» » » » » » » TELKOMSELmu,Aku,kita dan Kalian hingga Kronologis BOCOR Data Pelanggan a.n: Denny Siregar

TELKOMSELmu,Aku,kita dan Kalian hingga Kronologis BOCOR Data Pelanggan a.n: Denny Siregar

Penulis By on Rabu, 15 Juli 2020 | 1 comment


Migo Berita - Banjarmasin - TELKOMSELmu,Aku,kita dan Kalian hingga Kronologis BOCOR Data Pelanggan a.n: Denny Siregar.
Tentu Hal ini membuat keingin tahuan kita tentang Bocornya Data Pelanggan di Operator selular dan bagaimana tanggung-jawab dan proses hukumnya berlangsung.
Agar tidak ketinggalan artikel-artikel menarik dari kumpulan artikel yang di rangkum MigoBerita Jangan lupa Update terus dan Baca Artikel-artikel yang kami kumpulkan.. Ingat membacanya hingga selesai, jadi mendapatkan Informasi Bukan hanya dari Judul tapi langsung dari isi Berita.
Selamat Membaca..
(Google Image Daud Melawan Goliat)

Kronologi Bocornya Data Denny Siregar Sampai Pelaku Dibekuk

Jakarta - Kebocoran data pribadi pegiat medsos Denny Siregar jadi kasus yang menarik publik. Pelaku akhirnya bisa ditangkap dan inilah rentetan kejadiannya.
Kejadian ini ramai sejak awal minggu dan sampai menjadi viral di media sosial. Ada duel antara Denny Siregar dan akun @Opposite6891 di Twitter yang bisa diikuti oleh publik.
Lalu ada langkah hukum dari pihak Telkomsel selaku provider dan polisi bertindak menangkap pembocor data. Inilah kronologi kejadiannya :
Denny Siregar protes kebocoran data dan ancam gugat TelkomselPada Minggu 5 Juli 2020 sore, akun @opposite6891 dengan sengaja membocorkan data pribadi Denny Siregar. Denny berkicau di Twitter dan ramai menjadi perhatian netizen di Indonesia. Dia mengeluhkan kejadian kebocoran data pribadinya yang diungkapkan akun @Opposite6891.
Ada yang mengkritik dan membela. Denny Siregar tampaknya tidak puas dan lalu mengancam gugat ke pengadilan. Ancaman gugatan ini pun ramai lagi dengan tanggapan warganet. Apalagi posisi Denny memang lagi jadi perbincangan terkait unggahan foto santri cilik yang disebutnya 'calon teroris'.

Tanggapan pertama Telkomsel

Pada Senin 6 Juli 2020, Telkomsel langsung menanggapi Denny Siregar. Telkomsel menegaskan perlindungan data pelanggan adalah prioritas mereka. Hal ini ditegaskan Vice President Corporate Communications Telkomsel, Denny Abidin.
"Bagi Telkomsel, perlindungan data pelanggan selalu menjadi prioritas yang paling utama, sehingga kami senantiasa memastikan keamanan data dan kenyamanan seluruh pelanggan dalam berkomunikasi," kata Denny Abidin.
Dia mengatakan Telkomsel selalu patuh terhadap peraturan perundangan dan etika bisnis. Telkomsel mengacu pada standar teknis dan keamanan yang telah ditentukan bagi kepentingan penyelenggaraan jasa telekomunikasi komersial yang ditetapkan oleh lembaga standardisasi internasional (ITU, GSMA) maupun FTP nasional.
Jika terjadi kebocoran data seperti yang disangkakan oleh Denny Siregar, Telkomsel siap bekerja sama dengan pihak berwajib.
"Telkomsel siap bekerjasama untuk membantu serta berkoordinasi dengan pihak berwajib atau aparat penegak hukum serta seluruh pihak terkait jika terjadi dugaan peretasan data pelanggan pada sistem kami dan akan memprosesnya sesuai hukum yang berlaku," pungkasnya.
Denny Zulfikar Siregar, pegiat media sosial
Kronologi Bocornya Data Denny Siregar Sampai Pelaku Dibekuk (Foto: Screenshoot 20detik)
(Sumber Utama : https://inet.detik.com/law-and-policy/d-5089108/kronologi-bocornya-data-denny-siregar-sampai-pelaku-dibekuk)

Menkominfo Johnny G Plate angkat bicara

Di hari yang sama, Menkominfo Johnny G Plate merespon keluhan pegiat media sosial Denny Siregar. Johnny menuturkan bahwa pelaksanaan registrasi pelanggan jasa telekomunikasi telah diatur dalam Permenkominfo Nomor 12 Tahun 2016 tentang Registrasi Pelanggan Jasa Telekomunikasi.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 17 ayat (3) dan ayat (5) Peraturan Menkominfo tersebut, penyelenggara jaringan bergerak seluler wajib merahasiakan data dan/atau identitas pelanggan serta wajib memiliki sertifikasi paling rendah ISO 27001 untuk keamanan informasi dalam mengelola data pelanggan.
"Kementerian Kominfo telah meminta kepada penyelenggara jaringan bergerak seluler terkait, khususnya PT Telkomsel, untuk melakukan investigasi internal dan menelusuri apakah telah terjadi pencurian atau kebocoran data pelanggan telekomunikasi seluler. Diharapkan hasil investigasi ini dapat segera disampaikan," jelasnya kepada detikINET, Senin 6 Juli 2020.
Terkait kejadian yang dialami Denny Siregar, Kominfo mengimbau kepada masyarakat untuk merahasiakan dan menyimpan dengan baik data pribadi seperti NIK, No KK dan data pribadi lainnya.

Tanggapan para praktisi pada kasus Denny Siregar

Lembaga Riset Siber Indonesia CISSReC (Communication and Information System Security Research Center) mengomentari data pribadi Denny Siregar yang bisa bocor dan tersebar di media sosial (medsos). CISSReC juga mengungkapkan mengapa Denny Siregar lebih menuntut Telkomsel terkait kebocoran data yang dialaminya itu.
"Karena memang capture gambar yang tersebar di twitter adalah kemungkinan besar berasal dari sistem provider, dalam hal ini adalah Telkomsel, tidak mungkin provider lain, dilihat dari nomornya," jelas Chairman CISSReC Pratama Persadha, Senin (6/7).
Pratama mengungkapkan, sulit juga memang bagi Denny Siregar maupun pihak lainnya yang ingin menuntut penyelenggara sistem transaksi elektronik (PSTE) untuk bertanggung jawab.
"Karena dalam PP 71 tahun 2019 pun, tidak diatur dengan jelas dan tegas apa sanksi yang bisa didapatkan penyelenggara sistem bila mereka melakukan kesalahan yang berakibat kerugian materi maupun imateri bagi pemilik data yang mereka kelola," pungkas dia.

Telkomsel lapor polisi soal kebocoran data Denny Siregar

Dua hari kemudian, tepatnya pada Rabu 8 Juli 2020 Telkomsel melapor ke pihak kepolisian. Hal itu dilakukan setelah Telkomsel melakukan investigasi internal. Laporan resmi Telkomsel tersebut telah diajukan kepada aparat penegak hukum melalui Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri.
"Kami sangat menyayangkan ketidaknyamanan Saudara Denny Siregar sebagai pelanggan atas keluhan yang disampaikan terkait adanya dugaan penyalahgunaan data pelanggan. Sehubungan itu, Telkomsel berkomitmen untuk memberikan perhatian serius untuk memastikan penanganan keluhan tersebut secara terbuka dan tuntas," ujar Andi Agus Akbar, Senior Vice President Corporate Secretary Telkomsel dalam keterangan tertulisnya.
Andi menjelaskan bahwa saat ini, Telkomsel terus melakukan koordinasi secara intensif dengan aparat penegak hukum, guna membantu kelancaran proses lanjutan atas pelaporan yang telah diajukan, serta mempercayakan sepenuhnya pada proses hukum yang sudah berjalan, sesuai aturan yang berlaku.
Di sisi lain juga, Andi mengungkapkan soal keamanan data pelanggan, operasional perusahaan yang dijalankan Telkomsel sudah mengantongi sertifikasi ISO 27001.
"Mengenai keamanan informasi, Telkomsel juga memastikan operasional perusahaan telah berjalan sesuai dengan standar sertifikasi ISO 27001, di mana proses sertifikasi secara berkala ini dilakukan oleh lembaga internasional yang independen dan profesional," ungkapnya.

Pembocor Data Denny Siregar ditangkap polisi

Pembocor data pribadi Denny Siregar akhirnya ditangkap polisi. Polisi mengungkap penangkapan ini kepada publik pada Jumat 10 Juli 2020. Tersangka FPH (27) rupanya adalah karyawan outsourcing Telkomsel di Surabaya. Oleh karena itu tidak butuh waktu lama bagi polisi menangkapnya.
"Kemarin pada 9 Juli 2020 telah melakukan penangkapan pelaku di daerah Rungkut Surabaya," kata Kabag Penum Divisi Humas Polri, Brigjen Awi Setiono di Bareskrim Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Jumat (10/7).
Lebih lanjut, Kasubdit I Dittipidsiber Bareskrim Kombes Reinhard Hutagaol menjelaskan bahwa memiliki akses membuka data pribadi pelanggan. Dia secara ilegal membuka data pelanggan atas nama Denny Siregar tanpa otorisasi.
Setelah membobol data pribadi Denny Siregar, tersangka lalu mengambil foto data tersebut. Foto itu kemudian dikirim ke akun Twitter @opposite6890. Dari tersangka polisi menyita barang bukti berupa handphone dan sebuah perangkat komputer. Tersangka dijerat Pasal 46 atau 48 UU No 11/2008 tentang ITE, atau pasal 50 UU No 36/1999 tentang telekomunikasi dan atau Pasal 362 KUHP atau Pasal 95 UU No 24/2013 tentang Administrasi Kependudukan ancaman pidana paling lama 10 tahun penjara atau denda Rp 10 miliar.

Telkomsel ungkap proses investigasi kebocoran data Denny Siregar

Dalam kesempatan yang sama di Bareskrim Polri, Telkomsel berkisah bagaimana proses investigasinya. Senior Vice President Corporate Secretary Telkomsel, Andi Agus Akbar di Bareskrim Polri mengatakan Telkomsel melakukan investigasi internal. Mereka menemukan ada akses data tanpa izin.
"Jadi setelah ada ramai-ramai, dari Telkomsel mengadakan investigasi, kenapa ini terjadi. Kita mengenali ada akses tanpa hak dari searching di Grapari Rumpung," kata Andi Agus.
Kemudian dengan temuan itu, Telkomsel lantas melapor ke polisi. "Untuk itu pada tanggal 8 kami membuat laporan ke Mabes Polri untuk ditindaklanjuti sesuai perundang-undangan yang berlaku," ujarnya.
Telkomsel meminta maaf atas ketidaknyamanan yang dialami konsumen Denny Siregar. Kejadian ini jadi pelajaran untuk perbaikan keamanan data pelanggan.
"Ini pelajaran bagi kami untuk ke depannya akan kita akan perbaiki terus, tingkatkan terus keamanan untuk menjaga keamanan data pelanggan kami," pungkasnya.
Sumber Utama : https://inet.detik.com/law-and-policy/d-5089108/kronologi-bocornya-data-denny-siregar-sampai-pelaku-dibekuk/4

Babak Baru Kasus Denny Siregar - Telkomsel
Telkomsel menyatakan maaf atas ketidaknyamanan Denny Siregar atas bobolnya data pribadi. Masalah selesai? Tentu belum. Ini babak baru mereka.

Saya sebenarnya tidak mau membahas kasus ini terus-terusan, karena sepertinya jadi narsis, sebab kebetulan dalam kasus pembocoran data pribadi ini, saya yang jadi korbannya. Tapi kasus ini menarik, dan bisa sebagai pelajaran buat kita semua, supaya kita mengerti apa yang terjadi, dan bagaimana menggunakan hak kita sebagai warga negara. Kita harus punya hak dong, masa cuma kewajiban doang yang dilakukan?
Kasus ini bermula dari bocornya data pribadi saya ke publik oleh akun anonim yang bernama Opposite. Dan kita sama-sama sempat bertanya, dari mana si Opposite mendapat data pribadi saya dengan begitu lengkapnya? Dan sesudah saya meramaikan masalah ini ke publik, Menkominfo pun tergerak dan menyuruh Telkomsel melakukan investigasi.
Telkomsel kemudian bergerak dan menemukan ada seseorang yang mengambil data pribadi saya dari sistemnya. Mereka kemudian melaporkan ke polisi karena memang tidak mungkin menindak si pelaku. Polisi menangkap seorang pelaku, yang bilang kalau dia mengambil data saya dan menyerahkannya ke akun Opposite hanya karena benci kepada saya.
Okelah, motif bisa macam-macam ya. Yang saya khawatir sebenarnya adalah bagaimana bisa seorang karyawan selevel outsourcing mengakses data pelanggan yang seharusnya sangat rahasia dan membutuhkan otoritas orang yang lebih tinggi dari dia?
Ini pertanyaan terbesar dari saya dan mungkin Anda semua pengguna Telkomsel. Data kita sangat rentan ternyata, karena bisa diakses oleh karyawan selevel outsourcing saja. Berarti sistem keamanan di Telkomsel yang kata mereka punya sertifikat ISO, ternyata cuma kaleng-kaleng.
Dan yang mengagetkan untuk saya sendiri adalah reaksi dari Telkomsel. Mereka yang seharusnya kita percaya menjaga data kita, kemudian melenggang seolah tidak berdosa dan melimpahkan semua kesalahan kepada si oknum outsourcing. Padahal kalau sistem Telkomsel kuat, tentu tidak mungkinlah sekelas outsourcing bisa mengakses sistem mereka.
Dan apa yang Telkomsel lakukan kepada saya sebagai korban? Cukup meminta maaf atas ketidaknyamanan ini, tetapi tidak ada empati terhadap keamanan keluarga saya yang menjadi korban kelalaian Telkomsel.
Baca juga: Data Telkomsel Dibobol, Denny Siregar Pindah Rumah
Telkomsel seolah tidak mau bertanggung jawab terhadap situasi itu. Padahal di kasus ini sudah ada korbannya, yaitu saya sendiri. Dengan bocornya data pribadi saya ke publik, orang-orang yang membenci saya akhirnya tahu alamat rumah, dan mulai melakukan teror dengan terus mengintimidasi keluarga saya setiap hari.
Dan apa yang Telkomsel lakukan kepada saya sebagai korban? Cukup meminta maaf atas ketidaknyamanan ini, tetapi tidak ada empati terhadap keamanan keluarga saya yang menjadi korban kelalaian Telkomsel.
Telkomsel seperti cuci tangan. Mereka membangun persepsi publik bahwa mereka juga korban. Jadi sesama korban, cukuplah saling mengerti. Dan saya tidak boleh menuntut apa pun kepada mereka, karena kesalahan itu bukan pada mereka.
Analogi sederhananya begini. Saya titip uang ke teman saya. Terus teman saya itu kecurian. Dia lalu melapor ke polisi dan si pencuri pun tertangkap. Teman saya yang saya titipkan uang itu lalu bilang ke saya, "Den, maaf ya atas ketidaknyamanan ini." Begitu saja tanpa ada niat mengganti uang yang saya titipkan ke dia, karena dia merasa tidak bersalah. Wong yang salah si pencuri kok, dan sudah ditangkap polisi. Dia juga merasa sebagai korban.
Apa perilaku seperti itu benar? Bagi perusahaan besar seperti Telkomsel, bisa jadi mereka menganggap itu benar. Toh, si Denny itu siapalah. Hanya satu pelanggan dari 160 juta pelanggan lainnya. Enggak ngaruh, mau pakai silakan, enggak pakai juga silakan. Mau boikot silakan, teriak-teriak di media sosial juga silakan. Apalagi mau cabut kartu, enggak ngaruh. Telkomsel tetap perusahaan besar dengan keuntungan triliunan rupiah.
Kita yang dirugikan tidak punya hak untuk menuntut perusahaan besar untuk ganti rugi. Kalau nanti kita menuntut ganti rugi, dibilangnya begini, "Loh, ternyata niatnya mau memeras perusahaan negara, kan? Pengin cepat kaya, kan? Tujuannya ternyata uang, kan?" Dan begitulah narasi yang dibangun supaya kita sebagai korban akhirnya diam, tidak bersuara karena takut dianggap orang yang mengambil keuntungan dari peristiwa.
Coba perhatikan, dari RUU Perlindungan Data Pribadi yang sedang digodok pemerintah, Asosiasi Operator Seluler menolak ada pasal SANKSI kepada mereka kalau terjadi masalah.
Itu terjadi pada saya sekarang. Bagaimana kalau itu terjadi pada Anda? Diam saja? Pasrah keluarga diteror setiap hari tanpa ada solusi? Pasrah karena berpikir, "Ah Telkomsel itu perusahaan besar, saya tidak mampu melawan." Itulah yang mereka inginkan. Telkomsel sangat berkuasa, perusahaan besar, di dalamnya orang-orang berpengaruh semua, kaya raya, dan punya dana yang tidak terbatas. Mereka gajah. Sedangkan saya semut yang kalau diinjak saja, pasti mati.
Dan akhirnya saya paham kenapa Telkomsel seperti itu. Perilaku itu ternyata tidak hanya di Telkomsel, juga mungkin di semua operator seluler di Indonesia. Coba perhatikan, dari RUU Perlindungan Data Pribadi yang sedang digodok pemerintah, Asosiasi Operator Seluler menolak ada pasal SANKSI kepada mereka kalau terjadi masalah.
Asosiasi Operator Seluler itu bilang, untuk apa lagi ada pasal sanksi di RUU Perlindungan Data Pribadi, kan sudah ada UU ITE? Padahal UU ITE tidak mengatur sanksi buat penyelenggara layanan seperti operator seluler yang lalai menjaga datanya.
Jadi, ketika ada masalah kebocoran data seperti ini, pihak penjaga data seperti operator seluler, itu bisa lepas tangan. Mereka akan terus menganggap, yang salah adalah orang yang mengakses data mereka secara kriminal. Dan pihak seluler seperti Telkomsel terus saja jualan dengan jargon, "Hai, data Anda di kami aman kok. Kan, kami sudah punya ISO. Jadi jangan takut ya."
Mereka terus bicara ke publik bahwa sistem penjagaan datanya canggih, padahal jelas-jelas dengan begitu mudahnya seorang outsourcing saja bisa membocorkan data dari sistem mereka.
Lalu bagaimana nasib korban yang datanya dibocorkan seperti saya? Ya EGP, emang gua pikirin? Itu masalah elu, kan gua sudah lapor ke polisi, penjahatnya juga sudah ditangkap, ya sudahlah. Anggap aja lu lagi sial. Ngeselin, kan?
Itulah yang saya bilang, bahwa kita sebagai warga negara harus paham hak kita, hak atas perlindungan data-data kita, hak untuk tahu bagaimana cara perusahaan menjaga data kita, dan hak untuk menuntut kalau ada kelalaian dari si penjaga data kita.
Tuntutan atau gugatan itu penting sekali, supaya mereka tidak bisa seenaknya dan mulai berbenah memperbaiki sistemnya sampai sempurna. Kalau tidak ada yang menuntut, ya mereka akan terus menganggap bahwa tidak ada kejadian apa-apa. Tidak ada efek jera. Dan itu sama saja mengebiri hak kita sebagai warga negara di negara dengan hukum sebagai panglima.
"Jadi mau nuntut berapa triliun, Den? Rp 15 triliun?" Kata seorang teman itu dengan nada sinis menganggap saya memanfaatkan situasi ini supaya jadi orang kaya mendadak. Ya, gua ketawa. Dia belum ada di posisi gua, yang setiap hari keluarganya mendapat teror sampai terancam persekusi fisik yang bisa saja mengakibatkan kehilangan jiwa buah hati yang tercinta.
Lagian, cara menuntut Rp 15 triliun dengan gaya class action itu bukan gaya gua. Itu orang bodoh saja yang memanfaatkan situasi untuk perutnya pribadi, seolah-olah mereka peduli. Dan mereka bahkan tidak paham hukum sama sekali.
Kalau gaya gua, ya tunggu saja. Masih gua pikirkan sambil seruput kopi.
Denny Siregar
Denny Siregar. (Foto: Cokro TV) 
Sumber Utama : https://www.tagar.id/babak-baru-kasus-denny-siregar-telkomsel

"Bang DS, Jangan Gengsi dan Terjebak Dalam Stigmatisasi Mereka!!"

Hhhm… tiba-tiba, tanpa hujan tanpa angin, muncul sekelompok orang melakukan gugatan Class Action terhadap Telkomsel dan berita itu menyebutkan bahwa class action ini memiliki permasalahan yang sama dengan kasus DS, yaitu pembobolan data pribadi yang disebarkan ke umum. Namun, apakah gugatan class action ini sudah diterima oleh Pengadilan atau masih dalam bentuk wacana, media dan berita tidak menjelaskannya. Tulisan kawan di Seword pun, sama, tak ada keterangan apakah class action ini sudah memiliki nomor perkara atau belum. Yang pasti, jumlah tuntutan yang digaungkan hingga Rp 15 T cukup membuat orang pingsan saja terbangun.
Lalu pada akun Twitternya, DS menuliskan prediksinya bahwa kasus pembobolan data pribadi dia ujungnya akan dihubungkan dengan RUU Perlindung data. Setelah sebelumnya ada pernyataan penyangkalan bahwa class action yang sekarang cukup viral itu bukan bagian dari kasus Pembobolan data pribadi DS.
Saya kemudian menganalisa semua fakta yang ada dengan politik yang sedang dilakukan oleh sekelompok orang yang melakukan class action. Pertama, saya tidak melihat hubungan antara kasus DS dengan RUU Perlindangan Data. Jikapun saya menghubungkan kasus DS ini ke RUU Perlindungan Data, itu memiliki dampak yang cukup positif untuk rakyat Indonesia. Karena dengan RUU Perlindungan Data maka adalah menjadi kewajiban Negara untuk melindungi kebenaran dan kerahasiaan data perseorangan yang tercatat sebagai Warga Negara Indonesia.
Dalam pandangan saya, kasus DS ini hanya sebuah tindakan pembusukan dan pembunuhan karakter DS sebagai seorang influencer yang secara hakiki, sampai hari ini, tetap sebagai pendukung Pemerintahan yang sah dan pendukung presiden yang terpilih secara konstitusional.
Isu adanya class action dengan tuntutan Rp 15T yang ternyata dilakukan oleh orang-orang yang terkait dengan Partai Gerindra, bertujuan hanya untuk menstigmatisasi DS sedang mencari uang dari kasusnya, KALAU DIA SAMPAI MENGAJUKAN GUGATAN PERDATA. Nah, langkah gerombolan yang mengaku sebagai pengaju gugatan Class Action ini ternyata berhasil, kawan-kawan! Kubu DS menyatakan bahwa mereka baru melakukan pelaporan tindak pidana ke kepolisian.
Lalu muncul komentar orang-orang kalau DS sepertinya gengsi untuk mengajukan gugatan perdata atas kasus pembobolan data pribadinya karena pasti dituduh hanya mencari uang. Artinya, secara langsung dan tidak langsung, DS sudah masuk dalam politik jebakan batman yang berhasil menanamkan stigmanya tentang DS mencari uang atas kasusnya.
Wah Bang DS… kalau saya jadi Abang, saya tidak akan peduli apapun komentar orang. Terlebih pada laporan polisi Abang, pada kolom “Kerugian”, Abang menuliskan keterangan “Imateriil”. Kalau cuma langkah pidana yang dilakukan, kerugian imateriil tidak akan tertutupi. Karena ujung dari mempidanakan orang itu adalah menghukum kurungan badan aliasn menahan. Kasus Bang DS lebih tepat diselesaikan secara perdata. Dan karena ini pula, lalu muncul berita tentang class action dan stigmatisasi terhadap abang.
Kenapa harus gengsi menggugat telkomsel secara perdata? Toh jalur perdata itu disediakan oleh Negara untuk rakyat agar bisa menuntut ganti rugi yang mana keputusan untuk mengganti rugi itu, memiliki ketetapan dan kekuatan hukum, karena diputuskan dan ditetapkan setelah melalui proses pemeriksanaa oleh Majelis hakim.
Saya berkaca pada kasus saya pribadi. Saya sedang menggugat sebuah badan hukum. Lalu mereka pun melakukan perlawanan, salah satunya adalah dengan melakukan pelaporan balik terhadap saya ke kepolisian. Waktu saya dipanggil oleh polisi untuk memberikan klarifikasi, pihak polisi menawarkan untuk berdamai, karena memang salah satu fungsi polisi itu harus mengupayakan mendamaikan dua pihak yang sedang bersengketa. Waktu itu, saya bisa minta apa saja, termasuk uang, sementara dari mereka hanya meminta secarik surat permintaan maaf dari saya dan meminta saya mencabut seluruh laporan dan gugatan yang saya lakukan terhadap mereka. Lalu saya berpikir, “Ngapain saya minta uang lewat jalur damai yang tidak memiliki ketetapan dan kekuatan hukum? Kalau pun jumlahnya sama seperti yang saya tulis di petitum gugatan saya, tapi orang akan berpikir ‘Wah cari duit ternyata’. Tapi kalau ganti rugi materiil dan imateriil itu adalah keputusan hakim di pengadilan, dan saya akan mendapatkan 5 keuntungan sekaligus : Penggantian kerugian, keadilan, kebenaran, pembersihan nama baik dan menghukum si pelaku. Karena yang namanya petitum itu bisa memuat sebanyak apapun tuntutan yang kita mau”.
Jujur Bang DS, dari lubuk hati saya yang terdalam, saya prihatin atas kondisi keluarga abang yang dalam keadaan insecured. Dan seperti yang Bang DS bilang, sebagai kepala rumah tangga, sebagai suami dan ayah, abang punya kewajiban untuk membela dan melindungi keluarga Abang. Tapi saya hanya bisa bantu do’a dan menulis seperti sekarang ini. Ayo Bang DS, ga usah gengsi, jangan terjebak ke dalam stigmatisasi karena itu hanya langkah politik mereka terhadap Bang DS!!
And… wait the minutes… apa bukan sebuah kebetulan orang yang mengajukan class action ke Telkomsel itu ternyata masih punya hubungan dengan Telkomsel sendiri, walaupun hanya sebagai sebuah paguyuban otonom???? 
"Bang DS, Jangan Gengsi dan Terjebak Dalam Stigmatisasi Mereka!!"
Sumber Utama : https://seword.com/politik/bang-ds-jangan-gengsi-dan-terjebak-dalam-dmB7Q01pZy

Bicara Soal Kasus Pembobolan Data Pribadi, DS Jadi Terlihat Kebingungan Sendiri

Video Denny Siregar baru tayang 1 jam lalu. Isinya hampir sama dengan video sebelumnya, yaitu tentang data pribadi dia yang tayang di akun media sosial si Oposite. Video terbaru DS ini diberi judul “Telkomsel Mau Cuci Tangan”. Dari video ini ada kalimat DS yang menarik perhatian saya :
“Dan sesudah saya meramaikan masalah ini ke publik, Menkominfo pun tergerak dan menyuruh Telkomsel untuk melakukan investigasi. Telkomsel kemudian bergerak dan menemukan ada seseorang yang mengambil data pribadi saya dari sistemnya. Mereka kemudian melaporkan ke polisi karena mereka memang tidak mungkin menindak si pelaku. Polisi menangkap seorang pelaku yang bilang kalau dia mengambil data saya dan menyerahkannya kea kun Opposite hanya karena benci pada saya. Okeylah, motif bisa macam-macam. Yang saya khawatir adalah, bagaimana bisa seorang karyawan selevel outsourching mengakses data pelanggan yang seharusnya sangat rahasia dan membutuhkan otoritas orang yang lebih tinggi dari dia?”
Kalimat terakhir yang saya tebalkan itu yang menarik buat saya. Pasalnya, pada kalimat itu DS sedang berbicara tentang kewenangan orang yang levelnya lebih tinggi dari si karyawan outsourching itu. Tapi di sisi lain, saya juga membaca bahwa sampai hari ini, pihak DS hanya melakukan pelaporan tindak pidana ke polisi dan belum terpikir untuk mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri.
Bukankah DS punya seorang Penasehat Hukum yang bisa menjelaskan bahwa pada ranah pidana, polisi hanya akan menyidik si pelaku tindak pidana. Kalau sampai hari ini dari pihak Telkomsel berkooperasi dengan menyerahkan satu orang pelaku, karena mungkin baru itu yang mereka temukan. Karena pada Laporan Polisinya yang bernomor LP/4005/VII/YAN.2.5/2020/SPKT.PMJ, tertanggal 10 Juli 2020, nama Terlapor masih dikosongkan. Artinya DS tidak melaporkan PT Telkomsel. Dan atas perintah Menkominfo kepada PT Telkomsel, kemudian PT Telkomsel mencari siapa yang membobol data pribadi DS.
Sampai di sini, saya tidak melihat ada yang salah dari proses penyelidikan. Saya malah melihat ada niat baik dari pihak Telkomsel yang sudah mempermudah pekerjaan polisi untuk mencari si pelaku. Iya memang betul, pasti ada nama orang yang memiliki otoritas untuk mengakses data pribadi pelanggan. Masalahnya, kalau orang tersebut mengaku tidak merasa memberikan otoritas itu, terus bagaimana? Dan polisi tidak memiliki bukti adanya keterkaitan orang yang punya otoritas dengan kasus ini. Misalnya, si orang dengan otoritas itu berbohong bahwa bahwa dirinya tidak pernah membuka data pribadi pelanggan, tapi pakar bisa saja melacaknya. Karena di dunia digital, manusia tidak bisa berbohong. Saya yakin Telkomsel punya perangkat yang bisa melacak kapan terakhir data pribadi pelanggan dibuka dan siapa yang membukanya. Dihapus sekalipun jejak membuka data pribadi pelanggan pasti bisa ditelusuri. DS cukup menunggu saja hasil dari penyelidikan dan BAP Polisi dari si karyawan outsourching itu. Siapa tahu dia menyebutkan nama-nama yang tersangkut dalam pencurian data pribadi DS.
Kalau DS mau polisi sesegera mungkin menangkap orang yang memiliki otoritas hanya dilihat dari kewenangannya saja, artinya DS sudah salah menindaklanjuti masalah pembobolan data pribadi dia. Karena tindak pidana hanya akan penyidik pada pelaku tindakan tersebut, walaupun si pelaku itu hanya seorang karyawan outsourching, dan tidak merambah sampai ke orang yang memiliki otoritas selama tidak ada barang bukti dan alat bukti yang mengarah pada si orang dengan otoritas tadi. Atau namanya tidak tersebutkan di dalam BAP si karyawan outsourching.
Ingat! Dalam hukum, semua penegak hukum memegang prinsip “Dugaan tidak bersalah”. Seluruh kecurigaan DS tentang Telkomsel yang cuci tangan menjadi sangat salah kaprah kalau DS hanya bergerak di ranah pidana.
Coba kalau DS menindaklanjuti kasus ini di ranah perdata, dimana DS bisa menempatkan semua orang di barisan tergugat, turur tergugat dan ikut tergugat. Presiden Jokowi pun bisa didudukkan sebagai pihak yang ikut digugat.
Tapi sejauh ini DS mengklaim pihaknya masih belum berpikir untuk masuk ke ranah perdata. Terlebih sekarang ada pihak lain yang mengklaim atau mendompleng kasus DS dengan gugatan Class Action dimana tuntutan ganti rugi mencapai Rp 15T.
Kecuali kasus Ahok, saya pikir tidak ada lagi kasus pidana lain yang bisa mendesak pihak kepolisian untuk bertindak melangkahi prosedur penyelidikan dan penyidikan karena adanya desakan dari massa. Sekarang DS menggembar gemborkan (baca: menyangsikan) tentang keanehan orang yang dijadikan “pelaku” lalu seolah mengejek, “Kok bisa karyawan selevel outsourching membobol data pribadi pelanggan?”. DS kan pasti tahu, kalau sekarang ini tidak ada satu hal pun yang tanpa taktik dan strategi politik.
Atau DS berusaha mempertahankan bara agar kasus ini selalu terasa panas di tengah masyarakat? Percaya deh, pelaporan DS di kepolisian tidak akan terkuak secepat kita menjentikan jari tangan. Apalagi kalau ternyata di belakang kasus ini memang ada orang besar, maka DS akan menjadi teri yang berusaha menggigit ikan pari.
Saran saya buat DS, rajin-rajinlah melobi ikan hiu biar dia bisa menggigit si ikan pari. Kalau cuma menviralkan sebuah atau seratus buah video di youtube, tameng polisi adalah prosedur penyidikan. Atau, segera gulirkan gugatan perdata dan dudukan semua pihak terkait menjadi pesakitan.
Bicara Soal Kasus Pembobolan Data Pribadi, DS Jadi Terlihat Kebingungan Sendiri
Sumber Utama : https://seword.com/umum/bicara-soal-kasus-pembobolan-data-pribadi-ds-jadi-I6U8i0tRdD 

Akun Twitter Bak Hacker Anonymus

Membaca sebuah atau beberapa kultwit tentang kasus-kasus yang sedang panas di Indonesia sangat menarik. Apalagi bila kultwit itu dari akun-akun yang sudah mempunyai “nama” di jagad twitter. Mereka mendapat “nama” karena mengupas sangat dalam mengenai sebuah isu yang sedang panas di masyarakat. Yang saya maksud bukanlah isu mengenai rumah tangga selebriti atau trend kekinian. Tapi isu politik atau hukum, yang bila salah langkah sedikit saja dalam menyampaikan, bisa berurusan dengan pihak berwajib.
Salah langkah di sini bisa berarti salah dalam menyampaikan isi di kultwit karena info yang salah, atau salah dalam memilih isu yang diangkat, atau bahkan salah karena kultwit tersebut bisa menyebabkan “seseorang” atau oknum yang disebut di kultwit terganggu. Oknum yang disebut bisa saja merasa terganggu dan kemudian memproses sang pemilik akun untuk diproses hukum. Yang bikin saya sering heran dari mana akun-akun tersebut mendapatkan informasi yang bisa dibilang sangat rahasia? Apakah mereka memiliki orang dalam yang bisa menyediakan informasi yang dibutuhkan? Seperti kasus pembocor data Denny Siregar yang ternyata mendapatkan info dari seorang karyawan Grapari Telkomsel? 
Ada sebuah akun yang cukup berani dalam membuat kultwit mengenai isu politik dan hukum di Indonesia. Beberapa yang saya tahu pernah dibahas oleh akun tersebut adalah mengenai kasus Garuda Indonesia, pembocor data Denny Siregar, dan sekarang yang sedang dibahas adalah mengenai Djoko Tjandra. Tidak perlu saya sebut nama akunnya saya yakin Anda pasti tahu. Apalagi sudah beberapa kali akun ini dibahas atau dijadikan sumber tulisan di Seword.
Akun ini selain berani, juga bisa memberikan data-data digital yang sering kali membuat saya terbelalak saking dalamnya data tersebut. Tidak tanggung-tanggung, akun ini bisa memberikan data mulai dari screenshot tiket pesawat, foto kartu identitas (yang saya yakin tidak mungkin dapat dari pemiliknya), foto surat-surat penting dari lembaga2 tinggi yang bersifat rahasia, bahkan sampai screenshot isi percakapan WA atau Telegram. Entah dia memiliki jaringan yang super luas atau akun ini dikelola oleh seorang hacker yang sangat jago.
Sepak terjang akun ini pastinya sangat mengganggu orang-orang yang “dikuliti” di kultwitnya. Sudah beberapa kali akun ini dilaporkan ke pihak berwajib, tapi sepertinya tidak pernah berhasil diungkap siapa orang di balik akun ini. Paling banter akunnya disuspend oleh pihak Twitter. Tapi tidak berapa lama, dia muncul lagi dengan akun baru.
Hebatnya, karena sudah punya “nama”, hanya dalam waktu sekejab, akun baru tersebut sudah mendapat banyak follower. Akun terbarunya (akun kesepuluh) yang baru muncul di awal Juli sudah difollow oleh 420-an ribu follower.
Saya pribadi sangat tertarik setiap membaca kultwit yang didukung oleh data-data hasil digital forensiknya. Kalau hanya sekedar ngetwit tanpa data itu hanya beropini atau menyebar isu atau hoax. Tapi dengan data-data yang mendukung, kultwit menjadi berisi, bisa diuji kebenarannya. Di satu sisi saya bersyukur akun ini eksis, karena dari kultwitnya, masyarakat dapat mengetahui sedikit tentang apa yang terjadi di balik layar dari suatu isu yang “dikulitinya”.
Terlepas benar atau salahnya. Saya tidak membahas itu. Karena menurut saya, apa yang disampaikan di kultwitnya, walaupun mungkin kadang terasa terlalu halu atau tidak mungkin benar, dengan data pendukung yang disampaikan, sedikit banyak ada kebenaran di situ. Apalagi ketika kultwit tentang pembocor data Denny Siregar, akun itu menyampaikan ada seorang yang pernah mentransfer dana ke pemilik akun twitter yang membocorkan data tersebut. Dan terbukti benar! Orang yang dimaksud langsung kebakaran jenggot memberikan klarifikasi. Dari situ saya yakin akun ini bukan akun kaleng-kaleng.
Melihat sepak terjang akun ini seperti melihat aksi Anonymous, kumpulan hacker yang sering melawan para penjahat dengan cara mereka sendiri. Seperti ketika mereka melumpuhkan lebih dari 40 website tentang pornografi anak pada 2011, atau ketika mereka secara terbuka menyatakan perang terhadap ISIS, salah satunya dengan cara melumpuhkan akun-akun media sosial yang mendukung ISIS.
Ada kesenangan tersendiri ketika membaca kultwit akun ini yang membuka kebohongan seseorang yang sering tampil tidak berdosa di depan umum. Bahkan kadang kagum dengan kemampuan hacking pemilik akun ini yang kelihatannya mudah sekali dalam mencari data yang paling pribadi sekali pun. Semoga akun ini selalu istiqamah di jalan yang benar, tidak terpancing untuk melakukan hal yang menyimpang dengan keahlian yang dimilikinya. Semoga…
Akun Twitter Bak Hacker Anonymus
Sumber Utama : https://seword.com/umum/akun-twitter-bak-hacker-anonymus-Xz4KYTR7ZM 

Tak Bisa Hanya “Tumbalkan” Karyawan Outsource, Polisi Harus Proses Dedengkotnya!

Penangkapan oknum yang dianggap outsource sudah dilakukan oleh polisi di Jawa Timur. Tanggal 9 Juli pagi, ia ditangkap dan diperdalam motifnya. Motifnya aneh dan ganjil.
Motifnya sebenarnya sangat sederhana yakni ketidaksukaan dari karyawan outsourcing tersebut kepada pendukung Denny Siregar. Loh bukan kah kalau tidak suka dengan pendukung Denny Siregar, kenapa Denny Siregar yang dibongkar datanya?
Bagi saya motif ini hanyalah motif yang sifatnya normatif diberikan kepada rakyat agar menenangkan kekhawatiran rakyat dan khususnya pengguna nomor Telkom yang depannya sangat rentan dibongkar bahkan oleh sekelas karyawan outsourcing sekalipun.
Tapi apakah hal ini selesai dan Telkomsel bisa cuci tangan karena dia adalah outsource yang tidak ada hubungan langsung sebagai karyawan GraPARI? Tidak. keadilan tetap harus mencari jalan nya sampai kepada pengampu kepentingan ataupun pembuat kebijakan yang katanya berstandar kepada ISO 27001 itu.
Polisi harus perdalam, bagaimana perusahaan yang memiliki sertifikasi ISO 27001 itu bisa-bisanya dibobol dari outsource? Artinya ada sesuatu yang tidak benar. Setahu saya, ISO ini diberikan oleh pengamat dari luar negeri, karena sifatnya adalah multinasional. Kalau sifatnya multinasional seharusnya keamanan dari data itu terjamin 100% alias zero tolerance terhadap upaya pembobolan dari orang dalam.
Karena kejahatan ini dianggap kejahatan luar biasa, secara mengancam nyawa Denny Siregar dan keluarga, kasus ini tidak semudah itu untuk selesai. Jangan hanya karena eksekutornya ditangkap, kasus ini bisa ditutup. Enak sekali kalau kecacatan peraturan bisa diselesaikan dengan penangkapan 1 orang yang bisa mengakses data itu.
Tidak bisa stop hanya di pemberi data privat Denny Siregar. Perusahaan sekelas Telkom yang sudah dapat ISO 27001, kok bisa-bisanya membiarkan teraksesnya data rahasia oleh karyawan outsource? Artinya ini sudah ada kecacatan prosedur keamanan data pelanggan bukan?
Apalagi pasca ditunjuknya direktur baru Telkom dari Bukalapak, langsung Denny Siregar di #BukaData-nya. Bagi saya, ini adalah hal yang perlu diperhatikan bersama-sama. Saya tidak mengambil posisi curiga kepada bos Bukalapak yang jadi direktur perusahaan ini.
Tapi saya berharap, anak muda ini bisa menjalankan tugasnya dengan baik, dalam menjaga kerahasiaan data, apalagi orang yang mengambil posisi berseberangan secara politik. Dalam ISO 27001, tidak ada perbedaan perlakuan pelanggan pendukung Jokowi maupun pendukung HTI, bukan?
Untuk kita ketahui bersama, data Denny Siregar yang privat itu dibocorkan pasca dia mengkritik sebuah foto terkait calon teroris yang wajahnya masih anak-anak. Artinya memang diduga kuat bahwa pembocor data dan juga kalau viral data private Denny Siregar ini adalah pengasong ide-ide yang bertentangan dengan Pancasila.
Dan sudah terbukti dari cuitan cuitan yang dilakukan oleh karyawan GraPARI dan juga akun Opposite. mereka terlihat sangat membenci pandangan Islam nusantara, Banser, NU dan agama-agama lain. Para pencinta Rizieq ini sudah terkontaminasi otaknya terhadap ajaran-ajaran yang yang lari dari Pancasila.
Dan dikuatkan lagi dengan transferan yang diterima oleh Irsan dari seorang yang disebut babeh.
Kembali ke proses hukum yang sedang berjalan saat ini kepada karyawan GraPARI. Saya berharap kepolisian tidak puas dengan jawaban yang sederhana itu dan seolah-olah dianggap sebagai permasalahan personal.
Saya sangat berharap bahwa polisi akan mengusut sampai kepada direksi nya karena tanggung jawab kerasian data ada di tangan petinggi bukan di tangan karyawan saja, apalagi karyawan outsource. Bagaimana dengan kelanjutan dari kerahasiaan data yang dimiliki oleh pelanggan Telkom?
Apa jaminannya? Tidak ada jaminan kalau perusahaan Telkom ini bisa menjaga kerahasiaan, jika kalau sudah ditangkap, lalu kasus tenggelam. Enak saja. Tidak semudah itu, Ferguso. Jangan sampai hanya karena memperjuangkan negara ini, orang-orang baik di Indonesia dipersekusi oleh kaum radicalis yang menggunakan agama sebagai alat serang sekaligus alat pertahanan mereka.
Ayo pak polisi! Jangan takut sama elit di balik Telkom!
Apakah polisi di bawah Kapolri Idham Azis berani untuk menyentuh sampai kepada atasan-atasan Telkomsel yang merupakan perusahaan milik pemerintah Indonesia dengan saham sebesar 52,09%? Kita tunggu tanggal mainnya.
Begitulah main-main.
Tak Bisa Hanya “Tumbalkan” Karyawan Outsource, Polisi Harus Proses Dedengkotnya!
Sumber Utama : https://seword.com/politik/tak-bisa-hanya-tumbalkan-karyawan-outsource-nsHFSxM0KY

MEDAN TEMPUR PEMIKIRAN..

Jakarta - "Lu gak takut, bang?". Tanya seorang teman yg heran kenapa sejak 2011 aku konsisten bersuara keras, menghantam pemikiran kelompok radikal yang menguasai media sosial. "Gak takut ?" Tanyaku. "Justru gua sebenarnya penakut.."
Tapi ketakutanku bukan karena takut nanti dipersekusi atau diintimadasi mereka. Ketakutan terbesarku adalah ketika aku tidak bersuara, maka negeri ini kelak bisa menjadi Suriah ketika kelompok radikal ini menguasai negara. Dan jika itu terjadi, anak2ku kelak akan menuntutku, "Kenapa papa tidak berjuang disaat papa mampu?".
Ketakutanku terbesar adalah ketika aku tidak mampu berdiri dgn kepala tegak di depan anak2ku. Itulah arti menjadi seorang ayah bagiku, menjadi tauladan di depan anak2ku.
Dan semakin kesini, musuh2ku semakin kuat dan semakin besar. Mereka yang sejak belasan tahun sudah menguasai banyak posisi penting di pemerintahan dan perusahaan negara, mereka yang punya akses dan dana, mereka yang sudah mempunyai massa.
Pernah, beberapa bulan lalu, aku dihubungi seseorang yg memberikan foto2 penangkapan seorang teroris lengkap dengan senjata rakitannya. Dia heran, karena si teroris itu mengaku sedang berlatih keras utk menghilangkan nyawaku. "Apa pentingnya seorang Denny ?" Tanyanya.
Ternyata jawaban si teroris, karena aku dan pemikiran2ku menghalangi strategi besar mereka utk mendirikan negara khilafah.
Dari situlah aku sadar, bahwa pemikiran itu seperti pedang. Ia mampu menjadi senjata tajam dalam bentuk pertarungan propaganda dan pembentukan opini. Dan media sosial adalah medan tempurnya.
Lalu, ketika mereka tidak mampu membunuh narasi2 dan pemikiranku, juga tidak mampu mengintimidasiku dgn kata "penggal" "halal darahnya" dan segala macam tekanan lainnya, mereka memainkan hukum utk memasukkanku ke penjara.
Gagal. Karena mereka terlalu bodoh untuk itu. Laporan mereka hanya berdasarkan nafsu bukan alat bukti yg cukup. Tapi mereka berkoar kalau aku dilindungi rezim yg mereka lawan. Dan karena tidak mampu "membunuhku", mereka menyerang keluargaku. Mereka mencari titik lemahku..
Penyebaran data pribadi itu sangat jahat dan hanya dilakukan para pecundang, yang kalah bertarung di pemikiran. Dan si provider besar itu harus bertanggung jawab penuh, karena dari sanalah sumber data berasal. Itulah kenapa aku merasa, lawanku semakin kesini bukan semakin kecil, justru seperti main game bertemu raja-rajanya.
Tegang, sekaligus mengasyikkan..
Mungkin inilah waktu-waktu terpenting dalam perjalanan hidupku. Aku tidak suka diremehkan, justru semakin ditekan, diriku semakin berdansa ditengah masalah. Seperti bermain catur, langkah mana yang harus dilakukan untuk menyerang dan bertahan.
Bahkan membunuh fisikku tidak akan menghentikan apa yg sudah dilakukan. Karena pemikiran itu abadi, jejaknya membekas di hati, dalam dan membangunkan api untuk semakin berkobar.
Mereka tidak tahu, dengan siapa mereka berperang. Biar kutunjukkan. Kalah menang itu bukan tujuan. Karena jejak perjuangan itu tidak akan pernah menghilang..
Seruput kopinya untuk jiwa-jiwa yang merdeka dan para pencari arti dalam perjalanan..
Lawan Pemikiran Radikal
Sumber Utama : https://www.dennysiregar.id/2020/07/medan-tempur-pemikiran.html 

GUGAT TELKOMSEL !

Jakarta - Saya senang ketika Polisi akhirnya bisa membekuk pelaku di dalam Telkomsel yang memasok data ke akun Opposite..
Terimakasih atas gerak cepatnya, Polri. Ini lumayan melegakan, karena dengan begitu kita tahu bahwa memang ada "orang dalam" yang bermain disana menjual data..
Hanya saya heran. Kok bisa ya pembobol itu pangkatnya cuman outsourcing doang?
Tertangkapnya si "outsourcing" itu menguatkan dugaan, bahwa ada kelemahan yang berbahaya di sistem data Telkomsel.
Padahal sebelumnya, Telkomsel sudah mengelak bahwa sistem mereka sangat aman. Bahkan sudah mendapat sertifikasi ISO 27001 untuk keamanan informasi. Yang ngawasin badan independen dan profesional pulak..
Lah, kalau dgn sertifikasi ISO itu yang bobol cuman sekelas outsourcing doang, bayangkan, betapa bahayanya semua sistem Telkomsel. Mengerikan. Kita semua terancam. Data kita bisa diakses ama coro-coro di perusahaan besar.
Telkomsel itu perusahaan multinasional, dengan aset ratusan triliun rupiah, tapi yang bobol data bahkan bukan "orang penting" disana. Apakah ini permainan? Pengalihan? Atau hanya mencari kambing hitam?
Karena itu, sesudah clear bahwa ada masalah di sistem internal Telkomsel, saya mau menaikkan level permainan. Saya ingin MENGGUGAT Telkomsel. Gugatan ini sangat penting, supaya Telkomsel tidak bisa sembarangan dengan data 160 juta pelanggannya.
Saya sudah menjadi korban. Rumah saya sudah diteror oleh bermacam-macam orang.
Jangan sampai, keluarga anda juga yang menjadi korban. Sudah cukup. Telkomsel harus bertanggung jawab dengan ini semua. Jangan cuman bisa ngeles atau diam saja. Gugat Telkomsel! Seruput kopinya gak ketinggalan..
Denny Siregar dan Muannas Aidid
Sumber Utama : https://www.dennysiregar.id/2020/07/gugat-telkomsel.html 

KISAH DALAM SECANGKIR KOPI

Jakarta - Setiap kali membaca kisah kepahlawanan dari buku-buku sejarah, gua dulu selalu membayangkan seperti mereka. Rasanya menyenangkan..
Baru gua paham sekarang, bahwa untuk menjadi sedikit saja seperti mereka, butuh perjuangan yang sangat besar, baik mental maupun fisik yang kuat. Nafas harus panjang, strategi harus cerdas.
Dan yang paling utama dari semua itu adalah kemampuan untuk memahami bahwa apa yang lu lakukan, bukan untuk diri lu sendiri, bukan juga buat keluarga lu, apalagi untuk kekayaan.
Tetapi untuk mengubah sesuatu yang rusak menjadi lebih baik. Membangun tatanan dari puing-puing yang berserakan.
Perjuangan itu bersifat spiritual, bukan lagi material. Dan kelak ketika kita pergi, ruhnya akan tetap menyebar dan mengkader ruh-ruh lain untuk menaikkan tingkatannya ke level yang berbeda, sesuai masanya.
Itulah kenapa gua sekarang lebih menyenangi proses daripada hasil, karena hasil urusan Tuhan. Proseslah yang menjadikan manusia kaya..
Hidup hanya sekali. Mari kita jadikan berarti. Karena manusia, bagi manusia lainnya, adalah sebuah inspirasi.
Secangkir Kopi
Sumber Utama : https://www.dennysiregar.id/2020/07/kisah-dalam-secangkir-kopi.html 

ADU STRATEGI

Jakarta - Saya sudah menduga, bahwa kasus melawan "Big Company" tidak semudah kelihatannya.. Mereka punya jaringan orang2 top dan dana besar untuk melindungi kepentingan besarnya. Dan strategi mereka keren sekali, sehingga banyak orang silau.
Salah satu strategi adalah dgn membangun narasi seolah2 mereka sudah membongkar jaringan didalam. Dan keluarlah tersangkanya, yang ternyata jabatannya cuman coro doang.
Dengan begitu, mereka memposisikan sebagai korban, dan karena mereka dan saya sesama korban, jadi cukup minta maaf saja, "Maaf ya Den, atas ketidaknyamannya.." Mereka anggap masalah selesai.
Strategi kedua, dengan memunculkan orang/kelompok seolah2 menuntut mereka belasan triliun rupiah dengan mengatasnamakan saya. Dan narasi yang dibangun adalah, "Ah, Denny ternyata cuman cari uang". Dibunuhlah karakterku, supaya yang tadinya mendukung menjadi benci.
Nah strategi ketiga, mereka akan memunculkan "angka nego" dgn saya ke publik. Tujuannya, ya apalagi merusak nama supaya opini terbentuk bahwa saya hanya mencari uang.
Lalu strategi keempat, akan bongkar2 keburukan saya di masa lalu, supaya kembali lagi tercipta opini negatif publik ke saya.
Dan semua itu akan mereka lakukan dalam rangka menghalangi saya mengajukan gugatan sebenarnya. Melepaskan tanggung jawab mereka yang sudah sangat merugikan. Dan supaya tidak muncul orang2 seperti saya yang akan mengajukan gugatan yang sama.
Begitulah cara Big Company menyelesaikan masalahnya. Tidak ada empati, bagi mereka semua hanya bagian dari industri. Saya dan kita semua hanyalah "nomor" bagi mereka, bukan lagi manusia.
Penting bagi mereka jika saya dibungkam. Supaya tidak ada kasus "Goliath kalah melawan Daud". Kalau Daud menang, wah rusak reputasi besar mereka. Saham bisa anjlok karena kepercayaan hancur.
Padahal, apa yang saya lakukan dgn menggugat nanti, justru akan memperkuat posisi mereka sebagai perusahaan yang perduli pada masalah sistem internalnya. Efek jera lewat gugatan itu penting, supaya mereka tidak bisa seenaknya lepas tangan dari masalah serius di dalam sistem keamanan data mereka.
Sungguh, ini permainan catur yang menarik bagi saya. Langkah harus cermat, jangan sampai salah. Dan tekanan2 yg lebih besar akan saya hadapi, lebih kuat dari yang pernah terjadi.
Tapi biarlah. Apa yang terjadi biarlah terjadi. Setidak2nya saya sudah berusaha melawan kesombongan sebuah korporat besar. Dan jika saya kalah, tetap saja menjadi sebuah kebanggaan karena saya pernah melakukan langkah besar yang berarti.
Sebentar lagi, pasti banyak tokoh2 besar yang akan menelpon saya, dan bilang, "Denny, kamu mundur saja.."
Ah, biar saya beri mereka secangkir kopi..
Bagi saya, ini hanya permainan catur saja. Hanya lawannya saja yang berbeda..
Bermain Catur
Sumber Utama : https://www.dennysiregar.id/2020/07/adu-strategi.html 

Re-post by MigoBerita / Kamis/16072020/10.10Wita/Bjm

Baca Juga Artikel Terkait Lainnya

1 komentar:

lia 1 Februari 2021 pukul 01.42

saya juga pakai telkomsel dan selalu dpt sms spam

alat berat vibro