Migo Berita - Banjarmasin - Logical Fallacy : Belum usai parodi klepon tidak Islami, muncul penolakan imajinasi tanda salib dalam media visual. Menggiring opini agar meraih baik saja tidak cukup, karena baik tapi tidak benar sama saja memproduksi HOAX yang "Kelihatan Baik". Jadi berusahalah kearah kebaikan yang benar dan InsyaAllah pasti Benar, daripada Baik tapi Salah. Masih bingung, segera baca kumpulan artikel yang sudah disiapkan bagi Pembaca Migo Berita, Ingat sampai selesai ya... biar tidak gagal paham, keputusan akhir tetap kepada para pembaca yang budiman.
Logical Fallacy : Kesalahan Logika dalam Menyelamatkan Negara
Dalam sebuah penggiringan issue tidak jarang pihak-pihak menggunakan Logical Fallacy sebagai strategi menarik perhatian publik. Secara definisi Logical Fallacy diartikan kesalahan logika berpikir yang disampaikan ke khalayak dimana muncul reaksi kontroversi yang salah/sesat pula. Dalam bahasa sederhananya : Kesalahan logika yang dibenarkan. Belum usai parodi klepon tidak Islami, muncul penolakan imajinasi tanda salib dalam media visual. Dari ornamen con blok jalan perempatan hingga hiasan pinggir logo 75 tahun kemerdekaan RI. Bagi sebagian golongan muncul halusinasi bentuk yang menyerupai tanda ke-Iman-an pemeluk Agama lain. Logical Fallacy sedang berproses dalam alam bawah sadar masyarakat, menjadi polemik dari berbagai sudut pandang. Dan itupun akan terus terjadi entah di moment dan obyek apapun. Okelah, lupakan itu semua karena kini sedang terjadi Logical Fallacy baru yang lebih menarik. Tentang imajinasi sekelompok massa yang berinisiatif menyelamatkan bangsa. Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) mendeklarasikan, atau lebih tepatnya mempromosikan produk pemikiran, sehari usai peringatan 17 Agustus. Mereka para (mantan) tokoh nasional sepakat menumpahkan kegelisahan pada pemerintah Jokowi. Tentang hal hal fundamentalis yang belum tentu sekelas kita paham, apalagi mbok Parmi, kang Cecep, Uda Hari, bang Ucok yang kangen hidup tenang. Berisik gaduh yang terpaksa mereka nikmati selama ini tidak juga membuat harga sembako turun atau mendadak Corona hilang?
KAMI menjadi bargaining position yang sexy untuk mendulang kepentingan politik praktis. Para pendendam politik bersatu merapatkan barisan. Mempertanyakan sistem bernegara yang ujungnya bermuara pada Jokowi sebagai simbol perlawanan.
Bapak bapak ibu ibu, kemarin sebelum ada Jokowi kemana saja ngapain bae? Jika ingin merubah sistem apakah yang sekarang lebih buruk dibanding sistem di jaman orde baru? Lebih amburadul dibanding era SBY? Atau justru sedang gagap pada perbaikan? Kesalahan ber-logika yang dilakukan berjama'ah pada akhirnya menjadi benalu. Merambat dari pucuk daun hingga batang dan ranting hingga ke akar jika tidak segera diantisipasi. KAMI bukan kumpulan orang-orang sembarangan, meski sedang melakukan aksi sembarangan, berkumpul ramai rapat tanpa jarak di pusat episentrum pandemi. Beberapa diantaranya sebelum deklarasi sempat curhat telah mengalami intimidasi dari orang tak dikenal. Mereka lupa bahwa yang dilakukan juga bagian dari intimidasi kepada Pemerintah? Logical Fallacy terbukti terjadi lagi. Bagaimana mau berjuang sampai titik darah penghabisan jika berhadapan dengan teror saja masih mengeluh? Apa karena rata-rata sudah manula yang membuat urat takut tidak sekuat dulu saat masih memegang pangkat, memimpin institusi, mengemban jabatan? Berkaca pada negara lain saat menghadapi pandemi global. Bagaimana rakyat, elite dan pemerintah bersatu bersama-sama melawan wabah yang mengancam kelangsungan hidup bernegara. Hanya terjadi di Indonesia, para elite cendikiawan para tokohnya justru bergerombol sepakat me-delegitimasi pemerintahnya yang tengah kesibukan berjibaku melawan pandemi. Logika mana lagi yang sedang KAMI dustakan? Aksi Logical Fallacy yang terjadi pada KAMI belum bisa dikatakan sebagai makar, sebagaimana mereka menolak tuduhan itu dengan berbagai argumentasi. Namun jika makar itu memang harus terjadi, logikanya kira kira akan seperti ini : Satukan semangat kekecewaan dalam satu wadah. Kambing hitamkan pemerintah atas nama kegagalan mengelola negara. Bila Pemimpinnya bereaksi keras menjadi jalan masuk upaya pemakzulan. Kemudian turunkan Presiden atas nama kemarahan rakyat. Selanjutnya bentuk konsorsium suksesi kepemimpinan yang baru. Situasi berubah saat mereka saling berebut kursi kosong karena diantara mereka merasa paling berjasa. Ketika situasi menjadi chaos, tanpa sadar seorang penonton asing masuk berkedok menjadi pahlawan penyelamat perpecahan. Dialah yang selama ini mengawasi dari jauh menunggu waktu yang tepat untuk menyalurkan kepentingan politiknya. Siapapun yang terpilih menjadi nomer satu diantara mereka, tak lain adalah boneka. Dan kitapun sukses dijajah lagi. Mari sama sama berharap itu tidak terjadi. Jika memang harus terjadi maka benar, bahwa persatuan yang katanya mahal itu telah dibayar murah. KAMI bukanlah mewakili kita. Akankan KAMI menjadi aksi perjuangan masif melawan kita? Jawabannya tergantung investor politik yang sedang bermain di balik panggung. Siapakah dia, yang pasti tidak pernah tampil di tengah keramaian. Cukup mengatur keramaian dari jauh sambil berpikir keras jika inipun gagal, cara apa lagi yang harus ditempuh untuk menyingkirkan si koppig ini.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/logical-fallacy-kesalahan-logika-dalam-WQA4IFuibz
Jelang HUT RI ke-75, Ayo Bersama Merdekakan SDM Negeri Ini dari Kebodohan ...!
Terus terang saya mengalami perasaan campur aduk membaca hasil survei dari Programme for International Student Assessment (PISA) mengenai kualitas pendidikan di Indonesia, tepatnya pada akhir 2019 lalu.
Indonesia disebut menempati peringkat ke-72 dari 77 negara yang disurvei, dengan posisi negara tetangga seperti Malaysia, Brunei Darussalam, dan SIngapura yang berada jauh di atas Indonesia dalam daftar peringkat hasil survei tersebut.
Malaysia ada di peringkat ke-56, sedangkan Singapura menempati posisi runner-up dalam survei PISA yang menyempitkan penilaian hanya pada tiga aspek, yakni kemampuan membaca, matematika, dan sains. Kok cuma tiga aspek tersebut ya? Entahlah. Mungkin bagi pihak PISA, keunggulan dalam tiga aspek tersebut dapat menjadikan SDM suatu negara (khususnya para pelajar) bisa dibilang cerdas atau pandai.
Budi Trikorayanto selaku pengamat pendidikan saat itu mengatakan setidaknya ada tiga faktor yang “mendukung” hasil survei tersebut, mulai dari kualitas pengajar, sistem pendidikan lama yang dianggap membelenggu, termasuk pentingnya pembenahan dalam lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia.
Saya cukupkan sampai di sini untuk hasil survei tersebut. Intinya, sekali lagi saya cukup terprovokasi membaca berita tersebut, sejak pertama kali dirilis beritanya ... sampai hari ini ... dengan kerap kali bertanya:
“Apakah benar kualitas SDM di Indonesia sangat menyedihkan dan begitu tertinggal dari puluhan negara yang ada dalam daftar tersebut?”
Atau kita bisa bertanya dengan lebih lugas dan tanpa basa-basi:
”Apakah generasi penerus di negeri ini sebegitu bodohnya?”
Maaf jika harus mengeluarkan pertanyaan semacam ini. Namun, saya pribadi kurang setuju dengan PISA yang hanya menonjolkan tiga kriteria di atas, karena yang membuat kualitas SDM suatu negara unggul masih ditentukan pula oleh aspek-aspek lain, melengkapi ketiga poin tadi. Bagi sebagian orang lain, bahkan kemampuan matematika dan sains tidak terlalu menentukan kecerdasan yang mereka miliki.
Misalnya, seorang yang sejak remaja tertarik dengan bidang penjualan ... tentu kemampuan menghitung tingkat dasar diperlukan ... tapi hanya sebatas untuk keperluan transaksi. Ia tidak memerlukan kemampuan memahami bidang sains supaya bisa menjadi tenaga penjual yang sukses, bahkan kelak menjadi seorang pengusaha.
Namun, dalam hal kemampuan membaca, yang di dalamnya ada unsur memahami bacaan, mampu berpikir logis terkait materi yang dibaca, termasuk menyimpulkan sesuatu dari hasil bacaan ... faktor ini terbilang menentukan dalam menilai tingkat kecerdasan seseorang.
Misalkan ada remaja (bahkan pemuda atau orang dewasa) masih susah memahami perbedaan antara “makan dengan sendok” atau “makan sendok” ... mungkin jika orang ini disurvei dan dibuat daftar peringkatnya, dia layak untuk menempati peringkat bawah. Kalau bahasa sepak bolanya, ada di zona bawah dan siap untuk mengalami degradasi. Betul ya?
Nah, mengawali Agustus yang identik dengan “bulan kemerdekaan” karena Indonesia akan berulang tahun ke-75, usia yang sudah lebih dari cukup untuk bangsa ini memiliki kualitas SDM yang unggul dan berdaya saing secara global.
Namun mirisnya, kita tahu bagaimana “kebodohan” masih membelenggu negeri ini, dengan tanda-tanda yang terlihat dengan cukup jelas. Remaja yang merampok untuk membeli HP, seperti saya ceritakan pada artikel https://seword.com/politik/ada-remaja-ingin-beli-hp-untuk-belajar-online-dari-GoOPiOWlk0 menurut saya adalah bagian dari tanda kebodohan di kalangan generasi muda.
Ada pula upaya tertentu untuk membiarkan penduduk negeri ini untuk tetap ada dalam kebodohan. Dalam politik, misalnya untuk kontestasi Pilkada, Pileg, hingga Pilpres ... berapa banyak upaya untuk mencerdaskan masyarakat dalam berdemokrasi, misalnya memilih berdasarkan program dari calon yang hendak dipilih, tetapi hal-hal yang terkait politik identitas terkait suku, agama, hingga dinasti dari keluarga tertentu ... yang faktanya masih cukup berhasil dalam membawa calon tertentu untuk berkuasa dan menjadi pemimpin daerah?
Belum lagi kita berbicara mengenai ajaran tertentu dari para pemuka agama, termasuk di kalangan Kristen (keyakinan yang saya anut), yang terkadang juga tidak membawa umat mengalami “pencerahan yang sebenarnya” tetapi hanya mengikuti keinginan dari si pemuka agama? Jika tidak begitu, niscaya berita-berita terkait intoleransi tidak mendominasi berbagai laman berita online maupun berita cetak di negeri kita. Betul?
Jadi, apa yang bisa kita lakukan? Mari lihat potensi atau kemampuan yang kita miliki, lalu mulailah lakukan sesuatu untuk menolong bangsa ini terlepas dari belenggu kebodohan. Bisa itu dengan cara menulis artikel, menulis opini di media cetak atau daring, menulis buku, membuat perpustakaan keliling atau perpustakaan online, mengajar di sekolah hingga perguruan tinggi, maupun ... bagi yang berminat tentunya ... dengan ikut menulis di laman SEWORD ini.
Mungkin perjuangan dipastikan kita tidak akan berjalan mudah, karena kita akan berhadapan dengan saudara sebangsa kita juga yang (herannya) justru terlihat ingin menjadikan bangsa ini tetap nyaman dan terbelenggu dalam kebodohan dan ketidaktahuan ... untuk memuluskan niat dan upaya mereka untuk berkuasa, hingga membuat rusuh di negeri ini.
Begitulah kura-kura ...
Sumber Utama : https://seword.com/umum/jelang-hut-ri-ke-75-ayo-bersama-merdekakan-sdm-ma4QWGcWTs
TPK Bukan Euforia Seword, Percayalah!
TPK atau Terapi Plasma Konvalesen masih berjuang untuk dapat diterima di negeri ini. Miris, padahal yang dibicarakan di sini adalah nyawa manusia. “Satu nyawa itu berharga,” begitu ucapan Dokter Theresia Monica Rahardjo anak bangsa yang menjadi inisiator TPK.
Menyedihkannya negeri ini terlihat lebih memilih melihat nyawa berjatuhan ketimbang menerima TPK sebagai keberhasilan menangani Covid untuk pasien kritis. Lebih tragisnya lagi, fakta di lapangan sikap mendiskreditkan justru ditemui dikalangan tenaga medisnya sendiri. Kebayang dong, jika tenaga medis saja keberatan dengan TPK, lalu bagaimana dengan masyarakat awam diharapkan bisa mengerti. Belum lagi menyebutkan fakta-fakta di lapangan pasien positif kesulitan meminta plasma darah secara otonom, dengan alasan penelitian. Kocak, kenapa semuanya dibikin ngebulet? Ada apa dengan negeri ini?
Sebagai penulis Seword, sedikit banyak kami mengikuti perjalanan TPK, dan kerinduan kami negeri ini menjadi trendsetter menang atas Covid dengan TPK. Sayang kerinduan itu tidak terwujud. Sementara saat ini beberapa negara sudah menjalankan TPK! Lihat saja India, Iran, dan Australia yang sudah menjadikan TPK sebagai kunci menekan kematian akibat Covid.
Sedangkan kita justru sibuk berkutat atau mungkin adu kepentingan diatas pertaruhan nyawa pasien positif yang ingin hidup? Ngeselinnya lagi seolah TPK ini hanya ramai di Seword karena buktinya belum diterima secara nasional, dan belum ada fakta pasien sembuh berkat TPK? Begitulah suara fals di masyarakat yang sayup tapi bikin kesel penulis.
Pendapat seperti ini mirip orang hidup tapi jiwanya mati. Harusnya, justru pertanyaannya kenapa hanya kami yang memperjuangkan TPK, sementara nyawa-nyawa itu pun kami tidak kenal. Ingat yah, fakta mereka memiliki kesempatan hidup lewat TPK itu adalah hak mereka! Lalu dimana salah dan masalahnya sehingga begitu sulit menerima TPK, hingga terkesan euforia ini hanya ramai di Seword?
Sekalipun begitu kondisinya, beberapa rekan penulis sudah menuliskan kesaksian seorang pasien yang sembuh berkat TPK. Pasien tersebut pada tanggal 27 Juli diberikan ventilator, lalu selama 3 hari mendapatkan 2 kantong plasma 200 cc dari donor yang sudah sembuh. Kemudian tanggal 30 Juli ventilator dilepas, dan pasien dinyatakan sembuh lewat hasil konversi dari positif menjadi negatif Covid.
Hal lain, di artikel ini penulis juga mengangkat cerita seorang kerabat yang mengomentari kematian seorang dokter yang merupakan tenaga medis di sebuah rumah sakit di Medan. Jujur saat pertama mengetahui kejadian tersebut lewat video yang beredar, hati penulis terenyuh. Mendadak hambar ketika mengetahui bahwa rumah sakit tersebut adalah satu dari sekian rumah sakit yang menolak TPK. Lebih (maaf) kehilangan respek lagi, menurut kerabat penulis konon kabarnya bahwa mati syahid menjadi pilihan dokter bersangkutan.
Sebagai orang awam, penulis tidak mengerti bagaimana mungkin di saat TPK bisa memberikan harapan kesembuhan, masih ada tenaga medis yang lebih memilih mati syahid? Menghormati keputusannya (jika itu benar), tetapi bukankah nyawa itu harus diperjuangkan, walau penentu akhirnya adalah Sang Khalik. Jadi kenapa harus menyerah? “Cerita” apa semua ini sehingga nyawa harus berjatuhan demi kepentingan yang entah milik siapa.
Inilah yang terjadi pada akhirnya di masyarakat saat penulis mencoba berbagi video kesaksian orang yang menang atas Covid. Beberapa pertanyaan datang, termasuk juga komentar konyol yang sempat mempertanyakan keyakinan Dok Mo. Dubrakkk…apakah ini menjadi penting dan jadi pertimbangan nomor 1 ketimbang memperjuangkan nyawa dari orang-orang terkasih kita?
Inilah fakta-fakta menyedihkan akibat TPK “dianaktirikan” di negeri ini dengan segala bumbu dalam kemasan aneka rasa. Entah itu masih diteliti, belum ada bukti dan terkonyol yang bikin penulis mules adalah kalah pamor dengan kalung minyak kayu putih hasil penelitian Kementrian Pertanian.
Ini kebangetan sekali, mau sampai kapan kita tutup mata sementara nyawa terus berjatuhan. Jika mati menjadi pilihan konyol beberapa kelompok. Setidaknya biarkan juga hidup menjadi pilihan mereka yang mencoba lewat jalur otonom, atau mereka yang berjuang untuk hidup. Jangan korbankan nyawa siapapun karena ulah arogansi para tenaga medis yang mungkin terusik kepentingan atau kenyamanannya. Masyarakat harus dicerdaskan, dan diberikan hak hidup!
Aneh, seaneh-anehnya sejauh ini hanya segelintir dokter dan tenaga medis yang lantang bersuara dan pasang badan untuk terapi plasma. Padahal terapi ini ratusan tahun lalu pun sudah dilakukan, karena terbukti hasilnya dan murah dari segi biaya. Inilah juga yang digagas kembali oleh Dok Mo. Tetapi kemana yang lain, ada apa dengan mereka? Miris!
Menyerah tidak untuk Indonesia. Seperti dikatakan oleh Dok Mo, “Jangan pernah lelah terhadap sesama, karena Tuhan tidak pernah lelah terhadap kita.” Setidaknya itulah nilai yang diyakininya bersama mereka para dokter yang berani bersuara lantang memperjuangkan TPK demi nyawa agar tidak terhilang.
Percayalah, memperjuangkan TPK dengan terus bersuara dan mensosialisasikannya bagi Seword murni atas dasar kemanusiaan. Tidak ada yang lebih indah melihat mereka terbebas dari maut, dan melihat Indonesia menerima TPK sebagai harapan untuk menekan kematian akibat Covid-19. Terpujilah Tuhan.
Sumber Utama : https://seword.com/umum/tpk-bukan-euforia-seword-percayalah-7dNj8hPnhH
Pak Presiden, Bertindaklah dan Saatnya Reshuffle Kabinet
Menurut sumber Kementerian Kesehatan Republik Indonesia per tanggal 03 Agustus 2020 jumlah kasus positif terjangkit virus corona di Indonesia sudah mencapai 111.455 orang, kasus meninggal 5.236 orang dan kasus sembuh 68.975 orang.
Angka paparan virus corona ini terus menunjukkan peningkatan dan seluruh petugas yang terkait kedalam tim pemberantasan penyebaran virus corona seperti tidak menunjukkan adanya kinerja mereka.
Virus corona seakan terus mengejek para ilmuwan, Satgas COVID19 dan termasuk para relawan. Karena sampai hari ini sebaran virus corona tidak bisa mengalami penurunan, jangankan penurunan untuk stagnan saja pada jumlah orang terjangkit virus corona saja tidak mampu apalagi untuk menurunkan.
Efek tidak berhasilnya para petugas yang ditugaskan oleh Presiden Jokowi membuat Presiden Jokowi untuk yang kesekian kalinya menjadi kesal dan marah. Wajar Presiden Jokowi marah karena sejak Indonesia terpapar virus corona pada bulan Maret 2020 lalu tidak ada satu titikpun yang bisa dibuat menjadi acuan bagaimana untuk mengalahkan sebaran virus corona ini.
Kalau soal ilmuwan dan para ahli banyak sekali di Indonesia. Mereka selalu sibuk membuat simpulan-simpulan, talk show-talk show, diskusi-diskusi dan seminar-seminar online (webinar) yang mencerminkan seakan-akan mereka akan mampu mengalahkan virus corona ini. namun nyatanya sebaran virus corona di Indonesia masih terlalu tangguh untuk ditaklukkan.
Seperti pagi ini dalam rapat tentang penanganan COVID19 dan pemulihan ekonomi nasional yang dilakukan secara virtual tampak Presiden Jokowi sekali lagi menunjukkan rasa kesalnya. Presiden merasa kesal karena dana untuk penanganan COVID19 ini sudah dianggarkan 695 triliun rupiah. Bayangkan betapa seriusnya Presiden Jokowi dalam memikirkan keberlangsungan hidup rakyat Indonesia.
Stimulus yang dianggarkan oleh Negara seakan tidak mempunyai efek apapun. Para pembantu Presiden seakan tidak peduli. Presiden Jokowi seakan bermain sendiri dan dibiarkan sendiri untuk memberantas COVID19.
Kekesalan dan anggapan bahwa Presiden seakan bermain sendiri dalam peanganan virus corona ini tampak dari 695 triliun yang dianggarkan ternyata baru 20% saja yang terealisasi. itu artinya dari 695 triliun baru 141 triliun saja yang digunakan untuk menangani virus corona.
Lebih dalam lagi ternyata diketahui dari anggaran stimulus COVID-19 itu paling besar penyerapannya untuk perlindungan sosial sekitar 39%. Kemudian program bantuan UMKM 25%. Ini berarti penanganan virus Corona ini lebih menyasar kepada dampak bukan kepada bagaimana cara penanganan penghentian sebaran virus corona.
Ini berarti bahwa kinerja para Satgas sudah menjadi salah arah karena mereka lebih fokus pada dampak yang ditimbulkan oleh virus corona daripada mencari solusi terhadap penghentian sebaran virus corona.
Kalau begini cara kinerjanya maka bila kita melihat lamannya Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tentang data sebaran virus corona yang mengalami peningkatan setiap harinya kita bisa asumsikan bahwa seluruh rakyat Indonesia akan bisa terkena virus corona ini seluruhnya. Itu berarti kita hanya tinggal menunggu waktu kapan bagian kita untuk terpapar virus ini di sebutkan sebagai orang yang positif/reaktif.
Kemarahan dan kekesalan yang ditunjukkan oleh Presiden Jokowi adalah reaksi yang normal karena beliau sudah membuat berbagai kebijakan strategis terkait bagaimana menghentikan sebaran virus corona ini di Indonesia. Namun sepertinya Presiden Jokowi melihat para pembantunya sangat lambat untuk mengikuti gerak cepat yang dilakukan oleh Presiden Jokowi.
Namun, bila melihat pergerakkan pembantu Presiden saat ini dan ntah sudah keberapa kali Presiden Jokowi menunjukkan kemarahannya maka sudah sewajarnya Presiden untuk segera mengambil aksi yang lebih tegas lagi yaitu bubarkan Satgas yang saat ini dan gantikan dengan orang-orang yang lebih kompeten lagi.
Bapak Presiden telah memberikan waktu kepada seluruh tim dan sepertinya tidak menunjukkan tanda-tanda apapun selain peningkatan jumlah orang yang terpapar virus corona. Mau sampai kapan jumlah penderita corona ini berhenti ?
Presiden Jokowi harus segera mengambil tindakan segera karena keberlangsungan hidup rakyat Indonesia yang dipertaruhkan saat ini. Lapangan pekerjaan yang semakin susah, gelombang PHK meningkat, pendidikan yang semakin kehilangan arahnya dan masih banyak lagi yang membuat rakyat Indonesia akhirnya lebih memilih melanggar peraturan daripada tidak makan sama sekali.
Memang bantuan atau stimulus yang diberikan Pemerintah kepada rakyat yang terdampak sudah diberikan namun itu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Nah, Bapak Presiden Jokowi jangan hanya marah atau kesal, sekarang waktunya Bapak untuk bertindak lebih tegas lagi supaya sebaran virus corona ini bisa dihentikan dan kehidupan warga Indonesia normal kembali.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/pak-presiden-bertindaklah-dan-saatnya-reshuffle-8oReI7Ddzz
Balas Klarifikasi Dubes Palestina, Din Malah Ungkap Kelemahan KAMI, Hehe!
Masih tentang KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia). Ada beberapa hal yang perlu diungkap. Lucu juga ya mereka ini. Sudah capek-capek bikin acara deklarasi. Capek-capek ngumpulin orang. Nyatanya publik lebih memperhatikan blunder acara ini ketimbang isi 8 tuntutan KAMI. Begitu tahu siapa-siapa saja yang hadir, paling bilang “owwww… dia lagi, dia lagi”. Publik justru kepo dengan blunder-blunder terkait acara tersebut. Lihat saja berita-berita di media. Isinya apa? Lebih banyak soal polemik kehadiran Dubes Palestina. Lalu soal kenapa acara mendapatkan izin dari Gubernur Anies yang melarang orang berkerumun di DKI Jakarta selama pandemi Covid-19. Kemudian ada lagi soal akun Twitter Din Syamsuddin yang katanya dibajak, tapi bisa ditutup oleh Din sendiri. Loh?? Katanya dibajak, apakah Din kenal dengan pembajaknya? Akhirnya isi deklarasi KAMI itu justru kabur, hilang bersama angin. Dan saya pun menulis lagi soal blunder yang lain hehehe… Mayan lah buat menghibur para pembaca dalam masa sulit pandemi Covid-19 ini, ye kaaan?
Ok, fokus kita adalah pada kehadiran Dubes Palestina di acara deklarasi KAMI. Pihak Kedubes Palestina sudah memberikan klarifikasi lengkap. Intinya, mereka mengira itu adalah acara peringatan HUT Kemerdekaan RI, jadi Pak Dubes pun hadir. Ketika saya membaca dengan rinci, pernyataan Kedubes Palestina yang dirilis ke media, ada tersirat permintaan maaf mereka terhadap Presiden Jokowi. Di antaranya adalah penegasan bahwa mereka “bukan bagian dari dan tidak akan menjadi bagian dari kegiatan politik di Indonesia” Sumber.
Pernyataan soal kegiatan politik ini sebenarnya memberikan “tamparan” hebat kepada KAMI. Tentu saja, pihak KAMI, khususnya Din Syamsuddin perlu ngeles eh membalas klarifikasi Kedubes Palestina ini. Supaya nggak malu-malu amat kan? Balasan yang blunder, sehingga jadi kayak senjata makan tuan.
Din katanya sudah menelepon langsung Dubes Palestina. “Tadi saya sudah menelepon Dubes Palestina. Rupanya ada kesalahpahaman. Beliau tidak baca seksama undangan, tapi begitu melihat nama saya, beliau langsung berniat hadir saja karena menganggap saya sahabat (sebagai Ketua Prakarsa Persahabatan Indonesia-Palestina),” ujar Din. Din menegaskan dalam undangan berbahasa Inggris tersebut sudah disebutkan 3 rangkaian acara KAMI: Peringatan 75 Tahun Kemerdekaan, Peringatan Hari Konstitusi, dan Deklarasi KAMI. “Kami mengundang belasan dubes/kedubes, cuma yang hadir hanya beliau dubes Palestina. Kepada semua Dubes dikirim dua undangan tersebut (flyer dan undangan Bhs Inggris). Saya mengundang karena biasa para dubes diundang ke acara Ormas dan Partai Politik,” lanjut Din Sumber.
Kita bedah dulu pernyataan Din ini. Apakah dari situ kita tahu bagaimana secara persis isi pembicaraan telepon antara Din dan Dubes Palestina? Enggak dong! Mana kita tahu kan isi pembicaraan sebenarnya. Mungkin ada hutang budi yang perlu dibalas, sehingga pihak Kedubes pun mau terima “disalahkan” dengan alasan tidak baca undangan dengan teliti. Sebenarnya ini bikin malu KAMI juga sih. Artinya, seandainya pihak Kedubes Palestina membaca undangan dengan seksama, mereka tidak akan datang dong. Namun, saya paham bahwa pernyataan Din ini hanya untuk menaikkan pamor dirinya yang nyungsep gara-gara blunder deklarasi KAMI. Seperti yang sudah saya paparkan di tulisan sebelumnya : https://seword.com/politik/din-sudah-habis-boro-boro-dipuja-malah-dikuliti-xW7Z077JtS
Kemudian soal mengundang para dubes ke acara KAMI. Din mengakui bahwa yang hadir hanya Dubes Palestina hehehe…. Para dubes itu adalah para ahli diplomasi, para ahli politik. Mereka tahu yang mana kelas tinggi, yang mana kelas retjeh. Bisa saja ada dubes yang menghadiri kongres partai politik seperti PDIP, Gerindra atau Demokrat. Karena mereka paham kekuatan partai politik, dan memberikan penghormatan pada partai yang ketua umumnya pernah jadi Presiden RI. Wajar dong kalau mereka hadir. Lah, KAMI ini siapa? Partai politik? Bukan! Ada mantan Presiden RI? Kagak ada, boss! Isinya pecatan dan klan Cendana, yang bapaknya diberi label “diktator terkorup sedunia abad ke-20” Sumber Sumber Sumber. Diplomat mana yang mau?
(Akurat.co)
Din juga menyebut soal biasanya para dubes diundang ke acara Ormas dan Partai Politik. Oh iya, seperti yang sudah saya sebut di atas, para dubes juga pilih-pilih kali. Ormas besar macam NU dan Muhammadiyah, pastilah akan mendapatkan perhatian dari para Dubes negara sahabat. Nah ini, KAMI ini siapa? Parpol bukan, ormas pun bukan. Sekumpulan orang yang kebanyakan bekas pecatan dan nggak jelas mau ngapain. Ujung-ujungnya apa? Mau lengserkan Jokowi? Seperti bunyi spanduk yang dipajang di acara KAMI Sumber. Ya nggak kelas lah buat dihadiri oleh para Dubes negara asing. Mau jungkir balik mengangkat pamor acara KAMI maupun nama Din sendiri, itu semua akan sia-sia. Bahkan jadi senjata makan tuan, dan makin jadi bahan tertawaan. Betul?Katanya Gegara Nyinyirin Anies, Ahok Gagal Pertahankan Pertamina di GF 500?
Penyerangan Ahok kepada Anies itu dibuat bukan karena inisiatif Pak Ahok. Dia tidak begitu saja datang sok jadi superhero seperti yang dikatakan banyak orang dan beberapa penulis Seword yg saya kenal baik, untuk sok-sokan pamer kekuatan politiknya.
Dia itu di-SMS oleh wartawan untuk meminta tanggapannya terkait pembangunan kembali kawasan Kampung Akuarium. Dan dia juga menjawabnya dengan singkat lewat pesan singkat. Artinya, Ahok yang pernah tahu perda-perda yang sudah pernah ia buat untuk menyelamatkan Jakarta, memberi respons.
Apakah dengan memberikan respons, maka Ahok jadi nggak fokus kerja? Nah bagi saya, ini adalah hal yang menjadi asumsi singkat dan praktis, menyimpulkan sesuatu dengan sangat cepat. Selama ini kita melihat bahwa Ahok di Jakarta dan di Pertamina, sudah menjalankan aturan-aturan yang ada.
Dia adalah orang yang bisa dikatakan taat aturan, terlepas dari bagaimana caranya mengendalikan emosi dan memelihara rumah tangganya terdahulu. Kalau kita bicara emosional yang meletup-letup, Ahok juga sudah pernah memberi pengakuan bahwa dia memang sengaja.
Sebagai politikus yang takut akan Tuhan, dia harus mengepresikan kemarahan yang benar. Bukan hanya njih-njih, diam-diam makan duit rakyat. Dia kalau harus marah ya marah. Dia kalau gembira ya dia akan tunjukkan kegembiraan itu. Ahok yang dikenal sebelum masuk Mako Brimob memang berbeda dengan setelah keluar dari Mako Brimob.
Memang di awal-awal sebelum dia masuk Mako Brimob, agaknya dia kurang paham tengah pinggir yang ada di dunia politik. Sebagai showcase, dia sepertinya agak kebablasan.
Tapi di akhir-akhir waktunya menjadi gubernur DKI Jakarta, pada akhirnya dia minta maaf kepada publik atas kegaduhan yang ia kerjakan. Jadi untuk urusan emosi, sudah paham ya kita semua. Dia adalah manusia yang berproses.
Untuk urusan keluarga, kita kesampingkan dulu. Karena saya melihat stigma yang terbentuk kepada Ahok saat ini adalah Ahok yang berbeda. Dia yang dianggap jahat sama mantan istrinya. Padahal kalau mau melihat pengakuan beliau, kita bisa paham bahwa kedua pihak yang bercerai ini ada alasan kuat masing-masingnya.
Dalam pandemic Covid 19 ini, saya yakin banyak keluarga yang retak. Saya pun mengalami hal yang mirip, dalam kadar toleransi yang masih bisa kami kendalikan. Kami, suami dan istri ya. Bukan Koalisi Aksi Memporakporandakan Indonesia. Wkwkwk.
Bayangkan saja. Ini baru 6 bulan, banyak sekali penyesuaian yang harus kami kerjakan dan kita harus get over it alias overcome permasalahan ini. Tapi untuk angka 8 tahun pandemic keluarga? Siapa yang kuat? Situ bisa diam saja kalau pasanganmu diajak jalan sama lawan jenisnya di belakang kamu?
Jadi kalau mau mengait-ngaitkan kinerja Ahok di Pertamina dengan indikator top global 500 yang tidak masuk lagi dengan “karakter” Ahok yang bersifat privat, ya bagi saya itu kurang elok. Setiap orang ada kelebihan dan kekurangan.
Di dalam mengkritik kebijakan bodoh Anies, Ahok paham sekali dengan apa yang ia katakan. Dia punya kapasitas itu. Ia berhak mengatakan hal tersebut. Jadi ada yang sebut Ahok sering kepo urusan orang lain tapi tidak fokus sama kerjaan sendiri di Pertamina, ya ngaco.
Apalagi dalam Global Pandemic Covid 19 yang membuat sektor migas lesu, situ masih mau nyinyiri Ahok karena gagal masuk FG 500 apa lah itu? Coba saja periksa di Fortune Global 500, perusahaan Indonesia mana yang masuk? FG 500 itu memposisikan perusahaan berdasarkan pendapatan. Pandemic gini, mau berharap apa dari sektor migas? Diminum gitu bensinnya?
Jadi saran saya, sebaiknya tenaga digunakan untuk mengkritik kebijakan bodoh Anies. Dia itu melanggar perda dengan membangun kampung akuarium kembali. Dia itu lagi modal nyapres. Tahu gak sih, kalau Anies itu bahaya kalau dia bisa galang massa?
Pahami konteks, pahami keadaan dan jangan terlalu nyinyir kepada Ahok. Ketidaksukaan personal ya silakan saja. Tapi kalau sampai kena ke profesi orang, rasanya kurang elok dan kurang elegan. Angka-angka pendapatan perusahaan dunia di tahun 2020 praktis semua turun. Apalagi di sektor migas dan sektor pariwisata.
Nggak segampang itu ngomongnya. Sekarang kita melihat tren di Fortune Global 500, yang naik justru sektor retail, technology dan telecomunication. Untuk urusan energy, hanya 9 saja yang masuk. Itu pun semua masuk ke angka negatif untuk pertumbuhan revenue nya.
Lihat saja kalau tidak percaya... https://fortune.com/global500/search/?sector=Energy
Pandemic ini terkadang memang membuat orang kelihatan cara pikirnya...
Begitulah cara pikir.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/katanya-gegara-nyinyirin-anies-ahok-gagal-scPTplwTN3
Peti Mati untuk Sosialisasi Bahaya Covid-19 ... Efektif, Bikin Takut, atau Diketawain?
Saya agak terkejut menonton tayangan Denny Siregar di CokroTV mengenai Anies Baswedan, yang disebutnya tak bisa kerja karena lebih cocok menjadi akademisi daripada gubernur.
Karena tak bisa kerja itulah, lantas 3 tahunan ini yang dikerjakan juga terkesan aneh-aneh, supaya terlihat bisa kerja atau mampu bekerja.
Padahal, yang ia kerjakan hanya mengutak-atik program Jokowi-Ahok-Djarot dengan penyesuaian nama atau kebijakan tapi nggak ada yang orisinil dan nggak bermanfaat langsung bagi warga Jakarta, hampir pada semua program kerjanya.
Alhasil, apa yang dikerjakan tak lebih dari sekadar gimmick untuk menyedot perhatian, agar dibicarakan, hingga agar dianggap layak untuk diuaung sebagai kandidat pada Pilpres 2024 nanti.
Lihat saja bagaimana Lae Ferdinand yang belakangan kerap menyindir dan menabok Anies lewat cuitan-cuitannya, termasuk saat menilai DKI-1 berstandar ganda dengan mengizinkan orasi KAMI di tempat yang semula dilarang untuk kumpul-kumpul.
Habis masker patung, kini ada peti mati
Belum hilang keheranan kita dengan rencana pemasangan masker untuk menutup sebagian wajah Patung Jenderal Sudirman, yang barusan juga saya tulis, ini muncul ide lain yang tak kalah gilanya .... meletakkan peti mati di beberapa tempat yang dianggap strategis untuk menakut-nakuti warga!
Menurut lansiran berita Detik.com, ide ini datang dari sang Waghmub, Ahmad Riza Patria dari Partai Gerindra itu, yang rupanya mulai tertular cara kerja koleganya alias DKI-1 dengan cara berpikir yang tidak biasa, tapi hasilnya saya yakin akan sia-sia.
Mungkin setelah jurus TOA dianggap gagal, lalu pakai spanduk juga nggak digubris, sekarang pakai kotak kayu menyerupai peti mati dengan tulisan : Peti Korban COVID 19.
Ide kali ini mungkin terbersit dari monumen mobil ringsek yang dipakai untuk mengingatkan dan kalau bisa menyadarkan masyarakat akan bahaya kecelaan sehingga bisa lebih berhati-hati dalam berkendara.
Atau bisa juga dari peringatan di bungkus rokok agar masyarakat sadar akan bahaya rokok, lalu berhenti merokok. Namun, mulai dari peringatan bahwa merokok dapat membahayakan kesehatan serta gangguan kehamilan dan janin, hingga merokok dapat membunuh, dan sekarang dikaitkan dengan kanker tenggorokan ... apakah lantas jumlah perokok berkurang? Rasanya tidak. Kalau memutuskan berhenti membaca peringatan atau imbauan bahaya kesehatan dari merokok sih, malah bisa jadi iya.
Mau menebar ketakutan atau ngapain sih?
Dipasangnya replika berbentuk peti mati memang nggak jelas manfaat dan efeknya, apakah terkesan mau menebar ketakutan, meneror psikologis warga atau mau ngapain...
Apakah lantas warga auto-sadar akan bahaya Covid-19 begitu mereka melihat peti mati di mana-mana ... saya rasa kok nggak akan ya. Kalau bikin anak kecil takut sih malah iya, terlebih kalau di peti mati sekalian dibuat boneka mirip bentuk pocong, kuntilanak, atau malaikat pencabut nyawa.
Kenapa sih nggak pakai cara yang lebih nyata dampaknya dalam upaya mengurangi Covid-19, misalnya dengan sosialisasi lebih masif, pemberlakuan sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan, atau peraturan penerapan protokol kesehatan yang ketat untuk kegiatan di tempat umum?
Eh, iya ding ... mungkin nggak berani ya, takut nanti didemo. Lagipula, kalau misalkan dirinya sendiri (DKI-1) melanggar aturan, masa' iya bisa ditegaskan kepada masyarakat?
Apakah nanti tidak muncul sindiran lagi: "Aturan berlaku bagi masyarakat tetapi tidak bagi Gubernur dan Wakil Gubernur tanpa ada yang boleh protes."
Masih ingatkan dahulu ketika DKI-1 ketahuan tidak mengenakan masker saat di tempat umum, eh bukannya minta maaf tetapi malah ngeles?
Serba repot memang menghadapi gubernur yang dahulu duduk sebagai Gubernur hanya karena pilihan seiman, karena dianggap santun dan seperti memihak warga Jakarta, tapi buktinya bikin orang banyak seperti koor bareng dengan suara: wkwkwkwkwkwkwkwk
Cuma saya tak menyangka bahwa ide memerangi Covid-19 dengan peti mati tiruan yang nantinya akan disebar di berbagai titik yang ada di Jakarta.
Meskipun jika mengingat cara kampanye Anies-Sandi dahulu kita seharusnya tidak kaget, karena ini hanyalah semacam pengulangan ... karena dahulu ada model kampanye "ayat dan mayat" maka sekarang paling tidak masih ada "aroma kematian" yang dipakai sebagai penangkal Corona.
Mungkin setelah ini ada kalung berbentuk mirip virus Corona atau malah kalung berbentuk peti mati kecil lengkap dengan aroma bunga kamboja atau bau dupa yang dibakar?
Mbuh...!
Begitulah aneh-aneh...
Sumber Utama : https://seword.com/politik/peti-mati-untuk-sosialisasi-bahaya-covid-19-K2vLR1ycRt
BPOM Bantah Klaim Obat Covid, KSAD Jangan Maksa!
Bulan Juni lalu, ketika obat racik UNAIR diklaim sudah diproduksi ratusan ribu unit dan disebarkan atas rekomendasi Gugus Tugas, BPOM langsung merespon. BPOM Menjelaskan pada masyarakat bahwa obat racik tersebut masih diuji pada hewan. Belum diujikan pada manusia.
Pertanyaannya, lalu kenapa Gugus Tugas merekomendasikan produksi dan memberikannya ke rumah sakit? Berapa orang yang mati karena obat ini?
Selanjutnya 16 Agustus 2020, KSAD Andika Perkasa, yang baru ditunjuk untuk membantu Erick Tohir, menyampaikan secara terbuka bahwa dirinya akan menemui BPOM untuk meminta ijin edar obat racik tersebut secepat mungkin.
Lalu kemarin 18 Agustus BPOM tiba-tiba membuat pernyataan publik. Bahwa belum ada obat yang manjur dalam menangani covid. Semuanya masih dalam tahap uji klinis.“Melakukan uji klinis tidak sederhana, karena tetap harus dibandingkan dengan standarnya. Kalau memang belum ada standar berarti standar health care dari rumah sakit. Kemudian baru investigation product yang akan diuji dan dibandingkan, makanya fitofarmaka ini butuh beberapa waktu penelitian," kata Anwar Santoso, anggota komite penilai obat BPOM.
Berbeda dari perseteruan bulan Juni lalu, BPOM tidak secara terbuka membahas dan fokus pada obat racik UNAIR. Pernyataannya umum untuk obat apa saja, mungkin termasuk obatnya Hadi Pranoto yang katanya sudah dipesan Ratu Elizabet.
Namun dalam pernyataannya sudah sangat jelas dan tegas. Belum ada obat yang selesai siap produksi. Semua masih penelitian. Itu artinya, klaim pihak UNAIR kepada KSAD Andika Perkasa bisa dibilang hoax.
Sampai di sini, ingin saya perjelas saja bahwa posisi saya dan Seword sejak awal menentang drama covid. Yang dibesar-besarkan, lewat air mata dan cerita-cerita sedih lainnya. Saya tidak setuju dengan PSBB, apalagi rapid test.
Berita soal adanya obat covid ini sebenarnya bisa jadi kabar baik. Dapat mendukung opini saya yang tidak setuju dengan PSBB atau rapid test. Agar masyarakat tidak perlu takut-takut lagi, bisa segera bangkit beraktifitas.Tapi saya bukan orang yang bisa diam dengan kebohongan. Saya juga bukan orang yang suka memanfaatkan momentum, memanfaatkan kebohongan hanya karena punya tujuan sama.
Karena negara ini milik kita bersama. Maka yang harus didahulukan jelas adalah kepentingan untuk semua. Lebih dari itu, sebuah kebohongan akan selalu sepaket dengan resikonya. Seperti skandal obat racik UNAIR tadi. Kalau kita memaksakan untuk diproduksi dan disebarkan, hanya karena berdasarkan kebohongan uji klinis, apakah tidak berpikir bahwa dampaknya bisa sangat buruk?
KSAD Andika Perkasa harus sadar bahwa posisinya sangat strategis. Kalau dia terlibat dalam kasus ini, posisinya sebagai KSAD bisa goyah. Andai yang goyah adalah Menteri BUMN seperti Erick, cukup reshuffle selesai. Tak ada perdebatan. Tapi kalau KSAD? Apa bisa sesederhana itu? Bagaimana dengan pasukannya? Bagaimana dengan nama besar TNI AD? Dan yang terpenting bagaimana dengan Andika Perkasa sebagai Kepala Staf Angkatan Darat yang bertanggung jawab langsung pada Panglima TNI?
Di sisi lain, kita melihat ada pergerakan oposisi gaya baru. Lewat mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo. Kalau sampai KSAD Andika Perkasa bermasalah, diganti, bukankah ada kemungkinan dia juga akan merapatkan barisan dengan Gatot? Atau dipanas-panasi oleh Gatot?
Dari sisi medis, setiap obat pasti ada efek sampingnya. Sebelum uji klinis selesai, efek samping ini jelas tak bisa dipetakan atau diminimalisir.
Sementara obat racik UNAIR baru diberikan pada pasien ringan dan sedang. Dua kelompok jenis pasien yang sebenarnya bisa sembuh sendiri dengan memperbaiki kekebalan tubuh dan istirahat cukup.
95 ribu orang sudah sembuh. Sudah sangat efektif. Dokter-dokter kita sudah jago. Jangan sampai dengan adanya obat racik ini malah merusak pola penyembuhan yang sudah ada.
Semoga dengan begini urusan obat racik UNAIR sudah selesai. Tidak perlu dilanjutkan atau dipaksakan lagi.
Kita tak peduli UNAIR mau kerjasama dengan BIN, Gugus Tugas, BNPB atau KSAD, pada intinya urusan medis harus jelas dari sisi medis. Lewati semua tahapannya, jangan ngotot segera mencapai hasil yang tidak jelas. Karena sebuah penelitian itu tidak harus efektif atau berhasil, ada juga yang terbukti tidak efektif.Munculnya KAMI dan Tanda-tanda akan Lenyapnya PA 212
PA 212 dan KAMI, meskipun organisasi tidak resmi alias belum terdaftar di KemenkumHAM, tapi cukup menyita perhatian publik.
Pasalnya, kedua organisasi ilegal ini diisi oleh orang-orang pembenci Jokowi.
Jadi, mereka yang selama ini mendukung Prabowo, dan sampai sekarang belum bisa move on atas kekalahan mantan Danjen Kopassus itu, tentu berpeluang besar masuk atau menjadi simpatisan ke antara dua kelompok ini.
Dengan demikian, kalau kedua kelompok ini cukup banyak peminatnya, --sangat wajar, karena pendukung Prabowo di Pilpres 2019 lalu juga cukup banyak.
Lantas, apa yang menjadi pembeda antara KAMI dan PA 212 ini?
Perbedaannya si tidak banyak. Masih lebih banyak persamaannya, seperti yang pernah penulis tulis pada artikel berikut ini.
https://seword.com/umum/membongkar-persamaan-antara-pa-212-dan-kami-RIivXKvIrK
Hanya dua hal saja yang membedakan antara KAMI dan PA 212 ini, yakni tingkat intelektualitas dan imam besar.
KAMI tingkat intelektualis anggotanya lebih tinggi dibandingkan Laskar PA 212.
Lihat saja ada profesor, doktor, dll. Bahkan ada mantan Panglima TNI, yakni Gatot Nurmantyo.
Sementara di PA 212, ada Novel Bamukmin, Yusuf Martak, Bernard Abdul Jabbar, dll.
Kita ambil contoh Novel Bamukmin, yang dulu pernah mengatakan kalau mau masuk surga dukung Prabowo-Sandi.
Selain itu, ia juga pernah mengaku habib padahal bukan keturunan rasul. Dan mengatakan, kedudukan si eks tersangka chat nakal, Rizieq Shihab lebih tinggi dari presiden manapun di muka bumi ini.
Jadi, kelihatan banget dari pernyataan-pernyataannya itu kalau do’i yang ngaku pendakwah tersebut gak intelektual, alias lebih banyak halunya daripada menyajikan data dan fakta.
Beruntung kita punya pendakwah yang kaya Novel ini sedikit di negeri ini. Kalau banyak, hancurlah sudah citra umat Islam Indonesia.
Selanjutnya, PA 212 juga punya Imam Besar sendiri, namanya Rizieq Shihab. Sedangkan KAMI tidak.
Lucunya, pada 2017 lalu, si Bang Toyib ini pernah diangkat jadi Imam Besar umat Islam se-Indonesia oleh Ketua PA 212, Slamet Ma’arif.
Tidak pelak, hal itu langsung ditolak oleh Ormas NU dan Muhammadiyah.
Siapa juga yang mau punya imam besar yang doyan chat nakal bersama janda Firza itu.
Bikin malu saja. Hahaha
-o0o-
Nah, tanpa para Kadrun dan Rizieq sadari, sebenarnya kemunculan KAMI ini merupakan ancaman serius lho bagi PA 212.
Ada beberapa alasan kenapa KAMI ini bisa berdampak pada lenyapnya eksistensi PA 212.
Pertama, kemunculan KAMI ini terbilang cukup baru. Bahkan deklarasinya saja baru digelar beberapa hari yang lalu, yakni pada 18 Agustus 2020 lalu.
Karena baru, tentu orang-orang akan penasaran mengenai bagaimana bentuk dan isi KAMI tersebut. Sehingga, wartawan pun akan lebih tertarik nulis berita tentang KAMI ini dari pada tentang PA 212. Lantaran yang bacanya juga lebih banyak.
Jadi, semakin KAMI banyak dibahas oleh masyarakat, tentu PA 212 akan semakin tersingkirkan dari media online di Indonesia.
Kedua, orang sudah bosan dengan isu yang diangkat oleh PA 212 yang itu-itu saja. Kalau gak kriminalisasi ulama, penista agama. Setelah itu PKI.
Gak ada isu terbaru yang mereka mainkan. Seperti pemanfaatan teknologi untuk dakwah kek atau bagaimana caranya melakukan pemberdayaan umat di tengah pandemi Covid-19 ini.
Kalau ngomongnya itu-itu saja (kriminalisasi ulama, penisa agama dan PKI), orang akan bosan juga mendengarnya. Sama kaya tiap hari makan gulai daun singkong. Lama-lama jadi muak.
Sedangkan isu yang diangkat oleh KAMI cukup beragam dan keren. Terbukti, baru deklarasi saja, mereka sudah punya 8 tuntutan kepada Presiden Jokowi.
Terakhir, ini sebenarnya yang paling pokok, yakni PA 212 mendukung gerakan KAMI.
“Segala upaya oleh siapapun untuk memperbaiki dan menyelamatkan bangsa, kami dukung. Adapun PA 212 tentunya akan mengawal kemana langkah KAMI,” ujar Novel Bamukmin, (19/8).
Itu artinya apa?
PA 212 menganggap kelompok yang didirikan oleh Din Syamsuddin dkk itu lebih baik dari mereka.
Ibarat bermain sepak bola. KAMI adalah para pemainnya, sedangkan PA 212 adalah para pendukung yang tegak-berdiri di pinggir lapangan.
Pertanyaannya, lebih terkenal mana antara pemain dan pendukung?
Tentu pemain doang.
Inilah blunder PA 212 yang paling nyata, sebagai kelompok yang lebih senior atau yang lebih lama berdiri.
Semestinya, kalau mau tetap eksis di atas KAMI, PA 212 harus berani mengatakan, kami apresiasi hadirnya KAMI, tapi kami berbeda dengan mereka.
Kan lebih keren.....
Ini, baru juga kelompok tetangga berdiri, sudah bertekuk lutut tidak berdaya gitu.
Yang kasihan sama habibana yang lagi di Arab Saudi sana. Orang-orang pada sibuk ngomongin KAMI, dia malah semakin gak dianggap.
Terbukti, ketika KAMI deklarasi, do’i gak dikasih kesempatan untuk bicara lewat telekonferensi seperti saat reuni PA 212.
Sumber :
Sumber Utama : https://seword.com/umum/munculnya-kami-dan-tanda-tanda-akan-lenyapnya-pa-nlGVg6RPau
Pertamina Keluar Dari Fortune Global 500, Ahok Mending Fokus, Nggak Perlu Bahas Anies
Ketika beberapa waktu silam ada penulis di Seword yang melambungkan pujian ke Ahok perihal Pertamina yang masuk ke Fortune Global 500 untuk versi 2019. Prestasi Pertamina itu epic, menyingkirkan perusahaan kelas dunia macam Alibaba dan Facebook, penulis tak lantas mengaminkan. Karena melihat ada ketimpangan dalam tulisan tersebut yang membuat tak adil rasanya mengekspos sisi Ahok lalu melupakan para tokoh yang juga sudah menjadikan Pertamina masuk terus dalam Fortune Global 500 selama tujuh tahun berturut-turut dan puncaknya tahun 2019 lalu Pertamina makin bersinar.
Ahok memang mengkilap dan kinclong di Jakarta. Tapi di Pertamina beliau belum moncer dan masih terbantu dengan program Pertamina sebelumnya.
Jadi simpelnya, sebelum Ahok masuk Pertamina, Pertamina sendiri sudah berada pada track yang bisa dibilang sukses. Sebagai perusahaan plat merah yang sampai tahun lalu masuk Fortune Global 500, jelas orang baru bergabung ke Pertamina pasti akan kecipratan nama besar dan sukses Pertamina.
Tak heran si Ahok ikut pamer gaji. Ahok sendiri sebenarnya tak perlu kerja keras dan bahkan ngoyo seperti saat di Balai Kota. Pertamina sudah mendulang untung dan Ahok jadi ikut kena getah yang kali ini sangat memanjakan dirinya.
Jadi Pertamina terus kinclong di Fortune Global 500 sampai tahun 2019, menorehkan dirinya sebagai satu-satunya perusahaan Indonesia yang terus eksis sampai ke tujuh kalinya berturut-turut. PLN pernah menjadi perusahaan Indonesia lainnya yang berhasil masuk ke dalam daftar, namun hanya bertengger di tahun 2014 dan 2015 dan itu pun di posisi 400an.
Tahun 2019 adalah tahun prestasi yang brilian dan gemilang bagi Pertamina karena berhasil melonjak tajam ke posisi 175, dari tahun sebelumnya yang masih di posisi 253.
Tolok ukurnya apa? Tolok ukur utama yang digunakan Fortune adalah besaran pendapatan termasuk pendapatan anak perusahaan (consolidated gross revenue). Indikator lain adalah penyertaan modal pemegang saham, kapitalisasi pasar, keuntungan, dan jumlah karyawan. Dan harus dicatat, saat itu Ahok belum bergabung.
Sayang beribu sayang, untuk tahun ini yaitu 2020 Pertamina terdepak. Lihat : https://fortune.com/global500/
Sebenarnya Pertamina tak sampai merosot dalam hal pendapatan tapi entah kenapa Fortune Global 500 tak memasukkannya tahun ini. Sampai muncul teori konspirasi tentang hal ini di medsos tapi kok sampai segitunya?
Pertamina tercatat membukukan pendapatan pada 2019 sejajar dengan peringkat ke-198, yaitu Nippon Steel Corporation dengan pendapatan 54,45 miliar dollar AS atau Rp 806 triliun (asumsi kurs Rp14.800 per dollar AS). Pertamina sendiri mencatatkan pendapatan 54,58 miliar AS atau Rp 808 triliun pada 2019.
Dengan pendapatan seperti itu, Pertamina tercatat masih unggul dari beberapa perusahaan global terkenal seperti Goldman Sachs Group, Morgan Stanley, Caterpillar, dan LG yang berada di posisi 202 sampai 207 dengan pendapatan sekitar 53 miliar dollar AS. Sedangkan ironisnya, perusahaan energi dunia lainnya, seperti Repsol dan ConocoPhilips, bahkan berada di peringkat 245 dan 348.
Pertamina akhirnya tak terima. Pihak Pertamina melayangkan surat resmi kepada pengelola Fortune Global gegara tak mencantumkan nama Pertamina ini. Alasan Pertamina seharus dengan pendapatan tahun 2019 Pertamina seharusnya bertengger di posisi 198. Tapi ya tetap turun posisi dong!
Terlepas dari itu, Ahok yang dipercaya oleh Pak Jokowi dan Menteri Erick sepatutnya menunjukkan kinerja yang lebih lagi dong. Karena Ahok ditunggu sentuhan magis alias kerja keras yang dulu pernah diunjukkannya di Jakarta.
Tak hanya Presiden dan Menteri Erick yang ingin melihat dan menantikan bukti Pertamina makin melambuing dengan bergabungnya Ahok. Pendukungnya pun demikian dan rakyat yang kontra pun sebenarnyadiam-diam mau menantikan hasil kerjanya.
Karena itu berharap si BTP aka AHok bisa menunjukkan bukti kerja yang tak hanya membuat Pertamina masuk ke Fortune Global 500 lagi dalam posisi atau peringkat yang makin bergengsi. Tapi lebih dari itu negara bisa menjadi untung besar dengan Perttamina yang digenjot kerjanya oleh beliau.
Sayang yang nampak di media selama ini bukan bukti kerja di Pertamina yang diomongkan Ahok.
Eng in geng, pasti ada pembaca yang garis keras akan senewen dan langsung menyerbu dan mengata-ngatai penulis.
Masalahnya si Ahok ini kan gampang sekali atau mudah berkomentar. Dia barusan mengomentari Anies yang membangun secara ilegal di kampng Akuarium. Lalu ada lagi beberapa waktu lalu ada komentar demi komentar dan sikapnya yang viral tapi tak berhubungan dengan pekerjaan.
BUkannya tak boleh komentar. Tapi mending urus Pertamina saja. Fokus.
Ehem..., pendukung garis keras beliau akan mengatakan bahwa tak perlu kepo atau mengusik-usik keluarganya. Hm,padahal kalau tradisi di Seword itu sebenarnya fokus mengkritisi kinerja. Terus, komentar atau cuitan pun bisa dibahas (apalagi Anies) dan apalagi itu pejabat atau figur publik yang top tapi belum menunjukkan kinerjanya.
Tapi nggak mau berpanjang ria, moga-moga saja beliau tak perlu berlama-lama dalam komentar dengan si juru tata kata. Makin banyak komentar nanti bisa bersaing dengan si jurus penyebar kata-kata. Anda levelnya bukan itu kan Pak.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/pertamina-keluar-dari-fortune-global-500-ahok-qy8Cia7Ewb
Saat Dubes Palestina Tak Sengaja Membongkar Skenario Cendana dan KAMI
Sangat disayangkan di tengah momen hari peringatan kemerdekaan negara ini, para politisi kotor menodainya dengan gerakan makar terselubung. Deklarasi KAMI yang tak jauh-jauh dari jualan isu terdzolimi dan membela agama akhirnya dimentahkan oleh Dubes Palestina. Seperti yang Ahok bilang bahwa mereka sudah terbiasa jualan kitab suci demi syahwat politik. Bahkan kini mereka juga menggadaikan tanah air dan saudara seimannya.
Bagaimana mungkin di tengah peringatan kemerdekaan malah menyuarakan penyelamatan Indonesia? Apa justru mereka tak ingin negara ini merdeka dan kembali diperbudak asing? Adakah aset-aset bangsa yang dijual ke tangan asing oleh Jokowi seperti halnya Soeharto menjual Freeport dan banyak lainnya?
Bahkan kehadiran Gatot Nurmantyo di acara tersebut sangat mencoreng institusi militer tempatnya bernaung. Kelakuannya lebih biadab ketimbang Novel Baswedan yang sering mengkritik Jokowi. Namun, sayangnya tak ada yang mau menyerang Gatot seperti halnya teman institusi Polri menyerang Novel. Padahal dia adalah mantan panglima TNI dimana harusnya bisa menghormati hari lahirnya bangsa ini. Bukan malah melakukan kegiatan dengan niatan makar seperti itu.
Apalagi ada fotonya dengan Titik Soeharto tersebar ke semua media. Patutlah diduga acara ini didanai keluarga cendana. Seperti halnya acara demo menuntut Ahok dulu yang kabarnya dibiayai cendana, termasuk demo di depan KPU dan Bawaslu. Bahkan media tirto sempat menyinggung acara ijtima ulama oleh PA 212 bertempat di Hotel Lorin milik Tomy Soeharto.
Kalau ditarik benang merahnya dari awal bersih-bersih yang dilakukan Jokowi, maka ditemukan penyebab murkanya cendana. Ini lantaran banyak aset mereka yang disita diam-diam. Divestasi Freeport membuat saham yang mereka kuasai dulu kembali ke negara. Pembubaran petral membuat mereka tak bisa bermain dalam sektor migas, apalagi dengan diangkatnya Ahok sebagai komut. Kini Supersemar juga diakuisisi negara termasuk denda triliunan yang diberikan Sri Mulyani pada perusahaan Tomy.
Belum selesai disitu, di tengah pandemi corona seperti ini Jokowi makin beringas. Undang-undang MLA yang kabarnya bisa menyita aset cendana di Swiss berhasil ditetapkan bersama DPR. Pantas saja cendana semakin kepanasan. Isu PKI, anti Tiongkok dan pemutusan hubungan dengan China mereka hembuskan. Tak mempan dengan semua itu, giliran boneka bernama KAMI mereka bentuk.
Kalau sebelumnya memanfaatkan kroco-kroco dari PA 212, FPI dan HTI, maka dalam organisasi KAMI memanfaatkan tokoh-tokoh tua seperti Din Syamsudin, Said Didu, Rocky Gerung dan Gatot Nurmantyo. Biar lebih hot mereka mengundang Dubes Palestina. Suatu tindakan kurang ajar yang bisa memecah belah hubungan dua negara.
Tapi lewat peristiwa ini justru kebusukan mereka terungkap. Dubes Palestina berhasil membuka kedok busuk mereka lewat klarifikasinya. Seperti diberitakan detik.com, Dubes Palestina untuk Indonesia, Zuhair al-Shun, menegaskan dirinya hadir di acara deklarasi KAMI bentukan Din Syamsuddin karena mengira acara peringatan kemerdekaan RI. Begini klarifikasi lengkap Dubes Palestina.
Klarifikasi tentang apa yang diberitakan media perihal Duta Besar Negara Palestina yang menghadiri undangan yang disampaikan oleh Bapak Din Syamsuddin, Ketua Persatuan Persahabatan Indonesia Palestina.
Kami ingin menegaskan bahwa partisipasi kami berdasarkan pada pemahaman bahwa acara tersebut adalah acara peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia dan bukan yang lainnya. Kehadiran kami di acara tersebut hanya berlangsung selama 5 menit, ketika menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia yang itu adalah sesuatu yang sakral bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kami di Palestina mengapresiasi dukungan dan bantuan yang kami terima dari Yang Mulia Bapak Presiden Joko Widodo, pemerintahannya yang terhormat, dan dari seluruh masyarakat Indonesia yang ramah. Saya berharap semua orang mengerti bahwa kami bukan bagian dari dan tidak akan menjadi bagian dari kegiatan politik di Indonesia.
Gara-gara pengakuan Dubes Palestina yang viral dan menelanjangi Din, foto-foto Titik dan Gatot Nurmantyo juga ikut menyebar di media sosial. Akhirnya masyarakat tahu kalau acara ini tak lebih dari kumpulan kacung cendana yang kepanasan hartanya disikat negara. Semoga Jokowi lebih tegas lagi pada mereka kedepannya. Tak hanya menyita aset cendana tapi menyeret anak turunannya ke muka pengadilan.
Begitulah kura-kura
Referensi:
Sumber Utama : https://seword.com/umum/saat-dubes-palestina-tak-sengaja-membongkar-hVW5fhKiJW
Anies KO Kena Gebrak Ferdinand, "Dukung Makar?"
Sebelumnya Anies memang sudah pernah KO kena sentil Ferdinand Hutahaean. Itu lho soal Anies ngaku sebagai orang Jawa, ketika ditanya dia orang Arab apa Jawa. Soal itu tidak terlalu fatal sih, bisa didiamkan oleh Anies dan sepi dengan sendirinya. Walaupun akan tetap mengisi rekam jejak Anies selamanya. Tapi beda dengan yang sekarang ini, Anies tidak akan gampang membuat soal ini sepi dari pembicaraan publik. Ini kasus besar soalnya, menyangkut Covid-19. Dan gebrakan Ferdinand terhadap Anies pun sangat telak, bikin Anies berpikir seribu kali buat ngeles. Sangat sulit cara ngelesnya. Yang ada malah akan berkembang ke mana-mana.
Ini terkait dengan segerombolan orang yang menamakan diri mereka Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), yang menggelar acara deklarasi di kawasan Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat. Diperkirakan acara ini dihadiri oleh ratusan orang. Ratusan orang berkerumun tanpa jaga jarak dan ada yang tidak pakai masker? Alamat jadi klaster baru Covid-19! Hal inilah yang disorot habis oleh Ferdinand.
Pertama, menurut Ferdinand hal ini menjadi bukti bahwa Pemprov DKI Jakarta di bawah pimpinan Anies, tidak konsisten dalam penegakan aturan dalam masa PSBB untuk mencegah penularan Covid-19. Sebelumnya Satpol PP DKI Jakarta dengan berani membubarkan pesta rakyat dalam rangka perayaan HUT RI pada hari Senin (17/8). "Langkah Pemprov DKI saat tujuh belasan membubarkan kerumunan yang terjadi di mana warga merayakan HUT RI sudah tepat dan harus didukung, tetapi hari ini (Selasa, 18/5) penegakan aturan itu lumpuh dan mati seketika," kata Ferdinand dilansir jpnn.com Sumber.
https://www.kompas.tv/article/102141/alasan-anies-baswedan-tegas-larang-lomba-17-an
Iya kenapa dibiarkan? Bahkan berdasarkan penuturan salah seorang inisiator KAMI, Syahganda Nainggolan, Anies yang menegaskan sendiri izin pemakain Tugu Proklamasi itu lewat telepon. “Alhamdulillah. Anies Baswedan baru telepon panitia (KAMI) dan tetap bertahan untuk mengizinkan pemakaian Tugu Proklamasi untuk digunakan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia. Banyak badai menghadang. Kami tetap melangkah. Salut untuk Gubernur DKI yang lebih taat peraturan ketimbang risiko,” tegasnya, seperti dikutip dari kantor berita politik RMOL, dilansir jpnn.com Sumber. Ehh?? Nggak salah tuh? Justru apa yang Anies lakukan adalah menyalahi aturan yang dia buat sendiri. Padahal Anies selalu menyalahkan warga masyarakat terkait kedisiplinan terhadap protokol kesehatan untuk mencegah penularan Covid-19. Nah ini? Dia sendiri malah jadi biangnya. Uedaaaan!
Soal kemungkinan deklarasi KAMI jadi klaster baru, sudah diperingatkan oleh ahli pandemi dan epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman. Dicky mengkritik tak adanya penerapan jaga jarak dalam acara KAMI, seperti dilansir cnnindonesia.com Sumber. Para tokoh yang hadir kebanyakan berusia rentan tertular Covid-19, seperti Din Syamsuddin, Gatot Nurmantyo, Said Didu dan lain-lain. Sementara itu Ketua Komite Eksekutif KAMI, Ahmad Yani menyatakan bahwa panitia siap bertanggung jawab jika acara deklarasi KAMI itu menjadi klaster baru Covid-19 Sumber. Ehh?? Gimana cara tanggung jawabnya? Menyelamatkan diri sendiri dari Covid-19 saja tidak bisa. Mengatur ratusan orang agar taat jaga jarak dan pakai masker saja tidak bisa, katanya mau menyelamatkan Indonesia?
Kedua, berdasarkan informasi adanya telepon Anies kepada panitia KAMI untuk memberikan izin acara tersebut, Ferdinand kembali melontarkan gebrakan. "Ada apa dengan Anies Baswedan? Mengapa standar ganda dalam penerapan aturan? Atau apakah Anies justru mendukung gerakan-gerakan yang berbau makar terhadap pemerintahan yang sah?" ucap Ferdinand. Ferdinand meminta Anies menjawab berbagai pertanyaan itu. Sebab, katanya, salah satu deklarator KAMI membuat cuitan di Twitter dan menyebut Anies mendukung deklarasi KAMI. Tidak dijelaskan dalam artikel di jpnn.com, cuitan yang dimaksud oleh Ferdinand. Namun saya yakin pasti ada. Ferdinand kan praktisi hukum, dia tidak akan bicara tanpa ada bukti.
Menutup gebrakannya, Ferdinand mengingatkan Anies soal angka positif Covid-19 DKI Jakarta yang melangit, nggak turun-turun juga. "Jakarta selalu jadi kota penyumbang positif Covid-19 tertinggi setiap hari. Anies jangan pakai standar ganda, kecuali memang mendukung gerakan KAMI," ujar Ferdinand Sumber. Jleb! Saya yakin warga DKI Jakarta juga paham kok, kenapa Anies malah mengizinkan acara KAMI ini, padahal kerap menyalahkan warganya karena berkerumun dan tidak menghiraukan protokol kesehatan.
Akibat pemberian izin ini, Anies bagai sedang bunuh diri. Karena kritik tidak hanya datang dari Ferdinand. Sudah ada politisi yang sounding soal pelengseran Anies karena melakukan kesalahan fatal membiarkan acara deklarasi KAMI yang bertentangan dengan penanganan pandemi Covid-19 Sumber. Ferdinand bagai membuka pintu seluas-luasnya bagi berbagai pihak yang mau mengkritik, mengecam, bahkan melengserkan Anies. Dan Anies hingga saat ini hanya diam. Mau ngomong apa? Mau ngeles gimana? Apa sudah bingung memilih kata-kata? Atau jangan-jangan sudah linglung beneran? Sekian dulu dari kura-kura!
Sumber Utama : https://seword.com/politik/anies-ko-kena-gebrak-ferdinand-dukung-makar-YbpiSWIyYG
Din Sudah Habis! Boro-Boro Dipuja, Malah Dikuliti, Dicela Dan Ditertawakan Publik!
Din Syamsuddin pernah jadi petinggi di Muhammadiyah dan MUI. Saya kira inilah yang menyebabkan dirinya selalu disebut sebagai nama pertama deklarator KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia). Apalagi alasannya, selain dalam rangka mempraktekkan politik identitas. Sebuah strategi politik yang jadi andalan para lawan politik Presiden Jokowi. Sambil bermimpi bahwa politik identitas itu akan membawa kemenangan lagi kepada mereka, dengan bercermin pada Pilkada DKI Jakarta tahun 2017. Iya…. ngimpiiiii…..! Mengusung Prabowo saja kalah waktu itu kan?
Ketika semua elemen bangsa ini memperingati HUT Kemerdekaan RI. Sebuah hari besar yang biasanya diperingati dengan berbagai keramaian. Namun dalam masa pandemi Covid-19 saat ini kita peringati dengan kesederhanaan yang khidmat. Ketika semua elemen bangsa bertarung mati-matian menghadapi virus yang mematikan. Dari bayi yang baru lahir, anak-anak yang tertular orang tuanya, emak-emak yang bekerja ekstra jadi guru di rumah masing-masing, para ayah yang berangkat ke kantor dengna resiko besar tertular di jalan, hingga para tenaga medis yang berjibaku setiap detik dengan taruhan nyawa. Ketika kita sibuk memikirkan pandemi dan ekonomi, eh si Din dan gerombolannya ini malah nyeleneh. Berkumpul dan mengumpulkan massa tanpa jaga jarak, bahkan ada yang tidak memakai masker. Lalu berdeklarasi sekedar sebuah rangkaian kata-kata yang ujungnya menyerang pemerintah. Alasannya mau menyelamatkan Indonesia.
Menyelamatkan dari apa? Kalau dari pandemi Covid-19, apa kontribusinya? Apakah dengan berdeklarasi lalu virus Covid-19 hilang dari negeri ini? Apakah bisa membantu para korban PHK? Apakah bisa memberikan pekerjaan kepada para pengangguran? Justru pemerintah pusat yang mereka tuntut itu yang sekarang bekerja keras mengurus semua elemen bangsa ini, agar semua dapat dibantu. Kenyataan yang terjadi di masyarakat tidak mendukung isi deklarasi KAMI. Apalagi orang-orangnya ya itu-itu saja. Bekas pejabat yang tidak kebagian jabatan lagi tapi punya ambisi gede, bekas pejabat pecatan, yang katanya ahli sering mengkritik pemerintah tapi tidak pernah terbukti bisa kerja apa tidak, dan tentunya terselip klan Cendana di sana. Akhirnya, nama Din Syamsuddin yang jadi andalan, malah jadi bahan tertawaan.
Lihat saja di jagat Twitter, di mana masih ada netizen yang membicarakan soal KAMI ini. Kalau di dunia nyata sih, boro-boro dibicarakan, saya nggak yakin tetangga sebelah rumah saya tahu soal deklarasi KAMI. Di jagat Twitter, alih-alih mendapatkan pujian dan dukungan, nama Din Syamsuddin makin rusak saja. Jejak digital hingga ke segala aspek yang berhubungan dengan deklarasi KAMI jadi bulan-bulanan para netizen.
Pertama, tentu saja sebuah fakta yang mendukung dugaan adanya ambisi pribadi Din yang belum kesampaian. Sebuah artikel berita tahun 2018 dari kompas.com disebarkan oleh para netizen. Artikel itu mengutip pernyataan Din yang bersedia menjadi cawapres bagi Jokowi ketika belum ada keputusan siapa pendamping Jokowi dalam Pilpres 2019 Sumber. Dengan pernyataan ini semua orang bisa berasumsi bahwa deklarasi KAMI semata-mata hanyalah jalan pintas buat ambisi pribadi Din.
Bukan hanya sampai di situ. Para netizen juga ramai-ramai mempertanyakan soal akun Twitter Din yang katanya di-hack. Akun @OpiniDin membagikan berbagai poster berkaitan dengan deklarasi KAMI. Poster itu berisi foto-foto para dedengkot deklarator KAMI dengan tulisan yang provokatif. Antara lain : “Bersama Gerakan KAMI, mari hancurkan pemerintahan oligarki ini! Sudah saatnya rakyat mengambil alih!”dengan gambar Gatot Nurmantyo. Satu lagi bertuliskan “Tidak ada titik kembali dan tidak ada titik menyerah! Rakyat harus bersatu dan cabut mandat rezim Jokowi sekarang juga! Salam Merdeka!”. Tulisan-tulisan ini berpeluang kena pasal makar, jika ada yang mempolisikan. Ketika saya mengecek akun tersebut, cuitan-cuitan yang berisi poster tersebut sudah tidak ada, sudah dihapus. Kalau mau mencari, di Twitter masih tersebar poster-poster itu. Di antaranya di bawah ini :
Din sendiri mengklaim bahwa akun itu sudah kena hack. "Ya itu akun Twitter saya, namun sudah cukup lama saya tidak pakai. Jelas tweet dengan meme-meme itu bukan dari saya. Twitter saya dikendalikan pihak tertentu, mungkin oleh pihak yang punya kemampuan meng-hack,” ujar Din kepada media. Tentu saja para netizen tidak mau percaya begitu saja dengan klaim Din ini. Pasalnya, di bagian pernyataan Din yang lain ada hal yang kontradiktif. "Harap publik dan follower mengabaikan. Akun tweeter @OpiniDin yang sudah dikendalikan pihak lain akan saya tutup,” ujar Din Sumber. Loh? Katanya dibajak, kok dia bisa tutup? Hehehe….
Satu lagi yang jadi bahan tertawaan dan celaan para netizen adalah soal kehadiran Dubes Palestina di lokasi deklarasi KAMI. Klarifikasi pihak Kedutaan Palestina kepada media menyatakan bahwa mereka diundang oleh Din Syamsuddin dan mereka hadir karena mengira acara itu adalah peringatan HUT Kemerdekaan RI. Bahkan dalam pernyataan tertulis klarifikasi tersebut Kedubes Palestina menegaskan penghormatan mereka terhadap “Yang Mulia Bapak Presiden Joko Widodo” dan menegaskan mereka bukan bagian dari ”kegiatan politik di Indonesia” Sumber. Akhirnya tersebarlah di Twitter soal Dubes Palestina kena prank Din Syamsuddin hehehe….
Habis lah Din ini, dikuliti, dicela, dan ditertawakan oleh para netizen. Bagai orang biasa yang terhempas ke dasar sumur. Tidak mendapat rasa hormat dan segan dari publik. Apalagi didengar kata-katanya. Ngimpi lagi dong! Sekian dulu dari kura-kura!
Sumber Utama : https://seword.com/politik/din-sudah-habis-boro-boro-dipuja-malah-dikuliti-xW7Z077JtS
Intimidasi Dubes Palestina, Blunder KAMI Sangat Fatal
Din Syamsuddin merasa ada oknum yang mau menggembosi KAMI, demikianlah gelagatnya, aku Din. Tampaknya belum disadarinya, justru dia sendirilah yang menggembosi aksinya itu. Kita tahu bahwa kehadiran Dubes Palestina menjadi pemicu gonjang-ganjing politik nasional. Dan setelah ditelisik, ternyata kehadiran sang Dubes adalah atas undangan Din sendiri. .
Din sebagai Ketua Persatuan Persahabatan Indonesia Palestina telah melakukan blunder itu semata-mata atas kehendak Tuhan juga. Tentu bukan suatu kebetulan, bahwa hatinya digerakkan sedemikian rupa, dan sangat mungkin hal itu dipicu oleh obsesinya yang sangat membuncah, tentu saja untuk memancing perhatian internasional.
Jika ditelisik lebih dalam, kejadian ini bisa kita analogikan dengan provokasi yang dilakukan terhadap warga Papua oleh Veronica Koman. Sama dengan gaya Din menyebarkan provokasi, Veronica pun menggunakan akun media sosialnya untuk memicu kemarahan warga Papua tentang kejadian di Surabaya yang tidak sesuai fakta kala itu.
Bukan hanya narasi Din saja yang menimbulkan reaksi luas, kita juga bisa melacak rekaman video Bachtiar Hamzah dan kawan-kawan, yang menebar kebencian kepada pemerintah yang sah. Bahwa pemerintah sekarang merupakan rezim yang dzalim, apakah blunder ini yang dia sebut menggembosi? Kalau demikian adanya, silakan bereskan di internal mereka, dan jangan menyikut ke kiri dan kanan, seolah pihak luarlah yang melakukan penggembosan itu.
Kitapun membaca gelagat bahwa cuitan Din di twitter, bisa saja memang dilakukan oleh orang lain, tapi kita ragu apakah si penulis adalah pemrakarsanya? Adalah hal biasa jika seorang tokoh sekaliber Din, memiliki sejumlah asisten yang bisa mengakses akun medsosnya, tentu saja atas seijin yang bersangkutan.
Maka ketika ada persoalan kontroversi dalam sejumlah postingnya, sang pemilik akun mudah mengelak dengan menyebut medsos miliknya dibajak, sebagai kalimat lain dari penggunaan tangan pembantunya dalam menebarkan ujaran provokatif itu. Dan seandainya pihak berwajib menelisik dari mana cuitan itu berasal, yang terlacak kemungkinan besar adalah perangkat orang dekatnya juga.
Ketika Din mengelak bahwa spanduk-spanduk kontroversial itu disebarkan oleh kelompok yang dipimpinnya, banyak kemungkinan, apa yang sebenarnya terjadi. Sama kasusnya dengan cuitan tadi, kemungkinan terbesarnya, spanduk itupun berasal dari orang-orang itu juga, meskipun pengakuan Din berbeda dengan fakta di lapangan.
Terlepas dari manuver-manuver yang sudah memanas itu, sebagaimana dianalisis oleh beberapa pengamat, gerakan koalisi yang menamakan diri KAMI ini, ibarat permainan bola biliar, yang dipukul bola putih, namun yang masuk goal bisa bola mana saja. Mungkin yang dimaksud bola mana saja, karena sosok mana yang memulai gerakan, belum tentu yang bersangkutan yang pada akhirnya muncul paling depan.
Hal yang cukup menarik adalah, akar persoalan yang memicu gerakan ini ditengarai tak lepas dari urusan hepeng alias doku. Hanya saja mereka kemas sedemikian rupa, sehingga tampak lebih terhormat, semisal menyelamatkan Indonesia, atau demi Pancasila. Bagaimana pun motif yang ada di balik pintu tak bakalan berani diungkap ke ruang publik.
Meskipun demikian, gelagat itu tetap saja dari aromanya mudah ditelusuri, dilihat dari daftar penggagasnya tampaknya tak jauh berbeda dengan sosok-sosok yang dahulu tergabung dalam persekongkolan menggulingkan Gus Dur. Semisal penggalang aksi mahasiswa atau mengangkat isu Buloggate dan Bruneigate, adalah contoh kasus yang sekarang akan dicoba diulang lagi.
Kesannya memang seperti bermain judi, berhasil syukur, dan kalaupun gagal memang sudah suratan takdir. Sebagaimana pepatah, seberat apapun suatu tujuan, jika kita mengusahakannya niscaya akan menemukan jalan terbaik. Barangkali berangkat dari keyakinan itulah, aksi yang dahulu berhasil melengserkan seorang Presiden yang sah, akan kembali dicoba.
Sayangnya kondisi saat ini sangatlah jauh berbeda, dukungan militer kepada Jokowi jauh lebih kuat dibanding kepada Gus Dur dahulu. Demikian juga dukungan politik yang mana hanya PKS sendiri yang bertarung sebagai oposisi, sementara partai lainnya cenderung mendukung pemerintah. Maka kita harapkan mereka segera sadar dan siuman, karena bagaimana pun, ibarat sapu lidi yang diikat sedemikian rupa, akan lebih kuat ketimbang digunakan sebilah demi sebilah.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/intimidasi-dubes-palestina-blunder-kami-sangat-oVcDyKAYby
Petani Menggugat
Tuan-tuan yang terhormat!
Dalam memperjuangkan nasib para petani, sering sekali terdengar kapitalisme dan neo liberalisme. Kapitalisme itu nyata adanya. Neo liberalisme menjadi cara untuk merampas sumber daya dan menekan sebuah bangsa demi kepentingan bangsa yang lain.
Ia menjadi cara bagi bangsa bermodal kuat untuk menyelamatkan produksi petaninya sendiri dan menyingkirkan produk petani dari bangsa lain, dengan kampanye yang minim hati nurani. Selama ada yang namanya ekonomi bangsa, ada ekonomi negeri, maka praktek-praktek penjajahan secara halus ini akan terus dilakukan.
Itulah yang seharusnya membuat hati kami semua tergerak. Karena selama ini Bangsa ini keseluruhannya hanya dianggap pasar, tempat melempar produk, mengeruk kapital, bukan sebuah komunitas yang perlu dijadikan sahabat, bukan penyuplai yang saling menguntungkan timbang balik. Bukan dianggap sebagai sesama bangsa yang setara dan saling bantu. Bukan mitra.
Selama ini petani-petani kami dibuat menjerit oleh kampanye hitam yang mendiskreditkan produk mereka sebagai tidak ramah lingkungan, merusak alam, mendatangkan penyakit jantung dan stroke, dan sebagainya.
Padahal banyak riset sudah membuktikan bahwa sawit justru penghasil minyak paling efisien, baik dari segi lahan maupun pemanfaatan air. Semuanya diabaikan, dan tetap saja bulir demi bulir yang mereka hasilkan dengan darah dan air mata dicap sebagai perusak alam.
Penjajahan adalah sebuah upaya mendikte, memaksakan, dan akhirnya menguasai keputusan-keputusan yang diambil sebuah bangsa. Walaupun penjajahan secara fisik hampir tiada lagi dengan merdekanya banyak negara-negara di Asia dan Afrika paska perang dunia kedua, namun penjajahan ekonomi adalah nyata adanya, Tuan-Tuan yang terhormat….
Nafsu akan kekayaan, Tuan-Tuan..., nafsu akan uanglah yang menjadi pendorong Colombus menempuh samudera Atlantik nan luas itu; nafsu akan emaslah yang membuat Bartholomeus Diaz dan Vasco da Gama menentang hebatnya gelombang samudera Hindia; pencarian kekayaanlah yang menjadi penunjuk arahnya.
Nafsu akan kekayaan yang membuat kalian menuliskan NO PALM OIL di produk-produk yang dihasilkan, demi mendapat dukungan dari para pecinta lingkungan dan pemerhati kesehatan yang telah membaca data-data yang keliru.
Kampanye-kampanye semacam itulah yang selama ini membuat harga sawit anjlok dan membuat petani kami menjerit. Bertahun-tahun...
Dalam keadaan demikian, kiranya perlu kami semua turun dan melakukan perlawanan. Tak berdiam diri di rumah sahaja. Karena Indonesia bukan sekedar pembeli. Kami tak serendah itu. Kami juga tak sepasrah itu..
Kami bangsa yang mampu memproduksi. Dan produksi minyak nabati kami dibutuhkan seluruh dunia. Tanpa keringat petani-petani kami, tak akan ada makanan lezat terhidang di meja makan tuan-tuan para penguasa modal.
Kami pun punya kuasa. Kami punya harga diri!
Perjuangan untuk berdaulat atas hasil peluh rakyat kecil sudah banyak sekali diupayakan oleh Bangsa ini. Nikel kini sudah diupayakan tak lagi diekspor mentah-mentah, yang membuat begitu banyak yang mendengki hatinya sehingga menggugat ke PBB. Emas Papua sudah kami rebut kembali dengan penguasaan Freeport.
Maka kini kami perlu tunjukkan bahwa bangsa ini juga berdaulat atas produksi sawit petani-petaninya, tanpa perlu takut lagi harganya jatuh karena diboikot.
Boeng, Ayo Boeng!
Presiden kami sudah menyatakan, mestinya kami tidak perlu takut atas ancaman-ancaman untuk membuat bangsa ini tunduk dan patuh. Kalau tuan-tuan berani-beraninya memboikot produk petani kami, tentu sah pula kiranya bila kami memboikot produk yang tuan-tuan hasilkan dari dunia barat sana.
Untuk tuan-tuan ketahui, kami juga punya banyak sekali pilihan, bukan hanya kecap dan sambal produksi tuan saja yang bisa kami temui di pasar. Apa yang tuan-tuan anggap sebagai potensi pasar itu, bukan kalian saja penguasanya.
Ada banyak produsen kecap dan sambal yang lebih menyayangi petani-petani kami. Mereka tak malu-malu mengakui bahwa 85 persen produknya menggunakan minyak sawit. Mereka mengajari petani yang tak mengerti jadi mengerti pentingnya menjaga lingkungan. Mereka diajarkan mengoptimalkan hasil produksi sawit, supaya mereka punya uang yang cukup untuk berhenti membakari lahan dan menerapkan pertanian sustainable.
Bukannya malah mendiskreditkan produk mereka!
Tuan-tuan terhormat, sudilah kiranya kalian berbagi penderitaan bersama kami, bersama petani-petani kami. Sudah belasan tahun ini mereka menangis karena kampanye negatif yang dilakukan oleh bangsa-bangsa tuan semuanya. Sawit yang harganya sudah rendah, semakin anjlok dan kini tak lagi bisa menutupi biaya produksinya.
Banyak di antara mereka kini terbelit hutang, jangankan bisa memenuhi kebutuhan perutnya sehari-hari, pada saat tuan-tuan semuanya meraup keuntungan dari taburan selai hazelnut yang lezat di atas roti-roti hangat. Lezat nian...
Jangan pernah lupakan bahwa di balik nyaman dan mewahnya hidup tuan-tuan di barat sana, petani kami memanggul beratnya tandan sawit sambil menangis. Mereka tak punya media sosial untuk menyadari bahwa di balik kemasan sambal dan kecap tuan yang berusaha menarik hati mereka, Tuan-Tuan justru sedang menginjak-injak hasil pertanian mereka.
Andai mereka tahu dan sadar, tentu mereka akan balik pula membuang dan menginjak-injak kecap dan sambal yang tuan-tuan hasilkan.
Jika teriakan ini tidak juga tuan indahkan, maka jangan Tuan terkejut atau marah kalau petani pun bisa beramai-ramai menggugat.
Kami juga bisa meneriakkan kemerdekaan. Kemerdekaan atas tekanan. Kemerdekaan atas tekanan kampanye NO PALM OIL. Kemerdekaan untuk membeli produk apapun yang kami mau. Kemerdekaan untuk memboikot produk apapun yang nyata-nyata membuat petani-petani kecil kami menderita.
Merdeka!
*terinspirasi tulisan Indonesia Menggugat oleh Soekarno
Sumber Utama : https://seword.com/umum/petani-menggugat-cDPBPb7oNz
Re-post by Migo Berita / Kamis/20082020/12.32Wita/Bjm