Migo Berita - Banjarmasin - Ada apa dengan Jiwasraya serta Rekam Jejak para Politikus Tanah Air, hingga terseret-seretnya nama Grup Bakrie , Jangan sampai terlewat kumpulan artikel yang kami kumpulkan. Baca Hingga selesai ya , Jangan sampai "Gagal Paham"
Menanti Kemenangan Rakyat, Diseretnya Bakrie ke Pengadilan Kasus Jiwasray
Bila
kita ikuti betul kasus Jiwasraya ini secara holistik dan tak
sepenggal-sepenggal, niscaya mereka yang memihak nurani pasti serempak
mengangguk setuju kalau kasus ini punya kesan dikondisikan untuk
merampok negara plus nasabah. Hmmmm.... Kok bisa, begitu mungkin bathin
sebagian orang bertanya.
Maka, kepada merekalah tulisan ini saya tujukan guna melihat secara jujur bagaimana kesan seperti itu bisa muncul.
Pertama,
Anda semua harus disodori fakta dulu bahwa yang diseret ke muka
pengadilan saat ini adalah Direksi yang menjabat dari 2008 ke 2018 atas
tuduhan melakukan kongkalikong dengan pemain pasar modal yang juga turut
ditersangkakan yakni Beny Tjokro, dkk. Dalam dakwaannya, kejaksaan
menuduh mereka ini telah melakukan semacam kerja sama untuk memainkan
saham-saham Jiwasraya di saham-saham berisiko atau non LQ45.
Terungkap
bahwa memang benar Jiwasraya dimainkan di saham-saham gocapan seperti
itu, namun apakah terjadi praktek suap-menyuap demi terjadinya deal
seperti itu, pengadilanlah kelak yang membukanya.
Namun, sebelum menuju ke sana, Anda semua pun harus paham bahwa sesuatu dikatakan sebagai pidana apabila antara actus reus (istilah dari bahasa Latin dalam dunia hukum untuk menamakan tindakan yang terjadi) mesti punya kaitan linear dengan mens rea
(niat/keinginan/maksud melakukannya). Sebuah actus reus kadang bisa
terjadi tanpa diinginkan, artinya tak sesuai dengan mens reanya.
Nah
bagaimana dengan fakta bahwa Jiwasraya digoreng-goreng pada saham-saham
gocapan, apakah didukung oleh bukti bahwa itu dilakukan karena ada niat
hendak menjahati Jiwasraya. Ini tantangan buat JPU sehingga tindakan
itu bisa dijadikan dasar untuk menjebloskan para direksi ini ke balik
jeruji bui.
Tantangan
ini menjadi berat bila Anda semua disodori fakta pula bahwa ternyata,
Jiwasraya merupakan puncak gunung es yang baru mencuat. Jika dilacak,
permasalahan Jiwasraya sebenarnya sudah terjadi sejak tahun 2000-an.
Pada
tahun 2006. Kementerian BUMN dan Bapepam-LK menyatakan ekuitas
Jiwasraya tercatat negatif Rp3,29 triliun. Pada tahun 2008, Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini disclaimer (tidak menyatakan
pendapat) untuk laporan keuangan 2006-2007 lantaran penyajian informasi
cadangan tidak dapat diyakini kebenarannya.
Defisit perseroan semakin lebar, yakni Rp 5,7 triliun pada 2008 dan Rp 6,3 triliun pada 2009.
Harusnya Umumkan Gagal Bayar Sejak BPK Menerbitkan Disclaimer 2008
Kerugian
sebelum 2008 itu apabila ditelusuri seperti yang dilakukan oleh Tim
Investigasi TEMPO dan terbit sebagai artikel pada majalahnya bertanggal 7
Maret 2020, maka akan terlihat bahwa insolvensi pada 2008 itu antara
lain dipicu oleh repo terhadap saham-saham Bakrie pada rentang 2004-2006
secara serampangan karena tak didahului oleh analisis investasi.
Syarat analisis investasi tersebut bisa dilangkahi begitu saja oleh jajaran direksi saat itu (2004) bisa karena abuse of power
mengingat Bakrie pada 2004 adalah Menko Perekonomian Kabinet Indonesia
Bersatu. Jadi, bisa saja terjadi adanya pengondisian saat itu.
Disclaimer
yang diajukan BPK pada 2008 anehnya tak berujung pada pengumuman gagal
bayar oleh direksi. Yang terjadi adalah mengganti direksi lama ini
dengan direksi baru yang nota bene dikenal sebagai ahli asuransi,
Hendrisman Rahim, dkk.
Dari
sini saja bisa kelihatan kalau terjadi pengondisian pada 2008 ini.
Bukannya umumkan gagal bayar, malah memasukkan ahli asuransi untuk coba
menyelamatakan Jiwasraya.
Apa
yang terjadi kemudian? Begitu Hendrisman, dkk ini melihat ada lubang
menganga di Jiwasraya, selaku direksi tentu secara moral mereka dituntut
untuk selamatkan perusahaan. Ini hal yang berlaku umum pada semua
perusahaan. Tak ada direksi yang masuk perusahaan untuk kemudian
menyuntik perusahaannya tersebut mati sesaat setelah menjabat. Hal ini
jelas berkebalikan dengan yang dilakukan oleh Hexana Tri Sasongko,
Direksi Jiwasraya pada 10 tahun kemudian.
Lanjut,
bagaimana jajaran direksi ini menyehatkan kembali Jiwasraya tanpa
melahirkan masalah? Inilah yang kemudian membawa mereka bertualang.
Petualangan ini bermula pada proposal mereka kepada Menteri BUMN saat
itu yakni Sofyan Djalil (2007-2009) untuk menerapkan skema Penyertaan
Modal Negara (PMN). Oleh Djalil, hal ini direspon positif karena Djalil
sangat ingin supaya Jiwasraya ini bisa sehat kembali.
Namun,
usulan mereka (Direksi dan Menteri Djalil) kandas di tangan Menkeu Sri
Mulyani waktu itu (2009-2010) karena memang kondisi keuangan negara saat
itu sedang goncang akibat terpaan skandal Century. Demikian pula ketika
skema obligasi Zerro Coupon Bond, kandas juga pada tahun 2009 itu. Oleh
Djalil, mereka dituntut untuk melakukan Self Healing (penyehatan
sendiri), gimana aja caranya pokoknya asalkan Jiwasraya ini selamat.
Sebelum
lanjut, jika Anda di posisi Hendrisman, dkk. saat itu, apa yang akan
Anda lakukan apabila di perusahaan yang Anda pimpin terdapat lubang
insolvensi 6,3 T, sementara skema penyelamatan secara standar dan sehat
dalam dunia investasi, Anda tak didukung oleh sikon yang ada saat itu?
Sederhananya begini: pada 2009 itu modal sudah tak ada, utang menumpuk,
negara tak bisa membantu. Apa yang akan Anda lakukan?
Bakrie Wajib Diseret Guna Mementahkan Kecurigaan Ini di Kasus Jiwasraya
Kalau
saya, saya pilih mundur. Tak mengapalah dinilai pengecut, toh bukan
saya penyebab lubang insolven. Tapi karena bukan saya melainkan
Hendrisman yang nota benenya tadi adalah ahli asuransi, maka bukan
mengundurkan diri yang dia lakukan malah pikirkan cara alternatif.
Cara alternatif itu tentu mensyaratkan harus ada modal dulu. Nyatanya, itulah yang konsisten mereka lakukan.
1). Ciptakan produk asuransi yang menarik. Maka dirancanglah produk Jiwasraya Saving Plan (JSP) dengan iming-iming imbal untung 13-14% saat itu, berselisih jauh dengan keuntungan deposito dan bunga bank. Inilah yang membuat Jiwasraya segera memiliki modal karena pada saat itu orang ramai-ramai berlomba membeli produk asuransi JS Plan tersebut.Direksi sadar bahwa tawaran keuntungan ini berisiko, maka mereka merancangnya supaya dalam tempo 17 tahun (2009-2026), tawaran keuntugannya dibuat makin menurun tiap tahun. Catatan: pada 2018 tawaran keuntungan itu sebetulnya sudah ada pada level 6,5%, sudah setara dengan tawaran keuntungan deposito. Maka, di atas kertas, harusnya keuntungan ini sudah normal pada 2024, tak sampai ke 2026. Pada 2026 malah diprediksi Jiwasraya sudah berjalan smooth, sehat dan gesit kembali sebagai asuransi terbesar dan tertua senegeri ini. Jadi, skema JS Plan sebetulnya skema penyelamatan perusahaan, bukan untuk mematikan perusahaan seperti klaim Hexana di kemudian hari saat umumkan gagal bayar yang amat gegabah itu.2). Sambil menjalankan produk investasi JSP itu, direksi juga membuka alternatif lain penyelamatan Jiwasraya berupa reasuransi sehingga pada 2010 tercatat ada perusahaan Amerika yang tertarik untuk melakukan reasuransi terhadap Jiwasraya. Namun, kesepakatannya berdurasi 2 tahunan saja. Tiap 2 tahun diperbaharui.
Perhatikan
poin no 1 di atas! Bagaimana membayar klaim premi nasabah yang
sedemikian tinggi profitnya di atas? Tak ada cara lain, selain mencari
peluang dapat untung tinggi guna mengimbanginya. Makanya, selain
memasarkan saham Jiwasraya pada saham-saham tergolong LQ45 (blue chip),
terpaksa pula ditawarkan pada pasar saham yang menawarkan keuntungan
tinggi namun yang tentunya juga berisiko tinggi.
Anda
bayangkan saja! Tawarkan ke nasabah imbal untung 13-14%, sedang kalau
sahamnya dimainkan di saham-saham LQ45 atau lazim disebut blue chip
saja, paling-paling perusahaan hanya beroleh laba sekitar 3%. Berimbang
gak, nih? Jelas saja enggak karena ada defisit sekitar 10-11% untuk
membayar premi nasabah. Paham sampai di sini, kan?
Inilah
latar belakang mengapa mereka kemudian sampai ketemu dengan Beny
Tjokro, dkk. yang tak lain adalah pemain saham gocapan yang jago
goreng-menggoreng saham di pasar modal yang bukan blu chip (non LQ45).
Oleh
Bentjok, dkk., saham JS pun digoreng-goreng serta sempat pula cetak
laba pada 2013-2014. Saat itu, modal 10 T dari Jiwasraya kembali jadi 14
T. Hanya saja, pada periode berikutnya mulai merugi. Pada saat kasus
ini mulai mencuat (2018) yang dipicu oleh pengumuman gagal bayar oleh
Hexana, harga saham JS sudah rontok ke titik nadir. Harus fair juga
melihat bahwa pada tahun itu akibat resesi global, rata-rata saham pada
rontok, tak menimpa JS saja. Hanya saja, akibat jatuhnya harga saham
tersebut, otomatis menciptakan defisit lagi bila dibandingkan dengan
kebutuhan total untuk bayar premi semua nasabah. Apa mungkin karena ini
makanya Hexana cepat-cepat umumkan gagal bayar? Entah. Tapi saya punya
penilaian lain berikut ini.
Bakrie Lari dari Tanggung Jawab, Ada Kambing yang Dihitamkan
Sebetulnya,
skema penyelamatan ini masih berlangsung tatkala tiba-tiba pada 04
Oktober 2018, Direktur Utama yang baru sebulan menjabat yakni Hexana Tri
Sasongko umumkan Jiwasraya gagal bayar. Saat itu klaim premi nasabah
ada 802 M, sementara di kemudian hari di persidangan tertanggal 06 Juli
2020, Hexana akui sendiri kalau di perusahaan saat itu sebetulnya masih
ada saldo deposito senilai 1,9 T. Angka yang sedikit lebih rendah dari
hasil temuan pengacara terdakwa yang menglaim kalau saat itu masih ada
sekitar 4 hingga 5 T saldo deposito yang dipunyai Jiwasraya, walau tak
semuanya berstatus liquid (gampang dicairkan). Kenapa tak memilih cairkan deposito untuk bayar premi nasabah, malah umumkan gagal bayar?
Inilah
awal kisruh Jiwasraya yang di mata saya malah terlihat sebagai puncak
dari keseluruhan kejanggalan yang ditemukan dalam pusaran kasus ini.
Berikut adalah daftar kejanggalannya yang berhasil penulis himpun.
A.
BPK tak merekomendasikan status gagal bayar untuk diumumkan pada 2008
yang mana kalau dilakukan saat itu, akan membuat satu Republik Indonesia
ini makin geger karena saat itu skandal Century masih hangat-hangatnya
juga. Diumumkan gagal bayar saat itu, juga akan mendorong investigasi
yang tentunya akan menemukan jejak Jiwasraya melakukan repo saham Bakrie
secara serampangan pada rentang 2004-2006 seperti yang sudah diulas di
muka.
Sikap
BPK yang merilis kerusakan Jiwasraya pada 9 Januari 2020 yang lokalisir
kasus hanya dari 2008 ke 2018 saja sangat tidak fair. Makanya oleh Beny
Tjokro mereka dinilai sebagai sikap yang tidak profesional. Menurutnya,
itu terjadi karena Ketua dan Wakil Ketua BPK adalah orangnya Bakrie.
B.
OJK terkesan membiarkan direksi menyasar pasar saham gocapan selama
Hendrisman, dkk mainkan saham di pasar-pasar non liquid alias berisiko
tinggi namun menawarkan untung tinggi itu. Sebagai lembaga pelindung
konsumen industri jasa keuangan, OJK nyaris tak terlihat ada tindakan
berarti. Pembiaran yang dilakukan OJK ini bisa menimbulkan dugaan kalau
OJK ikut mengondisikan supaya para direksi ini kelak jadi kambing hitam
bekunya Jiwasraya.
C.
Hexana Tri Sasongko adalah seorang dengan backround bankir. Dia lama
berkarir di BRI. Pada Mei 2018, oleh Rini Soemarno selaku Menteri BUMN
waktu itu, dia diangkat jadi Direktur Investasi dan Teknologi
Informatika Jiwasraya. Pada Agustus 2018 dia naik dijadikan Direktur
Utama masih oleh Rini Soemarno. Sebulan menjabat sebagai DIrut, pada 04
Oktober 2018 dia umumkan Jiwasraya gagal bayar, meski faktanya saldo
deposito Jiwasraya masih amat cukup untuk bayar premi nasabah tahun
2018. Sebagai mantan bankir, umumkan gagal bayar pada perusahaan
keuangan yang dipimpin adalah sesuatu yang aneh, janggal, tak lazim
seperti sudah pula disinggung di artikel sebelum ini.
Dugaan
saya, Hexana adalah senjata Rini Soemarno untuk suntik mati Jiwasraya.
Ini dilakukan Rini sebagai balas budinya kepada Bakrie atas terpilihnya
dia sebagai Komisaris di PT Bakrie Telcom Tbk pada 2012. Beritanya di
sini https://finance.detik.com/bursa-dan-valas/d-1941767/mantan-menperindag-rini-soemarno-jadi-komisaris-bakrie-telecom.
D.
Kejaksaan. Hal yang janggal dari kejaksaan adalah membawa kasus ini di
pengadilan tipikor. Mereka menjadikan pemberian fasilitas kepada jajaran
direksi untuk berekreasi sebagai dasar padahal ini sangat sumir, lemah.
Faktanya, salah satu saksi yang dihadirkan kejaksaan mengakui bahwa
pemberian fasilitas itu berlaku untuk banyak orang, termasuk dirinya.
Lantas mengapa dia duduk sebagai saksi, sedang yang lain adalah terdakwa
jika itu adalah dasarnya?
Ini Duit Nasabah Bung, Bukan Duit Negara
Jadi,
kasus ini harusnya masuk sebagai kasus kejahatan pasar modal. Duit
nasabah yang dipertaruhkan, bukan duit negara. Emang mananya yang pantas
disebut korupsi di sini? Kejaksaan harus mampu meyakinkan pengadilan
atas dakwaan tersebut.
Namun,
duit negara atau duitnya nasabah, bila melihat kejanggalan-kejanggalan
di atas, rasa-rasanya pantas untuk disimpulkan bahwa kepentingan Bakrie
di sini yang dikondisikan oleh para stakeholder di sejumlah badan atau
institusi negara di atas.
Karena
itu, sebagai salah satu nasabah Jiwasraya yang ingin keadilan
ditegakkan setegak-tegaknya, saya menantang kejaksaan untuk hadirkan
Bakrie di pengadilan. Sekalinya Bakrie dibawa ke pengadilan kasus ini,
maka runtuh semua duga dan curiga saya bahwa Bakrie dilindungi di sini.
Bagaimana Kejaksaan?
Sumber Utama : https://seword.com/umum/kejaksaan-harus-berani-seret-bakrie-pada-kasus-aQoJjCRyCO
Jiwasraya, Penjarahan dan Kambing Hitam
Selamat bertemu kembali sahabat pembaca semua. Semoga semuanya dalam kondisi sehat, bahagia dan sejahtera bersama keluarga
Sebagaimana
semangat kita bersama untuk membongkar dan menguliti
kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh elit negara ini, saya sekali
lagi akan merunut kasus Jiwasraya, yang semoga bisa menjadi pemahaman
kita bagaimana secara terstruktur elit-elit negeri melakukan penjarahan
terhadap BUMN.
Jiwasraya
yang sudah mengalami defisit sekitar 2 T pada tahun 2002, "dipaksa"
melakukan repo saham Bakrie senilai sekitar 4 T pada 2004-2006. Pada
saat itu Ical adalah Menteri Koordinator Perekonomian pada kabinet
SBY-JK.
Pada
tahun 2008, Jiwasraya melakukan pergantian direksi. Meneg BUMN Sofyan
Jalil meminta seorang ahli asuransi yaitu Hendrisman rahim untuk menjadi
direktur utama Jiwasraya .
Disinilah rupanya permainan sebenarnya dimulai.
Hendrisman
Rahim setelah masuk menjadi Direktur Utama Jiwasraya menemukan defisit
yang sudah besar. Ada media yang menyebut 5,7 T tapi ada juga yang
menyebut 6,7 T. Kita ambil yang kecil saja ya, jadi 5,7 T.
Dengan
melihat kondisi sesungguhnya dari Jiwasraya, maka selaku direktur
utama, Hendrisman Rahim mengusulkan 3 hal yang sangat masuk akal, yaitu
Penyertaan Modal Negara (PMN), Zero Coupon Bond atau Likuidasi Jiwasraya
Tetapi semuanya ditolak oleh menteri BUMN waktu itu yaitu Sofyan Jalil.
Tanpa memberikan uluran tangan apapun, Sofyan Jalil meminta Jiwasraya untuk melakukan Self Healing dengan cara apapun.
Mungkin
kalau orang lain akan lebih baik mundur dengan kondisi seperti itu,
tetapi ternyata Hendrisman Rahim dan timnya tetap mencoba melakukan
sesuatu untuk menyelamatkan Jiwasraya.
Cara-cara biasa pastilah tidak akan pernah dapat menyelamatkan Jiwasraya.
Andai investasi hanya dilakukan dengan deposito dan obligasi, sampai kapanpun Jiwasraya tidak pernah dapat disembuhkan.
Akhirnya direksi membuat rencana penyelamatan jiwasraya selama 17 tahun.
Diproyeksikan Jiwasraya akan dapat sehat 17 tahun kemudian yaitu di tahun 2027.
Didalam
rencana tersebut, direksi akan membuat produk yang bisa menarik
masyarakat untuk membeli sehingga kepercayaan terhadap Jiwasraya bisa
meningkat dan akan semakin banyak masyarakat yang menjadi nasabah
Jiwasraya.
Keluarlah produk yang dinamakan JS Saving Plan, yang menawarkan bunga fix 9-13%, yang jauh lebih tinggi dari bunga bank.
Sudah
direncanakan bahwa seiring dengan waktu, bunga dari produk ini akan
diturunkan sehingga nantinya sampai pada batas normal.
Untuk
mengimbangi bunga yg tinggi pada JS Saving Plan maka direksi memutuskan
untuk berinvestasi pada saham saham yang berisiko tinggi tetapi bisa
memberikan gain yang tinggi juga . High risk high gain.
Direksi yang tidak memiliki opsi yang berlimpah terpaksa melakukan hal seperti itu.
Mungkin ada teman teman yang berpikir saya membela direksi.
Dalam
kaitannya dengan keputusan eksekutif ini betul saya membela direksi.
Tetapi apabila ternyata dalam perjalanannya ternyata direksi juga
melakukan perbuatan yang menguntungkan pribadinya maka saya mendukung
penerapan dan penegakan hukum atas direksi.
Kemudian
kita sama-sama tahu bahwa pemerintahan SBY berganti ke Jokowi-JK. Meneg
BUMN juga berganti dari Dahlan Iskan ke Rini Soemarno, yang pernah
menjabat sebagai komisaris di Bakrietel.
Jiwasraya
yang dari sejak diluncurkannya produk JS Saving Plan sampai dengan
tahun 2007 tidak pernah mengalami gagal bayar, malah secara pembukuan
sempat menghasilkan keuntungan, tiba- tiba oleh direktur utama yang baru
menjabat sebulan yaitu Hexana Tri Sasongko, diumumkan gagal bayar
senilai 802 M, sementara Jiwasraya masih mempunyai deposito senilai 1,9 T
dan juga obligasi . Total dari deposito dan obligasi yang dimiliki oleh
Jiwasraya saat itu adalah sekitar 4 T.
Pertanyaannya
mengapa pada 2008 dengan kondisi yang defisit permohonan Jiwasraya
untuk dilikuidasi ditolak tetapi pada 2008, disaat Jiwasraya sedang
menjalankan penyehatan justru dipaksa untuk melakukan gagal bayar yang
berarti melakukan suntik mati kepada Jiwasraya ?
Apakah ada keterkaitan antara Sofyan Jalil dan Rini Soemarno yang kita sama-sama tahu adalah orang dekat Jusuf Kalla?
Menurut
saya, andai 2008 dilakukan likuidasi maka penyebab kebangkrutan
Jiwasraya akan terang benderang terlihat adalah Bakrie, yang pada
2004-2006 telah memaksa Jiwasraya melakukan repo saham Bakrie senilai
4T.
Tidak
akan ada kambing hitam yang bisa disodorkan untuk menutupi penjarahan
Bakrie yang sampai sekarangpun belum melakukan tebus saham reponya.
Kondisinya
berbeda dengan tahun 2018, dimana ada direksi yang nekat, demi
menyelamatkan Jiwasraya telah melakukan tindakan-tindakan yang
berresiko, karena hanya itu opsi yang dipunyainya.
Dengan
adanya direksi tersebut maka terbukalah peluang untuk menjadikan mereka
sebagai kambing hitam, dan Hexana adalah hulu ledak yang sudah
dipersiapkan untuk membunuh Jiwasraya.
OJK
yang diam saja saat peluncuran JS Saving Plan, BPK yang hanya melakukan
audit dari 2008-2018 dan kejaksaan yang hanya menuruti hasil audit BPK,
seperti menjadi anggota orkestra yang bersama-sama memiliki satu tujuan
yaitu meloloskan Bakrie dari kasus Jiwasraya.
Saat ini kita hanya bisa berharap pada kejaksaan .
Semoga kejaksaan bisa menunjukkan jati diri kebanggaannya dan bisa menjadi kebanggaan rakyat Indonesia.
Kejaksaan harus bisa mengusut kasus ini secara tuntas semua pelaku penjarahan Jiwasraya .
Andai
nantinya Kejaksaan bisa menyeret Bakrie dan membuktikan kesalahannya
maka saya akan mengirim karangan bunga ucapan terima kasih ke kejaksaan
agung.
Ayo kejaksaan, seret Bakrie dan para pelaku penjarahan Jiwasraya lainnya.
Bagaimana menurut teman-teman?
Salam Seword, Roedy S Widodo.
Sumber :
Busuknya Bawahan Anies, Buronan Negara Malah Dapat Perlakuan Spesial
Siapa
yang tidak kenal Joko Tjandra seorang buronan negara yang menjadi orang
paling dicari dalam kasus Bank Bali yang merugikan negara sekitar 900
M?
Saat
ini ingat sedang dicari oleh banyak pihak khususnya para penegak hukum
dan orang-orang yang merasa dirugikan dengan kasus ini.
Namun
uang bisa menjadi sangat powerful dalam mengobok-obok hukum dan
birokrasi yang ada di Indonesia. Djoko Tjandra bisa sampai membuat KTP
dalam waktu 30 menit di kelurahan Jakarta.
Padahal
menurut pengalaman beberapa teman-teman saya dalam membuat EKTP, mereka
kesulitan sekali. Apalagi di Jakarta bisa-bisanya memakan waktu
berbulan-bulan ataupun bahkan hitungan tahun. Selama menunggu, mereka
membawa surat keterangan saja.
Alasannya sederhana, yakni ketersediaan kartu fisik yang terbatas atau antrian yang panjang. Sehingga KTP tak kunjung jadi.
Tapi
berbeda dengan Superman bernama Joko Tjandra ini. Rekam jejaknya pun
kita bisa lihat bersama-sama agaknya sangat buram. Djoko Candra ini
adalah buronan sejak 2009 dan ia sempat terdaftar sebagai warga negara
Papua Nugini pada tahun 2012.
Dan
pada saat pandemi Covid 2020 yang terjadi di Indonesia pada bulan Juni
Djoko Tjandra mendadak bisa datang ke Indonesia selalu membuat KTP
dengan nama dirinya sendiri yakni Djoko Tjandra di kelurahan Grogol
Jakarta Selatan. Saya tidak tahu bagaimana dia bisa tembus ke imigrasi
di bandara, namun ibarat Superman dia bisa tembus tanpa terlihat
statusnya sebagai buronan.
Saya
jadi percaya sebuah frase bahwa uang itu membutakan. Bahkan lebih
kerennya lagi di KTP yang ia buat di kelurahan Grogol Selatan tidak
sampai 2 jam sudah jadi. Kemudian setelah e-ktp Jadi ia pun langsung
datang ke pengadilan negeri dengan pengacaranya yakni Anita Kolopaking
untuk melakukan peninjauan kembali atas kasus yang menjerat dia pada
tahun-tahun silam. Anita Kolopaking sekarang buron juga nggak tuu?
Dan
setelah itu dia keluar lagi dari negara Indonesia ke negara lain.
Bagaimana bisa di tengah pandemi covid yang di mana semua penerbangan
dibatasi dengan amat sangat, seorang Djoko Santoso bisa dengan mudah
lepas dari radar pengamatan imigrasi? Saya cukup yakin tidak bukan dan
tidak lain merupakan peranan dari pengacaranya yang jago melobi
sana-sini.
Dan
yang paling membuat motor saya terbelalak adalah pembuatan e-ktp yang
dilakukan oleh anak buah Anies Baswedan. Ini merupakan sebuah aksi
menampakkan hukum dengan amat sangat telak.
Anak
buah Anies Baswedan harga dirinya diinjak-injak dengan seorang buron
yang sejak tahun 2009 di cari oleh negara. Undangan ini Anies Baswedan
pun harga dirinya diinjak-injak. Saya semakin menduga kuat bahwa Anis
ini bukan gubernur yang pro rakyat namun Pro orang kaya.
Lihat
saja kebijakannya saat reklamasi Ancol yang memenuhi keinginan dari
pengembang asal Australia. Orang ini membuat KTP pada jam 07.30, sebelum
Kantor pelayanan dibuka untuk publik. Artinya dia sudah mendapatkan
pelayanan eksklusif.
Hanya
di era Anies Baswedan, buronan negara yang paling dicari, bisa
mendapatkan pelayanan yang paling prestisius. Dilayani dengan sangat
ramah. 30 menit sebelum pelayanan publik dibuka, Djoko Tjandra yang bisa
berbahasa Indonesia, Inggris, Cina dan kaya ini, dapat pelayanan comfy
dari Anies.
Biadabnya,
para pendukung Anies ini buta, pura-pura bego dan gak mau tahu
kelicikan si pemain isu SARA ini. Ternyata agama dimainkan hanya untuk
mereka menginjak-injak hukum dan menertawakan Jokowi. Selama ini saya
sudah curiga, Anies ini antek aseng. Coba bayangkan kalau hal ini
terjadi di era Ahok.
Pastinya
Ahok akan dimaki-maki oleh pendukung Anies Baswedan. Tapi saya percaya
bahwa tidak mungkin membiarkan lurahnya melayani buronan ataupun
penjahat yang paling dicari. Itu saja kalau di era Ahok cowok-cowok
cantik ini langsung diringkus dan diborgol di kelurahan Grogol Selatan
lalu dibawa ke penjara untuk diproses hukum.
Tapi
hal ini tidak terjadi di era Anies Baswedan. Kalau jadi gubernur Saya
yakin bahwa para koruptor itu akan dipenjara dan dibuat membusuk di
dalamnya. Jadi kita lihat siapa yang sekarang mendapatkan gelar antek
asing antek Aseng dan juga pendukung koruptor.
Waktunya Anis ini dilengserkan dari jabatan Gubernur nya. Kita buang Anies dari kursi gubernurnya. Sekali lagi saya ngomong…
Coba kalau Ahok yang jadi gubernurnya… Bisa besa itu endingnya.
Begitulah ending-ending.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/busuknya-bawahan-anies-buronan-negara-malah-dapat-ztQpEyLKix
Politikus PDIP Laporkan PA 212 Terkait Bendera PKI, PA 212 Masih Saja Ngeles
Ketersediaan
bendera PKI di setiap demo yang dilakukan kelompok sebelah, tentu saja
mengundang tanda tanya, meski mudah untuk menebak. Beberapa waktu
terakhir ini, isu PKI terus digulirkan, dan bendera PKI pun semakin
sering terlihat, untuk dibakar.
Siapa yang buat? Siapa lagi?
Demo
terakhir berbuah masalah karena bukan hanya bendera PKI saja yang
dibakar, tapi juga bendera PDIP. Ini adalah tanda di mana kelompok
sebelah memang sengaja ingin mencari masalah, memancing PDIP agar
terjadi keributan.
Politikus
PDIP Dewi Tanjung menyambangi Polda Metro Jaya siang tadi untuk
melaporkan PA 212 terkait kepemilikan bendera PKI. "Ke sini melaporkan
Presidium (PA) 212 terkait kepemilikan, menyimpan, dan mempublikasikan
bendera PKI karena bendera ini kan sebenarnya kalau di pasaran tidak
akan mungkin bisa didapat," kata Dewi.
Dewi
mempertanyakan dari mana PA 212 bisa mendapatkan bendera PKI yang
mereka bakar dalam aksinya yang lalu. Aksi serupa dengan membawa bendera
PKI sering terjadi. "Kita mau mempertanyakan mereka dapat di mana
sampai mereka bisa membakar itu pada waktu demo-demo mereka," kata Dewi.
"Presidiumnya,
karena kan mereka yang demo. Tapi tentu ada korlapnya, ketuanya, yang
pasti akan kita minta pertanggungjawaban, kita pertanyakan dari mana
mereka mendapat bendera PKI tersebut," kata Dewi.
Menurut
pemberitaan dari detikcom, hingga pukul 16.34 WIB, Dewi Tanjung masih
berkonsultasi dengan penyidik Subdit Kamneg Ditreskrimum Polda Metro
Jaya. Apakah diputuskan akan melanjutkan laporan atau tidak, kita saja
nanti. Yang penting sudah ada niat.
Dan
kita juga dukung laporan ini. Jujur saja, kelompok sebelah sudah
keterlaluan dalam mengaduk politik. Bukankah membawa bendera PKI yang
notabene adalah organisasi terlarang tidak diperbolehkan? Bukankah ada
landasan hukum yang melarang itu?
Nah,
itu artinya siapa pun yang membawa bendera itu saat demo, patut
ditanyai dan ditindak. Di sisi lain, itu adalah perbuatan yang
meresahkan karena mereka berusaha membangkitkan sesuatu yang sudah lama
binasa.
Makanya
kita dukung pengusutan pembawa bendera ini. Dapat dari mana? Soalnya
siapa pun tidak akan berani mencetak logo palu arit. Pakai bajunya aja
sudah bikin heboh dan bakal didatangi polisi. Apa bedanya dengan bawa
bendera palu arit dan dipamer-pamerkan saat demo?
Logikanya ya pasti cetak dari pesanan sendiri, lalu dibakar dan diributkan. Gila, bukan?
Mau tahu salah atau tidak, lihat saja reaksi PA 212.
Ketua
PA 212 Slamet Maarif menanggapi laporan Dewi Tanjung ke Polda Metro
Jaya terkait pembakaran bendera PKI yang dibawa saat aksi. Slamet
menyebut pihaknya tidak tau soal pembawa bendera tersebut. "Lah aneh
kita aja nggak tau siapa yang bawa," kata Slamet.
Slamet
mengaku pihaknya juga tidak bertanggung jawab terhadap aksi yang
berujung pada pembakaran bendera PKI tersebut. Menurutnya aksi tersebut
justru diadakan oleh Aliansi Nasional Anti Komunis (Anak NKRI).
Lihat sendiri, kan?
Mereka
mengelak dan ingin lepas dari tanggung jawab. Artinya mereka sendiri
pun tahu kalau membawa bendera organisasi terlarang tidak diperbolehkan.
Kalau begitu, kenapa mereka tidak tahu kalau ada yang bawa bendera
tersebut? Koordinasinya lemah atau memang sengaja? Dan kalau pun ingin
lepas dari tanggung jawab dan masalah, kenapa tidak menindak tegas yang
membawa? Kenapa malah terkesan membiarkan ini malah diam-diam saja?
Tidak tahu atau pura-pura tidak tahu?
Kalau
laporan ditindak lanjuti, sebenarnya tidak sulit cari tahu siapa
dalangnya. Cari pelaku kejahatan saja bisa kok, masa cari dalang pembawa
bendera PKI tidak bisa? Ini cuma masalah berani atau tidak berhadapan
dengan kelompok ini. Entah kenapa kalau kelompok ini terkesan sulit
sekali ditindak.
Beberapa
kadrun membalas balik, menuding siapa pun yang mendukung laporan ini
adalah orang yang kebakaran jenggot karena benderanya terbakar. Dasar
kadrun. Pintar memutarbalikkan fakta dan membela diri. Justru mereka lah
yang patut kebakaran jenggot karena kalau polisi sampai serius mengusut
ini, mereka pasti bakal tiarap massal.
Apalagi kalau sampai ketahuan itu cetak sendiri atau pesanan, habislah mereka. Bakal mewek dan minta maaf massal.
Bagaimana menurut Anda?
Sumber Utama : https://seword.com/politik/politikus-pdip-laporkan-pa-212-terkait-bendera-pki-5OwHrFHEDY
Ragam Upaya Penyelamatan Menkes dari Reshuffle, Apa Bisa?
Salah
satu menteri yang cukup ajaib di kabinet periode dua Jokowi adalah
Menkes, Terawan. Sebagai Menkes, dia diminta tidak fokus pada penanganan
covid. Padahal covid ini isu kesehatan dan medis, benar-benar
wilayahnya Menteri Kesehatan.
Alasannya
karena pekerjaan Menkes sangat banyak. Meski di sisi lain seperti
menegaskan kalau Menkes kita ini tidak siap dan tidak mampu. Jadi harus
dibantu atau dipasrahkan pada Gugus Tugas.
Meski
begitu, Menkes tetap giat bekerja menangani covid. Bersama Gugus Tugas
tentunya. Termasuk perihal impor alat kesehatan, sampai aturan PSBB.
Nah,
terkait alat kesehatan, satu diantaranya adalah rapid test. Impornya
ugal-ugalan. Harganya pun gila-gilaan. Dari harga asal 40 ribu rupiah,
menjadi 400 ribu ke atas. Konon katanya, harganya melambung tinggi
karena ada ‘biaya formulir’ yang mencapai 200 jutaan rupiah untuk satu
importir.
Harga
preman ini sudah diprotes banyak orang. Termasuk aturan wajib rapid
test untuk penumpang pesawat dan kereta api, diyakini adalah kompensasi
dari besarnya ‘biaya formulir’ yang harus dibayarkan oleh importir.
Dengan adanya aturan tersebut, maka permintaan terhadap rapid test akan
tetap tinggi, setinggi apapun harganya. Karena tanpa rapid test, maka
orang-orang tak bisa bepergian menggunakan transportasi umum.
Berbulan-bulan
rakyat diperas dengan rapid test, padahal ekonomi kita seadang ambruk,
PHK di mana-mana, pengurangan gaji hingga penutupan banyak jenis usaha.
Tapi semua beban ini dibiarkan. Pokoknya bayar. Ga bayar ga jalan.
Entah
sudah berapa ratus miliar uang yang berhasil ‘dirampok’ secara lansung
dari kantong rakyat kecil. Dan beberapa hari yang lalu muncul kebijakan
heroik, ada ketetapan harga batas atas untuk rapid test sebesar 150 ribu
rupiah. Kebijakan ini dikeluarkan oleh Menkes.
Entah
apakah karena sudah puas ‘merampok’ kantong rakyat, atau posisi Menkes
kian tertekan dengan adanya rencana reshuffle kabinet. Pada intinya kita
tetap bersyukur, karena lebih baik terlambat daripada tidak sama
sekali.
Setelah
muncul kebijakan batas atas tersebut, tiga hari setelahnya saya
melakukan rapid test. Karena ingin bepergian ke luar kota. Saya pikir
kebijakan harga batas atas 150 ribu rupiah itu sudah disosialisasikan
dan ditetapkan di seluruh Indonesia. Namun ternyata harganya tetap 450
ribu rupiah.
Dari
sini saya akhirnya tahu, bahwa kebijakan tersebut hanya pencitraan.
Demi mendapat simpati elit atau mungkin juga Presiden. Karena
kenyataannya, di lapangan, harganya tetap harga preman.
Selain
soal pencitraan harga batas atas rapid test, di waktu yang sama, muncul
juga pembelaan terhadap Menkes. Intinya pesan pada Presiden Jokowi,
Menkes harus dipertahankan dengan segala pembelaan asalnya.
Sebenarnya
saya bisa membahas satu persatu pesan berantai yang sengaja diviralkan
tersebut. Tapi apa gunanya? Seribu pesan tak akan mengubah kenyataan.
Dan kenyatannya, Menkes sangat tertekan dengan rencana reshuffle.
Bagi
saya, sudah cukup kita melihat ketidak mampuan seorang Menkes. Baik
untuk komunikasi ataupun bekerja dalam skala Indonesia. Dan harus terima
untuk direshuffle.
Harapan
saya, Menkes yang baru dapat langsung membubarkan pos-pos perbatasan
PSBB yang kerjanya cuma makan anggaran. Hapus aturan wajib rapid test
karena hanya memperkaya segelintir importir. Lalu yang terpenting adalah
membuat terobosan di bidang kesehatan. Vaksin harus siap dalam 7 bulan.
Terapi Plasma harus bisa dilaksanakan di seluruh rumah sakit yang
memiliki alat. Hentikan monopoli plasma, segera berlakukan sebagai
penanganan resmi agar biaya pengobatannya ditanggung negara. Saya pikir
ini jauh lebih ada gunanya dibanding rapid test.
Seorang
Menteri Kesehatan harus benar-benar sehat dan waras. Harus punya
pondasi dan motivasi, bahwa tugasnya adalah segera mengakhiri covid di
Indonesia. Bukan memperpanjangnya demi bisnis segelintir orang.
Negara
ini tak pernah kekurangan sumber daya manusia yang unggu. Kita mampu
untuk lebih baik. Tinggal pertanyaannya, apakah pemerintah mau
mengakomodir dan mengumpulkan, agar semua pihak terlibat dalam rangka
pemberantasan covid.
Niat
positif seperti di atas ini tak pernah terlihat di kabinet kerja
sekarang. Semua sibuk dengan anggaran. Anggaran APD, PCR, Rapid tes dan
sebagainya. Kita hidup dari anggaran ke anggaran. Tapi setelah anggaran
cair, kita justru tidak tahu mau diapakan. Lalu kenapa kita tida
mengakui dan memperbaiki keburukan ini? kenapa sebagaian orang malau mau
mempertahankan?
Jejak Digital Ferdinand Situmorang Yang “Dekat” Dengan Tokoh Oposisi?
Beberapa
hari yang lalu, penulis sudah mengangkat tentang siapa saja orang-orang
yang menggugat Telkomsel Rp 15 triliun lebih. Bagi yang belum
membacanya, silakan klik di https://seword.com/politik/jejak-digital-mereka-yang-menggugat-telkomsel-2OSx485s3j
Dalam
tulisan tersebut, penulis sudah menyajikan informasi tentang nomor HP
penggugat yang terdiri dari 0812122596xx, 0812638062xx, 02821140140xx.
Ketiga nomor penggugat adalah nomor Telkomsel jadi pihak Telkomsel
sebenarnya sudah tahu siapa mereka.
Nomor +62812-1225-96xx adalah milik Arief Poyuono
Sedangkan nomor +62812-6380-62xx adalah milik Ferdinand Situmorang.
Foto yang sama dengan profil WA di atas juga bisa dilihat di akun facebooknya di https://web.facebook.com/photo.php?fbid=258409084989761&set=a.112615232902481&type=3&theater
Yang mau lihat foto-foto lamanya, bisa cek di akun facebooknya di https://web.facebook.com/ferdinand.situmorang.79
Jadi,
yang masih ragu nomor tersebut bukan milik Arief Poyuono dan Ferdinand
Situmorang karena penulis sensor 2 digit terakhirnya, mari kita adu data
karena penulis sudah menyimpan nomor asli mereka dan bukti bahwa itu
benar nomor mereka berdua! Xixixixi
Dalam
tulisan sebelumnya, penulis juga sudah memberikan informasi bahwa
Ferdinand Situmorang ini memiliki akun twitter yang beralamat di https://twitter.com/FerdinandMorang
Jika
masih ada pembaca yang ragu itu bukan akun asli Ferdinand Situmorang
salah satu penggugat Telkomsel, mari kita lihat cuitannya berikut ini:
Dalam cuitan di atas, dia NGAKU sendiri sebagai Kordinator yang akan menggugat Telkomsel.
Bahkan
dalam cuitan lainnya, dia menuliskan tidak akan mendaftarkan gugatan
kepada Telkomsel hari Rabu karena timnya masih di luar daerah.
Jadi
fix ya bahwa akun twitter tersebut adalah benar milik Ferdinand
Situmorang seorang Kordinator yang akan menggugat Telkomsel.
Pertanyaanya, apakah Ferdinand Situmorang ini kuasa hukum Denny Siregar?
Jawabannya bukan!
Dalam cuitannya yang lain, dia juga sudah mengakui bahwa dia tidak ada urusan dengan Denny Siregar.
Tidak
ada urusan dengan Denny Siregar, lalu kenapa dia malah menjadi
Kordinator yang ingin menggugat Telkomsel Rp 15 triliun rupiah?
Mau mengalihkan isu?
Mau “merusak” nama Denny Siregar seolah-olah Denny Siregar menggugat Telkomsel demi uang?
Sekarang,
mari kita perhatikan cuitan Ferdinand Situmorang yang (sok) peduli
dengan nasib Denny Siregar seperti terlihat berikut ini:
Dalam cuitannya tanggal 14 Juli 2020, Ferdinand Situmorang mengatakan:
"...Sabar ya...pokoknya kita dukung bang @DennySiregar7 untuk maju terus pantang mundur”
Kesannya
sih Ferdinand Situmorang ini sangat peduli dengan Denny Siregar,
padahal tanggal 10 Juli 2020 lalu dia malah mengatakan Denny Siregar
banyak bacot.
Pada tanggal 25 April 2020, Ferdinand Situmorang ini mengatakan Denny Siregar cari popularitas:
Pada
tanggal 27 April 2020, Ferdinand Situmorang ini juga mengatakan jika
Denny Siregar selalu curigaan sama orang dan otak Denny Siregar ini
selalu negatif setelah Denny Siregar komentari lembaga survei Median
milik PKS yang memuji Anies Baswedan:
Sangat kontras bukan?
Di
satu sisi, Ferdinand Situmorang ini mendukung Denny Siregar untuk maju
terus dalam kasus Telkomsel, tetapi di sisi lain, Ferdinand Situmorang
ini pernah mengatakan Denny Siregar banyak bacot, cari popularitas,
selalu curigaan sama orang, otaknya selalu negatif!
Sebagai
informasi tambahan, memang benar apa kata Denny Siregar jika lembaga
survei Median adalah milik orang PKS, tepatnya “milik” Rico Marbun,
mantan Ketua BEM UI yang pernah dilaporkan ke polisi dalam kasus dugaan
penyelewengan dana kompensasi BBM dan pernah jadi Caleg gagal PKS
seperti yang sudah penulis bahas lengkap dalam tulisan https://seword.com/politik/masih-percaya-dengan-propaganda-murahan-rico-marbun-dan-lembaga-survei-median-y3DejD11U
Hubungan Ferdinand Situmorang dengan Arief Poyuono
Ada
yang tahu kenapa Ferdinand Situmorang hampir selalu komentari cuitan
Arief Poyuono seperti yang terlihat dalam beberapa cuitan berikut ini?
Bahkan
Ferdinand Situmorang mengatakan Indonesia akan jadi negara maju jika
Arief Poyuono menjadi Menteri Perdagangan 2 periode saja.
Ternyata Arief Poyuono ini adalah Ketua Umum FSP BUMN Bersatu dan Ferdinand Situmorang adalah Wakilnya. Wkwkwkw
Ferdinand Situmorang Dan Oposisi
Mari
kita lihat cuitan Ferdinand Situmorang yang “nyinyir” terhadap survei
bahwa 52 persen warga percaya Presiden Jokowi cepat tangani Corona di
Indonesia.
Makanya tidak heran jika Ferdinand Situmorang ini “membela” Said Didu (tokoh oposisi) beberapa waktu lalu dalam cuitannya.
Ferdinand Situmorang ini juga “anti” terhadap Ahok (sahabat Presiden Jokowi) dan dan "pro" terhadap Anies Baswedan:
Penulis juga menemukan foto Ferdinand Situmorang bersama dengan beberapa tokoh oposisi berikut ini: Sumber
Lalu, apa yang bisa kita simpulkan tentang Ferdinand Situmorang ini?
Dia
dulu mencela Denny Siregar dengan mengatakan Denny Siregar banyak
bacot, cari popularitas, selalu curigaan sama orang, otaknya selalu
negatif tapi sekarang (sok) mendukung Denny Siregar untuk maju terus
dalam kasus Telkomsel?
Ferdinand
Situmorang ini ngaku tidak ada urusan dengan Denny Siregar, lalu kenapa
dia malah jadi Kordinator untuk gugat Telkomsel Rp 15 triliun?
Seseorang
yang cari popularitas dan ingin “merusak” nama Denny Siregar biar
terkesan Denny Siregar menggugat Telkomsel demi uang?
Setelah
melihat fotonya bersama dengan beberapa tokoh oposisi di atas, jadi
sudah paham apa dan siapa sebenarnya Ferdinand Situmorang ini…
Sssttt, ternyata dia juga suka (like)
cuitan anak Soeharto dalam akun twitternya di atas, padahal kita juga
semua tahu bahwa Soeharto adalah diktator terkorup sedunia abad ke-20!
Jadi silahkan rakyat Indonesia untuk menilai sendiri apa dan siapa sebenarnya Ferdinand Situmorang ini...
Wassalam,
Nafys
Mombongkar Skenario Rini - Ical Dalam Kejatuhan Jiwasraya
Teka
teki hubungan Rini Soemarno dan Abu Rizal Bakrie alias Ical dalam
skandal Jiwasraya mulai terkuak. Nyatanya sebelum diangkat jadi menteri
BUMN, Rini adalah Komisaris Bakrie Telecom. Sesaat sebelum tak dipakai
Jokowi di periode kedua, ia telah mengatur siasat busuk untuk
menyelamatkan Bakrie sekaligus menghancurkan Jiwasraya. Bagaimana
caranya?
Jalan
satu-satunya menutup keterlibatan Bakrie adalah menjadikan Jiwasraya
sebagai Century kedua. Dengan begitu ujung-ujungnya negara yang
membailout semua kerugian di Jiwasraya. Inilah makanya Rini menempatkan
Hexana dan juga membuat laporan kerugian Jiwasraya selang 3 hari sebelum
pelantikan Jokowi.
Fakta
baru di persidangan membuktikan bahwa penghentian produk JS saving plan
yang dilakukan Hexana sebagai dalang kejatuhan Jiwasraya. Apalagi
setelahnya Hexana mengumumkan gagal bayar yang membuat kepercayaan
nasabah dan investor terhadap Jiwasrya rontok seketika.
Padahal
saat itu tanggungan Jiwasraya hanya 802 Milyar dan deposito Jiwasraya
sendiri mencapai 1,9 triliun. Kalau mau mengumumkan gagal bayar,
harusnya dilakukan sebelum 2008 saat Jiwasraya punya utang 6,7 triliun
akibat dirampok Bakrie. Skema JS saving plan yang harusnya dilanjutkan
dengan penurunan bunga malah dihentikan seketika oleh Hexana.
Hal ini terungkap dalam persidangan. Seperti dilansir tribunnews.com,
terdakwa Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk, Heru Hidayat
mengungkapkan dugaan skandal gagal
bayar PT Asuransi Jiwasraya disinyalir terjadi karena penghentian produk
Jiwasraya Saving Plan (JSP).
Heru
Hidayat melalui Aldres Napitupulu selaku penasihat hukum mengatakan
produk JSP tersebut merupakan bentuk skema restrukturisasi 17 tahunan
yakni dari 2009 hingga 2026.
Menurut
dia, JSP sebagai cadangan supaya perusahaan tetap hidup dengan cara
pelan-pelan mengurangi beban demi tertutupnya lubang insolvency Rp 6,7
Triliun yang diderita sejak tahun 2008.
Dampak penghentian produk itu, kata Aldres, menimbulkan risiko yang ditanggung Jiwasraya.
Dia
menjelaskan Direksi Jiwasraya periode 2008-2018 merancang produk ini
sebagai alternatif restrukturisasi setelah skema PMN dan Zerro Coupon
Bond ditolak negara.
Langkah
merancang produk itu dilakukan secara terpaksa, namun dibuat sedemikian
rupa supaya semakin tahun bunga diturunkan agar perusahaan semakin
ringan beban.
Dia mengakui bunga JSP itu semakin tahun makin turun.
“Berdasarkan
skema ini, perusahaan diyakini sudah berjalan smooth secara sehat pada
2026. Saat itulah JSP ini akan dihapus,” ujar Aldres.
Namun,
pada saat terjadi pergantian direksi, kata dia, skema restrukturisasi
yang pada tahun 2018 sudah menawarkan bunga turun pada angka 6,5%, sudah
sama kayak bunga deposito, malah dihentikan.
Dari
fakta persidangan di atas, seharusnya Hexana yang dijadikan terdakwa,
termasuk Rini dan Ical yang lebih dahulu "mengkondisikan" agar Jiwasraya
hancur. Betapa bodohnya Hexana yang pernah bekerja 18 tahun di BRI dan
setengah tahun di Jiwasraya sebagai Direktur investasi dan teknologi,
jika tak mengetahui skema penyelamatan lewat JS saving plan.
Apalagi
kemudian menguat dugaan BPK ikut campur tangan menutup keterlibatan
Bakrie dengan hanya mengaudit kerugian Jiwasraya era 2016-2019. Era
sebelumnya yang ada saham Bakrie di sana, sengaja diskip begitu saja.
Belakangan diketahui ketua BPK berasal dari bendera partai yang sama
dengan Bakrie. Bahkan ayahnya sendiri merupakan loyalis partai lama
tersebut.
Bagaimana
dengan kejaksaan? Harusnya mereka memeriksa Rini dan Bakrie kalau tak
mau dituduh ikut kongkalingkong. Kritikan keras DPR yang dilancarkan
beberapa wakti silam untuk memeriksa Bakrie dan kalau perlu Dato Sri
Tahrir, tak bisa diabaikan. Kejaksaan harus menunjukkan bukti
profesionalismenya, buka gimmick semata dan berujung mintai bailout
negara.
Sekarang
terungkap sudah bagaimana liciknya Bakrie dan Rini Soemarno dalam
mengkadali keuangan negara. Sudah nunggak di Lapindo, kini ikutan
membobol Jiwasraya dan masih melenggang bebas. Sudah saatnya periode
kedua Jokowi membersihkan koruptor kelas kakap seperti Bakrie.
Impian
Indonesia menjadi negara maju akan terwujud kalau negara ini sehat dari
penjarahan. Baik dijarah asing lewat kekayaan alam maupun dijarah
bangsa sendiri seperti kasus Bakrie. Jangan sampai kasus Jiwasraya yang
menyeret Bakrie dibiarkan menguap dan kepahitan Century terulang
kembali. Ujung-ujungnya negara dan nasabah yang paling rugi karena
kelakuan satu orang yang kongkalingkong dengan banyak pihak.
Begitulah kura-kura.
Referensi:
Sumber Utama : https://seword.com/politik/mombongkar-skenario-rini-ical-dalam-kejatuhan-kFfLMQmALJ
Temuan Penyelundupan Benih Lobster, Bukti Kebijakan Menteri Edhy Rugikan Negara!
Dari
awal diangkat jadi menteri KKP, Edhy Prabowo selalu konsen pada
kebijakan yang kontra dengan pendahulunya. Mulai dari menghilangkan
kebijakan penenggelaman kapal pencuri ikan, mencabut larangan pemakaian
cantrang, hingga melegalkan ekspor benih lobster. Alasan klasik untuk
menghentikan penyelundupan nyatanya tak berhasil. Edhy yang sembrono
akan membawa negara kita rugi besar.
Kenapa
harus mengekspor benih lobster? Apakah tidak ada hasil laut kita yang
lain? Tak adakah ikan dewasa yang bisa diekspor? Bodohnya harga ekspor
benih lobster cuma sepersepuluh harga lobster dewasa, bahkan ada yang
seperdua puluh.
Siapa
yang untung? Jelas bukan nelayan karena mereka lebih kaya dengan
menjual lobster dewasa. Beda halnya dengan pengusaha kakap yang bisa
menjarah benih lobster dalam kapal besar. Mereka jelas untung dan tak
perlu repot membudidaya. Makanya jangan heran kalau perusahaan kakap
banyak yang mengantri.
Belakangan
terungkap politisi Gerindra hingga mantan politisi PKS ikut terlibat
ekspor benih lobster. Di mana keberpihakan pada nelayan kita? Harusnya
sebagai menteri KKP, Edhy bisa memikirkan keuntungan untuk nelayan,
bukan pengusaha besar. Apalagi belakangan kebijakannya yang bertujuan
menghilangkan penyelundupan nyatanya bertolak dengan penemuan di
lapangan.
Seperti diberitakan detik.com,
seorang pengusaha bernama Kusmianto alias Lim Swie King alias Aan
ditangkap aparat kepolisian lantaran membudidayakan secara ilegal, dan
hendak mengirim 73.200 benih lobster ke negara tetangga, Singapura.
Kusmianto dijerat tindak pidana perikanan.
"Direktorat
Tipidter Bareskrim Polri menangkap tersangka pada 5 Juni 2020 dengan
barang bukti 73.200 ekor benih lobster. Tersangka tidak memiliki izin
SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) membudidayakan benih lobster," kata
Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipiter) Bareskrim Polri, Brigjen
Syahar Diantono kepada wartawan," Selasa (14/7/2020).
Syahar
menerangkan tersangka membeli seluruh benih lobster itu dari
Palabuhanratu, Jawa Barat (Jabar). Kemudian puluhan ribu benih lobster
tersebut dibudidayakan di sebuah rumah, di Cibubur, Jabar.
Untuk
disegarkan, di-packing dan direncanakan akan dikirim menuju Singapura
tanpa dilengkapi dengan SIUP dan SKAB (Surat Keterangan Asal Barang),"
ucap Syahar.
Syahar
menjelaskan penyidik telah melimpahkan berkas perkara ini kepada jaksa
penuntut umum (JPU) atau pelimpahan tahap I, dan dinyatakan lengkap atau
P21. Penyidik juga telah menyerahkan tersangka dan barang bukti
kepada Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor atau pelimpahan tahap II pada
Senin (13/7).
"Dikenakan
sanksi pidana sesuai ketentuan Pasal 92 dan atau Pasal 88 juncto Pasal
16 ayat 1 Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009,"
tegas Syahar.kasus ini juga ditangani di wilayah Hukum Polda Jambi
dan Polda Jawa Timur.
Dari
berita di atas diketahui kalau melegalkan ekspor benih lobster nyatanya
tak mengurangi adanya penyelundupan. Meski ekspor telah lama dilegalkan
dan puluhan perusahaan dilibatkan, nyatanya penyelundupan jalan terus.
Menteri
Edhy harus bisa menjelaskan apa urgensinya ekspor benih lobster bagi
nelayan. Berapa keuntungan yang didapat nelayan dibanding pengusaha.
Berapa pemasukan yang didapat negara dibanding kerusakan ekosistem
akibat pemburuan benih lobster besar-besaran.
Dalam
artikel saya yang terdahulu juga sempat menuliskan mengenai bahayanya
pembudidayaan benih lobster di Vietnam. Mereka memang ahli dalam
menyelam dan memberi pakan, serta memiliki keramba lobster dalam jumlah
besar. Tapi budidaya di Vietnam juga memiliki banyak efek negatif.
Banyak
sedimen pakan dan obat-obatan di tiap-tiap keramba. Artinya lobster
yang dibudidaya rentan mengandung bahan kimia dan bisa mengandung racun
dalam kadar tertentu. Ini makanya beberapa negara memboikot hasil ikan
Vietnam, terutama ikan patih. Bodohnya Menteri Edhy malah melegalkan
ekspor benih lobster kita. Nanti ketika dewasa, giliran Indonesia yang
impor lobster besar dari Vietnam dengan banyak kandungan sedimen pakan
dan obat-obatan.
Kini
kita tahu, kebijakan Edhy Prabowo ternyata membawa banyak kerugian bagi
negara. Pengusaha-pengusaha besar diuntungkan, sedang nelayan kecil
dibuat kesakitan. Ujung-ujungnya generasi kelak yang mendapat impor
lobster yang sudah tercemar.
Maka
kalau ada isu reshuffle, Edhy sangat layak diganti. Kebijakannya yang
selalu bertolak dari pendahulunya serupa dengan Anies di Balaikota.
Jangankan meneruskan yang sudah baik, yang ada malah menghancurkan yang
baik-baik.
Begitulah kura-kura.
Referensi:
Re-post by MigoBerita / Kamis/16072020/10.30Wita/Bjm