Migo Berita - Banjarmasin - Damainya Dunia, khususnya Indonesia tanpa TAKFIRI. Karena makna Takfiri adalah sekelompok atau orang dan golongannya yang selalu menganggap orang lain KAFIR atau SALAH dan hanya dia dan golongannya saja yang paling BENAR. Dimanapun itu didunia ini kita harus memahami, bahwa terlepas dari berbagai aliran didalam Islam, maka sebenarnya ketika mereka beralirkan TAKFIRI atau bahasa rincinya Merasa Paling Benar sendiri dan orang lain PASTI SALAH sudah dapat dipastikan untuk kita segera menjauhinya atau Tidak mengikutinya, walau kita tahu bersama Islam saat ini mempunyai 3 Pemikiran Besar dan bisa saja masing-masing disusupi TAKFIRI, yaitu 1. Islam Wahabi Salafi yang mayoritas dianut oleh Pemerintah Kerajaan Arab Saudi, 2. Islam Sunni Syafe'i ala Indonesia yang dianut mayoritas penduduk dan pemerintah Republik Indonesia serta 3.Islam Syi'ah Istna Asy ariyah (12 Imam) yang dianut oleh mayoritas penduduk dan Pemerintah Republik Islam Iran.
Jadi, teruslah waspada untuk Agenda Pemecah-belah Persatuan Ummat Islam dan Ummat Manusia, STOP TAKFIRI.. !!!!!
Indahnya Toleransi di Magetan, Warga Muslim Hadiri 40 Hari Wafatnya Seorang Katolik
Jakarta – Akun Facebook Muhammad Zazuli menceritakan tentang indahnya toleransi di Magetan, saat warga muslim menghadiri 40 hari wafatnya seorang penganut Katolik, inilah jiwa Indonesia sesungguhnya.
Menurut Zazuli ini adalah suasana selamatan 40 hari wafatnya seorang Katolik (lihat salib di dinding rumah) yang dihadiri oleh warga muslim di Magetan, Jawa Timur.
Orang Katolik tersebut dikenal sangat baik, dermawan dan suka menolong tanpa memandang apapun agama orang yang ditolong. Beliau berusaha menjadi “terang dan garam dunia” dan meneladani junjungannya Sang Guru Jagad Ascended Master Yehoshua Hamashiach.
Baca Juga:
- Viral! Hadiri Pemakaman Gus Sholah, Hotman Paris Ajarkan Sikap Toleransi
- Indahnya Toleransi! Kisah Tokoh Kristen yang Selamatkan Ratusan Muslim di Gereja saat Kasus Wamena
Dan warga yang turut mendoakan beliau adalah para muslim NU yang alhamdulillah masih mayoritas di negeri ini. Mereka bukan Wahabi Takfiri radikal brengsek yang hobi mengkafirkan dan mengharamkan apapun di luar kelompoknya.
Inilah wajah Indonesia yang sebenarnya dan seharusnya, rukun damai, tata tentrem karta raharja, memayu hayuning bawana, rahmatan lil alamin. Jangan mau bumi Nusantara yang indah damai ini dirusak oleh segelintir orang yang ingin mengubahnya menjadi padang gurun tandus gersang nan hobi perang.
Selama NU garis waras (karena ada wahabi yang menyusup dan mengaku sebagai NU garis lurus juga untuk menandingi pengikut Gus Dur yang beraliran NU garis lucu hehe…) masih dominan di negeri ini maka bangsa ini akan baik-baik saja. Adem ayem, rukun, harmonis dan damai.
Baca Juga:
- Presiden Jokowi: Tidak Ada Tempat bagi Mereka yang Tidak Mau Bertoleransi di Indonesia
- Gus Mus dan Wejangan Cerdiknya Tentang Beragama dan Toleransi
Namun sejak Negara Api menyerang, populasi kaum wahabi di negeri ini makin jadi banyak saja, bahkan berhasil bikin partai segala. Padahal dimanapun Wahabi berkembang biak maka negara tersebut akan mundur dan hancur lebur karena perang saudara (yang dikompori oleh mereka).
Jadi mari kita berdoa semoga makin banyak orang yang waras di negeri ini. Semoga NU makin jaya lagi dan Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 45 ( disingkat : PBNU ) akan tetap lestari dan abadi. (ARN)
Sumber Utama : https://arrahmahnews.com/2020/02/14/indahnya-toleransi-di-magetan-warga-muslim-hadiri-40-hari-wafatnya-seorang-katolik/
Menko Polhukam Sebut Islam Wasathiyah Paling Cocok di Indonesia
Kediri, Liputanislam.com– Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD mengatakan bahwa Islam Wasathiyah adalah yang paling cocok diterapkan di Indonesia. Menurutnya, Islam Wasathiyah ialah Islam yang tidak terlalu condong ke kanan ataupun terlalu ke kiri.
Demikian hal itu disampaikan Mahfud saat memberikan sambutan pada peluncuran buku Fikih Kebangsaan Jilid III secara virtual yang disiarkan langsung dari Pondok Pesantren Lirboyo, Jawa Timur, seperti dilansir republika.co.id pada Selasa (18/8).
“Islam jalan tengah. Yang tidak ekstrim ke kanan dan ke kiri. Ya inilah yang cocok bagi bangsa Indonesia,” ujarnya.
Mahfud menjelaskan alasan kenapa Islam Wasathiyah paling cocok di Indonesia. Ia menyatakan bahwa sejak berdirinya Republik Indonesia, jalan tengah ini telah dirumuskan tokoh Islam yang tergabung dalam BPUPKI. Mereka menisbikan Islam di Indonesia adalah moderat, karena itu tidak memaksakan untuk mendirikan negara Islam.
Terlebih saat ini Islam dari waktu ke waktu mengalami kemajuan. Menurut dia, sebelum merdeka dan satu dasawarsa setelah merdeka, orang Islam masih disudutkan. Tidak banyak diberi peran. Namun, lambat laun, Islam mulai mendapat tempat. Hingga kini, pemeluknya bebas mendapat hak yang setara dan bahkan menempati berbagai posisi penting di republik ini.“Di kampus-kampus, Islam sudah terang-terangan. Dulu sampai akhir 70-80 malu-malu. Pakai jilbab jarang. Sekarang semua pakai jilbab. Tidak ada sekali lagi islamplophobia saat ini. Kalau ada yang bilang, itu pihak yang kalah saja. Karena yang diserang mereka juga memperjuangkan Islam,” ucapnya.
Sementara Mendagri Tito Karnavian menyampaikan bahwa saat ini masih banyak yang salah dalam memahami makna jihad, sehingga yang muncul ialah terorisme. Karena itu, Tito menilai harus ada perang narasi untuk mengatasi hal tersebut. Perang narasi untuk mengubah dan meluruskan narasi jihad yang salah selama ini. Moderasi narasi atau counter narasi juga harus disertai ayat-ayat Al Quran dan hadist.
“Buku Fikih Kebangsaan ini, ini sangat penting menjadi counter narasi untuk seluruh pihak. Buku ini, saya baca, saya lega. Ini yang ketiga dari Lirboyo. NU memang benteng NKRI, salah satu pendiri NKRI,” tandasnya. (ar/republika/detik).
Sumber Utama : https://liputanislam.com/nasional/menko-polhukam-sebut-islam-wasathiyah-paling-cocok-di-indonesia/
Sekpres Ungkap Makna Baju Adat Jokowi dalam Upacara HUT RI
LiputanIslam.com — Berdasarkan keterangan dari Sekretariat Presiden di Jakarta, Senin (17/8), Presiden Joko Widodo mengenakan baju adat dari Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur, saat menjadi Inspektur Upacara Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan RI di Istana Merdeka kemarin.
Baju adat yang dikenakan Presiden Jokowi didominasi warna merah dengan paduan kemeja putih. Lengkap dengan aksesori. Tentunya, baju adat yang dikenakan Presiden Jokowi penuh dengan makna mendalam.
Dalam baju adat itu, terdapat kain motif Kaif berantai nunkòlo. Motif tersebut sudah dimodifikasi dari bentuk belah ketupat (motif geometris) dengan batañg tengah yang berartì sumber air, dan bagian pinggir bergerigi melambangkan wilayah yang berbukit dan berkelok-kelok. Sedangkan warna merah melambangkan keberanian laki-laki nunkolo.
Sejumlah aksesoris yang disematkan di pakaian adat itu untuk menambah indah kain tenun, dan tentunya memiliki makna kegunaan praktis.Aksesoris dester yakni ikat kepala atau Pilu. Ada tiga jenis Yi U Raja dengan bentuk dua tanduk kecil yang artinya fungsi Raja yang melindungi.
Kemudian, ikat di kepala sebagai penutup kepala untuk pelindung yang menjadi tanda kebesaran Raja sebagai Mahkota.
Selanjutnya Tas sirih pinang dan kapur. Aksesoris itu untuk menunjukkan budaya makan sirih pinang sebagai budaya pemersatu atau persatuan dan juga melambangkan tanda kasih dan hormat. Maka tas sirih pinang selalu dikenakan.
Dalam upacara kemerdekaan kali ini, Presiden memasuki lapangan upacara dengan tetap menerapkan protokol kesehatan, seperti mengenakan masker berwarna putih yang sepadan dengan warna pakaian adat dari Timor Tengah Selatan itu. (Ay/Antara/Jawa Pos)
Sumber Utama : https://liputanislam.com/nasional/119047/
Peringati HUT RI di Tengah Pandemi Bukti Indonesia Masih Dijajah
LiputanIslam.com — Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menilai peringatan Hari Ulang Tahun Ke-75 RI dalam suasana pandemi COVID-19 telah menyadarkan semua pihak bahwa bangsa Indonesia belum terlepas dari berbagai bentuk penjajahan.
“Bukan penjajahan atas nama kolonialisme maupun imperialisme dalam bentuk intervensi militer. Tetapi, penjajahan atas rasa takut terhadap kesehatan, penjajahan atas rasa takut terhadap kebodohan, dan penjajahan atas rasa takut terhadap kemiskinan,” kata Bamsoet dalam keterangannya di Jakarta, Senin (17/8), usai menjadi pembaca Teks Proklamasi dalam Upacara Peringatan Detik-Detik Proklamasi Indonesia, di Istana Negara
Dia menilai Indonesia harus tetap semangat dan yakin bahwa berbagai bentuk penjajahan, seperti kemiskinan dan kebodohan akan bisa diatasi. Karena itu dengan semangat bersama dan gotong royong, masyarakat bisa wujudkan Indonesia maju.
Bamsoet mengatakan Presiden Pertama RI Soekarno dalam pidato pembukaan Konferensi Asia Afrika pada 18 April 1955 telah meluruskan bahwa kolonialisme juga memiliki pakaian modern berupa penguasaan ekonomi, intelektual, maupun material.Menurut dia, bung Karno dalam pidato Hari Pahlawan 10 November 1961 juga telah memperingatkan bahwa perjuangan yang dilakukannya bersama para pendahulu bangsa lebih mudah karena mengusir penjajah namun perjuangan generasi masa depan akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri.
“Pendapat tersebut saat ini semakin nyata, hanya segelintir orang saja yang memiliki akses terhadap kekayaan. Laporan Global Wealth Report 2020 dari Boston Consulting Group menempatkan Indonesia di peringkat empat negara dengan tingkat kesenjangan tertinggi di dunia, setelah Rusia, India, dan Thailand,” ujarnya.
Menurut politisi Partai Golkar itu menjelaskan walaupun kekayaan per orang meningkat 6 kali lipat selama periode 2000-2016, namun setengah aset kekayaan di Indonesia dikuasai hanya 1 persen orang terkaya, kesenjangan antara kaya dan miskin mencapai 49 persen. Hal tersebut memperlihatkan kekayaan rata-rata penduduk Indonesia masih rendah. (Ay/Antara/Detik)
Sumber Utama : https://liputanislam.com/nasional/119030/
Mahasiswa Sunni Indonesia di Iran: Betul, Kami Didoktrin
LiputanIslam.com — Ustadz Irfan Hilmi, Lc dalam acara bedah buku “Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah di Indonesia” yang dilangsungkan secara diam-diam di Bogor, menyatakan, “Ribuan santri Indonesia yang dikirim ke Iran kerjanya hanya makan, minum, dan tidur. Mereka tidak belajar, melainkan hanya dicuci otak. Sepulang dari sana, mereka menyebarkan paham Syiah dan akan menjadi bom waktu karena bermaksud mendirikan Negara Syiah (di Indonesia).”
Sebagai upaya tabayun, LI berusaha mencari data valid. Pertama, benarkah ada ribuan santri Indonesia di Iran? Menurut Ketua Himpunan Pelajar Indonesia di Iran, Ali Shahab, jumlah pelajar hauzah (pesantren, namun sistem pendidikannya setingkat univesitas, mungkin lebih tepat disebut IAIN-nya Iran) Indonesia saat ini 158 orang, sementara pelajar di universitas umum ada 12 orang. Di tahun-tahun sebelumnya pun, jumlah pelajar Indonesia di Iran memang berkisar di angka 100-200 orang saja. Bahkan dulu pernah hanya di bawah sepuluh orang.
Kedua, benarkah mahasiswa-mahasiswa Indonesia hanya makan, tidur, dan dicuci otaknya? Bila ditanyakan kepada mahasiswa bermazhab Syiah, sudah dipastikan mereka akan menolak keras. Karena itu Liputan Islam mewawancarai mahasiswa Indonesia di Iran penganut mazhab Syafii. Namanya Syarief Hiedayat. Berikut catatan wawancara kami:
LI: Di Indonesia sering beredar kabar bahwa kaum muslimin yang bermazhab Sunni sering dianiaya, ditindas, tidak boleh beribadah hingga dibantai. Benarkah demikian adanya?
SH: Saya akan menjawab sesuai yang saya lihat dan rasakan. Untuk yang saya ketahui dan saya tanyakan kepada masyarakat Iran yang bermazhab Sunni, nampaknya kabar bahwa kaum Sunni tertindas dan dibunuh dan tidak boleh beribadah hanyalah kabar bohong. Mereka ikhlas dan ridho berada di Iran, bahkan mereka selalu bilang bahwa mereka selalu siap mempertahankan revolusi Iran. Mereka juga selalu mempertahankan persatuan Sunni dan Syiah di Iran.
LI: Sudah berapa lama akhi belajar dan menetap di Iran?
SH: Sudah tiga tahun lamanya. Saya belajar di Jami’atul Musthafa Gorgan yang kebanyakan mahasiswanya bermazhab Sunni. Madrasah ini dinamakan Madrasah Taqribi Baina Mazahib, Tidak bisa juga kalau dikatakan Pesantren Sunni, karena ada juga santri yang berrmazhab Syiah, makanya lebih tepat disebut Madrasah Taqribi Baina Mazahib (pesantren pendekatan antar mazhab). Jadi kurang lebih pesantren tersebut adalah upaya dari pemerintah Iran untuk mengeratkan persatuan umat.
LI: Bagaimana dengan kurikulum di pesantren tersebut? Juga para pengajarnya? Apakah mempelajari kedua mazhab?
SH: Iya tepat sekali. Setiap mata kuliah sudah dibentuk dalam sebuah diktat yang benar-benar pendekatan, misalnya mata kuliah aqidah setiap masalah aqidah dibahas menurut berbagai mazhab; penyampaiannya pun dengan sangat menghargai mazhab atau tidak merendahkan satu mazhab tertentu. Pengajarnya ada yang bermazhab Syiah dan ada juga yang bermazhab Sunni. Kami mempelajari berbagai mazhab di sini. Dan madrasah ini ternyata mampu membuktikan bahwa Sunni dan Syiah bisa bersatu.
LI: Jurusan apa yang akhi ambil di sana, bahasa pengantar sehari-hari apa?Adakah mahasiswa Indonesia lainnya di pesantren tersebut?
SH: Saya belum ambil jurusan. Harus lewati 80 SKS dulu, baru bisa ambil jurusan. Bahasa yang digunakan bahasa Persia, dan saat ini, saya satu-satunya mahasiswa Indonesia yang belajar di pesantren ini.
LI: Normalnya perlu waktu berapa lama buat merampungkan 80 SKS?
SH: Kurang lebih perlu 4 semester
LI: Akhi lulusan pesantren/ sekolah umum?
SH: Saya lulusan Pesantren Daarul Uluum 2 Bogor, Jawa Barat.
LI: Jujur saja kami heran, mengapa akhi memilih Iran sebagai tempat untuk melanjutkan studi. Umumnya, bagi penganut mazhab Sunni, mereka akan memilih belajar di Mesir, Suriah, atau Arab Saudi.
SH: Kenapa saya memilih Iran, ada alasan tentunya. Mungkin dulu jika saja ada kesempatan untuk kuliah di Mesir, saya akan memilih Mesir. Namun kesempatan itu ternyata adanya di Iran. Saya bukan orang yang mampu, makanya yang ada dipikiran saya adalah saya tidak boleh berhenti belajar.
Pendaftaran beasiswa ini ditawarkan kepada saya oleh Mudir (direktur) pesantren saya (di Indonesia), dan saya langsung menyetujuinya. Saat itu saya belum tahu kalau Iran adalah negara berpenduduk mayoritas Syiah, setelah saya test untuk mendaftar beasiswa itu, baru saya mengetahuinya.
Ternyata pilihan saya ke Iran adalah pilihan yang tepat. Saya bisa mempelajari 2 mazhab besar dalam Islam secara moderat yang mungkin tidak akan saya dapatkan jika saya meneruskan kuliah di Madinah, Makkah, Mesir atau lainnya.
LI: Apakah pihak Pesantren Daarul Uluum 2 telah mengetahui bahwa Iran adalah negara dengan mayoritas Syiah dan mereka tidak ragu untuk menawarkan beasiswa kepada akhi untuk meneruskan studi di Iran?
SH: Iya, pihak pesantren sudah mengetahuinya. Kyai saya sangat mengenal mazhab Syiah. Beliau, Alhamdulillah bersikap moderat.
LI: Apakah mendapatkan perlakuan diskriminatif dari penduduk di sana karena “berbeda?”
SH: Pada awalnya saya 3 bulan tinggal di Qom, tinggal di Madrasah al-Mahdi untuk mempelajari bahasa Persia. Di sana, saya dan teman saya yang bermazhab Sunni masih kurang mendapatkan kebebasan dalam beribadah sesuai mazhab, kami dulu dipaksa untuk shalat berjamaah dengan cara shalat Syiah. Kami tidak bisa menerima ini. Lalu kami pindah ke Gorgan.LI: seperti apa sholat berjamaah cara Syiah ini?
SH: Orang Syiah kan sholatnya dijamak. Misalnya, setelah sholat Zuhur, dilanjutkan dengan sholat Ashar. Kami tidak ikut sholat Ashar. Lalu disuruh ikut sholat Ashar oleh pihak madrasah. Kami juga sholat bersedekap, lalu disuruh agar tidak bersedekap.
LI: Apakah aturan shalat yang harus ala Syiah merupakan peraturan resmi dari pemerintah atau merupakan kebijakan oknum?
SH: Mereka (pihak Madrasah Al Mahdi) mengungkapkan alasannya adalah untuk menyeragamkan sholat berjamaah biar terlihat indah. Namun, menurut saya itu tidak benar. Toh sekarang kami di sini (Madrasah Gorgan) shalat berjamaah dengan cara mazhab masing-masing bisa terlihat indah dan seragam dengan saling menghormati yang lainnya. Ada yang shalat dengan cara mazhab Hanafi, Jafari, Syafii, dan Maliki. Persatuan Islam sungguh terasa sekali. Ini lebih baik daripada harus menyeragamkan cara shalat.
Saya kurang tahu dari mana asalnya aturan di Madrasah al-Mahdi itu. Tapi di masjid-masjid Iran lainnya, saya tetap shalat dengan cara mazhab Syafii dan tidak ada halangan sama sekali. Saya tidak pernah mendapat gangguan apapun yang dikarenakan cara shalat saya. Bahkan terkadang saya bermakmum kepada mereka dan mereka bermakmum kepada saya.
LI: Akhi pernah ikut shalat Jum’at dengan penduduk yang bermazhab Syiah? Yang menurut informasi hanya diselenggarakan di satu tempat dalam sebuah kota? Atau membentuk jamaah sendiri?
SH: Iya, di Iran, shalat Jum’at satu kota hanya dilangsungkan di satu tempat, ini sebenarnya pendapat Mazhab Ja’fari dan mazhab Syafii. Saya pernah shalat Jum’at bersama muslim Syiah. Namun juga sering membuat jamaah sendiri di pesantren.
LI: Akhi pernah berjumpa dengan Rahbar?
SH: Belum pernah. Cuma pernah melihat ceramahnya waktu di Mashad, kalau berjumpa langsung belum pernah.
LI: Walau belum pernah berjumpa, bagaimana kesan akhi terhadap beliau?
SH: Saya kadang takjub. Sebagaimana yang lainnya, saya sangat menyukai beliau. Dari segala tuturnya sebagai pimpinan tertinggi cukup untuk dijadikan uswah buat umat. Seorang ulama ternyata mampu memimpin sebuah bangsa yang yang terus-menerus mengalami perkembangan.
LI: Lalu bagaimana pandangan akhi terhadap sistem pemerintahan di Iran yang kekuasaan tertinggi ada di tangan seorang ulama, tidak seperti negara kebanyakan yang menganut system sekuler – memisahkan antara pemerintahan dengan keagamaan?
SH: Jujur saya lebih menyukai model pemerintahan di Iran.
LI: Pernah ada tuduhan seperti ini: pelajar Indonesia yang ke Iran kerjanya hanya makan, tidur dan dicuci otak, benar demikian?
SH: Yah makan dan tidur kan memang kegiatan sehari-hari, hanya saja tujuan kami di sini adalah belajar; jadi seharusnya belajar juga dimasukkan tuh ke dalam tuduhan tersebut.
Kalau dicuci otak, bagus dong. Otak kita jadinya bersih, hehehe.
LI: Di Indonesia, ada seorang ustadz yang menyatakan bahwa pemerintah Iran memberi beasiswa kepada orang-orang Indonesia untuk belajar di Iran, lalu di sana mereka cuma makan dan tidur, tidak belajar, hanya didoktrin, lalu kembali ke Indonesia untuk mendirikan negara Syiah Indonesia. Bagaimana dengan tudingan ini?
SH: Wah wah wah, siapa nama ustadnya yang berkata demikian? Memang kami di sini diberikan fasilitas yang luar biasa. Dan tentunya harus dikembalikan lagi kepada pribadi masing-masing orang, bagaimana dia menggunakan fasilitas ini? Mau digunakan untuk belajar? Atau hanya digunakan untuk bersenang-senang?
Benar bahwa saya didoktrin di sini: didoktrin untuk saling menghargai sesama muslim baik Sunni maupun Syiah. :D
LI: Namanya Ustadz Irfan Hilmi. Di tempat akhi menuntut ilmu, dari mana saja para siswanya berasal?
SH: Yang belajar di sini adalah para pelajar lintas negara dan benua. Ada yang dari Tajikistan, Afganistan, Kirgizystan, Uzbekistan, China, Pantai Gading, Ethiopia, Somalia, Qomor, Tunisia dan Mali.
LI: Baik, terimakasih banyak atas kesediaan akhi kami wawancarai. Semoga hasil wawancara ini bermanfaat bagi terjalinnya ukhuwah di Indonesia.
SH: Sama-sama, aamiin. (ba/LiputanIslam.com)
Sumber Utama : https://liputanislam.com/wawancara/mahasiswa-sunni-indonesia-di-iran-betul-kami-didoktrin/
Seperti ini, Syiah Memperlakukan Sunni di Iran
LiputanIslam.com — Syaikh Ahmad Karimah, ulama dari Universitas Islam Al-Azhar, Mesir, memberikan kesaksian dan bersumpah nama Allah dan Kitabullah, bahwa madrasah-madrasah Sunni di Kurdistan dibiayai oleh Iran atas perintah dari Pemimpin Tertinggi Republik Islam Iran, Sayyid Ali Khamenei.
Link Videonya disini https://youtu.be/6lkkFqbpIZ0
“Demi Allah, saya datang ke madrasah ini, demi Allah Yang Maha Agung, ini kali pertama saya sampaikan di program Anda yang tidak pernah saya sampaikan di program sebelumnya. Saya telah mengunjungi madrasah-madrasah Sunni di Kurdistan. Mereka mengatakan bahwa pemerintah tidak membiayai sekolah-sekolah agama, baik sekolah Sunni ataupun sekolah Syiah. Mereka mengatakan bahwa Sayyid Ali Khamenei menetapkan bahwa madrasah-madrasah Sunni dibiayai oleh hauzah-hauzah (madrasah Syiah) tanpa syarat,” ungkapnya.
Darimana sumber dana untuk membiayai hauzah ilmiah dan madrasah?
Ayatullah Ali Khamenei mengontrol dana dalam jumlah yang sangat fantastis. (Uraian selengkapnya silahkan baca: Kekayaan Sesungguhnya Sayyid Ali Khamenei ). Dana tersebut dikelola oleh SETAD untuk kegiatan sosial.
Selain itu, dalam mazhab Syiah ada ketentuan pembayaran khumus kepada marja yang dirujuk. Uang khumus inilah yang kemudian dikelola dan digunakan untuk membiayai pendidikan. Sehingga, para pelajar di hauzah ilmiah bisa menuntut ilmu secara gratis. Dana ini juga disalurkan untuk membiayai madrasah-madrasah Sunni.Ya, seperti inilah Syiah di Iran memperlakukan Sunni. Namun oleh kaum pemecah belah, selalu disebutkan bahwa di Iran, kaum Sunni dibantai oleh Syiah. Menghadapi kaum seperti ini — sesuai dengan firman Allah — hendaklah meneliti terlebih dahulu jika datang suatu berita dari orang-orang yang fasik. (ba)
Sumber Utama : https://liputanislam.com/multimedia/seperti-ini-syiah-memperlakukan-sunni-di-iran/
Re-post by MigoBerita / Rabu/19082020/13.17Wita/Bjm