Migo Berita - Banjarmasin - Pendidikan itu bukan hanya tugas Pusat, tapi juga Daerah jadi AWASI anggaran yang ADA bersama DPR dan DPRD.
Banyak hal yang terjadi ketika pandemi wabah Covid 19 virus Corona ini melanda dunia, imbasnya hingga Indonesia juga ke kota kita tercinta Banjarmasin.
Masyarakat harus peka kepada pemerintah pusat, begitu juga sebaliknya Pemerintah Pusat dan KHUSUS nya Pemerintah Daerah seharusnya lebih peka kepada Masyarakat.
Karena pembelajaran Daring (Dalam Jaringan) ini menuntut Kuota Internet yang banyak bagi anak didik dan cukup memberatkan orang tua siswa ditengah pandemi yang masih berlanjut ini.
Bukankah, PILKADA akan berlangsung tanggal 9 Desember 2020 nanti, sudah saatnya Calon calon yang berlaga atau Incumbent lebih berfokus kepada dunia pendidikan ini.
Caranya Buktikan, bukan hanya dengan lisan atau kalimat tanpa pembuktian, bagaimana menurut Pembaca Migo Berita....
Semua Salah Nadiem?
Pendidikan
adalah salah satu sektor penting yang dikarenakan pandemi harus
menyesuaikan tata laksananya agar siswa dan guru dapat tetap aman.
Salah satu alternatif logis yang dilakukan adalah pembelajaran daring.
Sebagai sebuah alternatif pastilah banyak masalah yang timbul, baik yang sudah di antisipasi maupun yang belum.
Guru yang gaptek, masalah peralatan dan kuota internet, daerah yang belum terjangkau oleh internet dan permasalahan lainnya.
Tetapi
kita juga mendengar ada guru-guru yang begitu penuh pengabdian dan
mengerti kesulitan anak didiknya. Beliau-beliau ini rela berkeliling
mengunjungi murid muridnya untuk memastikan bahwa para murid tetap dapat
belajar walau tidak berkumpul di sekolah.
Sungguh
mengharukan dan membuat bangga melihat apa yang mereka lakukan. Bahkan
ada yang karena tidak adanya sarana kendaraan mereka rela berjalan kaki
mengunjungi para muridnya.
Jangan bayangkan berjalan kaki di medan datar dan mulus seperti di kota tempat kita.
Mereka harus melewati jalan yang naik turun tanpa aspal bahkan beberapa harus melintasi sungai.
Merekalah
yang seharusnya dijadikan sebagai Pahlawan Pendidikan yang sangat patut
dicontoh siapapun terutama yang berprofesi sebagai guru.
Banyak
juga kalangan berpunya yang berlangganan internet tanpa batas
dirumahnya, mereka membuka pintu untuk anak anak dari keluarga yang
kurang beruntung di sekitarnya untuk bisa belajar menggunakan internet
dirumahnya.
Sungguh semangat gotong royong yang perlu terus dipupuk di negara yang berazaskan Pancasila ini.
Dari
banyak artikel dan komentar, rata rata menyalahkan Mendikbud Nadiem
Makarim dan meminta Mendikbud untuk memberikan kuota internet gratis
kepada seluruh siswa yang membutuhkan termasuk membantu siswa dalam
menyediakan peralatan yang dibutuhkan seperti telepon genggam.
Bahkan
ada beberapa pihak yang beranggapan bahwa pandemi ini membuktikan
ketidak-mampuan Nadiem Makarim dan kegagalannya sebagai seorang Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia.
Nadiem
dianggap hanyalah figur seorang pengusaha yang berhasil dengan gojeknya
yang saat ini menyandang predikat Decacorn, tapi gagal menunjukkan
prestasinya dalam mengemban amanah Presiden Jokowi sebagai seorang
Mendikbud
Menurut saya, ini hal yang kurang tepat.
Siapapun akan gagap ketika menghadapi pandemi dan infrastruktur yang dipunyai belumlah merata.
Kebijakan pendidikan memang Mendikbud yang menentukan, tetapi untuk sarana, daerah juga wajib menyediakan.
Undang-Undang No.20 tahun 2003 menyebutkan alokasi anggaran 20% baik APBN maupun APBD untuk sektor pendidikan.
Seharusnya, andaikata ini dijalankan dengan baik dan konsekwen, masalah sarana prasarana sekolah sudah tidak menjadi isu lagi.
Semua sudah terpenuhi termasuk mutu sdm nya, sehingga pemberlakuan zonasi tidak akan menimbulkan masalah.
Dimasa pandemi inipun Presiden sudah memerintahkan untuk melakukan realokasi anggaran untuk menanggulangi pandemi dan dampaknya.
Mengapa daerah tidak terlihat menggunakan alokasi anggarannya untuk membantu pendidikan?
Ini
tentunya menjadi pertanyaan besar bagi kita apalagi kita juga
mengetahui banyak oknum yang justru bergembira dengan adanya pandemi
karena disaat seperti ini mereka bisa menggunakan kekuasaannya untuk
menghisap anggaran demi kepentingan pribadinya.
Pengawasan
yang pastinya lebih kendor karena pandemi dimanfaatkan sebaik-baiknya
oleh oknum-oknum tersebut untuk memperkaya diri.
Pemimpin daerah pasti lebih tahu permasalahan daerahnya dan lebih kenal warganya dibanding pemerintah pusat.
Mereka juga bisa berinovasi untuk mengajak gotong royong, yang mampu membantu yang kurang mampu.
Daerah
juga bisa memberikan subsidi baik itu kuota internet maupun peralatan
yang dibutuhkan termasuk melakukan negosiasi dengan operator seluler
untuk mendapatkan harga yang murah guna memenuhi kebutuhan internet di
daerahnya.
Jadi
menurut saya, andai ada murid yang kesulitan belajar dimasa pandemi
ini, maka yang pertama harus kita tanyakan pemimpin daerahnya dulu.
Memang
akan juga bagus kalau misalnya Mendikbud bisa berbicara kepada
Mendagri, agar mendagri bisa mengingatkan para kepala daerah untuk
membantu peserta didik didaerah masing-masing yang memerlukan bantuan
karena sesungguhnya yang paling bertanggung jawab terhadap rskyat
didaerah adalah pemimpin daerah tersebut.
Bahwa
dimasa pandemi seperti sekarang memang membuat semuanya susah, dan
menurut saya tidak ada satupun yang benar-benar siap menghadapi pandemi.
Tetapi dengan ketekunan, ketabahan dan inovasi tiada henti, yakin deh, kita pasti bisa mengatasi dampak pandemi.
Bagaimana menurut teman-teman ?
Salam Seword, Roedy S Widodo.
Sumber :
Sumber Utama : https://seword.com/pendidikan/semua-salah-nadiem-PH0RLi6fBD
Kenapa Menhan Mesti Beli Jet Tempur Bekas?
Pada
pertengahan Juli lalu sebuah musibah menimpa TNI AL. Kapal perangnya KRI
Teluk Jakarta 541 mengalami kecelakaan. Karena hantaman ombak yang
cukup tinggi, lambung kapal mengalami kebocoran. Akhirnya kapal
tenggelam hingga di kedalaman 90 meter. Kejadian di sekitar Pulau
Kangean, Jawa Timur. Seluruh personel TNI AL yang bertugas di KRI Teluk
Jakarta 541 berhasil diselamatkan. Kapalnya ya jadi bangkai, tampaknya
sudah tidak bisa diselamatkan lagi. Ternyata kapal itu usianya sudah
tua. Produk Jerman Timur pada tahun 1979, dan dibeli dalam kondisi bekas
pada tahun 1994, oleh pemerintahan Soeharto Sumber Sumber.
Kejadian
ini bisa jadi contoh bahayanya membeli alutsista (alat utama sistem
persenjataan) bekas. Logikanya, kalau setiap tahunnya Kementrian
Pertahanan mendapatkan anggaran besar bahkan jumbo, harusnya alutsista
bisa dimodenisasi sedikit demi sedikit. Yang dibeli ya yang baru semua,
jangan beli bekas lagi. Mungkin dari segi harga pembelian alutsista baru
hanya akan mendapatkan lebih sedikit jumlahnya ketimbang beli yang
bekas, namun akan lebih terjamin kualitas dan keamanannya. Itu sih
logika saya ya.
Apalagi tahun 2020 ini Kementrian Pertahanan kembali mendapat anggaran jumbo, sekitar Rp 131 triliun. Dilansir cnbcindonesia.com,
Duta Besar RI untuk Rusia, Mohamad Wahid Supriyadi memastikan komitmen
Indonesia membeli 11 unit pesawat tempur Sukhoi Su-35 dari Rusia Sumber.
Memang ada sedikit keributan dari Amerika Serikat soal pembelian ini,
namun ternyata sudah terkonfirmasi. Total harga keseluruhan pembelian 11
jet tempur ini senilai Rp 14 triliun. Nah itu kan baru sebagian kecil
dari anggaran Kementrian Pertahanan. Beli baru kan ini, bukan bekas.
Masih ada 100 triliun rupiah lebih buat beli yang lain.
Yang tidak masuk logika adalah rencana Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo untuk membeli 15 unit pesawat jet Eurofighter Typhoon bekas dari Austria. Rencana ini bocor seiring dengan bocornya surat permintaan dari Prabowo kepada Menhan Austria Klaudia Tanner. Dilansir cnbcindonesia.com, soal surat ini sudah dikonfirmasi oleh Kemenhan Austria sendiri Sumber. Rencana ini banyak mengundang kritik, dari para pengamat maupun dari DPR RI.
"Pemerintah
hendaknya belajar dari pengalaman saat melakukan pembelian alutsista
bekas di masa lalu, baik itu pesawat, kapal, tank dan lainnya yang
memiliki sejumlah problem teknis dan mengalami beberapa kali
kecelakaan," tulis Direktur lembaga Imparsial Al Araf Sumber.
Pengamat Militer & Pertahanan Connie Rahakundini Bakrie, menyoroti
spesifikasi Eurofighter Typhoon yang sudah dipenuhi oleh Sukhoi 27/35
yang sudah dimiliki Indonesia. Maksudnya kenapa nggak beli Sukhoi baru
saja. Pembelian pesawat jenis lain akan berpotensi menambah biaya
operasional lebih besar Sumber.
Logikanya sama dengan jika kita punya perusahaan taksi. Biaya
operasional akan lebih ekonomis jika mobil taksi itu seragam jenis dan
merk-nya, bukan? Misal dalam soal pembelian spare part maupun
pemeliharaan rutin.
Kritik
lain yang lebih komprehensif datang dari pengamat militer dari ISESS,
Khairul Fahmi. Fahmi menyebut pesawat Eurofighter itu tergolong tua dan
mahal. Usianya sudah lebih dari 15 tahun. Pembeliannya menurut Fahmi
masih mengawang-ngawang alias nggak jelas, karena Airbus di Jerman
sebagai pembuat pesawat belum memberikan tanggapan apapun. Tanggapan
Airbus ini penting, sebagai jaminan suku cadang, pemeliharaan, upgrade
dan lain sebagainya.
Fahmi kemudian menyoroti bahwa Kemenhan belum pernah memperlihatkan rencana matang atau peta jalan (road map) dalam pembelian alutsista. Tanpa ada blue print
yang mendasari semuanya. Kemudian Fahmi menyebut pembelian alutsista
mestinya melibatkan Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP). KKIP
diketuai oleh Presiden Jokowi, dengan Menhan sebagai Ketua Harian,
Menteri BUMN sebagai Wakil Ketua Harian. Sebagai anggota, ada Menperin,
Menristek Dikti, Mendikbud, Menkominfo, Panglima TNI, Menkeu, Kepala
Bappenas, Kapolri, dan Menlu. Selain itu, ada pihak Sekretariat dan tim
ahli. Komite ini mestinya mempertemukan TNI segala angkatan sebagai user
dengan pelaku industri pertahanan sebagai pemasok, serta elemen
pemerintah lain sebagai fasilitator. Intinya keberadaan Komite ini akan
menyelaraskan kebijakan dalam pengembangan sumber daya, pembangunan
industri pendukung, upaya penyehatan industri pertahanan nasional,
harmonisasi regulasi, dan lain-lain. Tanpa adanya Komite semacam ini ,
pengadaan alutsista kita kesannya dadakan terus tanpa ada perencanaan
yang baik Sumber.
Kritik ini sangat masuk akal, makes sense.
Contohnya ya dalam pembelian pesawat tempur. Sudah beli Sukhoi baru
dari Rusia, kenapa mesti beli bekas dari Austria? Kenapa nggak beli
Sukhoi lagi saja. Toh seperti kata Dubes RI untuk Rusia, sebagai negara
merdeka, Indonesia berhak membeli alutsista dari siapa pun. Bodo amat
dengan kecaman dari AS kan. Duit duit kita sendiri.
Tapiiiii….
tentunya pembelian alutsista harus didasarkan pada prinsip pembelian
yang cermat dan tepat. Kalau sudah tepat, mestinya tidak akan mengundang
banyak kritik dari para pengamat. Seperti yang sudah pernah saya
tuliskan soal inovasi dan performa kementrian. Sebaiknya kementrian
melibatkan para pakar, pengamat dan akademisi dalam memformulasikan
kebijakan di kementrian. Begitu pula dalam soal pembelian alutsista.
Dengar dulu apa kata para pakar dan pengamat ini. Jangan sampai uang
rakyat terbuang percuma disertai drama. Dengan manfaat yang minim dan
malah merepotkan di kemudian hari.Sumber Utama : https://seword.com/umum/kenapa-menhan-mesti-beli-jet-tempur-bekas-9gOpyOCttB
Jebol Jiwasraya Dan APBN Via Utang Lapindo, Bakrie Mau Bayar Pakai Aset Berlumpur, Gilak!
Aksi
Bakrie untuk lolos dari benaman lumpur Lapindo terus dilakukan.
Sedangkan dalam kasus Jiwasraya pun Bakrie masih bisa berkelit. Padahal
waktu lalu saksi yang dihadirkan di pengadilan dalam kasus Jiwasraya
ikut membeberkan kelakuan busuk serta membuka secara nyata aib grup
Bakrie.
Entah
kenapa Bakrie selalu lolos dengan cara yang tak berakhlak. Kalau di
lumpur Lapindo mereka dengan kasar berkelit dan menunda serta
berbelit-belit dalam proses pelunasan utang ke Pemerintah. Cerdiknya di
Jiwasraya mereka bermain halus.
Makanya Pemerintah jangan beri kesempatan atau mau dikadali oleh Grup Bakrie. Terlalu tuh!
Di
kasus utang Lapindo mereka malah mau membayarnya pakai aset yang
tertimbun lumpur. Gila kan? Padahal mereka turut menjebol kas APBN yang
hingga tahun 2017, sudah sampai sebesar Rp 11,27 triliun. Jumlah yang
super jumbo itu digelontorkan Pemerintah untuk penanggulangan bencana
lumpur Lapindo. Mengerikan, kan?
Apalagi
bukan hanya kasus lumpur Lapindo yang menelan banyak korban. Korban
Jiwasraya pun tak terhitung banyaknya. Tapi grup Bakrie melihat ada cara
untuk cuci tangan dan melempar kesalahan itu ke pihak lain.
Jurus
menutupi jejak hitam mereka itu dilakukan dengan masif dan sistematis.
Sebagai pengamat media pasti paham cara yang mereka mainkan dari dulu
hingga kini dan modusnya tak berubah.
Ya
pembusukan ke pemerintah melalui media TV One serta media VIVA grup
sudah tak terhitung banyaknya. Dari nara sumber sendiri di TVOon sudah
buta mata dan hati untuk kasus Jiwasraya dan Lapindo. Tapi mereka
semangat mengundang narasumber yang terus menghadirkan suara sumbang
untuk menjatuhkan Pemerintah.
Padahal
kalau ada korban atau bencana yang terjadi di negeri ini maka si Karni
langsung mengabsen Pak Jokowi atau Pemerintha untuk turut dihadirkan
sebagai penanggung jawab bencana yang terjadi di negeri ini. Tak lupa
Karni mengabsen para nara sumber sumbang yang nyinyir dan otaknya anyir
untuk berkoar dalam paduan suara nyinyir untuk mendiskreditkan
Pemerintah.
Hal
itu berhasil. Mereka terus menari di atas penderitaan orang lain.
Pertunjukkan mereka harus dihentikan. Termasuk dalam kasus Jiwasraya.
Aksi keterlibatan mereka yang konon sampai melibatkan 10 perusahaannya
dan yang terafiliasi dengannya sudah menggerogoti negara dengan begitu
kotornya.
Aksi
goreng-menggoreng saham yang tersebar pada reksa dana sudah terkuak
lewat pernyataan saksi dan ditampilkan melalui aksi investigasi di
media. Sayangnya kunjung diusut sampai tuntas. Tak ada tindakan sejauh
ini untuk menindaklanjuti pemeriksaan atas keterlibatan mereka lebih
lanjut.
Publik
sudah eneg dan mau muntah dengan bau serta gelagat keterlibatan mereka
di Jiwasraya yang coba ditutupi dengan berbgaai jurus licik. Makanya
percuma, bergelimang kemewahan tapi membuat derita rakyat. Celakanya
mereka memaksa Pemerintah Pusat ikut menanggung dosa besar mereka.
Pemerintah
terlalu kompromi dengan mereka. Dikasih hati malah ujungnya rakyat yang
makan hati. Negara juga sudah tak terhitung banyaknya dirugikan. Tapi
apa boleh buat, kekuatan sihir Bakrie itu rupanya ikut berhembus ke
mana-mana membuatnya tak tersentuh dan tak terguncang.
Bakrie
bukan hanya memeras negara tapi rakyat dengan caranya yang sangat tak
berakhlak samaa sekali. Benar-benar tanpa akhlak. Melempar tanggung
jawab tanpa upaya sedikitpun untuk berniat bertanggung jawab. Bahkan
dari penagihan yang dilakukan Pemerintah, mereka pun pasang muka badak
dan tak merasa malu sedikitpun.
Prestasi
Bakrie di negeri ini hanya akan dikenang oleh berbagai generasi yaitu
sebagai penjebol kas negara dan membuat rakyat ikut tenggelam sebagai
korban dari permainan kotor mereka. Pemerintah juga benar-benar
dikerjain habis-habisan. APBN dikuras dan dikuras demi menutup borok
lumpur menghitam yang secara masif telah menggenangi wailayah yang luas
di Sidoarjo.
Bakrie
tak peduli. Jangankan nasabah Jiwasraya yang ikut dirugikan dan
kasusnya menggantung hingga saat ini. Rakyat yang jadi korban lumpur
Lapindo pun ditelantarkan. Makanya berharap Bakrie mau bertanggung jawab
itu ibarat berharap onta berbicara. Itu adalah misi yang mustahal eh
mustahil!
Solusinya,
Pak Presiden harus turun tangan. Menarik utang dari Bakrie adalah cara
dan solusi terbaik dan jangan ikut permainan mereka untuk menyerahkan
aset berlumpur. Kalau dituruti maka Pemerintah ibarat melempar lumpur ke
muka sendiri.
Mudah-mudahan Pak Jokowi bisa menghentikan permainan busuk mereka baik di kasus lumpur Lapindo maupun di kasus Jiwasraya!
Sepak Terjang Bakrie Dalam Merampok Uang Negara dan Jiwasraya, Kaitannya Dengan Cikeas?
Nama
Bakrie akhir-akhir ini kembali mencuat dalam skandal perampokan di
Jiwasraya yang merugikan negara senilai 4 T lebih. Padahal jauh ke
belakang, begitu banyak kasus perampokan Bakrie. Mulai dari kasus lumpur
Lapindo, intervensi penjualan saham PT Bumi Resource, tunggakan 2-5
triliun royalti Batubara hingga akuisisi saham 14% PT Newmont Nusa
Tenggara. Semuanya terjadi di era SBY. Begitu sayangnya SBY hingga
mendepak Sri Mulyani yang dianggap mengganggu bisnis Bakrie? Apa yang
telah dilakukan Sri Mulyani hingga Bakrie geram? Dan apa kaitan antara
Bakrie dan Cikeas?
Pertama,
kasus lumpur Lapindo. PT Lapindo (pemegang saham terbesar adalah Bakrie
Family) telah melakukan kesalahan dalam prosedur pengeboran yang
menyebabkan terjadinya semburan lumpur. Hal ini juga didukung oleh audit
BPK. Maka pihak yang bertanggungjawab adalah PT Lapindo Brantas
sebagaimana diatur dalam UU 23/1997 dan PP 27/1999. Tapi, oleh SBY malah
dikeluarkan Per.Pres 14 tahun 2007 jo Per.Pres 48/2008, yang mana
pemerintah (dengan anggaran rakyat) mengambil bagian membantu
penanganan biaya lumpur Lapindo.
Dalam
kurun 3 tahun (2007-2009), 795 miliar APBN dikucurkan untuk membantu
kelalaian pengeboran Lapindo. Rinciannya sebagai berikut : Rp 114 miliar
pada 2007, Rp 513 miliar pada 2008, dan 168 miliar pada 2009. Dalam
hal ini Sri Mulyani sudah sangat geram dan tak ingin negara menalangi
semua kesalahan Bakrie. Kini di era Jokowi, Sri Mulyani terus menerus
menagih sisa hutang 777 Milyar. Tentunya ini lebih baik ketimbang
jaminan aset tanah sekitaran Lapindo yang harganya telah jatuh. Dari
sini perang dingin Bakrie versus Sri Mulyani telah terjadi.
Kedua,
kasus penjualan PT Bumi Resource. Pada Oktober 2008 silam, bersamaan
krisis finansial dunia, saham-saham perusahaan nasional di BEI jatuh
bebas tidak terkendali. Saham BUMI yang 3 bulan sebelumnya mencapai Rp
7000 per saham, anjlok dibawah Rp 1000 per saham. Tapi, pihak otoritas
saham tiba-tiba menghentikan sementara (suspensi) perdagangan saham bumi
hanya karena adanya ‘titipan’ dari Menko Kesra Aburizal Bakrie.
Sri
Mulyani yang memegang kendali masalah keuangan (termasuk pasar modal)
jadi berang. SMI meminta pencabutan penghentian sementara perdagangan
saham PT Bumi Resources Tbk pada 7 Oktober 2008. Padahal yang perintah
penghentian suspensi saham Bakrie berasal dari Pemerintah Republik
Indonesia.
Ketiga,
tunggakan perusahaan Batubara. Sri Mulyani geram karena sejumlah
perusahaan dengan begitu berani menghindari pajak/royalti dan bahkan
menunggak bertahun-tahun. Perusahaan batubara Bakrie setidaknya
menunggak 2-5 triliun royalti Batubara hasil akumulasi sejak 2002/2003.
Keempat,
kasus akuisisi PT Newmont oleh Bakrie. Rencana Bakrie menguasai saham
14% PT Newmont Nusa Tenggara terganjal Menkeu. Mengingat potensi yang
besar dari Newmont, Sri Mulyani menolak keinginan Bakrie membeli 14
persen saham divestasi PT Newmont Nusa Tenggara. Saat menjabat pelaksana
tugas Menko Perekonomian, Sri Mulyani meminta agar seluruh saham
divestasi Newmont dibeli oleh perusahaan negara. Meski begitu, ketika
jabatan Menteri Koordinator Perekonomian berpindah ke Hatta Rajasa,
melalui Multicapital akhirnya Bakrie bisa mendapatkan 75 persen dari 14
persen saham Newmont.
Akhir
perang sengit antara Bakrie dan Sri Mulyani harus berkhir dengan
kemenangan Bakrie. Sri Mulyani harus terdepak dari kabinet karena
majikannya waktu itu (SBY) lebih sayang ke Bakrie. Ini semua tak lepas
dari politik balas budi karena Bakrie menjadi penyumbang dana kampanye
besar baginya.
Ketergantungan
SBY pada konglomerat Bakrie tidak hanya berhenti pada periode
2004-2009, pada pilpres Juli 2009 lalu, pasangan SBY-Boediono kembali
mendapat dukungan dana dari keluarga Bakrie. Bakrie melalui
anaknya Anindya Bakrie menjadi salah satu donatur kakap bagi
pasangan SBY-Boediono.
Kini
kita berharap di era Jokowi, mafia hitam dari klan Bakrie bisa diseret
ke muka hukum. Apalagi selama ini Bakrie dan medianya terang-terangan
seringkali mengolok pemerintah Jokowi. Tunggu apalagi, skandal Jiwasraya
harusnya bisa digunakan untuk mengungkap bobrok Bakrie. Kalau perlu
mengusut keterlibatan Cikeas yang selalu mendapat kucuran dana kampanye
dari Bakrie.
Nantinya
ini akan menjadi cerita senjata makan tuan. Maksud Bakrie dan Cikeas
mengarang cerita dana Jiwasraya untuk biaya kampante Jokowi Ma'ruf, yang
ada malah membongkar dana kampanye SBY dari Bakrie. Semoga para penegak
hukum tidak masuk angin dalam menangani kasus Jiwasraya. Kita dukung
majelis hakim membuka kasus ini selebar-lebarnya dan menyeret Bakrie ke
muka hukum.
Begitulah kura-kura
Referensi:
Sumber Utama : https://seword.com/politik/sepak-terjang-bakrie-dalam-merampok-uang-negara-AgdioYkxjp
Pengalaman Seminggu Tanpa Hape
Dua
minggu lalu, saya melakukan perjalanan cukup panjang. Rekor perjalanan
terjauh yang pernah saya, istri dan anak-anak lalui dengan mobil. Dari
Sumenep ke Bekasi, nyetir sendiri.
Sebelumnya, jarak terjauh yang pernah kami lalui dalam sekali perjalanan adalah Sumenep Jogja, atau Semarang Sumenep.
Kami
pernah sampai di Trenggalek dan Jepara. Pernah juga ke Solo, Malang,
Kediri, Tuban, Ponorogo dan Surabaya. Tapi semua tempat ini biasanya
sebatas singgah atau bermalam. Bukan menjadi tujuan utama. Dan jaraknya
pun biasanya tidak jauh dari lokasi sebelumnya.
Sebenarnya
saya pernah naik mobil Bogor Sumenep, tapi ga nyetir sendiri dan waktu
itu belum punya anak. Sementara kali ini, nyetir sendiri, bersama dua
anak di bawah usia 3 tahun.
Kami
berangkat pukul 01:30 dinihari, dan sampai di Lippo Cikarang Bekasi
pukul 12:00 siang. Sempat istirahat dua kali di rest area, masing-masing
sekitar 40 menit.
Sebelum
melakukan perjalanan panjang ini, ada satu masalah kecil. Hape saya
rusak, blank total. Sehingga otomatis dalam perjalanan kali ini saya
jarang sekali pegang hape.
Ada
satu pelajaran baru yang saya dapatkan. Bahwa ternyata tidak pegang
hape, memantau perbincangan dan isu di ratusan grup WA, rupanya
menenangkan sekali.
Waktu
itu, hanya ada 5 orang yang saya hubungi lewat hape istri. Selebihnya,
tidak ada karena saya tidak menyimpan nomer orang-orang di sim card.
Saya
merasa seperti terbebas dari kutukan. Merasa begitu tenang dan nyaman.
Akhirnya saya sadar bahwa grup WA yang terlalu banyak itu sejatinya
mengganggu.
Selama
ini saya merasa harus ikut meluruskan atau membenarkan semua isu yang
ada di negeri ini. Beberapa artikel yang saya tulis juga berdasarkan
perbincangan di grup WA.
Saya juga sadar bahwa tanpa saya ikut nimbrung di grup-grup WA itu, semesta berjalan seperti biasa.
Pemerintah
yang melakukan banyak blunder, atau komunikasi buruk, nampaknya juga
baik-baik saja. Jokowi sudah menang dan berkuasa. Ini adalah periode
terakhirnya. Dengan kekuasan penuh dan tanpa beban politik 2024,
mestinya roda pemerintahan dapat berjalan dengan mudahnya. Apalagi
Prabowo, sang rival utama sudah masuk koalisi. Apa lagi yang mau
ditakutkan?
Seminggu
tanpa hape, tanpa grup WA dan diskusi dengan para relawan atau pejabat,
saya menemukan ketenangan yang luar biasa. Sehingga perjalanan panjang
dari Sumenep ke Bekasi, lanjut Bogor, Depok, Pekalongan dan Semarang,
terasa begitu puas dan menyenangkan.
Sampai
muncul pertanyaan dalam diri, inikah waktu terbaik untuk undur diri dan
pamit dari opini atau isu politik di Indonesia? Apakah saya terima saja
tawaran ambil alih seword oleh salah seorang bakal calon Presiden 2024?
Uangnya taru di deposito, lalu hidup dengan menikmati bunga untuk biaya
jalan-jalan bersama keluarga. Sesuka hati tanpa batas waktu. Saya
merasa itu bisa dilakukan, mengingat kebutuhan keluarga kecil kami yang
hidup di pelosok desa.
Tapi,
setelah sampai di Bekasi, dan tiga hari tidak menulis, muncul kerinduan
untuk menulis artikel di Seword ini. Sehingga pertanyaan sebelumnya,
berubah menjadi: bisakah saya melepas Seword dan move on dengan
kehidupan baru? Karena ternyata saya tidak hanya butuh jalan-jalan, tapi
juga menuangkan pemikiran. Saya masih ingin menulis. Dan entah kenapa,
menulis di Seword atau media sosial, rasanya berbeda. Di Seword saya
merasa berkarya, karena panjang artikel minimal 600 kata. Sementara di
medsos sekedar celetukan saja.
Kemaren,
setelah hape hidup lagi, rupanya WA yang sudah terinstal itu harus
verifikasi ulang. Dan pesan WA selama seminggu sebelumnya, otomatis
tidak terbaca. Saya juga tidak tahu siapa saja yang menghubungi atau
tidak dalam seminggu itu. Intinya orang akan menilai saya tidak
merespon, atau menghilang sebentar dan mengirim ulang pesannya setelah
melihat saya online.
Dari
pengalaman ini, saya memutuskan untuk keluar dari banyak grup WA. Untuk
mengurangi beban pikiran, juga mengurangi penggunaan data dan memori.
Dan sekarang saya masih menimbanh, apakah harus memutuskan untuk keluar
di semua grup WA dan menyisakan grup WA Seword saja?
Saya
juga sadar bahwa teknologi ini tidak hanya memudahkan, tapi juga
memberi beban. Dulu kita hanya kerja dari pagi sampai sore, tapi kini
bangun tidur pun sudah langsung jawab WA.
Karena
artikel ini dibumbui dengan cerita perjalanan, maka saya akan akhiri
dengan catatan kecil perjalanan menggunakan tol trans jawa.
Saya
menggunakan dakar 4x2. Kecepatan maksimalnya adalah 190km/h. Cukup
nyaman dan stabil, yang penting konsentrasi jaga setir dan mengurangi
kecepatan di beberapa jembatan atau sambungan. Kalau lambat ngerem bisa
sedikit lompat.
Meskipun
aturan maksimal kecepatan adalah 100km/h, tapi percayalah, di jalan
tol, bahkan truk pun lebih cepat dari itu. Jadi menurut saya, untuk
mobil dengan suspensi sedang, kecepatan 120-140km/h cukup ideal. Di
jembatan dan sambungan, tak akan lompat.
Saya pikir itu... Terima kasih telah membaca catatan kecil ini.
Yusuf Martak, TVOne Dan Karni : Upaya Masif Tenggelamkan Kasus Lapindo Dan Jiwasraya!
TV
One kembali menyindir Pemerintah dan menyebut Indonesia menjadi kelinci
percobaan dalam upaya tes vaksi dari China. Lalu ibarat hattrick, TV One
juga membahas soal aksi “Gibran Melenggang Siapa Bisa Lawan”. Terus
ditambah pula dengan judul provokatif lainnya “, Gelombang PHK dan TKA
China Masih Datang”.
Lihat
berondongan judul provokatif yang sengaja memainkan emosi penonton yang
sudah lama jadi langganan TV One. Karni dan TV One sebenarnya terdampak
oleh pandemi ini. Tapi supaya asap bisa mengepul dan kantong masih bisa
terisi maka caranya gampang. Tinggal meramu berita hangat yang lalu
dimainkan dengan judul dan moncongnya langsung di arahkan ke Istana.
Biadab!
Padahal
kasus yang melibatkan bosnya sebenarnya sedang hangat dan bahkan panas.
Kasus Jiwasraya saat ini sedang dalam proses di pengadilan. Beranikah
Karni? Tentu dan so pasti tidak! Ditambah kembali molornya Lapindo dan
gagal bayar kembali terjadi di saat jatuh tempo bulan ini.
Ada
momen Karni membahas kasus Jiwasraya yaitu di awal Januari saat banjir
sedang melanda Jakarta. Jadi ini cara licik juga darinya untuk
mengalihkan isu besar banjir tapi tak membahas tuntas kasus Jiwasraya
dan Lapindo yang kembali memanas belakangan ini!
Media
di bawah grup Bakrie berlagak nggak tahu. Mereka berpura-pura dalam
pertunjukan sandiwara yang menjijikkan ini! Sudah jelas aib dan borok
mereka terus dibuka dan dibeberkan di media melalui kasus gagal bayar
Lapindo dan dieksposnya keterlibatan saham Bakrie di Jiwasraya.
Tapi
dengan kejinya grup media Bakrie langsung pasang jurus yang sudha
ditebak. Upaya menutup-nutupi kasus dari bos mereka sangat giat
dilakukan oleh TV One dan Karni. Media yang berat sebelah ini anehnya
masih terus eksis dan giat menebar berita yang sangat subyektif dan
tendensius.
Acara
yang ditunggangi Karni yang melecehkan nalar dan masih dibiarkan
bertahan terus dengan rajinnya memainkan dan memanaskan isu yang ada di
media. Karni yang kerap nafasnya tersengal dan dengan desah yang
menimbulkan rasa mual terus eksis dan suara sumbang. Ibarat sedang
digelitik malaikat penunggu ajal, dia terus mengerahkan usaha
terakhirnya untuk menyerang Pemerintah.
Karni
sangat paham dan sudah punya ibaratnya narasumber comotan yang bisa
diseret untuk mendukung penjudulan yang sangat tendensius dan tak
beretika secara jurnalistik itu. Pokoknya bagi Karni, semua isu iotu
digoreng sampai gosong demi satu tujuan: menyerang secara frontal
Pemerintah!
Bagi
Karni pokoknya yang salah adalah Pak Jokowi. Tak mau tahu dan mengecek
sedikitpun. Tak pernah melihat dan menghargai upaya dan kerja keras
Pemerintah. Otak Karni itu tak heran, sudah digenangi oleh lumpur hitam
Lapindo.
Konten
TV yang menghimpun para narasumber yang sebagain besar di kubu Karni
itu tka pantas disebut narasumber karena tak teruji kualitas dan
kompetensinya. Modalnya hanya kebencian besar dan menyala ke Pemerintah
tanpa berkaca bahwa mereka, Karni dan TV One sebenarnya adalah bagian
dari aib sejarah bangsa. Bos mereka telah berlumuran lumpur Lapindo yang
sudah menjebol kas negara sedemikian banyak tapi ditutupi dengan cara
yang busuk.
Entah
kenapa, kalau Karni bermain di media maka di lapangan ada si Yusuf
Martak,pimpinan GNPF yang sering mengeluarkan bebrgaai pernyataan bahkan
ancaman ke Pemerintah. Dan ingat, Yusuf Martak adalah bagian dari
sejarah kelam dalam kasus lumpur Lapindo.
Kendati
dia membantah saat ini sudha melepas hubungan dengan Bakrie, jejak
digital menunjukkan dia pernah menjabat jabatan bergengsi dalam Lapindo.
Dia pernah menjabat Vice President PT Energi Mega Persada selaku pihak
pemilik saham terbesar PT Lapindo Brantas.
Lalu
mana tanggung jawab mereka untuk membayar utang atau ikut menyumbang
dana dalam bencana lumpur Lapindo? Kala itu, Yusuf Martak mengatakan
bahwa mereka hanya mampu menyediakan dana maksimal sebesar Rp3,8 triliun
untuk menangani semburan lumpur di Sidoarjo.
Tak
pernah transparan sejauh mana dana itu dipergunakan. Apalagi sampai
kini Lapindo masih punya utang yang harus dibayarkan ke Pemerintah. Tapi
lagi-lagi hanya janji demi janji yang palsu.
Kendati
sudah tak berhubungan dengan Bakrie secara langsung, Yusuf Martak terus
melakukan aksinya merongrong Pemerintah. Memimpindemo, mengaku
Pancasilais pula. Orasi yang jelas tak sesuai dengan fakta.
Begitulah
pertunjukan pencitraan dari Karni serta medianya plus korlap yang terus
mengalihkan isu sehingga publik seolah tak ada masalah dengan kasus
Lapindo dan Jiwasraya. Tapi jangan harap media akan terus melawan.
Netizen akan terus berupaya sampai hukum dan keadilan ditegakkan
seadil-adilnya.
Modyarr! Serang Jokowi, Petinggi Demokrat Malah Ungkit Aib SBY!
Partai
Demokrat memang (terpaksa) berdiri di pihak oposisi. Betul kan
terpaksa. Kalau saja AHY masuk Kabinet Indonesia Maju pada awal periode
kedua pemerintahan Presiden Jokowi, maka posisi Partai Demokrat tidak
akan jadi oposisi. Lucunya, sekarang pun tercium aroma-aroma manuver AHY
mengarah ke keinginan untuk bergabung dengan pemerintahan Jokowi. AHY
tampak blusukan ke para ketum partai koalisi, sesudah ada isu reshuffle
kabinet. Bahkan ada semacam endorsement dari Cak Imin Ketum PKB, bahwa
katanya Cak Imin dulu pernah mendorong AHY masuk kabinet.
Nah,
lucunya lagi petinggi Demokrat malah (masih saja) menyerang Jokowi,
seakan mereka tidak peduli dengan keinginan AHY ditarik Jokowi ke dalam
pemerintahannya. Jadi sebenarnya Demokrat ini maunya apa? Posisi uenak
apa posisi nggak uenak? Ok lanjut, apa sih omongannya petinggi Partai
Demokrat?
Yang
bicara adalah Kepala Balitbang DPP Partai Demokrat, Herzaky Mahendra.
Mahendra menanggapi posisi AHY dalam survei elektabilitas yang dirilis
oleh lembaga Indikator pada pertengahan Juli lalu. Ada peningkatan
perolehan bagi AHY. AHY mendapatkan 6,8%, meningkat dari angka
sebelumnya 4,8%. Sedangkan elektabilitas Partai Demokrat juga mengalami
peningkatan menjadi 5,7%, meningkat dari angka sebelumnya 3,6%.
Menurut
Mahendra ini merupakan efek dari diangkatnya AHY jadi Ketum Partai
Demokrat. AHY disebut mengeluarkan instruksi yang menyebabkan seluruh
elemen Partai Demokrat bergerak membantu rakyat di segala lapisan,
terutama yang terdampak pandemi Covid-19. Itu menyebabkan “masyarakat
merasakan dan percaya dengan ketulusan gerakan AHY dan Partai Demokrat,”
ujar Mahendra. Hasil survei menunjukkan bahwa masyarakat saat ini
sedang mengidolakan tokoh yang tidak saja populer, tapi siap bekerja
untuk rakyat dalam situasi sulit. Hal ini kata Mahendra berbanding
terbalik dengan menurunnya kepuasan publik kepada pemerintah terkait
penanganan pandemi Covid-19. “Masyarakat sudah bosan dengan
kepemimpinan dramatis dan pencitraan. Aksi marah-marah, nangis-nangis,
dan lempar tanggung jawab,” ujar Mahendra Sumber. Ehh??? Halooow, siapa yang dramatis dan pencitraan?
Presiden
Jokowi? Sosok sederhana yang bisa disebut sebagai pencipta kegiatan
blusukan. Yang tidak masalah naik pesawat kelas ekonomi untuk urusan
pribadi, karena memang sudah biasa begitu. Yang anak-anaknya pun
terkenal sederhana, bukan sok bangsawan seperti klan-klan mantan
presiden. Memangnya Presiden Jokowi pernah nangis-nangis di depan umum,
sembari curhat gitu? Kalau merujuk ke video Presiden Jokowi marah-marah
sih, ya wajar kan. Itu marahnya ke anak buahnya, para menteri. Isi
omongan Presiden Jokowi di kala marah itu pun sangat masuk akal. Bukan
sekedar marah tanpa isi. Presiden Jokowi tidak pernah marah tuh ke
rakyatnya, apalagi sampai menegur anak-anak yang ketiduran ketika beliau
berpidato. Ehh, siapa itu yak? Btw, sori ya, anak-anak hampir tidak
pernah ketiduran ketika Presiden Jokowi berpidato, karena Pak Jokowi
selalu lucu di depan anak-anak dan suka ngasih sepeda hehehe…
Mau
tahu siapa yang suka dramatis dan pencitraan? Tiada lain adalah SBY,
bapaknya AHY, mantan Ketum Partai Demokrat. Bukan saya yang ngomong,
banyak yang sudah memberikan pernyataan lugas soal ini. Kita lihat lagi
ke masa lalu.
Dilansir
viva.co.id, seorang eks kader Partai Demokrat, Tridianto menyebut, “Pak
SBY bukan hanya jago pencitraan. Tapi begawannya pencitraan di
Indonesia”. Tuh, begawan itu macam ahlinya ahli. Menurut Tridianto saat
ia masih di Demokrat, memang diajari metode-metode pencitraan. Bahkan ia
mengingat, SBY pernah menceritakan kepada para kader secara khusus
belajar atau kursus pencitraan. “Siapa yang menolak Pak SBY disebut jago
pencitraan berarti tidak kenal Pak SBY atau sedang berbohong,” ujar dia
Sumber. Ini dinyatakan pada tahun 2016.
Mari
kita mundur lagi ke 2014, ketika Jokowi sudah memenangkan Pilpres 2014.
Seorang pengamat politik, Jerry Sumampow memberikan wanti-wanti agar
Presiden Jokowi tidak mengikuti jejak SBY memainkan politik pencitraan
saat memerintah. Menurut Jerry, masyarakat sudah muak dengan politik
pencitraan SBY. "Kita mau supaya pemerintahan Jokowi-JK mengganti
politik kebohongan, politik pencitraan dengan politik aksi nyata atau
politik kerja dalam kejujuran,” tegas Jerry Sumber.
Memang kerja nyata kan yang dilakukan oleh Presiden Jokowi. Begitu
banyak buktinya. Pembangunan infrastruktur yang masif hingga ke Papua,
sampai ke pedalaman dan pelosok merupakan bukti kerja Presiden Jokowi
yang sangat nyata.
Kita
mundur lagi ke tahun 2011, bulan Juni. Saat itu hasil sebuah survei
dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menyatakan bahwa kepuasan publik
atas kinerja SBY melorot. Saat itu kepuasan publik atas kinerja SBY
turun 9,5%, menjadi hanya 47,2%. "50 persen itu batas mayoritas. Kalau
di bawah 50 persen ini berarti sudah critical time buat SBY," kata
peneliti senior LSI, Sunarto Ciptoharjono. Salah satu penyebabnya adalah
sikap reaktif SBY jika diserang isu dengan menyampaikan curhat di depan
publik. "Sebaiknya yang seperti itu (curhat) dihentikan saja. Karena
ini adalah politik pencitraan dan masyarakat sekarang sudah sadar ditipu
politik pencitraan, politik persepsi," kata analis politik dari Undip M
Yulianto kepada detik.com.
Malah menurut Yulianto, dari segi pendekatan kepemimpinan, SBY
merupakan publik figur yang tidak punya ketegasan, keberanian dan
lemahnya integritas Sumber.
Bicara
tentang survei, pada tahun yang sama, pada bulan April 2011, Institute
for Strategic and Public Policy Research (Inspire) merilis hasil survei
yang menunjukkan besarnya ketidakpercayaan publik terhadap SBY. Di
antaranya, sebanyak 64,8% publik tidak percaya Presiden SBY telah
melindungi TKI. Dalam kasus Century, sebanyak 54,1% publik merasa SBY
belum bersikap transparan. Dalam hal pemberantasan korupsi, sebanyak
56,9% publik tidak percaya Presiden SBY telah bersungguh-sungguh.
Presiden SBY juga dinilai belum menunjukkan kinerja optimal dalam
membongkar mafia pajak (66,8%). "Dari sini sudah terlihat politik
pencitraan SBY gagal. Dari temuan ini sudah sangat jelas trennya
menurun," ucap Abdul Malik Gismar, ahli psikologi politik Sumber. Mau lebih banyak bukti lagi, google saja dengan kata kunci “SBY pencitraan”, pasti banyak sekali hasilnya.
Akhir
kata, lain kali kalau mau menyerang pihak lain, lebih baik dikarang
dulu kata-katanya dengan cermat dan akurat. Kalau seperti ini kan sama
dengan bunuh diri. Apalagi Pilkada Serentak sudah dekat. Dampak
negatifnya akan terasa di sana. Sementara sang Ketum sendiri tidak
menutupi keinginannya untuk bergabung ke dalam pemerintahan Presiden
Jokowi. Jadi lucu kan. Atau mungkin Demokrat memang ingin melucu, agar
rakyat terhibur di tengah pandemi, hehehe…. Sekian dulu dari kura-kura!
Tengku Zul Kebal Hukum? Media CT Bungkam?
Melihat
dari reaksi warga net alias netizen terhadap apa yang dikerjakan oleh
Tengku Zul di dalam dugaan menghina etnis Jawa dan Sumatera di dalam
ceramahnya, membuat saya geleng-geleng kepala. Apa yang dia kerjakan,
diduga melanggar UU Penghapusan Etnis yang sudah berdiri sejak zaman
SBY.
Hal ini membuat kita sama-sama melihat bahwa dia seharusnya sudah bisa ditangkap langsung tanpa adanya delik aduan.
Akan
tetapi, sudah beberapa hari berselang, media-media pun pura-pura buta
dan pura-pura bodoh terkait apa yang diucapkan oleh Tengku Zul. Kita
melihat bahwa beberapa media yang ada di bawah CT tidak menurunkan
berita terkait hal ini. Saya menduga ada satu upaya untuk membuat kasus
ini tenggelam secara terstruktur, sistematis dan masif.
Apakah Tengku Zul kebal hukum?
Sepertinya
ada yang ingin membuat suasana politik adem ayem dengan mendiamkan
Tengku Zul. Saya juga agak curiga melihat pergerakan Tengku Zul yang
mendadak sok baik puja-puji Anies si pengangkat keranda jenasah.
Dan
saya juga curiga bahwa seseorang warganya yang menantang adu keris
sampai sekarang laporannya belum ada dan belum terekspos di media sosial
ataupun media berita lainnya.
Lagi-lagi
saya curiga bahwa memang belum ada yang melaporkan Tengku Zul dan belum
ada pergerakan polisi untuk mencari Tengku Zul karena dugaan
pelanggaran hukum berat yang dikerjakan oleh dirinya. Selain itu, juga
belum ada respon tegas dari MUI yang menjadi organisasi yang membawahi
dirinya. Dan inilah yang membuat saya semakin bertanya-tanya apakah
orang ini kebal hukum? Hanya tegur, tapi gak pecat? Kok takut amat ya?
Karena
kalau dia kebal hukum, maka sia-sialah seluruh kemarahan netizen yang
ada di Twitland. Twitland hanya menjadi sebuah tempat di mana orang
melepaskan unek-uneknya, namun tidak ada reaksi ataupun konsekuensi
hukum yang bisa menjerat Tengku Zul komandan provokator yang menghina
suku Jawa dan Sumateraitu. Di mana posisi polisi saat ini terkait
perlakuan yang dikeluarkan oleh Tengku Zul?
Kalau
ini bukan delik aduan, orang ini memang harus ditangkap dengan segera.
Saya makin curiga bahwa netizen yang mengancam ingin mengadu keris
dengan Tengku Zul ini sepertinya hanya mencari sensasi dan tidak serius
melaporkan orang ini.
Saya
sungguh menunggu gerakan dari bro Muannas Alaidid sebagai kuasa hukum
Denny Siregar yang juga menjadi garda terdepan melawan praktek-praktek
pecah belah bangsa untuk melaporkan segera orang ini.
Tapi
memang dia ini adalah orang yang sedang sibuk dan harus mengawal Denny
Siregar terkait bocornya data pribadi beliau oleh Telkomsel. Jadi saya
berharap boleh menjadi orang yang memberikan teladan dan contoh atau showcase bagi warga negara Indonesia untuk mencintai bangsa ini.
Semoga
saja memang Tengku Zul tidak kebal hukum hanya karena ia pernah
berinteraksi dengan Soeharto. Dia ini memang orang dekat Soeharto yang
pernah berfoto bersama sama dan juga dekat pernah berbicara hati ke
hati.
Tetap
saja namanya seluruh Warga Negara Indonesia harus ada di bawah hukum
dan tidak boleh dipermainkan. Kalau melihat dari sejarah radikalisme dan
intoleransi di Indonesia, kita melihat bahwa sepertinya hukum tumpul
buat mereka. Orang-orang yang menghalalkan darah Denny Siregar dan dara
Ahok sedikit sekali yang ditangkap sampai saat ini.
Aktor-aktor
dan dalang alias pemain belakangnya pun juga tidak pernah diciduk.
Kalau kita bicara Ratna Sarumpaet di ciduk, itu mah hanya drama politik
saja karena memang dia sudah tidak dipakai lagi oleh Prabowo pada saat
itu. Pertanyaannya, kenapa sekarang Amien Rais tidak pernah ditangkap
karena dia sudah membuat provokasi kepada pendukungnya dengan menyebut
polisi sebagai PKI?
Kenapa
Prabowo penyebar hoax Ratna Sarumpaet tidak diproses hukum? Dan
sekarang ujungnya adalah Tengku Zul yang saat ini sedang diviralkan
tindakannya di dalam ceramah provokatif nya kenapa tidak diliput oleh
media? Apakah memang sudah ada deal politik di belakangnya? Atau memang
Tengku Zul ini merupakan Superman selain Djoko Tjandra?
Atau
Superman selain Anies Baswedan? Saya berharap negara ini bukan negara
yang tebang pilih dalam menjalankan penegakan hukum. Saya berharap
sekali kepada kapolri Idham Azis yang dilihat memiliki profil yang
sederhana dan dikenal sebagai orang yang sholeh dan santun. Penegakan
hukum adalah penegakan hukum tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Semoga
saja artikel ini bisa membukakan banyak pintu untuk memproses hukum
orang-orang yang memiliki akhlak yang tidak baik dan memiliki motivasi
yang buruk untuk menghina negara ini dan suku-sukunya. Dan tolong media
diliput dong, jangan dibiarkan ataupun dianggap sepi kasus ini karena
serius kali loh.
Bikin Video Hasutan Seragam (yang Katanya) Tentara China, Semoga Pelaku Segera Tertangkap
Polsek Kelapa Gading melalui unggahan akun IG resmi yang dilakukan oleh
Polres Jakarta Utara, Minggu (26/7/20) bermaksud melakukan klarifikasi
kepada masyarakat soal video yang sempat viral mengenai seragam tentara
China yang disebut sedang di-laundry di daerah Kelapa Gading.
Seorang pria yang mengambil video tersebut berkata dengan nada provokasi alias menghasut:
"Baju-baju komunis nih, komunis tentara China nyuci di Kelapa Gading nih, di laundry Kelapa Gading menerima pakaian seragam tentara China, nih. Nih China ni, tuh. Tentara China ini, nggak tahu maksudnya apa tentara China nyuci baju di Kelapa Gading. Pasukannya sudah banyak nih, siap perang kayaknya ini, tuh tentara China tuh, banyak bajunya nyuci di Kelapa Gading. Satu batalion kayaknya ini.".
Video
itu pun sempat viral, dengan efek seperti biasa yang terjadi di negeri
ini kalau sudah menyebut kata: China, komunis, PKI, tentara, dan
semacamnya. Sudah tahulah kira-kira bagaimana, terlebih jika kasus
semacam ini sudah diramaikan oleh tokoh-tokoh masyarakat atau orang yang
berpengaruh, tetapi terlihat membenci segala sesuatu yang berkaitan
dengan “China”, meski terkadang alasannya tidak logis, ngawur, dan
terkesan mengada-ada.
Nah,
aparat yang berwajib yang lantas menyelidiki ke daerah yang dimaksud,
tidak menemukan seragam yang disebut oleh pria semprul dalam video tadi.
Dilansir dari laman Detik, petugas bahkan memastikan bahwa
tulisan yang tersemat dalam seragam tentara tersebut bukanlah dalam
bahasa China, melainkan dalam bahasa Korea.
Saya
menulis artikel ini, seperti biasa sebagai upaya counter berita hoaks,
yang dapat saja berimbas negatif ketika informasi bohong ini sudah
tersebar melalui media sosial, dengan kecepatan dan daya jangkau yang
tidak bisa kita duga sampai di mana. Video ini bahkan bisa jadi sudah
beredar atau sempat kita terima melalui grup WA komunitas atau grup WA
keluarga ... terutama jika ada anggota grup yang cenderung tidak suka
dengan segala sesuatu “berbau China” ... biasanya orang begini paling
semangat menyebarkan atau meneruskan berita atau video, meski tidak
jelas kebenarannya.
Kalau
nantinya didapati berita atau informasinya hoaks ... paling orang yang
sama akan nyengir sambil ngeles: “Ya, kan maksudnya baik. Siapa tahu
kalau benar kan ... negara kita dalam bahaya.” Menjawab orang model
kadrun begini, terkadang ingin rasanya saya berkata di depan mukanya:
*Bahaya gudulmu, kuwi. Sini, tak sampluk sama sapu kepalanya biar otaknya bisa kembali normal untuk dipakai berpikir!”
Kini
kabarnya pria pembuat dan kemungkinan juga pengunggah video hasutan
tersebut sedang diburu oleh pihak yang berwajib. Saya yakin tidak lama
kita akan membaca berita mengenai tertangkapnya orang ini, karena
kinerja aparat yang berwajib masih sangat bisa kita andalkan untuk
mengusut dan mengejar pelaku dari perbuatan yang bernada provokasi dan
hasutan semacam itu.
Saya
berharap nanti ketika orang itu ditangkap, namanya tidak usah disingkat
atau disebut inisialnya saja. Langsung saja disebut namanya, usia
berapa, plus ditampilkan wajahnya dengan muka menghadap ke kamera. Orang
semacam ini biasanya belum pernah berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi
negeri ini, karena bisanya cuma “bikin rusuh” dengan menyebar informasi
yang berpotensi meresahkan dan mengobarkan kebencian dalam masyarakat
kita.
Lagipula,
kalaupun benar ada tentara China sedang bertugas di sini ... mungkin
ada kerja sama antarnegara ... lalu kedapatan menjemur pakaian, yang
kebetulan terlihat oleh tetangganya, ya terus kenapa? Apakah itu berarti
mereka sedang bermaksud melakukan invasi dan memerangi negeri ini?
Gundulmu kuwi!
Entah kapan kebencian yang mengakar terhadap etnis atau negeri China ini akan tercabut dari masyarakat kita. Kok selalu ada saja isu atau penolakan terkait negeri Tirai Bambu ini, meski dengan alasan tidak logis. Pokoknya tidak suka saja. Kan kampret yah! Apalagi kalau misalnya HaPe yang dipakai untuk merekam video tadi ternyata buatan China, dibeli dari toko milik orang China, lalu uangnya hasil ngutang bosnya yang (kebetulan) beretnis China juga.
Lagipula,
membaca pengakuan polisi bahwa di daerah yang dimaksud tidak ada usaha
laundry yang mencuci seragam tentara yang dimaksudkan itu .... apakah
mungkin seragam tentara itu dipesan sendiri (mungkin disewa), tetapi
karena agak bodoh ... tulisan bahasa Korea itu disangkanya bahasa China.
Bisa jadi kan ...? Kayak isu-isu PKI itu lho ... kabarnya benderanya
bikin sendiri, cetak sendiri, bakar sendiri, lalu diramaikan sendiri.
Wes
... wes ... kapan majunya negeri ini kalau sebagian masyarakatnya gemar
menebar kebencian dengan alasan tidak logis seperti ini? Mbuhlah .....
saya mau tidur saja daripada pusing mikirin hal yang beginian, karena
besok pagi harus bekerja.
Begitulah kura-kura.....
Sumber Utama : https://seword.com/umum/bikin-video-hasutan-seragam-yang-katanya-tentara-nWzRustDCC
Re-post by MigoBerita / Selasa/28072020/11.03Wita/Bjm