kebetulan atau Kebenaran?
Bukan
rahasia lagi kepopuleran Gubernur DKI Anies Baswedan memang super keren
sundul langit ke tujuh! Bahkan bisik-bisik tetangga kepopuleran Anies
“mengalahkan” Jokowi, Presiden Republik Indonesia. Sehingga ada
guyonan, Anies Presiden DKI. Wkwkwk…ogah banget! Intinya, Anies
menjadi kepala daerah terpopuler di sosial media meski kategori paling
tidak disukai.
Sulit
mencari tahu apa sih prestasinya Anies. Sejauh ini sejak terpilihnya,
yang terdengar hanyalah gaduhnya saja. Berbeda dengan para pendahulunya
yang mencatat prestasi untuk kemajuan kota Jakarta.
Menurut
analisa penulis, justru inilah lihainya Anies memimpin Jakarta.
Dirinya sangat tahu dan jeli sekali mempermainkan berbagai isu sensitif
yang pada akhirnya berguna untuk “mengharumkan” namanya walaupun amis
aromanya. Mungkin tidak mengapa, yang penting masih beraroma. Wkwkwk..
Baiklah kita mulai analisa dari terpilihnya:
Pilkada DKI 2017
dengan cantik Anies bersama Sandiaga Uno terpilih akibat permainan
politik ayat dan mayat. Agama selalu menjadi isu yang sensitif di
republik ini. Konyol memang karena ada sekelompok warga Jakarta yang
berlomba-lomba memerankan “tuhan”. Padahal agama dan politik adalah dua
hal yang bertolak belakang, tidak ada urusan dan hubungannya sama
sekali! Apalagi jika “tuhan” dipolitisir sedemikian rupa hingga menjadi
penentu boleh tidak masuk surga. Wah…repot jika begini urusannya.
Disini terlihat dan terasa sekali agama menjadi dagangan politik.
Mengkotak-kotakan dan membenturkan antara Muslim dan non-Muslim.
Isu Pribumi
yang langsung cetar membahana pada pelantikan Anies dan Sandi di
Balaikota pada Senin 16 Oktober 2017. Dalam pidato selama 21 menit itu,
Anies menyinggung perjuangan kaum pribumi melawan kolonialisme, bahwa
kaum pribumi dahulu ditindas dan dikalahkan.
"Jakarta
ini adalah satu dari sedikit kota di Indonesia yang merasakan polarisme
dari dekat. Di Jakarta, bagi orang Jakarta, yang namanya kolonialisme
itu di depan mata," kata Anies.
"Kita semua (pribumi) itu ditindas, dikalahkan. Sekarang, saatnya jadi tuan rumah di negeri Indonesia," lanjutnya.
Ngeri,
dengan konsisten sang gubernur “terpilih” JKT 58 ini melemparkankan
kembali aroma pemecah belah. Menampilkan dirinya bak malaikat
penyelamat. Padahal siapa yang mau diselamatkannya, karena Indonesia
saja majemuk, apalagi Jakarta! Emosi apa yang mau dimainkannya dengan
narasi penduduk Jakarta dijajah dan ditindas? Ketebaklah, pasti tidak
jauh-jauh ingin menyentil etnis China. Kocak! Lha budaya Jakarta saja
kental dengan pengaruh Portugis dan China, karena memang mereka dulu
datang berdagang di Batavia! Artinya, perkawinan campur sudah menjadi
jamak. Jadi ngapain menyebutkan pribumi dan non-pribumi? Lebih lucunya
lagi, dirinya sendiri nggak ngaca! Faktanya, dirinya bukan berdarah
murni Indonesia, tetapi juga dari percampuran.
Isu Keberpihakan
dengan mengizinkan para pedagang kaki lima (PKL) bebas merdeka
berdagang hingga di trotoar. Sang gubernur tampaknya ingin membenturkan
warga Jakarta dari kelas ekonominya, antara mereka yang menengah ke
bawah, dibenturkan dengan menengah ke atas. Padahal isu trotoar ataupun
ketertiban di Pasar Tanah Abang sebagai contohnya, tidak ada hubungan
dengan sentimen ekonomi. Tetapi murni untuk ketertiban, dan juga
menghindari adanya pungutan liar! Lagipula sejak kapan trotoar untuk
dagang? Lalu pejalan kaki, harus jalan dimana? Tetapi, itulah topeng
ketulusan sang gubernur JKT 58 yang tahu banget mempermainkan emosi dan
tingkat pendidikan mayoritas pemilihnya yang mudah terlena dengan mimpi,
sekalipun itu melanggar hukum!
Isu Pendidikan
yang dengan sukses baru-baru ini lewat PPDB DKI 2020 ribuan anak usia
sekolah di Jakarta kehilangan kesempatan belajar akibat kebijakan sang
gubernur yang lebih melihat tuanya umur, ketimbang prestasi si anak.
Kembali, seolah memberikan keadilan, bahwa ini konon dimasudkannya
memberi kesempatan pelajar usia tua untuk menyelesaikan pendidikan.
Asumsi mereka, anak-anak ini berasal dari keluarga tidak mampu, atau
mereka ini terdampak ekonomi akibat Covid. Hahah…sejak kapan Covid
memilih korbannya dengan melihat strata sosialnya? Jelas-jelas dampak
ekonomi Covid menyeluruh, dari ekonomi atas hingga lapisan bawah.
Kembali lagi, tidak ada urusannya Covid, ekonomi dan pendidikan.
Pendidikan adalah bicara soal prestasi secara akademik, dan non
akademik, intinya prestasi! Jadi bertarunglah dengan prestasi, dan
bukan setua apa umurnya. Terlihat gelagat, warga Jakarta yang ngerinya
kali ini anak-anak “sengaja” dibenturkan dengan memberikan label kaya
dan miskin lewat sekolah swasta dan negeri. Padahal di swasta tidak
semua anak berasal dari ekonomi kuat.
Isu Reklamasi Ancol
jelas adalah ludah yang dijilat Anies sendiri karena mengingkari janji
politiknya pada Pilkada DKI 2017. Kembali dengan keji sang gubernur
membenturkan dua hal disini, yaitu wacana pembangunan museum Nabi yang
nantinya berpotensi tumbuh subur menjadi isu agama jika dilarang.
Kemudian potensi berdirinya perumahan mewah yang jelas memperbesar
jurang antara mereka berkantong tebal dan warga Jakarta yang masih ada
untuk makan sehari saja belum tentu. Mikir, dimana letak pentingnya
disini ditengah kondisi ekonomi terpuruk karena Covid. Aslinya yang
terlihat adalah kepentingan, ketimbang penting!
Menurut
penulis ini mirip bom bom car. Sengaja dibenturkan sana dan sini,
seru-seru nggak jelas. Kasarnya sih ini semacam adu domba, terserah
antara siapa, dan apa judulnya. Terbukti kebijakannya selalu saja
ngawur dan jauh dari rasa keadilan! Apalagi membawa kesejahteraan untuk
warga Jakarta. Mimpi!
Ironisnya,
warga Jakarta golongan kadrun “buta” dan justru memujanya sedemikian
rupa. Apalagi jika mendapatkan bantuan polesan dari media “mabok” yang
menutup semua keboborokan sang gubernur karena sudah “dikenyangkan”.
Langsung deh puja dan puji, hingga ludah pun sanggup dijilat mereka.
Lanjut dengan demo berjilid mengusung berbagai tema membela
junjungannya.
Simpulkan
saja sendiri perjalanan DKI Jakarta selama 3 tahun ini, apa sih yang
terjadi diantara warga Jakarta sebenarnya? Jika kebijakan atau
keputusan pemimpin hanya membuat gaduh, apakah itu wajar? Waras nggak
pemimpin sukanya bikin gaduh dan hancur? Terus, dijawab sajalah sendiri
hati pemimpin seperti apa yang senang membenturkan warganya dalam
segala hal, nggak peduli siapapun, hingga anak pun halal? Ngeri banget,
pemimpin kok sukanya membenturkan warganya.
Inilah
bukti perjalanan DKI Jakarta yang lahir dari kejahatan, dan terus
membuahkan kejahatan hingga detik ini. Jelas ini tidak berjalan dengan
sendirinya, karena seluruh kebijakan yang ada, lahir dari hati
pemimpinnya yang dipenuhi dendam, kebencian, kerakusan dan nafsu
merusak. Faktanya memang begitu kok! Ehhmmm.. kebetulan atau kebenaran
nih? Uuppss…
Tidak Tepati Janji Soal Reklamasi, Anies Bisa Bernasib Sial Seperti AA Gym
"Ini
soal keberpihakan. Negara membangun sebuah teritori baru untuk mereka
yang super kaya raya. Terus anda mau diam? Saya pilih untuk tidak
membiarkan, saya akan hadapi, saya akan cari carannya", ujar Anies kala
itu dalam sebuah video berjudul "Kenapa Anies-Sandi tegas menolak
reklamasi teluk Jakarta?" yang diunggah di akun twitternya
@aniesbaswedan
Pertanyaannya, keberpihakan kepada siapa?
Ngomongnya sih keberpihakan kepada para nelayan
"Mengapa
kami menolak reklamasi? Karena memberikan dampak buruk kepada nelayan
kita dan memberikan dampak kepada pengelolaan lingkungan," ungkap
mantan Mendikbud itu saat debat putaran kedua Pilkada DKI 2017,
(12/04/2017).
Janji mau menghentikan reklamasi itu juga mendapat dukungan dari anggota DPD-RI Dapil DKI Jakarta, Fahira Indris.
Politisasi
reklamasi itu pun sukses besar dan mendapat sambutan baik dari
masyarakat. Terutama dari kalangan nelayan yang telah dirasuki
pikirannya oleh kaum SJW. Bahwa reklamasi itu jahat dan buruk.
Hasilnya,
politisasi ayat dan mayat, janji OK Oce, rumah DP nol rupiah dan tolak
reklamasi sukses mengantarkan Anies melenggang ke panggung DKI-1. Yang
awalnya hanya sekedar menteri pecatan.
Mereka
yang menolak reklamasi pun bersorak-sorak bergembira kala itu atas
kemenangan Wan Anies. Karena yang ada dipikiran mereka, bentar lagi
pulau reklamasi yang telah dibangun itu akan dibongkar dan dikembalikan
ke kondisinya semula.
Para
nelayan juga bergembira, karena meyakini jika reklamasi tidak ada lagi
maka ikan-ikan akan melimpah. Sehingga mereka tidak perlu bekerja keras
lagi untuk mendapatkan hasil tangkapan dalam jumlah besar.
Tapi apa yang terjadi?
Ternyata hanya bacot doang.
Reklamasi tetap lanjut, tapi kontribusi 15 persen yang diperjuangkan oleh Ahok pun menghilang.
Padahal
kalau kontribusi tambahan itu berhasil didapatkan, jumlahnya sangat
besar, yakni mencapai 179 triliun rupiah. Bisa digunakan untuk
membiayai pendidikan dan kesehatan warga DKI.
Hal
pertama yang dilakukan oleh Anies melanggar janjinya tersebut adalah
dengan menandatangani lebih dari 1.000 IMB di pulau reklamasi.
Dia yang mengharamkan reklamasi, dia pula yang menerbitkan izin bangunan di atasnya. Lucu juga nih orang.
Tidak hanya itu saja, Wan Anies juga menerbitkan izin reklamasi di Ancol dan Dufan, dengan total luas mencapai 155 hektar.
Koplaknya,
dalam menerbitkan izin reklamasi itu, do’i pakai UU tebang pilih. UU
yang kira-kira akan memuluskan jalannya, dijadikan dasar, seperti UU No.
29 tahun 2007 tentang Pemprov DKI sebagai Ibukota negara, UU No. 23
tahun 2014 tentang Pemda, dan UU No. 30 tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan.
Sedangkan,
UU No. 27 tahun 2007 jo UU No. 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang juga mengatur tentang reklamasi,
diabaikannya begitu saja. Karena dianggap menghambat proses terbitnya
izin reklamasi tersebut.
Jadi, apa yang dilakukan oleh Wan Anies ini, persis seperti yang dilakukan oleh da’i kondang AA Gym 14 tahun silam.
Dia yang menganjurkan masyarakat agar tidak poligami, eh dia pula yang melakukan hal sebaliknya.
Lucunya, pembenaran AA Gym kala itu bahwa dia melakukan poligami karena keadaan darurat alias terpaksa.
Tapi,
setelah melihat istri keduanya yang cantik dan jauh lebih muda dari
dari Teh Nini (istri pertama), tidak terlihat sama sekali kalau
poligami AA Gym itu karena keadaan darurat. Yang justru terlihat adalah
karena nafsunya gede. Lantaran yang dinikahinya itu merupakan janda
beranak tiga yang juga mantan model.
Tidak pelak, akibat dari perbuatannya yang tidak konsisten dengan dakwahnya itu, AA Gym diolok-olok oleh masyarakat kala itu.
Satu-persatu jamaah pengajiannya pergi meninggalkannya.
Hingga di bulan yang sama, pengajian yang biasa dia pimpin sudah mulai sepi pengunjung.
Karena
pengunjungnya banyak berkurang, yakni menyusut hingga 70 persen,
pendapatan Daarut Tauhid pun otomatis berkurang secara drastis. Hingga,
Ponpes yang didirikan oleh pendakwah asal Bandung itu terpaksa harus
merumahkan 40 persen karyawannya.
-o0o-
Dan hal yang dialami oleh AA Gym ini juga berpotensi dialami oleh Anies.
Beberapa pendukungnya sudah mulai kecewa terkait ketidakkonsistenan Wan Anies soal reklamasi tersebut.
"Semoga
Pak Anies dapat segera membatalkan rencana reklamasi di Ancol dengan
membatalkan Kepgub 237 Tahun 2020, agar tidak mengecewakan masyarakat
Jakarta, khususnya warga di pesisir utara Jakarta," ujar Koordinator
Relawan Jaringan Warga (Jawara) Anies-Sandi, Sanny A Irsan, (05/07).
"Saya
hanya mengingatkan. Anies-Sandi miliki jargon, tolak reklamasi saat
kampanye. Saya ingat betul, Anies menyampaikan ‘Reklamasi tak lebih
hanya membawa kemudaratan’. Kalau kata orang Betawi, ilokan ah, eh
sekarang malah dilanjutkan itu barang", terang Ketua Bamus Betawi,
Zainuddin kecewa.
Yang mana di Pilgub DKI 2017 lalu, Bamus Betawi ini mendukung pasangan Anies-Sandi.
Disamping
itu, penolakan terhadap izin reklamasi yang diterbitkan oleh Anies itu
juga datang dari Forum Komunikasi Nelayan Jakarta.
Memang
betul kata Tan Malaka, "Air berkumpul dengan air, minyak berkumpul
dengan minyak". Bahwa setiap orang berkumpul dengan jenis dan wataknya
masing-masing.
Si AA Gym ini meskipun warga Jabar merupakan pendukung Anies lho.
Dan,
karena keduanya memiliki watak yang sama, yakni sama-sama tidak
konsisten antara perkataan dan perbuatan, nasibnya pun sama. Sama-sama
pendukungnya kecewa.
Sumber :
Image : https://www.tarbiyah.net/
Re-post by MigoBerita / Selasa/07072020/10.48Wita/Bjm